PT. PLN Persero Pusat Pendidikan dan Pel

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
2. TEORI PEMBAKARAN
2.1. PENDAHULUAN
Teori pembakaran merupakan pengetahuan yang penting dalam rangkan memahami
proses pembakaran secara benar.
Namun sebelum membahas mengenai proses
pembakaran terlebih dahulu harus dipahami beberapa definisi dan konsep dasar yang akan
ditemui dalam analisis proses pembakaran bahan bakar.
2.1.1. Teori Unsur
Semua benda yang terdapat di alam ini terdiri dari unsur-unsur. Bagian terkecil dari suatu
unsur disebut ”Atom”, dimana atom suatu unsur tidak dapat diuraikan lagi secara kimia
menjadi partikel yang lebih sederhana tanpa kehilangan sifat unsur aslinya. Contoh unsurunsur tersebut diantaranya adalah nitrogen, karbon, oksigen, emas, hidrogen, sulfur, dan
lain-lain. Sampai saat ini telah ditemukan kurang lebih 111 unsur.
Untuk mempermudah identifikasi, maka tiap-tiap unsur diberi nama. Simbol kimia setiap
unsur memakai satu atau dua huruf yang merupakan bagian dari kata dalam bahasa latin.
Bila digunakan satu huruf, maka nama unsur ditulis dalam huruf besar. Bila terdiri dari dua
huruf, maka huruf pertama huruf besar dan huruf kedua huruf kecil.
Contoh nama unsur dan simbol kimianya :

Karbon (carbon)
: C.
Hidrogen
: H
Oksigen
: O
Sodium/Natrium
: Na
Belerang (sulphur)
: S
Timah (lead)
: Pb = Plumbum
2.1.2. Berat Atom dan Molekul
Atom didefinisikan sebagai pertikel-partikel yang paling kecil yang tidak dapat dibagi lagi.
Satu atom tunggal mempunyai diameter kira-kira :
1
cm = 10-8
100.000.000
Atom dari semua elemen terbentuk oleh tiga jenis partikel yang berbeda Elektron, Neutron,
dan Proton.

Setiap unsur terdiri dari inti atom dan elektron dimana elektron mengorbit mengelilingi inti
atom. Inti atom sendiri terdiri dari neutron dan proton. Atom-atom dari unsur yang berbeda
mengandung jumlah neutron, proton, dan elektron yang berbeda. Beberapa jenis unsur
seperti besi dan uranium memiliki atom-atom yang mengandung jumlah elektron orbit yang
sama dengan jumlah proton dalam inti, tetapi berbeda jumlah neutronnya. Perbedaan
semacam ini disebut ’Isotop’.
Untuk memudahkan perhitungan dalam proses penggabungan atom-atom , setiap atom
diukur beratnya. Berat atom suatu unsur dinyatakan dengan cara membandingkan berat
atom unsur tertentu dengan atom hidrogen yang dianggap memiliki berat atom satu ( 1 ).

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Karenanya berat atom seperti ini tidak memiliki satuan, sebagai contoh berat atom karbon
adalah 12. Ini berarti bahwa atom karbon 12 kali lebih berat dari atom hidrogen. Daftar berat
atom unsur-unsur dapat dilihat pada tabel 1.1.
Apabila atom-atom bergabung satu dengan yang lain secara kimia, maka dihasilkan
molekul. Atom-atom dari unsur-unsur misalnya hidrogen, oksigen dan nitrogen tidak pernah
berdiri sendiri. Atom-atom dari unsur-unsur tersebut selalu bergabung dan membentuk

pasangan-pasangan ( H2, O2, N2, ) dan gabungan-gabungan ini juga dinamakan molekul.
Apabila molekul bergabung sesuai dengan aturan tertentu maka masing-masing atom atau
molekul akan memiliki “ energi gabungan “ dibandingkan atom hidrogen. Energi gabungan
tersebut dinamakan valensi.
Tabel 1.1. Berat Atom dan Molekul
Nama Unsur/Bahan

Simbol

Berat Atom

1. Karbon (Carbon)
2. Hidrogen
3. Oksigen
4. Nitrogen
5. Belerang

C.
H2
O2

N2
S

12
1
16
14
32

Gabungan
1. Karbon dioksida
2. Air
3. Karbon monoksida

CO2
H2O
CO

-


Berat Molekul
2
32
28
12 + 32 = 44
2 + 16 = 18
12 + 16 = 28

Jika kita meletakan sejumlah unsur belerang dan karbon kedalam suatu tabung (Container),
kemudian dikocok, maka kedua unsur tersebut akan bercampur. Tetapi selama proses
pencampuran tersebut, kedua unsur tidak mengalami perubahan sifat dalam arti campuran
kedua unsur tersebut masih dapat dipisahkan secara fisik. Dalam istilah kimia, proses
seperti ini disebut campuran. Pada campuran, tidak akan terjadi penggabungan atom-atom.
Air laut adalah salah satu contoh dari suatu campuran yang terdiri dari garam ( Na Cl )
dengan air (H2 O ). Dalam campuran tersebut kedua macam molekul tidak mengalami
perubahan struktur berbeda itu tidak berubah pada campuran.
2.1.3. Komposisi Kimia
Apabila atom-atom atau molekul-molekul unsur bercampur dengan atom-atom atau
molekul-molekul unsur lain sehingga membentuk suatu zat baru yang memiliki sifat berbeda
dengan unsur-unsur aslinya, maka proses seperti ini disebut sebagai “ reaksi kimia “. Bahan

atau zat yang terbentuk sebagai hasil reaksi dinamakan sebagai “komposisi kimia“ atau
senyawa ( Chemical Compound ).
Jika kita mereaksikan partikel-partikel karbon dengan oksigen secara sempurna, maka akan
dihasilkan gas karbon dioksida ( CO2 ). Kita dapat menyatakan reaksi tersebut sebagai :
Carbon plus oksigen menjadi carbon dioksida. Atau secara sederhana :
C
+
O2
Unsur
unsur

reaksi

CO2
komposisi

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________

2.2. ANALISIS BAHAN BAKAR
Bahan bakar adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari unsur-unsur yang membentuk
reaksi pembakaran dengan oksigen. Secara elementer komposisi bahan bakar terdiri dari
unsur hidrogen (H), Karbon (C), dan Sulfur (S).
Analisis bahan bakar biasanya dilakukan untuk menentukan macam-macam unsur dalam
bahan bakar yang tidak jarang memerlukan waktu.
Bagi keperluan rutin, testing batubara hanya dilakukan untuk menentukan :





Kandungan embun.
Kandungan abu.
Nilai kalor.
Kandungan belerang.

Tetapi setiap laboratorium pembangkit listrik juga melakukan pengujian untuk memperoleh
data mengenai karakteristik-karakteristik lain batubara yang dianggap penting sesuai
dengan kebutuhan unit pembangkitan yang bersangkutan. Ada 2 macam analisis yang

lazim dilakukan terhadap batubara yaitu :
(1) Analisis pendekatan (proximate analysis) yang memberikan data tentang kandungan
zat terbang, Carbon tetap, abu dan embun. Untuk melengkapi hasil pengujian,
biasanya dicantumkan juga data tentang nilai kalor dan kandungan belerang.
(2) Analisis ultimate (ultimate analyisis) yang memberikan data tentang komposisi bahan
bakar dalam presentase untuk Nitrogen, Oksigen, Carbon, abu, belerang Chlor dan
Hidrogen.

2.2.1. Proximate Analysis.
Merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel batubara untuk menentukan
kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter), abu serta Carbon tetap (fixed
Carbon).

(i) Kandungan Air (Moisture Content).
Air yang terkandung dalam batubara dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a. Free Moisture.
Semua batubara mengandung free moisture dalam jumlah tertentu. Asalnya mungkin dari
air tambang bawah tanah, air yang bergabung dalam proses pembentukan batubara serta
semprotan-semprotan air pada proses-proses pencucian maupun berasal dari hujan dan
salju.

Pada kebanyakan analisis, free moisture ditetapkan sebagai langkah pertama untuk
memeproleh total moisture, termasuk bagian yang menguap ketika sampel dalam proses
menuju keseimbangan dengan udara sekitar. Free moisture dinyatakan dalam presentase
dan diukur dari berkurangnya berat sampel antara 5 - 15 Kg.
Dengan cara menempatkan sampel pada udara yang bersikulasi bebas dengan
temperatur tidak lebih dari 15 0C diatas temperatur sekitar selama 16 sampai 24 jam.
Sampel tersebut disebarkan dengan rata sehingga memiliki ketebalan penampang sekitar
2,5 cm dan jika amat basah, maka waktu pengeringan mungkin meningkat sampai
melebihi 24 jam.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
b. Inherent Moisture.
Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 Kg sampel dipanaskan dalam oven
sampai 105 0C - 110 0C selama 5 - 6 jam dalam aliran udara lambat.
c. Air - Dry Moisture.
Untuk menetapkan kandungan air dari sampel laborat untuk analisis umum, dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu : dengan mengeringkan 1 gram sampel dalam sampel

dalam suatu oven vakum dengan cara yang sama dan terakhir penimbangan langsung
terhadap air yang diserap oleh absorbent (alat penyerap) dari gas Nitrogen kering yang
dilewatkan pada batubara yang ditempatkan dalam tabung pemanas.
Jika batubara dipanaskan di udara pada suhu lebih dari 100 0C tetapi dibawah titik
nyalanya maka akan terjadi perubahan lain selain hilangnya uap air yang meliputi :



Kehilangan berat sehubungan dengan evolusi gas-gas serta terurainya batubara.
Bertambahnya berat sehubungan dengan pembentukan peroksida padat. Pemakaian
Nitrogen untuk mengeluarkan Oksigen dapat mencegah terjadinya hal ini.

(ii) Ash Abu.
Ada tiga tipe abu :
a. Inherent ash (abu inherent) - kandungan abu yang tidak dapat dihilangkan dengan
metoda pembersihan apapun. Abu inherent boleh dianggap sama seperti unsur-unsur
pokok mineral dari bahan tumbuhan dari mana batubara diperoleh, ditambah endapan
(lumpur) dimana tumbuhan itu tumbuh.
b. Associated ash (abu campuran) - terdapat pada lapisan betubara sebagai bercakbercak. Diantaranya terdiri dari semacam zat mineral yang belum terpisahkan dari
bingkahan-bungkahan batubara selama penambangan.

c. Adventitous ash - tidak terdapat pada lapisan, tetapi berasal dari lantai atau atap
tambang yang tergantung pada kondisi geologis setempat. Adventitous ash mungkin
berupa lempung (tanah liat) tahan api atau serpihan Carbon dari tanah liat yang
mengendap pada air dangkal dilokasi tambang batubara.

(iii) Zat Terbang (Volatile).
Zat terbang dipakai sebagai pedoman dalam sistem klasifikasi batubara karena zat terbang
dapat mencerminkan tipe batubara serta karakteristiknya dalam suatu proses pembakaran.
Pengukuran dilakukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel betubara dalam wadah
peleburan pada 900 0C selama 7 menit tanpa kontak langsung dengan udara. Dihitung
berdasarkan berkurangnya berat setelah dikurangi dengan pengurangan berat karena
hilangnya uap air. Zat terbang terdiri dari Hidrogen dan Nitrogen yang ada dalam batubara
dan campuran organik yang amat kompleks dari unsur kimia.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
(iv) Fixed Carbon (Karbon Tetap).

Karbon tetap adalah zat yang tidak menguap dan tersisa setelah moisture, volatile
matter (zat terbang) dan kadar abu dihilangkan.
Fixed Carbon = 100 % - % Moisture - % Volatile Matter - % Abu.
Sulfur (belerang) dihitung terpisah, kadang-kadang dihitung sekaliian pada
penentuan nilai kalor.
(v) Nilai Kalor.
Nilai kalor merupakan dasar dan standard bagi penilaian bahan bakar. Nilai kalor adalah
ukuran dari energi panas dalam bahan bakar dan merupakan faktor utama dalam
penentuan harga batubara. Nilai kalor adalah banyaknya panas yang dapat dilepaskan
oleh setiap Kg bahan bakar jika dibakar sempurna. Dalam sistem S.I, nilai kalor dinyatakan
dalam satuan KJ/Kg. Ada 4 macam nilai kalor yang berbeda yaitu :
1.
2.
3.
4.

Nilai kalor kotor pada volume konstan (Gcv V).
Nilai kalor bersih pada volume konstan (Ncv V).
Nilai kalor kotor pada tekanan konstan (Gcv P)
Nilai kalor bersih pada tekanan konstan (Ncv P)

Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor kotor
pada volume konsstan. Nilai kalor yang lain selanjutnya dapat dihitung jika komposisi
bahan bakar diketahui. Kata “Gross (kotor)” menandakan bahwa panas laten penguapan
dari air yang terdapat dalam bahan bakar ditambah panas laten dari air yang terbentuk
selama pembakaran dimasukkan dalam
Harga Nilai kalor yaitu dengan cara mengembunkannya. Kata “Net (bersih)” menandakan
bahwa panas laten untuk membentuk uap air tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor
karena panas uap tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas laten ini
terbuang dalam bentuk uap air. Pada prakteknya, panas laten dari uap air ini tidak bisa
diperoleh kembali dalam kondisi operasi ketel, sehingga pabrik-pabrik pembuat ketel harus
menyatakan harga efisiensi ketel berdasarkan nilai kalor bersih (Ncv). Harga efisiensi ini
sekitar 4% lebih tinggi harga efisiensi yang dihitung berdasarkan nilai kalor kotor (Gcv).
Hal ini harus diperhitungkan bila akan membandingkan harga efisiensi ketel yang satu
dengan ketel yang lain. Proses pembakaran bahan bakar dalam sebuah bomb calorimeter
berbeda dengan proses pembakaran bahan bakar dalam ketel. Proses pembakaran dalam
bomb calorimeter berlangsung pada volume konstan sedang proses pembakaran pada
ketel berlangsung pada tekanan konstan.
Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan, maka gas hasil pembakaran
harus bebas mamuai sehingga melakukan kerja (work). Dengan demikian, nilai kalor kotor
pada tekanan konstan akan lebih tinggi dari pada nilai kalor yang diperoleh dari Bomb
calorimeter bila panas ekivalen dengan kerja (work) yang dilakukan diperhitungkan. Selain
itu ada beberapa rumus yang dipakai untuk menghitung nilai kalor bahan bakar. Tetapi
untuk ini perlu dilakukan analisis ultimate.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Menentukan Nilai Kalor dengan Menggunakan Bomb Kalori Mater.
Metode penentuan nilai kalor batubara adalah sebagai berikut :
Sejumlah kecil sampel dibakar dalam Oksigen yang ditempatkan didalam cawan yang
ditempatkan dalam bejana kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya ditempatkan
didalam bejana berongga yang lebih besar dimana didalam rongga dinding bejana diisi
dengan air untuk membentuk “Jacket”. Ini berfungsi memperkecil transfer panas antara
bejana kalorimeter dengan lingkungan.
Kemudian sampel dibakar dengan bantuan penyala listrik. Panas yang dilepaskan dari
proses pembakaran sampel tersebut kemudian diukur dengan cara mengukur temperatur
air dalam kalorimeter sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas jenis air.
Sulfur.
Penetuan sulfur adalah bagian dari analisis ultimate batubara tetapi hal ini dibicarakan
secara terpisah karena sangat menentukan harga. Sulfur dalam batubara ditemukan dalam
tiga macam bentuk.
(i) Sulfur Sulfat (tak berarti/bisa diabaikan).
(ii) Sulfur Organik (rata - rata 0,8%).
(iii) Sulfur Pyritik (rata - rata 0,8%).
Sulfur Sulfat terdapat dalam jumlah kecil Ferrous Sulphate (Fe SO4 7 H20) yang berasal
dai oksida pyrite besi (iron pyrites) (FeS) dan batu kapur/gips (Ca SO4 2H2O). Bahanbahan tersebut terbentuk lapisan tipis dalam batubara ketika larutan telah menguap.
Sulfur organik berkombinasi dengan Carbon dan Nitrogen untuk membentuk batubara.
Konsekwensinya bahan tersebut tidak bisa dihilangkan dengan pencucian dan cenderung
agak konstan. Pyrites adalah besi belerang (FeS). Bahan ini berbentuk bongkah-bongkah
padat dan lapisan yang berbentuk pita (band) tipis. Yang berbentuk partikel padat
dihilangkan oleh proses pencucian. Jumlah kandungan pyrite amat bervariasi.
2.2.2. Analisis Ultimat (Ultimate Analysis).
Analisis ultimat adalah suatu analisis yang dilakukan untuk menentukan unsur-unsur yang
terkandung dalam bahan bakar termasuk Chlorine, Phospor dan lain sebagainya. Untuk
keperluan yang berkaitan dengan teknologi bahan bakar, analisis ultimat terhadap
batubara terutama dilakukan untuk mengetahui kandungan Carbon, Hidrogen, Nitrogen
dan Sulfur.
Kandungan Oksigen biasanya ditentukan setelah unsur-unsur tersebut diatas diketahui
yaitu dengan cara 100 dkurangi jumlah unsur-unsur tersebut dinyatakan dalam persen.
Analisis ultimat merupakan sesuatu yang penting terutama dalam aplikasinya untuk
keperluan perhitungan dalam bidang teori pembakaran serta neraca panas.
Seperti sudah diketahui bahwa perkiraan nilai kalor - nilai kalor bahan bakar yang dihitung
berdasarkan analisis ultimat cukup valid. Hingga saat ini, analisis dasar berdasarkan
methode Liebig klasik memerlukan ketrampilan dan pengalaman serta memerlukan waktu
yang lama.
Karena itu, untuk keperluan perhitungan neraca panas analisis ultimat dilakukan secara
teratur. Tetapi seringkali juga cukup diambilkan dari data yang tercatat pada lembar
karakteristik batubara. Dibawah ini diberikan contoh Analisa Proximate dan Ultimate
batubara dari West Virginia Bituminous Coal - Kanguka Counting USA :

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Proximate Analisis.

Moisture
Volatile Matter
Fixed Carbon
Abu

AS RECEIVED
2,82
32,20
56,95
8,03
100,00

KERING
32,12
58,61
8,26
100,00

Ultimate Analysis.

CARBON
HYDROGEN
SULFUR
OKSIGEN
NITROGGEN
ABU
MOISTURE

AS RECEIVED
76,24
4,85
1,38
4,84
1,34
8,03
2,82
100,00

KERING
78,97
4,99
1,44
4,98
1,38
8,26
100,00

Nilai Kalor : 8604 Kcal/Kg - 8854 Kcal/Kg.
2.3. PROSES PEMBAKARAN
2.3.1. Segitiga Api
Pembakaran adalah reaksi kimia yang terjadi jika material mudah terbakar (combustible)
berreaksi dengan oksigen sehingga menghasilkan sejumlah panas yang besar. Untuk
mendukung terjadinya pembakaran diperlukan tiga kondisi yang harus dipenuhi secara
bersamaan, yaitu :
a. Adanya Oksigen
Didalam kimia pembakaran kita memerlukan bercampurnya bahan bakar dengan oksigen.
Tanpa oksigen pembakaran tidak akan terjadi. Didalam praktek, oksigen diperoleh dari
udara
b. Bahan bakar
Bahan bakar hanya akan menyala apabila temperaturnya naik hingga sesuai dengan
temperatur oksigen. Temperatur ini disebut sebagai ”temperatur penyalaan” (ignition
temperature). Semua material combustible mempunyai temperatur penyalaan sendirisendiri.
c. Sumber penyalaan
Proses pembakaran hanya dapat terjadi bila bahan bakar dan oksigen yang berada atau
diatas temperatur penyalaan atau dinyalakan oleh sumber penyalaan. Sumber ini dapat
berupa percikan api, api, bara atau metal yang membara.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Ketiga unsur tersebut biasa disebut dengan segitiga api.
Pada kondisi tertentu bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya tanpa bantuan sumber
penyalaan. Pembakaran semacam ini disebut pembakaran spontan. Pembakaran spontan
dapat terjadi apabila terdapat oksigen yang kontak langsung dengan bahan bakar serta
temperatur bahan bakar disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia yang menghasilkan
panas.
Kenaikan temperatur material combustible dapat disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia
yang menghasilkan panas. Laju pembakaran dan efisiensi pembakaran tergantung pada :
(i) Waktu (time)
Setiap reaksi kimia memerlukan waktu tertentu untuk terjadinya dan dalam hal pembakaran,
bubuk batubara (pf) harus berada dalam zona pembakaran didalam ruang bakar cukup
lama agar terbakar semuanya. Kurangnya turbulensi atau ukuran partikel pf yang terlalu
besar akan menyebabkan pembakaran masih terjadi di bagian atas ruang bakar dan laluan
gas.
(ii) Temperatur
Agar memungkinkan terjadinya pembakaran suatu zat, temperatur zat tersebut harus
berada atau diatas tingkat tertentu untuk mendukung terjadinya reaksi pembakaran.
Temperatur ini tergantung pada peningkatan kimia zat tersebut atau temperatur penyalaan.
Kegagalan mencapai temperatur penyalaan akan menyebabkan masuknya bahan bakar
yang bercampur dengan udara di ruang bakar sehingga dapat menimbulkan berbagai
masalah nantinya.
(iii) Turbulensi
Oksigen yang dipasok udara ke ruang bakar mungkin melintas langsung tanpa kontak
dengan bahan bakar. Turbulensi secara umum mencampur udara dan bahan bakar agar
terjadi pembakaran yang sempurna.Pertikel pf yang lebih berat cenderung mengendap
didalam pipa menuju burner. Untuk mencegah hal ini, maka aliran campuran udara/pf di
pusar (swirled) didalam burner. Selanjutnya turbulensi dilakukan dengan memusar aliran
udara sekunder.
2.3.2. Reaksi Kimia C, H, dan S dengan O2
Dalam setiap bahan bakar, unsur yang mudah terbakar adalah Carbon, Hidrogen dan
Sulfur. Karena itu, hanya ketiga unsur inilah yang banyak dibahas dalam persamaan rekasi
pembakaran.
Carbon (zat arang) :Dalam pembakaran (yaitu penyalaan bahan bakar karena adanya
Oksigen), Carbon dan Oksigen bisa menghasilkan dua hasil akhir
yang berbeda.
Jika tidak ada cukup Oksigen, maka Carbon tidak akan terbakar seluruhnya. Dua macam
persamaan rekasi pembakaran Carbon adalah sebagai berikut :
C

+

O2

CO2

(untuk Carbon yang terbakar sempurna dan panas yang dihasilkan adalah 8100 Kcal/Kg).
2C

+

O2

2CO

(untuk pembakaran Carbon yang tidak sempurna dan panas yang dihasilkan sebesar 2370
Kcal/Kg).

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Reaksi yang kedua menghasilkan produk “Carbon monoksida”.
Mengingat pembakaran tidak sempurna tidak dikehendaki karena tidak esluruh nilai kalor
Crabon dilepaskan, maka kita harus memastikan bahwa jumlah Oksigen cukup tersedia
untuk membentuk persamaan jumlah reaksi yang pertama. Nanti akan kita lihat bahwa,
dalam operasi ketel, kadar Carbonmonoksida didalam gas cerobong dimonitor dengan teliti
dan proses pemabakaran dalam ketel diatur sedemikian rupa untuk memperoleh
kandungan Carbonmonoksida yang minimum.
HIDROGEN : Hidrogen dalam bahan bakar yang dibakar akan menghasilkan uap air,
sesuai dengan reaksi berikut :
2 H2

+

O2

2 H2O

Panas yang ditimbulkan sebesar 34.000 Kcal/Kg.
SULFUR

: Sulfur yang dibakar akan menghasilkan gas Sulfurdioksida dengan reaksi :
S

+

O2

SO2

Panas yang ditimbulkan sebesar 2.500 Kcal/Kg.
2.4. KEBUTUHAN UDARA DAN UDARA LEBIH
Dalam pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa proses pembakaran
membutuhkan bahan bakar dan oksigen, tetapi untuk menggunakan oksigen murni pada
ketel merupakan suatu yang sangat mahal. Selain itu juga akan mengakibatkan suhu lokal
yang tinggi didalam ruang bakar ketel sehingga dapat merusak pipa-pipa dan logam
pembungkus ketel.
Didalam praktek kita menggunakan oksigen yang paling murah dan banyak tersedia yaitu
udara. Jika kita mengabaikan kandungan kecil dari gas-gas mulia yang ada dalam udara
seperti neon, xenon dan lain sebagainya, maka dapat dianggap bahwa udara kering sebagai
campuran dari gas Nitrogen dan Oksigen.
Proporsi Oksigen dan Nitrogen dalam udara baik dalam satuan volume maupun dalam
satuan berat berdasarkan persentasenya adalah :
Berdasarkan berat : Oksigen = 23,2%; Nitrogen = 76,8%.
Berdasarkan volume : Oksigen = 21% ; Nitrogen = 79 %.
Perbedaan persentase dalam satuan berat dan satuan volume disebabkan oleh kenyataan
bahwa jika kita menimbang 21% Oksigen dalam satuan volme 79% untuk sejumlah sampel
udara, maka perbedaan berat antara molekul Oksigen dan Nitrogen (Oksigen 16 dan berat
Nitrogen 14) membuat analisis tersebut berat sebelah/meragukan berdasarkan berat
sehubungan dengan atom-atom Oksigen yang sedikit lebih berat.
Nitrogen dalam udara tidak turut bereaksi dalam proses reaksi pembakaran dan tidak
mengalami perubahan sampai keluar menuju cerobong. Selain membantu mendinginkan
ruang bakar sehingga menurunkan temperatur sampai pada batas kemampuan metalurgi,
maka secara umum kehadiran Nitrogen merupakan kerugian karena menipiskan (dilute)
oksigen serta dapat menghalangi kontak langsung antara molekul-molekul Oksigen dengan
partikel bahan bakar.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
2.4.1. Kebutuhan Udara Teoritis.
Analisis pembakaran untuk menghitung kebutuhan udara teoritis dapat dilakukan dengan
dua cara :
(1) Berdasarkan pada satuan berat.
(2) Berdasarkan pada satuan volume.
Pada analisis pembakaran selalu diperlukan data-data berat molekul dan berat atom dari
unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar. Contoh Berat Atom dan Molekul zat-zat
dalam bahan bakar dapat dilihat pada tabel 1.
Analis Pembakaran Berdasarkan Berat
Untuk menghitung kebutuhan teoritis yang diperlukan untuk membaka sempurna sejumlah
bahan bakar tertentu, maka analisis ultimat terhadap bahan bakar harus dilaksanakan.
Persamaan pembakaran untuk Carbon seprti sudah dijelaskan sebelumnya adalah :
Carbon
C

+
+

Oksigen
O2

Karbondioksida
CO2

Karena itu, dari tabel berat atom dan berat molekul diatas dapat dilihat bahwa :
12 Kg
Carbon

+
+

32 Kg
Oksigen

44 Kg
Karbondioksida

Ini berarti bahwa setiap kg Karbon memerlukan 2,66 Kg Oksigen secara teoritis untuk
membakar sempurna Carbon menjadi Carbondioksida.
Demikian pula persamaan untuk Hidrogen adalah :
Hidrogen
2H2

+
+

Oksigen
O2

Air
2 H2O

Ini berarti,
4 Kg
Hidrogen
Karena itu,

+
+

32 Kg
Oksigen

36 Kg
Air

1 Kg
Hidrogen

+
+

8 Kg
Oksigen

9 Kg
Air

Jadi untuk tiap kg hidrogen memerlukan 8 kg oksigen untuk pembakaran sempurna menjadi
air. Demikian pula untuk Sulfur, persamaan pembakaran adalah :
Sulfur
S

+
+

Oksigen
O2

Sulfurdioksida
SO2

Oleh karena itu,
32 Kg
Sulfur

+
+

32 Kg
Oksigen

64 Kg
Sulfurdioksida

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
atau
1 Kg
Sulfur

+
+

1 Kg
Oksigen

2 Kg
Sulfurdioksida

Ini berarti untuk tiap kg Sulfur memerlukan 1 kg Oksigen untuk membakar sempurna Sulfur
menjadi Sulfurdioksida. Jika Oksigen yang diperlukan untuk membakar masing-masing
unsur pokok dalam batubara dihitung dan kemudian dijumlahkan, maka akan ditemukan
kebutuhan Oksigen teoritis yang diperlukan untuk membakar sempurna seluruh bahan bakar
tersebut.
Tetapi mengingat batubara sendiri biasanya mengandung Oksigen, maka Oksigen ini akan
dilepaskan selama proses pembakaran berlangsung dan akan beraksi dengan unsur-unsur
yang dapat terbakar didalam bahan bakar.
Oleh karena itu, untuk memeproleh harga kebutuhan Oksigen teoritis yang sebenarnya,
maka kebutuhan Oksigen yang telah dihitung berdasarkan persamaan rekasi pembakaran
seperti diatas harus dikurangi dengan kandungan Oksigen dalam bahan bakar. Karena bila
menggunakan udara untuk proses pembakaran dalam ketel-ketel, maka udara teoritis yang
dibutuhkan untuk membakar sempurna 1 kg bahan bakar yang digunakan adalah :
100
Kebutuhan Oksigen teoritis x
23,2
Karena 23,2% udara mengandung Oksigen. Rumus untuk menghitung kebutuhan udara
teoritis adalah :
Kebutuhan udara teoritis = 100/23,2 [ O2 yang diperlukan oleh Karbon + O2 yang diperlukan
oleh Hidrogen + O2 yang diperlukan oleh Sulfur - O2 dalam batubara]
Secara sistematis ini biasa dinyatakan sebagai : udara teoritis = 100/23,2 [O2 yang
diperlukan olah C + O2 yang diperlukan oleh H2 + O2 yang diperlukan oleh S - O2 dalam
bahan bakar] .
Udara teoritis = 4,31 [2,66 C + 8 (H - O/8) + S] Kg/100 Kg.
Dimana

C
H
O
S

= % Carbon/Kg bahan bakar
= % Hidrogen/Kg bahan bakar
= % Oksigen/Kg bahan bakar
= % Sulfur /Kg bahan bakar

Karena 100 Kg udara mengandung 23,2 Kg Oksigen. Dengan demikian 1 Kg dikandung
dalam :
100
Kg udara = 4,31 Kg udara.
23,2

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Contoh :
Analisis ultimate sejenis batubara adalah :
Carbon ( C )
Hidrogen (H)
Nitrogen (N)
Sulfur (S)
Oksigen
Abu (ash)
Moisture

56,8%
3,7%
1,3%
2,0%
7,0%
16,7%
12,5%
100,0%

Hitung kebutuhan udara teroitis :
Oksigen Minimal yang diperlukan untuk Carbon :
Carbon yang ada dalam 1 Kg bahan bakar = 0,568 Kg.
Jika 1 Kg Karbon memerlukan 2,66 Kg Oksigen, maka :
0,568 Kg Carbon memerlukan :
2,66 x 0,568 = 1,515 Kg
Oksigen Minimal yang diperlukan untuk Hidrogen :
Hidrogen yang terdapat dalam 1 Kg bahan bakar = 0,037 Kg.
Jika 1 Kg Hidrogen memerlukan S Kg Oksigen, maka :
0,037 Kg Hidrogen memerlukan :
8 x 0,037 = 0,296 Kg.
Okigen Minimal yang diperlukan untuk Sulfur :
Sulfur yang ada dalam 1 Kg bahan bakar = 0,02 Kg.
Jika 1 Kg Sulfur memerlukan 1 Kg Oksigen, maka :
0,02 Kg Sulfur memerluka :
1 x 0,02 = 0,02 Kg.
Nitrogen dan abu bukan merupakan unsur-unsur yang dapat terbakar sehingga tidak
memerlukan Oksigen. Oksigen yang terdapat dalam 1 Kg bahan bakar adalah 0,07 Kg.
Oleh karena itu, dari persamaan ;
Udara teoritis = 100/23,2 [O2 yang diperlukan oleh C + O2 yang diperlukan oleh H2 + O2 yang
diperlukan oleh S - O2 dalam bahan bakar].
Maka udara teoritis (UT) = 100/23,2 [1,515 + 0,296 + 0,02 - 0,07]
100/23,2 [1,831 - 0,07]
4,31 x 1,761
7,59 kg udara per 1 kg bahan bakar.
Analisis Pembakaran Berdasarkan Volume.
Metode kedua untuk menghitung jumlah Oksigen yang diperlukan adalah berdasar volume.
Jika suatu analisis bahan bakar dinyatakan dalam persentase berdasar volume, maka suatu
perhitungan yang serupa dengan perhitungan berdasarkan berat bisa dilaksanakan untuk
menentukan volume dari udara teoritis yang dibutuhkan.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Untuk menentukan udara teoritis yang diperlukan, maka kita harus mengerti hukum dasar
yang diperkenalkan seorang ilmuwan yang bernama “Avogadro” dan disebut hukum
Avogadro. Hukum ini menyatakan : “Gas-gas dengan volume yang sama pada suhu dan
tekanan standard (00C dan tekanan sebesar 1 bar) berisikan molekul-molekul dalam jumlah
yang sama”.
Dari hukum ini dapat ditarik kesimpulan bahwa proporsi yang dinyatakan dengan jumlah
molekul adalah juga proporsi berdasarkan volume. Oleh karena itu, jika suatu gas memiliki
jumlah molekul 2 kali lebih banyak dibanding jumlah molekul pada gas lain, maka gas yang
pertama akan mempunyai volume 2 kali besar dari gas yang kedua.
Jika kita menyatakan berat gas dengan “Gram Molekul”, yaitu berat molekul gas tersebut
dikalikan satu gram, maka akan ditemukan bahwa berat gram molekul dari gas apa saja
akan mengisi volume yang sama pada suhu dan tekanan yang standard. Volume ini adalah
22,4 liter. Dengan mengacu pada tabel 3.1, maka molekul dari suatu gas adalah
2 gram Hidrogen akan mengisi 22,4 liter.
32 gram Oksigen akan mengisi 22,4 liter.
28 gram Nitrogen akan mengisi 22,4 liter, dan seterusnya untuk gas-gas lain.
Berikut dibawah ini menyatakan persamaan reaksi pembakaran berdasarkan volume.
Untuk Hidrogen :
Hidrogen
2 H2O
2 volume

+
+
+

Oksigen
O2
1 volume

Air
2 H2O
2 volume.

Yaitu :
2 liter
Hidrogen

+
+

1 liter
Oksigen

2 liter
Air

Atau :
1 liter
Hidrogen

+
+

½ liter
Oksigen

1 liter
Air.

Untuk Methane (CH4)
Methane
CH4
1 volume
1 liter
Methane

+
+
+
+
+

Oksigen
2 O2
2 volume
2 liter
Oksigen

Karbondioksida + Uap air
CO2 + 2 H2O
1 volume + 2 volume
1 liter + 2 liter
Karbon monoksida + Uap air

Untuk Carbon Monoksida
Karbon monoksida
2 CO
2 liter
Carbonmonoksida

+
+
+
+

Oksigen
O2
1 liter
Oksigen

Karbon dioksida
2 CO2
2 liter
Karbondioksida

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
atau,
1 liter
Karbon monoksida

+
+

½ liter
Oksigen

1 liter
Karbon dioksida

Berikut ini jika sampel gas alam mempunyai analisis volume sebagai berikut :
Hidrogen
Methane
Carbonmonoksida
Carbondioksida
Nitrogen
Oksigen

15%
2%
21%
6%
54%
2%

Udara minimal (atau udara teoritis) yang diperlukan untuk pembakaran sempurna bisa
dikalkulasikan/dihitung berdasar rumus berikut :
Udara teoritis = 100/21 [O2 yang diperlukan oleh H2 + O2 yangdiperlukan oleh CH4 + O2
yang diperlukan oleh CO - O2 dalam bahan bakar].
Udara yang mengandung 21% Oksigen berdasar volume.
Untuk 1 liter bahan bakar.
Oksigen Teoritis yang diperlukan untuk Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam 1 liter bahan bakar = 0,15 liter. Karena itu, jika 1 liter H2
memerlukan 0,5 liter O2 maka 0,15 liter memerlukan = 0,5 x 0,15 = 0,075 liter Oksigen.
Oksigen Teoritis yang diperlukan untuk Carbon monoksida.
Carbon monoksida yang terdapat dalam 1 liter bahan bakar = 0,21 liter. Karena itu, jika 1
liter Carbon monoksida memerlukan0,5 liter Oksigen maka 0,21 liter memerlukan 0,5 liter
Oksigen maka 0,21 liter memerlukan = 0,5 x 0,21 = 0,105 liter Oksigen. Carbon dioksida
dan Nitrogen tidak bisa terbakar dan tidak memerlukan Oksigen.
Oksigen yang tedapat dalam bahan bakar 0,02 liter. Karena itu :
Udara teoritis = 100/21 [O2 yang diperlukan H2 + O2 yang diperlukan oleh CH4 + O2 yang
diperlukan oleh CO - O2 dalam bahan bakar].
Udara teoritis = 100/21[0,075 + 0,04 + 0,015 - 0,02]
= 100/21 x 0,218
= 1,04 liter udara.
Kini sudah dapat diketahui bahwa kebutuhan udara minimal atau teoritis untuk
pembakaran sempurna dapat dihitung baik dalam satuan berat maupun dalam satuan
volume.
2.4.2. Pembakaran Sempurna.
Dalam prakteknya, pembakaran sempurna dengan udara teoritis sangat sulit dicapai
karena pada kenyataannya, disebabkan oleh beberapa faktor, tidak semua oksigen dapat
bertemu dan bereaksi dengan unsur-unsur dalam bahan bakar.Karena itu, untukmenjamin
terlaksananya proses pembakaran sempurna, maka dioberikan sejumlah udara lebih
(Excess air).

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Tetapi mengingat udara lebih akan membawa panas keluar cerobong, maka jumlah udara
harus merupakan kompromi antara bertujuan untuk menciptakan pembakaran sempurna
serta usaha untuk mengurangi kerugian panas ke cerobong sekecil mungkin.
Jumlah udara lebih yang diperlukan tergantung pada tipe ketel dan komposisi bahan bakar
yang sedang dibakar serta jenis bahan bakar seperti batubara, minyak atau gas. Secara
umum, udara lebih pada ketel modern berkisar antara 19% - 35%.
Udara lebih dapat diketahui dengan rumus :
Udara sebenarnya - udara teoritis
% kelebihan udara =

x 100%
udara teoritis

Dibawah ini dapat dilihat banyaknya gas CO2 yang keluar dicerobong dan udara lebih
(Excess air) yang dibutuhkan.
Tabel 4. Hubungan Gas CO2 dan Udara Lebih.
CO2

% UDARA LEBIH

CATATAN/KETERANGAN

18,5
18,0
16,0
14,0
12,0
10,0
8,0

0
5
19
36
58
90
138

teoritis
batasan normal
untuk ketel p.f
batasan untuk
chain grate

Dalam hal pengoperasian ketel, nilai CO2 itu tersendiri tidak penting.Tetapi bila dikaitkan
dengan masalah efisiensi, pemantauan harga CO2 menjadi sangat penting karena % CO2
merupakan indikator yang tetap terhadap banyaknya udara lebih yang dimasukkan
kedalam ketel.
Dengan memonitor persentase O2 dalam gas buang, kita juga dapat mengetahui
persentase udara lebih. Hubungan antara CO2 dan O2 dalam gas buang dinyatakan
dengan :
21 - % O2
% CO2 = 15,93 (

)
21

Adanya kesulitan dalam hal rehabilitas terhadap pengukuran CO2 dan O2 menyebabkan
ditetapkannya Instrumen pencatat Carbonmonoksida yang bisa berfungsi lebih reliabel
dengan sensitivitas yang tinggi.
Munculnya Carbonmonoksida dalam gas buang
merupakan indikasi terjadinya pembakaran yang tidak sempurna. Ini dapat diantisipasikan
dengan menaikkan jumlah udara lebih atau memperbaiki efisiensi Mill. Atau jika kita
memonitor CO2 dalam gas asap, udara lebih juga dapat kita ketahui dengan rumus :

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
CO2 teoritis
% udara lebih = (

- 1) x 100
CO2 aktual

Secara umum, harga % CO2 teoritis untuk bahan bakar adalah sebagai berikut :
BAHAN BAKAR

% CO2
15,3
18,5
11,7

Bahan bakar minyak
Batubara - batubara Bituminous
Gas alam

Pemantauan terus-menerus terhadap jumlah udara lebih yang disuplai ke ketel dapat
dilakukan dengan cara mengukur persentase Carbondioksida. Hal ini disebabkan karena
makin banyak udara lebih ditambahkan kedalam ketel, maka persentase Carbondioksida
dalam gas asap akan turun sebagai akibat dari bertambahnya jumlah total udara yang
dipakai. Dengan kata lain, udara lebih akan menipiskan (dilute) Carbondioksida.
Menentukan udara lebih dengan berdasarkan jumlah gas O2 keluar cerobong.
Udara lebih pada ketel bisa ditentukan dari jumlah O2 dalam gas asap dengan persamaan :
O2 % x 100
Udara lebih =
21 - O2 %
Dengan mensubtitusikan harga O2 kedalam rumus diatas, maka akan kita ketahui % udara
lebih seperti contoh berikut :
% O2
% Udara lebih

0
10,5
0

2

4

6

8

10

11

24

40

62

91

100

Menentukan udara lebih dengan berdasarkan jumlah gas CO2 keluar cerobong.
Selain itu, udara lebih juga bisa ditentukan dari % CO2 bila CO2 maksimal teoritis untuk
bahan bakar yang digunakan diketahui. Seperti sudah diperlihatkan sebelumnya bahwa
presentase CO2 ini adalah sekitar 18,5 % untuk batubara Bituminous.
% CO2 teoritis
Udara lebih =
% CO2 yang aktual
Bila disubtitusikan harga CO2 aktual kedalam rumus diatas, maka akan kita peroleh %
udara lebih seperti pada contoh dibawah.
% CO2
% Udara Lebih

18,5
0
210

16,0
16,3

14,0
33

10,0
86

8,0
133

6,0

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Untuk bahan bakar minyak % CO2 teoritis adalah 15,3%.
Dengan cara yang sama akan diperoleh % udara lebih sebagai berikut :
% CO2
% Udara Lebih

15,3
6,0
0
155

14,0

12,0

10,0

8,0

9,3

27,5

53,0

91,8

2.4.3. Pengaruh Udara Lebih (excess air)
Seperti telah diuraikan diatas bahwa tanpa udara lebih sulit memperoleh pembakaran
yang sempurna. Karena itu, dalam proses pembakaran selalu diperlukan udara lebih.
Besarnya udara lebih yang diperlukan untuk bahan bakar batubara tidak sama dengan
yang diperlukan oleh banah bakar minyak. Besarnya udara lebih harus tepat karena
sebenarnya udara lebih ini akan membawa sejumlah panas keluar ke cerobong. Jadi
sebenarnya udara lebih ini merupakan suatu kerugian bila ditinjau dari segi efisiensi.
Sekalipun demikian, tanpa udara lebih juga merupakan kerugian bila ditinjau efisiensi.
Karena itu jumlah udara lebih harus tepat dan ini merupakan kompromi antara besarnya
kerugian karena udara lebih dengan kerugian karena pembakaran tak sempurna. Dengan
kata lain, jumlah udara lebih harus dibuat pada suatu harga tertentu dimana pada harga
tersebut besarnya kerugian yang diakibatkan berada pada tingkat minimum. Dibawah ini
dapat dilihat gambar ilustrasi proses pembakaran dengan variasi Excess Air.
Pada gambar 1a terlihat bahwa tanpa udara lebih, kerugian karena pembakaran tak
sempurna mencapai sekitar 25% yang terdiri dari 15% kerugian pada gas asap sedang
10% pada abu dan debu. Dengan 15% udara lebih seperti gambar 1b kerugian karena
pembakaran tak sempurna akan berkurang menjadi sekitar 3 % tetapi kerugian gas asap
bertambah besar.

Gambar 1a. Analisa gas buang dengan
Tanpa excess air

Gambar 1b. Kondisi gas buang dengan
Excess Air 15%.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________

Gambar 2. Kondisi gas buang dengan excess Air 100%.
Pada gambar 1a terlihat bahwa tanpa udara lebih, kerugian karena pembakaran tak
sempurna mencapai sekitar 25% yang terdiri dari 15% kerugian pada gas asap sedang
10% pada abu dan debu. Dengan 15% udara lebih seperti gambar 1b kerugian karena
pembakaran tak sempurna akan berkurang menjadi sekitar 3 % tetapi kerugian gas asap
bertambah besar.
Pada gambar 2 dengan 100% udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna
turun menjadi sekitar 0,5% tetapi kerugian gas asap menjadi besar. Jadi dengan naikanya
udara lebih, kerugian karena pembakaran tak sempurna turun tetapi kerugian karena
panas yang dibawa oleh gas keluar cerobong bertambah.
Kurva besarnya kedua kerugian tersebut dapat dilihat pada gambar 3, yaitu kurva
menunjukkan hubungan antara jumlah Excess Air yang dipakai dan Heat Loss
(kehilangan panas) pada ketel.

Gambar 3. Hubungan Antara Excess Air dan Heat Loss.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Pada gambar 3, terlihat bahwa kerugian minimum (heat loss terendah) terjadi pada harga
Excess Air sekitar 22%. Untuk pengoperasian yang efisien, maka ketel harus
dioperasikan dengan jumlah udara lebih dimana harga kerugian minimum. Karena itu,
memonitor udara lebih menjadi hal yang cukup penting. Pada Pembangkit PLTU untuk
memonitor banyaknya Excess Air dengan mengukur % gas CO2 atau % gas O2 pada gas
buang.
2.5. PENGARUH SUHU PADA PEMBAKARAN
Proses pembakaran suatu zat (bahan bakar) dapat terjadi, bilamana temperatur dari zat
tersebut berada pada suatu harga tertentu yang cukup untuk memulai terjadinya reaksi
pembakaran. Harga temperatur ini tergantung pada komposisi kimia dari masing-masing
zat dan temperatur ini disebut sebagai “Temperatur Penyalaan”. Oleh karena itu
temperatur ruang bakar harus cukup tinggi untuk menjamin bahwa campuran bahan bakar
dan udara akan mencapai temperatur penyalaannya pada zona pembakaran. Dibawah ini
table temperatur penyalaan untuk berbagai unsur persenyawaan.
Tabel 4. Temperatur Penyaaan Berbagai Unsur Persenyawaan.
JENIS BAHAN
ZAT

Sulphur (Belerang)
Bituminous Coal
Semi - Bituminous
Coal
Anthracite
Acetylene
Ethane
Hydrogen
Methane
Carbon Monoxide

SIMBOL KIMIA

S

C2H2
C2H6
H2
CH4
CO

TEMPERATUR PENYALAAN
C

F

243
408
466

470
766
870

496
482
538
610
650
654

925
900
1000
1130
1130
1210

2.5.1. Pengaruh Kadar Sulfur
Salah satu unsur yang terkandung dalam bahan bakar adalah Sulfur. Sulfur bila dibakar
akan menghasilkan panas. Dengan demikian Sulfur juga memberikan kontribusi terhadap
nilai kalor bahan bakar. Meskipun demikian, adanya Sulfur didalam bahan bakar akan
meningkatkan potensi pembentukan Asam Sulfat yang sangat korosif terhadap logam.
a. Produksi Asam.
Reaksi pembakaran belerang dan pembentukan Asam Sulfat adalah sebagai berikut :
S
+
O2
SO2
SO2 +
½ O2
SO3
SO3 +
H2O
H2SO4

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
Dalam pembakaran Belerang (S) akan bereaksi dengan Oksigen menjadi Belerang
dioksida (SO2). Selanjutnya dengan adanya Oksigen berlebih akan membentuk Belerang
trioksidda (SO3) dan yang terakhir ini akan bereaksi dengan air (H2O) akan membentuk
Asam Sulfat (H2SO4) yang korosif.
Korosi dan Deposit.
Bilamana temperatur gas buang pada cerobong lebih rendah dari titik embun gas Asam
Sulfat maka Asam Sulfat akan membentuk deposit dan akan menempel pada logamlogam yang dilalui gas asap. Hal ini akan mengakibatkan berlangsungnya proses korosi
suhu rendah oleh Asam Sulfat terhadap logam-logam tersebut.
Komponen ketel yang paling sering terkena korosi Asam Sulfat adalah elemen sisi dingin
Pemanas Udara (Air Heater). Salah satu cara untuk mengurangi resiko terhadap korosi
Asam Sulfat adalah mencegah pengembunan Asam Sulfat. Hal ini dapat dicapai dengan
mengusahakan agar temperatur didaerah elemen sisi dingin Air Heater selalu lebih
tinggi dari titik embunnya. Titik embun ini tergantung pada kandungan Sulfur dalam
bahan bakar serta % udara lebih.

Gambar 4a, korelasi antara titik embun terhadap % udara lebih untuk bahan bakar
dengan kandungan Sulfur 3%.

Gambar 4b, korelasi banyaknya Excess Air dengan Pembakaran SO2.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
2.5.2. Pengaruh Kadar Abu
Bahan bakar yang banyak mengandung abu adalah betubara. Sedangkan bahan bakar
minyak sangat sedikit mengandung abu. Unsur-unsur dalam abu yang menimbulkan
masalah korosi dan penggerakan adalah Natrium, Vanadium. Pengaruh unsur-unsur
tersebut adalah sebagai berikut :




Memakan permukaan batu tahan api, menyebabkan korosi dan erosi sehingga bisa
bersih.
Mengurangi availability karena pembentukan kerak boiler tubes, ekonomiser dan air
heater.
Menyebabkan korosi pada pipa superheater karena pemebntukan kerak Natrium
Vanadet yang mempunyai titik leleh yang rendah (600 - 900 0C).

Kandungan abu yang tinggi dalam batubara akan mempengaruhi kapasitas peralatan
untuk fuel dan ash handling. Bila kandungan abu naik dari 5% menjadi 10%, maka
batubara yang dibutuhkan akan naik sebesar 5% dan abu yang ditangani akan menjadi
dua kali lipat. Kandungan abu yang tinggi juga akan menaikkan biaya pulverizer. Dengan
demikian biaya operasi akan dipengaruhi oleh kandungan abu. Yang lebih penting lagi
adalah komposisi abu, yaitu senyawa-senyawa yang terdapat dalam abu serta titik
lelehnya. Semua itu merupakan faktor penting bagi desain boiler.
Titik leleh akan menentukan furnance combustion rate dan pendinginan yang diperlukan
bagi gas buang sebelum masuk daerah konveksi. Senyawa-senyawa tersebut juga akan
mempengaruhi terjadinya slagging, fouling dan korosi dalam furnance dan peralatan akan
menentukan kebutuhan sootblower. Natrium adalah salah satu unsur yang menyebabkan
fouling didaerah konveksi.
Senyawa dalam abu umumnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu senyawa asam terdiri
dari Oksida silika (SiO2), Alumina (Al2O3) dan Titanium (TiO2) dan yang kedua adalah
senyawa bata yang terdiri dari Oksida besi (Fe2O3), Kalsium (CaO), Magnesium (MgO),
Natrium (NaO) dan Kalium(K2O).
Senyawa itu akan menentukan titik leleh abu yang selanjutnya akan menentukan slagging
potensial dan fouling potensial. Slagging adalah penempelan abu pada daerah radiasi
dan fouling adalah penempelan abu pada daerah konveksi. Untuk mengendalikan
slagging dan fouling pada boiler, biasanya dibersihkan dengan menggunakan sootblower
yang menggunakan udara atau uap sebagai medium. Slagging dan fouling adalah
penting dalam operasi karena hal ini akan menentukan availability. Bila slagging dan
fouling terlalu berat bukan tidak mungkin bahwa unit pembangkit harus dihentikan guna
pembersihan.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
2.6. GAS BUANG
2.6.1. Asap.
Gas bekas adalah merupakan material tak terlihat yang disebarkan melalui cerobong.
Secara umum, gas asap berwarna hitam yang keluar dari cerobong menunjukkan bahwa
proses pembakaran didalam ketel yang berlangsung secara kurang sempurna. Penyebab
terbentuknya asap yang berwarna hitam ada beberapa faktor seperti :
a.
b.
c.
d.

Terbawanya debu dengan jumlah yang cukup banyak dalam gas asap.
Terdapat Carbon yang tak terbakar pada gas asap dalam bentuk jelaga (soot).
Adanya gas-gas berwarna seperti SO2, Nox terutama pada saat pembakaran minyak.
Adanya uap volatile matter.

Tetapi gas asap yang keluar dari cerobong juga dapat berwarna hitam meskipun hanya
mengandung sedikit Carbon yang takk terbakar yang bila ditinjau dari segi efisiensi, hal ini
sebenarnya dapat diabaikan. Sebaliknya, asap yang berwarna jernih secara umum
menyatakan bahwa proses pembakaran berlangsung secara sempurna. Terutama pada
proses pembakaran minyak.
Asap yang jernih biasanya dapat diperoleh dengan cara menurunkan % CO2 pada suatu
harga tertentu dimana udara lebih berada sedikit diatas harga optimum.
Selain berkaitan dengan masalah efisiensi, kepekatan gas asap juga berkaitan dengan
masalah lingkungan.
Asap yang pekat akan mencemari lingkungan dengan kadar
pencemaran yang lebih besar. Oleh sebab itu, pengukuran kepekatan gas asap menjadi
faktor yang perlu diperhatikan oleh pengelola PLTU mengenai lingkungan hidup yang ketat.
Pengukuran kepekatan gas asap dapat dilakukan dengan menggunakan kartu “Ringelmann”
atau dengan menggunakan meter asap tipe photo cell.
6.2. Persentase CO2 dan O2.
Banyaknya persentase CO2 dan O2 dalam gas buang sangat mempengaruhi efisiensi dari
pembakaran. Dengan menggunakan segitiga Ostwald, kita dapat menganalisa apakah
pembakaran berlangsung secara sempurna atau tidak.
Dibawah ini ditunjukkan cara penggunaan segitiga Ostwald.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________

CO2
max

A

P
CO2

O

O2
21% O2 (dalam udara)

B

Gambar.5 Diagram Segitiga Ostwald.
Dari segitiga Ostwald :
CO2
n=
CO max
0,21
n =
0,21 - 0
O2

U’ - U’min
=

0,21

U’

CO2 dan O2 prosen volume gas sisa pembakaran.
Dari diagram dapat dijelaskan sebagai berikut :



Gas CO2 dan O2 diukur dari gas sisa pembakaran dalam prosen volume sisa
pembakaran.
CO2 max adalah angka teoritis maksimum yang dapat dicapai oleh jenis bahan bakar
yang dipakai dan ditentukan oleh komposisi bahan bakar. Dari rumus didapat :
1,866 . C
CO max =





x 100%

G’min
Sumbu horizontal menunjukkan bahwa dalam udara pembakaran terdapat 21%
volume gas Oksigen.
Garis AB menunjukkan dimana terjadi pembakaran sempurna.
Titik-titik diluar garis AB (disisi luar segitiga) adalah suatu hal yang tidak mungkin
didalam segitiga menunjukkan pembakaran tidak sempurna.

PT. PLN (Persero)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Teori Pembakaran
_______________________________________________________________________________
6.3. Pengendalian Gas Buang.
Salah satu masalah dari suatu PLTU berbahan bakar fosil adalah dispersi (sebaran)
sebagai sisa pembakaran yang berupa abu terbang (debu), smoke (asap), SO2 dan Nox
yang keluar cerobong. Beberapa hasil sisa pembakaran dianggap sebagai pollutant (zat
pencemar). Dispersi buangan sisa pembakaran ini diusahakan kadarnya serendah
mungkin, dengan meninggikan cerobong sehingga sampai kepermukaan tanah pada
batas kadar yang dapat diterima (diijinkan).
a. Penangkap Abu.
Abu terbang (debu) yang terbawa oleh gas sisa pembakaran merupakan salah satu zat
pencemar utama PLTU berbahan bakar batubara. Seperti yang diketahui bahwa 80%
kandungan abu batubara, pada proses pembakaran akan menjadi abu terbang dan
dibuang lewat cerobong. Untuk mengontrol abu terbang dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Menggunakan penyaring kain (baghouse).
2. Menggunakan pengendap abu elektrostatik (Electrostatic Precipitator).
Pengendapan abu elektrostatik dianggap salah satu cara yang paling berhasil untuk
menurunkan kadar emisi abu terbang. Efisiensi pengumpulam abu tergantung dari daya
hantar listrik abu terbang, sedang daya hantar listrik abu erbang tergantung dari luas
permukaan penyerapan air, garam-garam dan kadar asam belerang (H2SO4).
b. Desulfurisasi (De SO x).
Belerang (S) yang terkandung dalam bahan bakar adalah salah satu sumber
pencemaran udara. Kadar total bele

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2