Penentuan Nilai B Value Untuk Identifika
Penentuan Nilai B-Value Untuk Identifikasi Kerentanan
Batuan Dengan Mempertimbangkan Nilai Slowness Pada
Wilayah Pidie Jaya
Ramadhan Priadi1,* Januar Arifin2
Prodi Geofisika,
1.Sekolah Tingg Meteorologi Kimatologi dan Geofisika
2.Badan Meteorologi Kimatologi dan Geofisika
Jl. Perhubungan 1 No.5, Pondok Betung, Pondok Aren, Bintaro, Tangerang Selatan 15221
* [email protected]
Abstrak. Gempa bumi dapat terjadi disepanjang batas petemuan antara lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia. Akhir tahun 2016 terjadi gempa Pidie Jaya dengan rentan kejadian setiap gempa yang saling berdekatan satu
dengan lainnya. Jumlah gempa bumi yang tercatat sebanyak 6 event gempa bumi dengan kisaran magnitudo M 4.0
hingga M 6.5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai b-value yang digunakan untuk mengidentifikasi kerapuhan
batuan wilayah Pidie jaya serta dengan mempertibangkan nilai slowness dari fase gelombang seismik yang tercatat oleh
stasiun seismik. Data yang digunakan merupakan data gempa bumi Pidie Jaya sebanyak 97 event aftershock dengan 1
event mainshock yaitu gempa 20161206 M 6.5. Nilai b-value diperoleh dengan menggunakan metode reisenberg
decluster yakni metode pengelompokkan data dengan karakteristik yang sama. Sedangkan nilai slowness diperoleh dari
selisih waktu dibagi selisih jarak dari tiap fase gelombang. Waktu dan jarak diperoleh setelah dilakukan picking
gelombang seismik di Seisgram2k. Sesuai dengan hubungan antara frekuensi kejadian dan magnitudo, akan didapatkan
b-value sebagai parameter penanda kerapuhan batuan di daerah setempat. Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil jika
wilayah Pidie Jaya memiliki nilai b-value sebesar 0.896 dengan nilai slowness untuk fase Pg, Pn, Sg, dan Sn pada gempa
Pidie Jaya berturut-turut adalah 0.1753, 0.1240, 0.3086, dan 0.2531. Critical distance pada gempa Pidie Jaya untuk fase
Pn – Pg berpotongan pada jarak ±149 km sedangkan untuk fase Sn – Sg berpotongan pada jarak ±175 km.
Kata kunci: b-value, slowness, Pidie Jaya, aftershock
PENDAHULUAN
Sumatera merupakan pulau terbesar keenam
didunia dan kedua terbesar diindonesia yang terletak
diwilayah paling barat Indonesia. Pulau Sumatera
memiliki tiga sistem tektonik yaitu subduksi miring
dengan penujaman landau, sesar Mentawai, dan Sesar
besar Sumatera. Proses penujaman miring disekitar
pulau Sumatera mengakibatkan adanya distribusi
vector tegasan tektonik, yaitu slip vector yang hampir
tegak lurus dengan arah zona penujaman yang
diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar naik.
Pola tektonik wilayah Aceh banyak dipengaruhi
oleh penujaman lempeng Indo-Australia terhadap
lempeng Eurasia. yang bergerak ke utara dengan
kecepatan 6-8 cm per tahun (Ibrahim, 2010).
Pada Akhir tahun 2016 terjadi gempa Pidie Jaya
dengan rentan kejadian setiap gempa yang saling
berdekatan satu dengan lainnya. Jumlah gempa bumi
yang tercatat sebanyak 6 event gempa bumi Gempa
Pidie Jaya memiliki mainshock sebesar M 6.5. Gempa
Pidie Jaya diduga dibangkitkan oleh aktivitas sesar
Sesar Samalanga-Sipopok dengan jenis sesar adalah
strike-slip fault yang jalur sesarnya berarah barat daya
menuju timur laut. Dari pencatatan sensor diperoleh
event gempa sebanyak 6 event yaitu gempa 20161206
M 6.5, gempa 20161207 M 4.0, gempa 20161207 M
4.5, gempa 20161207 M 4.7, gempa 20161209 M 4.9,
dan gempa 20161211 M 5.0.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai bvalue yang digunakan untuk mengidentifikasi
kerapuhan batuan wilayah Pidie jaya serta dengan
mempertibangkan nilai slowness dari fase gelombang
seismik yang tercatat oleh stasiun seismik.
Hubungan frekuensi dan magnitude (frequencymagnitude distribution,FMD) merupakan salah satu
cara untuk mengetahui aktivitas kegempaan disuatu
wilayah(Rohadi, Grandis, & Ratag, 2008). Secara
umum b-value mendekati 1, yang berarti 10 kali
penurunan aktivitas terkait dengan kenaikan dalam tiap
unit magnitudo.
B-value merupakan suatu nilai konstanta yang erat
hubungannya dengan kerapuhan batuan suatu tempat.
Nilai b-value diperoleh dari persamaan hubungan
antara magnitudo dan jumlah gempa yang dirumuskan
oleh Gutenberg dan Richter menggunakan persamaan
linear berikut:
log N=a−bM (1)
Dimana :
N
M
: Jumlah gempa
:Magnitudo gempa
Nilai-a merupakan parameter seismik
yang
besarnya bergantung terhadap banyaknya event gempa
bumi(Gutenberg & Richter, 1942). Untuk wilayah
tertentu nilai-a bergantung pada penentuan volume dan
time window. Sedangkan untuk nilai-b merupakan
parameter seismotektonik dari suatu wilayah yang
biasanya mendekati 1 dan menunjukkan jumlah relatif
dari getaran yang kecil dan getaran yang besar (Aki,
1965).
Semakin besar b-value di suatu daerah akan
menunjukkan tingkat kerapuhan batuan yang
tinggi(Nuannin, Kulhanek, & Persson, 2005). Tingkat
kerapuhan batuan menandakan daya tahan batuan
terhadap stress yang diterima oleh tenaga endogen
didalam lapisan bumi. Nilai-a untuk distribusi
kumulatif dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaanWekner(1965) yang dinyatakan sebagai
berikut
a '=a−log ( b ln 10 ) (2)
Nilai-a adalah suatu tetapan yang besarnya
tergantung pada periode, luas daerah dan aktivitas
daerah pengamatan. Parameter b-valuenya bergantung
pada keadaan stress di wilayah tersebut (Rohadi,
Grandis, & Ratag, 2014). Penurunan b-value
berbanding lurus dengan peningkatan tingkat stress
sebelum terjadinya gempa bumi(Agustiawati, Mei, &
Si, n.d.).
B-value memiliki variasi terhadap origin-time
gempa bumi. Gempa-gempa pada umumnya didahului
oleh peningkatan b-value pada jangka menengah yang
diikuti dengan penurunan pada jangka waktu
mingguan hingga bulanan sebelum gempa bumi
terjadi(Rohadi et al., 2014).
Pada gempa Pidie Jaya terdapat penjalaran fasefase gelombang seismik yang berbeda dari source.
Karena gempa Pidie Jaya temasuk kedalam gempa
dangkal maka gelombang seismik yang terjadi akan
diteruskan, dipantulkan, dan direfraksikan.
Setiap gempa bumi mempunyai nilai slowness.
Slowness merupakan sudut insidensi yang diperoleh
dari satu per kecepatan apparent(Ramdhani, Manik, &
Susilohadi, 2014). Dengan mengetahui slowness maka
dapat mengidentifikasi fasefase gelombang seismik
yang menjalar serta lapisan batuan yang petah saat
terjadinya gempa bumi.
Slowness merupakan fungsi perlambatan dari
penjalaran gelombang seismic yang di rumuskan
sebagai berikut:
Slownes=
1
( 3)
V app
1
∆t
=
(4 )
V app ∆ d
Dimana :
V app
∆t
∆d
: Kecepatan Apparent
:Selisih waktu tiba gelombang P
dan gelombang S
:Jarak gempa bumi terhadap
stasiun
Gempa Pidie Jaya merupakan gempa bumi yang
unik karena terdapat rentetan gempa bumi yang terjadi
dengan selang waktu yang berdekatan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan batuan
wilayah pidie jaya berdasarkan nilai b-value dengan
mempertimbangkan nilai slowness pada gempa Pidie
Jaya sehingga dapat diketahui lapisan batuan yang
rentan pada rangkaian gempa bumi Pidie Jaya.
METODOLOGI PENELITIAN
A.Pengambilan data
Data yang digunakan merupakan data gempa bumi
dari katalog gempa bmkg yan dapat diakses di
(http://inatews.bmkg.go.id) dengan focus wilayah
yaitu daerah Pidie Jaya dengan batasan wilayah
penelitian adalah 5.12°LS- 5.51°LU dan 95.94°BT96.25°BT. Selama rangkaian gempa Pidie Jaya
diperoleh jika terjadi 97 event aftershock dengan 1
event mainshock yaitu gempa 20161206 M 6.5 yang
ditunjukkan oleh gambar 1.
GAMBAR 1. Distribusi rangkaian gempa bumi Pidie Jaya
B.Pengolahan Data
Data gempa yang diolah merupakan data rangkaian
gempa bumi Pidie Jaya. Dalam data gempa bumi
parameter-parameter
yang
digunakan
untuk
menentukan b-value adalah origin time, magnitude,
dan episenter gempa bumi.
Sebelum data gempa bumi diolah maka magnitudo
tiap gempa bumi dikonversi menjadi magnitudo
moment(Mw), karena magnitudo yang berada direpo
katalog gempa bumi BMKG merupakan magnitudo
rata-rata dari setiap jenis magnitudo yang diperoleh.
Konversi magnitudo rata-rata(M) ke magnitudo
momen (Mw) menggunakan persamaan berikut
( log1.5M )−10.73 (5)
Mw=
Setelah dikonversi maka data gempa bumi yang
telah diperoleh kemudian diinput kedalam zmap tools
untuk memeroleh b-value untuk wilayah Pidie Jaya.
Jika nilai b-value telah didapatkan maka dilakukan
pencuplikan dan pengidentifikasikan fase-fase yang
paling jelas dengan cara membandingkan rekaman 3
Mulai
komponen dalam penentuan
fasa gelombang.
Penentuan jarak (Distance) dengan mencocokkan fasefase gelombang badanDatayang
teridentifikasi dan overlay
katalog gempa
BMKG mengukur waktu tiba
kurva waktu tempuh bumi
dengan
antara gelombang P dan gelombang S dengan rumus:
Konversi Magnitudo ke
Jarak hiposenter
d[km] = (Sg-Pg) x 8
magnitudo momen (Mw)
Jarak hiposenter D[km]= (Sn-Pn)x10
Analisis b-value
menggunakanyang lebih jelas
Untuk memperoleh
gambaran
zmap tools
mengenai nilai b-value untuk wilayah pidie jaya maka
dilakukan
pemetaan
menggunakan
software
Melakukan perhitungan Slowness
SIG.Berikut adalah
diagram alir dalam penelitian ini.
Analisis kerentanan batuan
dengan mempertimbangkan
nilai Slowness
Pemetaan kerentanan seismik
berdasarkan nilai dari b value
Selesai
GAMBAR 2. Diagram alir penelitian
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai
nilai b-value untuk wilayah pidie jaya maka dilakukan
pemetaan b-value terhadap peda wilayah Pidie Jaya
menggunakan software SIG.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gempa Pidie Jaya merupakan gempa bumi yang
unik karena gempa bumi ini memilki 97 event
aftershock yang tercatat oleh stasiun-stasiun seismik.
Mainshock dari rangkaian gempa Pidie Jaya
merupakan gempa 20161206 M 6.5.
Hasil pengolahan b-value untuk wilayah Pidie Jaya
diperoleh jika nilai b-value pada wilayah Pidie Jaya
sebesar 0.895 dengan angka kesalahan kurang lebih
0.1. Selain nilai b-value dari hasil pengolahan data
gempa Pidie Jaya juga diperoleh nilai a-value sebesar
4.98 dengan nilai a annual sebesar 5.12. Frekuensi
distribusi manitudo gempa Pidie Jaya diperlihatkan
oleh gambar 3 berikut.
(aftershock) namun rangkaian gempa ini tidak
didahului oleh gempa pendahuluan (foreshock).
Rangkaian
gempa
bumi
gempa
tipe
1
mengidentifikasikan
deformasi
pada
material
pembentuk bumi dimana gempa bumi tersebut terjadi
bersifat homogen.
Nilai b-value dapat direpresentasikan pada sebuah
peta. Pada rangkaian gempa Pidie Jaya seluruh
wilayah Pidie jaya memiliki b-value sebesar 0.895.
Karena sebaran nilai b-value yang merata sehingga
pada gembar 5 diperlihatkan jika wilayah Pidie Jaya
diklasifikasikan sebagai wilayah dengan nilai b-value
antara 0.72-0.91 dengan klasifikasi warna kuning
menuju orange.
GAMBAR 3. Distribusi frekuensi magnitudo gempa Pidie
Jaya
Pada gambar 4 menunjukkan time series dari
rangkaian aftershock gempa Pidie Jaya. Seiring
bertambahnya waktu aftershock dari gempa bumi
Pidie Jaya meningkat terus hingga akhirnya jumlah
akhir aftershock menyentuh angka 97. Lapisan batuan
memiliki sifat elastis yang berarti setelah lapisan
batuan patah baka pelapisan batuan akan terus hingga
menuju kepada keadaan setimbang sebelum batuan
pecah. Sama halnya dengan angkaian Gempa Pidie
Jaya yang memiliki 97 aftershock yang berarti masih
terdapat banyak energi yang perlu dilepas sebelum
akhirnya lapisan batuan diwilayah tersebut kembali
setimbang.
GAMBAR 4. Time window dari distribusi gempa Pidie Jaya
bulan desember 2016
Dari time-window yang ditunjukkan oleh gambar 4
maka menurut (Mogi, 1963) gempa pidie jaya
digolongkan kedalam gempa bumi tipe 1 yang
merupakan rangkaian gempa bumi dimana gempa
utama (mainshock) diikuti oleh banyak gempa susulan
GAMBAR 5. Klasifikasi nilai b-value untuk wilayah Pidie
Jaya
Jika nilai b-value direpresentasikan untuk wilayah
Provinsi Aceh maka akan diperoleh gambaran seperti
yang ditunjukkan oleh gambar 6.
GAMBAR 6. Klasifikasi nilai b-value untuk wilayah
Provinsi Aceh
Dalam rangkaian gempa bumi Pidie Jaya terdapat
slowness selama fase penjalaran gelombang. Dari data
slowness maka dapat diperoleh informasi sumber
penjalaran batuan dimulai pada lapisan batuan hingga
tiba ke stasiun seismk.
Critical distance merupakan jarak kritis dimana
tersebut(Virieux, 1986). Perbedaan respon sensor juga
cukup
mempengaruhi
dalam
mengidentifikasi
gelombang gempa. Sedangkan perbedaan cara
TABEL 1. Travel time gelombang seismic untuk gempa Pidie Jaya M 6.5
Stasiun
Hiposenter
Epicenter
Pg
Pn
Sg - Pg
Sn – Pn
m
S
m
S
LHMI
106.192
0
240.42
0
16.68
0
0
MLSI
130.472
0
194.45
0
19.75
0
0
KCSI
233.024
296.82
305.82
0
48.19
0
42.63
LASI
264.184
310.63
305.16
0
42.18
0
35.99
SNSI
325.544
355.96
448.45
0
55.76
0
46.76
TSI
408.512
478.57
536.51
0
53.56
0
49.65
GSI
497.704
628.95
598.87
1
25.91
1
8.28
SBSI
608.792
807.19
613.87
1
39.35
1
19.57
MNSI
0
871.82
808.48
0
0
1
26.54
PBSI
0
903.61
997.21
0
0
1
31.12
PDSI
0
931.02
1278.10
0
0
1
51.87
MKBI
0
1256.89 65.05
0
0
2
14.11
PMBI
0
1637.06 101.30
0
0
2
51.26
kedatangan fase gelombang Pn dan Pg serta Sn dan Sg
datang bersamaan (Bormnn, 2002). Kurva waktu
tempuh terhadap jarak pada fase Pg, Pn, Sg dan Sn
ditunjukkan pada gambar 7. Dengan menggunakan
metode eliminasi persamaan linear kurva pada gambar
7, diperoleh jika critical distance untuk mainshock
gempa Pidie Jaya 20161206 M 6.5 pada fase Pn – Pg
berpotongan pada jarak ±149 km sedangkan untuk fase
Sn – Sg berpotongan pada jarak ±175 km
Time(s)
400
350
PN
300
Linear
(PN)
250
PG
200
Linear
(PG)
SG
150
Linear
(SG)
100
SN
Linear
(SN)
50
1800
1700
1600
1500
1400
1300
1200
1100
900
1000
800
700
600
500
400
300
200
0
100
0
Distance(m)
GAMBAR 7. Slope gempa Pidie Jaya 20161206 M 6.5
Pada kurva yang ditunjukkan oleh gambar 6
terjadi ketidakteraturan penyebaran waktu tiba setiap
fase
gelombang
dengan
garis
linearnya.
ketidakteraturan distribusi waktu tiba fase gelombang
Pg, Pn, Sg dan Sn dengan garis linearnya ini
dipengaruhi beberapa faktor. Diantaranya ialah
diakibatkan karena medium rambat gelombang pada
setiap daerah berbeda, respon sensor yang berbeda dan
juga perbedaan cara pandang operator yang melakukan
picking gelombang. Perbedaan medium rambat
gelombang
mengakibatan
bervariasinya
nilai
kecepatan dan kekuatan gelombang seismik
m
0
0
1
1
1
1
2
2
0
0
0
0
0
Sg
S
29.96
36.06
17.31
15.21
36.45
44.62
28.13
55.45
0
0
0
0
0
m
0
0
1
1
1
1
2
2
2
3
3
4
5
Sn
s
0
0
12.31
7.05
22.35
37.51
11.17
40.29
53.73
1.48
24.97
19.80
34.96
pandang operator mengakibatkan adanya koreksi
dalam melakukan picking fase gelombang seismik.
Dari tabel 1 pada gempa Pidie Jaya 20161206 M
6.5 fase gelombang Pn muncul pada jarak 300 km
dengan waktu tempuh 42,63 detik dari sumber gempa
ke sensor. Dari tabel 1 terlihat jika untuk mainshock
gempa Pidie Jaya M 6.5 staiun seismik terdekat adalah
MKBI dengan jarak staiun ke epicenter sebesar 65.05
km. Fase gelombang Pn yang duluan muncul dan
terekam pada stsiun MKBI sehingga dapat
diidentifikasi jika lapisan batuan yang pecah pada
gempa Pidie Jaya berada pada batas mohorovicic
discontinuity.
Slowness diperoleh dari selisih waktu pencatatan
sensor terdekat dan sensor terjauh dibagi dengan
selisih jarak. Nilai slowness menunjukkan sudut
insidensi yang digunakan untuk mengidentifikasi
setiap fasa yang menjalar dan tiba di stasiun pencatat.
Maka dari hasil pengolahan diperoleh nilai slowness
pada tiap-tiap fasa gelombang yang ditunjukkan oleh
tabel 2.
TABEL 2. Slowness gempa Pidie Jaya
Slowness
Pg
Pn
Sg
0.1753
0.1240
0.3086
Sn
0.2531
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penentuan nilai b-value untuk
identifikasi Pada Wilayah Pidie Jaya dengan
mempertimbangkan nilai slowness dapat disimpulkan
jika rangkaian gempa bumi Pidie Jaya merupakan
gempa bumi tipe 1 yang merupakan rangkaian gempa
bumi dengan mainshock dan diikuti oleh aftershock
namun tidak memiliki foreshock sehingga dapat
diidentifikasikan jika lapisan batuan yang patah
bersifat homogen.
Wilayah Pidie Jaya memiliki nilai b-value sebesar
0.896 dengan nilai slowness untuk fase Pg, Pn, Sg, dan
Sn pada gempa Pidie Jaya berturut-turut adalah
0.1753, 0.1240, 0.3086, dan 0.2531. Critical distance
pada gempa Pidie Jaya untuk fase Pn – Pg
berpotongan pada jarak ±149 km sedangkan untuk fase
Sn – Sg berpotongan pada jarak ±175 km.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Pusat Gempa Nasional, Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang telah
menyediakan data katalog gempabumi sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Serta
terima kasih pula kepada teman-teman yang turut
memberikan dukungan dalam pembuatan paper ini.
REFERENSI
1. Agustiawati, A., Mei, I. B. H., & Si, M. (n.d.).
STUDI B-VALUE UNTUK ANALISIS
SEISMISITAS BERDASARKAN DATA
GEMPABUMI PERIODE 1904-2014.
2. Aki, K. (1965). 17. Maximum likelihood estimate of
b in the formula logN= a-bM and its confidence
limits.
3. Bormnn, P. (2002). IASPEI New Manual of
Seismological Observatory Practice (NMSOP).
Geo Forschuags Zentrum Potsdam, 1(3), 30–33.
4. Gutenberg, B., & Richter, C. F. (1942). Earthquake
magnitude, intensity, energy, and acceleration.
Bulletin of the Seismological Society of America,
32(3), 163–191.
5. Ibrahim, G. (2010). Tektonik dan Mineral di
Indonesia. Jakarta, Puslitbang BMKG.
6. Mogi, K. (1963). Some discussions on aftershocks,
foreshocks and earthquake swarms: the fracture
of a semi-infinite body caused by an inner stress
origin and its relation to the earthquake
phenomena (third paper).
7. Nuannin, P., Kulhanek, O., & Persson, L. (2005).
Spatial and temporal b value anomalies
preceding the devastating off coast of NW
Sumatra earthquake of December 26, 2004.
Geophysical research letters, 32(11).
8. Ramdhani, H., Manik, H. M., & Susilohadi, S.
(2014). ACOUSTIC DETECTION AND
CHARACTERIZATION OF MARINE
SEDIMENT WITH SHALLOW SEISMIC
TECHNOLOGY IN RAMBAT WATERS,
BANGKA BELITUNG. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 5(2).
9. Rohadi, S., Grandis, H., & Ratag, M. A. (2008).
Studi Potensi Seismotektonik Sebagai Precursor
Tingkat Kegempaan Di Wilayah Sumatera.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 9(2).
10. Rohadi, S., Grandis, H., & Ratag, M. A. (2014).
Studi Variasi Spatial Seismisitas Zona Subduksi
Jawa. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 8(1).
11. Virieux, J. (1986). P-SV wave propagation in
heterogeneous media: Velocity-stress finitedifference method. Geophysics, 51(4), 889–901.
Batuan Dengan Mempertimbangkan Nilai Slowness Pada
Wilayah Pidie Jaya
Ramadhan Priadi1,* Januar Arifin2
Prodi Geofisika,
1.Sekolah Tingg Meteorologi Kimatologi dan Geofisika
2.Badan Meteorologi Kimatologi dan Geofisika
Jl. Perhubungan 1 No.5, Pondok Betung, Pondok Aren, Bintaro, Tangerang Selatan 15221
* [email protected]
Abstrak. Gempa bumi dapat terjadi disepanjang batas petemuan antara lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia. Akhir tahun 2016 terjadi gempa Pidie Jaya dengan rentan kejadian setiap gempa yang saling berdekatan satu
dengan lainnya. Jumlah gempa bumi yang tercatat sebanyak 6 event gempa bumi dengan kisaran magnitudo M 4.0
hingga M 6.5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai b-value yang digunakan untuk mengidentifikasi kerapuhan
batuan wilayah Pidie jaya serta dengan mempertibangkan nilai slowness dari fase gelombang seismik yang tercatat oleh
stasiun seismik. Data yang digunakan merupakan data gempa bumi Pidie Jaya sebanyak 97 event aftershock dengan 1
event mainshock yaitu gempa 20161206 M 6.5. Nilai b-value diperoleh dengan menggunakan metode reisenberg
decluster yakni metode pengelompokkan data dengan karakteristik yang sama. Sedangkan nilai slowness diperoleh dari
selisih waktu dibagi selisih jarak dari tiap fase gelombang. Waktu dan jarak diperoleh setelah dilakukan picking
gelombang seismik di Seisgram2k. Sesuai dengan hubungan antara frekuensi kejadian dan magnitudo, akan didapatkan
b-value sebagai parameter penanda kerapuhan batuan di daerah setempat. Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil jika
wilayah Pidie Jaya memiliki nilai b-value sebesar 0.896 dengan nilai slowness untuk fase Pg, Pn, Sg, dan Sn pada gempa
Pidie Jaya berturut-turut adalah 0.1753, 0.1240, 0.3086, dan 0.2531. Critical distance pada gempa Pidie Jaya untuk fase
Pn – Pg berpotongan pada jarak ±149 km sedangkan untuk fase Sn – Sg berpotongan pada jarak ±175 km.
Kata kunci: b-value, slowness, Pidie Jaya, aftershock
PENDAHULUAN
Sumatera merupakan pulau terbesar keenam
didunia dan kedua terbesar diindonesia yang terletak
diwilayah paling barat Indonesia. Pulau Sumatera
memiliki tiga sistem tektonik yaitu subduksi miring
dengan penujaman landau, sesar Mentawai, dan Sesar
besar Sumatera. Proses penujaman miring disekitar
pulau Sumatera mengakibatkan adanya distribusi
vector tegasan tektonik, yaitu slip vector yang hampir
tegak lurus dengan arah zona penujaman yang
diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar naik.
Pola tektonik wilayah Aceh banyak dipengaruhi
oleh penujaman lempeng Indo-Australia terhadap
lempeng Eurasia. yang bergerak ke utara dengan
kecepatan 6-8 cm per tahun (Ibrahim, 2010).
Pada Akhir tahun 2016 terjadi gempa Pidie Jaya
dengan rentan kejadian setiap gempa yang saling
berdekatan satu dengan lainnya. Jumlah gempa bumi
yang tercatat sebanyak 6 event gempa bumi Gempa
Pidie Jaya memiliki mainshock sebesar M 6.5. Gempa
Pidie Jaya diduga dibangkitkan oleh aktivitas sesar
Sesar Samalanga-Sipopok dengan jenis sesar adalah
strike-slip fault yang jalur sesarnya berarah barat daya
menuju timur laut. Dari pencatatan sensor diperoleh
event gempa sebanyak 6 event yaitu gempa 20161206
M 6.5, gempa 20161207 M 4.0, gempa 20161207 M
4.5, gempa 20161207 M 4.7, gempa 20161209 M 4.9,
dan gempa 20161211 M 5.0.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai bvalue yang digunakan untuk mengidentifikasi
kerapuhan batuan wilayah Pidie jaya serta dengan
mempertibangkan nilai slowness dari fase gelombang
seismik yang tercatat oleh stasiun seismik.
Hubungan frekuensi dan magnitude (frequencymagnitude distribution,FMD) merupakan salah satu
cara untuk mengetahui aktivitas kegempaan disuatu
wilayah(Rohadi, Grandis, & Ratag, 2008). Secara
umum b-value mendekati 1, yang berarti 10 kali
penurunan aktivitas terkait dengan kenaikan dalam tiap
unit magnitudo.
B-value merupakan suatu nilai konstanta yang erat
hubungannya dengan kerapuhan batuan suatu tempat.
Nilai b-value diperoleh dari persamaan hubungan
antara magnitudo dan jumlah gempa yang dirumuskan
oleh Gutenberg dan Richter menggunakan persamaan
linear berikut:
log N=a−bM (1)
Dimana :
N
M
: Jumlah gempa
:Magnitudo gempa
Nilai-a merupakan parameter seismik
yang
besarnya bergantung terhadap banyaknya event gempa
bumi(Gutenberg & Richter, 1942). Untuk wilayah
tertentu nilai-a bergantung pada penentuan volume dan
time window. Sedangkan untuk nilai-b merupakan
parameter seismotektonik dari suatu wilayah yang
biasanya mendekati 1 dan menunjukkan jumlah relatif
dari getaran yang kecil dan getaran yang besar (Aki,
1965).
Semakin besar b-value di suatu daerah akan
menunjukkan tingkat kerapuhan batuan yang
tinggi(Nuannin, Kulhanek, & Persson, 2005). Tingkat
kerapuhan batuan menandakan daya tahan batuan
terhadap stress yang diterima oleh tenaga endogen
didalam lapisan bumi. Nilai-a untuk distribusi
kumulatif dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaanWekner(1965) yang dinyatakan sebagai
berikut
a '=a−log ( b ln 10 ) (2)
Nilai-a adalah suatu tetapan yang besarnya
tergantung pada periode, luas daerah dan aktivitas
daerah pengamatan. Parameter b-valuenya bergantung
pada keadaan stress di wilayah tersebut (Rohadi,
Grandis, & Ratag, 2014). Penurunan b-value
berbanding lurus dengan peningkatan tingkat stress
sebelum terjadinya gempa bumi(Agustiawati, Mei, &
Si, n.d.).
B-value memiliki variasi terhadap origin-time
gempa bumi. Gempa-gempa pada umumnya didahului
oleh peningkatan b-value pada jangka menengah yang
diikuti dengan penurunan pada jangka waktu
mingguan hingga bulanan sebelum gempa bumi
terjadi(Rohadi et al., 2014).
Pada gempa Pidie Jaya terdapat penjalaran fasefase gelombang seismik yang berbeda dari source.
Karena gempa Pidie Jaya temasuk kedalam gempa
dangkal maka gelombang seismik yang terjadi akan
diteruskan, dipantulkan, dan direfraksikan.
Setiap gempa bumi mempunyai nilai slowness.
Slowness merupakan sudut insidensi yang diperoleh
dari satu per kecepatan apparent(Ramdhani, Manik, &
Susilohadi, 2014). Dengan mengetahui slowness maka
dapat mengidentifikasi fasefase gelombang seismik
yang menjalar serta lapisan batuan yang petah saat
terjadinya gempa bumi.
Slowness merupakan fungsi perlambatan dari
penjalaran gelombang seismic yang di rumuskan
sebagai berikut:
Slownes=
1
( 3)
V app
1
∆t
=
(4 )
V app ∆ d
Dimana :
V app
∆t
∆d
: Kecepatan Apparent
:Selisih waktu tiba gelombang P
dan gelombang S
:Jarak gempa bumi terhadap
stasiun
Gempa Pidie Jaya merupakan gempa bumi yang
unik karena terdapat rentetan gempa bumi yang terjadi
dengan selang waktu yang berdekatan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan batuan
wilayah pidie jaya berdasarkan nilai b-value dengan
mempertimbangkan nilai slowness pada gempa Pidie
Jaya sehingga dapat diketahui lapisan batuan yang
rentan pada rangkaian gempa bumi Pidie Jaya.
METODOLOGI PENELITIAN
A.Pengambilan data
Data yang digunakan merupakan data gempa bumi
dari katalog gempa bmkg yan dapat diakses di
(http://inatews.bmkg.go.id) dengan focus wilayah
yaitu daerah Pidie Jaya dengan batasan wilayah
penelitian adalah 5.12°LS- 5.51°LU dan 95.94°BT96.25°BT. Selama rangkaian gempa Pidie Jaya
diperoleh jika terjadi 97 event aftershock dengan 1
event mainshock yaitu gempa 20161206 M 6.5 yang
ditunjukkan oleh gambar 1.
GAMBAR 1. Distribusi rangkaian gempa bumi Pidie Jaya
B.Pengolahan Data
Data gempa yang diolah merupakan data rangkaian
gempa bumi Pidie Jaya. Dalam data gempa bumi
parameter-parameter
yang
digunakan
untuk
menentukan b-value adalah origin time, magnitude,
dan episenter gempa bumi.
Sebelum data gempa bumi diolah maka magnitudo
tiap gempa bumi dikonversi menjadi magnitudo
moment(Mw), karena magnitudo yang berada direpo
katalog gempa bumi BMKG merupakan magnitudo
rata-rata dari setiap jenis magnitudo yang diperoleh.
Konversi magnitudo rata-rata(M) ke magnitudo
momen (Mw) menggunakan persamaan berikut
( log1.5M )−10.73 (5)
Mw=
Setelah dikonversi maka data gempa bumi yang
telah diperoleh kemudian diinput kedalam zmap tools
untuk memeroleh b-value untuk wilayah Pidie Jaya.
Jika nilai b-value telah didapatkan maka dilakukan
pencuplikan dan pengidentifikasikan fase-fase yang
paling jelas dengan cara membandingkan rekaman 3
Mulai
komponen dalam penentuan
fasa gelombang.
Penentuan jarak (Distance) dengan mencocokkan fasefase gelombang badanDatayang
teridentifikasi dan overlay
katalog gempa
BMKG mengukur waktu tiba
kurva waktu tempuh bumi
dengan
antara gelombang P dan gelombang S dengan rumus:
Konversi Magnitudo ke
Jarak hiposenter
d[km] = (Sg-Pg) x 8
magnitudo momen (Mw)
Jarak hiposenter D[km]= (Sn-Pn)x10
Analisis b-value
menggunakanyang lebih jelas
Untuk memperoleh
gambaran
zmap tools
mengenai nilai b-value untuk wilayah pidie jaya maka
dilakukan
pemetaan
menggunakan
software
Melakukan perhitungan Slowness
SIG.Berikut adalah
diagram alir dalam penelitian ini.
Analisis kerentanan batuan
dengan mempertimbangkan
nilai Slowness
Pemetaan kerentanan seismik
berdasarkan nilai dari b value
Selesai
GAMBAR 2. Diagram alir penelitian
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai
nilai b-value untuk wilayah pidie jaya maka dilakukan
pemetaan b-value terhadap peda wilayah Pidie Jaya
menggunakan software SIG.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gempa Pidie Jaya merupakan gempa bumi yang
unik karena gempa bumi ini memilki 97 event
aftershock yang tercatat oleh stasiun-stasiun seismik.
Mainshock dari rangkaian gempa Pidie Jaya
merupakan gempa 20161206 M 6.5.
Hasil pengolahan b-value untuk wilayah Pidie Jaya
diperoleh jika nilai b-value pada wilayah Pidie Jaya
sebesar 0.895 dengan angka kesalahan kurang lebih
0.1. Selain nilai b-value dari hasil pengolahan data
gempa Pidie Jaya juga diperoleh nilai a-value sebesar
4.98 dengan nilai a annual sebesar 5.12. Frekuensi
distribusi manitudo gempa Pidie Jaya diperlihatkan
oleh gambar 3 berikut.
(aftershock) namun rangkaian gempa ini tidak
didahului oleh gempa pendahuluan (foreshock).
Rangkaian
gempa
bumi
gempa
tipe
1
mengidentifikasikan
deformasi
pada
material
pembentuk bumi dimana gempa bumi tersebut terjadi
bersifat homogen.
Nilai b-value dapat direpresentasikan pada sebuah
peta. Pada rangkaian gempa Pidie Jaya seluruh
wilayah Pidie jaya memiliki b-value sebesar 0.895.
Karena sebaran nilai b-value yang merata sehingga
pada gembar 5 diperlihatkan jika wilayah Pidie Jaya
diklasifikasikan sebagai wilayah dengan nilai b-value
antara 0.72-0.91 dengan klasifikasi warna kuning
menuju orange.
GAMBAR 3. Distribusi frekuensi magnitudo gempa Pidie
Jaya
Pada gambar 4 menunjukkan time series dari
rangkaian aftershock gempa Pidie Jaya. Seiring
bertambahnya waktu aftershock dari gempa bumi
Pidie Jaya meningkat terus hingga akhirnya jumlah
akhir aftershock menyentuh angka 97. Lapisan batuan
memiliki sifat elastis yang berarti setelah lapisan
batuan patah baka pelapisan batuan akan terus hingga
menuju kepada keadaan setimbang sebelum batuan
pecah. Sama halnya dengan angkaian Gempa Pidie
Jaya yang memiliki 97 aftershock yang berarti masih
terdapat banyak energi yang perlu dilepas sebelum
akhirnya lapisan batuan diwilayah tersebut kembali
setimbang.
GAMBAR 4. Time window dari distribusi gempa Pidie Jaya
bulan desember 2016
Dari time-window yang ditunjukkan oleh gambar 4
maka menurut (Mogi, 1963) gempa pidie jaya
digolongkan kedalam gempa bumi tipe 1 yang
merupakan rangkaian gempa bumi dimana gempa
utama (mainshock) diikuti oleh banyak gempa susulan
GAMBAR 5. Klasifikasi nilai b-value untuk wilayah Pidie
Jaya
Jika nilai b-value direpresentasikan untuk wilayah
Provinsi Aceh maka akan diperoleh gambaran seperti
yang ditunjukkan oleh gambar 6.
GAMBAR 6. Klasifikasi nilai b-value untuk wilayah
Provinsi Aceh
Dalam rangkaian gempa bumi Pidie Jaya terdapat
slowness selama fase penjalaran gelombang. Dari data
slowness maka dapat diperoleh informasi sumber
penjalaran batuan dimulai pada lapisan batuan hingga
tiba ke stasiun seismk.
Critical distance merupakan jarak kritis dimana
tersebut(Virieux, 1986). Perbedaan respon sensor juga
cukup
mempengaruhi
dalam
mengidentifikasi
gelombang gempa. Sedangkan perbedaan cara
TABEL 1. Travel time gelombang seismic untuk gempa Pidie Jaya M 6.5
Stasiun
Hiposenter
Epicenter
Pg
Pn
Sg - Pg
Sn – Pn
m
S
m
S
LHMI
106.192
0
240.42
0
16.68
0
0
MLSI
130.472
0
194.45
0
19.75
0
0
KCSI
233.024
296.82
305.82
0
48.19
0
42.63
LASI
264.184
310.63
305.16
0
42.18
0
35.99
SNSI
325.544
355.96
448.45
0
55.76
0
46.76
TSI
408.512
478.57
536.51
0
53.56
0
49.65
GSI
497.704
628.95
598.87
1
25.91
1
8.28
SBSI
608.792
807.19
613.87
1
39.35
1
19.57
MNSI
0
871.82
808.48
0
0
1
26.54
PBSI
0
903.61
997.21
0
0
1
31.12
PDSI
0
931.02
1278.10
0
0
1
51.87
MKBI
0
1256.89 65.05
0
0
2
14.11
PMBI
0
1637.06 101.30
0
0
2
51.26
kedatangan fase gelombang Pn dan Pg serta Sn dan Sg
datang bersamaan (Bormnn, 2002). Kurva waktu
tempuh terhadap jarak pada fase Pg, Pn, Sg dan Sn
ditunjukkan pada gambar 7. Dengan menggunakan
metode eliminasi persamaan linear kurva pada gambar
7, diperoleh jika critical distance untuk mainshock
gempa Pidie Jaya 20161206 M 6.5 pada fase Pn – Pg
berpotongan pada jarak ±149 km sedangkan untuk fase
Sn – Sg berpotongan pada jarak ±175 km
Time(s)
400
350
PN
300
Linear
(PN)
250
PG
200
Linear
(PG)
SG
150
Linear
(SG)
100
SN
Linear
(SN)
50
1800
1700
1600
1500
1400
1300
1200
1100
900
1000
800
700
600
500
400
300
200
0
100
0
Distance(m)
GAMBAR 7. Slope gempa Pidie Jaya 20161206 M 6.5
Pada kurva yang ditunjukkan oleh gambar 6
terjadi ketidakteraturan penyebaran waktu tiba setiap
fase
gelombang
dengan
garis
linearnya.
ketidakteraturan distribusi waktu tiba fase gelombang
Pg, Pn, Sg dan Sn dengan garis linearnya ini
dipengaruhi beberapa faktor. Diantaranya ialah
diakibatkan karena medium rambat gelombang pada
setiap daerah berbeda, respon sensor yang berbeda dan
juga perbedaan cara pandang operator yang melakukan
picking gelombang. Perbedaan medium rambat
gelombang
mengakibatan
bervariasinya
nilai
kecepatan dan kekuatan gelombang seismik
m
0
0
1
1
1
1
2
2
0
0
0
0
0
Sg
S
29.96
36.06
17.31
15.21
36.45
44.62
28.13
55.45
0
0
0
0
0
m
0
0
1
1
1
1
2
2
2
3
3
4
5
Sn
s
0
0
12.31
7.05
22.35
37.51
11.17
40.29
53.73
1.48
24.97
19.80
34.96
pandang operator mengakibatkan adanya koreksi
dalam melakukan picking fase gelombang seismik.
Dari tabel 1 pada gempa Pidie Jaya 20161206 M
6.5 fase gelombang Pn muncul pada jarak 300 km
dengan waktu tempuh 42,63 detik dari sumber gempa
ke sensor. Dari tabel 1 terlihat jika untuk mainshock
gempa Pidie Jaya M 6.5 staiun seismik terdekat adalah
MKBI dengan jarak staiun ke epicenter sebesar 65.05
km. Fase gelombang Pn yang duluan muncul dan
terekam pada stsiun MKBI sehingga dapat
diidentifikasi jika lapisan batuan yang pecah pada
gempa Pidie Jaya berada pada batas mohorovicic
discontinuity.
Slowness diperoleh dari selisih waktu pencatatan
sensor terdekat dan sensor terjauh dibagi dengan
selisih jarak. Nilai slowness menunjukkan sudut
insidensi yang digunakan untuk mengidentifikasi
setiap fasa yang menjalar dan tiba di stasiun pencatat.
Maka dari hasil pengolahan diperoleh nilai slowness
pada tiap-tiap fasa gelombang yang ditunjukkan oleh
tabel 2.
TABEL 2. Slowness gempa Pidie Jaya
Slowness
Pg
Pn
Sg
0.1753
0.1240
0.3086
Sn
0.2531
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penentuan nilai b-value untuk
identifikasi Pada Wilayah Pidie Jaya dengan
mempertimbangkan nilai slowness dapat disimpulkan
jika rangkaian gempa bumi Pidie Jaya merupakan
gempa bumi tipe 1 yang merupakan rangkaian gempa
bumi dengan mainshock dan diikuti oleh aftershock
namun tidak memiliki foreshock sehingga dapat
diidentifikasikan jika lapisan batuan yang patah
bersifat homogen.
Wilayah Pidie Jaya memiliki nilai b-value sebesar
0.896 dengan nilai slowness untuk fase Pg, Pn, Sg, dan
Sn pada gempa Pidie Jaya berturut-turut adalah
0.1753, 0.1240, 0.3086, dan 0.2531. Critical distance
pada gempa Pidie Jaya untuk fase Pn – Pg
berpotongan pada jarak ±149 km sedangkan untuk fase
Sn – Sg berpotongan pada jarak ±175 km.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Pusat Gempa Nasional, Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang telah
menyediakan data katalog gempabumi sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Serta
terima kasih pula kepada teman-teman yang turut
memberikan dukungan dalam pembuatan paper ini.
REFERENSI
1. Agustiawati, A., Mei, I. B. H., & Si, M. (n.d.).
STUDI B-VALUE UNTUK ANALISIS
SEISMISITAS BERDASARKAN DATA
GEMPABUMI PERIODE 1904-2014.
2. Aki, K. (1965). 17. Maximum likelihood estimate of
b in the formula logN= a-bM and its confidence
limits.
3. Bormnn, P. (2002). IASPEI New Manual of
Seismological Observatory Practice (NMSOP).
Geo Forschuags Zentrum Potsdam, 1(3), 30–33.
4. Gutenberg, B., & Richter, C. F. (1942). Earthquake
magnitude, intensity, energy, and acceleration.
Bulletin of the Seismological Society of America,
32(3), 163–191.
5. Ibrahim, G. (2010). Tektonik dan Mineral di
Indonesia. Jakarta, Puslitbang BMKG.
6. Mogi, K. (1963). Some discussions on aftershocks,
foreshocks and earthquake swarms: the fracture
of a semi-infinite body caused by an inner stress
origin and its relation to the earthquake
phenomena (third paper).
7. Nuannin, P., Kulhanek, O., & Persson, L. (2005).
Spatial and temporal b value anomalies
preceding the devastating off coast of NW
Sumatra earthquake of December 26, 2004.
Geophysical research letters, 32(11).
8. Ramdhani, H., Manik, H. M., & Susilohadi, S.
(2014). ACOUSTIC DETECTION AND
CHARACTERIZATION OF MARINE
SEDIMENT WITH SHALLOW SEISMIC
TECHNOLOGY IN RAMBAT WATERS,
BANGKA BELITUNG. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 5(2).
9. Rohadi, S., Grandis, H., & Ratag, M. A. (2008).
Studi Potensi Seismotektonik Sebagai Precursor
Tingkat Kegempaan Di Wilayah Sumatera.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 9(2).
10. Rohadi, S., Grandis, H., & Ratag, M. A. (2014).
Studi Variasi Spatial Seismisitas Zona Subduksi
Jawa. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 8(1).
11. Virieux, J. (1986). P-SV wave propagation in
heterogeneous media: Velocity-stress finitedifference method. Geophysics, 51(4), 889–901.