Faktor Fundamental dan Abnormal Return Perusahaan Makanan dan Minuman

1. Pendahuluan

Berinvestasi di pasar modal dalam bentuk sekuritas saham memiliki potensi perolehan return yang lebih besar dan dalam waktu yang lebih singkat dari pada berinvestasi pada aset riil. Akan tetapi perlu diketahui investor, return saham ditandai dengan variabilitas atau fluktuasi harga yang membentuk risiko. Keputusan investasi bagi para investor mengandung risiko dan ketidakpastian. Pengetahuan tentang risiko merupakan suatu hal yang penting untuk dimiliki setiap investor maupun calon investor. Sebelum mengambil keputusan investasi, investor yang rasional harus mempertimbangkan dua hal yaitu pendapatan yang diharapkan dan risiko.

Investasi pada saham bertujuan untuk mencari keuntungan berupa return baik jangka pendek maupun jangka panjang. Bagi investor di pasar perdana keuntungan jangka pendek berupa initial return sudah dapat diketahui pada penutupan hari pertama saham tersebut diperdagangkan di bursa efek. Keuntungan tersebut diperoleh dari selisih antara harga penutupan perdagangan hari pertama dan harga penawaran perdana pada waktu Initial Public Offering (IPO). Adapun keuntungan jangka panjang dalam bentuk abnormal return, diperoleh dari return realisasi (realized return) dikurangi dengan return ekspektasi (expected return). Jika harga saham naik, maka keruntungan return yang dimiliki investor akan meningkat. Kenaikan harga saham dan permintaan yang tinggi merupakan daya tarik perusahaan untuk menerbitkan saham sebagai alternatif dalam penyediaan dana. Informasi perkembangan harga saham merupakan informasi yang penting bagi investor atau calon investor yang akan berinvestasi pada pasar modal.

Faktor yang mempengaruhi harga saham dan return saham individual tidak hanya berasal dari faktor internal perusahaan, tetapi juga faktor eksternal perusahaan seperti informasi makro, politik, keamanan, nilai tukar rupiah terhadap dolar dan kondisi pasar; namun demikian faktor internal masih berpengaruh dominan terhadap harga saham dan return saham individual. Perubahan harga saham individual, tergambar

pada pergerakan indeks utama di pasar Indonesia yang disebut indeks harga saham gabungan (IHSG). Agar dapat memperhitungkan potensi perolehan return, investor memerlukan informasi yang akurat yang dapat digunakan sebagai bahan analisis saham baik faktor fundamental maupun faktor teknikal. Kinerja fundamental dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan kemampuan perusahaan memenuhi kuwajibannya. Faktor teknikal dipengaruhi oleh perubahan harga historik termasuk indeks pasar pada saat saham tersebut diperdagangkan. Salah satu informasi yang diperlukan investor adalah informasi laporan keuangan tahunan khususnya neraca dan laporan laba rugi perusahaan.

Analisis fundamental dapat membantu memperediksi pengembalian saham di masa yang akan datang dan untuk menjelaskan momentum dalam harga-harga saham (Nguyen 2004 dalam Abidin, 2009). Beberapa penelitian mengenai kegunaan informasi akuntansi (laporan keuangan) dalam hubungannya dengan return saham di Bursa Efek Indonesia, telah banyak dilakukan, antara lain oleh Michel Suhardi (2005) melakukan studi empiris terhadap dua faktor yang mempengaruhi return saham. Hasil penelitian menemukan rasio hutang dan tingkat risiko tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Ullupui (2009) menganalisis pengaruh rasio likuiditas, leverage, aktivitas dan profiabilitas terhadap return saham menemukan variabel current ratio (CR), return on asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel debt equity ratio (DER) menunjukkan hasil yang positif dan signifikan terhadap return saham dan variabel total asset turn over (TATO) menunjukkan hasil yang negative dan tidak signifikan terhadap return saham.

Sivaprasad dan Muradoglu (2010), me- nguji secara empirik hubungan antara financial leverage (DAR dan DER) dan expected return saham pada industri utilities dan indudtri minyak dan gas di pasar modal London. Mereka menemukan hubungan positif signifikan antara financial leverage dan expected return saham pada industri utilities. Namun pada saham-saham

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

industri minyak dan gas mereka temukan adanya Penelitian yang hampir serupa dilakukan oleh hubungan negatif antara financial leverage dan

Anastasia, menganalisis faktor fundamental dan expected return. Gomes dan Schmid (2008)

risiko sistematik terhadap harga saham Hasil Menguji hubungan leverage (debt to asset dan

analisis menunjukkan bahwa secara parsial debt to equity ratio) dengan stock expected return

hanya faktor fundamental book value (BV) yang dalam kondisi pasar modal yang sedang tidak

mempengaruhi harga saham sedangkan faktor sempurna. Mereka menyatakan bahwa dalam

fundamental lainnya (ROA, ROE, Payout ratio) kondisi ini investasi akan sangat berkorelasi

tidak berpengaruh terhadap harga saham. dengan leverage, sehingga hubungan antara

Selanjutnya Abidin (2009) melakukan financial leverage dan expected return menjadi

penelitian pngaruh faktor fundamental terhadap sangat rumit.

harga saham. Dengan menggunakan variabel Pendapat serupa dikemukakan Naing-

return on asset (ROA), return on equiry (ROE), golan (2004) dalam penelitiannya menggunakan

price earning ratio (PER), debt equity ratio variabel earning per share (EPS), debt equity

(DER), required rate of return, earning per share ratio (DER), price earning ratio (PER), return

(EPS), book value (BV), return on investmen on investmen (ROI) dan return on equiry (ROE)

(ROI), operating profit margin (OPM) dan beta. berpengaruh terhadap harga saham perusahaan

Hasil penelitiannya menuunjukkan bahwa return sektor properti, Sunarto (2001) meneliti pengaruh

on asset (ROA), return on equiry (ROE), price kinerja fundamental terhadap return saham

earning ratio (PER), debt equity ratio (DER) perusahaan manufaktur periode 1998/1999

dan required rate of return memilik berpengaruh dan 1999/2000. Penelitian yang dilakukan

yang rendah terhadap harga saham. Sedangkan menemukan bahwa ratio profitabilitas Return

variabel earning per share (EPS), book value on Asset (ROA), Return on Asset (ROE) dan

(BV), return on investmen (ROI), operating leverage berpengaruh signifikan terhadap return

profit margin (OPM) dan beta secara simultan saham. Dari ketiga variabel, Return on Asset

berpengaruh signifikan terhadap harga saham. (ROA), Return on Asset (ROE) berpengaruh

Informasi laporan keuangan yang paling konsisten dan variabel leverage tidak

berpengaruh terhadap abnormal return saham konsisten berpengaruh terhadap return saham

antara lain dikemukakan oleh Suryaningrum Lain halnya dengan penelitian yang

dan Hartono (2000) yang meneliti abnormal dilakukan oleh Korteweg (2004), Dimotrov dan

return dengan strategi analisis fundamental, Jain (2005) dan Penman (2007) menemukan

menyimpulkan sinyal persediaan, pengeluaran bahwa indikasi hubungan antara financial

modal, margin kotor berhubungan secara positif leverage dan return saham beragam pada berbagai

dengan abnormal return. Sedangkan sinyal industri yang berbeda. Argumentasinya adalah

piutang dagang, penjualan dan pajak efektif bahwa pada industri-industri yang berbasis pada

berhubungan secara negatif dengan abnormal natural resources lebih sensitif terhadap sumber

return.

pendanaan berupa hutang. Semakin besarnya Hermansyah dan Ariesanti (2006), pendanaan berupa hutang akan semakin besar

meneliti pengaruh laba bersih terhadap harga pula financial risk dan kondisi ini berpotensi

saham. Hasil penelitian mebuktikan bahwa laba terhadap semakin menurunnya return.

bersih berpengauh secara signifikan lebih kecil Sasongko dan Wulandari (2006) yang

dibandingkan dengan faktor suku bunga, IHSG meneliti tentang pengaruh EVA dan rasio-rasio

dan news and rumors. Lain halnya penelitian yang profitabilitas terhadap harga saham, siperoleh

dilakukan oleh Kusuma dan Rahardjo (2004), kesimpulan bahwa secara parsial menunjukkan

yang meneliti kandungan informasi dari laba, bahwa return on asset, return on equity, return

modal kerja dan arus kas operasi pada perusahaan on sale, basic earning power, dan economic value

manufaktur. Hasil penelitiannya menemukan added tidak berpengaruh terhadap harga saham.

perubahan laba memiliki kandungan informasi

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Warsono: Faktor Fundamental dan Abnormal Return...

tambahan dalam memprediksi return saham, Earning ratio (PER) baik secara parsial maupun perubahan modal kerja memiliki kandungan

secara simultan berpengaruh positif terhadap informasi tambahan dalam memprediksi return

harga saham.

saham; yang berarti tinggi rendahnya return Selain faktor fundamental di atas, ukuran saham tergantung tinggi rendahnya modal

perusahaan (Size) memberikan dukungan yang kerja. Sedangkan informasi arus kas operasi

kuat terhadap return saham. Senthilkumar memiliki kandungan informasi tambahan dalam

(2009), dalam penelitiannya menemukan memprediksi return saham; yang berarti tinggi

bahwa perusahaan kecil menciptakan return rendahnya return saham tergantung tinggi

rata-rata yang tinggi dibandingkan dengan rendahnya arus kas operasi. Berbeda dengan

perusahaan besar di India. Sedangkan book value penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2002),

memberikan dukungan yang kuat terhadap return menemukan bahwa informasi arus kas pada

saham. Berbeda dengan penelitian oleh Kartika kondisi baik dan buruk, tidak bepengaruh secara

(2007) yang meneliti pengaruh size terhadap signifikan terhadap return saham.

risiko sistimatik (beta). Dalam penelitiannya Penelitian mengenai pengaruh price

menemukan bahwa semakin besar ukuran earning ratio (PER) terhadap return saham, antara

perusahaan risiko sistematik atau beta semakin lain diteliti oleh Aydogan dan Gursoy (2000),

kecil. Artinya bahwa semakin besar ukuran menguji secara empirik Price Earning Ratio

perusahaan semakin besar return saham karena (PER) dan Price to Book Value (PBV) sebagai

risiko semakin kecil.

prediktor stock return di pasar modal negara Uraian di atas menunjukkan bahwa berkembang. Mereka menemukan bahwa kedua

hasil penelitian mengenai pengaruh faktor rasio ini memiliki kemampuan signifikan dlam

fundamental terhadap return saham masih menjelaskan expected return saham sepanjang

variatif dan penelitian yang telah dilakukan waktu. Trevino dan Robertson (2002) meneliti

sebagian besar hanya memperhitungkan expected Price Earning Ratio saat ini dan return pasar

return tanpa memperhitungkan actual returnnya. saham rata-rata pada Nasdaq Stock Exchane.

Melihat aktivitas, laba dan leverage perusahaan Hasil penelitian menunjukkan P/E ratio memiliki

berpengaruh terhadap return saham masih korelasi kecil dengan return rata-rata jangka

menjadi perhatian penting para investor, maka pendek (kurang dari tiga tahun) dan return jangka

penelitian ini ingin menganalisis kembali temuan panjang (lebih dari lima tahun) lebih rendah setelah

penelitian sebelumnya dari sudut fundamental periode P/E ratio yang tinggi, akan tetapi masih

perusahaan, yaitu, arus kas operasi dan rasio lebih tinggi dari pada investasi pada obligasi.

keuangan terdapat dalam laba, terutama, price Aga dan Kocaman (2006), meneliti hubungan

earning ratio (PER), Return on Equity (ROE) dan antara inflasi, indeks industrial, Price Earning

debt equity ratio serta size pengaruhnya terhadap Ratio (PER) dan return saham di pasar modal

abnormal return saham.

Istambul. Mereka menemukan bahwa inflasi dan Operating Cash Flow merupakan aliran indeks industrial tidak dapat memprediksi return

kas yang berasal dari kegiatan operasi utama saham, tetapi price eraning ratio (PER) mampu

perusahaan. Jumlah arus kas tersebut dapat memprediksi return saham.

digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai Huang, Tsai dan Chen (2007) dalam

perusahaan dalam menghasilkan kas yang cukup penelitiannya menemukan bahwa P/E ratio dalam

untuk melunasi pinjaman, membayar deviden dan komponen fundamental memberikan performen

melakukan investasi baru tanpa mengandalkan positif dalam portofolio saham. Penelitian serupa

sumber pendapatan dan pendanaan. Informasi dilakukan oleh Hadianto (2008) yang meneliti

Operating Cash Flow dapat digunakan untuk tentang pengaruh Earning Per Share (EPS) dan

memprediksi return saham, pada hal pada saat price earning ratio (PER) terhadap harga saham;

berinvestasi investor akan selalu mensyaratkan menemukan Earning Per Share (EPS) dan Price

dan mengharapkan return tertentu. Untuk itu

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

investor perlu menganalisis kondisi keuangan besar akan mengakibatkan risiko finansial perusahaan untuk mengetahui kemampuan

perusahaan semakin tinggi. Dengan penggunaan dalam menghasilkan laba per lembar saham atau

hutang yang semakin besar akan mengakibatkan earning per share. Dengan demikian investor juga

semakin tinggi risiko untuk tidak mampu akan dapat menganalisis Price Earning Ratio

membayar hutang. Investor pada dasarnya hubungannya dengan abnormal return saham

menghindarkan diri dari resiko. Meningkatnya Price Earning Ratio (PER) mencerminkan

Debt to Equity Ratio berarti akan meningkatkan beberapa besar uang yang berani dibayar oleh

resiko berinvestasi, dengan demikian investor investor untuk setiap lembar saham. Price Earning

merespon negatif terhadap kinerja perusahaan. Ratio biasanya terkait dengan tahap pertumbuhan

Rendahnya kinerja perusahaan berakibat harga perusahaan, sehingga perusahaan-perusahaan

saham semakin menurun. Menurunnya harga yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan

saham mengakibatkan abnormal return saham biasanya memiliki nilai. Price Earning Ratio

yang semakin menurun. Dengan meningkatnya yang lebih tinggi. Rasio ini sebagai alat ukur

Debt to Equity Ratio maka abnormal return untuk menilai tingkat pertumbuhan perusahaan.

saham diprediksikan menurun. Semakin meningkatnya Price Earning Ratio

Sedangkan total aset sebagai ukuran memceriminkan pertumbuhan perusahaan. Hal ini

perusahaan (Size) yang merupakan seluruh aktiva menunjukkan kinerja perusahaan akan semakin

yang dimiliki perusahaan, terdiri atas akiva meningkat. Meningkatnya kinerja perusahaan

lancar dan aktiva tetap menunjukkan efisiensi memberikan respon positif bagi investor, yang

perusahaan dan prospek dimasa yang akan mengakibatkan meningkatnya harga saham.

datang. Total asset yang besar akan meningkatkan Semakin meningkatnya harga saham dengan

efisiensi dari perusahaan dan memberikan sendirinya meningkatkan abnormal return saham.

prospek pertumbuhan yang semakin besar. Hal ini berarti bahwa jika Price Earning Ratio

Prospek pertumbuhan yang meningkat investor meningkat, abnormal return saham juga akan

memberikan respon positif terhadap kinerja meningkat.

perusahaan yang berakibat harga saham semakin Indikator lainnya dalam untuk mengetahui

meningkat. Meningkatnya harga saham berakibat profitabilitas pengaruhnya terhadap abnormal

meningkatnya abnormal return saham. Dengan return saham adalah Return On Equity (ROE).

meningkatnya Size maka abnormal return saham Jika Return On Equity tinggi, investor dapat

diprediksikan meningkat.

melihat pertumbuhan profitablitas perusahaan Tujuan penelitian ini adalah untuk semakin meningkat, yang berarti bahwa kinerja

memberikan temuan empiris tentang pengaruh perusahaan semakin meningkat. Kinerja pe-

variable akuntansi, khususnya yang berkaitan rusahaan yang meningkat akan direspon positif

dengan arus kas dan rasio keuangan terdapat oleh investor, sehingga harga saham akan

dalam laba, leverage dan ukuran perusahaan semakin meningkat. Dengan meningkatnya

pada tingkat individual terhadap abnormal return Return On Equity maka abnormal return saham

saham yang masuk kategori industri makanan dan diprediksikan meningkat.

minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Analisis fundamental selain laba,

(BEI) sejak tahun 2011-2015. indikator hutang dan ukuran perusahaan (size) perlu menjadi perhatian dalam memprediksi

2. Telaah Teori dan Pengembangan Hipotesis

abnormal return saham. Debt to Equity Ratio Abnormal return (exes return) merupakan (DER) menunjukkan kemampuan perusahaan pengembalian investasi adalah kelebihan dari dalam membayar hutang dengan equity yang return yang sesungguhnya terjadi pada return dimilikinya. Alat analisis ini digunakan untuk normal. Return normal merupakan return mengetahui besarnya perusahaan memiliki financial risk, debt to equity ratio yang semakin expektasi (return yang diharapkan investor).

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Warsono: Faktor Fundamental dan Abnormal Return...

Sedangkan return sesungguhnya merupakan

periode sebelumnya.

return yang terjadi pada waktu ke-t, yang Pengukuran abnormal return dalam merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap

penelitian ini dengan metode market adjusted harga sebelumnya. Dengan demikian arti

model, diformulasikan sebagai berikut: sesunguhnya dari return tidak normal (abnormal

AR

= Rit – E(Rit)

return) adalah selisih antara return sesunggunya

= Abnormal return terjadi dengan return expektasi (Husnan ,2003).

AR

= Actual return saham i Return realisasi (sesungguhnya) yang

Ri

E(Rit) = Expected return berdasarkan indeks sering disebut juga actual return (Rit) dapat

pasar IHSG

dihitung dengan rumus sebagai berikut : Pt - Pt-1 + D

Hasil abnormal return yang positif Rit = Pt-1

memberikan arti bahwa tingkat keuntungan yang dijelaskan sebagai berikut :

diperoleh para investor lebih tinggi dari pada Rit = Return saham realisasi

yang diharapkan. Sedangkan abnormal return yang negatif, memberikan arti bahwa tingkat

Pt = Harga saham pada periode t return yang diperoleh para investor lebih rendah Pt-1 = Harga saham pada periode t-1 dari pada yang diharapkan.

D = Dividen Faktor fundamental adalah faktor yang

Sedangkan expected return dihitung berkaitan langsung dengan kinerja emiten dengan menggunakan metode market adjusted

(perusahaan penerbit saham) itu sendiri. Semakin model, model ini return sekuritas yang

baik kinerja emiten maka semakin besar diestimasi sama dengan return indeks pasarnya.

pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Sehingga expected teturn dihitung dengan rumus:

Begitu juga sebaliknya, semakin menurun (Jogiyanto,2003)

kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan E(Rit) = α + β. E (Rmt)

merosotnya harga saham yang diterbitkan dan E(Rit) = Expected Return

diperdagangkan. Van Horne dalam Heru Sutojo α

= Intersep saham (2005) beranggapan bahwa analisis fundamental β

= Koefisien slope yang merupakan pada dasarnya dapat dikatakan sebuah analisis beta saham

yang dilakukan untuk melakukan penilaian atas E(Rmt) = Return ekspektasi pasar pada

sebuah saham, meliputi:

periode ke t yang nilainya = Rm

1 = Analisis Perekonomian Internasional

2 = Analisis Perekonomian Nasional Sedangkan return pasar (Rm) berdasarkan

3 = Analisis Industri

indeks pasar IHSG, yang dapat dihitung dengan

4 = Analisis Perusahaan. rumus sebagai berikut. Rm = IHSG t - IHSG t-1

Menurut Ali Arifin (2004) analisis IHSGt-1

fundamental adalah analisis saham yang dilihat dari sisi perusahaan (emiten) itu sendiri. Analisis

dijelaskan sebagai berikut : ini didasarkan pada laporan keuangan ( financial Rm

= Return pasar report) yang diterbitkan perusahaan. IHSGt

= Indeks harga saham gabungan Analisis fundamental adalah analisis pada periode t

menggunakan data-data IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan

sekuritas

yang

fundamental dan faktor-faktor eksternal yang pada periode t-1

berhubungan dengan badan usaha. Data IHSGt merupakan indeks harga saham

fundamental yang dimaksud adalah data gabungan pada periode saat ini dan IHSG(t-1)

keuangan, data pangsa pasar, siklus bisnis, dan merupakan indeks harga saham gabungan

sejenisnya. Sementara data faktor eksternal

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

yang berhubungan dengan badan usaha adalah at al, dalam Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu kebijakan pemerintah, tingkat bunga, inflasi, dan

Harahap, 2005). Salah satu tujuan dan keunggulan sejenisnya. Analisis fundamental menghasilkan

dari rasio adalah dapat digunakan untuk hasil analisis berupa penilaian badan usaha

membandingkan hubungan return dan risiko dari dengan kesimpulan apakah saham perusahaan

perusahaan dengan ukuran yang berbeda. Rasio tersebut layak dibeli atau tidak (Doddy Setiawan,

juga dapat menunjukkan profil suatu perusahaan, 2003).

karakteristik ekonomi, strategi bersaing dan Dengan kata lain, analisis ini memfokus-

keunikan karakteristik operasi, keuangan dan kan pada kinerja fundamental perusahaan

investasi. Berikut dikutip beberapa rasio keuangan penerbit saham (emiten) seperti rasio finansial dan

yang umum digunakan yang disadur dari buku kejadian-kejadian yang secara langsung maupun

The Analysis and Use of Financial Statements tidak langsung mempengaruhi kinerja keuangan

oleh Whild at.all dalam Yanivi S. Bachtiar dan S. perusahaan. Analisis fundamental berkaitan

Nurwahyu Harahap, (2005). dengan kinerja perusahaan, tentang efektifitas

Penelitian ini menggunakan Prce Earning dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya.

Ratio (PER) Operating Chas Flow (OCF), rasio Untuk menganalisis kinerja perusahaan

debt atau leverage dijelaskan dengan debt to dapat digunakan rasio keuangan. Rasio keuangan

equity ratio (DER), sedangkan rasio profitabilitas membantu memahami data yang disajikan dalam

diukur dengan rasio return on equity (ROE). laporan keuangan. Definisi rasio keuangan

Penelitian ini juga memsukkan ukuran perusahaan menurut Keown (2005) adalah:

(Size) sebagai proksi ukuran perusahaan untuk ”Mathematically, a financial ratio is

mengukur apakah perusahaan besar lebih mampu nothing more than a ratio whose numerator

mengahasilkan profit lebih besar dibandingkan and detrminator are comprice of financial data”

dengan perusahaan kecil.

Lebih lanjut menjelaskan tujuan rasio keuangan Hal ini sesuai dengan variabel yang sebagai berikut. ”The objective in using a ratio

digunakan oleh Sunarto (2001), namun ia when analizing financial information is sumply

memasukkan seluruh komponen rasio dan to standardize the information analyzed so

ditambahkan dengan rasio pasar. Demikian juga that comparisons can be made between ration

dengan Kennedy (2003) yang menggunakan of defferent firms or possibly thesame firm at

seluruh rasio keuangan yang sesuai dengan different point in time”

analisis Dupont, serta Ullupi (2009) yang Analisa rasio dapat mengungkapkan

memasukkan rasio likuiditas, solvabilitas dan hubungan penting dan menjadi dasar per-

rentabilitas tanpa memasukkan unsur arus kas bandingan dalam menemukan kondisi dan tren

Oprating Cash Flow (OCF)

yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari PSAK No. 2 mendefinisikan arus kas masing-masing komponen yang membentuk rasio

sebagai berikut: “Arus kas adalah arus masuk (Wild, Subramanyam, dan Hasley dalam Yanivi dan arus keluar kas atau setara kas”. Wild,et.all S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap, 2005). (2005) menyatakan bahwa : Praktik bisnis yang nyata masih mengaplikasikan

analisa rasio keuangan sebagai salah satu model “The statement of cash flows reports the cash

analisis keuangan, meskipun relevansinya bersifat receipts, cash payments, and net changes in sangat subyektif, tergantung kepada tujuan dan

cash resulting from the operating, investing, and kepentingan masing-masing analis (Bambang

financing activities of an enterprise during the Agus Pramuka 2002).

period in a format that renconciles the beginning Rasio keuangan digunakan untuk

and ending cash balances”. membandingkan risiko dan imbal hasil dari

Manfaat sesuai (PSAK No.2) laporan berbagai perusahaan untuk membantu investor

arus kas dapat memberikan informasi yang membuat keputusan investasi yang baik (Wild

memungkinkan

para

pemakainya untuk

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Warsono: Faktor Fundamental dan Abnormal Return...

mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih pajak, kewajiban lainnya, denda, dan lain- perusahaan, struktur keuangan perusahaan

lain.

mengenai likuiditas dan solvabilitas, dan juga

Aktivitas Investasi

memiliki kemampuan untuk memengaruhi Termasuk dalam arus kas dari kegiatan

jumlah serta waktu arus kas dalam mengadaptasi investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva

terhadap perubahan keadaan dan peluang. jangka panjang serta investasi lain yang tidak

Informasi arus kas berguna untuk menilai termasuk setara kas, antara lain menerima dan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan menagih pinjaman utang, surat-surat berharga

kas dan setara kas serta memungkinkan para ataupun modal, aktiva tetap dan aktiva produktif,

pemakai mengembangkan model untuk menilai lainnya yang digunakan dalam proses produksi.

dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow) dari berbagai

Contoh arus kas masuk dari aktivitas investasi : perusahaan. Informasi tersebut juga meningkatkan

a) Penerimaan kas dari penjualan tanah, ba- daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai

ngunan dan peralatan, aktiva tak berwujud, perusahaan, karena dapat meniadakan pengaruh

dan aktiva jangka panjang lain penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda

b) Penjualan investasi saham dan lainnya. terhadap transaksi dan peristiwa yang sama.

Contoh arus kas keluar dari aktivitas investasi : Arus kas diklasifikasikan menurut 3 (tiga)

a) Pembayaran kas untuk membeli aktiva aktivitas yaitu :

tetap, aktiva tak berwujud, dan aktiva jangka panjang lain

Aktivitas Operasi

b) Pembelian saham perusahaan lain atau Adalah aktivitas penghasil utama

perusahaan sendiri.

pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas

Aktivitas Pendanaan

pendanaan, seluruh transaksi dan peristiwa- Adalah aktivitas yang mengakibatkan peristiwa lain yang tidak dianggap sebagai

perubahan dalam jumlah serta komposisi modal kegiatan investasi atau pendanaan. Kegiatan

dan pinjaman jangka panjang perusahaan. ini biasanya mencakup kegiatan produksi,

Kegiatannya berupa mendapatkan sumber- pengiriman barang, dan pemberian jasa.

sumber dana dari pemilik dengan memberikan prospek penghasilan dari sumber dana tersebut,

Contoh arus kas masuk dari aktivitas operasi : meminjam dan membayar utang kembali, atau

a) Penerimaan kas dari penjualan barang dan melakukan pinjaman jangka panjang untuk jasa, termasuk penerimaan dari piutang

membayar utang tertentu.

akibat penjualan, baik jangka panjang atau jangka pendek

Contoh arus kas masuk dari aktivitas pendanaan:

b) Penerimaan dari bunga pinjaman dan

a) Penerbitan dan pengeluaran surat berharga penerimaan dari surat berharga lainnya,

dalam bentuk equity

seperti bunga atau dividen.

b) Penerbitan dan pengeluaran obligasi, hipotek, wesel, dan pinjaman jangka panjang lainnya.

Contoh arus kas keluar dari aktivitas operasi :

a) Pembayaran kas untuk membeli bahan yang Contoh arus kas keluar dari aktivitas pendanaan: akan digunakan untuk produksi atau untuk

a) Pembayaran dividen kepada pemegang dijual, termasuk pembayaran utang jangka

saham

pendek atau jangka panjang ke supplier

b) Pembayaran kas oleh penyewa guna usaha

b) Pembayaran kas kepada supplier lain dan (lessee) untuk mengurangi saldo kewajiban pegawai untuk kegiatan selain produksi

yang berkaitan dengan sewa guna pembiayaan barang dan jasa

(finance lease).

c) Pembayaran kas kepada pemerintah untuk

Semakin

meningkatnya Operating

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

Cash Flow (OCF), memcerminkan kemampuan

Keterangan :

perusahaan dalam menghasilkan kas untuk Laba Bersih

Earning per share (EPS) =

melunasi pembayaran atau pengeluaran kas. Jumlah Saham Beredar Dengan demikian kinerja perusahaan akan

Informasi penting yang harus di- semakin meningkat. Meningkatnya kinerja

perhatikan dalam analisis perusahaan adalah perusahaan memberikan respon positif bagi

laba per lembar saham atau lebih dikenal sebagai investor, yang mengakibatkan meningkatnya

Earning Per Share (EPS). Dengan menggunakan harga saham. Semakin meningkatnya harga saham

laporan keuangan investor juga akan bisa dengan sendirinya meningkatkan abnormal return

menghitung berapa besarnya pertumbuhan saham. Hal ini berarti bahwa jika Operating Cash

earning yang telah dicapai perusahaan terhadap Flow (OCF) meningkat, abnormal return juga

jumlah saham perusahaan. Perbandingan antara akan meningkat.

jumlah earning (dalam hal ini laba bersih yang

Price Earning Ratio (PER) siap dibagikan bagi pemegang saham) dengan

Zaenal Arifin (2005) mendefinisikan price jumlah lembar saham perusahaan akan diperoleh komponen Earning Per Share (EPS). Bagi para

earning ratio sebagai cerminan dari beberapa investor informasi EPS merupakan informasi besar uang yang berani dibayar oleh investor yang dianggap paling mendasar dan berguna, untuk setiap lembar saham. Dengan demikian, karena bisa menggambarkan prospek earning apabila P/E ratio menunjukan angka yang tinggi perusahaan di masa depan (Eduardus Tendellilin, maka investor bersedian membayar lebih mahal

untuk setiap lermbar saham. Demikian juga Price Earning Ratio (PER) digunakan sebaliknya apabila P/E ratio rendah menunjukkan dalam pemilaian return saham, PER men- bahwa investor bersedia untuk membayar lebih cerminkan beberapa besar uang yang berani murah untuk setiap lembar saham. dibayar oleh investor untuk setiap lembar saham. Price earning ratio merupakan rasio yang Price Earning Ratio (PER) biasanya terkait lazim dipakai untuk mengukur harga pasar setiap dengan tahap pertumbuhan perusahaan, sehingga lembar saham biasa dengan laba per lembar perusahaan-perusahaan yang sedang berada saham. PER didapat harga saham yang dibagi dalam tahap pertumbuhan biasanya memiliki nilai dengan laba per lembar saham. Price earning ratio PER yang lebih tinggi. Rasio ini sebagai alat ukur (PER) sering dipakai untuk mengelompokkan untuk menilai tingkat pertumbuhan perusahaan. saham berdasarkan tingkat pertumbuhannya. Semakin meningkatnya Price Earning Saham dengan tingkat pertumbuhan yang Ratio (PER) memceriminkan pertumbuhan tinggi umumnya memiliki price earning ratio perusahaan. Hal ini menunjukkan kinerja (PER) yang tinggi pula. Dengan kata lain

semakin meningkat. investor bersedia membeli saham dengan price Meningkatnya kinerja perusahaan memberikan earning ratio (PER) yang tinggi karena mereka respon positif bagi investor, yang mengakibatkan mengharapkan aliran kas masuk lebih besar di

perusahaan

akan

saham. Semakin masa yang akan datang. meningkatnya harga saham dengan sendirinya Rasio ini menggambarkan ketersediaan meningkatkan abnormal return saham. Hal investasi membayar suatu jumlah tertentu untuk ini berarti bahwa jika Price Earning Ratio setiap perolehan laba perusahaan. Price earning (PER) meningkat, abnormal return juga akan ratio dapat dihitung dengan perbandingan antara

harga pasar per lembar saham dan laba bersih per lembar saham. Rasio ini diperoleh dengan

a. Return On Equity (ROE)

menggunakan rumus sebagai berikut : Return On Equity atau r eturn on net worth Harga Saham Per Lembar adalah salah satu indikator dalam menghitung

PER = Laba Per lembar saham

rasio profitabilitas. ROE mengukur kemampuan

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Warsono: Faktor Fundamental dan Abnormal Return...

perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi penting diperhatikan untuk mengetahui investasi pemegang saham perusahaan (earning available

yang akan dilakukan investor. Dengan ROE yang for common stockholder’s) agar dapat terlihat

tinggi suatu perusahaan mampu memberikan kemampuan modal sendiri dalam mengahasilkan

return sesuai dengan tingkat yang diharapkan; laba, maka diperlukan perhitungan laba bersih

meningkatnya ROE akan meningkatkan abnormal yang telah dikurangi dengan biaya bunga dari

return saham.

modal asing (cost of debt) dan pajak perseroan

b. Debt to Equity Ratio (DER) (income tax). Sedangkan modal yang dihitung

Financial leverage menunjukkan ke- adalah modal sendiri yang bekerja dalam mampuan perusahaan dalam membayar hutang perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh dengan equity yang dimilikinya. Tingginya besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi

menunjukkan risiko utang makin besar maka rasio ini juga akan makin

financial

leverage

finansial atau risiko kegagalan perusahaan besar. (Husnan, 2003).

untuk mengembalikan pinjaman akan semakin Return On Equity adalah rasio untuk tinggi, dan sebaliknya. Perusahaan yang tidak mengukur

mempunyai leverage berarti menggunakan modal memanfaatkan kontribusi pemilik dan atau sendiri 100 %. Menurut Ina Listtiorini (2008), seberapa efektifnya perusahaan memenfaatkan penggunaan utang itu sendiri bagi perusahan sumber-sumber lain untuk kepentingan pemilik. mempunyai tiga dimensi, yaitu (1) pemberi kredit Rumus untuk ROE yaitu dengan membagi Net akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas Income After Tax (NIAT) dengan shareholder’ kredit yang diberikan, (2) dengan menggunakan equity (Brigham dan Houston dalam Ali Akbar utang maka apabila perusahaan mendapatkan Yulianto (2004). keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya Earning after Tax and Interest ROE =

maka pemilik perusahaan keuntungannya akan

Equity

meningkat, (3) dengan menggunakan utang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan

Dari sudut pandang investor ROE pengendalian atas perusahaan. merupakan salah satu indikator penting untuk Eckbo dan Norli dalam http:/www. menilai prospek perusahaan di masa yang akan ssrn.com (2004) menyimpulkan adanya respon datang. Dengan mengetahui tingkat ROE, investor dapat melihat pertumbuhan profitablitas return saham terhadap faktor yang berhubungan

dengan leverage. Li et al. dalam http://www.ssrn. perusahaan. Indikator ROE sangat penting com (2005) menemukan bahwa risiko delisting diperhatikan untuk mengetahui investasi yang perusahaan berhubungan positif dengan akan dilakukan investor di suatu perusahaan

financial leverage dan berhubungan negative dengan

mampu memberikan return yang sesuai dengan biaya riset dan pengembangan serta gross margin tingkat yang diharapkan, ROE akan berubah jika

perusahaan.

eraning after tax atau equity berubah. Financial leverage yang digunakan Dalam menentukan pilihannya, investor dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio biasanya akan mempertimbangkan perusahaan (DER). Setiap sumber dana selalu mempunyai yang mampu memberikan kontribusi ROE yang biaya masing-masing yang biasa disebut cost of lebih besar. Bagi investor semakin tinggi ROE fund. Pada saat akan digunakan, dana dari luar menunjukkan risiko investasi semakin kecil. Atau perusahaan dalam bentuk hutang biasanya akan dengan kata lain dikatakan bahwa semakin tinggi timbul biaya-biaya (cost of debt) yang harus ROE akan mengakibatkan beta saham tersebut ditanggung sebesar biaya bunga. Sementara jika semakin rendah, sebaliknya ROE yang rendah dari modal sendiri (equity) akan timbul biaya akan mengakibatkan beta sahamnya semakin yang merupakan opportunity cost dari modal tinggi. tersebut. Mengingat begitu bervariasinya biaya Indikator ROE yang meningkat sangat

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

dari luar maupun dari dalam perusahaan, maka untuk sejumlah alasan berbeda. Pertama, ukuran perlu dipertimbangkan sumber pembiayaan

perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan dalam investasi.

perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Alat analisis yang digunakan untuk

Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses mengetahui besarnya perusahaan memiliki

ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk financial risk adalah dengan menggunakan Debt

obligasi maupun saham. Kalaupun mereka punya to Equity Ratio (DER).

akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah Debt equity ratio menunjukan seberapa

kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau

penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh

perusahaan kecil mungkin kurang dapat terhadap penggelolaan akutias. Debt equity ratio

dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan diperoleh dengan total hutang dibagi dengan total

harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan ekuitas, setiap rupiah modal dijadikan jaminan

hasil yang memberikan return lebih tinggi secara untuk keseluruhan utang. (Van Horne dalam

signifikan.

Heru Sutojo, 2005), dapat diukur dengan rumus Kedua, ukuran perusahaan menentukan sebagai berikut.

kekuatan tawar-menawar dalam kontrak Total Liabilities

keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat DER =

Equity memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih

DER yang semakin besar akan menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan mengakibatkan risiko financial perusahaan

perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang semakin tinggi. Dengan penggunaan hutang yang

yang terlibat, semakin besar kemungkinan semakin besar akan mengakibatkan semakin

pembuatan kontrak yang dirancang sesuai tinggi risiko untuk tidak mampu membayar

dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari hutang. Investor biasanya menghidari risiko,

penggunaan kontrak standar hutang. Ketiga, ada maka semakin tinggi DER akan mengakibatkan

kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan saham perusahaan tersebut dihindari investor,

return membuat perusahaan yang lebih besar sehingga harga saham semakin rendah. Dengan

dapat memperoleh lebih banyak laba. kata lain dapat dikatakan bahwa hubungan DER

Beberapa perusahaan melihat size dengan beta saham adalah positif, artiya semakin

perusahaan dari total asset, sementara perusahaan tinggi tingkat DER akan mengakibatkan semakin

lain menggunakan pendapatan dan ukuran pasar. tinggi risiko pasar dan sebaliknya tingkat DER

Ukuran aktiva dipakai sebagai wakil pengukur yang rendah akan mengakibatkan risiko saham-

(proxy) besarnya perusahaan. Perusahaan yang nya rendah.

besar dianggap mempunyai risiko yang lebih Meningkatnya Debt to Equity Ratio

kecil dibandingkan dengan perusahaan yang (DER) berarti akan meningkatkan resiko

kecil. Alasannya adalah bahwa perusahaan berinvestasi, dengan demikian investor merespon

yang besar mempunyai akses ke pasar modal, negatif terhadap kinerja perusahaan. Rendahnya

sehingga dianggap mempunyai Beta yang lebih kinerja perusahaan berakibat harga saham

kecil. Anggapan ini merupakan anggapan yang semakin menurun. Menurunnya harga saham

umum, tidak didasarkan pada teori. Namun mengakibatkan abnormal return yang semakin

demikian Watts dan Zimmerman (1986), dalam menurun.

Wiwik Utami (2001), mencoba membuktikan

c. risiko dengan asset ini untuk membentuk Size

suatu teori yang disebut teori akuntansi positif Menurut Agnes Sawir (2004) Ukuran (Positive accounting theory). Perusahaan perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari yang besar merupakan subyek dari tekanan struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan politik. Perusahaan yang melaporkan laba yang

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Warsono: Faktor Fundamental dan Abnormal Return...

tinggi menarik perhatian politikus dan akan kriteria kebutuhan data dan melalui beberapa diinvestigasi karena dicurigai melakukan praktek

pengujian hanya terdapat 55 sampel yang monopoli. Oleh karena itu perusahaan besar

digunakan. Kriteria seleksi samoel sebagaimana cenderung menginvestasikan dananya ke proyek

tampak pada tabel 1. Pengujian hipotesis yang mempunyai varian rendah dengan beta yang

dilakukan dengan pengujian regresi linier sebagai rendah untuk menghindari laba yang berlebihan.

berikut:

Sedangkan menurut Suad Husnan (2003), AR= α – β1OCF + β2PER + β3ROE + β4DER + total asset cenderung berpengaruh negatif

β5SIZE + e

terhadap harga saham. Hal ini berkaitan dengan kecenderungan size effect yaitu kecenderungan

Keterangan :

perusahaan kecil memperoleh keuntungan yang

AR = abnormal return

α = konstanta

lebih besar dibandingkan dengan perusahaan

besar. β (1-5) = Koefisien Regresi

X 1 = Operating Cash Flow (OCF)

3. Metode

X 2 = Price Eraning Ratio (PER)

X 3 = Return on Equity (ROE) Penelitian ini menggunakan jenis data

X 4 = Debt Equity Ratio (DER) sekunder, yang didapatkan dari Indonesian

X 5 = Size

Capital Market Directory (ICMD) Perusahaan

e = Error Term

Makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2015. Total

Penelitian ini menggunakan pengujian sampel awal dalam penelitian ini sebanyak 75

asumsi klasik dan uji hipotesis. sampel,namun setelah diseleksi sesuai dengan

Tabel 1. Kriteria dan Hasil Pemilihan Sampel Perusahaan

Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 15 (BEI) pada tahun 2011-2015 Jumlah sampel

75 Perusahaan yang tidak memiliki variabel lengkap sesuai yang dibutuhkan

4 ( Operating chas flow, PER, ROE, DER dan Total Assets). Jumlah populasi

11 Jumlah sampel

Tabel 2. Variaber Penelitian Variabel

Variabel Independen (X)

Perubahan OCF meng- gambarkan kemampuan

Total Cash Flow Wild et.al (1997) OCF (X 1 )

Harahap (2004) from operation

perusahaan dalam

Rasio

menghasilkan keuangan internal

Profitabilitas

Zaenal Arifin, PER (X 2 )

Perubahan PER meru-pakan

perubahan rasio harga pasar Rasio

setiap lembar saham

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

dengan laba per lembar

Harga saham

saham. Semakin besar PER

mahal harga saham dan EAT Rasio

Tandellin (2010)

semakin kecil keuntungan

EPS = Jmlh saham

akuntansinya

Perubahan ROE me-rupakan kemampuan perusahaan memberikan keuntungan kepada pemegang saham.

Brigham (2001), ROE (X 3 )

Profitabilitas

Perubahan ROE dihitung

EAT dengan membandingkan

Eckbo and Norli Equity

Rasio

antara laba bersih

dan ekuitas. Tingkat pengembalian ekuitas atas perolehan laba selama periode akuntansi.

Perubahan DER me-rupakan

Debt :

pengukuran solvabilitas Liabilities perusahaan atas modal Van Horne, (2005),

DER (X 4 )

Husnan (2003) Equity

Rasio

perusahaan. Dihitung dengan membandingkan antara total hutang dengan total ekuitas.

Perubahan Size meru- pakan perubahan seluruh

Sawir (2005) Size (X 4 )

Total Aset

aktiva pada suatu tanggal

Rasio

Husnan (2003)

laporan keuangan, dari besar kecilnya aset.

Perubahan abnormal return

Variabel

saham merupakan perubahan

Dependen (Y) AR = Rit – E (Rit) Jogiyanto (2003)

selisih return realisasi

Rasio

Abnormal Husnan (2003)

dikurangi dengan return

Return

ekspek-tasinya.

Sumber: berbagai pendapat dan publikasi, dikembangkan untuk penelitian.

Teknik analisis dilakukan dengan uji dasarnya dilakukan dengan tujuan mengetahui regresi linier berganda. Tahapan pengujian

normal tidaknya distribusi residual dari model mencakup uji asumsi klasik, uji model penelitian,

regresi variabel. Model regresi yang baik adalah dan uji hipotesis penelitian. Uji asumsi klasik

memiliki distribusi data normal atau mendekati terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas,

normal. Untuk melihat normalitas data dapat uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Uji

digunakan Kolmogorov-Smirnov Test, yaitu asumsi klasik dilakukan uji Normalitas pada

membandingkan nilai asymptotic significance

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Warsono: Faktor Fundamental dan Abnormal Return...

dengan α=5%. Data dikatakan berdistribusi Uji Model penelitian dilakukan dengan uji normal jika nilai asymp. sig 2-tailed > 0,05.

koefisien determinasi dan Uji F. Semakin tinggi Uji

nilai koefisien determinasi, maka kemampuan untuk menentukan ada tidaknya asosiasi

multikolinearitas

dimaksudkan

variable independen menjelaskan dependen (hubungan) antara dua variabel independen atau

variable semakin besar. Uji merupakan pengujian lebih. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk

variable independen secara bersamaan dengan mengetahui terjadinya korelasi antar variabel

variable dependen, jika hasil uji F berpenaruh – variable independen dalam penelitian. Dalam

maka model dikatakan baik (fit). Uji hipotesis model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

1 sampai dengan hipotesis 3 diuji dengan uji-t. hubungan linear yang nyata (korelasi) antar

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui ada variabel independen. Metode pengujian dengan

tidaknya pengaruh masing-masing variabel melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan

independen terhadap variabel dependen. tolerance. Jika nilai VIF mendekati 1 maka tidak terjadi multikolinearitas (model regresi baik).

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk Statistik deskriptif menggambarkan profil menge tahui terjadinya ketidaksamaan varians data sampel yang meliputi rata – rata (mean), nilai pada residual dari model regresi. Jika varians terendah (minimum), nilai tertinggi (maximum), tidak sama, dikatakan terjadi heteroskedastisitas. dan standar deviasi (standard deviation). Dalam Model regresi yang baik adalah model regresi pengujian statistic deskriptif dengan mengguna- yang homoskedastisitas atau tidak terjadi kan sampel sebanyak 11 perusahaan Makanan dan heteroskedastisitas. Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji periode tahun 2011 - 2015. Statistik deskriptif residual dari model regresi dalam menemukan dari data tersebut adalah sebagai berikut: (tabel korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada Variabel abnormal return saham (AR) periode t-1. Model regresi dikatakan baik jika dari 55 sampel perusahaan industri makanan bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 2011 tidaknya autokorelasi dalam model regresi dengan sampai 2015 berkisar antara -14 sampai 2,06. melihat besarnya nilai D-W (Durbin-Waston). Nilai rata-rata sebesar 0,6865, standar deviasi Keputusan didapatkan dengan melihat jumlah sebesar 0,6756. Berdasarkan nilai rata-rata dapat sampel yang diteliti kemudian melihatangka disumpulkan bahwa pertumbuhan abnormal hasil pengujian pada Durbin-Watson test dan return perusahaan makanan dan minuman sebesar dibandingkan dengan angka pada Durbin-Watson table (nilai signifikansi 5% atau 0,05).Yang mana 0,68%.

kriteria pengujian autokorelasi di tabel 3.

Tabel 3 : Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi Hipotesis

Hasil Estimasi

Kesimpulan

Ho

Tolak Ho

0 < dw < dl

dl ≤ dw ≤ du

Tidak ada kesimpulan

H 1 4-dl<dw<4

Tolak

Tidak ada kesimpulan Tidak ada korelasi, baik positif maupun negatif

H 1 4-du≤dw≤ 4-dl

Diterima Sumber: Ghozali, I. (2007).

du<dw<4-du

Magister Akuntansi Universitas Pancasila

Jurnal Riset Akuntansi dan Perpajakan JRAP Vol. 3, No. 2, Desember 2016, hal 131-148 ISSN 2339 - 1545

Tabel 4. Deskripsi Variabel Penelitian Variabel

Minimum Maximum

Mean