MENGEVALUASI PERANG MELAWAN PENJAJAHAN kuno

MENGEVALUASI PERANG MELAWAN PENJAJAHAN
KOLONIAL HINDIA BELANDA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. NAMA :

1

KATA PENGANTAR
Puji syukur tak bosan kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang mana atas
berkat rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini bukanlah makalah
yang yang sempurna, yang mana di dalamnya masih terdapat banyak kekurangan serta
kelemahan Oleh karena itu kritik dan saran yang Bersifat membangun sangatlah kami harapkan,
Demi penyempurnaan makalah ini di lain waktu dan kesempatan.. Selain itu, Saya berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk menambah

Wawasan dan Ilmu pengetahuan.

2

Kelompok 3 ,..... Nov2017
Kata Pengantar…………………………………………………………….………..

1

Daftar isi…………………………………………………………………………….
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...……..……………………………………………...…..

4

B. RUANG LINGKUP..………………………………………..….…………….....

4


C. TUJUAN PENULISAN.……….……………………………………………......

4

BAB II PEMBAHASAN
A.MENGEVALUASI PERANG MELAWAN PENJAJAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA
……………........................………………………….…..................................5
1. PERANG TONDANO……………………………………………………………..
2. PATTIMURA ANGKAT SENJATA………………………………………………
3. PERANG PADRI…………………………………………………………………..
4. PERANG DIPONEGORO…………………………………………………………
5. PERLAWANAN DIBALI………………………………………………………….
6. PERANG BANJAR……………………………………………………………….
7. ACEH BERJIHAD………………………………………………………………...
8. PERANG BATAK………………………………………………………………...
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN…...……………………………………………………………

23
3


B. SARAN….………..……………………………………………………………

23

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

24

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Agama Islam Di Indonesia sangatlah di pengaruhi oleh para tokoh-tokoh atau
para pemuka agama jaman dahulu,khususunya para wali yang kita kenal sebagai Wali Songo atau
dalam bahasa indonesi artinya sembilan wali.Tapi, bagaimana dengan perkembangan Islam di
Riau?
Untuk menjawab pertanyaan ini,kita perlu melihat-lihat dan mengobservasi sejarah yang
berkaitan dengan peninggalan – peninggalan sejarah islam di Riau itu sendiri seperti Masjid dan
selain itu sejarah kerajaan-kerajaan islam yang ada di Riau itupu perlu kita pelajari dan kita
kaji,agar nantinya kita bias mengambil kesimpulan tentang bagaimana perkembangan Islam di

Riau.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah sebatas terhadap beberapa hal penting yang
berhubungan dengan perkembangan Islam di Riau,Yaitu :
1) Kerajaan-kerajaan Islam Di Riau
2) Situs – situs peninggalan sejarah Islam di Riau

4

C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan kami dalam penyusunan makalah yang berjudul “Perkembangan
Islam Di Riau” adalah :
1. Untuk menambah pengetahuan Penulis dan Pembaca tentang perkembangan islam di Riau
pada umumnya.
2. Untuk menambah pengetahuan pembaca, tentang beberapa bukti pengembangan ajaran Islam
Di Riau, yang di buktikan dari data-data situs peninggalan sejarah islam di Riau.
3. Untuk menambah wawasan tentang tatanan kehidupan masyrakat Riau yang matoritas
bercorak Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sarana Masuknya Islam (Jalur pendidikan)
Sejarah mencatat bahwa pendidikan Islam di Indonesia memiliki karakeristik yang unik.Pada era
kolonial, pendidikan Islam didirikan dengan ‘modal dengkul’ dari para ulama dan semangat
warga.Hal itu sebagai upaya untuk menandingi keberadaan pendidikan sekuler yang dijalankan
oleh pemerintah Belanda. Tak ada uluran tangan dari pemerintah kolonial dalam bentuk apapun.
Sehingga kentara sekali jika pendidikan Islam menjadi anak tiri bahkan ‘anak haram’ pada saat
itu. Hal ini antara lain direkam oleh Manfred Ziemek (1986) dan Siok Cheng Yeoh (1994).
Dalam konteks itu, pendidikan Islam di Riau memiliki kesamaan sejarah dengan daerah lain dan
inilah yang menjadi dasar dari perkembangan agama Islam Di Riau.Ia didirikan dengan
semangat dakwah Islam sebagaimana kita temukan di daerah Kabupaten Indragiri Hilir ataupun
daerah lainnya.
B. Sejarah kerajaan Islam Riau dan pengaruhnya bagi penyebaran Islam.
Salah satu bentuk bukti-bukti penyebaran dan perkembangan agama islam di Riau adalah dengan
mengetahui beberapa sejarah penting tentang kerajaan Islam di Riau.
a) Kesultanan Riau-Lingga

5


Kesultanan Riau-Lingga adalah kerajaan Islam yang berpusat Kepulauan Lingga yang
merupakan pecahan dari Kesultanan Johor. Kesultanan ini dibentuk berdasarkan perjanjian
antara Britania Raya dan Belanda pada tahun 1824 dengan Sultan Abdul Rahman Muadzam
Syah sebagai sultan pertamanya. Kesultanan ini dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda
pada 3 Februari 1911.
Wilayah Kesultanan Riau-Lingga mencakup provinsi Kepulauan Riau modern, tapi tidak
termasuk provinsi Riau yang didominasi oleh Kesultanan Siak, yang sebelumnya sudah
memisahkan diri dari Johor-Riau.
Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi
bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu menjadi
bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan susastra
dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini
adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Melayu-Bugis.
Riau-Lingga pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan kemudian
Kesultanan Johor-Riau. Pada 1811 Sultan Mahmud Syah III mangkat. Ketika itu, putra tertua,
Tengku Hussain sedang melangsungkan pernikahan di Pahang. Menurut adat Istana, seseorang
pangeran raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat.
Dalam sengketa yang timbul Britania mendukung putra tertua, Husain, sedangkan Belanda
mendukung adik tirinya, Abdul Rahman. Traktat London pada 1824 membagi Kesultanan Johor
menjadi dua: Johor berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam

pengaruh Belanda. Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Riau-Lingga dengan gelar Sultan
Abdul Rahman Muadzam Syah, dan berkedudukan di Kepulauan Lingga.
Sultan Hussain yang didukung Britania pada awalnya beribukota di Singapura, namun kemudian
anaknya Sultan Ali menyerahkan kekuasaan kepada Tumenggung Johor, yang kemudian
mendirikan kesultanan Johor modern.
Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari
tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat
pamannya, yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan raja
6

muda (Yang Dipertuan Muda) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan Bugis
disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah pada 1899. Karena
tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II
meninggalkan Pulau Penyengat dan hijrah ke Singapura. Pemerintah Hindia Belanda
memakzulkan Sultan Abdul Rahman II in absentia 3 Februari 1911, dan resmi memerintah
langsung pada tahun 1913.

b) Kesultanan Riau-Lingga
Daik Lingga,Daik (Bekas Pusat Kerajaan Riau Lingga)
Daik, dahulunya hampir selama seratus tahun menjadi pusat kerajaan Riau-Lingga, sekarang

menjadi ibu kota Kecamatan Lingga, Kabupaten Kepulauan Riau.
Kota Daik yang terletak di sungai Daik, hanya dapat dilalui perahu atau kapal motor di waktu air
pasang. Kalau air surut, sungai Daik mengering dan tak dapat dilalui. Perhubungan lainnya
adalah melalui jalan darat ke desa Resun di sungai Resun. Dari sana melalui sungai itu terus ke
muara (Pancur) yang terletak di pantai utara pulau Lingga, berseberangan dengan Senayang.
Selama seratus tahun Daik menjadi pusat kerajaan, tentulah terdapat berbagai peninggalan
sejarah dan sebagainya. Raja-raja kerajaan Riau-Lingga yang memerintah kerajaan selama
periode pusat kerajaan di Daik Lingga yaitu : Sultan Abdurakhman Syah (1812-1832), Sultan
Muhammad Syah (1832-1841), Sultan Mahmud Muzafar Syah (1841-1857), Sultan Sulalman
Badrul Alam Syah II (1857-1883) dan Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1883-1911).
Mesjid Jamik Daik
Mesjid Jamik terletak di kampung Darat, Daik Lingga, dibangun pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Riayat Syah (1761-1812) pada masa awal beliau memindahkan pusat kerajaan dari
Bintan ke Lingga. Sumber tempatan menyebutkan bahwa bangunan mesjid ini dimulai sekitar
tahun 1803, dimana bangunan aslinya seluruhnya terbuat dari kayu. Kemudian setelah Mesjid
Penyengat selesai dibangun, maka bangunan Mesjid Jamik ini dirombak dan dibangun lagi dari
beton.
7

Mesjid ini di dalam ruang utamanya tidaklah mempergunakan tiang penyangga kubah atau

lotengnya. Pada mimbarnya terdapat tulisan yang terpahat dalam aksara Arab-Melayu (Jawi),
berisi : “Muhammad SAW. Pada 1212 H hari bulan Rabiul Awal kepada hari Isnen membuat
mimbar di dalam negeri Semarang Tammatulkalam.” Tulisan ini memberi petunjuk, bahwa
mimbar yang indah ini dibuat di Semarang, Jawa Tengah dengan memasukan motif-motif ukiran
tradisional Melayu.
c) Kerajaan Indragiri
Indragiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “Indra” yang berarti mahligai dan “Giri” yang
berarti kedudukan yang tinggi atau negeri, sehingga kata indragiri diartikan sebagai Kerajaan
Negeri Mahligai Kerajaan Indragiri diperintah langsung dari Kerajaan Malaka pada masa Raja
Iskandar yang bergelar Narasinga I. Pada generasi Raja yang ke 4 (empat) barulah istana
Kesultanan Indragiri didirikan oleh Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan
Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II beristerikan Putri Dang Purnama, bersamaan
didirikannya Rumah Tinggi di Kampung Dagang.
Raja-Raja Kerajaan Indragiri
Adapun Silsilah dari Kerajaan ini sebagai berikut :
1. Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I. Memerintah pada tahun 1298 - 1337, beliau
adalah Sultan Indragiri pertama yang merupakan Putra Mahkota dari Kerajaan Melaka
2. Raja Iskandar alias Nara Singa I. Memerintah pada tahun 1337 - 1400 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke dua
3. Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya. Memerintah pada tahun 1400 - 1473

M dan merupakan Sultan Indragiri ke tiga.
4. Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara
Singa II. Memerintah pada tahun 1473 - 1452 M dan merupakan Sultan Indragiri ke empat,
dimakamkan di Pekan Tua / Kota Lama.
5. Sultan Usulluddin Hasansyah. Memerintah pada tahun 1532 - 1557 M dan merupakan Sultan
Indragiri ke lima.
6. Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah. Memerintah pada tahun 1557 - 1599 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke enam.
8

7. Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah. Memerintah pada tahun 1559 1658 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh.
8. Sultan Jamalluddin Suleimansyah. Memerintah pada tahun 1658 - 1669 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke delapan.
9. Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah. Memerintah pada tahun 1669 - 1676 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke Sembilan.
10. Sultan Usulluddin Ahmadsyah. Memerintah pada tahun 1676 - 1687 M dan merupakan
Sultan Indragiri ke sepuluh.
11. Sultan Abdul Jalilsyah. Memerintah pada tahun 1687 - 1700 M dan merupakan Sultan
Indragiri ke sebelas.
12. Sultan Mansyursyah. Memerintah pada tahun 1700 - 1704 M dan merupakan Sultan Indragiri

ke dua belas.
13. Sultan Modamadsyah. Memerintah pada tahun 1704 - 1707 M dan merupakan Sultan
Indragiri ke tiga belas.
14. Sultan Musafarsyah. Memerintah pada tahun 1707 - 1715 M dan merupakan Sultan Indragiri
ke empat belas.
15. Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin Indragiri. Pada awalnya beliau merupakan
Mangkubumi Indragiri kemudian menjadi Sultan Indragiri ke lima belas yang memerintah pada
tahun 1715 - 1735 M dan dimakamkan di Kota Lama.
16. Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah. Memerintah pada tahun 1735 - 1765 M
dan merupakan Sultan Indragiri enam belas. Dimakamkan di Kampung Tambak sebelah hilir
Kota Rengat.
17. Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan. Memerintah pada tahun 1765 - 1784 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke tujuh belas. Dimakamkan di Mesjid Daik Riau
18. Sultan Ibrahim. Memerintah pada tahun 1784 - 1815 M dan merupakan Sultan Indragiri ke
delapan belas. Ia adalah yang mendirikan kota Rengat dan pernah ikut dalam perang Teluk
Ketapang untuk merebut kota melaka dari tangan Belanda pada tanggal 18 Juni 1784.
Dimakamkan di Mesjid Raya Rengat
19. Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu. Memerintah pada tahun 1815 - 1827 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke sembilan belas, beliau pernah bertapa di puncak Gunung Daik.

9

20. Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal. Memerintah pada tahun 1827 1838 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh.
21. Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah. Memerintah pada tahun 1838 - 1876 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh satu.
22. Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah. Memerintah pada tahun 1876 M - hanya seminggu
naik tahta kerajaan kemudian meninggal dunia karena sakit dan merupakan Sultan Indragiri ke
dua puluh dua.
23. Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah. Memerintah pada tahun 1877
- 1883M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua tiga. Dimakamkan di Raja Pura ( Japura)
24. Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah. Memerintah pada tahun 1887 - 1902 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh empat. Dimakamkan di Mesjid Raya Rengat
25. Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri, memangku pada tahun 1902 - 1912 M.
26. Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah. Memerintah pada tahun 1912 - 1963 M dan
merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh lima. Oleh T.N.I diberikan pangkat Mayor Honorair
TNI dengan surat penetapan Panglima T.N.I No. 228/PLM/Pers/1947 tanggal 11 Desember 1947
C) Situs-situs peninggalan sejarah Islam di Riau
Salah satu bukti nyata dari perkembangan dan penyebaran agama Islam di Riau dapat kita lihat
dari Situs-situs peninggalan sejarah islam di Riau Seperti :
a. Masjid Raya Nur Alam Senapelan Tonggak Sejarah Islam Pekanbaru
Sebuah bangunan masjid megah yang didominasi warna kuning di daerah Senapelan. Bangunan
tempat ibadah kaum muslimin seluas 60 X 80 meter itu dikenal dengan nama Masjid Raya Nur
Alam. Sejarah nama Masjid Raya Nur Alam yang juga dijuluki Masjid Alam ini, diambil dari
nama kecil Sultan Alamudin yaitu Raja Alam. Dimana upacara menaiki bangunan ini dilakukan
pada salat Jum'at yang dipimpin oleh menantu Sultan Alamudin yaitu Imam Syaid Oesman
Syahabuddin, menantu Sultan Alamuddin, ulama besar kerajaan Siak.Bangunan Masjid
bersejarah itu terlihat masih berdiri kokoh di sudut kota Pekanbaru.
Menurut sejarah rilisan takmir masjid ini, pada tahun 1762 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah
memindahan kerajaan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan. Bukit
10

Senapelan selanjutnya dikenal sebagai Kampung Bukit. Dalam tradisi melayu, sebuah istana
kerajaan hendaknya dibangun bersama balai rapat dan masjid. Prasyarat tradisi itu merupakan
perwujudan dari filosofi ôTali Berpilin Tigaö dimana dasar sebuah tata masyarakat melayu
adalah adanya unsur pemerintah, adat dan agama. Secara bentuk, bangunan Masjid Raya
Pekanbaru telah mengalami berbagai ubahan Awalnya masjid hanya berukuran kecil dan terbuat
dari kayu, menurut Dadang, salah satu pengurus masjid. Arsitektur bangun masjid ini masih asli.
Masjid ini hanya mengalami pelebaran saja, mengingat umat muslim yang beribadah di masjid
ini ini terus bertambah. Masjid yang berdiri di luas tanah tanah sekitar setengah hektare ini,
memiliki nilai arsitektur tradisional yang amat menarik. Bangunan religius yang merupakan
peninggalan kerajaan Siak dan merupakan masjid batu pertama yang dibangung di Pekanbaru.
tdak banyak orang mengetahui, komplek masjid inilah nama Pekanbaru bermula.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah (1766-1779),
komplek kerajaan ini mengalami kemajuan pesat. Sebagai sebuah pusat pemerintahan,
dibangunlah sarana pendukung ekonomi berupa pasar. Islam dalam catatan banyak sejarawan
disebarkan oleh kalangan pedagang. Pasar yang saat itu disebut sebagai ôPekanö sudah ada
sebelumnya di komplek itu. bangunan pasar baru itu saat itu dinamakan sebagai ôPekan
Baharoeö. Pada perkembanganya, kelaziman nama itu menjadi Pekanbaru dan menjadi nama
kota ini hingga kini.Masjid sebagai pusat kebudayaan islam kental sekali terlihat. Seperti pada
zaman awal islam, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk mengambil sumpah bagi orang
yang akan memeluk agama dan keyakinan islam.
Pada saat tribun berkunjung, H. Azhar Kasim, salah satu Imam masjid tengah mengambil
sumpah dalam dua kalimat syahadat dua orang warga Rumbai. NiÆu Delau dan Feni Lase,
misalnya.Dua orang warga Rumbai ini menyatakan memeluk agama islam, dan mengucap dua
kalimat syahadat di masjid raya Pekanbaru ini. Imam masjid, H.Azhar Kasim, yang
mengislamkan dua perantau asal Nias itu berpesan beberapa hal. Secara umum, rukun iman dan
rukun islam menjadi nasehat awal kepada Niu dan Feni. ôIslam itu agama yang universal dan
sesuai dengan nurani manusiaö ujar Azhar. Menurutnya, tidak ada perantara dalam hubungan
antara pencipta dengan hambanya dalam islam. Disamping itu, ia juga menegaskan kepada dua
muallaf itu, agar dalam memeluk islam bukan karena adanya pemaksaan.Kedepan, masjid
11

bersejarah yang sedang dipugar ini akan difungsikan sebagai pusat kajian dan kebuadyaan islam.
Sebuah Islamic centre akan dibangun. Dengan pembebasan tanah seluas 3,5 hektare, komplek
Islamic Center ini akan mengakomodir kebutuhan bermasyarakat umat islam secara luas.
Gedung serbaguna, pasar, pelabuhan hingga amphitheater akan dibangun guna mesukseskan
tujuan revitalisasi masjid ini. 3 zona terbagi dalam rancang bangun kawasan masjid. Zona satu
berupa Masjid sebagai tempat ibadah. Zona dua berupa Islamic center mewakili balai kerapatan,
dan zona tiga adalah pelabuhan mewakili area istana. Ketiga zona tersebut, menurut pengurus
masjid merupakan perwujudan filosofi tiga berpilin yang menjadi nafas kerajaan melayu.Terletak
tak jauh dari pusat perbelanjaan Pasar Bawah di Kecamatan Senapelan, di komplek masjid saksi
dari penyebaran awal agama islam ini terdapat komplek makam.
Selain tempat ibadah, pada bulan tertentu, Masjid Raya juga dijadikan salah satu objek wisata
religius andalan kota Pekanbaru. Wisatawan domestik maupun luar negeri acapkali berkunjung
ke masjid itu. Prosesi adat mandi menjelang bulan puasa ôMandi Balimauö adalah salah satu
tradisi menjelang ramadhan yang oleh pemerintah setempat dijadikan salah satu andalan sektir
wisata. Mandi menjelang bulan ramadhan juga dikenal dibeberapa tempat lain. Dalam tradisi
jawa, tradisi mandi yang diadaptasi dari kebiasaan pada sebelum islam itu dikenal sebagai
ôpadusanö. Berbeda dengan padusan, mandi balimau menggunakan beberapa jenis rempah, akarakaran, dan buah limau sebagai campuran air. Mandi balimau yang didaerah Kampar dinamakan
dengan Belimau Kasai ini kemudian dikemas sebagai agenda wisata dan dkenal sebagai ôPetang
Megangö.Peziarah dan pengunjung maupun wisatawan dalam maupaun dan luar negeri, acapkali
datang berkunjung. Peziarah dari berbagai penjuru umumnya datang untuk berdoa di komplek
makam Sultan Siak. Menurut Dadang, yang juga mengurus komplek makam. Komplek makam
memang terbuka untuk peziarah umum.
b. Masjid Arrahman Tertua ke2 di Pekanbaru
Ternyata, setelah mendengar cerita seorang kakek yang bernama Ibrahim salah satu saksi hidup
berdirinya Mesjid Arrahman Pekanbaru Riau. Ia bercerita bahwa Masjid yang berada di
persimpangan jalan Soedirman dan Jalan Nangka Pekanbaru ini "katanya" adalah masjid tertua
kedua di Kota Pekanbaru

12

Dijelaskannya, lokasi bangunan Masjid Ar-Rahman merupakan tanah wakaf dari Raden Sastro
Pawiro Djaya Diningrat. Pembangunan masjid ini dilakukan dengan swadaya masyarakat yang
berada di sekitar Jalan Sumatera dan wilayah Pekanbaru hingga ke Tangkerang. Namun begitu,
Raden Sastro merupakan donatur terbesar dan yang berperan penting dalam pembangunan
masjid ini.

"Raden Sastro memiliki banyak jasa dengan masjid ini, karena dialah yang memberikan
konstribusi besar untuk terwujudnya masjid ini. Tidak hanya itu, yang menggagas masjid ini
adalah Raden bersama masyarakat sekitarnya," ujarnya sampil mempermainkan kacamata yang
berada di tangannya.
Dalam penuturannya, pembangunan masjid ini dimulai tahun 1930 hingga 1935. Saat itu, di
sekitar masjid terdapat tiga rumah panggung. Raden bersama masyarakat berswadaya
membangun satu-satunya masjid yang berada di tengah kota itu. Konsep pembangunan juga
sangat sederhana. Dinding, lantai, dan tiang masjid saat itu hanya berasal dari papan biasa
dengan atap daun dan bangunan berbentuk panggung dengan ketinggian 1 meter. Luas bangunan
juga hanya 8x8 m2. Masjid juga dicat menggunakan oli bekas, sehingga warna masjid sedikit
hitam kecoklatan bergabung dengan warna papan.
Meski sederhana, warga Pekanbaru yang mayoritas muslim saat itu terus memenuhi masjid
tersebut. Mulai dari warga Jalan Sumatera, Tangkerang, Cut Nyak Dien, A Yani hingga di Jalan
Pinang. Apalagi setelah tabuhan beduk disambut dengan suara azan terdengar saat masuknya
waktu salat.
"Dulu sangat ramai, bahkan masjid ini penuh. Terutama waktu beduk yang saat itu ada
ditabuhkan dan ditambah suara azan dari muazin. Begitu mereka masuk, lantai papan masjid
berderak-derak (berbunyi), apalagi saat kita sedang melaksanakan ibadah salat jamaah. Bisa
dikatakan tidak pernah tidak penuh masjid ini pada masa itu," ujar lelaki yang lahir 20 Agustus
1932 itu.

13

Melihat kondisi ini, sekitar tahun 1960 warga mulai berswadaya menurunkan bangunan masjid
itu dari panggung menjadi tidak panggung. Namun kondisi bangunan tetap sama tanpa ada
perubahan. Pasalnya saat itu, Raden yang rumahnya saat itu berada tepat di atas tanah yang saat
ini berdiri gedung delapan lantai PT Surya Dumai.
"Kalau ditotal sebelum Pemko, kami sudah memrenovasi masjid ini sebanyak dua kali. Yaitu
tahun 1935 dan 1960 yang lalu. Pemko sendiri baru merenovasi masjid ini sekitar tahun 2005
yang lalu," jelasnya.
Pada tahun 2004 yang lalu Pemerintah Kota Pekanbaru telah melakukan pembebasan lahan yang
berada di sekitar mesjid Ar-Rahman. 4.700 meter persegi tanah yang dibebaskan, dan saat ini lah
yang dibangun Masjid Ar-Rahman dan Gedung BAZ serta KPU Pekanbaru. Setelah itu sekitar
tahun 2006 lalu pemerintah Provinsi Riau membantu bangunan sekitar 610 meter persegi.
Banyak perubahan yang terjadi di masjid ini, bahkan bisa dikatakan berubah 100 persen. Dari
sebuah masjid yang kecil saat ini berubah menjadi sebuah masjid yang sangat mengah. Tak ayal,
Pemko Pekanbaru menasbihkannya menjadi salah satu ikon Kota Bertuah ini. Namun satu yang
tak akan pernah hilang diingatan Ibrahim, sesaat ketika Ustadz Abdullah Hasan yang tidak lain
adalah orangtua dari Wali Kota Pekanbaru Drs H Herman Abdullah MM menyampaikan
tausiahnya yang memang kerap dilakukan.
"Bentuk bangunan bisa berganti, tetapi nilai sejarah yang terkandung tidak akan hilang. Satu hal
yang tidak akan saya lupakan yaitu pesan dari Uztad Abdullah Hasan dalam dakwahnya,"
ujarnya kakek bernama Ibrahim itu.

c. Istana Kerajaan Siak
1. Sejarah Pembangunan

14

Istana Siak ini merupakan bukti sejarah kebesaran kerajaan Melayu Islam di Riau. Istana ini
dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889, dengan
nama ASSERAYAH HASYIMIAH lengkap dengan peralatan kerajaan. Sebelum pembangunan
istana dilakukan, Sultan melakukan lawatan ke negeri Belanda dan Jerman. Kemungkinan,
pengalaman selama di Eropa ikut mempengaruhi corak arsitektur Istana Siak.
Saat ini, di dalam istana masih bisa ditemukan berbagai koleksi yang bernilai tinggi, seperti:
• kursi singgasana sultan yang bersalut emas
• payung
• senjata kerajaan Melayu
• bendera kerajaan Siak
• replika mahkota Kerajaan Siak
• setanggi pembakar
• canang
• alat musik komet buatan Jerman, yang memiliki piringan bergaris tengah 90 cm, berisikan lagulagu Mozart dan Bethoven
• kursi dan meja yang terbuat dari kayu, kristal dan kaca
• lampu kristal warna-warni
• berbagai bentuk lemari dan senjata
• dan beraneka bentuk koleksi cendera mata dari negeri sahabat.
Selain benda-benda tersebut, terdapat sebuah cermin peninggalan permaisuri sultan yang disebut
cermin Ratu Agung. Ada keyakinan yang berkembang di masyarakat bahwa, jika sering
bercermin di depan Ratu agung, maka akan membuat kulit awet muda.
2. Lokasi
Istana ini terletak di Kabupaten Siak Sri Indrapura, berjarak lebih kurang 125 km. dari
Pekanbaru, Riau, Indonesia.
3. Luas
Bangunan Istana Siak berdiri di atas areal tanah seluas ± 28.030 m2.
4. Arsitektur
Corak arsitektur Istana Siak menunjukkan adanya perpaduan gaya arsitektur Melayu, Arab dan
Eropa. Istana ini masih berdiri megah hingga saat ini setelah dilakukan beberapa kali renovasi.
15

Pada pintu gerbang masuk, terdapat hiasan berupa sepasang burung elang menyambar dengan
sorot mata tajam, seolah-olah mengawasi semua orang yang akan masuk ke areal istana.
Istana Siak terdiri atas dua lantai, lantai bawah dan lantai atas. Pada setiap sudut bangunan
terdapat pilar berbentuk bulat. Sedangkan pada bagian ujung puncak terdapat hiasan burung
garuda. Semua pintu dan jendela berbentuk kubah dengan hiasan mozaik kaca. Lantai bawah
terdiri dari 6 ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu dan ruang sidang. Di dalamnya
terdapat ruang besar utama yang terbagi atas ruang depan istana, ruang sisi kanan, ruang sisi kiri,
dan ruang belakang. Sedangkan lantai atas terdiri dari 9 ruangan yang berfungsi untuk istrahat
sultan, keluarga atau kerabat sultan dan para tamu kerajaan.
Selain bangunan utama, di dalam komplek Istana Siak juga terdapat bangunan lain, yaitu:
a. Istana Baru
Istana ini berada di sebelah barat bangunan utama. Dibangun pada masa sultan yang terakhir.
Denah dasar bangunan ini berbentuk persegi empat berukuran 19 m x 15,7 meter. Terdiri dari
enam ruangan yaitu ruang depan, ruang tamu, ruang kerja, ruang makan, dan 2 buah kamar tidur.
Pada bagian samping kanan dan kiri terdapat teras.
Istana Baru dahulu difungsikan untuk tempat tinggal permaisuri sultan pada waktu hamil.
Sekarang digunakan untuk tempat tinggal keturunan sultan.
b. Istana Panjang
Istana ini hanya tinggal lubang-lubang bekas tonggak (tiang) yang terletak di sebelah timur
bangunan utama istana. Berdasarkan penuturan dari keluarga keturunan sultan, dahulu Istana
Panjang tersebut terbuat dari kayu.
c. Istana Limas
Saat ini, bentuk bangunan istana sudah tidak ada. Konon, dahulu istana ini juga terbuat dari
kayu.
d. Gardu Jaga Lama
Gardu jaga lama berbentuk bulat silinder, terbuat dari batu bata. Diameternya berukuran 3 m.
dengan 1 buah pintu di depan berbentuk kubah. Terletak di sebelah kiri bangunan istana baru.
e. Dapur dan Kolam Istana
Dapur istana terletak di belakang kanan bangunan istana baru. Sekarang yang masih tersisa
adalah bagian dinding, terdiri dari 3 ruangan berjajar. Bangunan ini relatif kurang terawat dan

16

sekarang difungsikan sebagai gudang. Di depan dapur istana ini terdapat kolam istana berbentuk
bulat dengan diameter 5,30 m dan tinggi fondasi 40 cm. Adapun ketebalan dinding sekitar 26 cm.
5. Perencana
Sebagian orang berpendapat, arsitek atau perencana istana ini adalah seorang arsitek
berkebangsaan Jerman. Namun tidak diketahui secara pasti siapa namanya.
d.Pulau Penyengat
e.Makam Engku Putri
Makam Engku Putri Permaisuri Sultan Mahmud ini terletak di pulau Penyengat Indra Sakti.
Pulau Penyengat adalah milik Engku Putri, karena pulau ini dihadiahkan suaminya Sultan
Mahmud Syah sebagai mas kawinnya sekitar tahun 1801-1802. Selain itu Engku Putri adalah
pemegang regalia kerajaan Riau.
Bangunan makam terbuat dari beton, dikelilingi oleh pagar tembok pada tempat yang ketinggian.
Dahulu atap bangunan makam dibuat bertingkat-tingkat dengan hiasan yang indah.
Di kompleks ini terdapat pula makam tokoh-tokoh terkemuka kerajaan Riau, seperti makam Raja
Haji Abdullah (Marhum Mursyid)
Yang Dipertuan Muda Riau IX, makam raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal “Gurindam
Dua Belas”, makam Raja Haji Abdullah, makam Mahkamah Syariah kerajaan Riau-Lingga,
makam Tengku Aisyah Putri – Yang Dipertuan Muda Riau IX, dan kerabat-kerabat Engku Putri
yang lain.
Sejarah Riau mencatat bahwa Engku Putri (Raja Hamidah) adalah putri Raja Syahid Fisabilillah
Marhum Teluk Ketapang – Yang Dipertuan Muda Riau IV – yang termashur sebagai pahlawan
Riau dalam menentang penjajahan Belanda. Sebagai putri tokoh ternama, Engku Putri besar
peranannya dalam pemerintahan kerajaan Riau, sebab selain memegang regalia (alat-alat
kebesaran kerajaan) beliau adalah permaisuri Sultan Mahmud, dan tangan kanan dari Raja Jaafar
– Yang Dipertuan Muda Riau VI.

17

Sebagai pemegang regalia kerajaan, beliau sangatlah menentukan dalam penabalan sultan,
karena penabalan itu haruslah dengan regalia kerajaan. Engku putri pernah pula melakukan
perjalanan ke beberapa daerah lain, seperti ke Sukadana, Mempawah dan lain-lain untuk
mempererat tali persaudaraan antara kerajaan Riau dengan kerajaan yang dikunjunginya.
Tokoh ternama dari kerajaan Riau ini mangkat di pulau Penyengat bulan Juli tahun 1884.
Mesjid Raya Sultan Riau
Mesjid yang menjadi kebanggaan orang Melayu Riau ini didirikan pada tanggal 1 Syawal 1249
H (1832 M) atas prakarsa Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid
ini seluruhnya terbuat dari beton, berukuran 18 x 19,80 meter. Di bagian dalam ruang utama
terdapat empat buah tiang utama. Pada keempat sudut bangunan berdiri empat buah menara,
sedangkan atapnya terdiri dari 13 buah kubah yang unik. Cerita masyarakat tempatan
menyebutkan,untuk membangun mesjid ini, terutama untuk memperkuat beton kubah, menara
dan bagian tertentu lainnya, dipergunakan bahan perekat dari campuran putih telur dan kapur.
Pelaksanaan pembangunannya melibatkan seluruh lapisan masyarakat di kerajaan Riau, yang
bekerja siang malam secara bergiliran.
Di dalam mesjid ini tersimpan pula kitab-kitab kuno (terutama yang menyangkut agama Islam)
yang dulunya menjadi koleksi perpustakaan didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf AI
Ahmadi,Yang Dipertuan Muda Riau X. Benda lain yang menarik dan terdapat dalam mesjid ini
adalah mimbarnya yang indah, serta kitab suci AI Qur’an tulisan tangan.
f.Bekas Gedung Tabib Kerajaan
Sisa gedung Engku Haji Daud ini hanya berupa empat bidang dinding tembok dengan beberapa
buah rangka pintu dan jendela. Gedung ini dahulu dikenal dengan sebutan Gedung Engku Haji
Daud atau Gedung Tabib Kerajaan, karena beliau adalah Tabib Kerajaan Riau. Bekas gedung ini
banyak menarik pengunjung karena disamping peninggalan sejarah juga terletak di tengah
kediaman ramai.
g.Makam Raja Haji
18

Raja Haji-Yang Dipertuan Muda Riau IV-adalah pahlawan Melayu yang amat termashur. Beliau
berperang melawan penjajah Belanda sejak berusia muda sampai akhir hayatnya dalam
peperangan hebat di Tetuk Ketapang tahun 1784.
Raja Haji yang hidup antara tahun 1727-1784 itu telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin,
hulubalang dan ulama. Para penulis sejarah mencatat, terutama pada tahun 1782-1784 cukup
berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik dan ekonomi di wilayah Nusantara dan negerinegeri Belanda yang sangat tergantung terhadap sumber perekonomiannya di Timur.
Pihak Belanda bahkan menganggap bahwa perang yang dipimpin Raja Haji adalah peperangan
yang cukup besar dan sempat menggoncangkan kedudukan Belanda di Nusantara. Karena
kepahlawanannya itulah, Raja Haji diagungkan masyarakat Melayu, disebut dengan gelar Raja
Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang.
Ketika beliau mangkat dalam peperangan hebat di Teluk Ketapang, jenazahnya kemudian dibawa
ke Malaka dan dikebumikan disana. Baru beberapa tahun kemudian jenazah beliau dibawa ke
pulau Penyengat dan disemayamkan dalam makam yang terletak di Bukit Selatan pulau
Penyengat, bersebelahan dengan makam Habib Syekh, seorang ulama terkemuka di kerajaan
Riau-Lingga.
h.Makam Raja Jaafar
Raja Jaafar – Yang Dipertuan Muda Riau VI – adalah putra Raja Haji Sahid Fisabilillah Marhum
Teluk Ketapang. Raja Jaafar menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VI tahun 1806-1831. Ketika
mangkatnya digelar Marhum Kampung Ladi.
Kompleks makam almarhum Raja Jaafar seluruhnya dibuat dari beton, indah dan kokoh. Pada
makam ini terdapat pilar-pilar, kubah-kubah dari beton yang dihiasi ornamen yang menarik. Di
luar cungkup makam ini, dalam kompleks makam terdapat pula kolam air yang dilengkapi
tangga batu tempat berwuduk. Di kompleks makam ini terdapat pula makam-makam keluarga
bangsawan lainnya.

19

i.Makam Raja Abdurrakhman
Raja Abdurrakhman – Yang Dipertuan Muda Riau VII – ketika mangkatnya digelar Marhum
Kampung Bulang. Raja Abdurrakhman menjadi Yang Dlpertuan Muda Riau tahun 1832-1844.
Beliau terkenal aktif dalam menggalakkan pembangunan di pulau ini, serta taat beribadah. Salah
satu hasil upaya beliau yang utama adalah pembangunan Mesjid Raya Penyengat. Karena
jasanya itutah, ketika beliau meninggal dunia jenazahnya dikebumikan hanya beberapa ratus
meter di bagian belakang mesjid, terdapat pada sebuah lereng bukit.
j.Bekas Istana Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah
Bangunan bekas istana Sultan Riau yang terakhir ini hanya berupa puing-puing belaka dahulu.
Istana ini disebut Kedaton, dengan lapangan luas di sekitarnya.
Istana ini mulai rusak sejak Sultan Abdurrakhman Muazzam Syah (1833-1911) meninggalkan
Penyengat karena dimusuhi Belanda, akibat sikap beliau menentang pemerintahan Betanda tahun
1911. Beliau segera ke Daik dan bergegas meninggalkan Daik dan untuk selanjutnya bermukim
di Singapura sampai akhir hayatnya. Sejak itu istana ini tinggal terlantar dan akhirnya runtuh
sama sekali, kini tinggal puingnya.
k.Bekas Gedung Tengku Bilik
Bangunan ini bertingkat dua, walaupun sudah rusak tapi bentuk aslinya masih kelihatan. Bentuk
bangunannya merupakan ciri-ciri kesukaan para bangsawan Melayu akhir abad XIX, karena seni
bangunan seperti itu masih ditemui di Singapura (istana Kampung Gelam), di Johor dan tempattempat lain di semenanjung Malaysia. Bangunan ini masih ditempati sampai masa Perang Dunia
II dan sekarang masih menarik pengunjung yang datang ke pulau Penyengat.Pemilik gedung ini,
yaitu Tengku Bilik, adik sultan Riau terakhir, bersuamikan Tengku Abdul Kadir.
l.Gudang Mesiu
Tak seberapa jauh dari Mesjid Raya Penyengat terdapat bangunan kecil yang seluruhnya terbuat
dari beton, tampak amatlah kokoh dengan temboknya setebal satu hasta dengan jendela-jendela
kecil berjeriji besi.
20

Sesuai dengan namanya, gedung ini dahulunya tempat menyimpan mesiu, yang oleh penduduk di
daerah ini disebut obat bedil. Melihat gedung ini akan memberi bayangan betapa siapnya
kerajaan Riau – Lingga dalam menentang penjajahan di negerinya.
Dahulu, menurut cerita tempatan, di pulau ini terdapat empat buah gedung tempat menyimpan
mesiu dan kini hanya tinggal satu ini.
m.Kubu dan Parit Pertahanan
Di Penyengat terdapat kubu dan parit pertahanan kerajaan Riau dalam peperangan melawan
Belanda tahun 1782-1784. Kubu-kubu ini terletak di bukit Penggawa, bukit Tengah dan bukit
Kursi. Dahulu, kubu-kubu ini seluruhnya dilengkapi dengan meriam dalam berbagai ukuran.
Bagi para wisatawan yang berkunjung, kubu ini amatlah menarik, karena selain mengandung
nilai sejarah juga pemandangan alam dari kubu-kubu ini sangat indah pula.
n.Balai Adat Indra Perkasa
Gedung dengan arsitektur tradisional Melayu Kepulauan ini dijadikan Balai Adat untuk
memperagakan berbagai bentuk upacara adat Melayu. Letaknya di tepi pantai menghadap laut
lepas, amatlah mempesona.Di dalam gedung ini dapat dilihat tata ruangan dan beberapa benda
kelengkapan adat Resam Melayu atau beberapa atraksi kesenian yang diadakan untuk
menghormati tamu tertentu.

D) Tokoh penyebar sejarah Islam di Riau
Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Gurindam 12 oleh Raja Ali Haji (Pahlawan Nasional)
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad (Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1808- Riau, ca. 1873)
adalah ulama, sejarawan, pujangga, dan terutama pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa
Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa
Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji
Fisabilillah, Yang Dipertuan IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan
Bugis.
21

Kompleks makam keluarga Haji Ahmad di Pulau Penyengat, Kota Tanjung PinangKarya
monumentalnya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya.
Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-RiauLingga penggal yang pertama merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga
menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul
Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku
berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi
penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang
menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat
Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji
hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum,
Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai
penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November
tahun 2004.

22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat kami simpulkan dari beberapa pembahasan yang berhubungan
dengan penyebaran perkembangan agama Islam Di Riau, yaitu :
1. Perkembangan dan penyebaran agama Islam di Riau dimulai dengan perkembangan secara
sedikit-sedikit melalui rasa keingin tahuan masyarakat Riau itu sendiri pada mulanya.
2. Perkembangan Islam di Riau ,tidak terlepas dari pejuangan tokoh-tokoh penting dalam sejarah
seperi Raja Ali haji dan beberapa pembesar kerajaan – kerajaan Islam di Riau seperti Kerajaan
Siak ,daik, serta kerajaan yang ada di daerah indra giri.
3. Salah satu bukti nyata perkembangan dan penyebaran agama islam di Riau adalah Situs- situs
sejarah yang ada di Riau itu sendiri seperti : Masjid Masjid Raya Nur Alam Senapelan, Masjid
Arrahman Tertua ke2 di Pekanbaru,Istana kerajaan Siak.
4. Situs Sejarah pulau Penyengat.
A. Saran
Demikian beberapa pembahasan mengenai Perkembangan agama Islam di Riau, Adapun
beberapa saran yang ingin kami sampaikan adalah :

23

1) Mempelajari tentang Perkembangan Islam di Riau seharusnya membuat kita sadar bawha,
cukup banyak situs – situs bukti penyebaran agama Islam di Riau, Oleh karena Itu kita Wajib
untuk bangga karena menjadi Warga penduduk Riau.
2) Dengan adanya Situs-situs sejarah islam di Riau hendaknya memotivasi kita untuk menjaga
Aset daerah kita, sehingga dapat di jadikan ladang baru untuk kita bias mendatangkan minat
wisatawan dating ke Riau,sehingga dapat menambah asset daerah.
3) Menjaga peninggalan-peninggalan sejarah di Daerah kita (Riau) seharusnya selalu kita
lakukan generasi Riau kedepannya dapat mengetahui sejarah Islam di daerahnya.
4) Dan yang terakhir yang paling penting dari kita mempelajari Sejarah perkembangan serta
penyebaran Islam di Riau adalah Agar kita bisa melihat kebesaran-kebesaran Allah. S.W.T dalam
penciptaan mahluk dan dapat meningkatkan taraf keiman dan takwaan kita kepa –Nya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjandrasasmita,Uka 1993. (ditor Khusus): Jaman Pertumbuhan Dan Perkembangan
Kerajaan-Kerajaan

Islam

Di

Indonesia.

Dalam

Sejarah

Nasional

Indonesia

III.

Jakarta.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bp Balai Pustaka.
2. -------2000..Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia.Jakarta, PT.
Menara Kudus.
3.

Abie,

Deni

(2008).

”Perkembangan

Islam”Perkembanganislam.Diambildari:

http://www.riau.go.id.
4. Abdul Kadir, Sejarah Masuknya Islam di Riau, Pekanbaru: Pepustakaan Nasioanl RI, 1999
UU. Hamidy, Potensi Lembaga Pendidikan Islam di Riau, Pekanbaru:UIR Press, 1994,
http://id.wikipedia.org/wiki/Melayu_Riau
5. httpandi381.blogspot.com201201makalah-masuknya-agama-islam-ke.html.html
6. http://yhiiie.wordpress.com/20121129sejarah-masuknya-islam-di-riau.html
24