T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Menalar dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Salatiga 05 Tahun Pelajaran 20162017 T1 BAB II

9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif dalam Kurikulum 2013
1. Tematik Integratif
Pembelajaran tematik integratif merupakan pembelajaran yang
menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang
memadukan beberapa muatan pelajaran dalam satu kali tatap muka.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
berdasarkan pada tema – tema tertentu. Suryosubroto (2009: 133)
menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan suatu usaha untuk
memadukan pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajaran,
serta pemikiran yang lebih kreatif dengan menggunakan tema tertentu.
Pembelajaran tematik ini diyakini mampu menjadikan siswa lebih
mudah untuk fokus pada tema tertentu yang sedang dipelajari.
Pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa muatan
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada
siswa (Trianto, 2011: 147). Pembelajaran tematik


merupakan

pembelajaran secara menyeluruh sehingga siswa dapat mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki pada lebih dari satu
muatan pelajaran dalam setiap pertemuan. Pembelajaran tematik ini
mampu memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik karena
pembelajaran tematik menuntut siswa untuk aktif dan menemukan
sendiri pengetahuan yang sedang mereka pelajari berdasarkan masalah
dan pengalaman yang diperolehnya.
Trianto (2011: 157) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran
tematik di sekolah dasar sangat membantu guru maupun siswa karena
pembelajaran ini sesuai dengan tingkat peserta didik yang masih
melihat segala sesuatu dalam belajar secara menyeluruh. Guru perlu

10

merencanakan

dan


mendesain

pembelajaran

tematik

secara

menyenangkan agar peserta didik dapat tertarik pada pembelajaran
sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dari pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik atau
pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang
memadukan beberapa mata pelajaran menjadi satu tema tertentu
sehingga peserta didik dapat mengembangkan sikap, keterampilan,
maupun pengetahuan yang mereka miliki ke dalam berbagai muatan
pelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran tematik integratif berawal dari tema
yang telah dipilih atau dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Pembelajaran tematik integratif ini jauh lebih

menekankan pada tema sebagai alat untuk menyatukan berbagai
muatan pelajaran, dan adanya hubungan berbagai konsep pada muatan
pelajaran. Dalam praktik pembelajaran tematik integratif, keterlibatan
siswa dalam belajar lebih diutamakan dan dimunculkan adanya
hubungan antar muatan pelajaran satu dengan lainnya.
Kegiatan pembelajaran akan bermakna jika dilakukan dalam
lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman, bersifat
individual

dan

kontekstual,

anak

mengalami

langsung

yang


dipelajarinya, hal ini akan diperoleh melalui pembelajaran tematik.
Pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa
muatan pelajaran dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
peserta didik.
Pembelajaran tematik integratif merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013.

Menurut

Loeloek Endah Poerwati dan Sofan Amri (2013: 29) menyatakan bahwa
pembelajaran tematik integratif terpadu adalah sebuah sistem dan
pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa disiplin ilmu atau
muatan pelajaran/ bidang studi untuk memberikan pengalaman yang
bermakna luas kepada peserta didik. Pembelajaran tematik integratif

11

bersifatsebagai pedoman peserta didik guna mencapai kemampuan
berpikir tingkat tinggi dengan mengoptimalkan kecerdasannya sehingga

dapat

mengembangkan

potensi

sikap,

pengetahuan

dan

keterampilannya.
Kemendikbud (2013: 193) menyatakan bahwa

pembelajaran

tematik integratif menekankan pada tema sebagai pemersatu muatan
pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan
berbagai konsep muatan pelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan

tema tertentu bertujuan untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta
didik terhadap pembelajaran sehingga peserta didik dapat memperoleh
pengalaman belajar secara langsung.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran tematik integratif dalam kurikulum 2013 adalah
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa bidang studi
menjadi satu tema tertentu agar dapat memotivasi peserta didik
terhadap pembelajaran sehingga pembelajaran dapat mengembangkan
potensi sikap, keterampilan, maupun pengetahuan yang dimiliki peserta
didik.
2. Tujuan Pembelajaran Tematik Integratif
Pembelajaran

tematik

integratif

dalam

kurikulum


2013

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa
bidang studi menjadi satu tema tertentu. Tujuan pembelajaran tematik
terpadu ini antara lain:
a.

Memudahkan pemusatkan perhatian siswa pada satu tema atau
topik tertentu;

b.

mempelajari

pengetahuan

dan

mengembangkan


berbagai

kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama;
c.

memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran yang akan
disampaikan lebih mendalam;

12

d.

mengembangkan kompetensi

berbahasa lebih baik dengan

mengkaitkan berbagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman
pribadi peserta didik;
e.


lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus
mempelajari pelajaran yang lain;

f.

lebih merasakan manfaat dan makna belajarnya;

g.

guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang
disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan
dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; dan

h.

nilai budi pekerti dan moral peserta didik dapat kembangkan sesuai
dengan situasi dan kondisi.


3. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik Integratif
Pembelajaran tematik integratif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)

berpusat pada anak;

b)

memberikan pengalaman langsung pada anak;

c)

memisahkan antar

muatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu

dalam satu pemahaman dalam kegiatan);
d)

menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses

pembelajaran (saling terkait antar muatan pelajaran yang satu
dengan lainnya);

e)

bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran);

f)

hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya).

4. Implementasi Pembelajaran Tematik Integratif
Implementasi pembelajaran tematik terpadu

melalui beberapa

tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada tema sebagai
pemersatu berbagai muatan pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru
melakukan analisis Standar Kompetensi Lulusan, Kompetensi Inti,
Kompetensi Dasar dan membuat indicator dengan tetap memperhatikan
muatan materi dari Standar Isi. Ketiga membuat hubungan pemetaan

13

antara kompetensi dasar dan indicator dengan tema. Keempat membuat
jaringan KD, indikator. Kelima menyusun silabus tematik dan keenam
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan
menerapkan pendekatan saintifik (Mawardi, 2014: 1-3 ).
5. Manfaat Pendekatan Tematik Terpadu
Manfaat pendekatan tematik integratif antara lain :
a. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan.
b. Menggunakan kelompok kerjasama, kolaborasi, kelompok belajar,
dan strategi pemecahan konflik yang mendorong peserta didik
untuk memecahkan masalah.
c. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci kelas yang ramah
otak (brain-friendly classroom).
d. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses
informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas dan
kualitas mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu
peserta didik mengembangkan pengetahuan secara siap.
e. Proses pembelajaran di kelas mendorong peserta didik berada
dalam format ramah otak.
f. Materi

pembelajaran

yang

disampaikan

oleh

guru

dapat

diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam kehidupannya
sehari-hari.
g. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk
menuntaskan program belajar dapat dibantu oleh guru dengan cara
memberikan bimbingan khusus dan menerapkan prinsip belajar
tuntas.
h. Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan
guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan
variasi cara penilaian.

14

2.1.2. Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning
1. Hakikat Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran
yang membangun kemampuan ilmiah siswa. Pendekatan ini dirancang
untuk menumbuhkan kegiatan 5M. Kegiatan yang dimaksud yakni
mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui).
Sedangkan

langah

selanjutnya

merumuskan

pertanyaan

(dan

merumuskan hipotesis). Langkah berikutnya mencoba/mengumpulkan
data (informasi) dengan berbagai teknik dan kemudian mengasosiasi/
menganalisis/mengolah data (informasi). Hasil akhir kegiatan tersebut
adalah siswa mampu menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan
hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan
dengan kegiatan mencipta.
Pada kurikulum 2013 pembelajaran mengembangkan sikap
spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
(Permendikbud Nomor 24 tahun 2016). Prinsip-prinsip kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik kurikulum 2013, yakni :
a. peserta didik mencari tahu bukan diberi tahu;
b. peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;
c. proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah;
d. pembelajaran berbasis kompetensi;
e. pembelajaran terpadu;
f.

pembelajaran open ended

g. pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;
h. peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan
antara hard-skills dan soft-skills;
i. pembelajaran

yang

mengutamakan

pembudayaan

dan

pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

15

j. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik.
k. pembelajaran tidak hanya di dalam kelas tetapi bisa dilakukan di
luar kelas.
l. pemanfaatan

teknologi

informasi

dan

komunikasi

untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
m. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya
peserta didik; dan
n. suasana belajar menyenangkan dan menantang.
2. Prinsip-Prinsip Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013
Langkah-langkah

pendekatan

saintifik

pada

pembelajaran

kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
a.

Mengamati: kegiatan dalam mengamati dapat berupa membaca,
mendengar, menyimak, melihat

untuk mengidentifikasi hal-hal

yang ingin diketahui baik dengan tanpa atau tanpa alat bantu
apapun.
b.

Menanya: mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
dipahami

dari

apa

yang

diamati

atau

pertanyaan

untuk

mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi
tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang
ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.
c.

Mencoba/mengumpulkan data (informasi): melakukan eksperimen,
membaca

sumber

lain

objek/kejadian/aktivitas,

dan

wawancara

buku

teks,

dengan

mengamati

narasumber

-

Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru
bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain
buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket,
wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/mengembangkan.
d.

Mengasosiasikan/menalar: Siswa mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan

baik

terbatas

dari

hasil

kegiatan

16

mengumpulkan/eksperimen

mau

pun

hasil

dari

kegiatan

mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi - mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam
bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan
fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu
pola, dan menyimpulkan.
e.

Mengkomunikasikan: Siswa menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya - menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram,
atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan
meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

f.

(Dapat dilanjutkan dengan) Mencipta: Siswa mampu memberikan
inovasi, mencipta, mendisain model, rancangan, produk (karya)
berdasarkan pengetahuan yang dipelajari.

3. Model Discovery Learning
Model discovery merupakan komponen dari praktik pendidikan
yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif,
berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan
reflektif. Suryo Subroto (2009: 178) menyatakan bahwa metode
discovery

diartikan

sebagai

suatu

prosedur

mengajar

yang

mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lainlain percobaan, sebelum sampai pada generalisasi. Sebelum siswa sadar
akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Penggunaan
model discover y dalam proses belajar mengajar, memperkenankan
siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional
biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Sementara itu, Sani (2013:
220) menyatakan bahwa, discovery adalah menemukan konsep melalui
serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan
atau percobaan.
Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran
kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi

17

yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan
pengetahuan sendiri. Menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006: 203)
model discovery adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan;
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Selain itu, menurut Bruner
(dalam Winataputra, 2008: 318) belajar bermakna hanya dapat terjadi
melalui belajar penemuan (Discovery Learning). Agar belajar menjadi
bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus aktif
mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri,
bukan hanya sekedar menerima penjelasan dari guru saja. Bruner yakin
bahwa belajar penemuan (Discovery Learning) adalah proses belajar di
mana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematik,
menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa
mencari jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen.
Bentuk lain dari belajar penemuan (Discovery Learning) adalah
guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh
tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep.
Roestiyah (2008: 20) berpendapat bahwa Discovery Learning ialah
suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan
mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca
sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan

sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan
dengan

pelajaran

dalam

bentuk

finalnya,

tetapi

diharapkan

mengorganisasi sendiri. Strategi Discovery Learning adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai

kepada

suatu

kesimpulan

(Budiningsih,

2005:

43).

Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan

proses

mentalnya

untuk

menemukan

beberapa

konsep

dan

prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,

18

prediksi,

penentuan.

Proses

tersebut

disebut cognitive

process

sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig
conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:

219). Dengan demikian Discovery Learning menuntut anak untuk
mampu menggunakan pengetahuannya agar dapat menalar sehingga
memperoleh informasi yang lebih mendalam dan dipahami siswa secara
utuh.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa Discovery Learning merupakan proses belajar dimana siswa
berperan

aktif

untuk

menemukan

informasi

dan

memperoleh

pengetahuannya sendiri dengan pengamatan atau pengolahan informasi
dalam rangka mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.
4. Sintak Discovery Learning
Sebagai suatu model pembelajaran Discovery Learning memiliki
beberapa langkah-langkah, di antaranya:
a.

Stimulasi/pemberian rangsangan
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri.Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi
pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang

dapat

mengembangkan

dan

membantu

siswa

dalam

mengeksplorasi bahan.
b.

Pernyataan/ identifikasi masalah
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

19

c.

Pengumpulan Data
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan

kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya.
d.

Pengolahan Data
Menurut Syah (2004: 244) pengolahan data merupakan kegiatan

mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik
melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e.

Pembuktian
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing
(Syah, 2004: 244). Verifikasi menurut Bruner, atau yang dikenal
dengan kemampuan menalar ini bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman
kehidupannya.

melalui

contoh-contoh

yang

ia

jumpai

dalam

20

f.

Kesimpulan/generalisasi
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik

sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
5. Kelebihan Model Discovery Learning
Kelebihan pada model Discovery Learning antara lain sebagai
berikut :
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang
disajikan.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencaritemukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan
guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang
tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam
proses menemukanya.
f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
g. Belajar menghargai diri sendiri.
h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer.
i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik
dari pada hasil lainnya
k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir
bebas.
l. Melatih

keterampilan-keterampilan

kognitif

siswa

untuk

menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang
lain.

21

2.1.3 Analisis Komponen Model Discovery Learning
Menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104) komponenkomponen dalam suatu pendekatan pembelajaran terdiri dari
komponen sintaks, komponen prinsip reaksi, komponen system
social, komponen daya dukung berupa sarana dan prasarana
pelaksanaan pendekatan, serta dampak instruksional yaitu berupa
hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak
dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya
suasana belajar dalam model tertentu yang tidak diajarkan guru
selama

pembelajaran.

Komponen-komponen

dari

Pendekatan

Saintifik Model Discovery Learning adalah sebagai berikut.
1. Sintagmatik
Fase

pertama

adalah

pemberian

rangsangan

dengan

menyediakan fakta awal untuk diamati peserta didik. Guru
menyampaikan beberapa contoh dan bukan contoh suatu konsep
sehingga peserta didik merasa tertarik untuk bertanya lebih jauh.
Fase

kedua

adalah

mengidentifikasi

masalah

dengan

mengklasifikasikan fakta yang diusulkan oleh peserta didik. Guru
mendorong anak untuk menanyakan fakta tambahan dan guru
meresponnya dengan mengatakan “contoh” atau “bukan contoh”
sehingga peserta didik memperoleh lebih banyak contoh dan buan
contoh.
Fase ketiga adalah menghasilkan dugaan tentang maksud dari
fakta yang diberikan. Guru mengajak peserta didik untuk
merumuskan dugaan mereka tentang konsep yang diawali dari
contoh-contohnya tersebut.
Fase keempat dalah pengumpulan data. Fase ini guru berperan
membimbing peserta didik dalam mengumpulkan informasi terhadap
masalah yang diawali melalui berbagai cara seperti membaca,
diskusi dan sebagainya.

22

Fase kelima berupa pembuktian dengan menganalisis fakta
dengan mencari polanya. Dalam fase ini guru berperan menata
contoh-contohnya saja. Guru mengajak peserta didik untuk
menemukan kesamaan dari contoh-contoh tersebut.
Fase keenam adalah memfasilitasi peserta didik untuk begai
hasil penalaran (dugaan). Dalam fase ini guru mengajak kelompokkelompok untuk berbagi dugaannya dan mendiskusikan sehingga
diperoleh dugaan bersama.
Fase

ketujuh

adalah

mendorong peserta

didik

untuk

menyimpulkan. Fase ini tugas guru memberikan penegasan tentang
maksud dari konsep itu.
Fase kedelapan adalam membantu peserta didik lebih mantap
memahami konsepnya. Fase ini guru memberikan latihan-latihan
untuk memantapkan pemahaman peserta didik.
2. Prinsip Reaksi
Guru

dalam

penggunaan

model

Discovery

Learning

mempunyai dalam beberapa peran dalam pembelajaran yaitu
memberikan stimulus. Di samping itu guru juga memberikan
dukungan datau motivasi kepada peserta didik dalam melakukan
kegiatan pembelajaran. Selain itu guru memberikan kesempatan
peserta didik, keluwesan, kebersamaan pendapat, berinisiatif atau
berprakarsa dan bertindak dalam pembelajaran. Guru juga harus
mampu

mendiagnosis

kesulitan-kesulitan

peserta

didik

dan

membantu mengatasinya.
Dalam

kegiatan

diskusi,

siswa

terlibat

aktif

dalam

pembelajaran. Keaktifan siswa dalam diskusi dapat dilihat dari
proses mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan dengan penalarannya, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan dan sebagainya.

23

3. Sistem Sosial
System social dalam pendekatan saintifik model Discovery
Learning ini disajikan dalam bentuk cukup sederhana, fleksibel dan

tidak hanya bergantung pada arahan guru. Struktur peristiwa belajar
bersifat terbuka. Kemugkinan lain siswa “dilepas” atau diberi
kesempatan bebas untuk mencari sesuatu sampai menemukan hasil
belajar melalui proses-prose. Guru hanya bertugas memberikan
arahan dan bimbingan guna memecahkan persoalan yang dihadapi
peserta didik.
4. Daya Dukung
Daya dukung dalam penggunaan model Discovery Learning
perlu memperhatikan pribadi guru yang hangat dan terampil dalam
mengelola hubungan interpersonal dan diskusi kelompo, serta
mampu menciptakan iklim kelas yang terbuka dan tidak defensif.
Segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran perlu disediakan seperti computer, LCD,
LKS, sumber buku yang relevan, benda-benda utnuk percobaan yang
sesuai dengan materi.
5. Dampak Instruksional dan Pengiring
Dampak insruksional merupakan hasil belajar dan peningkatan
kemampuan-kemampuan siswa setelah melalui proses pembelajaran
yang berupa langkah-langkah yang harus dilakukan dan dikuasai.
Secara khusus dampak instruksional dalam pembelajaran ini dapat
memberikan dampak :
a. Keterampilan dalam proses ilmiah
b. Strategi penyelidikan ilmiah
c. Keterampilan dalam mengkaji suatu persoalan salah satunya
kemampuan menalar siswa
d. Berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

24

Dampak pengiring dalam penerapan model Discovery
Learning antara lain:
a. Potensi intelektual anak didik semakin meningkat sehingga
menimbulkan harapan baru menuju kesuksesan. Hal ini terlihat
dari rasa ingin tahu anak yang tinggi.
b. Peserta didik akan belajar mengorganisasi dan menghadapi
masalah dengan metode hit and miss. Kemandirian dan ketelitian
anak akan lebih berkembang.
c. Peserta didik akan mencapai kepuasan karena telah menemukan
pemecahan sendiri sehingga meningkatkan skill dan teknik dalam
pekerjaannya melalui masalah-masalah nyata di lingkungannya.
Keterampilan dalam
proses ilmiah
Kritis

Mandiri

Strategi
penyelidikan ilmiah

Teliti

Model Discovey
Learning
Kemampuan
mengkaji
persoalan/menalar

Aktif

Kerjasama

Komunikatif

Keterangan :

Keaktifan
pembelajarn

Dampak Instruksional
Dampak Pengiring

Bagan 2.1
Dampak Instruksional dan Pengiring Model Discovery Learning

dalam

25

2.1.4 Implementasi Model Discovery Learning dalam Pembelajaran
Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan Discovery
Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam

kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :
1) Stimulasi/Pemberian Rangsangan
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping
itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
2) Pernyataan/Identifikasi Masalah
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004: 244).
Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara
atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang
berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan
suatu masalah.
3) Pengumpulan Data
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,
2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.

26

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar
secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja
siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4) Pengolahan Data
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan
bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22). Data processing disebut juga
dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan
konsep

dan

generalisasi.

Dari

generalisasi

tersebut

siswa

akan

mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Pembuktian
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:
244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6) Kesimpulan/Generalisasi
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil

27

verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalamanpengalaman itu.
Berdasarkan beberapa tahap di atas, maka prosedur pelaksanaan
dalam kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :
Tabel 2.1
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Tematik dengan
Model Discovery Learning
Aktivitas Guru
1. Guru
fakta

Tahapan Pelaksanaan

menyajikan Fase Pertama
awal

untuk Pemberian Rangsangan

diamati siswa.
2. Guru

Aktivitas Siswa
1. Peserta

mengamati fakta yang
disajikan guru.

memberikan Fase Kedua

2. Peserta

masalah

dalam Identifikasi Masalah

memahami

pembelajaran

untuk

permasalahan

dipecahkan

peserta

didik.
3. Guru

didik

yang

diberikan guru.
3. Peserta

menjelaskan

penjelasan

dipecahkan

tentang

oleh

peserta didik.
merumuskan Fase Ketiga

didik

mendengarkan

masalah yang akan

4. Guru

didik

guru
masalah

yanag dipecahkan.
4. Peserta

didik

dugaan peserta didik Hipotesis Sementara

membuat

dugaan

yang menjadi konsep

sementara

awalnya.

pertanyaan/masalah
yang diberikan.

atas

28

5. Guru

membimbing Fase Keempat

peserta didik untuk Pengumpulan Data
mengumpulkan

5. Siswa dibentuk dalam
kelompok-kelompok.
6. Dengan

informasi

dalam

kelompok

dengan

guru,

bimbingan
peserta

mencari

didik

informasi

cara mencari melalui

dari berbagai sumber

pengalaman

untuk

yang

diketahui atau melalui
sumber belajar yang
lain yang relevan.

meyakinkan

dugaannya.
7. Peserta
mencatat

didik
informasi

yang diperolehnya.
8. Peserta
mengolah

didik
informasi

tersebut

untuk

dijadikan
atas

jawaban

masalah

yang

diberikan.
6. Guru meminta anak Fase Kelima

9. Siswa menyampaikan

hasil Pembuktian

hasil jawaban dengan

membuktikan

jawaban dari diskusi

cara

yang telah dilakukan.

membuktikannya.

7. Guru

memfasilitasi Fase Keenam

10. Siswa

menjelaskan

peserta didik untuk Mengasosiasi

alasan atas jawaban

berbagi penalarannya.

yang

8. Guru

memberikan

kesempatan

kepada

siswa

untuk

menemukan

suatu

konsep dari dugaan
yang mereka peroleh.

disampaikan.

telah

29

9. Guru

memberi Fase Ketujuh

penegasan

11. Siswa

tentang Menyimpulkan

dengan

dibimbing

guru

maksud konsep yang

menyimpulkan

hasil

mereka temukan.

jawaban atas masalah

10. Guru

memfasilitasi

yang telah diberikan

peserta didik untuk

guru.

menyimpulkan

12. Dengan

bersama-sama.

bimbingan

guru, siswa diberikan
contoh latihan-latihan
lain

yang

menggunakan system
yang

sama

dengan

masalah sebelumnya.

2.1.5 Kemampuan Menalar
1. Penalaran
Suriasumantri (2007: 42) mengatakan bahwa “penalaran merupakan
suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan”. Keraf (dalam Shadiq, 2004: 4) menjelaskan bahwa
penalaran adalah “proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan
fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan”.

Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, penalaran adalah

proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis
juga akan terbentuk proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah

proposisi

yang diketahui

atau

dianggap

benar,

orang

menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar.
Subanji (2007) mengungkapkan bahwa “penalaran merupakan proses
berpikir, namun sering berpikir dan bernalar digunakan secara secara
sama”. Suhartono (2005: 1) menjelaskan bahwa manusia mempunyai

30

kemampuan menalar, artinya dapat berpikir secara logis bahkan sampai
analitis. Manusia dalam kemampuannya menalar mempunyai bahasa yang
dapat mengkomunikasikan hasil berpikirnya yang abstrak, maka manusia
juga mampu mengembangkan secara lebih baik. Beberapa cara berpikir
dapat dilakukan secara induksi dan deduksi yang menjadi inti dari
penalaran logika empiris.
Kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik
sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Oleh karena itu, manusia
pada hakekatnya menjadi makhluk yang berpikir, bersikap, bahkan
bertindak maka tidak heran bahwa manusia mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dibanding lainnya. Manusia memang mempunyai alasan yang
khusus yaitu mempunyai kemampuan berpikir yang menyatu antar
struktur, perasaan dan kehendaknya.
Sebagai satu kegiatan berpikir, maka penalaran itu memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Terdapat pola berpikir secara luas yang dapat disebut logika. Logika
dikatakan bahwa dalam setiap bentuk penalaran mempunyai cara
berpikir tersendiri. Artinya dapat disimpulkan bahwa kegiatan
penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Dalam lingkup ini
berpikir logis harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut
suatu pola atau kaidah tertentu atau menurut logika tertentu. Berpikir
logis pada dasarnya mempunyai banyak konotasi yang bersifat jamak
dan tidak tunggal. Artinya suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis
jika ditinjau dari suatu logika tertentu dan mungkin tidak logis bila
ditinjau dari sudut pandang logika yang lain. Hal ini lah yang
menimbulkan gejala yang disebut kekacauan penalaran yang
disebabkan oleh ketidakkonsistenan kita dalam menggunakan pola
berpikir tertentu.
2. Kedua, bersifat analitik dari proses berpikirnya, artinya penalaran
merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada
suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipakai sebagai pijakan

31

analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Atau
lebih jelasnya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis
yang menggunakan logika ilmiah. Analisis

pada hakekatnya

merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu.
Berpikir atau kegiatan berpikir tidak semuanya didasarkan diri
kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran bisa dikatakan bahwa
tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analsis. Oleh karena itu
kita dapat membedakan secara jelas mana yang berpikir menurut
penalaran dan mana yang berpikir tanpa menggunakan penalaran. Berpikir
menurut penalaran yaitu berpikir yang menggunakan dasar logika dan
analisis sedangkan berpikir tanpa menggunakan penalaran seperti
penggunaan perasaan untuk menarik sebuah kesimpulan kemudian
penggunakan intuisi sebagai pijakan berpikir ilmiah. Intuisi adalah
merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik yang tidak mendasarkan
diri kepada suatu pola berpikir tertentu.
2. Kemampuan Menalar
Kemampuan diartikan sebagai kesanggupan, kecakapan, atau
kekuatan yang dimiliki oleh manusia (KBBI, 1995: 623). Pengertian
penalaran atau sering juga disebut jalan pikiran. Menurut Keraf (dalam
Suherman, 2005: 160) adalah “suatu proses berpikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan”. Dalam KBBI (1995: 623) penalaran diartikan sebagai “suatu
aktifitas yang memungkinkan seseorang untuk berpikir logis”.
Menurut

Suherman

(2005:

259)

seseorang

yang

memiliki

kemampuan menalar berarti memiliki kemampuan-kemampuan yang
meliputi:
a.

Kemampuan yang unik di dalam melihat persoalan atau situasi dan
bagaimana pemecahannya.

b.

Memiliki kemampuan yang baik di dalam memecahkan persoalan.

c.

Memiliki kemampuan berpikir secara logis.

32

d.

Mampu membedakan secara baik antara respons atau jawaban
yang salah dengan benar.

e.

Mampu menerapkan pengetahuan terhadap persoalan yang khusus.

f.

Mampu meletakkan informasi dan teori-teori yang ada ke dalam
cara pandang yang baru.

g.

Mampu

menyimpan

sejumlah

besar

informasi

ke

dalam

ingatannya.
h.

Mampu mengenal dan memahami adanya perbedaan maupun
persamaan diantara berbagai hal.

i.

Memiliki rasionalitas, yakni kemampuan menalar secara jernih.

j.

Mampu menghubungkan dan membedakan diantara berbagai
gagasan dan permasalahan.
Penalaran merupakan suatu kegiatan menyimpulkan fakta,

menganalisa data, memperkirakan, menjelaskan dan membuat suatu
kesimpulan (Indriastuti, 2008: 16). Sebagai kegiatan berpikir penalaran
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
b. Adanya suatu pola pikir yang secara luas disebut logika.
Logika adalah argumen berpikir formal yang di dalamnya terdapat
sperangkat aturan untuk menarik kesimpulan (Suherman, 2005: 159).
Dengan kata lain tiap penalaran mempunyai argumen berpikir formal
sendiri-sendiri untuk menarik kesimpulan.
b. Proses berpikir bersifat analitik.
Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir yang menggunakan logika
ilmiah. Logika ilmiah inilah yang akan menghasilkan konsep bagi
seseorang dalam memahami suatu masalah.
Berdasarkan

pernyataan

di

atas

peneliti

menyimpulkan

kemampuan penalaran dalam pelajaran tema adalah kemampuan seseorang
untuk menghubungkan dan menyimpulkan fakta-fakta logis yang
diketahui dengan menganalisis, menjelaskan dan membuat suatu
kesimpulan yang valid.

33

Dari beberapa pendapat di atas indikator-indikator yang digunakan
untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa dalam penelitian ini adalah
merujuk dan mengadaptasi dari kemampuan penalaran yang dibuat oleh
Mariasari (2010: 13) dan Neneng Maryam Jamaliah Nurul Janah (2015:
39), dimana instrumen penilaian tersebut mengacu pada indikator
kemampuan

penalaran.

Adapun

instrumen

penilaian

kemampuan

penalaran yang dibuat peneliti adalah sebagai berikut:
a. Memperkirakan proses penyelesaian : siswa memperkirakan proses
penyelesaian sebuah soal tema.
b. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisa situasi tema :
siswa

menggunakan

pola-pola

yang

diketahui,

kemudian

menghubungkannya untuk menganalisa situasi persoalan yang terjadi.
c. Menyusun argumen yang valid dengan menggunakan langkah yang
sistematis: siswa menyusun argumen yang valid dengan menggunakan
langkah penyelesaian yang sistematis.
d. Menarik kesimpulan yang logis : siswa menarik kesimpulan yang logis
dengan memberikan alasan pada langkah penyelesaiannya.
Indikator tersebut kemudian dijabarkan ke dalam kisi-kisi menjadi lebih
terperinci sebagai berikut:

34

Tabel 2.2
Kisi-Kisi Kemampuan Menalar Siswa
No

Komponen Penalaran

Proses berpikir/ Indikator

1

Membandingkan

Menyebutkan persamaan dan perbedaan

2

Mengelompokkan

Mengelompokkan ke dalam beberapa kategori

3

Menyimpulkan

Menyimpulkan suatu hal berdasarkan fakta-fakta

4

Menganalisis kesalahan

Mengritik cara berpikir diri sendiri

5

Memberi dukungan

Mendukung sebuah pernyataan

6

Menganalisis cara

Menyampaikan pandangan personal terkait sebuah

pandang

isu

Mengambil keputusan

Menggunakan

7

kriteria

untuk

memilih

beberapa opsi
8

Menyelidiki

Mengumpulkan informasi

9

Melakukan percobaan

Mencari penjelasan

Indikator-indikator di atas digunakan untuk mengetahui kemampuan
penalaran siswa.
2.1.6

Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Menurut
Oemar Hamalik (2008: 28) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Dimyati dan Mudijiono (2006: 3) menjelaskan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan
mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi belajar. Sementara itu menurut Ahmad Susanto (2013: 5) hasil
belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik
yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajar.

dari

35

Berdasarkan teori taksonomi hasil revisi Anderson ( Hamsa, 2012)
dijelaskan bahwa hasil belajar secara kognitif dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Mengingat, Kata-kata

operasional

yang

digunakan

adalah

mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan,
mengulangi, menemukan kembali.
b. Memahami, Kata-kata
menafsirkan,

operasional

yang

digunakan

meringkas mengklasifikasikan,

adalah

membandingkan,

menjelaskan, membeberkan.
c. Menerapkan, Kata-kata
melaksanakan,

operasional

yang

digunakan

menggunakan, menjalankan,

mempraktekan,

memilih,

menyusun,

adalah

melakukan,

memulai,

menyelesaikan,

mendeteksi.
d. Menganalisis, Kata-kata
menguraikan,

operasional

yang

digunakan

membandingkan, mengorganisir,

mengubah

struktur,

menyusun

mengkerangkakan,

outline, mengintegrasikan,

membedakan,

adalah
ulang,

menyusun
menyamakan,

membandingkan, mengintegrasikan.
e. Mengevaluasi, Kata-kata

operasional

yang

digunakan

adalah

menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
membenarkan, menyalahkan.
f. Berkreasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah merancang,
membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui,
menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah.
Berdasarkan

beberapa

pendapat

di

atas,

maka

peneliti

menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku
pada diri siswa setelah menerima pengalaman belajar baik yang dapat
diukur maupun diamati dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.
Perubahan ini melalui proses belajar yang dapat dilihat dari hasil belajar
yang berupa evaluasi.

36

Teknik penilaian adalah suatu cara yang digunakan dalam
mengukur kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Teknik ini
dapat berupa tes maupun non tes.
a. Teknik Tes
Teknik tes dapat diartikan suatu alat ukur dalam kegiatan pembelajaran
yang berupa serangkaian pertanyaan atau soal yang harus dikerjakan
dalam kondisi yang diatur, dan juga untuk mengukur hasil belajar dan
kemampuan kelompok maupun individu.
b. Teknik Non Tes
Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi, angket maupun
wawancara.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik tes yaitu tes tertulis.
Tes tertulis merupakan tes dengan soal-soal yang harus dijawab siswa
dengan memberikan jawaban tertulis.
Berdasarkan uraian di atas, pengukuran hasil belajar yang dilakukan
peneliti adalah mengukur hasil belajar siswa pada mata pelajaran
tematik dengan menggunakan post test pada setiap akhir siklus.

2.1.7 Penerapan

Model

Discovery

Learning

Dalam

Meningkatkan

Kemampuan Menalar dan Hasil Belajar Siswa
Penyesuaian model belajar yang sesuai dengan materi pelajaran
sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Seperti pada
pembelajaran tematik terpadu dalam kurikulum 2013 yang banyak
berorientasi pada tumbuhnya sikap ilmiah dan wawasan serta
keterampilan proses yang sangat besar hubungannya dalam pemilihan
model dan hasil. Lingkungan anak menyediakan fenomena alam yang
menarik dan penuh misteri, maka sebagai anak “young scients”
(penelitian muda) mempunyai rasa ke ingin tahuan (coriosity) yang
tinggi. Suatu keharusan bagi guru untuk menggunakan model Discovery
Learning dalam pendekatan pembelajaran demi membina keingintahuan

anak. Tujuan dari penggunaan ini adalah memotivasinya sehingga

37

mendorong siswa untuk mengajukan penalaran seperti “jika jawaban
memiliki alasan dan bukti” terhadap objek dan peristiwa yang ada di
alam.
Pada perkembangan lebih lanjut pertanyaan itu ditingkatkan
menjadi penalaran seperti “bagaimana”, sebagai hasil

eksplorasi

terhadap lingkungan siswa diharapkan membentuk dirinya dengan sikap
seorang ilmuwan muda. Selama melakukan berbagai kegiatan, perlu
ditumbuh kembangkan kemampuan untuk menggunakan keterampilan
proses seperti mengajukan pertanyaan, menduga jawaban, merancang
penyelidikan,

melakukan

percobaan,

mengolah

data,

menalar,

mengevaluasi hasil dan mengkomunikasikan temuannya kepada beragam
orang dengan berbagai cara yang dapat memberi pemahaman dengan
baik.
Melalui pendekatan dan penggunaan model Discovery Learning
guru dapat menciptakan pembelajaran yang menantang sehingga
melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya
dengan suatu bukti baru dari hasil percobaan untuk mencapai
pemahaman baru yang lebih saintifik melalui proses eksplorasi atau
pengujian gagasan baru lewat sebuah percobaan, sudah barang tentu hal
tersebut melibatkan beragam sikap ilmiah seperti menghargai gagasan
orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, menalar, jujur, kreatif, dan
berfikir lateral.
Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan
kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep
materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat
belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata
(kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Dengan demikian model
Discovery

Learning

menghasilkan

merupakan

pengalaman

belajar,

model

mengajar

meningkatkan

yang
motivasi

dapat
dan

menumbuhkan kemampuan menalar siswa dan meningkatkan hasil
belajar anak terutama tema benda-benda di lingkungan sekitar.

38

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan beberapa penelitian tindakan kelas sebelumnya,
ternyata model Discovery Learning mampu meningkatkan kemampuan
menalar dan hasil belajar siswa. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Fitri
Apriani Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan model
Discovery Learning dengan pendekatan saintifik terhadap keterampilan

berpikir kritis siswa sma adalah terdapat perbedaan keterampilan berpikir
kritis pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit antara siswa yang
diajarkan menggunakan model Discovery Learning dengan pendekatan
saintifik dan yang diajar menggunakan model cooperative learning dengan
pendekatan

saintifik.

Pembelajaran

menggunakan

model Discovery

Learning dengan pendekatan saintifik memberikan pengaruh terhadap

peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 28,23% dengan
perhitungan Effect Size sebesar 0,78.
Hasil penelitian lain oleh Neneng Maryam Jamaliah Nurul Janah
(2015: 44) tentang penerapan pembelajaran berbasis proyek, pemecahan
masalah dan penemuan terhadap kemampuan menalar dan literasi
lingkungan siswa smp pada konsep fotosintesis diperoleh data bahwa
terdapat perbedaan rata-rata gain penguasaan kemampuan menalar
keseluruhan yang signifikan antara kelas siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek dengan
kelas

siswa

yang

mengikuti

pembelajaran

dengan

pembelajaran

pemecahan masalah (Sig= 0,000). Selain itu, gain antara kelas pemecahan
masalah dengan penemuan juga memiliki perbedaan yang signifikan
(Sig=0,002). Model pembelajaran berbasis proyek, pemecahan masalah
dan penemuan dapat memberikan hasil yang berbeda signifikan pada
seluruh komponen literasi lingkungan dengan berbagai variasi kategori Ngain pada ketiga model tersebut.
Hasil Penelitian yang dilakukan Alek Rimbayanto (2015: 370)
menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan menalar dan memecahkan
masalah matematika dengan model inquiry learning berbasis group

39

investigation pada siswa kelas vii semester 1 SMP Negeri 2 Grobogan

Tahun 2014/2015 menunjukkan bahwa gambaran simbolis dengan
memanipulasi simbol-simbol dari 31,25% meningkat menjadi 80,64%, 2)
menarik kesimpulan dari permasalahan matematika dari 6,25% meningkat
menjadi 58,06%. Adanya peningkatan kemampuan memecahkan masalah
dapat dilihat dari 1) memahami masalah dari 31,25% meningkat menjadi
93,55%, 2) merencanakan cara penyelesaian masalah dari 15,625%
meningkat menjadi 93,55%, 3) melaksanakan rencana penyelesaian
masalah matematika dari 15,625% meningkat menjadi 80,64%, 4)
meninjau kembali hasil penyelesaian masalah dari 9,325% meningkat
menjadi 58,06%.
2.3 Kerangka Pikir
Kemampuan menalar merupakan hal penting yang harus dimiliki
siswa dalam belajar. Kurangnya kemampuan menalar siswa berdampak
pada rendahnya kompetensi belajar siswa pada setiap muatan dalam
pembelajaran tematik integratif. Sebagai upaya mengatasi persoalan
tersebut perlu model pembelajaran yang berpotensi meningkatkan
kemampuan menalar dan kompetensi hasil belajar siswa. Model Discovery
Learning adalah model pembelajaran yang terjadi dimana siswa tidak

disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri. Model ini lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang
dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,

prediksi,

penentuan.

Proses

tersebut

disebut cognitive

process

sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental