A. KEMENTRIAN AGAMA SEBAGAI MANAGER KEHI

A. KEMENTRIAN AGAMA SEBAGAI MANAGER KEHIDUPAN BERAGAMA DI
INDONESIA
Tugas Kementerian Agama adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat
beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin,
Ada lima yang menjadi program strategis, yaitu :
1. peningkatan kualitas kehidupan beragama,
2. peningkatan kualitas kerukunan umat beragama,
3. peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan,
4. peningkatan pelayanan ibadah haji,
5. serta tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Untuk itu ia mengingatkan bahwa tolok-ukur keberhasilan program tersebut tak
seluruhnya dapat dituangkan dalam grafik dan angka-angka yang bersifat kualitatif.
Peningkatan kualitas kehidupan beragama, kerukunan umat beragama, serta pendidikan
agama dan keagamaan mencakup dimensi pembangunan manusia dan perubahan masyarakat,
yang tentu pula membutuhkan proses dan waktu untuk menikmati hasilnya1
B. PONDOK PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM TERTUA DI
INDONESIA
Istilah pondok pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau
pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang
sama, kecuali sedikit perbedaan. Pada pesantren, santrinya tidak
disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren tersebut. Mereka

tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri kalong) dimana
cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama islam diberikan
dengan system wetonan yaitu para santri dating berduyun-duyun pada
waktu-waktu tertentu.2
Sebagai institusi pendidikan islam yang dinilai paling tua, pondok
pesantren memiliki akar tramsmisi sejarah yang jelas. Orang yang
pertama kali mendirikanya dapat dilacak meskipun ada sedikit perbedaan
pemahaman. Di kalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pemahaman
pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian
mereka menyebutkan syaikh maulana malik Ibrahim, yang dikenal dengan
syaikh magribi, dari Gujarat, india, sebagai pendiri atau pencipta pondok
pesantren yang pertama di jawa. 3

1

. Suryadharma ali
. Lihat dalam kajian pustaka di atas, penulis-penulis yang memeiliki berbagai latar belakang
memakai pesantren seperti Zamakhsyari Dhofer, Karel A, Stenbrink, Mastuhu, Saifuddin
Zuhri, Sindu Galba , M. Dawam Rahardjo, Martin Vanbruinessen, Manfred Ziemek.
3

. Lihat misalnya yunus, sejarah pendidikan islam di Indonesia, (Jakarta; hidakarya agung,
1985), h. 231
2

Muh. Said dan junimar afan menyebut sunan ampel atau raden rahmat
sebagai pendiri pondok pesntren pertama di kembang kuning Surabaya. 4
Bahkan kiai machrus aly menginformasikan bahwa disamping sunan
ampel (raden rahmat) Surabaya, ada ulama yang menganggap sunan
gunung jati (syaikh syarif hidayatullah) di Cirebon sebagai pendiri
pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya
dalam khalwat, beribadah secara istiqamah untuk ber-taqarrub kepada
allah.5 Namun secara esensial dapat diyakini bahwa wali yang berasal dari
Gujarat ini memang telah mendirikan pondok pesantren di jawa sebelum
wali lainya.
Menurut S.M.N. Al-attas, maulana malik Ibrahim itu oleh kebanyak ahli
sejarah dikenal sebagai penyebar pertama islam di jawa yang
mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara jawa, bahkan berkali-kali
mencoba menyadarkan raja hindu-budha majapahit , vikramavardhama
(berkuasa 1386-1429) agar sudi masuk islam. 6 Sementara itu diidentifkasi
bahwa pesantren mulai eksis sejak munculnya masyarakat islam di

nusantara.7 Akan tetapi mengingat pesantren yang dirintis maulana malik
Ibrahim itu belum jelas sistemnya,maka keberadaan pesntrenya itu masih
dianggap spekulatif dan diragukan.
Mengenai teka-teki siapa pendiri pondok pesantren pertama kali di
jawa khususnya, agaknya analisis lembaga research islam (pesantren
luhur) cukup cermat dan dapat dipegangi sebagai pedoman. Dikatakan
bahwa maulana malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama sendi-sendi
berdirinya pesantren. Sedangkan imam rahmatullah (raden rahmat atau
sunan ampel) sebagai wali Pembina pertama di jawa timur.8
Adapun sunan gunung jati (syaikh syarif hidayatullah) mendirikan
pesantren sesudah sunan ampel, bukan bersamaan. Sebagian ulama yang
memandang sunan gunung jati sebagai pendiri pesantren pertama
mungkin saja benar, tetapi khusus di wilayah Cirebon atau secara umum
jawa barat, bukan di jawa secara keseluruhan.9
Pada awal rintisannya, pondok pesantren bukan hanya menekankan
misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih
menonjol. Mastuhu melaporkan bahwa pada periode awalnya pesantren
berjuang melawan agama dan kepercayaan serba tuhan dan takhayyul,
pondok pesantren tampil membawakan misi agama tauhid. 10 Pondok
pesantren berjuang melawan perbuatan maksiat seperti perkelahian,

perampokan, pelacuran, perjudian dan sebagainya. Akhirnya pondok
4

. Muh. Said dan junimar afan, mendidik dari zaman ke zaman, (Bandung: jemmars, 1987),
h. 53.
5
. Machrus Aly, “Hakikat Cinta Pondok Pesantren, (Jakarta: PT. Paryu Barkah, t.t), h. 40.
6
. S.M.N. Al-attas, preliminary statement on a general theory of the islamization of the
malay-indonesian archipelago, (kuala lumpur: dewan bahasa dan pustaka, 1969), h. 12-13.
7
. Ahmad qadri abdillah azizy, “memberdayakan pesantren dan madrasah”, (Yogyakarta:
kerjasama IAIN Walisongo semarang dengan pustaka belajar, 2002), h. vii.
8
. Pesantren luhur, sejarah, h. 53.
9
. Ibid., h. 36
10
. Mastuhu, dinamika, h. 147.


pesantren berhasil membasmi maksiat, kemudian mengubahnya menjadi
masyarakat yang aman, tentram dan rajin beribadah.11
Menurut ma`ahum fungsi pondok pesantren semula mencakup tiga
aspek yaitu Fungsi religious (diniyyah), Fungsi sosial (ijtimaiyyah), Fungsi
edukasi (tarbawiyyah).12 Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga
sekarang.13 fungsi lain adalah sebagai Pembina moral dan kultural.
Disamping itu pondok pesantren juga berperan dalam berbagai bidang
lainya secara multidimensioanal baik berkaitan langsung dengan aktivitasaktivitas pendidikan pesantren maupun diluar wewenangnya. Dimulai dari
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,hasil dari berbagai observasi
menunjukan bahwa pesantren tercatat memiliki peranan penting dalam
sejarah pendidikan ditanah air dan telah banyak memberikan sumbangan
dalam mencerdaskan rakyat.14
Pondok pesantren juga terlibat langsung menanggulangi bahaya
narkotika. Wahid menyatakan bahwa disalah satu pondok pesantren besar
dijawa timur, seorang kiai mendirikan sebuah SMP, untuk menghindarkan
penggunaan narkoba di kalangan santri yang asalnya putra-putri mereka
disekolahkan diluar pesantren.15 Bahkan pondok pesantren suryalaya sejak
1972 telah aktif membantu pemerintah dalam masalah narkotika dengan
mendirikan lembaga khusus untuk menyembuhkan korbanya yang disebut
“pondok remaja inabah”.16

C. MASA DEPAN PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
Masa depan sekolah Islam di Indonesia kini diperebutkan. Bukan karena mereka beresiko
punah, tapi karena mereka kini dipandang serius, termasuk dalam dekake terakhir ini di mana
Pemerintah Australia turut mengucurkan dana lewat program AUSAID. Dukungan Australia
banyak mengalir ke sekolah-sekolah Islam dalam berbagai program untuk meningkatkan
standar pendidikan.
Jamhari Makruf menuturkan, hal tersebut bisa dipahami, mengingat di sekolah-sekolah
Islam, ada potensi kemunculan radikalisme agama dan jika kita mengingat sosok Abu Bakar
Ba'ashir, tokoh ideologis Jamaah Islamiyah, ia memimpin sebuah pesantren yang terkait
dengan pejuang jihad. “Dalam dua atau tiga tahun ini ada sekitar 300 pesantren yang didanai
Australia. Saya pikir dampaknya cukup besar,” ujar Jamhari.
Ia menuturkan, ada semacam ‘perang &rsquo antara kelompok Islam konservatif dan
progresif, namun institusi pendidikan Islam harus mampu mencetak Muslim yang mengerti
11

. Abubakar aceh, sejarah hidup k.h.a wahid hasyim dan karangan tersiar, (Jakarta: t.p.,
1957), h. 77.
12
. Ma’shum, ajakan, h. 119.
13

. Mastuhu, dinamika, h. 59.
14
. Departemen Agama RI., 1984/1986, h. 1.
15
. Wahid dalam rahardjo(ed.), pesantren, h. 47.
16
. Sindu galba, pesantren sebagai wadah komunikasi, editor ririn manan, (Jakarta: rineka
cipta, 1985), h. 4.

pengajaran agama yang modern, memahami karakter orang Indonesia dengan perspektif
global.
Membangun ikatan antara sistem pendidikan Islam dan institusi modern seperti
demokrasi, nilai-nilai sipil, masyarakat sipil, dan tata kelola yang baik akan menjadi hal
penting untuk mewujudkan sistem pendidikan Islam yang baru di Indonesia.
“Kami berusaha memahami konsep agama dan Ketuhanan Barat. Di saat yang sama, kami
juga harus mencari teori dan konsep yang pas dalam tradisi kami sehingga kita bisa bertemu
di tengah. Saya tak sepakat dengan adanya Islamisasi pengetahuan karena ini menyiratkan
bahwa ada pembedaan, jurang yang cukup besar antara Island an ilmu pengetahuan. Kami
yakin bisa tercapai integrasi di antara dua konsep ini,” kemuka Jamhari.


D. Pendidikan Agama di sekolah Umum
Pendidikan agama Islam pada hakikatnya adalah upaya transfer nilai-nilai agama,
pengetahuan dan budaya yang dilangsungkan secara berkesinambungan sehingga nilai-nilai
itu dapat menjadi sumber motivasi dan aspirasi serta tolok ukur dalam perbuatan dan sikap
maupun pola berpikir. Sementara tekad bangsa Indonesia yang selalu ingin kembali kepada
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sangat kuat. Berdasarkan tekad itu
pulalah maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya semakin mendapat
tempat yang kuat dalam organisasi dan struktur pemerintahan.
Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi mata pelajaran berakar
dari pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan pemerintah penjajah. Usaha
menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran agama ini menemukan momentumnya setelah
terbit UU No. 4 Tahun 1950 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951 yang menjamin adanya pendidikan agama di sekolah
umum.
Pembangunan Nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian,
keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani antar bidang
material dan spritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang.
Pembangunan seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama. Di sisi lain,

yang menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman
bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang
dan serasi antara lahiriah dan rohaniah.
Peranan Pendidikan Islam di Sekolah Umum diketahui bahwa agama (Islam) dan
pendidikan adalah dua hal yang satu sama lain saling berhubungan. Melalui agama, manusia
diarahkan menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Proses
pengembangannya adalah melalui pendidikan. Karena dengan pendidikan orang akan menjadi
lebih dewasa dan lebih mampu baik dari segi kecerdasannya maupun sikap mentalnya.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Dawam Raharjo (2002: 85), bahwa agama
dimaksudkan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dengan pertama-tama
mengarahkan siswa menjadi “manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa”.
Di samping itu juga, agama memberikan tuntunan yang jelas kepada manusia, mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana pula yang harus
ditinggalkan, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Sementara pendidikan
itu sendiri menurut Jalaluddin (2005:57), pada hakikatnya merupakan proses dan aktivitas
pengembangan system nilai yang difokuskan pada pengembangan akhlaq al-karimah pada diri
individu.
Oleh karena itu, pengembangan potensi individu dalam segala aspeknya harus mengarah

pada nilai-nilai akhlak mulia ini. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah memerlukan
suasana interaksi antara guru dan siswa yang sifatnya lebih mendalam, lahir dan batin. Figur
guru agama bukan sekadar “penyampai” materi pelajaran, tetapi lebih dari itu adalah sebagai
“sumber spiritual” dan sekaligus sebagai “pembimbing.”
Sehingga terjalin hubungan pribadi yang mendekat antara guru dan siswa dan mampu
melahirkan keterpaduan bimbingan ruhani dan akhlak dengan materi pengajarannya.
Karena itu, fungsi dan peran guru agama tidak cukup hanya bermodal “profesional” semata,
tetapi perlu pula didukung oleh kekuatan “moral.” Begitu pula tentang mutu pendidikan
agama dan pencapaian prestasi siswa tidak dapat begitu saja diukur lewat tabel-tabel statistik.
Mutu dan keberhasilan pendidikan agama mestinya diukur dengan totalitas siswa sebagai
pribadi dan sosial. Perilaku dan kesalehan yang ditampilkan dalam keseharian lebih penting
dibandingkan dengan pencapaian nilai (angka) 9 atau A. Karena itu, menurut Malik Fadjar
(2005: 196-197) mutu maupun pencapaian pendidikan agama perlu diorientasikan kepada halhal sebagai berikut.
a). Tercapainya sasaran kualitas pribadi, baik sebagai manusia yang beragama maupun
sebagai manusia Indonesia yang ciri-cirinya dijadikan tujuan pendidikan nasional.
b). Integrasi pendidikan agama dengan keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang
lain.
c). Tercapainya internalisasi nilai-nilai dan norma-norma keagamaan yang fungsinya secara
moral untuk mengembangkan keseluruhan system sosial dan budaya.
d). Penyadaran pribadi akan tuntutan hari depannya dan transformasi sosial serta budaya yang

terus berlangsung.
e). Pengembangan wawasan ijtihadiyah (cerdas rasional) di samping penyerapan ajaran secara
aktif.
E.