khalifah yang menjadi rawi hadits

RAJA-RAJA YANG RAWI HADITS
Oleh : Usep Taufik Hidayat1
Nampaknya kemajuan dalam peradaban berimplikasi positif
terhadap proses penguatan suatu cabang keilmuan. Penguatan ini
ditandai dengan diminatinya suatu disiplin ilmu oleh semua
kalangan mulai dari masyarakat akar rumput, dimana mereka
selalu dianggap sebagai pemasok para sarjana muslim sampai
juga kalangan bangsawan baik yang berprofesi sebagai pejabat,
tokoh masyarakat atau hanya sebagai rakyat biasa. Masih ingat
dalam benak kita bagaimana prestasi yang diperoleh oleh Presiden
ke-6 RI, SBY, di tengah-tengah
kesibukannya mengatur
pemerintahan dan melayani rakyat Indonesia, ia dengan
giat
mampu menyelesaikan studi S-3 nya di Institut Peranian Bogor
(IPB) dengan nilai sangat memuaskan. Banyak juga keturunan
Nabi Muhammad Saw yang sukses dalam pendidikan, baik formal
maupun non-formal, sampai mendapatkan gelar al-‘Alla>mah
(semacam Guru Besar) sekaligus Profesor dalam suatu disiplin
ilmu, contohnya Sayyid Muh}ammad ‘Alwi Al-Ma>liki> alH{asani>. Juga dalam tulisan ini saya tertarik dengan keterlibatan
Raja Ha>ru>n al-Rashi>d sebagai salah satu rawi dalam untaian

sanad hadits-hadits tertentu.
Memang sering kita mendengar bahwa ilmu itu selalu
diutamakan dari harta. Harta akan menjadi beban kemanapun
pemiliknya mengarah, sedangkan ilmu sebaliknya akan selalu
menyertainya
dengan ringan bahkan akan menolong ketika
dibutuhkan. Mereka yang mempunyai stratifikasi sosial tinggi
dalam masyarakat yang semakin heterogen ini semakin
merasakan berkurangnya keikutsertaan mereka dalam berkhidmah
di kancah sosial secara langsung. Hal tersebut disebabkan karena
semua elemen sudah mendapatkan peranannya. Bagi mereka
inilah yang dinamakan waktu senggang atau dalam bahasa Arab
disebut ra>h}ah (fara>g, spare time). Bagi mereka yang cerdas
akan mengisi waktu ini dengan tekun beribadah atau kembali
menekuni suatu cabang keilmuan yang mereka minati.
Dalam Kitab sejarah Ta>rikh al-Khulafa> yang ditulis oleh alSuyu>t}i> (w. 911 H), saya menemukan hal-hal yang menarik
tentang beberapa khalifah Bani Umayyah dan Abbasiyyah yang
ikut melancarkan tranmisi periwayatan hadits. Ia diakui oleh Sa’i>d
1 Dosen di STAI Al-Muhajirin, Purwakarta


ibn Muslim memiliki kefahaman sebagaimana para ulama. 2
Ia
pernah meriwayatkan hadits tentang kebersihan mulut sebagai
faktor untuk
memahami al-Qur’an. 3 Ia selalu menangis jika
mendengarkan teguran tentang diri dan pemerintahannya seperti
ketika disampaikan surat al-Baqarah ayat 166, ia manangis dan
berteriak.4
Searah dengan Har>u>n, ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azi>z, sosok
yang dianggap sebagai khalifah kelima karena keadilannya.
Sebelum ia naik sebagai khalifah, Bani Umayyah sering mengolokngolok ‘Ali ra dalam setiap khutbah. ‘Umar datang dan ia
membersihkan nama baik Ali ra dan keturunannya bahkan
mewajibkan kepada para mentrinya untuk membaca ayat 90 dari
surat al-Nahl yang mengakui keadilan Ali ra. melalui khitab ayat
yang umum. Bahkan inilah awal mula ayat ini dibaca setiap jum’at
oleh setiap khotib sampai sekarang.5
Sebenarnya masih banyak para khalifah ataupun raja-raja
yang meriwayatkan hadits sebelum mereka, namun karena
keterbatasan ruang dan waktu, tulisan ini hanya akan menjabarkan
hadits Ha>ru>n al-Rashi>d (w. 193 H) saja. Di antara mereka,

sebagaimana yang ditulis oleh al-Suyu>t}i (w. 911 H), adalah
adalah al-Mans}u>r (w. 150 H) 6 dan al-Mutawakkil ‘Ala Allah 7
keduanya dari khalifah Bani ‘Abbasiyyah.
RUMUSAN MASALAH
Dalam tulisan ini akan diteliti otentisitas matan dan
kredibilitas para rawi dalam hadits Nabi saw yang diriwayatkan
oleh Ha>ru>n al-Rashi>d. Adapaun teori teori yang dipakai dalam
tulisan ini adalah kaidah kesahihan hadits dan teori jarh} wa alta’di>l. Melalui kedua teori tersebut maka akan diketahui posisi
hadits tersebut.
2 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>,
al-Khulafa> (‘Amma>n : Da>r al-Hayth}am, 2006), 188.
3 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>,
al-Khulafa>,, 191.
4 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>,
al-Khulafa>,, 184.
5 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>,
al-Khulafa>, , 157.
6 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyut>i>,
al-Khulafa>, , 175.
7 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>,

al-Khulafa>,, 225.

Ta>rikh
Ta>rikh
Ta>rikh
Ta>rikh
Ta>rikh
Ta>rikh

PEMBAHASAN
1. Profil Ha>ru>n Al-Rashi>d
Nama lengkapnya adalah Abu> Ja’far ibn al-Mahdi>
Muh}ammad ibn al-Mans}u>r ‘Abd Alla>h ibn Muh}ammad ibn
‘Ali> ibn ‘Abd Allah ibn ‘al-‘Abba>s. Ia juga mempunyai kunyah
Abu> Mu>sa. Ia dilahirkan di al-Ray. Ketika dilahirkan ayahnya
menjabat amir untuk wilayah al-Ray dan Khurasa>n pada tahun
148 H. Ibunya bernama Khayzara>n, yang juga melahirkan alHa>di>.
Perawakan Sang Khalifah ini berkulit putih dan tinggi,
ganteng, lisannya fasih ia kaya dengan pandangan ilmu dan
sastra. Sepanjang hayatnya, ia selalu shalat setiap hari seratus

raka’at. Ia tidak meninggalkannya kecuali karena sakit. Ia selalu
bersedekah dengan hartanya dengan seratus dirham.
Yang menonjol dibandingkan dengan khalifah lainnya baik
dari
Bani
Umayyah
maupun
Bani
‘Abbasiyyah
adalah
penghormatannya terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ia sangat
menjunjung tinggi keilmuan dan membenci riya’ dalam agama. Ia
mampu
menjelaskan
ayat-ayat
yang
bertentangan
dan
8
menyampaikannya dari Bishr al-Muraysi.

Walupun
otorits
keserjanaan
Ha>run
al-Rashi>d
kredibilitasnya semakin baik, bagi sebagain seorang kritikus hal ini
lumrah, karena ia hidup di masa puncak kejayaan Islam.
Sebaliknya dari itu ia banyak menerima kritikan. Ia dianggap
sebagai khalifah yang menghabiskan waktunya dengan pusisi
(poet) dan wanita. Ia menjaga karak degan rakyatnya, mengganti
gaya hidup Nabi yang sederhana Nabi dan pemimpin sebelumnya
dengan mengelaborasi gaya pemimpin yang congkak. Ia
menyerahkan
urusan
umatnya
kepada
wazir
sekaligus
memperkuat administrasi kementrian terkait. Semakin lemahnnya
otoritas keagamaan para khalifah ini telah dimulai sejak masa Bani

Umayyah yang mencapai titik kulminasinya masa ‘Abbasiyyah. 9
Hal ini menjadi pertimbangan sulitnya otoritas kredibilitas seorang
khalifah menjadi seorang rawi hadits. Namun, data ini saja tidak
8 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar al-Suyu>t}i>, Ta>rikh
al-Khulafa>, 183.
9 “The Scholars are Heirs of The Profhet”, State University of New
York Press, Albany (2006) : 11.

cukup karena terkadang ada seorang rawi yang mampu menjaga
agar urusan politiknya tidak dibawa ke dalam ranah pendidkan,
terlebih periwayatan hadits, yang tanggung jawabnya kepada
Allah.
PERANAN HAd searah kebijakannnya dengan Yunani Kuno. Bahkan ini
terlihat jelas dengan banyaknya proyek terjemah
terhadap
literatur Yunani yang bercorak filsafat dalam berbagai bidang
keilmuan. Penghargaan terhadap keilmuan pada masa ini dapat
digambarkan dengan pribahasa "the ink of scholar is equal to the
blood of martyr” artinya tinta para sarjana sama ampuhnya
dengan darah yang mengalir karena tembakan martir. Walaupun

pada masa pasca Nabi dan khulafa al-Ra>shidi>n adalah masanya
eksvansi Islam sebagai jalan mendakwahkan agama Islam,
sehingga tidak boleh tidak harus banyak mengalirkan darah para
syuhada, namun tidak menyurutkan Bani ‘Abbasiyah untuk
menghargai secara seimbang dengannya berbagai inovasi
keilmuaan.
Puncak keemasan pada Ha>ru>n al-Rashi>d ini diandai
dengan tidak adanya rival yang mampu menandingi Islam dalam
bidang sains, filsafat, kedokteran dan pendidikan. Ia berhasil
mendidikan perpustakaan pertama dalam sejarah Islam, Da>rul
H{ukama
(House
of
the
Wisdom),
yang
selanjutnya
kepemimpinannya diserahkan kepada Al-Fad}l ibn Naubakht.
Sebagai sarjana reformer dan ahli terjemah. Namun, Ha>ru>n
berhutang besar kepada perdana mentri Y{ah}ya al-Barmaki yang

mampu bersikap “ngemong” (akomodir) semua sarjana sampai

yang berasal dari daratan jauh juga untuk mengumpulkan karya
sastra yang bervariatif.10
Namun selain dari aspek keilmuan, ia juga berhasil
mengintegrasikan budaya, meningkatkan kesusatraan melalui
syair dan puisi. Juga berhasil menciptakan arsitektur terutama
istana megah (palacee), bangunan masjid (mosque)
dan
perkebunan (garden).11 Seolah ia mampu me-refresh negaranya,
dari kelelahan kerumitan intelektual dengan segarnya keindahan
arsitektur masjid dan kesegaran perkebunan serta tamannya.
Sehingga dengan cerdas Ha>ru>n amampu menjalankan proyek
keilmuannya ini secara konstan dan terevaluasi dengan baik
Di dalam buku-buku sejarah, peradaban selalu diidentikkan
dengan adanya kemajuan dalam bentuk fisik bangunan dan inovasi
dalam sains yang langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Jarang
sekali para sejarawan termasuk sejarawan muslim yang
menjadikan kemajuan dalam bidang ilmu agama sebagai
barometer majunya peradaban satu bangsa. Misalkan pada masa

Ha>ru>n al-Rashi>d jarang sekali diceritakan para ahli hadits
mendapatkan reward dari pemerintahan. Menurut Meltchert,
Ha>ru>n mempunyai kepedulian tinggi terhadap ilmu hadits. Ia
bahkan melarang adanya paham heteredoks. Ia membakar bukubuku mereka dan melarang penganutnya untuk kuliah. Para ahli
hadits beralasan bahwa mereka dilarang membakar buku-buku
tentang ajaran heterodoks karena buku itu mahal. Yang kedua
karena seandainya buku-buku dibakar, namun ajaran tersebut
masih bisa dipertahankan oleh mereka melalui tradisi oral. 12
HADITS-HADITS HAd mampu
meriwayatkan hadits seumur
hidupnya hanya 3 hadits saja
berdasarkan penelusuran penulis dalam kitab Ta>rikh al-Khulafa>.
’14.
Hadits yang diriwayatkan oleh
Ha>ru>n al-Rashi>d
umumnya berbicara tentang Ahl Bayt, famili dan nenek
moyanngya ke atas. Ada juga yang temanya tentang kebersihan
dan keutamaan al-Qur’an. Tema yang terakhir ini akan penulis kaji
berdasarkan metode penelitian hadits.
REDAKSI HADITS DAN TAKHRIJNYA


‫حدثنى محمد بن على عن سعيد بن جبير عن ابن عباس عن على‬
‫ قال النبي صلعم )) نظفوا أفواهكم فإنها‬: ‫بن أبي طالب قال‬
‫))طريق الجنة‬.
Artinya :” Telah diriway atkan oleh Muhammad bin Ali, dari Sa’i>d
ibn Jubayr, dari Ibn ‘Abba>s dari ‘Ali ibn Abi> T{a>lib, ia berkata :
Nabi Saw. Bersabda ‘Bersihkanlah mulutmu, karena sesungguhnya
mulutmu jalan menuju syurga’”.
Hadits yang semakna dengan ini di dalam Kutub al-Sittah
hanya ditemukan satu hadits saja, yaitu dalam kitab Sunan Ibn
Majah. Hadits yang semakna ini juga sama-sama berasal dari ‘Ali
(w. 40 H). Kedua hadits ini bertemu pada sahabat Sa’id ibn Jubayr.
Ibnu Majah menuliskannya dalam Kita>b al-T{aha>rah (bab
bersuci), bab al-siwa>k (bersiwak).15 Namun ada hal yang menarik
pada status hadits pembanding ini bahwa al-Alba>ni mensahihkan
hadits ini padahal jauh sebelumnya dalam kitab al-Zawa>id hadits
13 Ma}mu>d T{ah}h}a>n, Taysi>r Mus}t}ola>h} al-H{adi>t>h
(Bayru>t : Da>r al-Fikr, tt), 165.
14 Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar, Ta>rikh alKhulafa>, , 178-196.
15 Abu ‘Abd Allah Ibn Majah Muh}ammad ibn al-Qazwi>ni>, Sunan
Ibn Ma>jah
( Bayru>t : Maktabah Abi al-Mu’a>t{i>, tt), jilid 1, 194. No hadits 291.

ini sanadnya dianggap dha’if.16 Tentu saja penelitian kesahihahn
hadits dalam tulisan ini akan membantu mewasiti perselisihan
keputusan ini.
BIOGRAFI RAWI
Di dalam diskursus kritik rija>l al hadi>th ada kesepakatan
bahwa para sahabat itu adil semuanya. Maksud dari makna
keadilan disini adalah ke-’adalah-an mereka yang meliputi
muru>’ah (kepribadiannya) terpelihara dengan baik. Mereka tidak
mungkin untuk berbuat kebohongan atas nama Nabi mengingat
loyalitas mereka yang sangat tinggi kepadanya. Juga ke-d}a>bit}an mereka tidak diragukan lagi. Mereka adalah para penghapal alQur’an dan
mampu merekam potret Nabi dari seluruh sisi
kehidupan Nabi bahkan menghapalnya secara leterlek.
Di dalam hadits ini ada 3 sahabat yang meriwayatkan secara
vertikal ke bawah. Ini menandakan bahwa hadits ini menyebar luas
di antara para sahabat. Ali (w. 40 H), Ibnu Abbas (w. 68 H) dan
Sa’id bin Jubayr ini tidak perlu biografi mereka disampaikan untuk
diteliti dari aspek jarh} wa al-ta’dil- nya. Sehingga penulis
langsung melakukan studi kritik sanad (naqd al-sanad) mulai dari
rawi Muh}ammad bin ‘Ali.
1.

Muh}ammad ibn ‘Ali>

Nama lengkapnya adalah Muh}ammad ibn ‘Ali> ibn Abd
Allah ibn ‘Abba>s ibn ‘Abd al-Mut}allib al-Qurashi> al-Ha>shimi>.
Kunyahnya Abu> ‘Abd Allah al-Ma>dini>. Ia adalah saudara Daud
ibn ‘A{li>. Ibunya bernama Ummu ‘A{liyah yang masih satu kakek
dengan ayahnya. Ia dilahirkan di suatu desa H{ami>mah, suatu
dataran di al-Shira>h yang ada disudut kota al-Bulaqa>’. Ia dikenal
sebagai Abu al-Khulafa> (bapak para khalifah) karena kedua
anaknya pendiri dan penerus dinasti ‘Abasiyah, yaitu Abu’ alAbba>s al-Safah dan Abu> Ja’far al-Mans}u>r.
Guru-gurunya yang penulis temukan di dalam kitab
Tahdhi>b al-Kama>l adalah Sa’i>d ibn Jubayr, kakeknya sendiri Ibn
‘Abba>s. Ada komentar dari al-Mizzi bahwa riwayat dari keduanya
ini dianggap sebagai hadits mursal. Selanjutanya gurunya yang
lain Abu Ha>shim al-H{anafiyah, ayahnya sendiri dan juga dari
16 Abu ‘Abd Allah Ibn Majah Muh}ammad ibn al-Qazwi>ni>, Sunan
Ibn Ma>jah
(Bayru>t :Dar al-Fikr, tt), jilid 1, 106. No hadits 291.

raja Bani Umayyah yang terkenal keadilannya ‘Umar ibn ‘Abd
al-‘Azi>z.
Adapun murid-muridnya adalah H{abi>b ibn Abi> Thabi>t,
H{akam ibn Mus}’ab, ‘Abd Allah ibn Sulayma>n al-Maws}u>li>,
kedua anaknya yang disebutkan sebelumnya, ‘Abd Alla>h ibn
Mu’ammil al-Makhzu>mi>, ‘Aqi>l ibn Kha>lid al-Ayli>, saudaranya
yang bernama ‘Im ibn
‘Urwah dan Yazi>d ibn Abi> Ziya>d.
Muhammad ibn Ali dienal oleh Khali>fah ibn Khayya>t}
sebagai penduduk Sha>m generasi ketiga. Perawakannya tinggi
sehinnga banyak kaum wanita yang menginginkannya, namun
tingginya hanya sebatas bahu ayahnya Ali. Yang menarik dari
informasi ini adalah bahwa ia sering menjadi konselor bagi warga
Syi’ah yang sedang menghadapi permasalahan. Ia dianggap lebih
bijak dari gurunya sendiri, Abu> Ha>shim, terkait Syi’ah. Namun
ia tidak dianggap telah mengalami tashayyu’ (masuk syi’ah).
Namun yang menarik adalah berita ini bisa dijadikan data untuk
pelacakan geneologi komunitas Syi’ah di negri Syam yang
notabene sampai sekarang umat muslimnya mayoritas Sunni.
Sebelum mengakhiri penilaian tentang rawi, ditemukan
komentar tambahan dari Ibn Hajar al-Asqala>ni> (w. 852 H) bahwa
‘Ali ibn Muh}ammad dimasukan oleh Ibn Hiba>n sebagai rawi yang
thiqah, bahkan Mus}’ab mengatakan selain itu juga seorang
t}ubu>t dan mashhu>r. Walaupun riwayatnya yang berasal dari
kakeknya ini perlu dipertanyakan namun tidak ada ‘illat (alasan)
yang menolak kredibilitasnya.17
Kredibilitas Muh}ammad ibn ‘Ali di tengah-tengah ulama
hadits dengan spesifikasi jarh} wa ta’dil tidak secemerlang rawi
lainnya, bahkan al-Bukha>ri> (w. 256 H) menghindarinya. Menurut
Abu Ha>shim ia seorang yang kealimannya tidak tertandingi. Ia
dijadikan Imam oleh para khalifah, dianggap da’i, penulis yang
keputusannya dita’ati oleh para pejabat. Namun sayang para
muhaddits senior seperti A>mir al-Sha’b, Ibn H{iba>n, Ibn Abu>
Ha>tim dan lain-lainnya tidak mengomentarinya padahal
pandangan mereka sangat dibutuhkan. 18 Namun walaupun
17 Ibn Hajar al-Asqala>ni, Tahdhi>b al-Tahdhi>b , nomor rawi 589,
jilid 9, 316.
18 Abu al-H{ajja>j Yu>suf ibn Zaki> Abd al-Rah}ma>n , Tahdhi>b
al-Kama>l (Bayru>t : Mu’assasah al-Risa>lah, 1980), jilid 26, 153-155,
nomor rawi 5485. Lihat juga Ibn Hajar al-Asqala>ni, Tahdhi>b al-Tahdhi>b
, nomor rawi 589. Informasi dari kedua sumber sangat sesuai Ibn H{ajar

demiikian posisi ia adalah maqbu>l dan ma’du>l. Sisi kehidupan
yang lainnya, kedekatannya dengan Syi’ah dan sangat koperatif
dengan pemerintah tidak menyebabkan kredibilitasnya sebagai
rawi hadits menjadi lemah.
Dari data diatas tidak ditemukan bahwa ia meriwayatkan
hadits ini ke Ha>run al-Rahi>d, sebagaimana yang ditulis alSuyu>t}i> (w. 911 H). Mungkin kalau ia menyandarkannnya ke alSafa>h dan al-Mans}u>r. Namun ia masih dianggap sebagai
seorang rawi yang ke’adalahan dan kedhabitannya dapat diterima.
Sehingga bisa disimpulkan hadits ini munqot}i’ para rawi yang
kebetulan sang khalifah sendiri.
Hadits ini tergolong dalam karegori hadits ‘Ali ditinjau dari
konteks sanadnya. Sanadnya sangat pendek sekali dan langsung
diriwayatkan oleh 3 sahabat sekaligus, sehingga penelusuran lebih
lanjut tidak usah dilakukan. Namun perlu dikaji ulang tentang
biografi Ha>ru>n al-Rashi>d apakah kredibilitas dan otoritas ia
sebagai rawi hadits kuat atau sebaliknya.
2. Ha>ru>n al-Rashi>d
Posisi Ha>ru>n sebagai rawi sangat sulit dilacak, terutama
mengenai ke’adalahannya. Hal ini kemungkinan adanya beberapa
sebab, misalkan, posisinya sebagai dengan raja menyebabkan
para rawi segan untuk berkomenar tentang raja. Kedua, jarangnya
ia bercampur dengan para ulama terutama para ahli hadits
menyebabkan adanya evaluasi terhadapnya sebaga ahli hadits
menjadi agak sulit. Namun kedua sebab tersebut bagi penulis tidak
mutlak karena buktinya ia mampu meriwayatkan hadits, yang
salah satunya sedang dibahas ini.
Di dalam kitab-kitab rawi hadits dan jarh} wa ta’di>l seperti
dalam Tahdhi>b al-Kama>l, al-Thiqa>t oleh Ibn H{iba>n, Lisan alMi>za>n dan Tahdhi>b al-Tahdhi>b semuanya tidak ditemukan
adanya nama Ha>ru>n al-Rashi>d dalam urutan para rawi yang
dibahas secara spesifik. Namun, penulis hanya menemukan
komentar, pandangan dan keterkaitan yang lainnya dari aspek
pemerintahanya pada masa Bani ‘Abbasiyyah.
Diantara potret kemahiran ia dalam hadits mungkin ketika ia
menyalahkan seorang rawi bernama Abu> al-Buh}turi> yang
membenarkan bahwa al-Bukha>ri> tidak meriwayatkan, selain itu 5
penulis Kutub al- Sittah tidak sependapat dengan Amir al-mukminin
dalam kajian hadits ini.

dianggap telah membuat hadits palsu. Diriwayatkan ketika Ha>run
sedang menerbangkan burung dara peliharaannya, ia ditemuai
oleh sang qhadi tersebut. Ha>ru>n memintanya untuk
berkomentar tentang burung dara. Sang hakim kemudian mengutif
sebuah hadits yang berbunyi, ’La> sabaqa illa> fi khaffin wa
h}a>firin wa jana>h}in. Ternyata Ha>run sudah hapal hadits
tersebut, bahwa redaksinya tidak ada kata jana>h (burung dara),
sehingga Abu al-Buh}tu>ri> ketahuan telah memalsukan hadits. 19
Sungguh ini adalah kejelian seorang raja yang cinta ilmu,
dalam hadits yang berstatus mawdlu juga bisa disebut hadits
mudraj
(sisipan),
Ha>ru>n
mampu
menganalisa
dan
membedakannya dengan hadits yang sahih. Walaupun demikian
tetapi fakta ini belum cukup untuk mengatakan Ha>ru>n alRashi>d seorang rawi yang diterima haditsnya.
Kepedulian dan perhatian Ha>ru>n tidak hanya terhadap
haditsnya itu sendiri, tetapi juga ia sangat menghormati dan
perhatian dengan para rawi hadits. Rasa intelektual yang ia miliki
memberikan dorongan untuk selalu mengetahui siapakah di antara
mereka yang kredibilitas intelektualnya, terutama dalam hadits,
disepakati oleh mayoritas ulama. Ia pernah bertanya tentang
hadits yang paling alim dalam hadits. Ketika itu jawabannya adalah
H}usayn bin ‘Ali> al-Ju’fi>.20 Ia juga berkomentar tenytang Ma>lik
bin Anas yang (w. 171 H) dalam pandangannya Ma>lik adalah
seorang ulama yang paling berwibawa pada masanya, dan Fud{ayl
yang paling wira’i.21
Ha>ru>n al-Rashi>d meninggal tahun bulan Juma>d alAfi’i>,
tahun 204 H. Ketika itu usianya berkisar 45 tahun 22
Berdasarkan kitab-kitab biografi rawi hadits, penulis tidak
menemukan komentar para ahli hadits klasik tentang Ha>ru>n.
Maka akhirnya penulis taawaquf, dan tidak akan menentukan
19 Ibn Sha>hi>n, Ta>rikh
Asma>’ al-D{u’afa>’ waalKadhdha>bi>n (Bayru>t : Al-Maktabah al-Raqmiyyah, 1989), jilid 1, 153.
Hadits ini ditemukan ketika membahas rawi hadits palsu yang bernama
Ghiya>th bin Ibra>hi>m.
20 Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tadhi>b al-Tahdhi>b, juz 2, 309.
21 Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tadhi>b al-Tahdhi>b, juz 8, 266.
22 Muh}ammad ibn ‘Ali ibn ‘Imra>ni>, Al-Inba>’ fi Ta>rik alKhulafa>’ (al-Qa>hirah : Da>r al-Aq al-‘Arabiyah, 2001), jilid 1, 75.
Lihat juga saat-saat menjelang wafatnya dalam Ibn Kathi>r, al-Bida>yah
wa al-Niha>yah (Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th, 1988), jilid 10, 231.

status hadits ini sampai datang informasi selanjutnya dari kritikus
hadits lain
KESIMPULAN
Dari data-data yang didapatkan, penulis menyimpulkan
bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Ha>run al-Rashi>d tentang
anjuran kebersihan mulut ketika akan membaca al-Qur’an
statusnya masih belum diketahui. Dari segi sanadnya, hadits di
atas memang bersambung sampai kepada Nabi. Namun rawi
Ha>ru>n al-Rashi>d karena penulis belum menemukan komentar
ulama jarh} wa al-ta’di>l, maka penulis bersikap tawaquf>. Akann
tetapi hadits ini diuntungkan dari sisi matannya. Hadits ini bebas
dari ‘illat dan shadh.
Kesalahan yang dilakukan oleh Ha>ru>n dalam konteks
politiknya tidak mempengaruhi statusnya sebagai rawi hadits yang
otoritatif
dan
kredibel.
Ke-‘adalah-an
sang
raja
dalam
meriwayatkan hadits masih dapat dipertanggung jawabkan. Apa
yang dimiliki oleh Sang Raja ini memberikan pemahaman bahwa
sudah seharusnya seorang pemimpin menjadi teladan dalam
mengembangkan ilmu dan teknologi. Seorang pemimpin boleh dari
latar belakang profesi sebelumnya sebagai seorang teknokrat,
peneliti atau bahkan mungkin dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku :
al-Asqala>ni, Ibn H{ajar. Tahdhi>b al-Tahdhi>b , nomor rawi 589, jilid
2,8, 9, 316.
Ibn Majah, Abu ‘Abd Allah Muh}ammad ibn al-Qazwi>ni>. Sunan Ibn
Ma>jah.
Bayru>t : Maktabah Abi al-Mu’a>t{i>, tt, jilid 1
Ibn Kathi>r. al-Bida>yah wa al-Niha>yah. Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th, jilid
10, 1988.

Ibn Sha>hi>n. Ta>rikh
Asma>’ al-D{u’afa>’ waal-Kadhdha>bi>n.
Bayru>t : Al-Maktabah al-Raqmiyyah, jilid 1, 1989.
Al-Mizzi>, Abu al-H{ajja>j Yu>suf ibn Zaki> Abd al-Rah}ma>n. Tahdhi>b
al-Kama>l. Bayru>t : Mu’assasah al-Risa>lah, jilid 26, 1980.
Muh}ammad ibn ‘Ali ibn ‘Imra>ni>. Al-Inba>’ fi Ta>rik al-Khulafa>’. alQa>hirah : Da>r al-Aq al-‘Arabiyah, jilid 1, 2001.
al-Suyu>t}i>, Jala al-Di>n Abd al-Rahma>n Abu> Bakar. Ta>rikh alKhulafa>. ‘Amma>n : Da>r al-Hayth}am, 2006.
T{ah}h}a>n, Ma}mu>d.
Taysi>r
Bayru>t : Da>r al-Fikr, tt.

Mus}t}ola>h}

al-H{adi>t>h.

Sumber digital :

Dhanani, Alnoor. “Muslim Philosophy and the Sciences.” The Muslim
Almanac (1996), The Institute of Isma’ili Studies (2006), 5.
Meltchert, Christhopert. “The Destruction of The Books by Traditionist,”
AL-QANT{ARA, XXXV, no.1 (June 2014) : 226-227.
“The Scholars are Heirs of The Profhet”, State University of New York
Press, Albany (2006) : 11.
Wani, Zahid Ashraf and Tabasum Maqbool. “ The Islamic Era and Its
Importance to Knowledge and the Development of Libraries.”
Library
Philosophy
and
Practice
(
2012)
:
3,
http://digitalcommons.unl.edu/libphilprac (Accesed November 5,
2014).
Wellisch, Hans H. “The First Arab Biblioghrafy : Fihris al-‘Ulu>m.”
Occasional Papers no. 175 (1986) Urbana : University of Illionist
(2007) : 3.
.

Dokumen yang terkait

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Asas asas pemerintahan yang baik

0 38 8

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan

5 23 66

Uji Efek Antibakteri Minyak Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dalam Kapsul yang Dijual Bebas Selama Tahun 2012 di Kota Padang Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro

0 7 5