Contoh Proposal Penelitian Hukum Normati

PROPOSAL PENELITIAN

TANGGUNGJAWAB ANGGOTA DPRD PROVINSI SECARA POLITIS
KEPADA KONSTITUEN DI DAERAH PEMILIHANNYA

Diajukan oleh :
Korneles Materay
NPM

: 130511335

Program Studi

: Ilmu Hukum

Program Kekhususan

: Kenegaraan dan Pemerintahan

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
FAKULTAS HUKUM

2016

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Prinsip dasar negara demokrasi selalu menuntut dan mengharuskan
adanya pemencaran kekuasaan, agar kekuasaan tak terpusat di satu tangan.
Kekuasaan yang berpusat di satu tangan bertentangan dengan prinsip
demokrasi karena ia membuka peluang terjadinya kesewenang-wenangan dan
korupsi. Dalil umum yang terkenal tentang ini adalah pernyataan Lord Acton
bahwa “power tends to corrupt and absolut power corrupts absolutely”
(kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan absolut-terpusat-korup secara
absolut).1 Pemencaran kekuasaan tersebut sudah sejak lama dipikirkan oleh
ahli seperti Montesquieu yang terkenal dengan teori trias politica.
Doktrin trias politica (distribution of power), merupakan suatu ajaran
yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bagian, yaitu kekuasaan
legislatif sebagai pembuat undang-undang, kekuasaan eksekutif selaku
pelaksana undang-undang, dan kekuasaan yudikatif selaku yang mengadili. 2

Tugas utama lembaga legislatif adalah membuat peraturan perundangperundangan dan mewakili aspirasi rakyat. 3 Menurut teori kedaulatan rakyat,
rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya
kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang

1

Moh. Mahfud MD,2010, Memahami Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, PT
RajaGrafindo Persada, aaaaraa, hlm. 215.
2
Munir Fuady, 2011, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Ceaaaan
Kedua, Refiaa Adiaama, aaaaraa, hlm. 194
3
aimly Asshiddiqie, 2009, Pengantar Hukum Tata Negara, PT RajaGrafindo
Persada, aaaaraa, hlm 298

2

diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. 4 Secara organisatoris
kelembagaan, Indonesia mengenal adanya lembaga tinggi negara/lembaga
negara yang terdiri dari lembaga negara tingkat pusat dan lembaga negara

tingkat daerah. Salah satu lembaga negara itu adalah DPRD.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
1 ayat (1) berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik. Bangunan negara Kesatuan (unitaris), apabila hanya ada
satu kekuasaan yang berwenang untuk membuat Undang-Undang yang
berlaku untuk seluruh wilayah negara yakni Pemerintah Pusat. Akan tetapi,
pemerintah pusat ketika melaksanakan urusan pemerintahan tidak mungkin
bisa melakukan sendiri sehingga perlu bantuan dari pemerintah daerah melalui
desentralisasi. Kedudukan pemerintah daerah ini untuk membantu pemerintah
pusat. Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud
memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal
untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga
sendiri.5
Asas ini berfungsi untuk menciptakan keanekaragaman dalam
penyelengaraan pemerintahan, sesuai dengan kondisi dan potensi masyarakat.
Dengan perkataan lain, desentralisasi berfungsi untuk mengakomodasi
keanekaragaman masyarakat, sehingga terwujud variasi struktur dan politik

4


King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga
Parlemen Indonesia, UII Press Yogyaaaraa, Yogyaaaraa, hlm. 18
5
Luaman Sanaoso Az, 2015, Hukum Pemerintahan Daerah Mengurai
Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia, Ceaaaan I,
Pusaaaa Pelajar, Yogyaaaraa, hlm 44.

3

unutk menyalurkan aspirasi masyarakat setempat.6 Berdasar itulah eksistensi
dari DPRD dapat dilihat pada Pasal 18 (1) "Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang; (3)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 324 huruf k memuat ketentuan bahwa

Anggota DPRD provinsi berkewajiban: “memberikan pertanggungjawaban
secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya”. Apabila
kewajiban ini dilanggar akan dikenai sanksi berdasarkan Pasal 351 (1)
Anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 324 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan
Kehormatan.
Menurut

hemat

penulis,

yang

dimaksud

dengan

konsep


pertanggungjawaban ini belum terlalu jelas karena terdapat fakta-fakta yang
menyimpang dari norma yang seharusnya. Ada banyak pelanggaran yang
dilakukan oleh anggota dewan misalnya terlibat KKN. Apa bentuk riil dari
pertanggungjawaban politis ini dan sejauh manakah pertanggungjawabannya.
6

Ni’maaul Huda, 2007, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Ceaaaan Peraama, FH UII Press,
Yogyaaaraa, hlm. 16.

4

Selama ini pula penindakan terhadap ketentuan ini sangat lemah. Oleh karena
itu penulis tertarik untuk meneliti fenomena ini dengan mengangkat judul
tulisan “Tanggungjawab Anggota DPRD Provinsi Secara Politis Kepada
Konstituen di Daerah Pemilihannya”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana tanggungjawab

anggota DPRD provinsi secara politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggungjawab
anggota DPRD provinsi secara politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan hukum ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu hukum khususnya hukum tata negara dalam kaitannya dengan
lembaga negara yakni DPRD provinsi.
2. Manfaat Praktis

5

Secara praktis hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan masukan bagi :
a. Bagi DPRD provinsi dan anggota DPRD provinsi secara khusus, untuk
lebih memperhatikan kepercayaan yang diberikan serta agar dapat

mempertanggungjawabkan

segala

perbuatannya

kepada

rakyat

pemilihnya.
b. Bagi masyarakat, agar turut serta mengawasi setiap perilaku anggota
DPRD provinsi dan mengawasi konsep pertanggungjawaban secara
moral dan politis dari yang bersangkutan demi tegaknya hukum dan
keadilan
c. Bagi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, agar hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan
pembendaharaan

perpustakaan


yang

diharapkan

berguna

bagi

mahasiswa/i dan mereka yang ingin mengetahui dan meneliti lebih
lanjut tentang Tanggungjawab anggota DPRD provinsi secara politis
terhadap konstituen di daerah pemilihannya.
d. Bagi Penulis, sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan Strata 1
program studi ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta.
E. Keaslian Penelitian
Tulisan penulis dengan Judul Tanggungjawab Anggota DPRD
Provinsi Secara Politis Kepada Konstituen di Daerah Pemilihannya,
merupakan karya tulis asli penulis bukan merupakan plagiat. Berdasarkan


6

penelusuran yang dilakukan penulis, ditemukan judul penelitian yang hampir
sama dengan judul penelitian ini, yang ditulis oleh :
1) Betik Wulandari (09340063), Fakultas Syaria’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Judul Skripsi Implementasi Fungsi Badan
Kehormatan DPRD Kota Yogyakarta Dalam Penegakan Kode Etik
Anggota DPRD Periode 2009-2014. Masalah yang dikaji adalah
Bagaimanakah fungsi Badan Kehormatan DPRD Kota Yogyakarta dalam
penegakan kode etik anggota DPRD Kota Yogyakarta periode 2009-2014
dan Kendala apa saja yang dihadapi Badan Kehormatan DPRD Kota
Yogyakarta dalam menjalankan tugasnya dan bagaimana upaya BK dalam
mengatasi kendala tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
Bagaimanakah fungsi Badan Kehormatan DPRD Kota Yogyakarta dalam
penegakan kode etik anggota DPRD Kota Yogyakarta periode 2009-2014
dan untuk mengetahui Kendala apa saja yang dihadapi Badan Kehormatan
DPRD Kota Yogyakarta dalam menjalankan tugasnya dan bagaimana
upaya BK dalam mengatasi kendala tersebut.
Hasil penelitian adalah pertama, Badan Kehormatan (BK)
merupakan alat kelengkapan DPRD yang dibentuk untuk menegakan

kode etik DPRD. Pada dasarnya BK merupakan lembaga pengawasan
internal DPRD. Fungsi badan kehormatan ada 2 (dua), yatu fungsi
aktif dan fungsi pasif. Mengenai implementasi fungsi BK DPRD Kota
Yogyakarta dalam penegakan kode etik Anggota DPRD periode 20092014, pada dasarnya BK telah melaksanakan fungsinya dengan baik,

7

namun

belum

kenyataanya

maksimal

masih

dalam

banyak

penegakannya.

anggota

dewan

Karena

yang

pada

melakukan

pelanggaran tanpa memandang BK. Kedua, kendala-kendala yang
dihadapi BK antara lain : tidak adanya aturan khusus recruitment
anggota BK, lemahnya tata tertib dan kode etik DPRD, terbentur
Pedoman Tata Beracara BK, masalah procedural pengaduan yang
rumit, pengadu kurang bekerjasama, dan adanya sifat “ewuh pakewuh”.
2) Danu Bagus Pratama (115010107121030), Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Judul Skripsi Pertanggungjawaban Pidana Direksi BUMN
Yang Berbentuk Perseroan Terbatas Dalam Tindak Pidana Korupsi Di
BUMN. Masalah yang dikaji adalah bagaimana pertanggungjawaban
pidana direksi BUMN dalam tindak pidana korupsi di BUMN dan kapan
prinsip Business Judgment Rule dapat diterapkan dalam tindak pidana
korupsi di BUMN. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana
pertanggungjawaban pidana direksi BUMN dalam tindak pidana korupsi
di BUMN dan kapan prinsip Business Judgment Rule dapat diterapkan
dalam tindak pidana korupsi di BUMN.
Hasil penelitian bahwa Prinsip Business Judgment Rule dapat
digunakan sebagai alasan pembenar yaitu alasan menghapuskan sifat
melawan hukum atas perbuatannya sehingga yang telah dilakukan atau
diperbuat oleh terdakwa dapat dikatakan menjadi perbuatan yang patut dan
benar apabila kebijakan tersebut memang diambil dengan penuh kehatihatian, tidak ada kesewenang-wenangan dan tidak bertujuan untuk

8

menguntungkan diri sendiri, kebijakan tersebut murni dilakukan untuk
penyelamatan atau demi keuntungan yang diperoleh oleh BUMN
(Perseroan Terbatas).
3) Gustia (B11111061), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Judul
Skripsi Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Money Politic Pada
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Legislatif.

Masalah yang

dikaji adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan
money politic pada penyelenggaraan pemilu anggota legislatif dan
bagaimanakah upaya penanggulangan oleh Panitia Pengawas Pemilu
(Panwaslu) terhadap kejahatan money politic pada penyelenggaraan
pemilu anggota legislatif. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan money
politic pada penyelenggaraan pemilu anggota legislatif dan bagaimanakah
upaya penanggulangan oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) terhadap
kejahatan money politic pada penyelenggaraan pemilu anggota legislatif.
Hasil penelitian pertama, faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kejahatan money politic pada penyelenggaraan pemilu anggota
legislatif yaitu memenangkan pemilu legslatif, persaingan atau kompetisi
yang ketat antara caleg, rasa tidak percaya terhadap caleg, tidak
terbangunnya hubungan yang baik antara caleg dengan pemilih, kebiasaan
politik, kondisi ekonomi masyarakat, pendidikan politik yang rendah,
minimnya pemahaman tentang ketentuan pidana pemilu dan belum
memahami hakekat pemilu legislatif. Kedua, Upaya penanggulangan oleh

9

Panwaslu terhadap kejahatan Money Politic pada penyelenggaraan pemilu
anggota legislatif terdiri dari dua bentuk yaitu upaya pencegahan dan
upaya represif sebagai bentuk pengawasan terhadap pemilu legislatif.

F. Tinjauan Pustaka
1. Tanggungjawab Anggota DPRD Provinsi Secara Politis
a. Pengertian Anggota DPRD Provinsi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 18
ayat 3 memuat ketentuan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Yang dimaksud
dengan, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi adalah
mereka yang diresmikan keanggotaannya sebagai anggota DPRD
Provinsi yang telah mengucapkan sumpah atau janji berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.7
Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan

Rakyat,

Dewan

Perwakilan

Rakyat,

Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3),
Pasal 314 memuat ketentuan bahwa DPRD provinsi terdiri atas
anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui
pemilihan umum.
7

Lihaa, Vera aasini Puari, 2003, Kamus Huaum & Glosarium Oaonomi Daerah,
Friedrich-Naumann-Saifaung (FNsa), aaaaraa, hlm. 8

10

b. Tanggungjawab secara politis
Pengertian tanggungjawab adalah kesanggupan seorang untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan tepat pada
waktunya serta berani menanggung resiko atas keputusan yang
diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.8 Pasal 324 huruf k UU
MD3

memuat

ketentuan

bahwa

“Anggota

DPRD

provinsi

berkewajiban: “memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya”. Politis artinya
berkenaan dengan politik. Politik adalah hal-hal yang berkenaan
dengan tata negara atau cara bertindak. 9 Jadi, tanggungjawab politis
adalah tanggungjawab anggota DPRD kepada konstituen akibat suatu
tindakan yang dilakukannya baik secara sengaja dan ketidaksengajaan
yang

berkenaan

dengan

posisi

dan

kedudukannya

dalam

ketatanegaraan.
Penjelasan Pasal 324 huruf k “Pemberian pertanggungjawaban
secara moral dan politis disampaikan pada setiap masa reses kepada
pemilih di daerah pemilihannya”. Masa reses merupakan masa dimana
para Anggota Dewan bekerja di luar gedung DPRD, menjumpai
konstituen di daerah pemilihannya (Dapil) masing-masing.
Satu tahun sidang waktu kerja DPRD dibagi menjadi empat
atau lima masa persidangan. Dimana setiap masa persidangan terdiri
dari masa sidang dan masa reses. Sementara masa Pelaksanaan tugas
8

Ibid., 163
Tim Prima Pena, aanpa aahun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Terbaru
Dengan : Ejaaan Yang disempurnakan (EYD), Giaamedia Press ., hlm. 621
9

11

Anggota Dewan di dapil dalam rangka menjaring, menampung aspirasi
konstituen serta melaksanakan fungsi pengawasan dikenal dengan
kunjungan kerja. Kunjungan kerja ini bisa dilakukan oleh Anggota
Dewan secara perseorangan maupun secara berkelompok.
c. Tanggungjawab Anggota DPRD secara politis
Negara kesatuan Indonesia mempunyai Pemerintah Pusat
sebagai pemegang kedaulatan pemerintahan tertinggi, sedangkan
pemerintah daerah sebagai pembantu dalam melancarkan tugas
pemerintahan

tersebut

di

daerah-daerah.

Pemerintahan

Pusat,

kedudukan DPR dan Presiden adalah sama tinggi. Hal yang sama juga
dijelmakan pada tingkat daerah yaitu adanya lembaga DPRD dan
Pemerintah Daerah. Pemberian kedudukan yang sama tinggi antara
Kepala Daerah dan DPRD ditujukan

untuk mendorong lahirnya

kerjasama yang serasi di antara kedua komponen Pemerintah Daerah,
sehingga dapat diharapkan akan terpeliharanya tertib pemerintahan di
daerah.10
Pasal 95 (2) UU Pemerintahan Daerah memuat ketentuan
bahwa “Anggota DPRD provinsi adalah pejabat Daerah provinsi”.
Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan keputusan Menteri
Dalam Negeri”. Anggota DPRD provinsi berdomisili di ibu kota
provinsi yang bersangkutan. Masa jabatan anggota DPRD provinsi

10

Miriam Budiardjo dan Ibrahim Ambong (Ed), 1993, Fungsi Legislatif Dalam
Sistem Politik Indonesia, Ceaaaan Peraama, PT RajaGrafindo Persada, hlm. 108.

12

adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi
yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 323 UU MD3 memuat ketentuan bahwa “Anggota DPRD
provinsi berhak: (a) mengajukan rancangan peraturan daerah provinsi;
(b) mengajukan pertanyaan; (c) menyampaikan usul dan pendapat; (d)
memilih dan dipilih; (e) membela diri; (f) imunitas; (g) mengikuti
orientasi dan pendalaman tugas; (h) protokoler; dan (i) keuangan dan
administratif”.
Sedangkan, kewajiban Anggota DPRD provinsi termuat dalam
Pasal 324 UU MD3 “Anggota DPRD provinsi berkewajiban: (a)
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; (b) melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
menaati peraturan perundang-undangan; (c) mempertahankan dan
memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; (d) mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; (e) memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat; (f) menaati prinsip demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah; (g) menaati tata tertib dan kode
etik; (h) menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi; (i)
menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan
kerja secara berkala; (j) menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan

13

pengaduan masyarakat; dan (k) memberikan pertanggungjawaban
secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya”.
Hak dan kewajiban sebagai suatu hal yang mutlak dalam
kedudukan anggota DPRD hal tersebut sebagai untuk melaksanakan
tugas representasinya. Berdasarkan pada alasan itulah lembaga DPRD
ini harus dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya. Fakta
sosial yang kita hadapi saat ini ternyata terdapat banyak sekali terjadi
pelanggaran

terhadap

ketentuan-ketentuan

yang

ada.

Hal

ini

berimplikasi kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Untuk itu
konsep tanggungjawab politis sebetulnya harus menjadi jalan untuk
mengangkat kembali harkat dan martabat lembaga perwakilan daerah
ini.
2. Konstituen di Daerah Pemilihan
a. Konstituen
Kata “konstituen” mempunyai dua arti yaitu para pemilih atau
rakyat dan kelompok/komponen tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pemilih diartikan sebagai orang yang memilih, orang yang
memberikan hak suara dalam pemilihan calon. Pemilih adalah
penduduk yang berusia sekurang-kurang berusia 17 tahun atau
sudah/pernah kawin.11 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam
(Jimly Asshiddiqie; 2012; 413-414), dalam paham kedaulatan rakyat
(democrazy), rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang
11

Vera aasini Puari, Op.Cit., hlm. 163

14

kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Rakyatlah yang menentukan
corak dan cara pemerintahan diselenggarakan. Rakyatlah yang
menentukan

tujuan

yang

hendak

dicapai

oleh

negara

dan

pemerintahannya itu. Jadi, sebetulnya secara sederhana yang dimaksud
dengan konstituen ini adalah rakyat Indonesia yang sah menurut
undang-undang sebagai pemilih yang terbagi dalam daerah-daerah
pemilihan sebagai pemegang kedaulatan.
b. Daerah Pemilihan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu DPR, DPD dan
DPRD), Pasal 24 memuat ketentuan bahwa “Daerah pemilihan
anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan
kabupaten/kota”.
Pasal 11 (1) Daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi adalah
Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota. (2) Jumlah kursi
setiap daerah pemilihan Anggota DPRD Provinsi paling sedikit 3 (tiga)
kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Anggota DPRD provinsi mendapatkan legitimasinya secara
politik dan sosiologis melalui pemilihan umum. Salah satu fungsi
utama dalam negara demokratis tidak lain adalah menentukan
kepemimpinan nasional secara konstitusional.12 Pada saat Pemilu
12

B. Hesau Cipao Handoyo, 2015, Huaum Taaa Negara Indonesia Menuju
Konsolidasi Sisaem Demoarasi, Cahaya Aama Pusaaaa, Yogyaaaraa, hlm. 239

15

dijadikan sebagai pencerminan prinsip kedaulatan rakyat, maka mulai
saat itulah rakyat diberi kebebasan dalam memilih serta menentukan
calon-calon wakil yang tergabung dalam partai politik.13
Pemilihan umum artinya adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
c. Konstituen di daerah pemilihan
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum
yang bersendikan kerakyatan (demokrasi), seperti yang disebut dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam negara demokrasi ini, rakyatlah yang berkuasa dalam
menentukan arah dan kebijaksanaan umum negara dalam penyusunan
konstitusi.

Perspektif

ajaran

demokrasi,

konstitusi

seolah-olah

mengandung makna sebagai persetujuan dasar di kalangan rakyat
(contract social) yang menetapkan tujuan-tujuan pembentukan
negara.14
Di dalam praktik, yang menjalankan kedaulatan rakyat itu
adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwilan rakyat
yang disebut dengan parlemen. Para wakil rakyat itu bertindak atas
nama rakyat, dan wakil-wakil itulah yang menentukn corak-corak dan
13

Ibid., hlm. 233
aazim Hamidi, daa. 2012, Teori Hukum Tata Negara A Turning Point of The
State, Salemba Humaniaa, aaaaraa, hlm. 131
14

16

cara bekerja pemerintahannya, serta tujuan apa yang hendak dicapai
baik dalam jangka waktu panjang maupun dalam jangka waktu yang
relatif pendek. Agar wakil-wakil rakyat itu benar-benar dapat
bertindak atas nama rakyat, wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan
sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (general election).15
Konstituen atau rakyat/pemilih adalah perorangan atau
sekumpulan anggota masyarakat yang menggunakan hak pilihnya
untuk memilih wakil-wakilnya di parlemen. Masyarakat menurut
Bierens de Haan, pada dirinya sendiri dan secara alami mengandung
keinginan untuk berorganisasi yang timbul karena dorongan dari dalam
dirinya.16 Maka, secara natural seharusnya masyarakat itu mempunyai
hasrat melakukan intervensi terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Akan tetapi dalam hal ini, sistem hukum yang ada tidak
memungkinkan secara leluasa. Untuk itulah anggota DPRD di daerah
bekerja dan harus mempertanggungjawabkan setiap tindakan atau
konsensus-konsensus yang dilakukannya.
Sistem yang terbangun saat ini adalah bahwa anggota DPRD
bertanggungjawab kepada konstituen atau masyarakat/pemilih di
daerah pemilihannya bukan di wilayah yang lain. Daerah pemilihan
anggota DPRD provinsi mencakup wilayah kabupaten atau kota dan
kepada masyarakat/pemilih yang berada pada kabupaten/kota tersebut.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 05 Tahun 2013 tentang Tata
15
16

aimly Asshiddiqie, Op.Cit, hlm. 414
Miriam Budiardjo dan Ibrahim Ambong (Ed), Op.Cit., hlm.18

17

Cara Penetapan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Setiap Daerah
Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan
Umum Tahun 2014, Pasal 10 ayat (1) memuat ketentuan “Jumlah kursi
DPRD Provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan
paling banyak 100 (seratus)”.
Pasal 10 ayat (2) Jumlah kursi DPRD Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk Provinsi
yang bersangkutan dengan ketentuan: a. Provinsi dengan jumlah
penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh
alokasi 35 (tiga puluh lima) kursi; b. Provinsi dengan jumlah penduduk
lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga juta)
jiwa memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima) kursi; c. Provinsi
dengan jumlah penduduk lebih dari 3.000.000 (tiga juta) sampai
dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa memperoleh alokasi 55 (lima puluh
lima) kursi; d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 5.000.000
(lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa memperoleh
alokasi 65 (enam puluh lima) kursi; e. Provinsi dengan jumlah
penduduk lebih dari 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000
(sembilan juta) jiwa memperoleh alokasi 75 (tujuh puluh lima) kursi; f.
Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 9.000.000 (sembilan juta)
sampai dengan 11.000.000 (sebelas juta) jiwa memperoleh alokasi 85
(delapan puluh lima) kursi; g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih

18

dari 11.000.000 (sebelas juta) jiwa memperoleh alokasi 100 (seratus)
kursi.
G. Batasan Konsep
Tanggungjawab Anggota DPRD Provinsi Secara Politis Kepada
Konstituen di Daerah Pemilihannya.
a) Tanggungjawab
Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan tepat pada waktunya serta
berani menanggung resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan
yang dilakukannya.17
b) Anggota DPRD Provinsi
Anggota DPRD adalah mereka yang diresmikan keanggotaannya sebagai
anggota DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota dan telah mengucapkan
sumpah/janji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.18
c) Politis
Politis artinya berkenaan dengan politik. Politik adalah hal-hal yang
berkenaan dengan tata negara atau cara bertindak.19
d) Konstituen
Konstituen

dapat

berarti

para

pemilih

atau

rakyat

dan

kelompok/komponen tertentu.
e) Daerah Pemilihan

17
18
19

Vera aasini Puari, Op.Cit.,hlm. 163
Ibid., hlm. 8
Ibid., hlm. 621

19

Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/kota atau
gabungan kabupaten/kota.
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif yang berfokus pada norma hukum positif yang
mengatur tentang Tanggungjawab Anggota DPRD Provinsi Politis Kepada
Konstituen di Daerah Pemilihannya.
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif, data yang digunakan berupa
data sekunder, yang terdiri atas :
a. Bahan Hukum Primer, terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Pasal 1 ayat (1) perihal Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik, dan Pasal 18 ayat (1) perihal Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintah daerah,
yang diatur dengan undang-undang dan ayat (3) perihal
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

20

b. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Pasal 95 (2) perihal “Anggota DPRD provinsi adalah pejabat
Daerah provinsi”.
c. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 Tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal
24 (1) perihal Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah
kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.
d. Undang-Undang

No.

17

Tahun

2014

tentang

Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal
324 huruf k perihal Anggota DPRD provinsi berkewajiban:
“memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis
kepada konstituen di daerah pemilihannya. Pasal 317 perihal
Wewenang dan Tugas Anggota DPRD Provinsi, dan Pasal 314
perihal DPRD provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta
pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
b. Bahan sekunder terdiri dari fakta hukum, prinsip-prinsip hukum
ketatanegaraan dan pendapat hukum para ahli hukum tata negara
dalam buku-buku, internet dan melalui wawancara dengan narasumber
yaitu Anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Fraksi
PDI

Perjuangan,

di

Yogyakarta

juga

dokumen

mengenai

Tanggungjawab secara Politis Anggota DPRD Provinsi kepada

21

konstituen di daerah pemilihan yang diperoleh melalui Kantor DPRD
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Yogyakarta. Wawancara
dengan narasumber lainnya yaitu dengan Kepala Desa Catur Tunggal
di Catur Tunggal, Sleman, Yogyakarta.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan, yaitu dengan memperlajari bahan hukum primer
yang terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Pasal 1 ayat (1) perihal Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik, dan Pasal 18 ayat (1) perihal
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi/kabupaten/kota, ayat (3) perihal
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-Undang No. 23 Tahun
2004, Pasal 1 angka (4) perihal lembaga perwakilan rakyat daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah, dan Pasal 95 (2) perihal “Anggota DPRD provinsi adalah
pejabat Daerah provinsi”; Undang-Undang Republik Indonesia No. 8
Tahun 2012, dan Pasal 24 (1) perihal Daerah pemilihan anggota DPRD
provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota;
Undang-Undang No. 17 Tahun 2014, Pasal 324 huruf k perihal
tanggungjawab politis dan moral dari anggota DPRD provinsi, Pasal
317 perihal wewenang dan tugas anggota DPRD provinsi, dan Pasal
314 perihal DPRD provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta

22

pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Selain itu juga
mempelajari bahan hukum sekunder yang terdiri atas fakta hukum,
prinsip-prinsip hukum ketatanegaraan dan pendapat hukum para ahli
hukum tata negara dalam buku-buku dan internet.
b. Wawancara dengan Narasumber yaitu Anggota DPRD Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Fraksi PDI Perjuangan, dan Kepala Desa
Catur Tunggal di Catur Tunggal, Sleman, Yogyakarta. Wawancara
dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Pedoman wawancara yang digunakan ialah pedoman
wawancara secara terbuka.
4. Analisis Data
Data Sekunder
a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan akan
dianalisis sesuai dengan 5 tugas ilmu hukum normatif yaitu :
1) Deskripsi hukum positif, yaitu menguraikan pasal-pasal dalam
instrumen hukum nasional terkait Tanggungjawab Anggota DPRD
secara Politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
2) Sistematisasi hukum positif yaitu secara vertikal dan horisontal
untuk mengetahui ada tidaknya sinkronisasi dan/atau harmonisasi
diantara peraturan perundang-undangan. Secara vertikal terdapat
sinkronisasi antara Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), (3) dan (6)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan Pasal 324 huruf k UU
No. 17 Tahun 2014 sehingga berlaku prinsip penelaran hukum

23

subsumsi sehingga tidak diperlukan asas berlakunya peraturan
perundang-undangan. Secara horisontal, terdapat harmonisasi
antara Pasal 324 huruf k UU No. 17 Tahun 2014 dengan Pasal 1
angka (4) dan Pasal 95 (2) UU No. 23 Tahun 2004, dan Pasal 24
(1) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Prinsip penalaran hukumnya ialah nonkontradiksi, sehingga tidak diperlukan asas peraturan perundangundangan.
3) Analisis hukum positif, yaitu mengkritisi peraturan perundangundangan sebab peraturan perundang-undangan itu open system.
4) Interpretasi hukum positif, yaitu menafsirkan peraturan perundangundangan, dalam hal ini interpretasi dengan :
a) Interprestasi

gramatikal,

yaitu

menafsirkan

peraturan

perundang-undangan berdasarkan tata bahasa.
b) Interpretasi

sistematisasi,

perundang-undangan

yaitu

untuk

menafsirkan

menentukan

ada

peraturan
tidaknya

sinkronisasi ataupun harmonisasi.
c) Interpretasi teleologis yaitu menafsirkan tujuan adanya
peraturan perundang-undangan.
5) Menilai hukum positif, yaitu menemukan gagasan yang paling
ideal berkaitan dengan Tanggungjawab Anggota DPRD Provinsi
Secara Politis Kepada Kontituen di Daerah Pemilihannya

24

khususnya mengenai persamaan hak dan kewajiban, keadilan, nondiskriminasi dan lain sebagainya.
b. Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum yang diperoleh
dari Anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan
dideskripsikan, dicari persamaan dan perbedaan pendapat untuk
menganalisis bahan hukum primer. Pendapat narasumber akan
dideskripsikan untuk menganalisis bahan hukum primer. Dokumen
yang berupa file dan data pertanggungjawaban anggota DPRD di
daerah pemilihan yang diperoleh dari Kantor DPRD Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta akan dideskripsikan dan akan dikaji sesuai atau
tidak dengan bahan hukum primer.
5. Proses Berpikir (Prosedur Bernalar)
Proses berpikir yang digunakan adalah deduktif yaitu proses
berpikir dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat
khusus, dalam hal ini yang khusus merupakan hasil penelitian yang
diperoleh dari narasumber. Yang umum berupa peraturan perundangundangan mengenai Tanggungjawab Anggota DPRD Provinsi secara
Politis kepada Konstituen di Daerah Pemilihannya

25

I. Sistematika Penulisan Hukum/Skripsi
Sistematika penulisan hukum/skripsi ini dilakukan dengan membaginya ke
dalam tiga bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan
sistematika penulisan hukum/skripsi.
BAB II: PEMBAHASAN
Bab ini berisi konsep/variabel pertama, konsep/variabel kedua, dan hasil
penelitian
BAB III: SIMPULAN DAN SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
B. Hestu Cipto Handoyo, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia Menuju
Konsolidasi Sistem Demokrasi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta
Jazim Hamidi, dkk. 2012, Teori Hukum Tata Negara A Turning Point of
The State, Salemba Humanika, Jakarta
Jimly

Asshiddiqie,

2009,

Pengantar

Hukum

Tata

Negara,

PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta
King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga
Parlemen Indonesia, UII Press Yogyakarta, Yogyakarta
Vera Jasini Putri, 2003, Kamus Hukum & Glosarium Otonomi Daerah,
Friedrich-Naumann-Stiftung (FNst), Jakarta
Lukman Santoso Az, 2015, Hukum Pemerintahan Daerah Mengurai
Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia, Cetakan I,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Miriam Budiardjo dan Ibrahim Ambong (Ed), 1993, Fungsi Legislatif
Dalam Sistem Politik Indonesia, Cetakan Pertama, PT RajaGrafindo Persada
Moh. Mahfud MD,2010, Memahami Politik Hukum, Menegakan
Konstitusi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
Munir Fuady, 2011, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Cetakan
Kedua, Refika Aditama, Jakarta
Ni’matul Huda, 2007, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Cetakan Pertama, FH UII Press,
Yogyakarta
Tim Prima Pena, tanpa tahun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Terbaru Dengan : Ejaaan Yang disempurnakan (EYD), Gitamedia Press
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

27

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 17)
Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 182)
Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Penetapan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Setiap Daerah Pemilihan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014

28