Hidup Lebih Baik daripada mengobati

Hidup Lebih Baik
Selasa, 2 Desember 2014 | Dibaca 53 kali
http://analisadaily.com/news/read/hidup-lebih-baik/86488/2014/12/02
Oleh: Ferisman Tindaon
“I am indebted to my father for living, but to my teacher for living well”.
-Alexander the Great
Aleksander III dari Makedonia, lebih dikenal sebagai Aleksander Agung atau Iskandar
Agung, adalah raja Yunani. Dia memimpin sebuah kekaisaran terbesar pada masa sejarah
kuno membentang mulai dari Yunani pegunungan Himalaya dan India. Raja yang tidak
pernah terkalahkan dalam pertempuran dan dianggap sebagai komandan perang terhebat
sepanjang masa, penganut Politheisme Yunani dan merupakan murid seorang filsuf terkenal
bernama Aristoteles. Pada saat ia meninggal, luas wilayah yang diperintah Aleksander
berukuran 50 kali lebih besar daripada yang diwariskan kepadanya serta mencakup tiga benua
Eropah, Afrika dan Asia.
Lantas terus ada apa dengan Sang Raja terkenal ini, ia memberikan suatu kesaksian tentang
peran dan pengaruh ayah dan guru dalam kehidupannya. “Saya berhutang budi kepada ayah
saya untuk hidup ini, tapi kepada guru saya untuk hidup yang lebih baik. Pernyataan ini
memberi arti kepada kita bahwa apa sebenarnya makna guru itu, jauh lebih penting daripada
apa yang diajarkan. Mengapa demikian karena ada kata “ hidup” dari seorang ayah dan kata
“hidup baik” dari seorang guru. Ternyata filosofi ini juga berkembang di Tiongkok dengan
kemiripan objek yaitu peran ayah dan guru.

Apakah saya harus menunggu jadi orang besar seperti Iskandar Agung baru layak
memuliakan gurunya. “Memuliakan guru bisa dilakukan siapa saja, tak perlu harus jadi orang
besar. Seandainya kita cuma kerja di bengkel, ataupun jadi penjaja koran di jalan, kalau ada
guruku, maka sapalah dia dan dahulukan guru. Saya ingin gerakan memuliakan guru, guru
sebagai pekerjaan mulia di Indonesia”, kata Mendikbud Anis Baswedan beberapa waktu lalu.
Arti “Guru”
Ada pepatah Tiongkok menyatakan “yi ri wei shi , zhong shen wei fu - teacher for one day,
father for ever (Chinese idiom)“. Secara harfiah diartikan, “Jika seseorang menjadi guru
Anda hanya sehari, Anda harus menganggap dia seperti ayahmu untuk sisa hidupmu.”.
Penghormatan terhadap seorang guru yang demikian telah menjadi bagian dari budaya
Tiongkok selama ribuan tahun. Seorang guru mentransfer pengetahuan yang telah ia peroleh
dari guru sebelumnya. Bahkan, guru yang telah mengajarkan kita cara-cara
membunuh/melumpuhkan orang lain (beladiri) harus kita hormati. Sejak dahulu kala profesi
seorang guru, tabib, alim ulama dan tukang merupakan profesi yang mulia dan sangat
dihormati di negeri Tiongkok.
Hal ini kemudian dibuktikan kembali dari hasil survei University of Sussex, Inggris, terhadap
1.000 orang dewasa di 21 negara. Survei menggunakan ukuran sikap masyarakat terhadap
1

status profesional, kepercayaan, gaji, dan keinginan untuk memilih guru sebagai karir.

Ternyata, Guru di Tiongkok mendapat penghormatan dari masyarakat umum yang tertinggi
jika dibandingkan dengan 20 negara lainnya seperti Yunani, Turki, Korea Selatan, Selandia
Baru, Mesir, Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Inggris dan negara lainnya. Sedangkan di
Amerika Serikat guru dinilai setara dengan pustakawan dan di Jepang dianggap sama dengan
pejabat pemerintah. Warga Tiongkok menyetarakan profesi guru dengan dokter namun di
Inggris dianggap dalam satu kelompok setara dengan perawat dan pekerja sosial. Budaya
Tiongkok yang menempatkan pentingnya pendidikan dalam kehidupan (BBC, 3/10/2013).
Sedemikian besar, mulia dan terhormatkah arti guru itu?. Orang awam dengan segera
memberi jawaban “guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)
mengajar”. Guru dalam bahasa Sanskerta secara harfiah “berat” adalah seorang pengajar
suatu ilmu atau pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat
juga dianggap seorang guru. Lebih jauh kita lihat makna guru dalam bahasa, agama dan
undang-undang.
Ajaran agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya)
dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual dan kejiwaan muridmuridnya. Dalam agama Buddha adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju
kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Bodhisattva.
Sedangkan dalam ajaran Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan
Buddha, namun posisinya lebih penting lagi dikarenakan salah satu inti ajaran agama Sikh

adalah kepercayaan terhadap ajaran sepuluh guru Sikh. Hanya ada sepuluh guru dalam agama
Sikh. Guru pertama, Guru Nanak Dev adalah pendiri agama ini.
Di belahan bumi lain, jika orang menerima pengajaran dari seseorang dan maka menyebutnya
sebagai seorang imam, atau rabbi. Oleh sebab itu, seorang guru sangat dihormati, terkenal
dan diakui di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat
keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orangtua mereka.
Di Indonesia, secara juridis formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun
swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal
saat ini berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru
berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Intinya makna kata guru mengarah kepada kata transfer, pemandu, pembagi ilmu, pengajar,
pendidik yang dibekali dengan karakter kebaikan, spiritual yang diharapkan akan memberi
hal yang lebih baik dalam cara berpikir dan kejiwaan seseorang.
Bagaimana dengan beberapa kasus melibatkan oknum guru yang terjadi di seantero nusantara
yang kita baca di mass media belakangan ini. Ada guru yang melakukan pelecehan seksual
pada muridnya. Ada guru besar yang diduga terlibat menggunakan narkoba bersama
mahasiswinya. Ada guru yang mensodomi muridnya. Bahkan ada guru atau kepala sekolah
yang tersandung kasus korupsi dana BOS di sekolahnya. Menjadi bahan perhatian khusus
untuk bahan refleksi dan sedapatnya dihindarkan. Tetapi oknum guru itu juga manusia biasa
seperti semua orang yang mungkin saja dapat tersandung dalam berbagai tindakan kurang

terpuji.
2

Memang menjadi seorang guru tidaklah mudah, orang bisa saja menyebut dirinya guru tapi
belum tentu menjadi guru sebenarnya. Kompetensi ilmu dan karakter/ sifat yang dimilikinya
hanyalah sebagian kecil saja dari kategori untuk boleh dikatakan sebagai seorang guru.
Mungkin beberapa karakter yang harus dimiliki seperti berbakti, rendah hati, setia, dapat
dipercaya, susila, bijaksana, suci hati, dan tahu malu dan hal lain tentang kebaikan yang perlu
diwariskannya. Dengan hanya mengajarkan dan mengingatkan hal-hal tentang kebaikan ini
saja kepada orang lain, mungkin dia sudah layak disebut seorang guru. Selamat Hari Guru 25
November 2014. ***
Penulis adalah Dosen di Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan

3