ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI (StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI

(StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

Oleh

ERSHE WIDA MEI LIANA

Seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, dan melanggar asas kepatutan atau kesusilaan di masyarakat. Lingkupperbuatanmelawanhukumbegituluassehinggaseringkaliorang

mengajukangugatanperbuatanmelawanhukumnamundaridalil-dalil yang dikemukakansebenarnyalebihtepatjikadiajukangugatanwanprestasi. Dalam hal ini yang akan penulis bahas adalah gugatan antar pimpinan dan pemilik perusahaan keluarga PT Mirota.Pokokpermasalahandalampenelitianiniadalah: 1) Siapakahpihak-pihak yang terlibatdalamkeduaputusan; 2) Alasan-alasanparapihakmengajukangugatan; 3) Pertimbangan hakim dalamkeduaputusan; 4) Akibathukumputusanbagiparapihak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi yang terdapat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK tentang Perkara Perbuatan Melawan Hukum dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tentang Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatifdengan tipepenelitian deskriptif.Penelitian ini menganalisis pokok-pokok permasalahan dengan melakukan kajian terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwapihak-pihak yang

terlibatdalamkeduaputusanadalah Siswanto Hendro Sutikno selaku Pimpinan PT Mirota Nayan/Mirota Kampus dan Niniek Widjayanti Gunawan selaku pemilik Mirota Bakery. Alasan-alasanparapihakmengajukangugatandalamPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK telahsesuaidenganPasal 1365 KUH Perdata sedangkan alasan-alasan Penggugat dalam PutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK berdasarkan Yurisprudensi MARINo.1875/K/Pdt/1984 tidakdapatdibenarkan.


(2)

(3)

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI

(StudiKasusPutusanNomor35/Pdt.G/2012/PN.YKdan Putusan Nomor42/Pdt.G/2012/PN.YK)

Oleh

ERSHEWIDA MEI LIANA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(StudiKasusPutusanNomor35/PDT.G/2012/PN.YKdan Putusan

Nomor 42/PDT.G/2012/PN.YK)

(Skripsi)

Oleh

ERSHEWIDA MEI LIANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Ershe Wida Mei Liana, lahir di Kediri, 27 Mei 1991. Penulis adalah anak bungsu dari pasangan Slamet Susanto dan Erwidati, S.H. Penulis mulai mengenyam pendidikan pada tahun 1996 di TK Aisyah IV Kediri, kemudian melanjutkan Sekolah Dasar di SDN Ngronggo VI Kediri, SMP Negeri 3 Kediri, SMA Negeri 7 Kediri dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Semasa kuliah, penulis aktif di UKM FOSSI (Forum Silaturahim dan Studi Islam) dan pernah memegang amanah sebagai Sekretaris Departemen KASTRAD (Kajian dan Strategi Akademik) juga sebagai Sekretaris Biro BBQ (Bimbingan Baca Al Qur’an).

Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan diantaranya sebagai berikut:

1. Talk Show “Maju Bersama Wirausahawan Muda, Berkarya Untuk Membangun Bangsa” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas pada tanggal 26 April 2011.


(8)

diselenggarakan oleh Birohmah Unila pada tahun 2012.

4. Training Motivation yang diselenggarakan oleh BEM FISIP Unila pada tanggal 25 Februari 2011.

5. Pelatihan Terpadu Gerakan Kewirausahaan Nasional yang diselenggarakan oleh BM Company dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada tahun 2013


(9)

MOTO

Dunia ini ibarat laut tak bertepi, dalam tak berakar. Belajarlah dengan pesona sebagai perahu, kebenaran sebagai kemudinya, takwa sebagai nahkodanya, dan

iman sebagai pedoman. Tidak ada sesuatu yang lebih baik daripada akal yang diperintah dengan ilmu, dan ilmu yang diperintah dengan kebenaran, kebaikan,

dan agama.

(Acmad Rifa’i)

Ada dua perkara yang tidak lepas dari dusta, yaitu terlalu banyak berjanji dan terlalu keras mencari alasan.


(10)

PERSEMBAHAN

“Skripsi ini kupersembahkan untuk Ibuku, Erwidati, S.H. yang sangat menginginkan putrinya dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum. Terima kasih untuk kasih sayang, pengorbanan, dukungan, dan materi yang diberikan.”

“Untuk Ayahku Slamet Susanto, Kakakku Agnes Ade Irawan, dan seluruh keluargayang menyayangiku.”


(11)

SANWACANA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “AnalisisPutusanPengadilantentangPerbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (StudiKasusPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum di Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis telah banyak menerima bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat. penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendukung serta memberi masukan untuk judul skripsi yang diangkat penulis.

3. Bapak Dr. M. Fakih, S.H.,M.S. selaku pembimbing I yang dengan sabar memberikan motivasi dan masukan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H.,M.Hum. selaku pembimbing II yang telah mengarahkan dan memberikan ide-ide untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(12)

saran, serta memberikan pemahaman tentang metodologi penelitian. 7. Bapak Ahmad Zazili, S.H. selaku pembimbing akademik.

8. Seluruh Dosen maupun Karyawan Civitas Akademika di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Saudariku di FOSSI FH Unila dan rekan-rekan Fakultas Hukum angkatan 2010, khususnya jurusan Hukum Perdata Murni.

10. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan, dan semangatnya.

Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan mereka. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandar

Lampung, Juli 2014

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTO ...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN . ... vii

SANWACANA ...viii

DAFTAR ISI ...xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang . ...1

B.Rumusan Masalah...7

C.Ruang Lingkup Penelitian ...8

D.Tujuan Penelitian ...8

E.KegunaanPenelitian ...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Perikatan ...10

B.Perbuatan Melawan Hukum 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum ...11

2. Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum ...14

C.Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian ...19

2. Unsur-Unsur Perjanjian ...21

3. Asas-Asas Perjanjian ...23

4. Jenis-Jenis Perjanjian ...24


(14)

2. Macam-Macam Bentuk Wanprestasi ...30

3. Akibat Hukum Wanprestasi ...31

E. Gugatan Melalui Pengadilan 1. Pengertian Gugatan ...31

2. Isi Gugatan ...32

3. Posita atau Fundamentum Petendi ...35

F Putusan Hakim ...36

G Akibat Hukum Putusan ...36

H Kerangka Pikir...37

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ...39

B.Tipe Penelitian ...39

C.PendekatanMasalah ...40

D.Data dan Sumber Data ...40

E.MetodePengumpulan Data ...41

F. Metode Pengolahan Data ...41

G.AnalisisData...42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Pihak-Pihak yang TerlibatPerkaraPerbuatanMelawanHukumdalam PutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK &PerkaraWanprestasidan Perbuatan Melawan Hukum dalamPutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK 1. Pihak-Pihak yang TerlibatdalamPerkaraPerbuatanMelawan HukumdalamPutusanNomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...43

2. Pihak-Pihak yang TerlibatdalamPerkaraWanprestasidan Perbuatan Melawan Hukum dalamPutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...45


(15)

Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK

& PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK

1. Alasan Para Pihak Mengajukan Gugatan dalam Perkara Perbuatan

Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...48 2. Alasan Para Pihak Mengajukan Gugatan dalam Perkara

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...55 C.Pertimbangan Hakim dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum dalam

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK &PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK

1. Pertimbangan Hakim dalam Perkara Perbuatan Melawan Hukum

dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK ...66 2. Pertimbangan Hakim dalam PerkaraWanprestasi dan Perbuatan Melawan

Hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK ...76 D.Akibat Hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan

Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para Pihak

1. Akibat Hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para

Pihak ...78 2. Akibat Hukum Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi Para

Pihak ...80

BAB V KESIMPULAN ...82


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hubungan keperdataan adalah hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak lainnya yang timbul karena adanya perjanjian.Hubungan hukum tersebut seringkali menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan pihak lain. Dalam hubungan keperdataan apabila ada salah satu pihak atau lebih melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan pihak lain atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak yang berkepentingan sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan hukum.

Permasalahan hukum yang terjadi dalam hubungan antara pihak yang satu dengan pihak lainnya jika tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan akan menimbulkan sengketa antara para pihak yang harus diselesaikan melalui pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. 1Dalam hal ini yang akan penulis bahas adalah permasalahan hukum yang terjadi antar pemilik usahaPT Mirota.

1


(17)

2

PT Mirota pada awalnya merupakan perusahaan perseorangan yang didirikan pada tahun 1950 oleh Hendro Sutikno. Nama Mirota memiliki arti tersendiri, yakni kepanjangan Minuman, Roti, dan Tart. Selain usaha tersebut, pada tahun 1952 Hendro Sutikno mengembangkan usahanya dengan membuka toko P & D (Provition & Danken) yang terletak di Jl. Ahmad Yani 75 Yogyakarta.Perkembangan usaha PT Mirota kemudian dilanjutkan oleh putera-puteri Siswanto Hendro Sutikno yang meliputi berbagai jenis usaha dengan nama brand “Mirota”. Salah satu usaha yang organisasinya bergerak di bidang retail atau eceran adalah Mirota Kampus. Usaha tersebut didirikan oleh Siswanto Hendro Sutikno dan Nico Sukandar.

Mirota Kampus merupakan bagian dari PT Mirota Nayan yang berlokasi di Jl. Solo Km. 7 Babarsari, Yogyakarta. Pada 13 Mei 1985, PT Mirota Nayan membuka cabangnya di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta. Nama Mirota Kampus diambil berdasarkan lokasi karena sangat dekat dengan kampus UGM, UII, UNY dan beberapa sekolah. Saat ini nama Mirota Kampus sangat dikenal di Yogyakarta dan berdirinya cabang di Jl. C. Simanjuntak 70 Yogyakarta merupakan titik tolak berkembangnya PT Mirota Nayan. Cabang usaha Mirota lainnya adalah Mirota Bakery.2

Mirota Bakery merupakan usaha turun temurun yang awalnya dirintis oleh Tini Juniarti pada tahun 1960.Tini memanfaatkan garasi rumahnya yang terletak di Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru sebagai toko roti dan kue Mirota

2

Jogjaholidays.com/article/129752/sejarah-mirota-kampus, dikases pada 12 Maret 2014 pukul 08.33


(18)

Bakery.Seiring kesuksesannya, kini garasi tersebut telah berubah menjadi toko roti terbesar dan terkenal di Jogja.Sekarang usaha ini dikelola Niniek Wijayanti, anak dari Tini Juniati, sejak tahun 1967. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang semakin meningkat, Niniek memperluas usaha ibunya menjadi beberapa cabang.Mirota Bakery saat ini telah membuka cabang 6toko (pusatnya di Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru), diantaranya di Ramai Mall dan beberapa di Mirota Supermarket di Jl. Gejayan.3

Produk roti Mirota Bakery juga tersedia di TokoMirota Kampus milik Siswanto Hendro Sutikno. Siswanto memperbolehkan Niniek menempatkan produk roti di salah satu space toko miliknya karena pada tahun 1984 telah membantumenegoisasi tanah milik H. Ismail (Alm), seorang pengusaha sukses pemilik toko batik terkenal di Jogjakarta hingga tanah tersebut berhasil dibeli oleh Siswanto kemudian dibangun toko dan beroperasi sampai sekarang. Kesepakatan tersebut tercantum dalam perjanjian tertulis tertanggal 21 Oktober 1986 yang isinya antara lain:Siswanto bersedia menyediakan tempat di ruang lingkup toko Mirota Kampus untuk tempat penjualan bermacam-macam roti basah milik/produksi Niniek. Dalam perjanjian tersebut juga telah disepakati bahwa Niniek akan membayar karyawan penjaga roti maksimal 2 (dua) orang.

Namun kemudian Siswanto melanggar perjanjian secara sepihak. Karyawan yang menjaga penjualan roti produk Mirota Bakery (gajinya dibayar oleh

3


(19)

4

Niniek) yang sebelumnya disepakati maksimal hanya 2 (dua) orang menjadi 5 (lima) orang bahkan pernah menjadi 6 (enam) orang tanpa meminta persetujuan Niniek terlebih dahulu. Demikian juga mengenai lokasi penjualan. Semula tetap di pintu masuk sebelah barat, tetapi kemudian digeser ke pojok selatan, tanpa dikonfirmasi atau pemberitahuan.

Puncak kesewenangan dan pelanggaran perjanjian tertulis tersebut terjadi pada 6 Maret 2012. Niniek diminta oleh Siswanto agar seluruh sisa dagangan tidak dijual serta tidak diperbolehkan lagi menjual produk Mirota Bakery milik Niniek di Toko Mirota Kampus. Selain melarang Niniek menjual produknya di toko Mirota Kampus terhitung tanggal 7 Maret 2012, Siswanto juga dengan sengaja memasang semacam pengumuman yang dipasang secara mencolok di rak display produk Mirota Bakery yang berbunyi: “Karena masih ada masalah sengketa hukum dengan Mirota Bakery untuk sementara kami tidak menjual produk Mirota Bakery.”

Dengan alasan-alasan itulah Niniek akhirnya menggugat Siswanto ke Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan gugatan wanprestasi. Niniek juga mengajukan gugatanperbuatan melawan hukum karena atas perbuatan Siswanto tersebut Niniek mengalami kerugian moril yang berdampak luas. Apabila ditaksir dan dirinci, kerugian materiil mencapai Rp 310.000.000,00 (tiga ratus sepuluh juta rupiah) dan kerugian immateriil/moril mencapai Rp 1.000.000.000,00. (satu milyar rupiah). Perbuatan Siswanto tersebut juga berdampak negatif bagi pencitraan perusahaan Niniek serta harkat, martabat


(20)

dan kehormatannya di mata masyarakat, khususnya konsumen.Oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta, gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dengan pertimbangan tidak dibenarkan mencampuradukkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam suatu gugatan sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN/YK.

Di lain pihak,Siswanto Hendro Sutikno terlebih dahulumenggugat Niniek Widjayanti Gunawan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta berdasarkan gugatan perbuatan melawan hukum. Niniek terbukti telah mencemarkan nama baik Siswanto dengan membuat akun facebookdi internet yang dapat diakses oleh setiap orang dan diketahui oleh seluruh umat di dunia dengan menyebarkan berita bohong yang berbunyi: “Mirota Bakery & Restaurant Yogyakarta, Mirota Bakery tidak pernah memproduksi merek lain selain Mirota Bakery dan hanya dapat dibeli di Mirota Bakery dan Resto Jl. Faridan M. Noto No. 7 Kotabaru Yogyakarta, Mirota Pasaraya Jl Kaliurang Km. 6,1 No. 49 B Yogyarkarta, Mirota Pasar Swalayan Jl. Gejayan CT X/09 Yogjakarta, Ramai Family Mall Lt. Basement Malioboro Yogyakarta. Selain di tempat-tempat tersebut tidak dapat dijamin keasliannya.”Tindakan Niniek tersebut merugikan Siswanto karena dengan adanya berita bohong itu, nama baik Siswanto merasa tercemar di hadapan rekan bisnis maupun masyarakat pada umumnya. Jika dinilai dengan uang kerugiannya sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliyun rupiah).Oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta, gugatan Siswanto dikabulkan sebagian dan Niniek dinyatakan terbukti melakukan perbuatan


(21)

6

melawan hukum sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK.

Penggugat yang melakukangugatan perbuatan melawan hukum pada prinsipnya harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum. Selain itu, penggugat juga harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat tergugat.Berbeda halnya dengan gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum).Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang diajukan dasarnya adalah wanprestasi.4

Lingkup perbuatan melawan hukum begitu luas, sehingga seringkali orang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum namun dari dalil-dalil yang dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi.Ini akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam tangkisannya.Kesalahan lainnya dalam gugatan adalah, orang seringkali mencampuradukkan gugatan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Dengan dalil bahwa akibat wanprestasi tersebut menyebabkan kerugian moril yang dapat dimintakan ganti rugi, orang kemudian menambahkan perbuatan melawan hukum sebagai gugatan di samping wanprestasi. Hal ini tidak dibenarkan, sebab wanprestasi dan perbuatan melawan hukum adalah kasus

4

www.hukumonline.com/berita/.../perbuatan-melawan-hukum-dan-wanprestasi, diakses pada 13 September 2013 pukul 17.26


(22)

yang berbeda. Oleh karenanya, tidak dibenarkan mencampuradukkan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

Sehubungan dengan hal itu, sangat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum. Meskipun penentuan ganti kerugian dalam Pasal 1365 KUH Perdata menunjukkan segi-segi persamaan dengan penentuan ganti kerugian karena wanprestasi, dalam beberapa hal tetap berbeda, diantaranya adalah perbedaan dalam ganti kerugian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengatur tentang ganti kerugian yang harus dibayar karena perbuatan melawan hukum, sedangkan Pasal 1243 KUH Perdata memuat ketentuan tentang ganti kerugian karena wanprestasi. Pitlo menegaskan, biasanya dalam menentukan besarnya kerugian karena perbuatan melawan hukum tidak diterapkan ketentuan dalam Pasal 1243 KUH Perdata.5

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menganalisis kedua kasus tersebut dalam skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

5


(23)

8

1. Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam perkara Perbuatan Melawan Hukumdan Wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?

2. Apakah yang menjadi alasan para pihak mengajukan gugatan Perbuatan

Melawan Hukum dan Wanprestasi dalam Putusan Nomor

35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?

3. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK?

4. Apakah akibat hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak?

C.Ruang Lingkup Peneltian

Ruang lingkup dalam penelitian ini akan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan ilmu hukum keperdataan, khususnya dalam bidang perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami pihak-pihak yang terlibat dalam perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

2. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang menjadi alasan para pihak mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.


(24)

3. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim dalam perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

4. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak.

E.Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan tentang perbuatanmelawan hukum dan wanprestasi, khususnya mengenai perkara wanprestasidan perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK bagi para pihak.

2.Kegunaan Praktis

a. Sebagai sumber bacaan dan informasi bagi masyarakat luas mengenaiperkaraperbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan PutusanNomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK. b. Sebagai salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana pada


(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

“verbintenis”.Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dengan yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, dan keadaan. Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum. Setiap pihak dalam hubungan hukum mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya.

Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan sistem terbuka, artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang.

Sesuai denganpenggunaan sistem terbuka, Pasal 1233 KUH Perdata menentukan bahwa perikatan dapat timbul baik karena undang-undang maupun


(26)

perjanjian. 1Perikatan yang lahir dari undang-undang dalam hal ini sebagai akibat dari perbuatan orang. Jadi bukan orang yang berbuat itu yang menetapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang yang menetapkan adanya perikatan.

Perbuatan orang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum. Perikatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang diatur dalam Pasal 1365-1380 KUH Perdata. 2 Perikatan yang lahir dari perjanjian dalam hal ini dikarenakan kedua belah pihak dengan sengaja dan bersepakat saling mengikatkan diri, dimana kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.3

B.Perbuatan Melawan Hukum

1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”Selanjutnya, Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 2000, Bandung: PT Citra Aditya, hlm. 200-201

2

Ibid, hlm. 244-245

3


(27)

12

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”4

Istilah perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

“onrechtmatige daad” atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah

“tort”.Kata“tort” itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah (wrong).Akan tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata tort berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal wanprestasi.

Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental lainnya. Kata tort berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa Prancis, seperti kata wrong berasal dari “wrung”, yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).

Semula banyak pihak meragukan apakah perbuatan melawan hukum memang merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan keranjang sampah.Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai kumpulan pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk ke salah satu bidang hukum yang sudah ada. Barupada pertengahan abad ke-19, perbuatan melawan hukum mulai diperhitungkan sebagai sebuah bidang hukum tersendiri di negara-negara Eropa Kontinental, baik di negara-negara Eropa Kontinental,

4

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2008, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hlm. 346


(28)

misalnya di Belanda dengan istilah “onrechmatige daad”, atau di negara-negara Anglo Saxon, dengan istilah tort.5

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata” mengemukakan bahwa dahulu, pengadilan menafsirkan “melawan hukum” hanya sebagai pelanggaran dari Pasal-Pasal hukum tertulis semata atau pelanggaran perundang-undangan yang berlaku. Baru sejak tahun 1919, dipelopori oleh Hoge Raad (Putusan Hoge Raadtanggal 21 Januari 1919), terjadi perkembangan dengan mengartikan “melawan hukum” bukan hanya sebagai perbuatan yangmelanggar peraturan perundang-undangan tertulis semata, melainkan juga sebagai perbuatan yangbertentangan dengan kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat.

Pada waktu itu, yang menjadi perkara adalah kasus dua kantor percetakan besar Lindenbaum dan Cohen. Seorang pegawai dari Lindenbaum dibujuk oleh Cohen agar memberitahukan kepada Cohen penawaran-penawaran yang dilakukan oleh Lindenbaum kepada masyarakat dan nama-nama pelanggan beserta harga cetak. Cohen melakukan tindakan tersebut dengan maksud akan mempergunakan hal-hal yang ia tahu untuk menetapkan suatu siasat supaya masyarakat dan pelanggan-pelanggan Lindenbaummemilih pergi ke kantornya. Lindenbaum yang merasa dirugikan oleh Cohen kemudian mengajukan gugatan ke Arrondissementsrechtbankdi Amsterdam. Lindenbaum menamakan

5

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, 2010, Bandung: PT Citra Aditya, hlm. 2


(29)

14

tindakan Cohen sebagai perbuatan melanggar hukum yang ketentuannya terdapat dalam Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek (sama dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dalam gugatannya, Lindenbaum juga meminta ganti kerugian.

Pada pemeriksaan perkara tingkat pertama, Cohen dikalahkan. Akan tetapi pada pemeriksaan perkara tingkat banding, Lindenbaum dikalahkan dengan perimbangan bahwa tindakan Cohen tidak dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum karena tidak ada Pasal dari undang-undang yang dilanggar Cohen. Lindenbaum kemudian mohon pemeriksaan kasasi dan pada akhirnya Hoge Raad memenangkan Lindenbaum dengan pertimbangan bahwa pengertian melanggar hukum dalam Pasal 1401 B.W. termasuk juga suatu perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum orang lain, bertentangan dengan kesusilaan dan kepantasan dalam masyarakat.6

2. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Berdasarkan uraian kedua pasal tersebut, dapat diperoleh unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagai berikut:

6

Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, 1960, Bandung: Sumur Bandung, hlm. 13-14


(30)

a. Perbuatan (Daad)

Kata “perbuatan” meliputi perbuatan positif, yang dalam bahasa Belanda

“nalatigheid” (kelalaian) atau “onvoorzigtigheid” (kurang hati-hati) seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUH Perdata. Dengan demikian, Pasal 1365 itu untuk orang yang bertul-betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 itu untuk orang yang tidak berbuat. Pelanggaran dua Pasal ini mempunyai akibat hukum sama, yaitu mengganti kerugian.

Perumusan perbuatan positif dalam Pasal 1365 dan perbuatan negatif pada Pasal 1366 hanya mempunyai arti sebelum ada putusan Hoge Raad21 Januari 1919, karena pada waktu itu pengertian “melawan hukum” masih sempit. Setelah adanya putusan Hoge Raad, pengertian “melawan hukum” menjadi lebih luas, mencakup juga perbuatan negatif.Dengan demikian, pengertian perbuatan dalam Pasal 1366 KUH Perdata sudah termasuk juga dalam rumusan perbuatan dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

b. Melawan Hukum (Onrechtmatig)

Sejak tahun 1890, para penulis hukum sudah menganut paham yang luas mengenai pengertian melawan hukum, sedangkan Hoge Raad masih menganut paham yang sempit. Hal ini dapat diketahui dari putusan Hoge Raad sebelum tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai “suatu perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.”


(31)

16

Pada rumusan ini, yang harus dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban hukum berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, melawan hukum

(onrechtmatig)sama dengan melanggar undang-undang (onwetmatig). Dengan tafsiran sempit ini banyak kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa.7

c. Kerugian

Kerugian dapat bersifat material atau immaterial. Unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaian ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum dapat diterapkan secara analogis, dengan demikian penghitungan ganti kerugian didasarkan pada kemungkinan adanya unsur biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga).8

d. Kesalahan

Pasal 1365 KUH Perdata telah membedakan secara tegas pengertian kesalahan

(schuld) dari pengertian perbuatan melawan hukum. Perbuatannya adalah melawan hukum, sedangkan kesalahan hanya padapelakunya. Meyers dalam bukunya yang berjudul “De Algemene Begrippen” mengemukakan bahwa pengertian kesalahan dalam kebanyakan sistem hukum merupakan unsur yang berdiri sendiri, yang diharuskan adanya di samping perbuatan yang nampak,

7

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 252-253

8


(32)

bilamana dikehendaki timbulnya akibat hukum dari keharusan membayar ganti kerugian.Sementara itu, Rutten dalam bukunya yang berjudul “Verbintenissenrehct” menegaskan bahwa kesalahan (schuld)yang dimaksud dalam Pasal 1838 B.W. (Pasal 1365 KUH Perdata) adalah kesalahan subjektif.9

e. Hubungan Kausal

Adanya hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 yang menyatakan bahwa “... perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian.” Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat yaitu kerugian. Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori

“adequate veroorzaking” dari Von Kries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi, antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung.10

Menurut Moegni Djojodirjo, perbuatan melawan hukum secara luas dapatdiartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan maupun dengan sikap hati-hati

9

Moegni Djojodirdjo, Op.Cit., hlm. 69-70

10


(33)

18

yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda.11

Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:

(1) Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk meminta ganti rugi.Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum, di mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa juga merupakan suatu kecelakaan.

(2) Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap equity

lainnya.

(3) Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual.

(4) Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.

11


(34)

(5) Perbuatan melawan hukum bukan merupakan suatu kontrak, seperti juga kimia bukan suatu fisika atau matematika.12

Berdasarkan beberapa definisi dan uraian tentang pengertian perbuatan melawan hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum bukan hanya segala perbuatan terlarang atau melanggar undang-undang, tetapi juga segala perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain dan dapat dimintakan ganti kerugian yang nyata. Secara konkrit perbuatan melawan hukum bukan hanya melanggar ketentuan hukum tertulis tetapi juga meliputi hukum tidak tertulis dan norma kesusilaan serta kepatutan dalam masyarakat.

C.Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pasal1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” 13

Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah:

a. Suatu perbuatan.

b. Antara sekurangnya dua orang.

c. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut.

12

Munir Fuady, Op.cit, hlm. 3-4

13


(35)

20

Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan kepada kita semua bahwa perjanjian hanyamungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata.14Menurut Abdulkadir Muhammad, ketentuan Pasal 1313 sebenarnya kurang tepat karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi, yaitu sebagai berikut:

(1)Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan katakerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak darikedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara dua pihak.

(2)Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan

(zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah “persetujuan”.

(3)Pengertian perjanjian terlalu luas. Perngertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).

14

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, 2010, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 7-8


(36)

(4)Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka perjanjian dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.” Dalam definisi ini jelas terdapat konsensus antara pihak-pihak, untuk melaksanakan sesuatu hal, mengenai harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang.Perjanjian melaksanakan perkawinan misalnya, tidak dapat dinilai dengan uang, bukan hubungan antara debitur dan kreditur, karena perkawinan itu bersifat kepribadian, bukan kebendaan.15Secara sederhana, pengertian perjanjian adalah apabila dua pihak saling berjanji untuk melakukan atau memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan mengenai harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Apabila dirinci, perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Essentialia, ialah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinyaperjanjian. Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya perjanjian. Unsur essentialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan

15


(37)

22

berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakankannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur essentialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.

b. Naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essentialia diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essentialia jual-beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Sehubungan dengan hal itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”16

c. Accidentalia, yaitu unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak sesuai dengan kehendak para pihak, merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan

16


(38)

demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak.17

3. Asas-Asas Perjanjian

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut:

a. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu: tidak terlarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

b. Asas Pelengkap

Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja.

17


(39)

24

c. Asas Konsensual

Perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

d. Asas Obligator

Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan

(levering).

4. Jenis-jenis Perjanjian

Beberapa jenis perjanjian akan diuraikan menurut kriteria masing-masing sebagai berikut:

a. Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak

Pembedaan jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi.Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.


(40)

b. Perjanjian Bernama dan Tak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan konstruksi, dan lain-lain. Dalam KUH Perdata diatur dalam title V-XVIII dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c. Perjanjian Obligator dan Kebendaan

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual-beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli.Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual-beli, hibah, dan tukar-menukar sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit) misalnya dalam sewa-menyewa, pinjam pakai, dan gadai.

d. Perjanjian Konsensual dan Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak.Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi dari hak dan kewajiban


(41)

26

tersebut.Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.18

5. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan 4 (empat) syarat:

a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. suatu pokok persoalan tertentu;

d. suatu sebab yang tidak terlarang.”19

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Selagi pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, meskipun tidak memenuhi syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka.

a. Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Diri

Kesepakatan artinya persetujuan kehendak pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sebelum ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan sehingga tercapai persetujuan antara kedua belah pihak.

18

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 225-228

19


(42)

b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan

Pada umunnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin meskipun belum berumur 21 tahun.

c. Suatu Pokok Persoalan Tertentu

Suatu pokok persoalan tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, dan prestasi yang wajib dipenuhi. Jika pokok perjanjian, objek perjanjian, atau prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka perjanjian itu batal.

d. Suatu Sebab yang Tidak Terlarang (Causa yang Halal)

Sebab adalah suatu yang menyebabkan atau mendorong seseorang membuat perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, melainkan memperhatikan isi perjanjian yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak, bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.

Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUH Perdata disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Syarat ketiga dan keempat disebut


(43)

28

syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum.20

6. Berakhirnya Perjanjian

a. Jangka Waktu Perjanjian Telah Berakhir

Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarkan kepada jangka waktu tertentu, maka apabila telah sampai kepada waktu yang telah diperjanjikan, secara otomatis berakhirlah perjanjian yang telah diadakan para pihak.

b. Salah Satu Pihak Menyimpang dari Apa yang Diperjanjikan

Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat menyatakan bahwa perjanjian tersebut telah berakhir.

c. Jika Ada Bukti Kelancangan dan Bukti Pengkhianatan (Penipuan)

Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan telah pula ada bukti bukti bahwa salah satu pihak mengadakan pengkhianatan terhadap apa yang telahdiperjanjikan, maka perjanjian yang telah diikat dapat dinyatakan berakhir oleh pihak yang lainnya.21

20

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 228-232

21

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, 2004, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 4


(44)

D. Wanprestasi

1. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajibanmaupun karena kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur.22

Dalam KUHPerdata, wanprestasi diatur didalam Pasal 1238 yang menyatakan bahwa: Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”23Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi

22

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 203

23


(45)

30

prestasi dalam waktu yang ditentukan.Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi.Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara Juru Sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut

“ingebreke stelling”.24

2. Macam-Macam Bentuk Wanprestasi

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Tiga keadaan tersebut yaitu:

a. Debitur tidakmemenuhi prestasi sama sekali.

b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru.

c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.25

24

Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 204

25


(46)

3. Akibat Hukum Wanprestasi

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini:

a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).

b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

c. Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata).

d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata). e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan di muka

Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.26

E. Gugatan Melalui Pengadilan 1. Pengertian Gugatan

Yang dimaksud dengan gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam hukum acara perdata umunya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak Penggugat dan Tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya karena pihak Tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan pihak Penggugat. sengketa yang dihadapi pleh para pihak apabila tidak bisa

26


(47)

32

diselesaikan secara damai di luar persidangan umumnya perkaranya diselesaikan oleh para pihak melalui persidangan pengadilan untuk mendapatkan keadilan.27

2. Isi Gugatan

Suatu gugatan yang diajukan oleh Penggugat agar dapat diterima oleh pengadilan garuslah memenuhi syarat-syarat yang ada di dalam HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan RBg (Rechtsglement Buitengewesten), antara lain sebagai berikut:28

a. Syarat Formal

(1)Tempat dan Tanggal Pembuatan Surat Gugatan

Pembuatan surat permohonan gugatan harus mencantumkan tempat di mana surat permohonan gugatan dibuat. yang dimaksud tempat di sini adalah tempat tinggal atau domisili pembuat surat permohonan gugatan.

(2)Materai

Surat permohonan gugatan dibubuhi materai sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) dan di atas materai diberi tanggal, bulan, dan tahun sesuai dengan tanggal pembuatan surat permohonan, sedangkan tanda tangannya harus dikenakan pada bagian materai yang ditempel di atas nama Penggugat atau kuasa hukumnya.

(3)Tanda Tangan

27

Sarwono, Op.Cit.,, hlm.31

28


(48)

Surat permohonan gugatan harus ditandatangani oleh pihak Penggugat atau kuasa hukumnya yang telah diberi surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR.

b. Syarat Substansial

(1)Identitas Para Pihak Yang Berperkara

Suatu gugatan harus disebutkan dengan jelas identitas para pihak yang bersengketa atau subjek hukumnya yang menyangkut tentang nama lengkap, pekerjaan, dan alamat tempat tinggal atau domisili para pihak yang bersengketa secara detail yang berguna untuk menentukan kewenangan relatif, yaitu yaitu pengadilan mana yang berhak menangani suatu perkara sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (1) dan (2) HIR jo. Pasal 142 ayat (1), (2), dan (3) RBg. Apabila dalam hal Penggugat atau gugatannya terdiri dari perseorangan, badan hukum, badan usaha dan negara, maka harus jelas disebutkan siapa yang berhak mewakilinya menurut anggaran dasarnya.

Pasal 118 ayat (1) dan (2) HIR:

(1)Gugatan perdata yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh Penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123 kepada Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa Tergugat bertempat diam, atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.

(2)Jika Tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu dimajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal salah seorang


(49)

34

dari Tergugat itu, yang dipilih oleh Penggugat. Jika Tergugat-tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai pertuang utama dan penanggung, maka penggugatan itu dimasukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat (2) dari Pasal 6 dari

Reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan

kehakiman (RO).29

Pasal 142 ayat (1), (2), dan (3) RBg:

(1)Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh Penggugat atau oleh seseorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal Tergugat atau jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.

(2)Dalam hal ada beberapa Tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam wilayah satu pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berada di wilayah salah satu di antara Para Tergugat menurut pilihan Penggugat. Dalam hal Para Tergugat berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) Pasal 6

29


(50)

Reglemen susunan kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat RO) gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal orang yang berutang pokok (debitur pokok) atau seorang di antara para debitur pokok.30

(3)Apabila tempat tinggal Tergugat tidak dikenal dan juga tempat kediamannya yang sebenarnya tidak dikenal atau Tergugat tidak dikenal maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal Penggugat atau salah satu dari Para Penggugat.

(2)Identitas Kuasa Hukum

Identitas kuasa hukum umumnya hanya ditulis nama, pekerjaan, profesi, dan alamat kantor dari kuasa hukum atau domisilinya.

3. Posita atau Fundamentum Petendi

Posita atau Fundamentum Petendiadalah dalil-dalil yang digunakan dalam surat permohonan gugatan yang merupakan alasan-alasan dari adanya suatu tuntutan dari pihak Penggugat. Surat permohonan gugatan posita-nya harus secara jelas menyebutkan tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi perbuatan Tergugat, uraian kerugian, bunga dan denda, serta petitum (tuntutan pokok). Surat permohonan gugatan juga harus mempunyai alasan-alasan yang kuat. Apabila dalam gugatan yang diajukan tidak mempunyai alasan-alasan yang

30


(51)

36

kuat, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat dinyatakan tidak dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya.31

F. Putusan Hakim

Putusan hakim adalah putusan akhir dari suatu pemeriksaan persidangan di pengadilan dalam suatu perkara. Putusan akhir dalam suatu sengketa yang diputuskan oleh hakim yang memeriksa dalam persidangan umunya mengandung sangsi berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan. Sangsi hukuman ini dapat dipaksakan kepada pihak yang melanggar hak berupa pemenuhan prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan atau yang dimenangkan.32

G.Akibat Hukum Putusan

Putusan hakim bersifat memaksa (dwingend), artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya mematuhinya dengan kesadaran sendiri.Putusan hakim menimbulkan akibat hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.Akibat hukum ialah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.Tindakan ini dinamakan tindakan hukum. Jadi dengan kata lain, akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan hukum. Akibat hukum dapat berwujud:

31

Ibid, hlm. 54-56

32


(52)

1. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum.

2. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum antara dua atau lebih subyek hukum, dimana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.

3. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.33

H.Kerangka Pikir

33

R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, 2011, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 295-296

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK

Perkara Perbuatan Melawan Hukum

Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan

Hukum

Para Pihak yang Terlibat

Alasan Mengajukan

Gugatan

Pertimbangan Hakim

AkibatHukum Bagi Para Pihak


(53)

38

Keterangan:

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memuat perkara perbuatan melawan hukum, sedangkan putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK memuat perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, yang dalam gugatannya digabungkan. Berdasarkan kedua putusan tersebut, terdapat hal-hal yang menarik untuk dianalisis, yaitu para pihak yang terlibat dalam kedua perkara tersebut, alasan para pihak mengajukan gugatan, pertimbangan hakim dalam perkara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, serta akibat bagi para pihak.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada norma atau kaidah hukum yang terdapat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum teoritis/dogmatik karena tidak mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum.1

B.Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara jelas, sistematis, dan rinci tentang para pihak, alasan yang menjadi dasar gugatan, pertimbangan hakim, dan akibat hukum bagi para pihak dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, 2004, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 52


(55)

40

C.Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis teoritis, yaitu penelitian dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan putusan yang menjadi dasar hubungan hukum, serta literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan berdasarkan dengan kenyataan hukum yang ada dalam masyarakat.

D.Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber data kedua, tidak diperoleh secara langsung dari pihak pertama. Data sekunder memiliki ciri-ciri umum dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat. 2 Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari:

1. Bahan hukum primeryaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan RBg ((Rechtsglement Buitengewesten). 2. Bahan hukum sekunder yaitu Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan

Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

2

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), 2012, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hlm.24


(56)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan, mengidentifikasi, mengklarifikasi, dan menganalisis data untuk kemudian dilakukan pencatatan atau pengutipan terhadap data tersebut. Studi pustaka dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Menentukan terlebih dahulu sumber data dan bahan hukum sekunder. b. Identifikasi data yang diperlukan.

c. Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah.

2. Studi dokumen, dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperoleh dengan mengkaji Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK.

F. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data dari hasil pengumpulan data sehingga siap pakai untuk dianalisis. 3Pada penelitian ini, metode pengolahan data diperoleh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data, yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai dengan masalah.

2. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompok yang telah ditentukan dalam bagian-bagian pada pokok bahasan

3


(57)

42

yang akan dibahas, sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

3. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan dan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisis data.

G.Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara mengkonstruksikan data dalam bentuk uraian kalimat yang tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian ini, sehingga memudahkan untuk dimengerti guna menarik kesimpulan tentang masalah yang diteliti. Kemudian, berikutnya akan dilakukan penarikan kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban dari permasalahan yang dibahas.


(58)

(59)

82

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis menarik kesimpulan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, alasan para pihak mengajukan gugatan, pertimbangan hakim dan akibat hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK yaitu sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK adalah Siswanto Hendro Sutikno selaku Pimpinan PT Mirota Nayan/Mirota Kampus dan Niniek Widjayanti Gunawan selaku pemilik Mirota Bakery. Pihak-pihak yang terlibat dalam kedua putusan pada dasarnya sama. Hanya saja dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK, Penggugat menyertakan Chitra Mutia Indrawati selakuManager PT Mirota Indah Indonesia sedangkan dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK Penggugat menempatkan Tergugat dalam kapasitas yang berbeda yaitu kapasitas sebagai pribadi,badan hukum, dan pimpinan/general manager.

2. Alasan Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dalam Putusan nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK telah memenuhiunsur perbuatan


(60)

melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Alasan Penggugat mengajukan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tidak benar karena tidak dibenarkan menggabungkan gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam kedua putusan telah sesuai dengan ketentuan permohonan gugatan yaitu menyebutkan dengan jelas tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi perbuatan Tergugat, uraian kerugian, serta petitum.

3. Majelis hakim dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK mengabulkan gugatan Penggugat sebagian sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dan menyatakan Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan

melawan hukum sedangkan hakim dalam Putusan nomor

42/Pdt.G/2012/PN.YK menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima sesuai dengan ketentuan Yurisprudensi MARI No. 1875/K/Pdt/1984.

4. Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga para pihak wajib tunduk dan patuh pada putusan yangdijatuhkan. Pihak yang dikalahkan yakni Niniek selaku Tergugat tidak dapat mengajukan gugatan lagi dengan perkara yang sama. Putusan ini menimbulkan kewajiban bagi pihak yang dikalahkan dalam putusan ini yakni Niniek selaku Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil dengan sejumlah uang sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sedangkan Penggugat berkewajiban membayar biaya perkara sebesar Rp


(61)

84

775.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga para pihak wajib tunduk dan patuh pada putusan yangdijatuhkan. Niniek selaku Penggugat tidak dapat mengajukan gugatan lagi dengan perkara yang sama. Putusan ini tidak menimbulkan kewajiban kepada Para Tergugat untuk membayar ganti kerugian sedangkan Niniek selaku Penggugat berkewajiban untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam.

2004. Jakarta: Sinar Grafika

Djodjodirjo, Moegni. Perbuatan Melawan Hukum. 1982. Jakarta: Pradnya Paramita

Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. 2010. Cetakan Ke-3. Bandung: PT Citra Aditya

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. 2012. Cetakan Ke-12. Jakarta: Sinar Grafika

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). 2003. Yogyakarta: Liberty

--- Hukum Acara Perdata Indonesia. 2009. Edisi ke-8, Cetakan ke-1. Yogyakarta: Liberty

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. 2000. Cetakan Ke-3. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

---Hukum dan Penelitian Hukum. 2004.Cetakan Ke-1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

--- Hukum Acara Perdata Indonesia. 2008. Cetakan Ke-8. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. 2010. Jakarta: Rajawali Pers

Prodjodikoro, Wirjono. Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut


(63)

2

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. 2011. Cetakan Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika

Sarwono. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. 2011. Cetakan Ke-1. Jakarta: Sinar Grafika

Satrio, J. Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya). 1999. Cetakan Ke-3. Bandung: PT Alumni

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). 2012. Cetakan Ke-14. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. 2011. Cetakan Ke-12. Jakarta: Sinar Grafika

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek. 2008. Cetakan Ke-4. Jakarta: Sinar Grafika

Peraturan Perundang-Undangan

Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK Putusan Nomor 42/Pdt.G/PN.YK

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement)

RBg ((Rechtsglement Buitengewesten)

Subekti, S.H. dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2008. Jakarta: Pradnya Paramita

Website

Jogjaholidays.com/article/129752/sejarah-mirota-kampus, diakses pada 12 Maret 2014 pukul 08.33

Kotajogja.com.../Mirota-Bakery, diakses pada 11 Maret 2013 pukul 18.48 putusan.mahkahamahagung.go.id, diakses pada 6 Juni 2013 pukul 08.26


(1)

(2)

82

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis menarik kesimpulan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, alasan para pihak mengajukan gugatan, pertimbangan hakim dan akibat hukum Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK yaitu sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK adalah Siswanto Hendro Sutikno selaku Pimpinan PT Mirota Nayan/Mirota Kampus dan Niniek Widjayanti Gunawan selaku pemilik Mirota Bakery. Pihak-pihak yang terlibat dalam kedua putusan pada dasarnya sama. Hanya saja dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK, Penggugat menyertakan Chitra Mutia Indrawati selakuManager PT Mirota Indah Indonesia sedangkan dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK Penggugat menempatkan Tergugat dalam kapasitas yang berbeda yaitu kapasitas sebagai pribadi,badan hukum, dan pimpinan/general manager.

2. Alasan Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dalam Putusan nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK telah memenuhiunsur perbuatan


(3)

melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Alasan Penggugat mengajukan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK tidak benar karena tidak dibenarkan menggabungkan gugatan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam kedua putusan telah sesuai dengan ketentuan permohonan gugatan yaitu menyebutkan dengan jelas tentang objek perkara, fakta hukum, kualifikasi perbuatan Tergugat, uraian kerugian, serta petitum.

3. Majelis hakim dalam Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK mengabulkan gugatan Penggugat sebagian sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dan menyatakan Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sedangkan hakim dalam Putusan nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima sesuai dengan ketentuan Yurisprudensi MARI No. 1875/K/Pdt/1984.

4. Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga para pihak wajib tunduk dan patuh pada putusan yangdijatuhkan. Pihak yang dikalahkan yakni Niniek selaku Tergugat tidak dapat mengajukan gugatan lagi dengan perkara yang sama. Putusan ini menimbulkan kewajiban bagi pihak yang dikalahkan dalam putusan ini yakni Niniek selaku Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil dengan sejumlah uang sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sedangkan Penggugat berkewajiban membayar biaya perkara sebesar Rp


(4)

84

775.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga para pihak wajib tunduk dan patuh pada putusan yangdijatuhkan. Niniek selaku Penggugat tidak dapat mengajukan gugatan lagi dengan perkara yang sama. Putusan ini tidak menimbulkan kewajiban kepada Para Tergugat untuk membayar ganti kerugian sedangkan Niniek selaku Penggugat berkewajiban untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam. 2004. Jakarta: Sinar Grafika

Djodjodirjo, Moegni. Perbuatan Melawan Hukum. 1982. Jakarta: Pradnya Paramita

Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. 2010. Cetakan Ke-3. Bandung: PT Citra Aditya

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. 2012. Cetakan Ke-12. Jakarta: Sinar Grafika

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). 2003. Yogyakarta: Liberty

--- Hukum Acara Perdata Indonesia. 2009. Edisi ke-8, Cetakan ke-1. Yogyakarta: Liberty

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. 2000. Cetakan Ke-3. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

---Hukum dan Penelitian Hukum. 2004.Cetakan Ke-1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

--- Hukum Acara Perdata Indonesia. 2008. Cetakan Ke-8. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. 2010. Jakarta: Rajawali Pers

Prodjodikoro, Wirjono. Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata. 1960. Bandung: Sumur Bandung


(6)

2

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. 2011. Cetakan Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika

Sarwono. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. 2011. Cetakan Ke-1. Jakarta: Sinar Grafika

Satrio, J. Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya). 1999. Cetakan Ke-3. Bandung: PT Alumni

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). 2012. Cetakan Ke-14. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. 2011. Cetakan Ke-12. Jakarta: Sinar Grafika

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek. 2008. Cetakan Ke-4. Jakarta: Sinar Grafika

Peraturan Perundang-Undangan Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK Putusan Nomor 42/Pdt.G/PN.YK

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) RBg ((Rechtsglement Buitengewesten)

Subekti, S.H. dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2008. Jakarta: Pradnya Paramita

Website

Jogjaholidays.com/article/129752/sejarah-mirota-kampus, diakses pada 12 Maret 2014 pukul 08.33

Kotajogja.com.../Mirota-Bakery, diakses pada 11 Maret 2013 pukul 18.48 putusan.mahkahamahagung.go.id, diakses pada 6 Juni 2013 pukul 08.26


Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Analisis Hukum Tentang Pembatalan Hibah (Studi Putusan Pengadilan Agama No : 887/PDT.G/2009/PA. MDN)

13 145 141

Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

0 12 172

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KASUS SENGKETA TANAH

3 32 58

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Sengketa Tanah Akibat Perbuatan Melawan Hukum (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh).

0 3 15

Sengketa Tanah Akibat Perbuatan Melawan Hukum (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Sengketa Tanah Akibat Perbuatan Melawan Hukum (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh).

0 3 10

PUTUSAN PENGADILAN TENTANG MELAWAN HUKUM

0 0 14