Perlindungan konsumen perlindungan konsumen perlindungan konsumen (1)
PERLINDUNGAN KONSUMEN
HUKUM BISINIS
KELOMPOK 3
Kelas U1
(Manajemen S1 2013)
UNIVERISTAS WIDYATAMA
Christopher Thomas
(0213U013)
Kelompok
3 (Kelas
U1)
Nauval Akbar
(0213U018)
Ichsan Farid
(0213U021)
Haura Hannifah
(0213U067)
Nadya Moeisdyawati
(0213U106)
PERLINDUNGAN KONSUMEN
PENGERTIAN
DAN
PENGATURA
N
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
PENCANTUM
AN
KLAUSULA
BAKU DALAM
PERJANJIAN
KASU
S
HAK DAN
KEWAJIBAN
KONSUMEN
DAN PELAKU
USAHA
PERBUATAN
YANG
DILARANG
BAGI PELAKU
USAHA
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
PENGERTIAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah suatu
perlindungan terhadap konsumen agar
tercipta suatu keseimbangan antara
produsen dan konsumen dalam
pemenuhan hak dan kewajiban masingmasing pihak.
PENGERTIAN
DAN
PENGATURAN
PENGATURAN PERLINDUNGAN
PERLINDUNG
KONSUMEN
AN
KONSUMEN
Pengaturan perlindungan konsumen di
Indonesia yang memiliki instrument
hukum integrative dan komprehensif
terdapat dalam Undang-Undang No.8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21
ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3821
PENGERTIAN
DAN
PENGATURAN
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak
Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase
dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan
konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen
UNDANG – UNDANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Undang Undang ITE (Informasi dan
Transaksi Elektronik) merupakan
undang-undang yang di berlakukan
PENGERTIAN
untuk setiap orang (tanpa memandang
DAN
PENGATURAN suku, ras, dan sosial ekonomi) yang
PERLINDUNG bertujuan untuk menghormati hak-hak
cipta milik orang lain, terutama bagi
AN
para pelaku dunia maya yang
KONSUMEN
menggunakan jasa internet dalam
kehidupan sehari-hari dan melindungi
segala kegiatan dan usaha yang
berkaitan dengan informasi dan
transaksi elektronik.
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan
bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework
Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur
dalam KUHP.
PENGERTIAN
DAN
PENGATURAN
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar
Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII
(pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan).
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian
dan Permusuhan).
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti).
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking).
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi).
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia).
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?)).
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)).
UU perlindungan konsumen tersebut memiliki
asas sebagai berikut :
Asas manfaat : penyelengaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada konsumen maupun
pelaku usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan : konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh hak dan kewajibannya
secara adil.
PENGERTIAN
DAN
Asas keseimbangan : memberikan
PENGATURAN keseimbangan antara kepentingan konusmen
PERLINDUNG
dan pelaku usaha beserta pemerintah
AN
Asas keamanan dan keselamatan konsumen :
KONSUMEN
Untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen
Asas kepastian hukum : Negara menjamin
kepastian hokum kepada pihak pelaku usaha
maupun konsumen dalam memperoleh
keadilan dalam penyelengaraan perlindungan
konsumen
PENCANTUMAN
KLAUSULA BAKU DALAM
PERJANJIAN
PENCANTUMA
N KLAUSULA
BAKU DALAM
PERJANJIAN
Dengan lahirnya UU No.8
Tahun 1999 menyatakan
bahwa pencantuman
klausula baku dalam
dokumen atau perjanjian
dibatasi guna menempatkan
kedudukan konsumen setara
denga pelaku usaha
berdasarkan prinsip asas
kebebasan berkontrak.
PENCANTUMA
N KLAUSULA
BAKU DALAM
PERJANJIAN
Pasal 18 UU No.8 Tahun
1999 tersebut menyatakan
bahwa pelaku usaha
dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang
ditunjukan untuk
diperdagangkan dilarang
membuat atau
mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian
4 hak dasar konsumen yang sudah berlaku
secara universal, yaitu sebagai berikut :
Hak atas keamanan dan kesehatan.
Hak atas informasi yang jujur.
Hak pilih.
Hak untuk didengar.
HAK DAN
KEWAJIBAN
KONSUMEN
DAN PELAKU
USAHA
Kewajiban konsumen menurut perundagundangan yang berlaku adalah sebagai
berikut :
Membaca atau mengikuti petunjuk, informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan.
Beritikad baik dalam bertransaksi.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
telah disepakati.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum tentang
sengketa konsumen secara patut.
Hak pelaku usaha adalah sebagai berikut :
Menerima pembayaran sesuai kesepakatan.
Mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan konsumen yang
tidak beritikad baik.
Melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian
sengketa konsumen.
Merehabilitasi nama baik.
Hak-hak lain yang diatur dalam berbagai perundang-undangan.
HAK DAN
KEWAJIBAN
KONSUMEN
DAN PELAKU
USAHA
kewajiban pelaku usaha adalah :
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
Memberikan informasi yang benar, jelas &j ujur tentang kondisi&
penggunaan barang dan jasa.
Memberlakukan & melayani konsumen secara benar & jujur.
Menjamin mutu barang /jasa sesuai standard mutu yang berlaku.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji/mencoba
barang/jasa.
Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen
dalam hubungan dengan penggunaan barang atau jasa.
Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen
jika ternyata barang atau jasa tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan.
Menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual oleh
produsen.
Memberikan jaminan/garansi atas barang yang diproduksikannya.
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Tanggung
Jawab
Berdasarkan
Kelalaian
Tanggung
Jawab
Berdasarkan
Wanprestasi
Tanggung
Jawab Mutlak
Tanggung jawab
berdasarkan kelalaian
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
suatu prinsip tanggung jawab
yang bersifat subjektif, yaitu
suatu tanggung jawabysng
ditentuksn oleh perilaku
produsen. Kelalaian produsen
merupakan faktor yang
mengakibatkan adanya kerugian
pada konsumen (hubungan
sebab akibat antara kelalaian
dan kerugian konsumen)
Tanggung Jawab Berdasarkan
Wanprestasi
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Tanggung jawab berdasarkan
kontrak ketika suatu produk rusak
dan mengakibatkan kerugian,
konsumen biasanya melihat isi
kontrak atau perjanjian atau
jaminan yang merupakan bagian
dari kontrak, baik tertulis maupun
lisan. Penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu
kewajiban yang tidak didasarkan
pada upaya yang telah dilakukan
penjual untuk memenuhi janjinya.
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Tanggung Jawab Mutlak
Asas tanggung jawab ini dikenal
dengan nama product liability.
Produsen wajib bertanggung
jawab atas kerugian yang
diderita konsumen atas
penggunaan produk yang
beredar dipasaran.Penggugat
(konsumen) hanya perlu
membuktikan adanya hubungan
klausalitas antara perbuatan
produsen dan kerugian yang
dideritanya dapat menuntut
konpensasi tanpa harus
mempermasalahkan ada atau
tidanya unsur kesalahan di pihak
produsen.
larangan tertentu kepada pelaku usaha dalam
kegiatannya sebagai berikut :
Larangan yang berhubungan dengan barang
dan/jasa yang diperdagangkan.
Larangan yang berhubungan dengan promosi
atau iklan yang menyesatkan.
PERBUATAN
YANG
DILARANG
BAGI PELAKU
USAHA
Larangan dalam hubungan penjualan barang
secara obral atau lelang yang menyesatkan.
Larangan yang berhubungan dengan waktu
dan jumlah yang tidak dinginkan.
Larangan terhadap tawaran dengan imingiming hadiah.
Larangan terhadap tawaran dengan paksaan.
Larangan terhadadp tawaran dengan
pembelian melalui pesanan.
Larangan yang berhubungan dengan pelaku
usaha periklanan.
Larangan yang berhubungan dengan klausula
Konsekuensi Yudiris terhadap
pelanggaran perundang-undangan
tentang Perlindungan Konsumen
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
perundang-undangan tentang perlindungan
konsumen berakibatkan terhadap
konsekuensi-konsekuensi hukum sebagai
berikut :
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Kewajiban pelaku usaha atau importer atau
penjual untuk menghentikan kegiatannya
atau menarik barangnya dari peredaran, dan
atau
Memberikan ganti rugi kepada konsumen
dalam waktu 7 hari setelah transakasi
dengan beban pembuktian di pihak pelaku
usaha atau importer atau penjual, dan atau
Tuntutan pidana terhadap pelaku usaha atau
importer atau penjual, dengan beban
pembuktian pada pelaku usaha atau importir
atau penjual tersebut.
mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :
Memberikan saran dan rekomendasi
kepada pemerintah dalam rangka
menyusun kebijaksanaan di bidang
perlindungan nasional.
Melakukan penelitian dan pengkajian
terhadap perundang-undangan.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Melakukan penelitian terhadap barang dan
atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen.
Mendorong berkembangnya lembaga
perlindungan konsumen swadaya
masyarakat.
Memasyarakatkan prinsip perlindungan
konsumen
Menerima perlindungan tentang
perlindungan konsumen.
Melakukan survey yang menyangkut
Lembaga ini mempunyai tugas-tugas
sebagai berikut :
Menyebarluaskan informasi untuk
meningkatkan kesadaran tentang
perlindungan konsumen.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Memberi nasihat kepada konsumen
yang memerlukannya.
Bekerja sama dengan instansi terkait
dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen.
Membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan
dari konsumen.
Melakukan pengawasan bersama
dengan pemerintah dan masyarakat
Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
Menurut pasal 45 ayat (2) UU No.
8 Tahun 1999 menyatakan bahwa
:
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
“Penyelesaian sengketa
konsumen tidak menutup
kemungkinan penyelesaian
damai oleh para pihak yang
bersengketa yaitu tanpa melalui
pengadilan atau Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen
dan tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.”
Penerapan Sanksi-Sanksi
Sanksi Pidana
Sanksi pidana dapat dijatuhkan oleh
pengadilan (umum) setelah melalui
proses pidana biasa, yaitu lewat proses
penyidikan, penuntutan, pengadilan.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Sanksi Perdata
Sanksi perdata kepada pihak pelaku
usaha yang telah merugikan konsumen
mungkin diberikan dalam bentuk
kompensasi atau ganti rugi perdata,
yang dijatuhkan oleh pengadilan
perdata.
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi yang melanggar
perundang-undangan yang berlaku.
Perlindungan Konsumen
Pasal 29 UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menegaskan
bahwa pemerintah bertanggung jawab atas
pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya
hak konsumen dan pelaku usaha serta
melaksanakan kewajibannya.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Pasal 17 UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen bahwa pembinaan
oleh pemerintah atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen tersebut
dilimpahkan dan dilaksanakan oleh Menteri
yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang perdagangan
dan/atau bertanggung jawab secara teknis
menurut bidang tugasnya.
Pasal 30 UU No.8 Tahun 1999, pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen diatur serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangan
diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pada tanggal 26 Februari 2014, Jhonny (22 tahun belum menikah) belanja
barang secara online melalui situs jual beli “Berniaga.com” kepada Paul (20
tahun sudah menikah) sebagai penjual di situs jual beli online tersebut yaitu
sebuah laptop :
Sony Vaio Duo 13 SVD13-217PG
Harga : 23.900.000
Spesifikasi : Core i7 4500U 1.8Ghz, 8GB DDR3, 256GB SSD, No Optical
Drive, Intel HD, 13.3” WXGA Touch Screen, Wifi, 3G, Bluetooth, Camera,
Win 8 Pro 64 Bit
Kedua belah pihak sepakat atas harga dan kondisi barang yang tertera di
online shop tersebut. Dengan system pembayaran secara transfer melalui
Bank BCA dengan nomer rekening : 002134224453 pada tanggal 26
Februari 2014 sesuai dengan harga yang telah di sepakati yang tertera pada
online shop tersebut. Setelah barang diterima oleh Johnny dan uang telah
diterima pula oleh Paul sesuai dengan yang diperjanjikan, ternyata informasi
spesifikasi laptop yang tertera di online shop tersebut tidak sesuai dengan
kondisi laptop ketika hendak digunakan.Laptop yang diterima oleh Johnny
memiliki spesifikasi :
Core i5 3317U 1.7Ghz, 4GB DDR3, 128GB SSD, No Optical Drive, Intel
HD, 11.6” WXGA Touch Screen, Wifi, Bluetooth, Camera, Win 8 64 Bit
Dengan melihat spesifikasi tersebut Johnny telah membeli laptop Sony Vaio
Duo 11 SVD11-215CV dengan harga sebenarnya adalah 13.100.000
Johnnya selaku konsumen merasa dirugikan atas transaksi jual beli tersebut.
KASU
S
PERTANYAAN :
Apakah kasus tersebut merupakan kasus
pelanggaran hak konsumen ?Apa dasar
hukumnya apabila kasus tersebut merupakan
pelanggaran hak konsumen?
Apabila kasus tersebut merupakan
pelanggaran hak konsumen, apakah konsumen
berhak mendapatkan ganti rugi? Jelaskan
secara singkat dengan dasar hukumnya !
Apa sanksi bagi Pelaku Usaha atas kasus
pelanggaran hak konsumen tersebut? Jelaskan
secara singkat dengan dasar hukumnya !
Bagaimana bila identitas Pelaku Usaha
ternyata Palsu sehingga mempersulit proses
eksekusinya? Jelaskan secara singkat dan rinci
atas kasus tersebut !
KASU
S
PEMBAHAS
AN KASUS
Dalam kasus ini yang menjadi pelanggaran hak
konsumen adalah ketidaksesuaian informasi
yang diberikan oleh Pelaku Usaha kepada
Konsumen sehingga konsumen merasa dirugikan
atas pembelian barang tersebut.Oleh karena itu,
UU perlindungan konsumen tersebut memiliki
asas sebagai berikut :
Asas manfaat
Asas keadilan
Asas keseimbangan
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas kepastian hukum
ANALISA
KASUS
menggunakan pendekatan utama
pada Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UU
PK”) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik (“PP PSTE”).
PP PSTE sendiri merupakan turunan
dari Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elekronik (“UU
ITE”).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 BAB V TRANSAKSI
ELEKTRONIK Pasal 17, Pasal 19,
Pasal 20
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 BAB V TRANSAKSI
ELEKTRONIK Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau
melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
para
pihak yang bertransaksi;
ANALISA
KASUS
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik
akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem
Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik
akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
system elektronik.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 BAB V TRANSAKSI
ELEKTRONIK Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus
menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya
melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses
transaksi.
ANALISA
KASUS
Pendekatan Hukum Perlindungan Konsumen dalam
Transaksi Jual Beli/Belanja secara Online Dengan pendekatan
UU PK, kasus tersebut dapat disimpulkan sebagai salah
satu pelanggaran terhadap hak konsumen. Pasal 4 UU PK
menyebutkan salah satunya bahwa hak konsumen adalah :
• hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
• hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjualonline),
sesuai Pasal 7 UU PK menyebutkan salah satunya adalah:
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan
memberi kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Di tegaskan lagi oleh Pasal 8 UUPK melarang pelaku
usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut merupakan
bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam
memperdagangkan barang.
Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya,
pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan Pasal 62
UUPK, yang berbunyi:
ANALISA
KASUS
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat
(2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.
Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat
(1) PP PSTE menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang
menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib
menyediakan informasi yang lengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan
produk yang ditawarkan. Pada ayat berikutnya lebih
ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan
kejelasan informasi tentang penawaran
kontrak atau iklan.
Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur tidak
sesuai dengan yang diperjanjikan, yakni
Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu
kepada konsumen untuk mengembalikan
barang yang dikirim apabila tidak sesuai
dengan perjanjian atau terdapat cacat
tersembunyi.
ANALISA
KASUS
Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata
menggunakan identitas palsu atau melakukan
tipu muslihat dalam jual beli online tersebut,
maka pelaku usaha dapat
juga dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1) UU
ITE tentang menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Perbuatan sebagaimana dijelaskan di dalam
Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat
[2] UU ITE).
Sesi
pertanyaan
dengan satu
pertanyaan
dari setiap
kelompok.
Diharapkan
pertanyaan
yang
menggali isi
dari kajian
ini
HUKUM BISINIS
KELOMPOK 3
Kelas U1
(Manajemen S1 2013)
UNIVERISTAS WIDYATAMA
Christopher Thomas
(0213U013)
Kelompok
3 (Kelas
U1)
Nauval Akbar
(0213U018)
Ichsan Farid
(0213U021)
Haura Hannifah
(0213U067)
Nadya Moeisdyawati
(0213U106)
PERLINDUNGAN KONSUMEN
PENGERTIAN
DAN
PENGATURA
N
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
PENCANTUM
AN
KLAUSULA
BAKU DALAM
PERJANJIAN
KASU
S
HAK DAN
KEWAJIBAN
KONSUMEN
DAN PELAKU
USAHA
PERBUATAN
YANG
DILARANG
BAGI PELAKU
USAHA
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
PENGERTIAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah suatu
perlindungan terhadap konsumen agar
tercipta suatu keseimbangan antara
produsen dan konsumen dalam
pemenuhan hak dan kewajiban masingmasing pihak.
PENGERTIAN
DAN
PENGATURAN
PENGATURAN PERLINDUNGAN
PERLINDUNG
KONSUMEN
AN
KONSUMEN
Pengaturan perlindungan konsumen di
Indonesia yang memiliki instrument
hukum integrative dan komprehensif
terdapat dalam Undang-Undang No.8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21
ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3821
PENGERTIAN
DAN
PENGATURAN
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak
Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase
dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan
konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman
Pelayanan Pengaduan Konsumen
UNDANG – UNDANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Undang Undang ITE (Informasi dan
Transaksi Elektronik) merupakan
undang-undang yang di berlakukan
PENGERTIAN
untuk setiap orang (tanpa memandang
DAN
PENGATURAN suku, ras, dan sosial ekonomi) yang
PERLINDUNG bertujuan untuk menghormati hak-hak
cipta milik orang lain, terutama bagi
AN
para pelaku dunia maya yang
KONSUMEN
menggunakan jasa internet dalam
kehidupan sehari-hari dan melindungi
segala kegiatan dan usaha yang
berkaitan dengan informasi dan
transaksi elektronik.
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan
bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework
Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur
dalam KUHP.
PENGERTIAN
DAN
PENGATURAN
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar
Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII
(pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan).
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian
dan Permusuhan).
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti).
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking).
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi).
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi
Rahasia).
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?)).
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)).
UU perlindungan konsumen tersebut memiliki
asas sebagai berikut :
Asas manfaat : penyelengaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada konsumen maupun
pelaku usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan : konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh hak dan kewajibannya
secara adil.
PENGERTIAN
DAN
Asas keseimbangan : memberikan
PENGATURAN keseimbangan antara kepentingan konusmen
PERLINDUNG
dan pelaku usaha beserta pemerintah
AN
Asas keamanan dan keselamatan konsumen :
KONSUMEN
Untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen
Asas kepastian hukum : Negara menjamin
kepastian hokum kepada pihak pelaku usaha
maupun konsumen dalam memperoleh
keadilan dalam penyelengaraan perlindungan
konsumen
PENCANTUMAN
KLAUSULA BAKU DALAM
PERJANJIAN
PENCANTUMA
N KLAUSULA
BAKU DALAM
PERJANJIAN
Dengan lahirnya UU No.8
Tahun 1999 menyatakan
bahwa pencantuman
klausula baku dalam
dokumen atau perjanjian
dibatasi guna menempatkan
kedudukan konsumen setara
denga pelaku usaha
berdasarkan prinsip asas
kebebasan berkontrak.
PENCANTUMA
N KLAUSULA
BAKU DALAM
PERJANJIAN
Pasal 18 UU No.8 Tahun
1999 tersebut menyatakan
bahwa pelaku usaha
dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang
ditunjukan untuk
diperdagangkan dilarang
membuat atau
mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian
4 hak dasar konsumen yang sudah berlaku
secara universal, yaitu sebagai berikut :
Hak atas keamanan dan kesehatan.
Hak atas informasi yang jujur.
Hak pilih.
Hak untuk didengar.
HAK DAN
KEWAJIBAN
KONSUMEN
DAN PELAKU
USAHA
Kewajiban konsumen menurut perundagundangan yang berlaku adalah sebagai
berikut :
Membaca atau mengikuti petunjuk, informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan.
Beritikad baik dalam bertransaksi.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
telah disepakati.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum tentang
sengketa konsumen secara patut.
Hak pelaku usaha adalah sebagai berikut :
Menerima pembayaran sesuai kesepakatan.
Mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan konsumen yang
tidak beritikad baik.
Melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian
sengketa konsumen.
Merehabilitasi nama baik.
Hak-hak lain yang diatur dalam berbagai perundang-undangan.
HAK DAN
KEWAJIBAN
KONSUMEN
DAN PELAKU
USAHA
kewajiban pelaku usaha adalah :
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
Memberikan informasi yang benar, jelas &j ujur tentang kondisi&
penggunaan barang dan jasa.
Memberlakukan & melayani konsumen secara benar & jujur.
Menjamin mutu barang /jasa sesuai standard mutu yang berlaku.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji/mencoba
barang/jasa.
Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen
dalam hubungan dengan penggunaan barang atau jasa.
Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen
jika ternyata barang atau jasa tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan.
Menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual oleh
produsen.
Memberikan jaminan/garansi atas barang yang diproduksikannya.
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Tanggung
Jawab
Berdasarkan
Kelalaian
Tanggung
Jawab
Berdasarkan
Wanprestasi
Tanggung
Jawab Mutlak
Tanggung jawab
berdasarkan kelalaian
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
suatu prinsip tanggung jawab
yang bersifat subjektif, yaitu
suatu tanggung jawabysng
ditentuksn oleh perilaku
produsen. Kelalaian produsen
merupakan faktor yang
mengakibatkan adanya kerugian
pada konsumen (hubungan
sebab akibat antara kelalaian
dan kerugian konsumen)
Tanggung Jawab Berdasarkan
Wanprestasi
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Tanggung jawab berdasarkan
kontrak ketika suatu produk rusak
dan mengakibatkan kerugian,
konsumen biasanya melihat isi
kontrak atau perjanjian atau
jaminan yang merupakan bagian
dari kontrak, baik tertulis maupun
lisan. Penerapan kewajiban yang
sifatnya mutlak, yaitu suatu
kewajiban yang tidak didasarkan
pada upaya yang telah dilakukan
penjual untuk memenuhi janjinya.
PRINSIP
PERLINDUNG
AN
KONSUMEN
Tanggung Jawab Mutlak
Asas tanggung jawab ini dikenal
dengan nama product liability.
Produsen wajib bertanggung
jawab atas kerugian yang
diderita konsumen atas
penggunaan produk yang
beredar dipasaran.Penggugat
(konsumen) hanya perlu
membuktikan adanya hubungan
klausalitas antara perbuatan
produsen dan kerugian yang
dideritanya dapat menuntut
konpensasi tanpa harus
mempermasalahkan ada atau
tidanya unsur kesalahan di pihak
produsen.
larangan tertentu kepada pelaku usaha dalam
kegiatannya sebagai berikut :
Larangan yang berhubungan dengan barang
dan/jasa yang diperdagangkan.
Larangan yang berhubungan dengan promosi
atau iklan yang menyesatkan.
PERBUATAN
YANG
DILARANG
BAGI PELAKU
USAHA
Larangan dalam hubungan penjualan barang
secara obral atau lelang yang menyesatkan.
Larangan yang berhubungan dengan waktu
dan jumlah yang tidak dinginkan.
Larangan terhadap tawaran dengan imingiming hadiah.
Larangan terhadap tawaran dengan paksaan.
Larangan terhadadp tawaran dengan
pembelian melalui pesanan.
Larangan yang berhubungan dengan pelaku
usaha periklanan.
Larangan yang berhubungan dengan klausula
Konsekuensi Yudiris terhadap
pelanggaran perundang-undangan
tentang Perlindungan Konsumen
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
perundang-undangan tentang perlindungan
konsumen berakibatkan terhadap
konsekuensi-konsekuensi hukum sebagai
berikut :
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Kewajiban pelaku usaha atau importer atau
penjual untuk menghentikan kegiatannya
atau menarik barangnya dari peredaran, dan
atau
Memberikan ganti rugi kepada konsumen
dalam waktu 7 hari setelah transakasi
dengan beban pembuktian di pihak pelaku
usaha atau importer atau penjual, dan atau
Tuntutan pidana terhadap pelaku usaha atau
importer atau penjual, dengan beban
pembuktian pada pelaku usaha atau importir
atau penjual tersebut.
mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :
Memberikan saran dan rekomendasi
kepada pemerintah dalam rangka
menyusun kebijaksanaan di bidang
perlindungan nasional.
Melakukan penelitian dan pengkajian
terhadap perundang-undangan.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Melakukan penelitian terhadap barang dan
atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen.
Mendorong berkembangnya lembaga
perlindungan konsumen swadaya
masyarakat.
Memasyarakatkan prinsip perlindungan
konsumen
Menerima perlindungan tentang
perlindungan konsumen.
Melakukan survey yang menyangkut
Lembaga ini mempunyai tugas-tugas
sebagai berikut :
Menyebarluaskan informasi untuk
meningkatkan kesadaran tentang
perlindungan konsumen.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Memberi nasihat kepada konsumen
yang memerlukannya.
Bekerja sama dengan instansi terkait
dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen.
Membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan
dari konsumen.
Melakukan pengawasan bersama
dengan pemerintah dan masyarakat
Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
Menurut pasal 45 ayat (2) UU No.
8 Tahun 1999 menyatakan bahwa
:
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
“Penyelesaian sengketa
konsumen tidak menutup
kemungkinan penyelesaian
damai oleh para pihak yang
bersengketa yaitu tanpa melalui
pengadilan atau Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen
dan tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.”
Penerapan Sanksi-Sanksi
Sanksi Pidana
Sanksi pidana dapat dijatuhkan oleh
pengadilan (umum) setelah melalui
proses pidana biasa, yaitu lewat proses
penyidikan, penuntutan, pengadilan.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Sanksi Perdata
Sanksi perdata kepada pihak pelaku
usaha yang telah merugikan konsumen
mungkin diberikan dalam bentuk
kompensasi atau ganti rugi perdata,
yang dijatuhkan oleh pengadilan
perdata.
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi yang melanggar
perundang-undangan yang berlaku.
Perlindungan Konsumen
Pasal 29 UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menegaskan
bahwa pemerintah bertanggung jawab atas
pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya
hak konsumen dan pelaku usaha serta
melaksanakan kewajibannya.
PENEGAKAN
HUKUM
KONSUMEN
Pasal 17 UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen bahwa pembinaan
oleh pemerintah atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen tersebut
dilimpahkan dan dilaksanakan oleh Menteri
yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang perdagangan
dan/atau bertanggung jawab secara teknis
menurut bidang tugasnya.
Pasal 30 UU No.8 Tahun 1999, pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen diatur serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangan
diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pada tanggal 26 Februari 2014, Jhonny (22 tahun belum menikah) belanja
barang secara online melalui situs jual beli “Berniaga.com” kepada Paul (20
tahun sudah menikah) sebagai penjual di situs jual beli online tersebut yaitu
sebuah laptop :
Sony Vaio Duo 13 SVD13-217PG
Harga : 23.900.000
Spesifikasi : Core i7 4500U 1.8Ghz, 8GB DDR3, 256GB SSD, No Optical
Drive, Intel HD, 13.3” WXGA Touch Screen, Wifi, 3G, Bluetooth, Camera,
Win 8 Pro 64 Bit
Kedua belah pihak sepakat atas harga dan kondisi barang yang tertera di
online shop tersebut. Dengan system pembayaran secara transfer melalui
Bank BCA dengan nomer rekening : 002134224453 pada tanggal 26
Februari 2014 sesuai dengan harga yang telah di sepakati yang tertera pada
online shop tersebut. Setelah barang diterima oleh Johnny dan uang telah
diterima pula oleh Paul sesuai dengan yang diperjanjikan, ternyata informasi
spesifikasi laptop yang tertera di online shop tersebut tidak sesuai dengan
kondisi laptop ketika hendak digunakan.Laptop yang diterima oleh Johnny
memiliki spesifikasi :
Core i5 3317U 1.7Ghz, 4GB DDR3, 128GB SSD, No Optical Drive, Intel
HD, 11.6” WXGA Touch Screen, Wifi, Bluetooth, Camera, Win 8 64 Bit
Dengan melihat spesifikasi tersebut Johnny telah membeli laptop Sony Vaio
Duo 11 SVD11-215CV dengan harga sebenarnya adalah 13.100.000
Johnnya selaku konsumen merasa dirugikan atas transaksi jual beli tersebut.
KASU
S
PERTANYAAN :
Apakah kasus tersebut merupakan kasus
pelanggaran hak konsumen ?Apa dasar
hukumnya apabila kasus tersebut merupakan
pelanggaran hak konsumen?
Apabila kasus tersebut merupakan
pelanggaran hak konsumen, apakah konsumen
berhak mendapatkan ganti rugi? Jelaskan
secara singkat dengan dasar hukumnya !
Apa sanksi bagi Pelaku Usaha atas kasus
pelanggaran hak konsumen tersebut? Jelaskan
secara singkat dengan dasar hukumnya !
Bagaimana bila identitas Pelaku Usaha
ternyata Palsu sehingga mempersulit proses
eksekusinya? Jelaskan secara singkat dan rinci
atas kasus tersebut !
KASU
S
PEMBAHAS
AN KASUS
Dalam kasus ini yang menjadi pelanggaran hak
konsumen adalah ketidaksesuaian informasi
yang diberikan oleh Pelaku Usaha kepada
Konsumen sehingga konsumen merasa dirugikan
atas pembelian barang tersebut.Oleh karena itu,
UU perlindungan konsumen tersebut memiliki
asas sebagai berikut :
Asas manfaat
Asas keadilan
Asas keseimbangan
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas kepastian hukum
ANALISA
KASUS
menggunakan pendekatan utama
pada Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UU
PK”) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik (“PP PSTE”).
PP PSTE sendiri merupakan turunan
dari Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elekronik (“UU
ITE”).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 BAB V TRANSAKSI
ELEKTRONIK Pasal 17, Pasal 19,
Pasal 20
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 BAB V TRANSAKSI
ELEKTRONIK Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau
melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
para
pihak yang bertransaksi;
ANALISA
KASUS
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik
akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem
Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik
akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
system elektronik.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 BAB V TRANSAKSI
ELEKTRONIK Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus
menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya
melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses
transaksi.
ANALISA
KASUS
Pendekatan Hukum Perlindungan Konsumen dalam
Transaksi Jual Beli/Belanja secara Online Dengan pendekatan
UU PK, kasus tersebut dapat disimpulkan sebagai salah
satu pelanggaran terhadap hak konsumen. Pasal 4 UU PK
menyebutkan salah satunya bahwa hak konsumen adalah :
• hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
• hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjualonline),
sesuai Pasal 7 UU PK menyebutkan salah satunya adalah:
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan
memberi kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Di tegaskan lagi oleh Pasal 8 UUPK melarang pelaku
usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut merupakan
bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam
memperdagangkan barang.
Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya,
pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan Pasal 62
UUPK, yang berbunyi:
ANALISA
KASUS
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat
(2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.
Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 49 ayat
(1) PP PSTE menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang
menawarkan produk melalui Sistem Elektronik wajib
menyediakan informasi yang lengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan
produk yang ditawarkan. Pada ayat berikutnya lebih
ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan
kejelasan informasi tentang penawaran
kontrak atau iklan.
Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur tidak
sesuai dengan yang diperjanjikan, yakni
Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu
kepada konsumen untuk mengembalikan
barang yang dikirim apabila tidak sesuai
dengan perjanjian atau terdapat cacat
tersembunyi.
ANALISA
KASUS
Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata
menggunakan identitas palsu atau melakukan
tipu muslihat dalam jual beli online tersebut,
maka pelaku usaha dapat
juga dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1) UU
ITE tentang menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Perbuatan sebagaimana dijelaskan di dalam
Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat
[2] UU ITE).
Sesi
pertanyaan
dengan satu
pertanyaan
dari setiap
kelompok.
Diharapkan
pertanyaan
yang
menggali isi
dari kajian
ini