SEJARAH SINGKAT GERAKAN PRAMUKA bahan

SEJARAH SINGKAT GERAKAN PRAMUKA
A. Pendahuluan
Kalau kita mempelajari sejarah pendidikan kepramukaan kita tidak dapat lepas dari riwayat hidup
pendiri gerakan kepramukaan sedunia Lord Robert Baden Powell of Gilwell.
Hal ini disebabkan pengalaman beliaulah yang mendasari pembinaan remaja di negara Inggris.
Pembinaan remaja inilah yang kemudian tumbuh berkembang menjadi gerakan kepramukaan.
B. Riwayat hidup Baden Powell
Lahir tanggal 22 Pebruari 1857 dengan nama Robert Stephenson Smyth. Ayahnya bernama powell
seorang Professor Geometry di Universitas Oxford, yang meninggal ketika Stephenson masih kecil.
Pengalaman Baden Powell yang berpengaruh pada kegiatan kepramukaan banyak sekali dan menarik
diantaranya :
a. Karena ditinggal bapak sejak kecil, maka mendapatkan pembinaan watak ibunya.
b. Dari kakaknya mendapat latihan keterampilan berlayar, berenang, berkemah, olah raga dan lainlainnya.
c. Sifat Baden Powell yang sangat cerdas, gembira, lucu, suka main musik, bersandiwara, berolah raga,
mengarang dan menggambar sehingga disukai teman-temannya.
d. Pengalaman di India sebagai pembantu Letnan pada Resimen 13 Kavaleri yang berhasil mengikuti
jejak kuda yang hilang di puncak gunung serta keberhasilan melatih panca indera kepada Kimball
O’Hara.
e. Terkepung bangsa Boer di kota Mafeking, Afrika Selatan selama 127 hari dan kekurangan makan.
f. Pengalaman mengalahkan Kerajaan Zulu di Afrika dan mengambil kalung manik kayu milik Raja
Dinizulu.

Pe gala a i i ditulis dala
uku Aids To S outi g ya g erupaka petu juk agi Te tara uda
Inggris agar dapat melaksanakan tugas penyelidik dengan baik.
William Smyth seorang pimpinan Boys Brigade di Inggris minta agar Baden Powell melatih anggotanya
sesuai dengan pengalaman beliau itu.
Kemudian dipanggil 21 pemuda dari Boys Brigade di berbagai wilayah Inggris, diajak berkemah dan
berlatih di pulau Browns Sea pada tanggal 25 Juli 1907 selama 8 hari.
Tahun 1910 BP pensiun dari tentara dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Pada tahun 1912 menikah
dengan Ovale St. Clair Soames dan dianugerahi 3 orang anak. Beliau mendapat titel Lord dari Raja
George pada tahun 1929 Baden Powell meninggal tanggal 8 Januari 1941 di Nyeri, Kenya, Afrika.
C. Sejarah Kepramukaan Sedunia

Awal tahun 1908 Baden Powell menulis pengalamannya untuk acara latihan kepramukaan yang
diri tis ya. Ku pula tulisa ya i i di uat uku de ga judul “ outi g For Boys . Buku i i epat
tersebar di Inggris dan negara-negara lain yang kemudian berdiri organisasi kepramukaan yang semula
hanya untuk laki-laki dengan nama Boys Scout.
Tahun 1912 atas bantuan adik perempuan beliau, Agnes didirikan organisasi kepramukaan untuk wanita
dengan nama Girl Guides yang kemudian diteruskan oleh istri beliau.
Tahun 1916 berdiri kelompok pramuka usia siaga dengan nama CUB (anak serigala) dengan buku The
Jungle Book karangan Rudyard Kipling sebagai pedoman kegiatannya. Buku ini bercerita tentang Mowgli

si anak rimba yang dipelihara di hutan oleh induk serigala.
Tahun 1918 beliau membentuk Rover Scout bagi mereka yang telah berusia 17 tahun. Tahun 1922 beliau
menerbitkan buku Rovering To Success (Mengembara Menuju Bahagia). Buku ini menggambarkan
seorang pemuda yang harus mengayuh sampannya menuju ke pantai bahagia.
Tahun 1920 diselenggarakan Jambore Dunia yang pertama di Olympia Hall, London. Beliau mengundang
pramuka dari 27 Negara dan pada saat itu Baden Powell diangkat sebagai Bapak Pandu Sedunia (Chief
Scout of The World).
Tahun 1924 Jambore II di Ermelunden, Copenhagen, Denmark
Tahun 1929 Jambore III di Arrow Park, Birkenhead, Inggris
Tahun 1933 Jambore IV di Godollo, Budapest, Hongaria
Tahun 1937 Jambore V di Vogelenzang, Blomendaal, Belanda
Tahun 1947 Jambore VI di Moisson, Perancis
Tahun 1951 Jambore VII di Salz Kamergut, Austria
Tahun 1955 Jambore VIII di sutton Park, Sutton Coldfild, Inggris
Tahun 1959 Jambore IX di Makiling, Philipina
Tahun 1963 Jambore X di Marathon, Yunani
Tahun 1967 Jambore XI di Idaho, Amerika Serikat
Tahun 1971 Jambore XII di Asagiri, Jepang
Tahun 1975 Jambore XIII di Lillehammer, Norwegia
Tahun 1979 Jambore XIV di Neishaboor, Iran tetapi dibatalkan

Tahun 1983 Jambore XV di Kananaskis, Alberta, Kanada

Tahun 1987 Jambore XVI di Cataract Scout Park, Australia
Tahun 1991 Jambore XVII di Korea Selatan
Tahun 1995 Jambore XVIII di Belanda
Tahun 1999 Jambore XIX di Chili, Amerika Selatan
Tahun 2003 Jambore XX di Thailand
Tahun 2007 Jambore XXI di Hylands Park Inggris
Tahun 2011 Jambore XXII di Rikaby, Swedia
Tahun 15 Jambore XXIII di kirarahama, Jepang
Tahun 1914 beliau menulis petunjuk untuk kursus Pembina Pramuka dan baru dapat terlaksana tahun
1919. Dari sahabatnya yang bernama W.F. de Bois Maclarren, beliau mendapat sebidang tanah di
Chingford yang kemudian digunakan sebagai tempat pendidikan Pembina Pramuka dengan nama Gilwell
Park.
Tahun 1920 dibentuk Deewan Internasional dengan 9 orang anggota dan Biro Sekretariatnya di London,
Inggris dan tahun 1958 Biro Kepramukaan sedunia dipindahkan dari London ke Ottawa Kanada. Tanggal
1 Mei 1968 Biro kepramukaan Sedunia dipindahkan lagi ke Geneva, Swiss.
Sejak tahun 1920 sampai 19 Kepala Biro Kepramukaan Sedunia dipegang berturut-turut oleh Hebert
Martin (Inggris). Kolonel J.S. Nilson (Inggris), Mayjen D.C. Spry (Kanada) yang pada tahun 1965 diganti
oleh R.T. Lund 1 Mei 1968 diganti lagi oleh DR. Laszio Nagy sebagai Sekjen.

Biro Kepramukaan sedunia Putra mempunyai 5 kantor kawasan yaitu Costa Rica, Mesir, Philipina, Swiss
dan Nigeria. Sedangkan Biro kepramukaan Sedunia Putri bermarkas di London dengan 5 kantor kawasan
di Eropa, Asia Pasifik, Arab, Afrika dan Amerika Latin.

Sejarah Lambang Garuda Pancasila
Pembuat Lambang Garuda Pancasila
Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila
(Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu?
Beliau adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung
sultan Pontianak. Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga
Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia - Arab dan pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris.
Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di
Negeri Belanda. Selain pencipta lambang negara, Syarif yang bergelar Sultan Hamid Alkadrie II dan
Sultan ke 8 Pontianak ini juga adalah orang Indonesia pertama yang berpangkat tertinggi di dunia
militer, yaitu Mayor Jendral.

Sejarah Kelahiran Lambang Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia

Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949), disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh
Belanda melalui Konfrensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (pada saat itu
masih bernama Republik Indonesia Serikat) untuk memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950
dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara
Zonder Porto Folio Sultan Hamid II yang ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang
dan merumuskan gambar lambang negara; dengan susunan panitia teknis : Muhammad Yamin sebagai
ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Ng Poerbatjaraka;
sebagai panitia yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada
pemerintah.
Merujuk ketera ga Bu g Hatta dala
uku Bu g Hatta Me jawa u tuk elaksa aka Keputusa
Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang
negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima
pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang. Rancangan Lambang Negara berupa Garuda
Pancasila milik Sultan Hamid II dipilih karena mengacu kepada ucapan Presiden Soekarno, bahwa
hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana
sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS (Republik
Indonesia Serikat) Ir. Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk

keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram
Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan
"Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara
RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap
gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu
bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat
Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS
melalui Moh Hatta sebagai perda a e teri. AG Pri ggodigdo dala
uku ya “ekitar Pa asila
terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid

II akhirnya disetujui oleh Presiden Soekano pada tanggal 10 Februari 1950 dan diresmikan
pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk
kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada
khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno

memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya
diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar
kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden
Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul
dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle (Lambang Negara Amerika Serikat). Untuk terakhir kalinya,
Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan
menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara yang mana lukisan otentiknya
diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Rancangan Garuda Pancasila
terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang
Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik
Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Sampai sekarang, Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang
negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh
Kraton Kadriyah Pontianak, tanah kelahiran Sultan Hamid II, sang Pencipta Lambang Negara Indonesia.
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:









Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
Jumlah bulu di leher berjumlah 45

Perisai
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar perisai tersebut dibagi menjadi lima
bagian: bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih berselang seling (warna
merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia, merah berarti berani dan putih berarti
suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat di tengahtengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang
tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah.
Emblem
Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai berhubungan dengan simbol dari sila Pancasila.

Bintang Tunggal
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima
menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi

sekuler sosialisme.
Rantai Emas
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas gelang-gelang kecil ini
menandakan hubungan manusia satu dengan yang lainnya yang saling membantu. Gelang yang
lingkaran menggambarkan wanita, gelang yang persegi menggambarkan pria.
Pohon Beringin
Sila ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina) adalah sebuah pohon Indonesia yang
berakar tunjang – sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan
bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan Indonesia. Pohon ini juga
memiliki banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia
sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda.
Kepala Banteng
Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan
manusia cetusan Presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama
(musyawarah), gotong royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Padi Kapas
Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas (yang menggambarkan sandang
dan pangan) merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun
kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu

dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi
komunisme.
Motto
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka
Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari kalimat bahasa Jawa Kuno karangan Mpu Tantular yang
berarti Walaupu er eda- eda tetapi tetap satu ya g e gga arka keadaa a gsa I do esia
yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya, adat-istiadat, kepercayaan, namun tetap adalah satu
bangsa, bahasa, dan tanah air.