Uji Korelasi Pemeriksaan Glukosa Darah a

Uji Korelasi Pemeriksaan Glukosa Darah antara Rapid Tes dengan
Spektrofotometer
Adhitya Dwi Prabowo1, Adang M Gugun2
1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2.

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstrak
Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas di dunia. Prevalensi penyakit diabetes mellitus telah mencapai tingkat
atau proporsi epidemic di beberapa negara dan menjadi sebuah perhatian yang
penting dalam dunia kesehatan. Pada saat ini telah banyak dikembangkan cara baru
yang bertujuan untuk melakukan konfirmasi cepat rapid diagnostic test (RDT).
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pemeriksaan
glukosa dengan menggunakan metode rapid test dan metode standard. Mengetahui
dan memahami korelasi serta persamaan regresi dari hasil pemeriksaan glukosa
antara menggunakan metode rapid test dengan metode standar.

Metode: Desain penelitian ini adalah cross–sectional. Subyek penelitian
tanpa ada penggolongan untuk criteria tertentu, sampel yang diambil adalah orang
yang datang untuk memeriksakan diri di Laboratorium Klinik Utama “ Prima
Diagnostika”, untuk mengecek kadar glukosa serum. Subyek yang diteliti diambil
darahnya kemudian dilakukan proses sentrifugasi untuk pengambilan serum darah.
Setelah itu dilakukan uji glukosa darah pada rapid tes dan spektrofotometer dan
hasilnya dibandingkan. Analisis statistic yaitu dengan analisa uji korelasi pearson
dan uji regresi linear sederhana.
Hasil: Dari hasil analisis uji korelasi pearson antara metode standar dengan
rapid tes pada 35 sampel serum didapatkan nilai koefisien korelasi = 0,610. Kategori
korelasi menunjukkan hubungan yang kuat. Dari uji regresi linear sederhana Untuk
persamaan regresinya adalah Y = 140,669 + 0,550x.
Kesimpulan: Terdapat hubungan korelasi kuat antara rapid tes dengan
persamaan regresinya adalah Y = 140,669 + 0,550x.
Kata kunci: Alat uji glukosa darah, spektrofotometer, uji korelasi.

Correlation Test of Glucose Examination Between Rapid Test and
Spectrophotometer
Adhitya Dwi Prabowo1, Adang M Gugun2
1


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2.

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract
Background: Diabetes mellitus is a major cause of morbidity and mortality in
the world. Prevalence of diabetes mellitus has reached epidemic proportions in the
level or several countries and an important concern in the health world. In this new
method has been developed which aims to make a quick confirmation of a rapid
diagnostic test (RDT).
Objective: The purpose of this research is to know the results of glucose by
using quick test method and standard methods and to know and understand the
correlation and regression equation of glucose results between the rapid test method
with standard methods.
Method: This study design is cross - sectional. Research subjects with 35
samples without a specific classification criteria, the samples taken are the ones who
come to see him in the Clinical Laboratory of the "Prima diagnostic", to check the

serum glucose level with. Subjects in the study of venous blood was taken and then
made the process of centrifuges to make the blood serum after conducting tests on the
blood glucose test is quick and spectrophotometer and the results compared. Analysis
of statistical analysis used by the Pearson correlation test and simple linear
regression test.
Result: From the results of the Pearson correlation test and simple linear
regression test can be concluded that there is a strong relationship between the rapid
test with standard methods as indicated by the value of correlation coefficient =
0.610. For the regression equation is Y = 140.669 + 0.550 x.
Conclusion: There is a strong correlation between the rapid test with a
spectrophotometer
Keyword: Glucose meters, spectrophotometer, correlation test

Pendahuluan
Diabetes mellitus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
Prevalensi penyakit diabetes mellitus telah mencapai tingkat atau proporsi epidemic
di beberapa negara dan menjadi sebuah perhatian yang penting dalam dunia
kesehatan. Di Amerika Serikat diabetes diderita oleh 8% dari populasi penduduk usia
dewasa pada tahun 2005.1
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular
mikroangiopati, dan neuropati.2
Uji gula darah selama ini hanya diperoleh dari masyarakat atau pasien yang
datang ke pusat-pusat kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Upaya deteksi
dini terhadap penyakit ini seperti skrining kadar gula darah belum pernah dilakukan.
Perlunya deteksi dini dilakukan adalah untuk pengendalian dan mencegah terjadinya
komplikasi. Deteksi dini terhadap diabetes mellitus dapat dilakukan melalui skrining
dengan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu.3
Pemeriksaan gula darah sewaktu ini bertujuan untuk skrining diabetes
mellitus sebagai upaya deteksi dini terhadap penyakit ini. Upaya deteksi dini diabetes
mellitus dengan melakukan skrining diharapkan dapat menurunkan resiko komplikasi
dan meningkatkan upaya pengendalian sehingga dapat meningkatkan upaya
pengendalian sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia
hidup penderita.3

Rapid tes sama halnya dengan alat uji diagnostik yang lain seperti
spektrofotometer yang sering digunakan di rumah sakit sebagai alat penunjang suatu
diagnosis. Masing-masing alat uji pada intinya mempunyai kegunaan dan fungsi yang

sama,oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui korelasi rapid
diagnostic test (RDT) dengan standar baku uji glukosa darah dan juga untuk
mengetahui apakah dapat digunakan sebagai alat uji diagnosis atau hanya sebagai alat
uji skrining.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pemeriksaan glukosa
antara metode rapid test dengan metode standard dan untuk mengetahui serta
memahami korelasi dan persamaan regresinya.
Bahan dan Cara
Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik yang telah
dilakukan pengambilan sampel serum sebanyak 35 sampel secara random kemudian
diuji kadar glukosanya dengan rapid tes dan dibandingkan dengan standar
laboratorium yaitu spektrofotometer. Desain penelitiannya adalah cross – sectional.
Populasi penelitian ini adalah orang yang datang untuk memeriksakan diri di
Laboratorium Klinik Utama “ Prima Diagnostika”, untuk mengecek kadar glukosa
dalam serum. Subyek yang diteliti diambil darah venanya kemudian dilakukan proses
sentrifugasi untuk pengambilan serum darah setelah itu dilakukan uji glukosa darah
pada rapid tes dan spektrofotometer dan hasilnya dibandingkan.
Alat dan bahan penelitian yang digunakan rapid diagnostic test (one touch),
spektrofotometer, dan serum. Pada pemeriksaan gula darah dengan metode standar,
uji validitas sudah dilakukan sesuai prosedur kerja laboratorium yang dilakukan


berdasarkan kualitas control harian. Uji realibilitas dilakukan uji control harian yang
dilakukan beberapa kali. Sedangkan pemeriksaan gula darah dengan rapid test, uji
validitas dilakukan melalui kadar glukosa serum yang telah dilakukan pengujian
dengan pemeriksaan standar di laboratorium. Uji reliabilitasnya dilakukan dengan uji
pengulangan dengan serum yang sama untuk mengetahui konsistensi hasil uji gula
darah.
Variabel pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah, rapid tes dan
spektrofotometer. Data yang didapat kemudian akan dianalisa menggunakan program
statistic SPSS versi 15 dengan analisa uji korelasi pearson dan uji regresi linear
sederhana. Mengetahui interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p,
kekuatan korelasi, serta arah korelasinya.
Hasil
Dari data hasil penelitian hubungan korelasi antara rapid tes dengan
spektrofotometer pada pemeriksaan glukosa darah grafik yang ditampilkan adalah
sebagai berikut.

Gambar 1: Grafik kadar glukosa darah pada pemeriksaan rapid tes dengan
spektrofotometer


Dari hasil uji korelasi pearson menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara
rapid tes dengan spektrofotometer, yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Analisa korelasi
Korelasi
R
Pemeriksaan
glukosa 0,610
darah antara rapid tes
dengan spektrofotometer

sig
0,000

Dari hasil uji regresi linear sederhana didapatkan persamaan regresinya adalah
Y = 140,669 + 0,550x. Analisa regresinya ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Analisa regresi
Variabel
r
Rapid tes dengan 0,610
spektrofotometer


R square
0,373

Sig
0,000

Diskusi
Pada hasil uji korelasi pearson yang telah dilakukan didapatkan bahwa hasil
uji menunjukkan korelasi kuat, yang berarti alat uji rapid tes mempunyai hubungan
yang kuat dengan metode standar. Dari hasil data penelitian yang dilakukan sebanyak
35 sampel terdapat perbedaan hasil keluaran antara rapid tes dengan metode standar,
tetapi setelah dilakukan uji korelasi pearson angka r atau koefisien korelasi
menunjukkan 0,610. Berdasarkan interpretasi hasil uji korelasi nilai r pada penelitian
berada diantara rentang nilai 0,60-0,799 yang berarti menunjukkan korelasi kuat.
Perhitungan secara statistic menggunakan spss 15 yang menunjukkan bahwa
rapid tes dan spektrofotometer memiliki korelasi yang kuat meskipun secara kasat
mata terdapat data yang memiliki perbedaan yang cukup jauh. Hal ini bisa saja terjadi

mengingat cara kerja statistic yang menghasilkan keluaran berupa rerata dari seluruh

data. Jadi semakin banyak dan semakin bervariasi nilai keluaran dari data yang
digunakan maka semakin kuat korelasi yang akan dihasilkan.
Pada penelitian ini menggunakan sampel yang sama yang kemudian di uji
dengan dua metode yang berbeda yaitu metode rapid tes dan spektrofotometer atau
uji standar. Sampel yang digunakan adalah serum yang utama digunakan dalam
pemeriksaan standar atau spektrofotometer. Dari hasil analisis uji statistik seharusnya
didapatkan hasil korelasi yang sangat kuat karena sampel yang digunakan pada kedua
alat uji adalah serum, tetapi setelah dilakukan uji statistik dengan korelasi pearson
hasilnya hanya menunjukkan korelasi kuat.
Faktor-faktor yang membuat hasil tidak optimal bisa dimungkinkan karena
sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan hasil dari rapid tes, termasuk
teknik operator, paparan lingkungan, fisiologis pasien serta efek obat. Semua alat uji
rapid tes rentan terhadap panas dan dingin, karena enzim adalah protein yang bisa
mengubah sifat sesuatu benda menjadi tidak aktif pada suhu ekstrem. Meskipun
dikemas dalam keadaan kering, paparan dari enzim untuk kelembaban prematur
menyebabkan rehydrate protein dan membatasi reaktivitas mereka ketika digunakan
untuk pengujian pasien. Reagen sekali pakai untuk alat uji glukosa darah, oleh karena
itu harus dilindungi dari suhu ekstrim dan kelembaban. Kondisi tersebut bisa terjadi
ketika memindahkan reagen luar di musim panas atau musim dingin. Test strip tidak
boleh disimpan dalam kendaraan tertutup untuk waktu yang lama dan harus

dilindungi dari hujan, salju, dan unsur-unsur lingkungan lainnya. Bagian detektor dari
meter terdiri dari elektronik, sehingga juga harus dilindungi dari suhu ekstrim dan

kelembaban. Banyak alat uji glukosa sekarang ini yang memiliki cek suhu internal
untuk mencegah penggunaan alat uji di luar toleransi yang diterima dengan
memblokir hasil dari pasien atau menampilkan kode eror jika kondisi sekitar suhu
dan kelembaban diluar batas toleransi. Alat uji glukosa darah juga tidak boleh
terendam air pada saat pembersihan dan harus dilindungi dari kelembaban, seperti
perangkat elektronik.4,5
Studi yang membandingkan kinerja meter glukosa pada temperatur yang
berbeda dan ketinggian tiga meter dibawa ke Mt. Kilimanjaro, Tanzania, di mana
mereka membaca 50,214 dan 367 mg/dl pada sampel yang sama. Hal ini menegaskan
bahwa hasil yang tidak dapat diperoleh ketika teknologi meter ditekankan pada
kondisi lingkungan yang ekstrim.4
Penggunaan alat uji rapid tes sampel yang utama digunakan adalah kapiler,
kadar glukosa kapiler dan plasma memiliki beberapa karakteristik fisiologis yang
berbeda karena pada kapiler terdiri dari dominan plasma dan sel. Di laboratorium,
pengukuran glukosa pada sampel plasma yaitu sampel darah disentrifugasi, diikuti
dengan penghilangan komponen selular sel darah merah memiliki air dan kadar
glukosa lebih rendah dari plasma. Sebagai akibatnya, konsentrasi glukosa darah

secara keseluruhan kurang dari 11% dari kadar glukosa plasma.5,6
Kalibrasi merupakan salah satu potensi sumber kesalahan glukosa meter.
Beberapa meter glukosa memerlukan pasien atau operator untuk menyisipkan kode
kalibrasi berdasarkan banyaknya strip uji yang digunakan untuk analisis. Baum dan
rekannya melakukan penelitian untuk memperkirakan pentingnya ketepatan coding
pada hasil meter dan klinis decisions. Penelitian ini menunjukkan penyimpangan

yang lebih besar dari ± 30% (-31,6% menjadi 60,9%) ketika hasil diperoleh dengan
meter miscalibrated. Beberapa meter miscoded dan kombinasi pengujian strip,
kesalahan analisis grid menunjukkan >90% dari hasil jatuh dalam zona ketepatan
klinis yang akan mengarah pada perubahan pada tindakan klinis. Ketidakakuratan
tersebut tidak ditemukan pada perangkat SMBG yang memiliki kalibrasi otomatis
atau kode fitur. Selain edukasi pada pasien yang tidak memadai tentang prosedur
pengujian dan kondisi penyimpanan, kepatuhan pasien tetap menjadi masalah utama,
terutama di kelompok pasien tertentu seperti remaja atau keluarga. Data yang
diperoleh dan bahkan instrumen yang paling canggih dapat menyesatkan jika,
misalnya, tanggal dan waktu meter tidak benar. Dalam sebuah penelitian, hanya 40%
dari pasien, meter mereka diprogram dengan tanggal dan waktu dalam waktu satu jam
dari yang sebenarnya. Temuan ini menekankan pentingnya edukasi untuk hasil
glukosa akurat.4
Pasien mungkin memiliki beberapa masalah medis yang dapat mempengaruhi
pembacaan meter glukosa di unit perawatan intensif seperti hipotensi, anemia atau
polisitemia, dan asidemia. Hipotensi menyebabkan perfusi berkurang, stagnasi darah,
dan kadar glukosa lebih rendah karena metabolisme jaringan yang sedang
berlangsung. Hipotensi berpotensi dapat meningkatkan perbedaan antar sampel darah
kapiler dan vena glukosa dikumpulkan pada waktu yang sama untuk evaluasi akurasi
meter. Perfusi pada masalah serupa bisa terjadi pada pasien trauma dan shock. Tinggi
ketegangan oksigen palsu pada pasien yang menerima terapi oksigen dapat menekan
hasil glukosa meter, sedangkan hipoksia palsu dapat meningkatkan hasil glukosa.
Tingkat glukosa bisa diremehkan pada pasien dengan hematokrit yang tinggi, seperti

di unit perawatan intensif neonatal infants. Di sisi lain, pada pasien dengan anemia
sekunder untuk alasan seperti kanker, kemoterapi, kehilangan darah, sering terlihat
pada periode pemulihan pascaoperasi, kadar glukosa dapat overestimated. Obatobatan yang diambil oleh pasien dapat mengganggu pada pembacaan alat uji glukosa
darah. Dopamin dapat mempengaruhi hasil glukosa pada alat uji glukosa darah
dengan standar dehidrogenase. Manitol dapat mengganggu pada beberapa alat uji
glukosa darah dengan standar oksidase. Icodextrin, biasanya digunakan sebagai agen
osmotik untuk dialisis peritoneal, dapat dimetabolisme untuk maltosa yang bereaksi
sebagai glukosa, meningkatkan hasil palsu pada beberapa alat uji glukosa dengan
standar dehidrogenase. Oleh sebab itu ada berbagai faktor yang dapat mengganggu
akurasi dari alat uji glukosa darah.4
Akurasi meter glukosa dapat ditingkatkan dengan observasi periodik teknik
pengujian pasien, pertanyaan tentang penyimpanan strip, pengajaran perlunya
kalibrasi yang tepat, dan pengujian secara berkala terhadap solusi pengendalian
(disediakan dengan meteran glukosa) untuk memverifikasi teknik dan reaktivitas
meter dan uji strip reagen. Jika keraguan berlanjut mengenai akurasi meter, meteran
glukosa

dapat

diperiksa

terhadap

akurasi

meter

yang

diketahui

dengan

membandingkan spesimen terhadap metode laboratorium.4,7
Kesimpulan
Dari hasil uji korelasi antara rapid tes dengan spektrofotometer menunjukkan
korelasi yang kuat dan persamaan regresi antara rapid tes dengan spektrofotometer
adalah Y = 140,669 + 0,550x.

Daftar Pustaka
1. Lin Wee, 2005. The impact of diabetes mellitus and other chronic medical

conditions on health-related Quality of Life: is the whole greater than the sum
of its parts. Health and quality of life outcomes.
2. Huriawati Hartanto, 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit.
3. Hardjoeno H,2003. Interpretasi hasil tes laboratorium diagnostic.
4. Ksenia Tonyushkina,2009. Glucose Meters: A Review of Technical

Challenges to Obtaining Accurate Results. J Diabetes Sci Technol. 2009 July;
3(4): 971–980.
5. Helen Lunt, Christopher Florkowski, Michael Bignall, Christopher
Budgen,2010. JURNAL OF NEW ZEALAND MEDICAL ASSOCIATION 5
–MARC-2010 VOL 123NO 1310.
6. Tocharoenvanich P, 2007. The accuracy of home glucose monitor, AccuCheck Advantage. Division of Social Medicine, Hatyai Regional Hospital,
Hat Yai, Songkhla, 90110, Thailand Songkla Med J 2007;25(1):49-60
7.

W L Clarke, D Cox, L A Gonder-Frederick, 2010. Evaluating clinical
accuracy of systems for self-monitoring of blood glucose.