Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

(1)

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI

Oleh :

Annisa Nurfatimah

NIM: 109084000053

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Annisa Nurfatimah 2. Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 23 April 1991

3. Alamat :Jl.Kasturi II J/4 Pancoranmas,Depok

4. E-mail : annisaftmh23@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. TK Islam Aisyah 6 (1995-1997) 2. SDN Anyelir 1 Depok (1997-2003) 3. SLTPN 41 Jakarta (2003-2006) 4. SMAN 6 Jakarta (2006-2009)

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013)

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

a. LPP Latansa (2009-2010)

IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : (Alm.) Agustin Indrianto

2. Ibu : Sunarti

3. Alamat : Jl.Kasturi II J/4 Pancoranmas Depok

4. Telepon : 021-7753877/081314383880


(7)

ii ABSTRACT

This research aims to discover the potential of the economic sectors in the Districts/ Cities in Bali and identify the economic interactions of Denpasar with the eight other Districts during 2005-2011. This research takes GDRP data of Bali and the nine Districts /Cities in Bali according to the business field. This research uses data analysis method that takes Location Quotients (LQ), Shift Share, Typology and the Gravity Model as its analysis tools to find out economic interactions between Denpasar and the eight other Districts in Bali.

Based on the LQ analysis, this research shows that Denpasar has five base sectors. They are electricity, gas and water sector; financial, lease and company service sector; manufacturing sector; trade, hotel and restaurant sector; and transportation and communication sector. In Badung, they have four dominant sectors consists of transportation and communication sector; trade, hotel and restaurant sector; construction sector; and electricity, gas and water sector. So does Buleleng, it has four base sectors. They are services sector; agricultural sector; quarrying sector and manufacturing sector. Meanwhile, in Gianyar, Bangli, Klungkung, Jembrana and Karangasem, there are three dominant sectors and in Tabanan, there is only two of it.

In Bali, there are two potential industry sectors which can be developed as the base sector, like electricity, gas and water sector and transportation and communication sector. The average LQ of electricity, gas and water sector about 0,801 and transportation and communication sector is 0,764. That value is

approaching LQ>1, so it‟s potentially developed as a base sector. Both of these

sectors have good growth in the district as well as in the city. They take V and VI typology, which means these sectors are non-base sector that has a rapid growth in the city level, despite slow growth in the Province level, so it‟s potentially to be developed into a base sector.

Gravity analysis shows that the establishment of Denpasar as the Centre of growth and governance is right, because of its strong economic interaction with eight other districts in Bali. The districs that have strong linkages with Denpasar city such as Klungkung, Tabanan, Badung and Gianyar, could be developed as a cooperative partner in the development of the region. Based on

Denpasar‟s leading sectors economic and the inter-regional economic linkages, the establishment of Denpasar as The Leading Strategic Region is considered to be appropriate.

Keywords: Economic sectors GDRP of Bali and the nine other districts/cities, Location Quotient, Shift Share, Sectoral Typology, and the Gravity Model


(8)

iii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari sektor-sektor ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali dan mengidentifikasi interaksi ekonomi Kota Denpasar dengan kedelapan Kabupaten lainnya selama tahun 2005-2011. Penelitian ini menggunakan data PDRB Provinsi Bali dan sembilan (9) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali menurut lapangan usaha. Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan alat analisis Location Quatient (LQ), Shift Share, Tipologi Sektoral, dan Model Gravitasi untuk mengetahui interaksi ekonomi antara Kota Denpasar dengan kabupaten-kabupaten di Bali.

Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan analisis LQ Kota Denpasar memiliki lima sektor basis yaitu sektor listrik, gas dan air; sektor keuangan, penyewaan dan jasa perusahaan; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Kabupaten Badung memiliki empat sektor basis yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air. Kabupaten Buleleng juga memiliki empat sektor basis yaitu sektor jasa-jasa; sektor pertanian; sektor penggalian dan sektor industri pengolahan. Sedangkan untuk Kabupaten Gianyar, Bangli, Klungkung, Jembrana, dan Karangasem memiliki 3 sektor basis. Hanya Kabupaten Tabanan yang memiliki 2 sektor basis. Terdapat dua sektor potensial untuk dikembangkan menjadi sektor basis secara keseluruhan di Provinsi Bali yaitu sektor listrik, gas dan air; sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai LQ rata-rata dari sektor listrik, gas dan air sebesar 0,801 dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,764, nilai tersebut mendekati LQ>1 sehingga berpotensi menjadi sektor basis. Kedua sektor ini memiliki pertumbuhan yang baik di Kabupaten/Kota dan menempati Tipologi V dan VI, yang berarti sektor ini adalah sektor non basis, memiliki pertumbuhan yang cepat di tingkat Kabupaten/Kota walaupun pertumbuhan di Provinsi lambat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sektor basis.

Analisis gravitasi menunjukkan penetapan Kota Denpasar sebagai pusat pertumbuhan dan pemerintahan tepat karena kuatnya interaksi ekonomi Kota Denpasar dengan Kabupaten-kabupaten lainnya. Daerah yang memiliki keterkaitan kuat dengan Kota Denpasar adalah Kabupaten Klungkung, Tabanan, Badung, dan Gianyar yang dapat dikembangkan sebagai mitra kerjasama dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan sektor unggulan yang dimiliki maupun adanya keterkaitan ekonomi antar daerah, penetapan Kota Denpasar dianggap tepat jika menjadi Kawasan Strategi Andalan.

Kata Kunci : PDRB sektor-sektor ekonomi Provinsi Bali dan Sembilan Kabupaten/Kota, Location Quotient (LQ), Shift Share, Tipologi Sektoral dan Model Gravitasi


(9)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada: 1. Ayah Alm. Agustin Indrianto dan Ibu Sunarti, atas doa dan kasih sayang yang

tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai.

3. Bapak Dr. Lukman dan Ibu Utami Baroroh M.Si selaku Ketua dan Sekretaris jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE. MSc., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan.


(10)

v

6. Aisyah Nurhasanah, untuk menjadi adik tersayang sekaligus sahabat bagi penulis.

7. Keluarga besar H. Sabur dan Amat Pi’i, terimakasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis.

8. Ratna dan Citra, terimakasih atas persahabatan dari awal kuliah hingga saat ini yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan semangat. 9. Sahabat SMA Isty, Mei dan Ane terimakasih atas motivasi dan membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10.Rekan-rekan The Komplek, Ichsan, Dimas Prabowo, Asep, Rhomdon terimakasih yang selalu menghibur di kala susah dan senang.

11.Dimas Aditya dan Aditya Nugraha terimakasih teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 12.Seluruh rekan-rekan IESP 2009, Lia, Wulan, Sani, Indah, Kana, Rini, Zona,

Dira, Ami, Rifqi, Andre, Kana serta teman-teman IESP Pembangunan dan Kelas B 2009 lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

13. Kakak-kakak senior angkatan 2007 dan 2008 yang sangat banyak membantu penulis. Khususnya Kak Yucup, Kak Riri, Kak Newning dan Kak Sofi.

14.Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian.

Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.

Depok,3 Juni 2013


(11)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12


(12)

vii

2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 14

3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 15

4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ... 19

a. Teori Harrod-Domar dalam sistem regional ... 20

b. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan ... 22

c. Teori Basis Ekonomi ... 23

d. Teori Tempat Sentral ... 28

e. Teori Interaksi Spasial ... 28

5. Model atau Teori Gravitasi ... 29

B. Penelitian Terdahulu ... 30

C. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 44

B. Metode Penentuan Sampel ... 44

C. Metode Pengumpulan Data ... 45

D. Metode Analisis Data ... 45

1. LQ (Location Quotient) ... 46

2. Shift Share ... 49

3. Tipologi Sektoral ... 54

4. Model atau Teori Gravitasi ... 57


(13)

viii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64

1. Gambaran Umum Provinsi Bali ... 64

a. Keadaan Geografi dan Demografi Provinsi Bali ... 64

b. Keadaan Iklim ... 67

c. Pemerintahan ... 68

d. Kependudukan ... 68

e. Pendidikan ... 70

f. Kesehatan ... 71

B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi, Keterkaitan Wilayah dan Sektor Potensial ... 71

1. Analisis Perkembangan PDRB Provinsi Bali dan PDRB Kabupaten/Kota... 72

2. Analisis Potensi Ekonomi ... 77

a. Analisis Location Quotient (LQ) ... 77

b. Analisis Shift Share ... 84

c. Tipologi Sektoral ... 94

d. Analisis Gravitasi ... 99

C. Pembahasan ... 102

1.Pembahasan Per Sektor Daerah Analisis Sembilan Kabupaten/ Kota Provinsi Bali ... 102


(14)

ix

3.Pengembangan Sektor Potensial Kabupaten/Kota di Provinsi

Bali ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 126

B. Implikasi ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 132


(15)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman 1.1 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2005-2011 Menurut Sektor 4

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Provinsi Bali (dalam persen) 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Bali Atas Harga 5

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2011 (dalam

persen)

2.1 Penelitian Terdahulu 37

3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 56

3.2 Tabel Operasional Variabel 63

4.1 Luas Wilayah (Km2) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 65 4.2 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha Utama di Provinsi Bali Tahun 2011 70 4.3 Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Provinsi Bali Tahun 2011 71

4.4 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2005-2011 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Provinsi Bali (dalam persen) 73 4.5 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2011 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota Provinsi Bali (Persen) 75 4.6 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) Rata-rata Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali Tahun 2005-2011 79

4.7 Komponen Shift Share Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2005-2011 86

4.8 Komponen Pertumbuhan ProportionalShift (Pj) Rata-rata Kabupaten/ 89 Kota di Provinsi Bali Tahun 2005-2011

4.9 Komponen Pertumbuhan DifferentialShift (Dj) di Provinsi Bali

Tahun 2005-2011 90

4.10 Hasil Rata-rata Perhitungan Akhir Analisis Shift Share Kabupaten/ 93 Kota Provinsi Bali Tahun 2005-2011


(16)

xi

4.12 Pembagian Sektor Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 98 Berdasarkan Tipologi Sektoral

4.13 Peringkat atau level Keterkaitan Gravitasi antara Kota Denpasar 100 Dengan Kabupaten-kabupaten lainnya Provinsi Bali Tahun 2005-2011

4.14 Analisis Sektor Pertanian 103

4.15 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian 105

4.16 Analisis Sektor Industri Pengolahan 107

4.17 Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air 111

4.18 Analisis Sektor Bangunan 112

4.19 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 114 4.20 Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 116 4.21 Analisis Sektor Keuangan. Persewaan dan Jasa Perusahaan 120


(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral 42

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2005-2011

3.1 Bagan Kerangka Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota 58

di Provinsi Bali

4.1 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 103 Kabupaten/Kota Sektor Pertanian

4.2 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 106 Kabupaten/Kota Sektor Pertambangan dan Penggalian

4.3 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 108 Kabupaten/Kota Sektor Industri Pengolahan

4.4 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 110 Kabupaten/Kota Sektor Listrik, Gas dan Air

4.5 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 112 Kabupaten/Kota Sektor Bangunan

4.6 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 114 Kabupaten/Kota Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

4.7 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 116 Kabupaten/Kota Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

4.8 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 119 Kabupaten/Kota Sektor Keuangan. Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.9 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 121


(18)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman I Produk Regional Domestik Bruto Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi

Bali Tahun 2005-2011 135

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota

Denpasar Tahun 2005-2011 136

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Badung Tahun 2005-2011 136

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Gianyar Tahun 2005-2011 137

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Klungkung Tahun 2005-2011 137

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Tabanan Tahun 2005-2011 138

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Karangasem Tahun 2005-2011 138

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Bangli Tahun 2005-2011 139

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten


(19)

xiv

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten

Jembrana Tahun 2005-2011 140

II Jarak Kota Denpasar dengan Delapan Kabupaten

Provinsi Bali 140

III Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient Kota

Denpasar Tahun 2005-2011 141

Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Badung Tahun 2005-2011 141 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Gianyar Tahun 2005-2011 142 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Klungkung Tahun 2005-2011 142 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Tabanan Tahun 2005-2011 143 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Bangli Tahun 2005-2011 143 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Buleleng Tahun 2005-2011 144 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Karangasem Tahun 2005-2011 144 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient

Kabupaten Jembrana Tahun 2005-2011 145 IV Hasil Perhitungan Komponen Shift Share

Pertambahan PDRB (Gj) Tahunan Kota Denpasar 145 Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Badung 146

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Gianyar 146

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB


(20)

xv

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Tabanan 147

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Bangli 147

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Buleleng 147

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Karangasem 148

Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB

(Gj) Tahunan Kabupaten Jembrana 148

V Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kota Denpasar 148

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Badung 149

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Gianyar 150

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Klungkung 150

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Tabanan 151

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Bangli 152

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Buleleng 152

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Karangasem 153

Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share

(Nj) Kabupaten Jembrana 154

VI Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share


(21)

xvi

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share

(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Badung 157

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share

(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Gianyar 159

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share (Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten

Klungkung 161

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share

(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Tabanan 163

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share

(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Bangli 165

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share

(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Buleleng 167

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share (Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten

Karangasem 169

Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share

(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Jembrana 171

VII Checking Perhitungan Shift Share Kota Denpasar 173 Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten

Badung 173

Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten

Gianyar 174

Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten

Klungkung 174

Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten

Tabanan 175

Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten Bangli 175 Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten


(22)

xvii

Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten

Karangasem 176

Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten

Jembrana 177

VII Jumlah Penduduk Kota dan Kabupaten di Provinsi

Bali 177

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Badung 178

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Gianyar 178

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Klungkung 179

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Tabanan 179

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Bangli 180

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Buleleng 180

Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota

Denpasar dengan Kabupaten Karangasem 181 Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam pembangunan negara Indonesia, perekonomian negara perlu dikembangkan secara terencana dan terpadu. Pembangunan yang dilakukan sudah pasti menuju pada suatu perubahan yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Salah satu indikator kinerja pembangunan ekonomi tersebut adalah dengan menggunakan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dilihat dari pertumbuhan sektor migas dan sektor pariwisata (sektor nonmigas). Peran sektor pariwisata akan berfungsi sebagai katalisator (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri dan akan sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

Dalam GBHN tahun 1993 (Yoeti, 2008:14) dikatakan bahwa pembangunan pariwisata diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk sektor-sektor lainnya yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui pengembangan dan pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional.

Sektor pariwisata atau nonmigas memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor pariwisata atau nonmigas pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang


(24)

2 meningkat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi sektor migas yang cenderung menurun. Periode tahun 2005-2011, pertumbuhan ekonomi sektor non migas mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 terjadi penurunan dari tahun 2008 sebesar 6,46 persen menjadi 4,93 persen. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011 pertumbuhan sektor non migas terus mengalami peningkatan menjadi 6,39 persen dan 6,58 persen. Dibandingkan dengan pertumbuhan sektor migas pada tahun 2007 pertumbuhannya sebesar 6,35 persen, tahun 2008 dan 2009 menurun menjadi 6,01 persen dan 4,55 persen. Pada tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan lagi menjadi 5,93 persen dan 6,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sektor non migas (pariwisata) menunjukkan peningkatan lebih tinggi dibandingkan dengan sektor migas (BPS, 2011).

Penurunan pertumbuhan tahun 2009 disebabkan karena adanya krisis ekonomi global tahun 2008, yang menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia sehingga terjadi kemerosotan aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia. Hal ini juga mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Bisa dilihat dari menurunnya sumbangan-sumbangan sektor terhadap PDB Indonesia (BAPPENAS, 2009).

Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang di dominasi sektor-sektor pariwisata atau nonmigas tertinggi dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nya. Selain itu, Provinsi Bali merupakan provinsi yang menjadi primadona para wisatawan baik lokal maupun asing untuk berinvestasi dan berlibur. Namun sektor pariwisata akan sangat rentan terhadap faktor internal dan eksternal seperti isu-isu terorisme dan keuangan global. Pada tahun 2006 perekonomian Bali mengalami penurunan dari tahun 2005 sebesar 5,56 persen


(25)

3 menjadi 5,28 persen akibat peristiwa bom yang mengguncang Bali tahun 2005. Selanjutnya pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global sehingga tahun 2009 perekonomian Bali turun menjadi 5,33 persen. Dinamika ekonomi makro di tingkat nasional, berimplikasi terhadap perekonomian daerah (BPS Provinsi Bali, 2010 a).

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utamauntuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dandengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensisumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 2010:374).

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan distribusi presentase Provinsi Bali atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun 2008 hingga 2011 semua sektor mengalami fluktuasi. Di Provinsi Bali kontribusi sektor nonmigas atau pariwisata selama tahun 2005-2011 dari yang terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran; pertanian; jasa-jasa lainnya; pengangkutan dan komunikasi; industri pengolahan; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; bangunan; listrik, gas dan air; pertambangan. Semua sektor tersebut merupakan sektor utama nonmigas atau sektor pariwisata. Namun sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan kontribusi terhadap PDRB Bali yang paling rendah. Hal ini dikarenakan pemerintah dan potensi Provinsi Bali yang terpusat pada pembangunan


(26)

sektor-4 sektor pariwisata. Di bawah ini merupakan paparan tabel 1.1 mengenai distribusi PDRB Provinsi Bali sektor nonmigas (pariwisata) atas dasar harga konstan tahun 2005-2011.

Tabel 1.1

Distribusi Presentase PDRB Tahun 2005-2011 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Provinsi Bali (dalam persen) No Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Pertanian 21,79 21,54 20,85 20,62 20,69 19,89 19,10 2 Pertambangan 0,64 0,62 0,60 0,58 0,58 0,65 0,68 3 Industri

Pengolahan

9,54 9,46 9,75 10,13 10,14 10,17 9,85 4 Listrik, Gas, Air 1,47 1,49 1,52 1,51 1,50 1,52 1,53 5 Bangunan 3,89 3,86 3,87 4,08 3,91 3,97 4,02 6 Perdagangan,

Hotel, R

29,37 28,88 28,98 31,45 31,72 31,89 32,53 7 Pengangkutan

dan Komunikasi

11,85 11,86 12,33 11,08 11,05 11,05 10,99 8 Keu, Persew, Jasa

P

7,07 7,46 7,34 7,14 6,96 7,07 7,05 9 Jasa-jasa Lainnya 16,19 16,22 15,86 13,41 13,45 13,80 14,25

Jumlah 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS Provinsi Bali 2012 (diolah kembali)

Berkembangnya pariwisata di Bali, membuat struktur perekonomian di Bali mengalami pergeseran dari sektor primer ke sektor tersier. Hal ini tampak jelas dari kontribusi masing-masing sektor dalam membentuk PDRB Bali. Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sektor dengan keterkaitan paling besar terhadap pariwisata dan memberikan share paling dominan bagi PDRB Bali bahkan menunjukkan kecendrungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (BPS Provinsi Bali, 2012 b).

Provinsi Bali memiliki sembilan (9) kabupaten/kota yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Bali. Berikut adalah ke sembilan


(27)

5 kabupaten/kota di Provinsi Bali, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem, dan Buleleng.

Dalam Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010a:2), laju pertumbuhan PDRB kabupaten/kota dan Provinsi Bali disumbang oleh 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industripengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa. Kabupaten/kota di Provinsi Bali yang laju pertumbuhannya tertinggi pada tahun 2011 adalah Kota Denpasar sebesar 10,87 persen. Berikut ini tabel 1.2 laju pertumbuhan PDRB kabupaten/kota Provinsi Bali atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2011 (dalam persen).

Tabel 1.2

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Bali Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011 (Dalam Persen) Lapangan

Usaha

Kabupaten/Kota

Denpasar Badung Jembrana Tabanan Gianyar Karangasem Klungkung Buleleng Bangli Pertanian 8,32 3,46 0,44 2,50 3,06 2,35 1,02 2,50 2,55 Penggalian 7,97 4,64 12,37 10,10 14,65 15,17 -1,00 8,42 3,81 Industri

Pengolahan 6,48 6,71 1,92 2,25 3,25 2,65 3,46 2,96 1,62 Listrik,Air &

Gas 12,63 6,71 9,21 8,76 7,60 7,24 8,43 9,76 12,84

Bangunan 10,55 7,96 7,08 6,99 6,70 6,11 8,53 7,55 4,12

Perdagangan, Hotel&Restoran

15,03 7,87 9,55 7,59 7,10 6,44 9,06 9,82 7,34

Pengangkutan & Komunikasi

7,97 5,79 5,64 4,13 4,73 5,35 6,45 5,51 4,46

Keu, Persewaan & Jasa

10,37 2,38 4,69 8,17 5,94 8,05 6,31 3,14 3,39

Jasa-jasa 5,79 7,78 7,57 10,91 13,99 6,80 11,62 7,06 12,14

PDRB 10,87 6,69 5,61 5,82 6,76 5,19 5,81 6,11 5,84

Sumber: BPS Provinsi Bali 2012 (diolah kembali)

Faktor utama yang menyebabkan laju pertumbuhan Kota Denpasar tertinggi karena merupakan Ibukota Provinsi Bali dan memiliki karakteristik


(28)

6 pergerakan sektor pariwisata yang serupa dengan pergerakan sektor pariwisata Provinsi Bali. Peran Kota Denpasar yang merupakan ibukota Provinsi Bali dan kota pemerintahan juga sangat diminati sebagai kota wisata. Kota Denpasar merupakan pintu gerbang sekaligus daerah utama penyedia sarana akomodasi bagi sektor pariwisata Provinsi Bali. (BPS Kota Denpasar, 2008:35)

Berdasarkan tabel di atas kabupaten di sekitar Kota Denpasar yang laju pertumbuhan cukup baik adalah Kabupaten Badung dan Gianyar. Laju pertumbuhan masing-masing kabupaten sebesar 6,69 persen dan 6,76 persen. Sedangkan laju pertumbuhan terendah di antara kabupaten/kota Provinsi Bali adalah Kabupaten Karangasem sebesar 5,16 persen. Ini disebabkan karena struktur ekonomi Karangasem tidak banyak mengalami pergeseran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor penggalian.

Laju pertumbuhan ekonomi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali oleh sektor-sektor ekonomi secara tidak langsung menunjukkan tingkat perubahan struktur potensi ekonomi yang berbeda-beda. Provinsi Bali memiliki banyak sektor ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena ditunjang oleh pariwisatanya yang tersohor. Berkaitan dengan sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang terbukti mampu mengentaskan kemiskinan pada suatu daerah karena mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dari sektor-sektor yang lain karena sektor-sektor ini tidak memerlukan pendidikan yang tinggi serta sumberdaya alam yang tersediasangat memadai. Pembangunan industri pariwisata yang mampu mengentaskan kemiskinan adalah pariwisata yang mempunyai trickle down effect bagi masyarakat Bali setempat (Yoeti, 2008: 8).


(29)

7 Provinsi Bali memiliki sembilan kabupaten/kota yang masing-masing tersebar pertumbuhan ekonomi untuk sektor-sektor ekonomi yang menunjang pariwisata. Sehingga terjadi perbedaan struktur ekonomi masing-masing daerah. Struktur ekonomi wilayah tercermin dari besarnya kontribusi PDRB masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB. Dengan mengetahui struktur ekonomi wilayah, maka upaya pembangunan ekonomi dapat diarahkan sesuai dengan potensi wilayah. Pembangunan sektor-sektor ekonomi dengan menganalisis potensi wilayah Provinsi Bali dan kabupaten/kota nya diperlukan metode untuk mengkaji pertumbuhan wilayah, yakni dengan mengetahui sektor basis untuk meningkatkan perekonomian wilayah.

Selain itu, pembangunan ekonomi perlu diperhatikan sektor yang potensial dikembangkan supaya memberikan efek multiplier bagi sektor-sektor ekonomi yang lain. Sehingga masing-masing pemerintah daerah dapat melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Berdasarkan tabel laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi Bali menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi ke delapan kabupaten di Bali masih kalah jika dibandingkan dengan Kota Denpasar. Menurut Peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kota Denpasar tahun 2011-2031, Kota Denpasar sebagai kota otonom sekaligus juga merupakan ibukota Provinsi Bali, dan pusat pelayanan wilayah Bali bagian selatan dengan fungsi sebagai Kota Pusat Pemerintahan, pusat pelayanan barang dan jasa, pusat


(30)

8 pelayanan pendidikan tinggi, pusat permukiman yang memiliki pengaruh langsung yang kuat kepada wilayah sekitarnya.

Kota Denpasar mempunyai pengaruh yang kuat sebagai pusat pertumbuhan sektor pariwisata di Provinsi Bali. Untuk itu perlu mengetahui daya tarik ekonomi antar wilayah kota dengan kabupatennya sebagai usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi antar daerah dan pemerataan pembangunan ekonomi. Dengan demikian akan dapat meningkatkan output regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, perlu untuk mengetahui daya tarik ekonomi antar wilayah kota dengan kabupaten yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Berdasarkan data-data dan fakta yang didapat penelitian ini mengkaji tentang analisis sektor ekonomi yang mempengaruhi Pendapatan Domestik Regional Bruto di Provinsi Bali dan kabupaten/kota-nya dengan judul analisis potensi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.

B. Perumusan Masalah

Sektor pariwisata atau non migas merupakan sektor yang pertumbuhan ekonominya pada PDB Indonesia menunjukkan peningkatan lebih tinggi disbanding sektor migas, karena peran sektor pariwisata atau non migas terus menerus menggeser struktur ekonomi Indonesia. Provinsi Bali merupakan salah satu Provinsi yang menyumbang PDB Indonesia di sektor pariwisata atau non migas. Sektor pariwisata atau non migas menurut sektor-sektor ekonominya terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; industri pengolahan; pertanian; pertambangan dan penggalian; listrik, gas dan air bersih; konstruksi;


(31)

9 pengangkutan dan komunikasi;keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa.

Pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata atau non migas Bali dari tahun 2005-2011 cenderung naik walaupun mengalami berbagai rintangan yang dihadapi seperti bom kembali mengguncang Bali tahun 2005 sehingga ekonomi Bali menurun tahun 2006. Selanjutnya memasuki tahun 2009 sejumlah kekhawatiran akan memburuknya kinerja pariwisata dan ekonomi Bali disebabkan terjadi krisis finansial global membuat melemahnya ekonomi negara-negara utama wisatawan asing yang berkunjung ke Bali. Krisis ini pun membawa adanya perubahan struktur ekonomi pariwisata yang mendukung sektor pariwisata atau non migas pada PDRB Provinsi dan kabupaten/kota Bali.

Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor pariwisata atau non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah adalah kemampuan untuk menganalisis potensi sektor ekonomi apa yang potensial di wilayahnya dan dapat menjadi acuan pembangunan ekonomi daerah. Jika masing-masing pemerintah daerah mampu melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Serta mengetahui pengaruh dan keterkaitan Kota Denpasar sebagai pusat pertumbuhan sektor pariwisata di Bali. Dengan demikian akan dapat meningkatkan output regional dan efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan (BPS Provinsi Bali, 2012 b).


(32)

10 Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Sektor-sektor ekonomi mana yang merupakan sektor basis di kabupaten/kota di Provinsi Bali?

2. Sektor-sektor ekonomi manakah yang paling memiliki potensi untuk lebih dikembangkan di keseluruhan kabupaten/kota Provinsi Bali dan sebagai acuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya?

3. Seberapa besar keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kota Denpasar dengan kabupaten-kabupaten di Provinsi Bali?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dasar latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Menganalisis sektor-sektor nonmigas (pariwisata) yang menjadi sektor basis di kabupaten/kota Provinsi Bali.

2. Menganalisis sektor-sektor nonmigas (pariwisata) yang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian untuk keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi Bali dan sebagai acuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya.

3. Menganalisis keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kota Denpasar dengan kabupaten-kabupaten di Provinsi Bali.


(33)

11 D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : 1. Untuk pemerintah

a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama dalam rangka perencanaan ekonomi makro regional dalam menghadapi era otonomi daerah di Provinsi Bali.

b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan dengan pembangunan regional.

2. Untuk akademisi sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.

3. Untuk penulis sebagai pengembangan dan pelatihan diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.


(34)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi banyak dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Adam Smith dalam Suryana (2000:55), pembangunan ekonomi adalah proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Bertambahnya penduduk suatu negara harus diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi permintaan kebutuhan dalam negeri.

Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis dan gradual, tetapi merupakan proses yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Berdasarkan pengertian tersebut pembangunan ekonomi terjadi secara berkelanjutan dari waktu ke waktu dan selalu mengarah positif untuk perbaikan segala sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Industri dan perdagangan akan menunjukkan segala kreatifitas dalam pembangunan ekonomi dengan penggunaan teknologi industri serta dengan adanya perdagangan akan tercipta kompetisi ekonomi.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang


(35)

13 baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk (Sukirno, 1996:13).

Dalam Sukirno (2006:10), pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Arti dari pernyataan tersebut adalah pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak hanya diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.

Arsyad ( 2010:374 ), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.


(36)

14 2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2004:4), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.

Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya .

Pertumbuhan ekonomi dalam Sukirno (2006:9) sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRBpada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1).

Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRBt-1 x100% PDRBt-1


(37)

15 Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut :

a. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada.

b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja secara produktif.

c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.

3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Badan Pusat Statistik (2002:3) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau yang lebih dikenal dengan istilah pendapatan regional


(38)

16 (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari kegiatan ekonomi disuatu wilayah.

Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode langsung dan tidak langsung (alokasi) (BPS, 2002:5-6):

1) Metode langsung

Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.

Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara langsung bisa dihitung dengan cara:

a. Pendekatan produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.

b. Pendekatan pendapatan,adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:

1) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) 2) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah) 3) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)


(39)

17 c. Pendekatan pengeluaran, adalah model pendekatan dengan caramenjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:

1) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swastayang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah. 2) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap

bruto.

3) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto. Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi), model pendekatan ini digunakan karena kadang-kadangdengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakanpenghitungan pendapatan regional dengan menggunakan metodelangsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode alokasi ataumetode tidak langsung.

PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang digunakan adalah tahun 2000 sebagai tahun dasar.

Dalam BPS Kabupaten Badung (2012:9) terdapat penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, bisa dihitung dengan empat cara, yaitu


(40)

18 1) Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara

masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara perhitungan di atas.

2) Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap dengan jenis kegiatan yang dihitung.

3) Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing tahundengan indeks harga. Indeks harga yang digunakansebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya.

4) Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah output dan biaya antaranya, sedamgkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks


(41)

19 5) harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input

terbesar.

4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan daerah

Setiap pembangunan daerah memiliki tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya dengan memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Syafrijal, 2008:8)

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di daerah. Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan suatu usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka


(42)

20 makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab (Sjafrizal, 2008:10).

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di daerah tersebut. (Tarigan, 2005:49).

Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga berlaku, namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya harus dinyatakan dengan nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan. Pendapatan daerah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu daerah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di daerah tersebut oleh seberapa besar terjadinya transfer payment , yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar daerah atau mendapat aliran dari luar daerah. (Dini, 2007:20).

a. Teori Harrod-Domar dalam sistem Regional

Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan sir Roy F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan pengembangan dari teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap karena tidak mengungkapkan masalah-masalah ekonomi dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori Harrod-Dommar,


(43)

21 pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. (Arsyad, 2010:84)

Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu:

1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh.

2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol.

4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output (Capital Output Ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental Capital-Output Ratio=ICOR). (Arsyad, 2010:84)

Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) g = k= n,


(44)

22 k = Capital (tingkat pertumbuhan modal)

n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). Tarigan ( 2005:49).

b. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan

Samuelson pada tahun 1955 dalam Tarigan (2007:55) memperkenalkan teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike). Teori ini menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian yang cukup besar.

Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor-sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor


(45)

23 yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat. Dalam kaitan itu, salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam melihat dan mengidentifikasi lapangan usaha atau sektor ekonomi unggulan serta menganalisis perkembangan sektor-sektor ekonomi daerah, khususnya di kabupaten/kota Provinsi Bali terhadap sektor-sektor yang sama pada tingkat Provinsi Bali.

c. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh), pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. (Tarigan, 2007:55).

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis, Richardson (1978:14). Bertambah banyaknya kegiatan


(46)

24 basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.

Teori basis ekonomi dalam Arsyad (2010:367) merupakan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja.

Asumsi tersebut memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim adalah (Location Quotient) disingkat LQ. Pada LQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan. Dalam tekhnik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).


(47)

25 1) Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis)

Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model ini memasukan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat pada sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan, 2007:58).

Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan, selain itu teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah.

Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut:

a) Analisis Shift Share (SS)

Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja


(48)

26 perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional).

Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yitu:

1) Pertambahan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2) Pergeseran proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan kabupaten/kota sektoral dan pertumbahan daerah dengan menggunakan pertumbuhan provinsi. Kabupaten/kota dapat tumbuh lebih cepat/lebih lambat dari rata-rata provinsi jika mempunyai sektor atau industri yang tumbuh lebih cepat/lambat dari kabupaten/kota. Dengan demikian, perbedaan laju pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda.

3) Pergeseran diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.

b) Location Quotient (LQ)

Dalam Tarigan (2007:60) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis


(49)

27 atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

(1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. (2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar

di daerah itu sendiri.

Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang barang danjasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yangbersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkanpendapatan bagi daerah tersebut.Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkanterjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, danpada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakankesempatan kerja baru.(Tarigan, 2005:60)

Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis.


(50)

28 d. Teori Tempat Sentral

Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Soepono 2000:415).

Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah-daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

e. Teori Interaksi Spasial

Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antar wilayah maka suatu daerah akan


(51)

29 saling melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. (Saerofi, 2005:25)

Dalam teori ini didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan jarak keduanya. Dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi spasial ini mempunyai kegunaan untuk: 1) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam

suatu daerah.

2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.

Interaksi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen. (Saerofi, 2005:26)

5. Model atau Teori Gravitasi

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. (Tarigan, 2007:148)


(52)

30 Misalnya, ada dua kota (kota A dan B) yang berdekatan, ingin diketahui berapa besar interaksi yang terjadi antara dua kota tersebut. Interaksi itu ditentukan oleh beberapa faktor, faktor pertama adalah besarnya kedua kota tersebut. Sebuah kota dapat diukur dari jumlah penduduk, banyaknya lapangan kerja, total pendapatan (nilai tambah), jumlah atau luas bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan umum, dan lain-lain. Kemudahan dalam mendapatkan data membuat ukuran jumlah penduduk lebih sering digunakan sebagai alat ukur. Ukuran jumlah penduduk bukanlah arbiter karena jumlah penduduk juga terkait langsung dengan berbagai ukuran lain yang dikemukakan di atas. Faktor kedua yang mempengaruhi interaksi adalah jarak antara kota A dan B. Jarak mempengaruhi orang untuk berpergian karena menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga, dan biaya.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya dari Janaranjana Herath, Tesfa G. Gebremedhin dan Blessing M. Maumbe (2012) dengan judul A Dynamic Shift Share Analysis of Economic Growth in West Virginia. Studi menggunakan data Ketenagakerjaan selama 38 tahun dari 1970 hingga 2007 untuk analisis empiris. Hasil mengindikasikan bahwa pertanian, pertambangan dan manufaktur tidak lagi tulang punggung perekonomian West Virginia. Tiga sektor menunjukkan pekerjaan menurun dalam periode 38 tahun. Layanan dan keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat memberikan kontribusi 91 persen pertumbuhan pekerjaan dari 1970 hingga


(53)

31 2007. Selain dua sektor, sektor perdagangan besar dan eceran dan konstruksi menunjukkan positif pertumbuhan ekonomi. Identifikasi investasi prioritas dalam sektor-sektor ini potensi dan pelaksanaan rencana kebijakan pembangunan daerah komprehensif pasti akan mempercepat pertumbuhan ekonomi West Virginia.

K. Dianta A. Sebayang (2011), jurnal yang berjudul dampak integrasi ekonomi ASEAN terhadap perdagangan Indonesia pada sektor kendaraan roda empat. Data yang digunakan adalah PDB sektor kendaraan roda empat Indonesia, Negara ASEAN (Malaysia, Filipina, Singapore dan Thailand) dan Negara non ASEAN (Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Korea Selatan) dengan kurun waktu sejak kesepakatan AFTA tahun 1991-2006 dengan menggunakan alat analisis yaitu Gravity Model dan Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitiannya adalah hasil estimasi model gravitasi mampu menjelaskan dampak AFTA terhadap perdagangan internasional Indonesia pada produk kendaraan roda empat. Variabel PDB Indonesia dengan PDB mitra dagang dan jarak signifikan menjelaskan arus perdagangan Indonesia dengan mitra dagang baik negara-negara ASEAN dan non-ASEAN, baik pada produk kendaraan roda empat. Variabel dependen (perdagangan total dalam sektor kendaraan roda empat dan sparepart dari negara ASEAN dan negara non-ASEAN) AFTA dalam model ini signifikan mempengaruhi variabel independen (GDP negara ASEAN dan GDP negara non-ASEAN, jarak antara ibukota negara ASEAN dan negara non-ASEAN) dan variabel


(54)

32 dependen ASEAN signifikan dalam model SITC 781 yaitu perdagangan kendaraan roda empat.

Penelitian Tinus Gulua Karoba (2010) dengan judul analisis pengembangan Kota Jayapura sebagai salah satu kawasan strategis andalan di Provinsi Papua. Alat analisis yang digunakan adalah Klassen Tipology, Location Quotient, Overlay, Shift Share dan Gravity Model. Hasil penelitian yaitu Kota Jayapura adalah daerah maju tertekan karena rata-rata pertumbuhan PDRB Kota Jayapura lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi. Sektor yang menjadi unggulan PDRB Kota Jayapura adalah sektor keuangan dan sektor perdagangan. Perubahan PDRB dari tahun 2000-2009 dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan ekonomi regional Provinsi Papua, komponen bauran industri, komponen unggulan kompetitif dan komponen pengaruh kompotitif. Sedangkan model gravitasi menghasilkan nilai indeks tertinggi dan memiliki kecenderungan meningkat pada periode tahun 2004-2009 antara Kota Jayapura dan Kerom.

Selanjutnya ada jurnal dari Professor Wali I. Mondal, Ph. D (2009) dengan judul An Analysis of The Idustrial Development Potential Of Malaysia: A Shift Share. Data yang digunakan adalah nilai tambah bruto oleh industri dalam harga berlaku dan harga konstan dari tahun sebelumnya yang diperoleh dari Statistical of Malaysia. Dalam jurnalnya mengeneralisasikan metode dekomposisi ini untuk setiap jenis industri dan penggunaannya untuk perbandingan. Hasilnya industri yang paling efektif menurut analisis tersebut adalah industri manufaktur yang menempati urutan pertama di setiap


(55)

33 tahunnya kecuali tahun 2004, dan perdagangan yang kedua. Sektor yang efektif adalah sektor perdagangan. Konstruksi atau bangunan adalah contoh yang sektor yang pertumbuhannya membaik atau maju. Alasan untuk ini adalah perkembangan konstruksi di kota-kota besar di Malaysia. Di sisi yang lain, pertanian, pemburuan, perhutanan, perikanan dan penggalian berada di tiga peringkat terbawah.

I Dewa Made Darma Setiawan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Sektor Unggulan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat, Pendekatan Input-Output Multiregional menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi antara daerah Jawa Timur, Bali dan NTB saling berkaitan karena letak geografis yang berdekatan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis Input-Output Multiregional dengan menganalisis dampak pertumbuhan sektor-sektor unggulan suatu provinsi dengan provinsi tersebut (intraregional) dan pertumbuhan ekonomi di provinsi lainnya (interregional). Hasil penelitiannya bahwa terdapat 6 sektor unggulan yaitu sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor perdagangan di Provinsi Jawa Timur; sektor hotel dan restoran, sektor peternakan di Provinsi Bali; sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor perdagangan, hotel dan restoran di Provinsi NTB. Peranan dari sektor unggulan tersebut terbesar dari provinsi Bali dan Jawa Timur dibandingkan dengan Provinsi NTB. Dampak dari pertumbuhan sektor unggulan masing-masing provinsi masih kecil terhadap pertumbuhan


(56)

34 daerah lainnya (interregional) dan masih sangat kecil bila dibandingkan dengan dampak intraregional.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ropingi (2004) dalam Jurnalnya yang berjudul Aplikasi Analisis Shift Share Esteban-Marquillas Pada Sektor Pertanian di Kabupaten Boyolali. Jurnal ini berisi efek alokasi adalah komponen dalam shift share yang menunjukkan apakah suatu daerah terspesialisasi dengan sektor perekonomian yang ada dimana akan diperoleh keunggulan kompetitif. Semakin besar nilai efek alokasi semakin baik pendapatan atau kesempatan kerja didistribusikan diantara sektor perekonomian dengan keunggulan masing-masing.

Berdasarkan efek alokasi tersebut terlihat bahwa sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali mempunyai alokasi PDRB yang baik untuk setiap sektor perekonomian yang ada. Hal ini bisa dilihat dari nilai total efek alokasi yang bernilai positif yang berarti semakin baik PDRB didistribusikan di antara sektor-sektor yang berbeda sesuai dengan kelebihan masing-masing sektor tersebut. Dilihat dari distribusi per sektor ternyata sektor industri pengolahan mendapatkan keuntungan yang paling tinggi yaitu sebesar Rp 12.925.941,97 ribu, kedua sektor penggalian dan pertambangan sebesar Rp 1.916.219,28 ribu, ketiga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp 1.679.104,66 ribu dan kelima sektor pertanian sebesar Rp 1.404.329,40 ribu. Ternyata sektor petanian di Kabupaten Boyolali berdasarkan nilai efek alokasi yang positif berarti sektor pertanian merupakan


(57)

35 salah satu sektor yang mempunyai potensi sebagai penyumbang pendapatan daerah Kabupaten Boyolali.

Spesialisasi sektor pertanian yang terjadi di Kabupaten Boyolali ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah daerah yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas/unggulan untuk menopang pembangunan wilayah bersangkutan. Hal ini diperkuat dengan relatif masih tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Boyolali selama lima tahun terakhir dengan rata-rata 32,10 persen.

Penelitian tentang potensi ekonomi sektoral pernah dilakukan oleh Irman dan Fachrizal Bachri tahun 2001 dengan judul penelitian Analisis Potensi Sektoral Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan dengan tahun analisis dari tahun 1993-2000. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu PDRB Provinsi Sumatera Selatan dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Lahat dengan variabel yang dikaji total produksi yang dihasilkan dari tiap sektor dalam jutaan rupiah. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Analisis Shift Share, Cobb Douglas dan Analisis ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Dengan menggunakan alat analisis LQ terdapat empat sektor unggulan yaitu sektor pertanian, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa lainnya. Hasil penelitian dengan analisis shift share hanya terdapat 3 sektor potensial yaitu sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan hasil penelitian dengan Cobb Douglas terjadi peningkatan nilai produksi sektor


(58)

36 pertanian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja. Dari analisis ICOR didapatkan hasil penelitian bahwa ICOR Kabupaten Lahat secara total adalah 11,32%. Dari keempat alat analisis yang digunakan sektor ekonomi potensial Kabupaten Lahat yang harus dikembangkan adalah sektor pertanian dan sektor bangunan.


(59)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Judul Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian

A Dynamic Shift Share Analysis of Economic Growth in West Virginia (2012)

Janaranjana Herath, Tesfa G. Gebremedhin dan Blessing M. Maumbe Data ketenagakerjaan West Virginia tahun 1970-2007

Shift Share Sektor yang menjadi sektor unggulan bagi West Virginia dalam periode 38 tahun, yaitu layanan dan keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat memberikan kontribusi 91 persen pertumbuhan pekerjaan dari 1970 hingga 2007. Selain dua sektor, sektor perdagangan besar dan eceran dan konstruksi menunjukkan positif pertumbuhan ekonomi. Identifikasi investasi prioritas dalam sektor-sektor ini potensi dan

pelaksanaan rencana kebijakan pembangunan daerah komprehensif pasti akan

mempercepat pertumbuhan ekonomi West Virginia.

Dampak Integrasi Ekonomi ASEAN terhadap Perdagangan Indonesia pada Sektor Kendaraan Roda Empat (2011) K. Dianta Sebayang PDB sektor kendaraan roda empat Indonesia, Negara ASEAN (Malaysia, Filipina, Singapore dan Thailand) dan Negara non ASEAN (Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Korea

Gravity Model dan Ordinary Least Square (OLS)

1. Hasil estimasi model gravitasi mampu menjelaskan dampak AFTA terhadap perdagangan internasional Indonesia pada produk kendaraan roda empat.

2. Variabel PDB Indonesia dengan PDB mitra dagang dan jarak signifikan

menjelaskan arus perdagangan Indonesia dengan mitra dagang baik Negara-negara ASEAN dan non-ASEAN, baik pada produk kendaraan roda empat.

3. Variabel dependen AFTA dalam model


(1)

176 7. Kabupaten Buleleng

Lapangan Usaha Gj Nj Dj Pj Nj+Pj+Dj

Pertanian 23740.25 51980.59811 -10383.24539 -17857.1026 23740.25012 Pertambangan 1054.745 1332.082129 -615.7265605 338.3894358 1054.745004 Industri Pengolahan 18153.82833 20742.15313 -4099.290953 1510.966233 18153.82841 Listrik, G, A 2517.94 1818.067596 561.4437401 138.4286719 2517.940008 Bangunan 5907.881667 5304.842297 -131.1561406 734.1955314 5907.881688 Perdagangan, H, R 61787.92833 54785.73617 -658.0431719 7660.235537 61787.92854 Pengangkutan, K 6139.873333 7242.464992 -2020.78666 918.1950261 6139.873358 Keuangan,Persw, Js. P 6208.995 8692.537756 -1204.319948 -1279.22278 6208.995028 Jasa-jasa lain 51078.56667 48134.58986 -1207.805048 4151.782047 51078.56686

Jumlah 176590.0083 200033.072 -19758.93013 -3684.132898 176590.009

8. Kabupaten Karangasem

Lapangan Usaha Gj Nj Dj Pj Nj+Pj+Dj

Pertanian 14882.35833 33944.69829 -7438.60155 -11623.7384 14882.35834 Pertambangan 2663.89 1774.129826 356.4339622 533.326219 2663.890007 Industri Pengolahan 4474.898333 7526.623813 -3623.23589 571.5104308 4474.898354 Listrik, G, A 690.4166667 557.7154224 87.94403261 44.75721423 690.4166692 Bangunan 5672.915 4042.69965 1047.829236 582.3861392 5672.915025 Perdagangan, H, R 12955.34833 16864.88463 -6342.67452 2433.138258 12955.34837 Pengangkutan, K 7592.321667 8559.326499 -2046.28967 1079.284873 7592.321702 Keuangan,Persw, Js. P 8167.778333 5150.604536 3778.842681 -761.668849 8167.778368 Jasa-jasa lain 25435.73333 29476.81513 -6590.13282 2549.051127 25435.73344


(2)

177 Pertanian 7769.69 26702.10102 -9714.40175 -9218.009214 7769.690052

Pertambangan 365.55 405.3457185 -142.083623 102.2879059 365.5500011 Industri Pengolahan 5960.22167 7833.068518 -2462.67708 589.8302546 5960.221698 Listrik, G, A 919.056667 850.9835865 -3.38298836 71.45607158 919.0566697 Bangunan 5039.29333 5391.956741 -1065.14684 712.4834538 5039.293352 Perdagangan, H, R 26772.6217 26117.79325 -3036.21486 3691.043361 26772.62176 Pengangkutan, K 12167.8883 14852.32806 -4591.56157 1907.121891 12167.88839 Keuangan,Persw, Js. P 3964.46 5007.762977 -307.322808 -735.9801544 3964.460015 Jasa-jasa lain 14027.9783 15574.26706 -2820.77803 1274.489348 14027.97838

Jumlah 76986.76 102735.6069 -24143.5695 -1605.277083 76986.76031

VIII. Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi

1. Jumlah Penduduk Kota dan Kabupaten di Provinsi Bali

Tahun Kota Denpasar Kab Badung Kab Gianyar Kab Klungkung Kab Tabanan Kab Bangli Kab Buleleng Kab Karangasem Kab Jembrana 2005 574955 374377 383591 170744 404506 211186 618076 395418 259501 2006 583600 370954 387183 172513 406716 212014 643043 404594 260791 2007 608595 377480 390698 175430 410965 212926 643274 427746 264865 2008 628909 383880 394755 176822 416721 213808 650237 430251 268269 2009 649762 388514 397977 184043 419992 214785 654147 432791 269859 2010 788589 393020 399740 185272 422727 215729 662920 438475 272828 2011 804905 554574 479497 186488 437679 216017 675513 404690 273918


(3)

178 2. Interaksi Kota Denpasar dengan Kabupaten Badung

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 374377 25 625 2.1525E+11 344399884.9 2006 583600 370954 25 625 2.16489E+11 346382007 2007 608595 377480 25 625 2.29732E+11 367571905 2008 628909 383880 25 625 2.41426E+11 386280939.1 2009 649762 388514 25 625 2.52442E+11 403906613.9 2010 788589 393020 25 625 3.09931E+11 495889998 2011 804905 554574 25 625 4.46379E+11 714207016.8

3. Interaksi Kota Denpasar dengan Kabupaten Gianyar

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 383591 29 841 2.2055E+11 262244427.4 2006 583600 387183 29 841 2.2596E+11 268680141.3 2007 608595 390698 29 841 2.3778E+11 282731093.1 2008 628909 394755 29 841 2.4826E+11 295202107.4 2009 649762 397977 29 841 2.5859E+11 307479585.6 2010 788589 399740 29 841 3.1523E+11 374828260.2 2011 804905 479497 29 841 3.8595E+11 458917399.3


(4)

179

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 170744 13 169 98170116520 580888263.4 2006 583600 172513 13 169 1.00679E+11 595731282.8 2007 608595 175430 13 169 1.06766E+11 631750419.2 2008 628909 176822 13 169 1.11205E+11 658017439 2009 649762 184043 13 169 1.19584E+11 707598507.5 2010 788589 185272 13 169 1.46103E+11 864517521.9 2011 804905 186488 13 169 1.50105E+11 888195997.9 5. Interaksi Kota Denpasar dengan Kabupaten Tabanan

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 404506 21 441 2.32573E+11 527375844.1 2006 583600 406716 21 441 2.37359E+11 538230062.6 2007 608595 410965 21 441 2.50111E+11 567145678.4 2008 628909 416721 21 441 2.6208E+11 594284778.7 2009 649762 419992 21 441 2.72895E+11 618809165.3 2010 788589 422727 21 441 3.33358E+11 755913519.7 2011 804905 437679 21 441 3.5229E+11 798843572.6


(5)

180 6. Interaksi Kota Denpasar dengan Kabupaten Bangli

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 211186 40 1600 1.21422E+11 75889029.14 2006 583600 212014 40 1600 1.23731E+11 77332106.5 2007 608595 212926 40 1600 1.29586E+11 80991061.86 2008 628909 213808 40 1600 1.34466E+11 84041109.67 2009 649762 214785 40 1600 1.39559E+11 87224456.98 2010 788589 215729 40 1600 1.70122E+11 106325947.7 2011 804905 216017 40 1600 1.73873E+11 108670727.1

7. Interaksi Kota Denpasar dengan Kabupaten Buleleng

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 618076 78 6084 3.55366E+11 58409909.04 2006 583600 643043 78 6084 3.7528E+11 61683085.93 2007 608595 643274 78 6084 3.91493E+11 64348017.76 2008 628909 650237 78 6084 4.0894E+11 67215631.4 2009 649762 654147 78 6084 4.2504E+11 69861910.42 2010 788589 662920 78 6084 5.22771E+11 85925611.42 2011 804905 675513 78 6084 5.43724E+11 89369459.45


(6)

181

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 395418 68 4624 2.27348E+11 49166859.04 2006 583600 404594 68 4624 2.36121E+11 51064242.73 2007 608595 427746 68 4624 2.60324E+11 56298459.53 2008 628909 430251 68 4624 2.70589E+11 58518323.13 2009 649762 432791 68 4624 2.81211E+11 60815559.2 2010 788589 438475 68 4624 3.45777E+11 74778668.2 2011 804905 404690 68 4624 3.25737E+11 70444853.9 9. Interaksi Kota Denpasar dengan Kabupaten Jembrana

Tahun Pi Pj dij dij^2 Pi*Pj Pi*Pj/dij^2

2005 574955 259501 95 9025 1.49201E+11 16532010.8 2006 583600 260791 95 9025 1.52198E+11 16864003.06 2007 608595 264865 95 9025 1.61196E+11 17860998.86 2008 628909 268269 95 9025 1.68717E+11 18694381 2009 649762 269859 95 9025 1.75344E+11 19428711.75 2010 788589 272828 95 9025 2.15149E+11 23839242.07 2011 804905 273918 95 9025 2.20478E+11 24429691.72