Kerjasama Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap Dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP

  Kerjasama Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap Dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IAIN Purwokerto 2016

  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR …… TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN CILACAP DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP LPPM IAIN PURWOKERTO 2016

  DAFTAR ISI

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................

  1 B. Identifikasi Masalah ....................................

  9 C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik .......

  9 D. Metode Analisis Naskah Akademik ..............

  10 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS A. Kajian Teoritis ............................................

  12 B. Praktek Empiris ..........................................

  17 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT .................

  20 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis ......................................

  46 B. Landasan Sosiologis ....................................

  48 C. Landasan Yuridis ........................................

  52 BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RU- ANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

  

A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah dan

Frase ..........................................................

  56 B. Muatan Materi Peraturan Daerah ................

  57 BAB VI PENUTUP ........................................................

  64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMBERDAYAAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara mempunyai

  tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup- an bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rak- yat Indonesia. Dalam sila kelima Pancasila dan pembukaan Un- dang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rak- yat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan.

  Cita-cita luhur dari kemerdekan Negara Republik Indone- sia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4, tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesiaadalah: 1.

  Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

2. Memajukan kesejahteraan umum, 3.

  Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ke- merdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial

  Peningkatan kesejahteraan petani sebagai bagian dari bangsa Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pencapaian tujuan negara sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indone- sia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup- an bangsa. Hal ini juga selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Mengingat bangsa Indonesia sejak dahulu telah mempunyai jati diri dengan falsafah hidup seperti tertuang dalam Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa norma dari paradigma nasional adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan Nusantara se- bagai landasan visional, Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional.

  Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia termasuk para petani berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya i- kut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan ke- sejahteraan, khususnya di bidang Pertanian.

  Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk mening- katkan sebesar-besar kesejahteraan Petani. Selama ini Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan. Petani seba- gai pelaku pembangunan pertanian perlu diberi perlindungan dan pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap Orang guna mewu- judkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahan- an pangan secara berkelanjutan.

  Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sampai se- karang sekitar 70 persen penduduk menggantungkan hidup dari sektor pertanian atau mempunyai mata pencaharian se- bagai petani, akan tetapi nasib petani dari hari ke hari kian ter- puruk. Tingkat kesejahteraannya tidak membaik seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semestinya dinikmati bersa- ma. Petani semakin terpuruk disertai posisi tawar mereka le- mah sehingga masalah yang dihadapi ibarat sebuah lingkaran yang tak berujung pangkal. Kebijakan pemerintah sudah ba- nyak dilakukan namun belum mengena sasaran, belum power-

  

ful, dan belum intensif. Akibatnya, nilai tukar produk pertanian

termasuk pangan tetap rendah.

  Di dalam proses pembangunan pertanian, telah diketahui umum bahwa status petani mempunyai peran ganda. Selain menjadi sasaran dalam pembangunan yang harus ditingkatkan kesejahteraannya, petani juga berperan sebagai pelaku utama. Dengan kedudukan ganda seperti itu, maka pelibatan petani dalam proses pembangunan memiliki arti yang sangat strategis. Ia sebagai pelaku, mengetahui persis apa yang diperlukan dan apa yang harus dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

  Peningkatan pendapatan di sektor pertanian pun terma- suk paling lambat. Kebijakan dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang pertanian (harga minimum, harga maksi- mum, subsidi) seolah selalu menempatkan pertanian pada po- sisi yang diperhatikan, namun dalam kenyataan membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor yang inferior dalam pengem- bangannya. Dampak faktor internal (dalam negeri) ditunjang faktor eksternal (liberalisasi perdagangan) adalah pada keterpu- rukan pertanian yang pada gilirannya menurunkan kesejahte- raan petani.

  Dalam menyelenggarakan pembangunan Pertanian, peta- ni mempunyai peran sentral dan memberikan kontribusi besar. Pelaku utama pembangunan Pertanian adalah para Petani, yang pada umumnya berusaha dengan skala kecil, yaitu rata- rata luas usaha tani kurang dari 0,5 hektare, dan bahkan seba- gian dari Petani tidak memiliki sendiri lahan usaha tani atau disebut petani penggarap, bahkan juga buruh tani. Petani pada umumnya mempunyai posisi yang lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan usaha tani, dan akses pasar.

  Pertanian dan masyarakat tani Indonesia berada pada ti- tik nadir. Pertanian rakyat, seperti tanaman pangan misalnya, telah lama mengalami leveling-off . Pertanian dan masyarakat tani mengalami proses pemiskinan sistemik dan masif. Berapa pun in-put diberikan, produksi padi petani tidak bertambah. Begitu pula kenaikan harga dasar gabah dan beras tak mampu mengangkat petani dari keterpurukan. Petani-petani dengan berbagai produk pertanian lainya mengalami hal serupa.

  Proses pemiskinan itu datang dari banyak sisi. Kebijakan pertanian misalnya, sering tidak berangkat dari kondisi objektif masyarakat tani dan pertanian nasional. Nasib petani semakin dipertanyakan dalam gonjang-ganjing politik ekonomi perberas- an saat ini. Beriring dengan itu petani dihadang masalah tata- niaga, pemasaran, termasuk distribusi dan sebagainya. Sebagi- an besar petani tampak lebih sebagai sapi perah korporasi be- sar saprotan baik pupuk, pestisida, benih, hingga perniagaan produk-produk pertanian. Sementara kepemilikan dan pengu- sahaan lahan pertanian terus mengecil. Keadaan itu diperparah oleh kondisi kesuburan lahan yang kian memburuk. Kemam- puan pembudidayaan terus tertinggal dibanding petani di ber- bagai negara manca. Perbankan dan stake-holder lainnya tam- pak enggan memberikan dukungan kepada petani dan sektor pertanian.

  Bersamaan dengan itu kebijakan Indonesia go Organic

  

2010 yang dicanangkan Departemen Pertanian dapat menjadi

  salah satu entry point penguatan masyarakat tani dan per- tanian nasional. Banyak alasan yang mendasari pilihan ini. Di antaranya, gerakan pertanian organik yang terus menguat se- bagai buah kesadaran akan dampak buruk pertanian agro- kimia (sintetik). Gerakan itu telah dimulai sejak awal tahun 80- an, terutama dimotori oleh LSM.

  Pasar produk-produk pertanian organik dalam negeri yang terus tumbuh juga menjadi alasan penting. Berbagai pem- beritaan memperlihatkan bahwa pertumbuhan itu tidak karena gaya hidup, melainkan kesadaran akan konsumsi sehat (heal-

  

thy foods & beverages). Titik-masuk ini sangat berpeluang un-

tuk membangun kembali pertanian berkelanjutan.

  Pertanian organik memiliki back-ward dan forward lin-

  

kage yang besar. Keduanya akan berdampak pada penumbuh-

  an banyak jenis pekerjaan dan lapangan kerja. Namun disadari bahwa perubahan dari pola tanam yang mengandalkan bahan kimia ke pertanian organik bukanlah pekerjaan mudah, sebab ia menyangkut juga perubahan pola pikir petani. Oleh karena itu pemberdayaan petani oleh pemerintah daerah seyogyanya dilakukan dengan dengan berbasis pada kepentingan petani mencari jalan pemecahannya.

  Selain itu, petani dihadapkan pada kecenderungan ter- jadinya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada Petani. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi dan sekaligus mem- berdayakan Petani.

  Permasalahan yang dihadapi petani sangat banyak dan bervariasi. Beberapa problem yang mendasar yang dihadapi pe- tani adalah lemah dalam hal akses modal, sehingga menga- kibatkan inefesiensi sarana produksi pertanian, skala usaha pertanian juga masih sangat terbatas. Faktor-faktor secara ti- dak langsung mengakibatkan rendahnya kualitas produksi per- tanian dan orientasi petani tidaklah pada orientasi pasar tetapi sebatas untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga petani.

  Disisi lain, pengalihan fungsi tanah pertanian, khusus- nya di Jawa, bagaimanapun juga menyumbang pada penurun- an kemampuan penyediaan pangan nasional untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Pada kenyataannya, sejak kemerdekaan, pertanian pangan di Jawa menyediakan lebih da- ri 50% persediaan beras di Indonesia. Pada kenyataannya sejak tahun 70-an hingga sekarang Indonesia mengandalkan beras impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras dalam ne- geri.

  Upaya pemberdayaan memiliki peran penting untuk men- capai kesejahteraan petani yang lebih baik. Pemberdayaan di- lakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir pe- tani, meningkatkan usaha tani, serta menumbuhkan dan me- nguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berda- ya saing tinggi dalam ber-usaha tani. Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi petani agar lebih berdaya, antara lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian; pengutamaan hasil pertanian dalam negeri un- tuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; konsolidasi dan ja- minan luasan lahan pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknolo- gi, dan informasi; dan penguatan Kelembagaan Petani.

  Terdapat tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:

  a) Sebuah proses pembangunan bermula dari pertumbuhan in- dividual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubah- an sosial yang lebih besar, b) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengen- dalikan diri dan orang lain, c) Pembebasan yang dihasilkan oleh gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih mene- kan.

  Sasaran pemberdayaan petani adalah petani, terutama kepada petani penggarap paling luas 2 (dua) hektare (tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan usaha tani); petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada luas lahan paling luas 2 (dua) hektare; petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering,

  and sustainable

  ”. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman disebut sebagai

  alternative development, yang menghendaki „inclusive

democracy, appropriate economic growth, gender equality

andintergenerational equaty

  ”. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Menurut Sumodiningrat, bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.

  Mubyarto menekankan bahwa terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia, penciptaan peluang usaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat dapat terimplementasi. Logika berfikir dari teori di atas, dapat dipakai pada pemberdayaan kehutanan.

  Dengan demikian, maka pemberdayaan petani diartikan sebagai suatu sistem pendidikan di luar sekolah (nonformal) untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka tahu, mau, mampu, dan berswadaya mengatasi masalahnya secara baik dan memuaskan dan meningkat kesejahteraannya. Fokus pemberdayaan petani di samping memberikan edukasi dan tranformasi pengetahuan kepada petani, juga penting untuk memperkuat kelembagaan pertanian.Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial dalam suatu komunitas petani.

  Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk mengubah pola pikir ke arah yang lebih maju, peningkatan kemampuan usaha tani, penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani guna meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam paradigma baru, pemberdayaan bukan menempatkan petani dan nelayan sebagai obyek tetapi lebih mengutamakan petani sebagai manusia bukan sebagai sasaran. Uphoff (1988) menyatakan bahwa manusia tidak lagi harus diidentifikasi sebagai “kelompok sasaran”, melainkan sebagai “pemanfaat yang diharapkan” yaitu mereka yang akan diuntungkan dengan adanya program-program tersebut. Oleh karena itu, harus lebih jelas “kepada siapa” peraih manfaatnya dan “bagaimana” program dilaksanakan harus lebih besar mencerminkan pendekatan “proses belajar”. Pendekatan ini diharapkan akan menghasilkan partisipasi Petani secara maksimal dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Petani dan Nelayan akan merasa memperoleh manfaat untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya.

  Untuk itu, maka paradigm pemberdayaan Petani menggunakan pendekatan

  “farmer first”. Dalam konsep farmer

first, menurut Chambers (1993), tujuan utama pemberdayaan

  adalah: Pertama; Petani difasilitasi oleh pihak luar dalam menganalisis kebutuhan dan prioritas. Kedua; Alih teknologi dari pihak luar kepada petani melalui prinsip-prinsip, metode- metode dan seperangkat pilihan-pilihan.Ketiga; Petani diberikan kesempatan untuk memilih materi yang dibutuhkannya. Keempat: Karakteristik perilaku petani dicirikan oleh pengaplikasian prinsip-prinsip, memilih dari seperangkat pilihan-pilihan dan mencoba serta menggunakan metode-metode, dan Kelima: Hasil utama yang ingin dicapai

  

oleh pihak luar adalah petani mampu meningkatkan

  kemampuan adaptasinya serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih luas bagi petani. Keenam: Karakteristik model penyuluhan yang utamanya yaitu dari petani ke petani.

  Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka.

  Di Indonesia, perkembangan pemberdayaan petani dan nelayan kecil dikenaldengan program penyuluhan, dimulai bersamaan dengan berdirinya Departemen Pertanian (Van

  

Landbouw) pada tahun 1905. Pada masa itu, salah satu tugas

  departemen tersebut adalah menyalurkan hasil penyelidikan pertanian kepada petani. Lalu, menjelang dan awal Pelita I, melalui program Bimbingan Massal-Intensifikasi Massal (Bimas- Inmas), penyuluhan dilakukan besar-besaran. Walaupun demikian, praktis sejak perang kemerdekaan orientasi kegiatan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan produksi bahan makanan pokok rakyat Indonesia yaitu beras.

  Tantangan era globalisasi dalam struktur perekonomian adalah perdagangan bebas. Dalam perdagangan bebas berarti ada persaingan. Dalam globalisasi tersebut yang akan bersaing adalah barang sekunder, yaitu produk agroindustri. Di Indonesia bahan baku untuk industri tersedia, tetapi yang menjadi kendala adalah penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang memperkuat agribisnis, atau penekanan masalah yang dihadapi dalam era globalisasi adalah pada peningkatan SDM termasuk bagi para petani.

  Mendasarkan hal di atas, maka arah pengembangan pertanian ke depan adalah agribisnis, yaitu mengembangkan pertanian dan agroindustri atau industri yang mengolah hasil pertanian/perikanan dan jasa-jasa yang menunjangnya. Termasuk di dalam perikanan, misalnya di Indonesia ini dari sisi penawaran, kita memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 dan garis pantai sepanjang 90 ribu km, adalah merupakan basis kegiatan ekonomi perikanan yang sangat besar. Hal ini tentu belum termasuk potensi perikanan air tawar, baik perairan umum (sungai dan danau), budidaya kolam, budidaya ikan karamba/jarring apung, budidaya ikan rawa dan budidaya ikan sawah yang juga masih terbuka luas.

  Semakin kuatnya penetrasi dan tekanan ekonomi kapitalis ke pedesaan, dalam bentuk penerapan teknologi modern dan sistem pasarisasi yang mengutamakan efisiensi, menyebabkan makin longgarnya norma dan nilai ikatan sosial yang terjalin dalam kelembagaan di pedesaan. Maraknya prinsip “ekonomi uang” makin melemahkan peran lembaga tradisional di pedesaan, dimana sifatnya yang dipandang cenderung involutif karena lebih menekankan hubungan produksi dalam bentuk pertukaran (resiprositas). Namun, masih kuatnya sentimen individu dalam kelompok dan

  

kemampuan merespon perkembangan teknologi menumbuhkan

  kemampuan beradaptasi petani dengan kemajuan pembangunan melalui partisipasi. Makna partisipatif yang paling sederhana adalah merupakan hak setiap orang untuk dapat ikut serta terlibat atau dilibatkan dalam segala proses pembangunan, melibatkan seluas-luasnya stake holder yang ada dalam setiap kebijakan publik, tidak sebatas lembaga formal semata.

B. Identifikasi Masalah

  Berdasakan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1.

  Lemahnya keberpihakan dan dukungan (political will) pemerintah kepada petani dalam sistem distribusi pangan.

  Hal ini terlihat pada sedikitnya program Pemberdayaan Petani dan lemahnya dukungan terhadap penyuluh pertanian semakin melemah. Sedangkan petani masih belum bisa terlindungi dari tengkulak. Karena itu, rantai distribusi pangan juga menjadi panjang dan tidak efisien.

  2. Lemahnya kualitas SDM petani dalam sistem distribusi pangan. Tingkat pendidikan yang relatif rendah dari petani, ditambah dengan kurangnya sarana pendidikan dan pelatihan terkait kewirausahaan dan sistem distribusi pangan menjadikan kualitas SDM petani sangat lemah. Kondisi ini menyulitkan pula untuk memanfaatkan teknologi pertanian.

3. Terbatasnya infrastruktur, prasarana dan sarana untuk mendorong peran petani dalam sistem distribusi pangan.

  Kondisi infrastruktur, sarana dan prasarana yang dimiliki petani dalam mendukung usaha distribusi hasil pertanian masih sangat terbatas. Biaya distribusi menjadi tinggi. Sementara fasilitas bagi penyimpanan, pergudangan dan pengawetan hasil pertanian masih sangat terbatas.

  4. Belum optimalnya kelembagaan yang menaungi dan memfasitasi kepentingan petani dalam sistem distribusi pangan. Belum optimalnya peran Koperasi Unit Desa dalam memfasilitasi petani dalam usaha distribusi pangan. Pembinaan yang dilakukan pemerintah masih minim, tak terkecuali bantuan dan kemudahan permodalan

  Masih terbatasnya akses permodalan masyarakat petani khususnya keterlibatan dalam sistem distribusi pangan. Permodalan masih sulit diakses oleh petani. Persyaratan perbankan yang sulit dipenuhi menyebabkan mereka tidak

  bankable. Sedangkan mengharapkan bantuan dari pemerintah jauh dari harapan.

C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik

  Adapun tujuan yang hendak dicapai dari Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemberdayaan Petani adalah untuk melakukan penelitian atau pengkajian terkait dengan kewajiban Pemerintah Daerah dalam melakukan pemberdayaan petani. Oleh karena itu, tujuan pokok dari penyusunan Naskah akademik peraturan daerah ini adalah :

  1. Meningkatkan keberpihakan dan dukungan (political-will) pemerintah kepada petani dalam sistem distribusi pangan.

  2. Meningkatkan kualitas SDM petani dalam sistem distribusi pangan.

  3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana,dan pemanfaatan lahan pertanian untuk mendorong peran petani dalam sistem distribusi pangan.

  4. Optimalisasi fungsi dan peran kelembagaan yang menaungi dan memfasitasi kepentingan petani dalam sistem distribusi pangan.

  5. Memperkuat akses permodalan yang dimiliki petani dan khususnya pada keterlibatan dalam sistem distribusi pangan. Adapun tujuan pokok dari dibuatnya Peraturan daerah ini adalah sebagai landasan hukum bagi pemerintah daerah dalam upaya pemberdayaan petani. Dengan demikian, naskah akademik ini diharapkan memiliki kemanfaatan sebagai landasan, alasan, dan arahan dalam proses pemberdayaan petani baik menyangkut peningkaan kualitas SDM petaninya maupun kualitas layanan peningkatan pemberian modal usaha tani yang secar rutin pembiayaanya bersumber dari APBD kabupaten Cilacap.

D. Metode Analisis Naskah Akademik

  Metode analisis yang digunakan dalam naskah akademik ini adalah metode sosiolegal. Artinya, kaidah-kaidah hukum, baik yang berupa perundang-undangan, maupun berbagai tradisi lokal, dijadikan sebagai bahan rumusan pasal-pasal yang dituangkan dalam rancangan peraturan perundang- undangan, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemberdayaan Petani.

  Metode ini didasari oleh sebuah teori bahwa hukum yang baik adalah hukum yang tidak hanya berlandaskan pada kaidah-kaidah teoritis, akan tetapi juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat.

  1. Identifikasi permasalahan terkait dengan pembangunan perdesaan,

  Untuk itu, langkah-langkah dalam menerapkan metode analisis sosiolegal ini meliputi :

  2. inventarisasi bahan hukum yang terkait, 3. sistematisasi bahan hukum, 4. analisis bahan hukum, dan 5. perancangan dan penulisan.

  •  --

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIK A. Kajian Teoritis Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam

  pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian maka masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapi. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam memben- tuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Pembentukan dan perubahan pe- rilaku tersebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam selu- ruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kema- syarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat. Pember- dayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali poten- si dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka.

  Di Indonesia, perkembangan pemberdayaan petani dengan program penyuluhan, dimulai bersamaan dengan berdirinya Departemen Pertanian (Van Landbouw) pada tahun 1905. Pada masa itu, salah satu tugas departemen tersebut adalah menyalurkan hasil penyelidikan pertanian kepada petani. Lalu, menjelang dan awal Pelita I, melalui program Bimbingan Massal-Intensifikasi Massal (BimasInmas), penyuluhan dilakukan besar-besaran. Walaupun demikian, praktis sejak perang kemerdekaan orientasi kegiatan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan produksi bahan makanan pokok rakyat Indonesia yaitu beras.

  Puncak pengaruh langsung maupun tidak langsung pelaksanaan penyuluhan adalah keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan, yaitu beras yang diakui secara internasional pada sidang FAO 1985 di Roma. Namun, landasan penyuluhan yang selama ini diketahui hanya sekedar meningkatkan produksi perlu dikaji kembali. Selain itu, kelembagaan/institusi (pendidikan/ pemerintahan/birokrasi) yang juga lebih berorientasi pada peningkatan produksi sektor pertanian (termasuk subsektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan) juga perlu ditinjau kembali.

  Menurut Karsidi (2001),visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian secara global, termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan sistem pertanian menuju usahatani berkelanjutan merupakan salah satu misi utama pembangunan pertanian di Indonesia.

  Menurut Korten ( 1984), masa pasca industri akan menghadapi kondisi-kondisi baru yang sama sekali berbeda dengan kondisi di masa industri, dimana potensi-potensi baru penting dewasa ini memperkokoh kesejahteraan, keadilan, dan kelestarian umat manusia. Titik pusat perhatian adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat.

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

  Pasal 1 ,definisi Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.

  Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat.

  Beberapa aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan, antara lain : a Pengembangan organisasi/kelompok masyarakat yang dikembangkan dan berfungsi dalam mendinamisir kegiatan produktif masyarakat, misalnya berfungsinya HKTI, HNSI , dan organisasi lokal lainnya. b

  Pengembangan jaringan strategis antar kelompok/organisasi masyarakat yang terbentuk dan berperan dalam pengembangan masyarakat tani dan nelayan, misalnya asosiasi dari organisasi petani dan nelayan, baik dalam skala nasional, wilayah, maupun lokal. c

  Kemampuan kelompok petani dan nelayan kecil dalam mengakses sumber-sumber luar yang dapat mendukung pengembangan mereka, baik dalam bidang informasi pasar, permodalan, serta teknologi dan manajemen, termasuk didalamnya kemampuan lobi ekonomi. Di sinilah maka perlunya ekonomi jaringan dipembangkan. Ekonomi jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekomomi, baik dari produsen, konsumen, service provider, equipment provider, cargo, dan sebagainya di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis. Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan saling belajar, serta jaringan lainnya seperti hasil temuan riset dan teknologi/inovasi baru, jaringan pasar, infomasi kebijakan dan pendukung lainnya yang dapat diakses oleh semua dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu. d kemampuan-kemampuan teknis dan

  Pengembangan manajerial kelompok-kelompok masyarakat, sehingga berbagai masalah teknis dan organisasi dapat dipecahkan dengan baik. Di sini, selain masyarakat sasaran (petani dan nelayan), juga para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat harus meningkatkan kompetensi diri sebagai petugas yang mampu memberdayakan , karena banyak diantara mereka justru ketinggalan kemampuannya dengan kelompok sasarannya.

  Kesejahteraan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat. Perasaan berharga diri yang diturunkan dari keikutsertaan dalam kegiatan produksi adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi dengan keikutsertaan dalam konsumsi produk-produknya. Keefisienan sistem produksi, karenanya haruslah tidak semata-mata dinilai berdasar produk- produknya, melainkan juga berdasar mutu kerja sebagai sumber penghidupan yang disediakan bagi para pesertanya, dan berdasar kemampuannya menyertakan segenap anggota masyarakat.

  Salah satu perbedaan penting antara pembangunan yang memihak rakyat dan pembangunan yang mementingkan produksi ialah bahwa yang kedua itu secara terus menerus menundukkan kebutuhan rakyat di bawah kebutuhan sistem agar sistem produksi tunduk kepada kebutuhan rakyat.

  Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mampu mengembangkan teknik-teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran masyarakat. Menurut Sikhondze (1999), orientasi pemberdayaan masyarakat haruslah membantu petani dan nelayan (sasaran) agar mampu mengembangkan diri atas dasar inovasi-inovasi yang ada, ditetapkan secara partisipatoris, yang pendekatan metodenya berorientasi pada kebutuhan masyarakat sasaran dan hal-hal yang bersifat praktis, baik dalam bentuk layanan individu maupun kelompok. Sedangkan peran petugas pemberdayaan masyarakat sebagai outsider people dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu peran konsultan, peran pembimbingan dan peran penyampai informasi.

  Beberapa pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat (Karsidi, 2001) menuju kemandirian petani dan nelayan kecil, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut : a

  Memulai dengan tindakan mikro dan lokal. Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro dan lokal, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro

  • –makro harus terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy input dan policy reform sehingga memiliki dampak yang lebih luas. Petugas pemberdayaan/pendamping masyarakat tani dan nelayan kecil seyogyanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan pendekatan dan cara yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat/lokal di wilayah tugasnya masing-masing.

  b Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Karena masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah. Pemberlakuan kebijakan secara seragam untuk semua daerah harus ditinggalkan. c

  Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar dan lebih lanjut akan memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif. d

  Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan organisasi lokal lainnya dipersilahkan tetap hidup. e

  Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan-temuan lokal oleh petani dan nelayan setempat harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat sentralistik, topdown dan linier perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah. f

  Pengembangan kesadaran pelaku ekonomi. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka tindakan yang hanya ber- orientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Komitmen para petugas pemberdayaan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait pada pengembangan kemandirian petani dan nelayan kecil merupakan sesuatu yang sangat diperlukan. g

  Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Salah satu yang sudah waktunya dibangun adalah jaringan infrastruktur telekomunikasi dan sistim informasi pendukungnya yang memanfaatkan seperti internet untuk membuka pintu gerbang seluas-luasnya bagi petani dan nelayan atas informasi yang diperlukan bagi pengembangan usahanya (setidaknya melalui mediasi para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat).

  Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar- benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan organisasi petani dan nelayan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian dan perikanan.

B. Kajian Empiris

  Beberapa tahun terakhir, petani Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan, seperti kekeringan, kelangkaan pupuk, hama, puso, gagal panen dan sebagainya. Baru saja petani bisa mendapatkan angin segar dengan adanya kenaikan harga gabah hasil produksinya, ijin impor beras untuk perum bulog turun dengan dalih mendukung program beras untuk rakyat miskin (raskin). Padahal sebelumnya, Pemerintah menegaskan akan mempertahankan kebijakan larangan impor beras karena perkiraan produksi dalam negeri yang masih di atas kebutuhan konsumsi. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengimpor beras dari negeri tetangga ini menimbulkan sebuah ironi. Impor beras akhirnya menjatuhkan harga beras local. Kebijakan impor beras menyebabkan merosotnya tingkat pendapatan petani. Beras impor menjatuhkan harga panen petani baik harga kering giling (GKG) dan harga beras sampai 20%. Ditambah lagi akibat dari kenaikan bbm. Kesimpulannya dilihat dari segi apapun, kebijakan impor beras tersebut tidak akan menguntungkan perberasan secara nasional dan akan semakin memperuk petani.

  Apabila dilihat dari potensi sumber daya alam seseungguhnya Kabupaten Cilacap memiliki prospek yang cukup baik sebagai pengahasil produksi hasil pertanian dan menjanjikan apabila masyarakat petaninya menyadari sepenuhnya bahwa bidang pertanian dapat dijadikan sebagai asset untuk dapat menjanjikan masa depan mereka. Hambatan

  • – hambatan struktural yang cukup mempengaruhi mengapa petani
  • – petani di kabupaten cilacap belum dapat berkembang secara intensif dari segi pertanian secara umum adalah hambatan sikap mental masyarakat yang belum menyadari sepenuhnya bahwa lahan pertanian dapat dijadikan sebagai mata pencaharian utama. Kedua bahwa tingkat pendidikan masyarakt akan pentingnya mengembangkan aspek kewirausahaan belum bertumbuh secara nyata, ketiga kurangnya modal sehingga dapat mengurangi animo masyarakat dalam berusaha. Keempat proses kelembagaan desa belum dapat berjalan sebagaimana mestinya pada hal kelembagaan desa dianggap sebagai salah datu pendukung dalam mengakses berbagai informasi termasuk pula proses pembelajaran untuk mendapatkan
  • – ide baru dari masyarakat. Berbagai hambatan tersebut dianggap cukup mempengaruhi pengembangan kehidupan petani secara keseluruhan sehinga menjadikan masyarakat petani di kabupaten cilacap harus diberdayakan.

  Usaha untuk meningkatkan pemberdayaan petani adalah usaha untuk meningkatkan pembentukan sikap mental melalui sikap mandiri dalam berusaha. Kenyataannya memang sampai saat ini secara umum system pertanian masih dilakukan secara tradisional. Alternatif pengembangan sikap mental petani adalah melalui peningkatan pendidikan non formal, peningkatan aktivitas melalui penyuluhan secara terus menerus agar petani memiliki pengetahuan dan wawan yang luas dalam bidang pertanian. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar petani di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak mampu untuk meningkatkan taraf hidupnya dikarenakan ketidakmampuan dalam menyerap teknologi baru yang ada.

  Dikatakan, pertanian merupakan tulang punggung utama dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Selama ini Cilacap masuk sebagai lumbung beras di Jateng bagian selatan. Panen padi di wilayah ini mencapai lebih dari 700.000 ton/tahun. Angka ini membuat Cilacap selalu surplus beras. Upaya menjaga prestasi ini adalah dengan konsisten membantu petani dalam menangani semua permasalahan yang dihadapi di lapangan. Ketersediaan Pupuk Sementara itu menurut Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertanak) Cilacap, permasalahan yang dihadapi petani selama ini adalah penanganan hama, ketersediaan air, ketersediaan pupuk, kendala teknis terkait ancaman banjir/- genangan dan permasalahan teknis lainnya.

  Penanganan hama, misalnya, langsung dilakukan begitu sebuah wilayah pertanian diserang hama tertentu. Bersama dengan petani, petugas melakukan penanganan. Masalah ketersediaan air, sangat banyak hal yang sudah dilakukan. Dari perbaikan saluran irigasi, penyiapan pompa bantuan dan langkah teknis lainnya. Demikian juga masalah ancaman adanya banjir atau genangan dari awal sudah dilakukan termasuk dengan terus menerus melakukan perbaikan/ pembuatan saluran air.

  Memasuki musim tanam awal tahun 2014 ini, petani di desa Adipala Kabupaten Cilacap mengalami kesulitan mendapatkan pupuk urea. Jika pun ada, harga pupuk urea sudah melambung hingga Rp 130 ribu setiap zak isi 50 kilogram. Normalnya, harga pupuk urea hanya Rp 95 ribu per zak. Tapi sekarang naik menjadi Rp 130 ribu per zak.

  Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cilacap, yang dikonfirmasi masalah ini, menyatakan, ketersedian pupuk urea untuk petani di Cilacap, sebenarnya masih tercukupi. Bahkan dia mengaku sudah melakukan inspeksi di gudang pupuk PT Pupuk Sriwijaya.

  Meski demikian dia mengaku, kekosongan pasokan pupuk memang terjadi di sejumlah distributor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT Pusri, hal ini disebabkan para distributor tersebut masih belum menebus pupuk. Dari data yang ada peroleh, ada sekitar 10 distributor pupuk PT Pusri yang belum melakukan penebusan. Pada tahun 2014 ini, kuota pupuk urea untuk Kabupaten Cilacap hanya sebesar 27 ribu ton. Kuota tersebut berkurang sebanyak 6.000 ton dibanding kuota tahun 2013 yang mencapai 33 ribu ton. Mengantisipasi pengurangan alokasi pupuk urea, Kepala Dinpertannak Cilacap Gunawan, sedang meningkatkan kampanye untuk menggunakan pupuk organik.

  •  --

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tertuang

  dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai negara hukum, peraturan menjadi sarana dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap hal yang menyangkut hidup orang banyak harus mempunyai legitimasi peraturan perundang-undangannya. Legitimasi tersebut penting untuk menjamin kepastian hukum serta keadilan bagi masyarakat. Menurut Jimly, peraturan perundang-unangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, baik yang ditetapkan oleh legislator maupun regulator atau lembaga pelaksana undang-undang yang mendapatkan kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan

  1

  berdasarkan peraturan yang berlaku. Peraturan perundangundangan tidak bisa dipisahkan dari sistem norma yang merupakan suatu susunan berjenjang dan setiap norma bersumber pada norma yang berada di atasnya, yang membentuk dan menentukan validitasnya serta menjadi sumber bagi norma

  2 yang di bawahnya.