ACARA I EKOTAN.doc ACARA I EKOTAN.doc

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN

Disusun oleh:

Nama
NIM
Kelompok/golongan
Asisten

: Andrew Budiherlando
: 13188
: 2/C4
: 1.Devi Alvioliana
2.Denny Andria
3.Chalida
4.

LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN
1

ACARA 1
ALELOPATI TANAMAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

Disusun oleh:

Nama
NIM
Kelompok/golongan
Asisten

: Andrew Budiherlando
: 13188
: 2/C4
: 1.Devi Alvioliana

2.Denny Andria
3.Chalida
4.

LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA I
ALELOPATI TANAMAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

ABSTRAK

2

Praktikum Ekologi Tanaman Acara 1 dengan judul Pengaruh Alelopati Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays) dilakukan di Laboratorium Ekologi
Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian UGM, Sleman, Yogyakarta pada tanggal
23 September 2014. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu petridish, blender,

timbangan, gelas ukur, kertas filter, corong, sprayer, erlenmeyer, TDS meter,
penggaris, oven dan alat tulis. Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu benih jagung
(Zea mays), daun kenikir, bunga cengkeh, buah tomat, dan polibag. Praktikum ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tanaman cengkeh, kenikir, dan tomat
terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Alelopat yang terkandung dalam ekstrak
cengkeh adalah eugenol, sementara pada buah tomat mengandung coumarin dan
pada kenikir mengandung aquoeus. Ekstrak alelopat yang paling mempengaruhi
perkecambahan jagung, pertumbuhan plumula dan radikula, serta cenderung
menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, yang berakibat
pada menurunnya bobot segar tanaman, dan akumulasi asimilat (bobot kering)
tanaman adalah pada ekstrak cengkeh karena mengandung eugenol dengan
konsentrasi tinggi. Sehingga efektivitas alelopat lebih tinggi daripada ekstrak tomat
dan kenikir.
Kata kunci: alelopati, cengkeh, kenikir, tomat, jagung

I. LATARBELAKANG
Agroekologi adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip ekologi untuk
pertanian. Agroekologi merupakan ilmu yang menjadi landasan untuk merancang
sistem pertanian berkelanjutan dan memberikan pedoman untuk mengembangkan
diversifikasi

pengaruh

agroekosistem
interaksi

dengan

komponennya.

memanfaatkan
Konsep

keragaman

agroekologi

dapat

hayati


serta

membantu

mewujudkan pertanian berkelanjutan yang berguna untuk kebutuhan manusia untuk
hidup yang sekaligus dapat mempertahankan dan meningkatkan kondisi lingkungan
dan juga sumber daya alam. Namun akhir-akhir ini konsep agroekologi sudah tidak
dihiraukan terutama para masyarakat yang terlibat di sektor pertanian. Penggunaan
herbisida kimia untuk memberantas gulma oleh petani menjadi solusi yang instan.
Akibatnya, terjadi kerusakan keseimbangan lingkungan yang akan merugikan
banyak pihak. Mulai dari petani sendiri yang akan terus bergantung terhadap bahanbahan kimia dan produk pertanian yang dihasilkan tidak organik, juga masyarakat
yang akan tercemar oleh limbah herbisida kimia tersebut. Padahal penggunaan
herbisida alami masih bisa dilakukan salah satunya dengan memanfatkan alelopati
pada tanaman tertentu.
. Alelopati adalah peristiwa dimana suatu tanaman mengeluarkan substansi
yang bersifat toksik yaang mempengaruhi organisme lain di sekitarnya. Alelopati
menjadi sangat penting untuk dipelajari karena pengaruhnya terhadap lingkungan.
Terutama pada lingkungan pertanaman yang mengharuskan produksi dari tanaman.
3


Alelopati dalam penentuan pola pertanaman penting untuk dipertimbangkan dalam
kaitannya dengan pemilihan jenis tanaman, waktu tanam dan sistem tanam. Untuk
itu praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tanaman cengkeh,
kenikir, dan tomat terhadap pertumbuhan tanaman jagung.

II. METODE PERCOBAAN
Praktikum Ekologi Tanaman yang berjudul Alelopati Tanaman pada Tanaman
Jagung (Zea mays ) dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanaman dan Rumah Kaca
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 23
September—21Oktober

2014. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

petridish, mortir/ blender, timbangan, gelas ukur, kertas filter, corong, erlenmeyer,
dan TDS meter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kenikir (Tagetas erecta),
tomat (Solanum lycopersicum), cengkeh (Syzygium aromaticum), dan benih jagung
(Zea mays). Rancangan yang digunakan adalah CRD (Complete Randomized
Design).
Praktikum dimulai dengan pembuatan ekstrak tanaman yang mengandung
alelopat, yaitu kenikir, cengkeh dan tomat. Ekstrak dibuat dengan cara bagian

tumbuhan tersebut dicuci, kemudian dipotong kecil dan dikeringkan, setelah

4

ditimbang seberat 20 g. Bahan tersebut kemudian dihaluskan menggunakan blender
dan ditambahkan dengan air hangat hingga100 ml. Hasil ekstrak tersebut kemudian
disaring menggunakan kertas saring dan dimasukan dalam wadah tertutup.
Kemudian, dilakukan uji penanaman benih jagung di petridish dengan 20 petridish
untuk 3 perlakuan alelopat serta ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat.
Masing-masing dengan ulangan 5 kali. Kemudian, kertas saring dibasahi dan
dijadikan alas pada petridish yang akan diisi 10 benih. Pemberian alelopat dilakukan
tiap hari dengan dosis yang sama dan untuk kontrol diberikan akuades. Pemberian
alelopat di pertridish dengan menambahkan 3 tetes ekstrak alelopat. Variabel yang
diamati meliputi jumlah biji berkecambah, panjang batang (plumula), panjang akar
(radikula), Indeks vigor, gaya berkecambah, dan rasioakar/batang. Selanjutnya,
dilakuakan uji alelopat dengan penanaman dirumah kaca. Disiapkan 20 polibag
untuk 3 perlakuan alelopat serta ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat.
Masing-masing dengan ulangan 5 kali. Polibag diisi dengan tanah 4/5 bagian,
bersihkan dari kotoran dan kerikil. Tiap polibag ditanamkan 4 benih yang pada hari
ke-7 akan dijarangkan menjadi 2 tanaman per polybag. Pengamatan dan pemberian

alelopat dilakukan 2 hari sekali hingga hari ke-21 setelah penjarangan, dengan dosis
3 kali penyemprotan dengan sprayer. Variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman,
jumlah daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman, luas daun dan
abnormalitas pertumbuhan tanaman seperti klorosis atau gejala lainnya. Pada
variabel tinggi tanaman diukur hingga daun jagung yang terpanjang, serta untuk
pengamatan jumlah daun dihitung daun yang membuka. Hasil data kemudian dibuat
grafik dan histogram pertumbuhan meliputi. Grafik tinggi tanaman vs hari
pengamatan (rumah kaca), Grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca),
Histogram bobot kering dan segar akar dan tajuk (rumah kaca), Diagram batang
rasio akar/tajuk petridish, Histogram Gaya Berkecambahn dan Indeks Vigor dan
variabel dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variation (ANOVA) CRD dan
dilanjutkan dengan menguji lanjut menggunakan LSD-Dunnett (Least Significant
Difference) 5%.

5

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Dalam Petridish
Tabel 1. Gaya Berkecambah
Komodit

as

Perlaku
an
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Padi
h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Jagung h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Kangkun Cengke
g

h

Hasil
0.975
0.975
0.975
0.000
0.975
0.875
0.775
0.550
0.875
0.650
0.775
0.100

Tabel 2. Rasio Akar/Tajuk pada Petridish
Komodit
as
Padi


Perlaku
an
Kontrol
Kenikir

Hasil
1.038
0.863
6

Tomat
Cengke
h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Jagung h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Kangkun Cengke
g
h

0.815
0.000
1.038
0.863
0.815
0.000
1.038
0.863
0.815
0.000

Tabel 3. Indeks Vigor Tanaman
Komodit
as

Perlaku
an

Padi

Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h

Komodit
as

Perlaku
an

Jagung

Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h

Komodit
as

Perlaku
an

Kontrol
Tomat
Kangkun
Kenikir
g
Cengke
h

1
0.00
0.00
0.00

2
0.38
0.13
0.13

Pengamatan Ke3
4
5
2.75
0.06
0.05
2.67
0.06
0.20
2.08
0.81
0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

1
0.00
0.00
0.00

2
2.63
2.50
1.75

Pengamatan Ke3
4
5
1.17
0.19
0.05
1.17
0.00
0.00
1.25
0.31
0.00

6
0.04
0.04
0.00

7
0.00
0.00
0.04

0.00

0.38

1.00

0.00

0.00

0.00

1
0
0
0

2
0.13
0.00
0.00

Pengamatan Ke3
4
5
0.25
0.63
0.60
0.08
1.00
0.25
0.08
0.81
0.40

6
0.29
0.21
0.00

7
0.07
0.14
0.14

0

0.00

0.00

0.00

0.07

0.00

0.56

0.06

0.05

6
0.04
0.00
0.00

7
0.00
0.04
0.00

B. Dalam Polybag
Tabel 1. Gaya Berkecambah
7

Komodit
as

Perlaku
an
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Padi
h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Jagung h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Kangkun Cengke
g
h

Hasil
0.975
0.975
0.975
0.000
0.975
0.875
0.775
0.550
0.875
0.650
0.775
0.100

Tabel 2. Rasio Akar/Tajuk pada Petridish
Komodit
as

Perlaku
an
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Padi
h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Cengke
Jagung h
Kontrol
Kenikir
Tomat
Kangkun Cengke
g
h

Hasil
1.038
0.863
0.815
0.000
1.038
0.863
0.815
0.000
1.038
0.863
0.815
0.000

C. Tabel 3. Indeks Vigor Tanaman
Komodit
as
Padi

Perlaku
an
Kontrol
Tomat
Kenikir

1
0.00
0.00
0.00

2
0.38
0.13
0.13

Pengamatan Ke3
4
5
2.75
0.06
0.05
2.67
0.06
0.20
2.08
0.81
0.00

6
0.04
0.00
0.00

7
0.00
0.04
0.00
8

Cengke
h

Komodit
as

Perlaku
an

Jagung

Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h

Komodit
as

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

1
0.00
0.00
0.00

2
2.63
2.50
1.75

Pengamatan Ke3
4
5
1.17
0.19
0.05
1.17
0.00
0.00
1.25
0.31
0.00

6
0.04
0.04
0.00

7
0.00
0.00
0.04

0.00

0.38

1.00

0.00

0.00

0.00

1
0
0
0

2
0.13
0.00
0.00

Pengamatan Ke3
4
5
0.25
0.63
0.60
0.08
1.00
0.25
0.08
0.81
0.40

6
0.29
0.21
0.00

7
0.07
0.14
0.14

0

0.00

0.00

0.00

0.07

Perlaku
an

Kontrol
Tomat
Kangkun
Kenikir
g
Cengke
h
Alelopati

merupakan

sesuatu

yang

0.00

0.56

0.06

pengaruhnya

0.05

berbahaya

atau

menguntungkan dari tanaman termasuk mikroorganisme terhadap tanaman lain
melaui pelepasan bahan kimia ke lingkungan (Rice, 1984 cit. Raden, 2008). Menurut
Putnam (1988), pengaruh negarif alelopat tergantung dari konsentrasi bahan kimia
yang dikandungnya. Senyawa alelopati yang pertama ditemukan pada tahun 1928
oleh Davis pada larutan hasil “leaching” serasah kering Black Walnut (Kenari hitam)
mampu menekan perkecambahan dan pertumbuhan benih tanaman yang ada
dibawah pohon kenari hitam tersebut. Sebelumnya Condolle pada tahun 1832
menyatakan bahwa eksudat tanaman bisa menyebabkan terjadinya tanah yang
marginal akibat adanya ekskresi atau eksudasi akar tanaman sebelumnya (Wilis,
1985). Hasil penelitian lainnya telah dilaporkan bahwa senyawa alelopati juga dapat
merusak dan menghambat pertumbuhan tanaman penghasil senyawa alelopati itu
sendiri yang disebut dengan autotoksik (Hasanuzzaman, 1995 cit. Djazuli, 2011).
Inderjit (1996) menjelaskan pelepasan alelokimia difasilitasi oleh proses
pelarutan dari bagian sekitar tanaman, eksudat akar, batang, dekomposisi residu
bahan kering. Selain itu menurut Djazuli (2011), senyawa alelopati juga bisa berasal
dari volatilasi oleh daun yang berupa gas melalui stomata dan transformasi dari
9

mikroorganisme tanah. Namun pada umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang
berasal dari leaching daun segar jauh lebih rendah dibandingkan yang berasal dari
serasah yang telah terdekomposisi. Rice (1984), Einhellig (1995), dan Rimando dan
Duke (2003) menyatakan bahwa alelokimia pada tumbuhan dapat dibentuk di
berbagai organ, seperti di akar, batang, daun, bunga atau biji yang merupakan hasil
metabolit sekunder seperti asam lemak, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam
sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, cumarin, fenol dan asam
fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida.
Cekaman yang diakibatkan faktor lingkungan seperti kelembapan, hara, suhu,
kerapatan tanam, cahaya, juga patogen mempengaruhi produksi, persistensi dan
efektivitas alelopati (Weidenhamer 1996). Adanya senyawa alelopati dari tanaman
berkayu dapat dimanfaatkan dalam pertanaman sistem wanatani (agroforestry) serta
dalam pengendalian gulma, patogen, ataupun hama. Alelopati dalam sistem
wanatani dapat dimanfaatkan dalam strategi pengurangan keragaman vegetasi di
bawah tegakan. Misalnya pada sistem agroforestry yang mengusahakan tanaman
cengkeh. Tajuk cengkeh yang berat serta kemampuan menghasilkan senyawa yang
dapat bersifat alelopati kemungkinan menjadi faktor pembatas untuk pengembangan
jenis tanaman bawah. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan di bawah tegakan
cengkeh dapat berupa jenis tanaman penghasil minyak atsiri lain yang mampu
berasosiasi dengan tanaman cengkeh yaitu jahe, kunyit, kapulaga, sereh dan
temulawak (Hani, 2014).

10

11

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman
Pada grafik di atas dapat terlihat bahwa tinggi tanaman terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan tanaman. Grafik antartanaman dengan perlakuan ekstrak
cengkeh, ekstrak mahoni, ekstrak tomat dan kontrol terlihat hampir sama dan
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Pemberian senyawa alelopat
tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dapat disebabkan oleh
pemberian senyawa alelopat yang jumlahnya sedikit, pengaplikasian senyawa
alelopat hanya pada permukaan daun, dan kemungkinan tanaman saling terkena
perlakuan pada tanaman lain akibat terlalu rapatnya jarak antarpolibag tanaman, atau
efek yang diberikan oleh masing masing alelopat memberikan pengaruh yang sama
terhadap pertanaman.

12

Gambar 2. Grafik Jumlah Daun
Pada pengamatan jumlah daun, hasil yang didapatkan pada grafik di atas
antartanaman dengan perlakuan ekstrak cengkeh, ekstrak mahoni, ekstrak tomat dan
kontrol terlihat hampir sama dan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan. Pemberian senyawa alelopat tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi
tanaman dapat disebabkan oleh pemberian senyawa alelopat yang jumlahnya sedikit,
pengaplikasian senyawa alelopat hanya pada permukaan daun, dan kemungkinan
tanaman saling terkena perlakuan pada tanaman lain akibat terlalu rapatnya jarak
antarpolibag tanaman, atau efek yang diberikan oleh masing masing alelopat
memberikan pengaruh yang sama terhadap pertanaman.

13

Gambar 3. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Akar
Pada parameter bobot segar dan bobot kering akar juga tidak menunjukkan
adanya perbedaan nyata antarperlakuan. Bobot segar yang cukup jauh jaraknya
dengan bobot kering yang dihasilkan mengindikasikan bahwa tanaman tersebut lebih
banyak menyerap dan menyimpan air dibandingkan asimilat hasil fotosintesis. Hal ini
dapat disebabkan karena adanya gangguan fotosintesis akibat pengaruh pemberian
senyawa alelopat dan merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk meminimalisir
pengaruh negatif senyawa alelopat.

14

Gambar 4. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Tajuk
Pada histogram di atas dapat terlihat bahwa perlakuan pemberian senyawa
alelopat tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan
akumulasi bahan kering tanaman. Tidak adanya beda nyata pada parameter ini dapat
dipengaruhi oleh tidak adanya perbedaan nyata pada jumlah daun tinggi tanaman
yang merupakan komponen dari tajuk.
Tabel 1. Komponen Hasil Panen Tanaman Padi pada 21 mst
Komodit
as

Perlaku
an

BK
Tajuk

Perlaku
an

Rasio
A/T

Perlaku
an

LD
15

Kontrol
Tomat
Padi
Kenikir
Cengke
h
Kontrol
Tomat
Kenikir
Jagung

Cengke
h
Kontrol
Tomat
Kenikir

Kangkun Cengke
g
h

0.035 a
0.035 a
0.039 a
0.048 a
1.203 b
a
1.289 b
1.543 a
a
1.311 b
0.383 a
0.341 a
0.433 a
0.338 a

Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h
Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h
Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h

0.465 a
0.261 b
0.262 b
a
0.367 b
0.592 a
0.772 a
0.724 a
0.673 a
1.059 a
0.911 a
1.221 a
1.053 a

Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h
Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h
Kontrol
Tomat
Kenikir
Cengke
h

1008.0
45
911.01
2
967.36
6
999.56
8
3809.8
15
3817.9
51
4602.4
53
3736.3
98
2552.3
48
2458.0
92
2429.1
54
2357.3
59

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa perlakuan pemberian senyawa alelopat
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berbagai parameter pengamatan pada
tanaman padi. Antarperlakuan yang diberikan pada tanaman padi didapatkan hasil
yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman padi memberikan respon
yang sama terhadap perlakuan yang diberikan.

16

a
b
a
b
a
a
a
a
a
a
a
a
a

Gambar 7. Grafik Gaya Berkecambah Benih Padi

17

Gambar 8. Grafik Indeks Vigor
Dua grafik di atas menunjukkan bahwa perkecambahan yang paling baik
terjadi pada perlakuan kontrol yaitu dengan pemberian air tanpa pemberian senyawa
alelopat. Air merupakan faktor esensial dalam proses perkecambahan dan pada masa
perkecambahan, benih tidak dapat melakukan mekanisme maupun fotosintesis untuk
menghindari efek negatif dari pemberian senyawa alelopat sehingga pengaruh
pemberian alelopat terlihat lebih nyata pada pengamatan proses perkecambahan benih
padi.

18

Gambar 9. Grafik Rasio Akar/Tajuk
Grafik di atas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan tomat memacu
pertumbuhan akar yang lebih tinggi pada pertumbuhan atau akar muncul terlebih
dahulu dibandingkan tajuk. Seiring bertambahnya usia tanaman, rasio akar/tajuk
menurun karena laju pertumbuhan tajuk lebih tinggi dibandingkan akar. Pada
perlakuan mahoni didapatkan angka yang mendekati nol karena senyawa alelopat
mahoni menghambat pemunculan dan pertumbuhan akar, namun tidak menghambat
pertumbuhan tajuk. Pada perlakuan cengkeh didapatkan grafik linear pada angka nol
karena pemberian ekstrak cengkeh membuat proses perkecambahan benih tidak
terjadi atau menghambat proses perkecambahan benih.
IV. KESIMPULAN
Ekstrak alelopat cengkeh yang paling mempengaruhi perkecambahan
tanaman, pertumbuhan plumula dan radikula, serta cenderung menghambat
pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar jagung, yang berakibat
pada menurunnya bobot segar tanaman, dan akumulasi asimilat (bobot kering)
tanaman. Namun secara keseluruhan pengaruh alelopat dari perlakuatn yang
diberikan rata-rata memberikan efek yang sama terhadap pertanaman.

19

DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, M. 2011. Potensi senyawa alelopati sebagai herbisida nabati alternative
pada budidaya lada organic. Semnas pesnab IV: 177-186..
Djazuli, M. 2011. Alelopati pada beberapa tanaman perkebunan dan tekhnik
pengendalian serta prospek pemanfaatannya. Prospektif 10 (1): 44-50.
Djazuli, M dan Maslahah,N. 2012. Alelopati pada tanaman nilam. Bunga Rampai
Inovasi Tanaman Atsiri Indonesia. 77-80.
Einhellig F. A. 1995. Mechanism of action of allelochemicals in allelopathy. In:
Inderjit, K.M.M. Dakhsini, F.A. Einhellig (eds). Allelopathy, Organism,
Processes and Applications. Washington DC: American Chemical Society 96
—116.
Garrity DP et al. 1997. The Imperata grasslands of tripocal Asia: area, distribution
and typology. Agroforestry Systems 36: 3-29
Hani, A., dan P. Suryanto. 2014. Dinamika agroforestry tegalan di perbukitan
menoreh, kulon progo, daerah istimewa yogyakarta. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallacea 3 : 119 —128.
Imatomi, M., 1, P. Novaes, and S. C. J. Gualtieti. 2013. Interspecific variation in the
allelopathic potential of the family Myrtaceae. Journal Acta Botanica Brasilica
27: 54 —61.
Rice, E. L. 1984. Allelopathy. Academic Press, New York.
Rimando, A.M., S.O Duke. 2003. Studies on rice allelochemical. In: C.W. Smith and
R.H. Dilday (eds). Rice, Origin History, Technology and Production: John
Wiley and Sons, Inc:Hoboken. New Jersey 221—244.
20

Weidenhamer JD. 1996. Distinguishing resource competition and chemical
interference: overcoming the methodological impasse. Journal Agron 88: 866
—875.
Willis, R.J. 1985. The historical bases of the concept of allelopathy. Journal of the
History of Biology 18:71-102.

21