Pro Kontra Reklamasi Bali pdf

Pro Kontra Reklamasi Tanjung Benoa
Prima Yudha
Deskripsi Kasus 1 :
Ribuan orang yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa di Nusa Dua, Bali, Selasa, 17 Juni
2014, mendatangi kantor Gubernur Bali di kawasan Renon, Denpasar. Aksi ini dipicu oleh
keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Perpres
Nomor 45 tahun 2011 yang mengatur kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan
Tabanan).
Perubahan itu membuat status Teluk Benoa yang sebelumnya termasuk kawasan konservasi
menjadi zona penyangga konservasi, sehingga bisa dieksploitasi. “Ini jelas pesanan investor
untuk memuluskan reklamasi,” kata aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi),
Wayan Gendo Suardana.
Reklamasi di Teluk Benoa akan memperluas kawasan Tanjung Benoa hingga 700 hektare.
Reklamasi akan dilaksanakan oleh PT Tirta Wahana Bahari Internasional (TWBI), perusahaan
milik konglomerat Tommy Winata. Padahal, menurut studi kelayakan yang dilakukan oleh tim
dari Universitas Udayana, Denpasar, reklamasi tidak layak dilakukan. (Baca:Orang Bali di Luar
Negeri Tolak Reklamasi di Benoa)
Walhi yang didukung sejumlah elemen masyarakat Bali yang tergabung dalam aliansi ForBALI
khawatir, reklamasi akan menyebabkan meluasnya abrasi di perairan selatan Bali. Sebab, bila
reklamasi tetap dilakukan, akan terjadi perubahan pola arus dan gelombang.
Dalam pernyatan mereka, massa penentang reklamasi meminta perpres itu dicabut dan Gubernur

Bali tidak ikut-ikutan mendukung reklamasi tersebut. Apalagi audiensi perihal rencana reklamasi
dilakukan secara tertutup tanpa mengundang mereka dan elemen masyarakat lain.

1 Tempo.co,

17 Juni 2014 diakses pada 21 Mei 2015 pukul 20.00 WIB
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/06/17/058585835/Pro-Kontra-Reklamasi-Teluk-Benoa-Bali-TerusBerlanjut

Seusai aksi yang dilakukan oleh kelompok penentang, puluhan orang yang menamakan diri
Forum Bali Harmoni juga mendatangi kantor Gubernur Bali.(Baca: Tolak Reklamasi Teluk
Benoa, Warga Bali Cap Jempol Darah)
Dengan kawalan ketat polisi, mereka menggelar orasi untuk mendukung sikap Gubernur Bali
yang menjadi penyokong reklamasi. “Kami senang Perpres (Nomor 51 Tahun 2014) diterbitkan,
maju terus Bapak Pastika,” kata Wayan Ranten, salah seorang koordinator aksi.
Mereka menilai reklamasi Teluk Benoa akan menguntungkan bagi masa depan pariwisata Bali
karena memunculkan obyek wisata baru bagi Bali.
Alasan Pemerintah Merencanakan Reklamasi
Bali yang secara geografis sangat sempit, terus mengalami pengurangan lahan pertanian karena
alih fungsi akibat kemajuan pembangunan. Untuk itu, pemerintah harus memikirkan berbagai
upaya terobosan dalam menjaga perkembangan pembangunan pariwisata agar sejalan dengan

kelestarian pertanian sebagai nafas kebudayaan Bali. Konsep pariwisata budaya yang merupakan
ikon pariwisata Bali, tidak bisa dikembangkan hanya dengan mengandalkan apa yang ada dan
apa yang dimiliki saat ini. Diperlukan berbagai program terobosan dalam pembangunan
pariwisata, yang tetap mendukung kelestarian alam dan budaya Bali, sesuai slogan “Pariwisata
untuk Bali”.
Pemerintah Bali melalui Gubernurnya mengatakan beberapa hal latar belakang perlunya
reklamasi Teluk Benoa. Salah satunya wisata pantai di Pulau Bali merupakan daerah yang rawan
bencana, khususnya bencana tsunami. Menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan langkahlangkah antisipasi dan mitigasi bencana tersebut. Sejalan dengan kemajuan pembangunan di
wilayah Bali selatan, eksploitasi yang berlebihan terhadap alam dan lingkungannya, harus
diimbangi dengan upaya pelestarian lingkungannya.
Dipilihnya rencana reklamasi di kawasan Teluk Benua, mengingat kondisi di wilayah perairan
tersebut yang salah satunya adalah keberadaan Pulau Pudut, sudah sangat terancam akibat
perubahan iklim global.

Tujuan pemanfaatan kawasan Teluk Benoa antara lain untuk mengurangi dampak bencana alam
dan dampak iklim global, serta menangani kerusakan pantai pesisir. Kebijakan rencana
pengembangan Teluk Benoa adalah untuk meningkatkan daya saing dalam bidang destinasi
wisata dengan menciptakan ikon pariwisata baru dengan menerapkan konsep green development,
sebagai upaya mitigasi bencana, khususnya bahaya tsunami. Reklamasi ini akan menambah luas
lahan dan luas hutan bagi Pulau Bali, yang tentu sangat prospektif bagi kemajuan dan

kesejahteraan masyarakat Bali, apabila dikelola dengan tepat, arif dan bijak. Pengelolaan wilayah
perairan Teluk Benoa seluas 838 Ha, menurut rencana yang masih harus menunggu kajian final,
sebagian besar diantaranya atau sekitar 438 Ha akan dibangun hutan mangrove. Sementara
sekitar 300 Ha dibangun fasilitas umum seperti art centre, gedung pameran kerajinan,
gelanggang olahraga, tempat ibadah, sekolah, dsb, dan hanya sebagian kecil atau sekitar 100 Ha
dibangun akomodasi pariwisata. Kawasan tersebut sekaligus menjadi penyangga wilayah Bali
selatan, yang dikembangkan tetap berdasarkan filosofi tri hita karana.
Dalam perkembangan pembangunan ke depan, reklamasi dan kehadiran pulau baru ini memiliki
keuntungan bagi Bali sebagai berikut:
Secara geografis, luas pulau Bali akan bertambah. Pulau baru yang dibangun investor di kawasan
ini akan menjadi

milik Bali, milik masyarakat Bali. Demikian pula luas hutan kita, khususnya

hutan mangrove, akan bertambah. Keberadaan hutan bakau yang sangat luas di kawasan tersebut,
akan sangat melindungi kawasan pesisir dari ancaman abrasi akibat iklim global, termasuk
melindungi Bali dari bencana tsunami
Dalam hal lapangan kerja, dibangunnya akomodasi pariwisata dan fasilitas umum akan
memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat Bali dalam 5 sampai 10 tahun mendatang.
Diperkirakan sekitar 200.000 lapangan kerja baru akan tersedia di kawasan ini. Saat ini jumlah

angkatan kerja, khususnya lulusan perguruan tinggi, terus bertambah. Sementara lapangan kerja
mengalami stagnasi, karena sangat bergantung pada kondisi dan perkembangan pariwisata yang
sangat rentan terhadap kondisi keamanan, dan kondisi sosial lainnya. Sebagai contoh, pada saat
diskusi digelar, berlangsung upacara wisuda lulusan Universitas Udayana. Saat itu lebih dari 900
mahasiswa diwisuda, dari jenjang diploma hingga pasca sarjana. Mungkin sebagian dari jumlah
itu sudah bekerja, sementara sebagian lainnya menjadi pengangguran. Belum lagi lulusan
perguruan tinggi negeri dan swasta lainnya di Bali yang berjumlah sekitar 40 buah, yang

meluluskan mahasiswanya ratusan orang setiap tahun, bahkan ada perguruan tinggi yang
melaksanakan wisuda dua sampai tiga kali dalam setahun. Dapat dihitung berapa lulusan
perguruan tinggi yang berpotensi menganggur bertambah setiap tahun. Demikian pula lulusan
SMA/SMK yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka adalah angkatan kerja potensial
yang belum tentu semuanya mendapatkan pekerjaan. Angka pengangguran kita di Bali saat ini
memang terbaik di tanah air, tetapi itu tidak menjamin dalam tahun-tahun mendatang dapat
bertahan, apabila kita tidak berupaya menyiapkan lapangan kerja baru seluas-luasnya. Terlebih
lagi tahun 2015 kita akan menjadi bagian dari Komunitas Tunggal ASEAN, sejalan dengan
diberlakukannya ASEAN Free Trade Area(AFTA). Dalam masa tersebut, para pekerja dari luar
negeri akan datang ke Bali untuk bersaing mendapatkan pekerjaan dalam seluruh bidang, mulai
dari manager, sopir, sampai tukang sapu. Keberadaan lapangan kerja baru akan sangat membantu
persaingan kerja bagi para tenaga kerja lokal Bali. Demikian pula para penari dan seniman

lulusan SMK Kesenian, dan juga perguruan tinggi seni, akan mendapat kesempatan luas untuk
tampil dengan dibangunnya art centre dan akomodasi pariwisata baru.
Dalam mendukung pembangunan pariwisata, keberadaan pulau reklamasi akan menjadi destinasi
wisata baru. Konsep pariwisata budaya mutlak diimplementasikan dalam membangun dan
mengembangkan kawasan dan atraksi wisata di kawasan tersebut. Kejenuhan wisatawan asing
atas atraksi dan obyek wisata yang ada saat ini, wajib diantisipasi untuk 5 sampai 10 tahun ke
depan. Kita berharap pariwisata budaya kita menuju quality tourism, dalam arti wisatawan yang
datang adalah yang memang berwisata dan berbelanja di Bali. Di sisi lain, kita tidak boleh
menutup mata terhadap kemajuan yang dialami pariwisata negara-negara tetangga, seperti
Thailand, Malaysia, dan Singapura. Kita tidak boleh malu belajar dari kemajuan yang mereka
capai. Belum lagi daerah-daerah lainnya di tanah air yang sedang gencar-gencarnya membangun
pariwisatanya,

mulai dari yang terdekat

pengembangan

Kepulauan

Raja


Ampat,

yaitu Banyuwangi dan NTB,
yang

sangat

sampai pada

berobsesi mengalahkan

kemajuan

pariwisata Bali. Kawasan yang sudah ada di Bali, sangat sulit dikembangkan mengingat
sempitnya lahan. Oleh karena itu, kawasan pulau baru akan mudah dikembangkan termasuk
melalui diversifikasi program dan atraksi wisata budaya. Para perajin kita telah disediakan arena
pameran dan promosi. Para seniman, budayawan dan sekaa-sekaa kesenian yang ada, akan
disiapkan art centre dan panggung-panggung seni lainnya, sehingga akan mendorong kelestarian
seni budaya kita.


Penolakan Masyarakat Bali
Masyarakat Bali melalui komunitas ForBali dengan jelas – jelas menolak adanya rencana
reklamasi Teluk Benoa. Secara logika pembuatan pulau baru ini akan membawa dampak
negative yang amat banyak namun kenapa pemerintah tidak melihat ke arah situ. Masyarakat
Bali terus menyuarakan aksi penolakan dengan cara kampanye melalui media social dan juga
lewat konser band. Bukan hanya di Bali saja yang ramai, di luar Bali pun banyak pendukung
yang menyatakan tolak reklamasi Bali. Saya mencatat inti dari penolakan reklamasi adalah Teluk
Benoa merupakan daerah konservasi, tidak untuk direklamasi. Jika saja hal itu terjadi maka
bencana banjir akan segera tiba karena Teluk itu merupakan daerah penampung air dari sungai.
Kemudian, Bali tidak lagi menjadi pariwisata seutuhnya. Kenapa? jelas karena dengan adanya
reklamasi membuktikan bahwa kawasan tersebut merupakan buatan manusia bukan lagi dari
alam. Sedangkan masyarakat Bali yang kita tahu sangat kental akan budaya dan agamanya maka
dari itu apabila reklamasi untuk pariwisata terjadi, masyarakat setempat merasa tidak puas dan
bangga karena itu bukan Bali tapi buatan manusia. Selanjutnya, reklamasi bukan untuk
mensejahterakan masyarakat. Dengan adanya program ekonomi oleh gubernur Bali, masyarakat
setempat harus rela membiarkan alamnya hancur dan dieksploitasi oleh manusia. Pemerintah
lupa bahwa bukan hanya dibidang ekonomi saja yang harus diperhatikan tetapi juga pentingnya
aspek sosial budaya yang harus dipertimbangkan. Terakhir, reklamasi bukan solusi terhadap
permasalahan


alih

fungsi lahan

kepadatan

penduduk.

Justru

dengan

adanya reklamasi

menimbulkan banyaknya migrant yang berdatangan untuk mencari penghasilan karena piker
mereka tempat wisata adalah tempat yang cocok untuk membuka usaha.
Pelanggaran HAM Saat Rencana Reklamasi
Disaat gencar – gencarnya berita reklamasi Teluk Benoa, masyarakat Bali yang diwakili oleh
ForBali melaporkan pelanggaran HAM yang terjadi. Pertama, terkait penerbitan perpres 51 tahun

2014 yang tidak memperhatikan aspirasi masyarakat Bali. Kedua, terkait dengan penurun baliho
menjelang kedatangan presiden SBY. ForBALI juga mengadukan peristiwa intimidasi dalam
aksi ForBALI dan adanya upaya pembungkaman yang belakangan terjadi pada gerakan
penolakan reklamasi ini dengan upaya merobek baliho dan spanduk penolakan yang terpasang
diberbagai titik di Denpasar dan Badung.

Upaya melegalkan reklamasi Teluk Benoa tidak pernah berhenti. Di akhir masa jabatan Presiden
RI Susilo Bambang Yudhoyono malah merestui rencana reklamasi Teluk Benoa dengan
menerbitkan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014 Tentang perubahan atas perpres 45 tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan
(Sarbagita).
Terkait perubahan perpres Sarbagita, Presiden SBY memanggil khusus Yusril Ihza Mahendra
untuk melakukan kajian hukum mengenai perpres tersebut. Sejak itu, pemerintah agresif
melakukan upaya revisi termasuk melakukan konsultasi publik secara sembunyi-sembunyi dan
seluruh

proses

hanya


melibatkan

kelompok

yang

pro-reklamasi.

Sementara

komponen

masyarakat yang menolak reklamasi tidak dilibatkan. Bahkan, konsultasi publik yang dilakukan
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) tidak satu pun pihak kontra rencana
reklamasi Teluk Benoa yang dilibatkan termasuk organisasi yang juga anggota BKPRD yaitu
WALHI Bali.
Inti dari penerbitan perpres 51 tahun 2014 adalah mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa
dari kawasan konservasi menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal 700 hektar.
Pengaduan berikutnya adalah persoalan intimidasi. Misalnya ketika aksi massa dan parade
budaya di perairan Teluk Benoa dan “Pandawa Water Sport. Aksi tersebut didatangi oleh

sekolompok massa tidak dikenal berpakaian hitam dan bertubuh kekar. Pengaduan lain adalah
soal perusakan baliho penolakan yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Baliho di wilayah
Denpasar dan Badung yang berisi tuntutan menolak reklamasi Teluk Benoa dan Batalkan Perpres
No 51 Tahun 2014. ForBALI menolak reklamasi karena menginginkan pariwisata yang adil bagi
seluruh masyarakat. Selain itu, jika reklamasi terus dijalankan, tentu akan memiliki dampak bagi
kawasan pesisir.
Warga Bali mengatakan hak alam sudah direnggut apalagi tanah Bali merupakan tanah suci
menurut agama hindu banyak tempat peribadatan disana. Hak budaya dan lingkungan yang
dilanggar ialah, yang tadinya lokasi tanjung benoa merupakan tempat peribadatan kaum hindu
dan tempat penyembahan untuk dewa laut bisa jadi jika reklamasi ini terjadi akan menyebabkan
hilangnya budaya yang ada di Bali dan agama hindu. Lingkungannya ialah sudah jelas karena
orang Bali bersembahyang bersatu dengan alam, alam itu yang dimaksud lingkungan jika itu
terjadi maka ekosistem sekitar pun akan hancur. Nah, pelanggaran hak budaya dan lingkungan

inilah yang menjadi polemik di Bali. Untuk hak individual warga Bali juga terancam karena bisa
menghilangkan warga asli Bali. Jika reklamasi jadi maka akan banyak migrant yang datang ke
Bali untuk membuka usaha pariwisata dan warga asli Bali lama – lama akan tergerus.
Solusi Menurut Penulis
Saya harus berpendapat tanpa memihak pemerintah maupun masyarakat. Namun, kalau kita lihat
secara logika setelah melihat latar belakang reklamasi Bali saya secara pribadi menolaknya.
Karena sudah jelas dilihat dari geografis kawasan tersebut tidak layak untuk direklamasi
ditambah dengan uji kelayakan dari Universitas Udayana yang membuktikan tidak layak untuk
direklamasi. Itu tadi jawaban pribadi saya. Sekarang kita lihat dari sisi pemerintah andai proyek
ini ingin tetap terjadi namun tidak berbentur dengan pelanggaran HAM, langkah apa yang perlu
dilakukan pemerintah? Menurut saya, langakh awal ialah mempertemukan dari pihak pemerintah
dan masyarakat. Komunikasikan dengan baik dan secara intens berikan argumen – argumen yang
persuasif tentu

saja

dengan perlahan.

Lakukan komunikasi itu secara terus menerus.

Koordinasikan dengan pemimpin adat sampaikan pesan bahwa revitalisasi ini baik demi
masyarakat setempat. Terakhir, yang terpenting ialah pemerintah memberikan jaminan hak
terhadap masyarakat Bali. Jaminan hidup apabila terjadi bencana alam yang datang. Tentunya
pemerintah sudah mempertimbangkan proyek ini dengan melihat segi AMDAL dan negatifnya.
Dari sisi masyarakat, apabila pemerintah melakukan pendekatan dengan cara tadi saya yakin
masyarakat akan setuju dengan reklamasi Teluk Benoa. Karena menurut saya, hal yang
terpenting yang harus masyarakat inginkan ialah adanya jaminan. Entah itu jaminan sosial,
budaya, pendidikan, dll. Pokoknya yang berkaitan dengan efek reklamasi Teluk Benoa.
Dengan adanya rencana reklamasi Tanjung Benoa maka akan menimbulkan pelanggaran ham
yang berkelanjutan. Mulai dari budaya dan lingkungan kemudian hak individual. Kegiatan
reklamasi menimbulkan banyak dampak positif maupun negatif terhadap kelestarian lingkungan,
pertumbuhan ekonomi dan budaya Bali. Banyak masyarakat yang pro ataupun kontra terhadap
kegiatan reklamasi ini. Tetapi jika reklamasi dilaksanakan mengikuti prinsip – prinsip reklamasi
dan dengan komunikasi dan koordinasi yang sinergi dari segenap lembaga masyarakat, tujuan
dari reklamasi yang untuk memajukan suatu wilayah dan tidak mengesampingkan kelestarian
lingkungan bisa tercapai, sehingga manfaat reklamasi akan dirasakan bagi masyarakat Bali, baik
itu di sektor ekonomi, pariwisata, budaya ataupun kelestarian lingkungan.