KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

  

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN

DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

  

Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886

e-mail: widayanti_reny@yahoo.co.id

ABSTRAK

  

Pesatnya pertumbuhan kota diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Adanya pertumbuhan penduduk

menyebabkan permintaan terhadap permukiman semakin besar. Hal ini menyebabkan tumbuhnya permukiman

di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak 0-

20 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo menjadi daerah yang rawan akan banjir setiap tahunnya.

Penanganan untuk permukiman yang berada di bantaran Sungai Bengawan Solo berupa relokasi pada daerah

yang rentan terhadap banjir. Oleh karena itu, dilakukan kajian dengan tujuan mengidentifikasi arahan konsep

relokasi permukiman di sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Penelitian ini menggunakan

metode analisis tingkat kerentanan yang menganalisis daerah rentan berdasarkan beberapa parameter dan

Analisis Lesson Learn Best Practice. Metode analisanya terdiri dari pembobotan parameter-parameter empat

aspek, overlay parameter tiap aspek, pembobotan tiap aspek, overlay tiap aspek kerentanan. Sedangkan untuk

metode analisis best practice yang menganalisis beberapa contoh penerapan relokasi yang dapat diterapkan di

wilayah studi, dilihat dari kesamaan karakteristik fisik, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga diperoleh daerah

rentan terhadap bencana banjir sebagai arahan konsep relokasi permukiman yaitu (a) mekanisme dengan

pembentukan tim anggaran dan operasional, sosialisasi (b) partisipasi; (c) negosiasi; (d) kepemilikan tanah; (e)

lokasi relokasi; (f) prioritas relokasi. Kata Kunci : Permukiman, Kerentanan, Relokasi

  

ABSTRACT

Urban Rapid growth is accompanied by population growth. The existence of population growth cause greater

demand for housing. This right cause to the growth of settlement along Bengawan Solo River District of

Bojonegoro. Residential areas that have only a distance of 0-20 meters from Bengawan Solo River areas

vulnerable to flooding every year. Treatment for settlement locate along the Bengawan Solo River in the form of

relocating to area vulnerable to flooding. Therefore conduct the study with the aim of identifying the direction of

the concept of relocation settlements in the Bengawan Solo River District of Bojonegoro. Analysis method in this

study using analyzes the level of vulnerability areas based on several parameters and lesson learn best practice.

Analysis methods consist of weighting the parameter of four aspect of vulnerability. Whereas for the method

lesson learn best practice analysis is to analyze some examples of the application that can be apply to the

relocation of the study region, seen from similiarity of physical characteristics, sosial characteristics, economic

characteristics, and cultural characteristics. With the result that are flood vulnerable areas as the direction of

the concept relocation settlement: (a)mechanism with the establishment of budgets and operational teams,

dissemination;(b) partisipatif; (c) negotiation; (d)ownership of land; (e)relocation sites; (f) priority of the

relocation Keywords: Settlement, Vulnerability, Relocation

  beberapa kelompok masyarakat yang memiliki

  PENDAHULUAN

  penghasilan rendah memanfaatkan daerah aliran sungai untuk membangun rumah. Perkembangan Pesatnya pembangungan pada sebuah kota permukiman pada daerah sempadan sungai berjalan seiring dengan pesatnya pertumbuhan semakin sulit dikendalikan. penduduk yang mengakibatkan kepadatan

  Kecamatan Bojonegoro merupakan pusat penduduk yang berlebihan dalam kota. Tingginya dari Kabupaten Bojonegoro. Kecamatan harga tanah pada daerah perkotaan menyebabkan Bojonegoro juga merupakan pusat dari kegiatan terbatasnya masyarakat yang dapat perdagangan dan jasa. Faktor-faktor inilah yang memanfaatkan lahan tersebut untuk perumahan. menyebabkan masyarakat yang tinggal di desa

  Hal ini menyebabkan berkembangnya lingkungan memilih untuk berurbanisasi ke Kecamatan permukiman dengan kepadatan tinggi. Terdapat

  

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

  Economical, Infrastructural and Social Flood Risk-Vulnerability Analyses in GIS , BNPB, 2008

  Analisis Karakteristik Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro

  Tujuan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya arahan konsep relokasi permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

  Menurut ADB (1999), rencana pemukiman kembali, yang bervariasi menurut keadaan, khususnya terhadap besaran pemukiman kembali, biasanya harus mengandung penyataan tujuan, kebijaksanaan dan strategi serta harus mencakup unsur-unsur penting yaitu tanggung- jawab organisasi; partisipasi masyarakat dan integrasi dengan penduduk setempat; survai sosial-ekonomi; kerangka hukum termasuk mekanisme untuk penyelesaian perselisihan dan prosedur pengaduan; identifikasi alternatif lokasi dan pemilihan; penaksiran dan ganti rugi untuk kekayaan hilang; kepemilikan tanah, status penguasaan, pembebasan dan pengambil-alihan; kemudahan mendapat pelatihan, pekerjaan dan kredit/bank; perlindungan/keamanan, prasarana dan pelayanan sosial; perlindungan dan pengelolaan lingkungan; dan jadwal pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

  Relokasi permukiman dapat diartikan pemindahan suatu lokasi permukiman ke lokasi lain yang baru, karena lokasi permukiman yang lama dianggap tidak layak sebagai lokasi permukiman dengan kondisi rawan/rentan terhadap bencana atau bahkan terkena musibah bencana (Andy Rizal,2003:59)

  dan BAKORNAS, 2002), yaitu aspek fisik, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur. Keempat aspek tersebut akan dipergunakan untuk menganalisis tingkat kerentanan di wilayah studi

  Kerentanan dapat dikelompokan menjadi empat aspek (Angela Peck, Physical,

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Dan Sungai, pemanfaatan lahan untuk permukiman di wilayah studi tidak sesuai karena terletak di dalam garis sempadan sungai. Pemanfaatan lahan untuk daerah perkotaan dan bertanggul adalah 3 meter dari luar tanggul.

  Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro”. Arahan lingkungan DAS Bengawan Solo dan mengamankan permukiman tersebut dari bencana tahunan.

  Menurut RTRW Kabupaten Bojonegoro tahun 2007-2027 menyebutkan bahwa daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo termasuk kedalam rencana zone high control penanganan lingkungan akibat banjir yang terjadi setiap tahun. Sedangkan menurut Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kabupaten Bojonegoro “permukiman di daerah bantaran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah yang rawan terhadap bencana banjir dan perlu segera mendapatkan penangangan dengan relokasi permukiman ke daerah yang lebih layak dan sesuai peruntukannya”. Sehingga dengan adanya permasalahan permukiman yang terdapati di Kecamatan Bojonegoro dan mengacu pada RTRW Kabupaten Bojonegoro maka perlu dilakukan langkah penanggulangan melalui “Konsep Relokasi Permukiman Berdasarkan Tingkat Kerentanan di Sempadan Sungai

  Banjir pada akhir 2007 merupakan banjir terbesar setelah tahun 1966, terdapat 15 dari 27 kecamatan di Bojonegoro yang tergenang banjir selama 10 hari dengan ketinggian diatas 1,5 meter. Limpasan air sungai sampai menggenangi daerah kota disebabkan karena tanggul permanen tidak dapat menahan arus air sungai, selain itu karena terdapat beberapa titik tanggul yang sengaja dijebol sebagai aksesibiltas permukiman yang terdapat di dalam tanggul. Beberapa tahun terakhir bencana banjir yang terdapat di Bojonegoro semakin sulit untuk diprediksi.

  Saat ini di sepanjang Sungai Bengawan Solo tepatnya di Kecamatan Bojonegoro terdapat kurang lebih 1.300 bangunan yang menempati daerah sempadan sungai, dengan jarak sempadan sungai antara 0-20 meter. Permukiman ini berjarak sekitar 1-5 meter dari bibir sungai pada saat sungai surut. Permasalahan utama yang dihadapi oleh permukiman pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo adalah banjir. Pada tahun 2007 terjadi banjir bandang besar pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang hampir mengenangi seluruh wilayah Kota Bojonegoro.

  Pada Kecamatan Bojonegoro dilintasi oleh Sungai Bengawan Solo yang dilengkapi dengan adanya tanggul. Tinggi tanggul bervariasi yaitu 0,5 meter sampai 1,5 meter. Namun tanggul tersebut tidak berfungsi dengan baik karena bangunan tanggul dijebol untuk aksesibilitas masyarakat yang bertempat tinggal di dalam tanggul.

  Bojonegoro untuk mencari pekerjaan. Pesatnya untuk permukiman menyebabkan masyarakat kesulitan untuk mencari tempat tinggal yang layak.

METODE PENELITIAN

  Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

   Kepadatan Penduduk (jiwa/ha)  Kelompok Umur  Tingkat Pendidikan  Tingkat Kepadatan Bangunan (unit/ha)  Tingkat Kesehatan Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan sosial sesuai rumus berikut:

  = Indeks Kerentanan Ekonomi n 1 = Rangking Tingkat Pendapatan n 2 = Rangking Jenis Pekerjaan n 3 = Rangking Tingkat Kemiskinan n 4 = Rangking Jumlah Pengangguran ∑n = Jumlah Parameter

  ∑ Vul i Eco

  = √

  Vul i Eco

  Analisis ini merupakan perhitungan nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter- parameter ekonomi. Parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter- parameter kerentanan ekonomi yang diolah dari beberapa sumber.  Tingkat Pendapatan  Jenis Pekerjaan  Tingkat Kesejahteraan/kemiskinan  Jumlah Pengangguran Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan ekonomi sesuai rumus berikut:

  Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi

  = Jumlah Parameter Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah penelitian dilihat dari aspek sosial kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.

  = Indeks Kerentanan Sosial n 1 = Rangking Kepadatan Penduduk n 2 = Rangking Kelompok Umur n 3 = Rangking Tingkat Pendidikan n 4 = Rangking Kepadatan Bangunan n 5 = Rangking Tingkat Kesehatan ∑n

  ∑ Vul i soc

  = √

  Vul i soc

  Analisis ini merupakan perhitungan nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter- parameter sosial. Parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter-parameter kerentanan

  57 Karakteristik fisik permukiman bantaran

  Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Sosial

  overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.

  Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil

  = Indeks Kerentanan Fisik n 1 = Rangking Geologi n 2 = Rangking Kemiringan Lereng n 3 = Rangking Erosi n 4 = Rangking Frekuensi ∑n = Jumlah Parameter

  Vul i phy

  = √ ∑

  Vul i phy

  Analisis ini merupakan perhitungan nilai indeks kerentanan berdasarkan parameter- parameter fisik. Parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter-parameter kerentanan fisik yang diolah dari beberapa sumber.  Geologi  Kemiringan/ Elevasi tanah  Erosi  Periode Ulang Banjir/ Frekuensi Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan fisik sesuai rumus berikut:

  Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Fisik

  Karakteristik non fisik permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo berdasarkan kondisi sosial, ekonomi masyarakat.

  Analisis Karakteristik Non Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro

  berdasarkan pada kondisi fisik permikiman yang meliputi kondisi fisik dasar wilayah, kependudukan, kondisi sarana dan prasarana permukiman. Sedangkan untuk karakteristik fisik sempadan sungai meliputi kondisi bangunan di sempadan sungai, kondisi vegetasi, kondisi tanggul, curah hujan dan frekuensi bencana banjir.

  Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah

  

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

  penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan

  = Indeks Kerentanan Fisik

  Tingkat pendapatan masyarakat di bantaran sungai sangat beragam sesuai dengan mata pencaharian. Mayoritas masyarakat berpenghasilan antara 5.00.000 – 1.000.000,

  Karakteristik Non Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro

  Bangunan yang terdapat di wilayah sempadan sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro berada pada jarak antara 0-20 meter dari bibir sungai pada saat surut. Bangunan tersebut berada di dalam tanggul. Sejak tahun 70- 80 permukiman di bantaran sungai mulai berkembang, hingga saat ini. Tanggul yang ada di Perkotaan Bojonegoro melewati 7 Kelurahan yaitu, Kelurahan Jetak, Klangon, Kauman, Ledok Kulon, Ledok Wetan, Kadipaten dan Banjarejo. Kondisi tanggul yang berada di perkotaan Bojonegoro sangat memprihatinkan, dimana tanggul tersebut di jebol untuk akses dari permukiman yang terdapat di dalam tanggul. Selain itu juga terdapat tanggul yang terputus di jalan Jaksa Agung Suprapto. Ada bangunan tanggul yang lama dengan yang baru tidak tersambung. Frekuensi bencana banjir yang terjadi di wilayah permukiman perkotaan Bojonegoro dalam setiap tahunnya adalah antara 5-7 kali dengan presentase 47,26%.

  Kondisi permukiman yang padat dengan luas kapling sederhana berpengaruh pada pola bangunan dengan KDB mencapai 100 sebesar 49,45%. Koefisien lantai bangunan maksimum 1 yaitu sebesar 56,04%. Terdapat 79,12% bangunan permanen, 17,58% bangunan semi permanen dan 3,3% bangunan non permanen. Penggunaan lantai bangunan yang paling dominan adalah 47,25% ubin. Kondisi pencahayaan dan penghawaan masih sangat baik. Jaringan air bersih yang paling mendominasi adalah sumur yaitu 91,2%. Saluran drainase yang terdapat pada wilayah studi berupa saluran primer alami yaitu Sungai Bengawan Solo, yang memiliki permasalahan yaitu banjir tahunan. Sebagian besar masyarakat membuang sampah di sungai, yaitu sebesar 50,55%. Hampir 97,8% masyarakat memiliki kamar mandi serta WC.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Perkotaan Bojonegoro

  Metode ini dapat membantu untuk mencari sesuatu yang lebih baik dari studi awal. Desain dari analisis lesson learn adalah membandingkan relokasi. Dalam membandingkan menggunakan beberapa unsur relokasi dan ditinjau dari karakteristik wilayah studi.

  Analisis Lesson Learn Best Practice

  Equal Interval pada software Arc GIS 9.3.

  = Indeks Kerentanan Infrastruktur Tingkat kerentanan terbagi menjadi tiga klasifikasi kerentanan yaitu: rendah, sedang dan tinggi, penilaian kalsifikasi atau interval antar klasifikasi ditentukan dengan rumus metode

  Vul i Inf

  = Indeks Kerentanan Ekonomi

  Vul i Eco

  = Indeks Kerentanan Sosial

  Vul i soc

  Vul i phy

  overlay

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  = Vul i phy + Vul i soc + Vul i Eco + Vul i Inf

  Vul i o

  Setelah perhitungan tingkat kerentanan masing-masing aspek fisik, aspek social, aspek ekonomi dan aspek infrastruktur maka selanjutnya adalah perhitungan tingkat parameter total, Total Vulnerability Index , yang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah ini:

  Analisis Indeks Kerentanan

  overlay masing-masing parameter yang telah dibobotkan.

  Selain untuk menghitung nilai indeks kerentanan kawasan analisis ini juga bertujuan memberikan gambaran kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana banjir di wilayah penelitian dilihat dari aspek fisik kawasan dengan bantuan media peta yang dihasilkan dari hasil

  = Indeks Kerentanan Infrastruktur n 1 = Rangking Fasilitas Umum n 2 = Rangking Transportasi ∑n = Jumlah Parameter

  ∑ Vul i Inf

  = √

  Vul i Inf

  Parameter-parameter tersebut terbagi menjadi beberapa kelas interval rangking untuk menghitung nilai indeks ketentanannya, berikut adalah parameter-parameter kerentanan infrastruktur yang diolah dari beberapa sumber.  Fasilitas Umum  Transportasi Setelah seluruh parameter memiliki tingkat kerentanannya, kemudian dilakukan perhitungan indeks kerentanan infrastruktur sesuai rumus berikut:

  Analisis Tingkat Kerentanan Aspek Infrastruktur

  masing-masing parameter yang telah dibobotkan.

  4 Vul i o = Total Indeks Kerentanan Kawasan

  Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  1

  3

  4

  5 Luas(Ha) 24,86 17,67 19,49 36,88

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter erosi adalah Banjarejo RT 7, RT 4, RT 1; Ledok Wetan RT 1,RT 4, RW2 RT 10; Ledok Kulon RW 3 RT 5, RW 4 RT 3; Kauman dan Klangon. Pembobotan parameter frekuensi banjir dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Pembobotan Parameter Frekuensi Frekuensi kali/th

  1 – 2 kali/th

  3 –4 kali/th 5-6 kali/th > 7 kali/th Bobot

  2

  1

  3

  4

  5 Luas(Ha) 1,62 11,47 27,85 33,59 26,40 Hampir semua wilayah studi sangat rentan terhadap banjir karena seringnya banjir. Dari keempat parameter diatas maka dilakukan pembobotan untuk aspek fisik, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir terdapat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Tingkat kerentanan aspek fisik

  Daerah yang rentan ditinjau dari aspek fisik adalah Jetak dsn. Madean, RW 2 RT 1; Klangon; Ledok Kulon RW 4 RT 3, RW 3 RT 5; Ledok Wetan RT 1, RT 2 dan Banjarejo RT 1, RT 7.

  Tingkat Kerentanan Aspek Sosial

  Analisis kerentanan aspek sosial terdiri dari lima parameter yaitu kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, kelompok umur, tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan. Pembobotan parameter kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 5

  2

  Tabel 3. Pembobotan Parameter Erosi Erosi Ringan (<25% lapisan atas hilang) Sedang (25-75% lapisan atas hilang) Agak berat (>75% lapisan atas <25% lappisan bawah hilang) Berat (>25% lapisan bawah hilang) Sangat Berat (erosi parit) Bobot

  59

  3

  yaitu sebanyak 47,25%. Sedangkan untuk 2.000.000 sebanyak 8,79%. Jenis mata pencaharian masyarakat di bantaran sungai didominasi oleh pedagang yaitu sebanyak 31,87%. sebanyak 95,6% berstatus tinggal menetap pada permukiman di bataran sungai Bengawan Solo. Sedangkan 4,4% memiliki status tinggal sementara, yang pada umumnya adalah pendatang. Sebanyak 26,37% masyarakat sudah tinggal di bantaran sungai selama 31-40 tahun. Alasan pemilihan lokasi tempat tinggal yang paling dominan adalah karena mengikuti keluarga. Sedangkan karena alasan terletak di pusat kota sebanyak 7,69%. Status bangunan tersebut sebnayak 91,21% merupakan hak milik, namun sebanyak 70,33% tidak memiliki sertifikat. Kebudayaan yang terdapat di wilayah studi adalah adanya arisan dan pengajian yang rutin dilakukan dan adanya rasa gotong royong.

  Tingkat Kerentanan Aspek Fisik

  Analisis tingkat kerentanan aspek fisik terdiri dari empat parameter yaitu geologi, kemiringan lereng, erosi dan frekuensi. Pembobotan parameter gelogi dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 1. Pembobotan Parameter Geologi Geolo gi Batu kongl omer at Batu sedi men Sedi- men consoli dated lem- pung, lumpur Batu Kapur/ Gamping Sedimen unconsol idated kerikil, pasir

  Bobot

  1

  2

  4

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kemiringan lereng adalah Kelurahan Banjarejo RT 7, Ledok Wetan RT 4, Ledok Kulon RW 3 RT 5, Kelurahan Kauman dan Jetak Pembobotan parameter erosi dapat dilihat pada Tabel 3

  5 Luas (Ha) 37,73 18,89 42,18

  Daerah yang termasuk kedalam kerentanan tinggi dalam parameter geologi adalah Kelurahan Ledok Kulon dan Jetak. Pembobotan parameter kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Pembobotan Parameter Kemiringan Lereng Elevasi Datar 0-3% Berombak/ agak miring 3-15% Berbukit/mi ring 15- 30% Curam 30-65% Sangat Curam >65% Bobot

  1

  2

  3

  4

5 Luas 9,81 38,06 22,07 28,96

  

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

5 Luas (Ha) 40,29 16,92 10,44 4,29 26,96

  4

  4

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pendidikan adalah Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 4 RT 2

  Dari kelima parameter diatas maka dilakukan pembobotan untuk aspek sosial, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir yang terdapat pada Gambar 2.

  Gambar 2. Tingkat kerentanan aspek sosial Daerah yang rentan ditinjau dari aspek fisik adalah Banjarejo RT 2 dan Ledok

  Wetan RT 2.

  Tingkat Kerentanan Aspek Ekonomi

  Analisis kerentanan aspek ekonomi terdiri dari empat parameter yaitu tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat kesejahteraan dan jumlah pengangguran. Pembobotan parameter kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 10.

  Tabel 10. Pembobotan parameter tingkat pendapatan Tingkat Pendapatan >Rp 2jt Rp1,5jt- 2 jt Rp 1jt- 1,5 jt Rp 500rb- 1jt <Rp 500rb Bobot

  1

  2

  3

  5.00 Daerah yang termasuk kerentanan tinggi

  5 Luas (Ha) 3,53 1,98 47,17 41,22

  2

  dalam parameter tingkat pendapatan adalah Jetak dsn Madean, Ledok Kulon RW 3 RT 1 RW 3 RT

  2 RW 3 RT 3. Pembobotan parameter jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11.

5 Luas (Ha) 6,66 49,7 5,63 27,47 9,44

  Tabel 11. Pembobotan parameter jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Swasta Karya wan Perdagangan Buruh Penambang Pasir & Pembuat Bata Bobot

  1

  2

  3

  4

  5 Luas (Ha) 15,69 30,03 27,31 4,85 21,02

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pendapatan adalah Ledok Wetan RT 6, RW 2 RT 10 . Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 12.

  3

  1

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Tabel 5. Pembobotan parameter kepadatan Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha) 0-25 26-56 57-91 92-145 146-291

  5 Luas (Ha) 24,53 39,81 24,75 8,40 1,42

  Bobot

  1

  2

  3

  4

  5 Luas (Ha) 15,18 39,93 17,27 19,23 7,29

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kepdatan penduduk adalah Ledok Wetan RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4. Pembobotan parameter kepadatan bangunan dapat dilihat pada Tabel 6.

  Tabel 6. Pembobotan parameter kepadatan bangunan Kepadatan Bangunan (unit/Ha) 0-6 7-16 17-29 30-41 42-61 Bobot

  1

  2

  3

  4

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kepdatan bangunan adalah Ledok Wetan RT 4. Pembobotan parameter kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7

  Tabel 9. Pembobotan parameter tingkat kesehatan Tingkat Kesehatan 0-4 5-7 8-11 12-14 15-18 Bobot

  Tabel 7. Pembobotan parameter kelompok umur Kelompok Umur (Tahun) 20-39 40-49 16-19 13-15 0-12&>50 Bobot

  1

  2

  3

  4

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter kelompok umur adalah Jetak dsn Madean, Klangon RW 2 RT 1, Ledok Wetan RW 2 RT 10 dan Banjareojo RT 3, RT 6, RT 7, RT 22. Pembobotan parameter tingkat pendidi- kan dapat dilihat pada Tabel 8.

  Tabel 8. Pembobotan parameter tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Sarjana SMA SMP SD Tidak Bersekolah & TK Bobot

  1

  2

  3

  4

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pendidikan adalah Banjarejo RT 2, RT 4, RT 22 dan Ledok Wetan RT 2. Pembobotan parameter tingkat kesehatan dapat dilihat pada Tabel 9.

5 Luas (Ha) 9,41 55,91 11,82 9,28 12,48

  Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

5 Luas (Ha) 6,37 5,88 24,59 54,35 7,71

  4

  4

  5 Luas (Ha) 16,38 62,24 15,08 3,16 5,37

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter fasilitas umum adalah Jetak RW 2 RT 3, RW 2 RT 2, RW 2 RT 1, Klangon RW 2 RT 8, Ledok Wetan RT 1, RT 2. Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 15.

  Tabel

  15. Pembobotan parameter transportasi jalan Tingkat Transpotasi jalan Tanah Makadam Plester Paving Aspal Hotmix Bobot

  1

  2

  3

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter jalan adalah Ledok Kulon RW

  5 Luas (m) 9,06 1,96 37,26 34,39 10,01

  2

  4 RT 2. Dari kedua parameter diatas maka dilakukan pembobotan untuk aspek infrastruktur, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir yang terdapat pada Gambar 4.

  Gambar 4. Tingkat kerentanan aspek

  infrastruktur Daerah yang rentan ditinjau dari aspek infrastruktur adalah Jetak RW 2 RT 3, RW 2 RT

  2, Klangon RW 2 RT 8, Ledok Kulon RW 2 RT 3, RW 4 RT 2, Ledok Wetan RT 1

  Indeks Kerentanan

  Setelah perhitungan tingkat kerentanan pada masing- masing aspek fisik, sosial, ekonomi dan infrastruktur. Maka untuk tahap berikutnya adalah perhitungan tingkat parameter total atau

  Overall Vurnerability Index Vul i o

  yang terdapat pada Gambar 5.

  3

  1

  61 Tabel 12. Pembobotan parameter tingkat Tingkat Kesejahteraan S.III Plus S.III S.II S.I Pra Sejahtera

  3

  Bobot

  1

  2

  3

  4

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat kesejahteraan adalah Ledok Wetan RT 3, RW 2 RT 10 dan Ledok Kulon RW 3 RT 5. Pembobotan parameter Tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 13.

  Tabel 13. Pembobotan Parameter Tingkat Pengangguran Tingkat Pengangguran 0-58 59-97 98-123 124- 213 214- 335 Bobot

  1

  2

  4

  3 Unit ≥3 Unit Bobot

  Daerah yang termasuk kerentanan tinggi dalam parameter tingkat pengangguran adalah Ledok Wetan RT 2, RT 3 dan Ledok Kulon RW

  4 RT 2. Dari keempat parameter di atas maka dilakukan pembobotan untuk aspek ekonomi, sehingga diperoleh daerah rentan terhadap banjir yang terdapat pada Gambar 3.

  Gambar 3. Tingkat Kerentanan Aspek

  Ekonomi Daerah yang rentan ditinjau dari aspek fisik adalah Banjarejo RT 3 dan Ledok Wetan RT

  2, Rt 6, Ledok Kulon RW 1 RT 1, RW 2 RT 3, RW 3 RT 5, RW 3 RT 3, RW 3 RT 2, RW 4 RT 2 dan Jetak dsn Madean.

  Tingkat Kerentanan Aspek Infrastruktur

  Analisis kerentanan aspek infrastruktur terdiri dari dua parameter yaitu fasilitas umum dan trasmportasi jalan. Pembobotan parameter kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 14.

  Tabel 14. Pembobotan parameter fasilitas Tingkat Fasilitas Umum 0 unit

  1 Unit

  2 Unit

5 Luas (Ha) 7,72 21,36 27,24 20,34 22,24

  

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

  Wilayah yang termasuk kedalam tingkat kerentanan tinggi berada di Kelurahan Jetak RT 1, RT 2 dan RT 3, Kelurahan Klangon RW 2 RT 8, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT 2, RT 4 dan RT 6, Kelurahan Ledok Kulon RW 3 RT 5 dan RW 4 RT 2 serta Kelurahan Banjarejo RT 3.

  Konsep Relokasi

  Konsep relokasi permukiman pada wilayah studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan relokasi di wilayah lain dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Maka arahan konsep relokasi permukiman sempadan Sungai Bengawan Solo di Kecamatan Bojonegoro adalah sebagai berikut:

  Mekanisme

  Mekanisme untuk daerah dengan kerentanan tinggi adalah dengan meninjau nilai dari kerentanan aspek fisik, sosial dan ekonomi yang tinggi, namun nilai yang paling tinggi terdapat di aspek sosial. Sehingga dalam mekanisme relokasi untuk daerah dengan tingkat kerentanan tinggi adalah dengan memperhatikan aspek sosial, dimana masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan kepadatan penduduk serta bangunan yang tinggi. Penekanan pada proses sosialisasi dengan pendekatan masyarakat, dimana masyarakat diberikan penjelasan mengenai tujuan dari relokasi. Selain itu masyarakat harus diajak berkonsultasi mengenai kompensasi, termasuk lokasi relokasi dan rehabilitasi sosial ekonomi.

  Mekanisme untuk daerah dengan kerentanan sedang adalah dengan meninjau nilai kerentanan aspek ekonomi dan sosial yang cukup tinggi. Namun nilai yang paling tinggi terdapat di aspek ekonomi. Mekanisme relokasi untuk daerah dengan tingkat kerentanan sedang adalah pembentukan tim operasional dan anggaran. Perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan warga termiskin yang terimbas serta kelompok yang rentan yang mungkin beresiko tinggi untuk mereka yang tak memiliki dokumen kepemilikan yang sah atas tanah atau aset lain. Mekanisme selanjutnya adalah sosialisasi dengan pendekatan masyarakat.

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 5. Tingkat kerentanan

  Parisipatif

  Terdapat 28% masyarakat tidak setuju dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu dalam menjaring partisipasi masyarakat dilakukan dengan pendekatan secara intensif yang dilakukan oleh tim operasional. Partisipasi masyarakat lebih diarahkan oleh pemerintah. Jadi masyarakat dapat memilih beberapa opsi yang ditawarkan.

  Terdapat 14% masyarakat masih ragu-ragu dengan adanya relokasi. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan untuk menjelaskan mengenai pentingnya relokasi dan prosedur relokasi. Masyarakat memiliki waktu yang cukup lama untuk membuat konsep yang lebih matang. Sehingga dalam pemilihan lokasi dan ganti rugi menurut keinginan masyarakat.

  Terdapat 48% masyarakat setuju dengan adanya relokasi. Dengan demikian masyarakat akan lebih aktif dalam memberikan ide-ide terkait pelaksanaan relokasi. masyarakat dapat menyumbangkan tenaga dalam pembangunan. Hal ini dapat memperkecil anggaran dan dapat memberikan pemasukan untuk masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan.

  Negosiasi

  Sebanyak 15% masyarakat menginginkan ganti rugi berupa tanah/uang serta adanya masyarakat yang rentan terhadap aspek sosial menunjukan adanya tingkat kerentanan tinggi. Oleh sebab itu pada proses negosiasi tim anggaran dan operasional melakukan dengan cara pendekatan terhadap masyarakat karena tingkat pendidikan yang rendah. Tim operasional memberikan arahan lokasi yang terbaik agar masyarakat dapat segera memperoleh lokasi permukiman baru.

  Terdapat 27% masyarakat menginginkan ganti rugi berupa tanah dan uang serta adanya masyarakat yang rentan terhadap aspek ekonomi menunjukan adanya tingkat kerentanan sedang. Melihat rendahnya tingkat perekonomian masyarakat maka pada proses negosiasi harus memperhatikan agar masyarakat tersebut tidak

  Mekanisme untuk daerah dengan tingkat kerentanan rendah sama dengan daerah yang memiliki tingkat kerentanan sedang, karena nilai kerentanan yang mendominasi adalah aspek ekonomi.

  Reny Widayanti, Mustika Anggraeni, Aris Subagyo Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013

  Cara penerapan

  Ditinjau dari empat aspek kerentanan bencana, maka daerah yang termasuk kedalam tingkat Kerentanan tinggi adalah Kelurahan Jetah RW 2 RT 1, RT 2, RT 3, Kelurahan Klangon RW

  Tingkat Kerentanan

  Mayoritas pekerjaan masyarakat yang terdapat di bantaran Sungai Bengawan Solo adalah sebagai pedagang sebanyak 31,87%. Terdapat beberapa masyarakat yang memiliki pekerjaan berhubungan langsung dengan sungai adalah penambang pasir dan pembuat bata. Pendapatan yang paling dominan adalah antara Rp. 500.000- Rp. 1000.000.

  Karakteristik Non Fisik

  Terdapat kurang lebih 1.300 bangunan dan 1.100 KK yang terdapat di bantaran sungai. Bangunan yang berfungsi sebagai permukiman dengan jarak antara 1-5 meter dari bibir sungai.

  SIMPULAN Karakteristik Fisik

  Pembangunan Rusun untuk menangani permasalahan tersebut yang diarahkan ke arah selatan, yaitu Kecamatan Dander. Karena banyaknya masyarakat yang tinggal di sempadan sungai. Selain itu pemerintah dapat membuat program kapling siap bangun sebagai salah satu upaya untuk relokasi, pertama kali diadakan untuk mengantisipasi proses perubahan status tanah yang tidak jelas. Program kapling siap bangun memberi kesempatan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah melalui kerja sama dengan pemerintah ataupun lembaga swasta, sehingga pengadaan rumah tersebut tidak membutuhkan biaya besar. Pentahapan proses pemindahan penduduk dapat dilakukan dengan cara bedong desa, hal ini dapat mempermudah masyarakat dalam beradaptasi dengan lokasi relokasi yang baru. Sehingga masyarakat tidak merasakan perubahan yang terlalu besar, karena mereka hanya berpindah lokasi tinggal saja sedangkan struktur pemerintahannya tetap tidak berubah.

  Prioritas lokasi yang direlokasi terlebih dahalu adalah Kelurahan Jetak, Ledok Wetan dan Banjarejo. Hal ini ditinjau dari kepadatan penduduk yang tinggi dan frekuensi banjir yang tinggi dan daerah rawan longsor berdasarkan penilaian tingkat kerentanan.

  63

  Gambar 6. Lokasi Relokasi Prioritas relokasi

  Tujuan daerah relokasi berdasarkan keinginan masyarakat adalah di Kecamatan Dander, dalam kota dan di Kecamatan Kapas. Lokasi relokasi sebaiknya mengutamakan agar tetap dapat menjangkau tempat kerja sebelumnya dan masih dekat dengan pusat kota. Sehingga proses relokasi tersebut tidak mengurangi pendapatan penduduk. Keinginan dari masyara- kat tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam pengembangan perumahan yaitu di Keca- matan Dander. Sedangkan utuk di dalam kota yang masih memiliki lahan kosong terdapat pada Kelurahan Pacul, sehingga hanya dapat menam- pung beberapa KK. Untuk lebih jelasnya menge- nai lokasi relokasi terdapat pada Gambar 6.

  Lokasi relokasi

  Terdapat 29,03% masyarakat memiliki sertifikat. Dalam penerapannya tim identifikasi mengecek kembali keberadaan sertifikat yang dimiliki masyarakat.

  Terdapat 20,43% masyarakat memiliki kepemilikan tanah berupa petok D. Dalam penerapannya tim identifikasi mengecek kembali keberadaan petok D yang dimiliki masyarakat agar proses ganti rugi dapat dilaksanakan dengan segera.

  Terdapat 50,54% masyarakat tidak memiliki sertifikat. Sehingga diperlukan pembentukan tim identifikasi untuk mengetahui kelayakan masyarakat dalam memperoleh ganti rugi yang sama dengan masyarakat yang memiliki sertifikat.

  Kepemilikan tanah

  merasa dirugikan. Sehingga opsi-opsi relokasi Sebanyak 58% masyarakat menginginkan ganti rugi berupa tanah dan bangunan. Dengan melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lemah maka ganti rugi berupa tanah dan bangunan lebih cocok.

  2 RT 8, Kelurahan Ledok Kulon RW 4 RT 2, RW 3 RT 5, Kelurahan Ledok Wetan RW 1 RT

  

KONSEP RELOKASI PERMUKIMAN BERDASARKAN TINGKAT KERENTANAN DI SEMPADAN SUNGAI BENGAWAN

SOLO KECAMATAN BOJONEGORO

  2, RT 6 dan Kelurahan Banjarejo RW 1 RT 2, RT Bengawan Solo yang dapat terjadi sewaktu- Selain itu juga melakukan pengawasan

  Konsep Relokasi

  dalam memberikan perizinan dan Konsep relokasi permukiman pada wilayah monitoring terhadap pengelolaan dan studi diperoleh dari contoh-contoh penerapan pemanfaatan lahan di wilayah bantaran relokasi di wilayah lain dengan sungai Bengawan Solo. mempertimbangkan kesamaan karakteristik, baik karakteristik fisik, ekonomi, sosial dan budaya. DAFTAR PUSTAKA Maka konsep relokasi pada wilayah studi adalah

  Angel Peck,ect, 2007 Physical, Economical, pembentukan tim operasional dan anggaran,

  Infrastructural and Social Flood Risk-

  sosialisai, negosiasi, partisipatif dengan

  Vulnerability Analyses in GIS

  penjaringan melalui pengajian, kepemilikan Asian Development Bank. 1999. Buku Panduan tanah, lokasi relokasi dan prioritas relokasi

  Tentang Pemukiman Kembali. ADB adalah daerah rentan bencana banjir. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.

  Saran

  63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,

  Guna menyempurnakan penelitian ini Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan, Sungai antara lain:

  Rizal, Andy. 2003. Kajian Relokasi Permukiman 1. Bagi peneliti selanjutnya untuk membuat

  Kumuh Nelayan Ke Rumah Susun

  penelitian lanjutan mengenai analisis lokasi

  Kedaung Kelurahan Sukamaju,

  relokasi permukiman yang rentan terhadap

  Bandar Lampung . Tesis, Program

  banjir di bantaran Sungai Bengawan Solo Studi Magister Teknik Pembangunan

  Perkotaan Bojonegoro Kota Universitas Diponegoro 2. Bagi pemerintah melakukan sosialisasi terkait ancaman bencana banjir Sungai

  

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 5, Nomor 1, Juli 2013