Identifikasi dan Potensi Limbah Hasil Pemanenan Kayu Eukaliptus Klon Ind 47di HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Tele , Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Hasil Hutan
Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu
merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu
dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan kayu. Kegiatan pemanenan
kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:
1. Penebangan, yaitu mempersiapkan kayu seperti menebang pohon serta
memotong kayu sesuai dengan ukuran batang untuk disarad.
2. Penyaradan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari tempat penebangan
ketepi jalan angkutan.
3. Pengangkutan, yaitu usaha untuk mengangkut kayu dari hutan ketempat
penimbunan atau pengolahan kayu.
4. Penimbunan, yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum
digunakan atau dipasarkan, dalam keadaan ini termasuk pemotongan ujungujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun.
Conwey (1982) dalam Sari (2009) menjelaskan bahwa kegiatan pemanenan
kayu meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Penebangan
Penebangan merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat
yang dapat diangkut keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan dilakukan
dengan menggunakan empat prinsip yaitu meminimalkan kecelakaan,

meminimalkan kerugian dan kerusakan pohon, memaksimalkan nilai produk
kayu bulat dari tiap pohon dan tidak menyulitkan kegiatan selanjutnya.

3
Universitas Sumatera Utara

4

Kegiatan penebangan kayu pada hutan alam dilakukan dengan menggunakan
batas diameter dimana pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon-pohon
dengan diameter sama atau lebih besar dari 50 cm untuk hutan produksi tetap
dan diatas 60 cm untuk hutan produksi terbatas. Sebelum dilakukan
penebangan, perlu dilakukan penentuan arah rebah yang tepat untuk mengatasi
kerusakan yang mungkin akan timbul menjadi seminimal mungkin. Arah rebah
yang benar akan menghasilkan kayu yang sesuai dengan yang diinginkan dan
kecelakaan kerja dapat dihindari serta dapat menekan terjadinya kerusakan
lingkungan.
2. Penyaradan
Penyaradan merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan kayu dari tempat
penebangan (petak tebang) ke tempat pengumpulan kayu sementara (TPn)

yang terletak di pinggir jalan angkutan. Penyaradan merupakan tahap awal dari
kegiatan pengangkutan kayu dimana penyaradan disebut sebagai Minor
Transportation. Tujuan dari kegiatan penyaradan adalah memindahkan kayu
dengan cepat dan murah.
3. Muat Bongkar Kayu Pemuatan Kayu
Muat Bongkar Kayu Pemuatan kayu merupakan kegiatan memindahkan kayu
dari tanah ke atas kendaraan angkut yang dilakukan di TPn maupun tempat
penimbunan kayu (TPK). Sedangkan pembongkaran adalah kegiatan
menurunkan kayu dari atas alat angkut ke TPK atau di Industri. Dalam
kegiatan pemuatan kayu diperlukan tiga prinsip yaitu cepat, ekonomis dan
peralatan harus selalu siap.

Universitas Sumatera Utara

5

4. Pengangkutan
Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan log/kayu dari tempat
tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik atau logpond atau logyard
ataupun langsung ke konsumen. Kegiatan pengangkutan ini disebut dengan

istilah major transportation.
Juta (1954) dalam Puspitasari (2005) menyebutkan pemanenan hutan dengan
menggunakan istilah pemungutan hasil hutan, yaitu pemungutan hasil hutan
berupa kayu merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan penebangan,
penggarapan batang, penyaradan, pengangkutan, penimbunan, dan penjualan hasil
hutan dengan tujuan mencukupi kebutuhan konsumen akan kayu.Pemanenan
hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi, dan
sosial. Adapun tujuan dari kegiatan pemanenan adalah memaksimalkan nilai
kayu, mengoptimalkan pasokan bahan baku industri, meningkatkan kesempatan
kerja dan mengembangkan ekonomi daerah.
Limbah Pemanenan
Batasan pengertian limbah penebangan adalah bagian pohon yang
ditebang sampai batas diameter tertentu karena sesuatu hal ditinggalkan di hutan
padahalsesungguhnya masih dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang
ada.Berdasarkan pengamatan di lapangan, limbah yang ditimbulkan kegiatan
pemanenandi hutan tanaman biasanya digunakan sebagai bahan bakar pabrik yang
ada di sekitarhutan, dan sebagian sisa limbah tersebut dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar hutan (Sukadaryati dkk, 2005).
Matangaran et al (2013) menyatakan limbah pemanenan hutan yang
dimaksud adalah sisa atau residu berupa potongan kayu yangditinggalkan di


Universitas Sumatera Utara

6

dalam hutan. Limbah ini merupakanlimbah organik berupa batang kayu yang
tidakberbahaya terhadap lingkungan tetapi besarnyalimbah ini menunjukkan
tingkat efisiensi pemanenanhutan. Batang pohon tidak seluruhnya dikeluarkandari
hutan tetapi sebagian ditinggalkan didalam hutansebagai limbah kayu. Limbah
kayu atau limbahpembalakan didefinisikan sebagai kayu yang tidakatau belum
dimanfaatkan pada kegiatan pemanenanhutan yang berasal dari pohon yang boleh
ditebangberupa sisa pembagian batang, tunggak, ranting danpucuk. Limbah
pemanenan hutan berupa kayu dapatberbentuk tunggak, batang, cabang dan
potonganpendek yang dapat terjadi di petak tebang, tempatpengumpulan kayu
(TPn) dan tempat penimbunan kayu (TPk).
Waste atau wood waste diartikan sebagai sisa-sisa atau bagian kayu yang
dianggap tidak bernilai ekonomis lagi dalam suatu proses tertentu, pada waktu dan
tempat tertentu, namun mungkin masih bisa dimanfaatkan pada proses yang
berbeda, pada waktu dan tempat yang berbeda pula. Limbah pemanenan kayu
adalah bagian dari pohon yang ditebang yang tidak dapat dimanfaatkan karena

adanya cacat dan rusak berdiameter kecil serta panjang tidak memenuhi syarat
untuk tujuan penggunaan tertentu, termasuk juga bagian pohon pada tegakan
tinggal yang menjadi rusak karena kegiatan penebangan, penyaradan dan
pembuatan jalan hutan (Direktorat Jenderal Kehutanan (1973)
Menurut Widarmana, et al (1973); dalam Sari (2009) yang menggunakan
istilah logging waste bagi limbah pemanenan kayu.Logging waste adalah limbah
kayu yang terjadi akibat kegiatan penebangan kayu (logging). Dengan demikian
waste tersebut dapat terjadi di tempat tebangan, sepanjang jalan sarad, sepanjang
jalan angkutan, di tempat pengumpulan kayu dan ditempat penimbunan kayu

Universitas Sumatera Utara

7

seperti di TPn atau TPK (di hutan jati), atau di logdeck dan logpond (di hutan
rimba di luar Jawa).
Meulenhoff (1972); dalam Fadhli (2005) mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan limbah atau sisa kayu ialah :
1. Tunggak-tunggak yang berbanir maupun yang tidak berbanir.
2. Ujung pohon atau bagian pohon diatas batang bebas cabang, termasuk cabang

dan ranting.
3. Sisa batang bebas cabang setelah dipotong-potong dengan panjang tertentu.
4. Kayu bulat yang tidak memenuhi syarat pengujian kayu karena cacat, bengkok
atau pecah.
5. Pohon-pohon yang belum dikenal atau yang belum ada pemasarannya (non
komersil).
6. Pohon-pohon lain yang rusak akibat kegiatan penebangan.
Sisa kayu banyak terdapat di hutan dan di TPn disebabkan karena upaya
memperoleh kayu bulat dengan kualitas ekspor, dimana untuk menghasilkan
sortimen berkualitas tinggi tersebut sering dilakukan dengan memotong batang
untuk mendapat ukuran tertentu dan membuang bagian-bagian yang rusak dan
bercacat, sehingga menimbulkan sisa berupa limbah.
Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu
Direktorat Jenderal Kehutanan 1973 menyatakan bahwa berdasarkan
pengerjaan kayunya (wood processing), limbah kayu dapat dibedakan menjadi
logging waste yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan dan processing wood
waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu seperti pada
pabrik penggergajian, mebel dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


8

Sastrodimedjo dan Simarmata 1978 dalam Sasmita (2003) mnyatakan bahwa
berdasarkan tempat terjadinya limbah dapat dibedakan menjadi:
a. Limbah yang terjadi di areal tebangan (cutting area), limbah tebangan ini dapat
berupa kelebihan tunggak dari yang diijinkan, bagian batang dari pohon yang
rusak, cacat, potongan-potongan akibat pembagian batang dan sisa cabang dan
ranting.
b. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu (TPn), batang-batang yang
tidak memenuhi syarat baik kualitas maupun ukurannya.
c. Limbah yang terjadi di tempat penimbunan kayu (TPK), umumnya terjadi
karena penolakan oleh pembeli karena log sudah terlalu lama disimpan
sehingga busuk, pecah dan terserang jamur.
Limbah yang terdapat di petak penebangan berasal dari pohon yang ditebang
terdiri dari limbah di bawah cabang pertama yaitu tunggak dan batang bebas
cabang, serta limbah di atas cabang pertama yaitu limbah batang bagian atas dan
dahan. Pada umumnya limbah yang yang terjadi berupa kerusakan kayu yang
diakibatkan oleh kegiatan penebangan. Volume limbah penebangan dihitung
berdasarkan volume per hektar dan volume per pohon. Volume per hektar adalah

volume limbah total limbah dari pohon yang ditebang dibagi dengan luasan petak
contoh, sedangkan volume pohon per pohon adalah jumlah limbah yang terjadi
pada setiap pohon yang ditebang.Kegiatan di petak tebang yaitu penebangan dan
pembagian batang merupakan penyebab terjadinya limbah yang dominan.
Besarnya limbah yang terjadi di petak tebang dikarenakan banyaknya
penyimpangan yang dilakukan oleh penebang dan tidak adanya pengawasan di
petak tebang. Selain itu kegiatan pemotongan dan pembagian batang yang

Universitas Sumatera Utara

9

dilakukan di petak tebang menyebabkan besarnya limbah yang terjadi di petak
tebang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah yang terjadi akibat
kegiatan pemanenan sebagian besar tejadi di petak tebang (Partiani, 2010).
Hidayat (2000) menyatakan bahwa limbah digolongkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan bentuknya
a. Berupa pohon hidup yang bernilai komersial namun tidak dipanen meskipun
dari segi teknis memungkinkan.
b. Berupa bagian batang bebas cabang yang terbuang akibat berbagai faktor,

seperti teknis, fisik, biologi dan lain-lain.
c. Berupa sisa bagian pohon yaitu dahan, ranting, maupun tunggak.
d. Berupa sisa produksi atau akibat proses produksi.
2. Berdasarkan pengerjaan (processing) kayunya.
a. Logging waste, yaitu limbah akibat kegiatan eksploitasi yang dapat berupa
kayu-kayu tertinggal di hutan, ditempat pengumpulan atau penimbunan.
b. Processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri
kayu, seperti pada pabrik penggergajian, plywood dll.
3. Berdasarkan tempat terjadinya.
a. Limbah yang terjadi di tempat penebangan.
b. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu.
c. Limbah yang terjadi di logpond.
Swarna, et al (2013) menyebutkan bahwa limbah pemanenan kayu
berdasarkan bentuknya terdiri atas limbah tunggak, limbah batang bebas cabang,
limbah batang di atas cabang, dan limbah dahan berdiameter minimal 30 cm.
Bentuk limbah kayu akibat kegiatan pemanenan kayu adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

10


1.Limbah tunggak. Tunggak adalah bagian pangkal pohon yang berada di bawah
takik rebah pohon. Tunggak dari hasil kegiatan penebangan pohon rata-rata
lebih tinggi daripada batas yang disarankan untuk hutan alam, yaitu 40 cm ke
atas permukaan tanah. Tinggi tunggak yang terdapat pada areal penelitian ratarata 1,3 m. Kelebihan tinggi tunggak merupakan limbah tunggak yang dapat
dihindari melalui pelatihan dan pengawasan. Penebang memilih membuat takik
rebah yang tinggi untuk kenyamanan pada saat menebang. Selain itu, penebang
kurang tertarik membuat takik rebah serendah mungkin karena pertambahan
premi yang diharapkan dari pertambahan volume tersebut tidak terlalu besar.
2. Limbah batang bebas cabang adalah bagian batang utama yang dianggap
limbah apabila kondisi fisik batang mengadung cacat atau rusak akibat
kegiatan pemanenan kayu. Limbah batas bebas cabang dapat berupa potongan
pendek yang dihasilkan karena adanya trimming di pangkal dan di ujung.
Limbah batang bebas cabang dapat juga berupa kayu bulat panjang dalam
keadaan tidak cacat atau rusak, tetapi sengaja ditinggalkan karena faktor
kesulitan, waktu, dan biaya.
3. Limbah batang di atas cabang adalah bagian batang dari cabang pertama sampai
tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama. Limbah batang di atas
cabang yang ditemukan di areal penelitian berdiameter lebih dari 30 cm dengan
panjang rata-rata mencapai 4 m.

4. Limbah dahan adalah komponen tajuk yang berada di atas cabang pertama yang
berdiameter lebih dari 30 cm dan panjang lebh dari 40 cm. Dahan yang
ditemukan rata-rata dalam keadaaan pecah dan belah.

Universitas Sumatera Utara

11

Widarmana, et al (1973); dalam Sari (2009) menjelaskan bahwa macam
atau bentuk serta volume limbah pemanenan kayu itu berbeda-beda, tergantung
pada :
1. Tingkat efisiensi pemanenan (secara manual atau mekanis).
2. Tujuan pemanenannya, kayu untuk industri dalam negeri, mendapatkan kayu
untuk keperluan lokal, atau kayu untuk ekspor.
3. Jenis serta nilai kayunya (jati, rimba alam atau rimba tanaman).
4. Tempat atau lokasi serta fasilitas prasarana, misalnya jalan angkutan. Makin
tinggi tingkat efisiensi pemanenan kayu, limbah yang dihasilkan akan semakin
berkurang, begitu pula bila nilai ekonomis kayu dan aksesibilitas hutan tinggi.
Soewito (1980); dalam Puspitasari (2005) mengemukakan bahwa limbah
kayu akibat pemanenan di areal tebangan berasal dari dua sumber yaitu bagian
dari pohon yang ditebang yang seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak
diambil dan berasal dari tegakan tinggal yang rusak akibat dilakukannya kegiatan
pemanenan kayu. Limbah dari pohon yang ditebang terjadi karena pengusaha
hanya mengambil bagian kayu yang dianggap terbaik saja sesuai dengan
persyaratan ukuran dan kualitas.
Pemanfaatan Limbah Pemanenan
Kelayakan pemanfaatan limbah pemanenan tergantung pada dua faktor
utama, yaitu :
1. Kesesuaian fisik dari limbah pemanenan untuk menghasilkan produk-produk
tertentu.

Universitas Sumatera Utara

12

2. Nilai produk yang dihasilkan dari limbah pemanenan relatif terhadap biaya
pengolahan dan penerimaan (Timson 1980, dalam Budiaman 2001).
Dewasa ini terdapat beberapa bentuk kemungkinan industri pemanfaatan
limbah kayu seperti : industri papan partikel, papan serat, papan blok, papan
sambungan, papan laminasi, moulding, dowel, furniture, pulp dan kertas, serta
industri arang kayu (Direktorat Pengolahan Hasil Hutan, 1989 dalam
Vriandarhenny, 2012).
Faktor Yang Mempengaruhi Limbah
Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata (1978); dalam Sasmita (2003),
menyatakan bahwa limbah eksploitasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :
1.Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk
ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga
ditinggal dan tidak dimanfaatkan.
2.Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang, pada
musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering.
3.Peralatan, pemilihan macam dan kapasitas alat yang keliru dapat mengakibatkan
tidak seluruh kayu dapat dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggal.
4. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume
limbah yang terjadi.
5. Sistem upah, sistem upah yang menarik akan memberikan perangsang yang
baik terhadap para pekerja sehingga yang bersangkutan mau melaksanakan
sesuai yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

13

6. Organisasi kerja, kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan
kegiatan yang lain dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan bahkan dapat
ditinggal dan tidak sampainya kayu ke tempat yang dituju pada waktu yang
telah ditentukan, menyebabkan menurunnya kualitas kayu.
7. Permintaan pasaran, adanya syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh pasar.
Terjadinya limbah tebangan yang cukup besar disebabkan oleh :
a. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan
b. Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang benar dapat
menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut
barber chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya
dapat dipakai.
c. Kesalahan dalam menentukan arah rebah pohon
d. Dalam melaksanakan penebangan, pada umunya operator chainsaw belum
memperhatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah
kearah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain,
sehingga batang menjadi retak atau pecah. Disamping itu sering pohon
yang ditebang menimpa dan merusak tegakan tinggal.
e. Kesalahan dalam pemotongan batang
f. Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon
tersebut sering kali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan
demikian ini dikerjakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan
pengukur, sehingga menimbulkan limbah.
g. Manajemen kurang baik

Universitas Sumatera Utara

14

h. Sering kali terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu
dengan kegiatan yang lain. Kegiatan penebangan dan penyaradan seolaholah bekerja sendiri-sendiri, sehingga dapat menyebabkan kayu yang
ditebang tidak disarad atau baru disarad setelah beberapa waktu
kemudiankarena tidak diketahui letaknya oleh penyarad.
Faktor Eksploitasi
Faktor eksploitasi (fe) adalah menghitung volume pohon yang diambil dari
banyaknya volume limbah pada suatu penebangan. Nilai faktor eksploitasi sangat
bergantung dari besarnya limbah yang terjadi pada pohon yang ditebang. Apabila
dalam suatu penebangan dari suatu pohon terjadi limbah yang besar maka faktor
eksploitasi dari pohon tersebut kecil, dan sebaliknya. Volume yang seharusnya
dapat dimanfaatkan dari satu pohon yang ditebang adalah 100 %, tetapi pada saat
penebangan dilakukan terjadi limbah kayu baik karena faktor alam, keadaan
pohon, atau karena kesalahan teknis penebangan (Patriani, 2010).
Departemen Kehutanan RI saat ini menggunakan faktor eksploitasi 0,8
dalam menentukan tingkat produksi tahunan, lima tahunan dan 20 tahunan.
Angkatersebut diperoleh dari hasil kesepakatan antara pemegang kebijakan dan
parapakar kehutanan. Berdasarkan hal itu, besarnya faktor eksploitasi yang terjadi
dalam pelaksanaan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, pengangkutanm
sampai logpond atau industri pengolahan kayu) secara mekanis mutlak diperlukan
untuk memberikan informasi tentang besarnya faktor eksploitasi yang tepat dan
membantu perusahaan pengusahaan hutan dalam perencanaan target produksi dan
memudahkan

bagi

Departemen

Kehutanan

dalam

melaksanakan

pengawasan(Lempang et al, (1995) dalam Sari (2009).

Universitas Sumatera Utara

15

Kegiatan penebangan yang baik adalah yang tidak menyisakan limbah
pemanenan. Pengukuran terhadap volume kayu tebangan adalah suatu kegiatan
untuk dapat memprediksi besaran limbah yang tertinggal di lokasi penebangan.
Volume pohon yang diharapkan termanfaatkan, volume batang termanfaatkan,
dan faktor eksploitasi. Nilai Fe yang rendah dapat mengindikasikan bahwa
semakin banyak volume pohon seharusnya termanfaatkan dengan baik agar
menjadi limbah pemanenan. Semakin tinggi nilai Fe maka akan semakin baik,
karena mengindikasikan semakin minimnya limbah kayu yang dihasilkan (Mansur
et al, 2013)
Menurut Idris dan Wesman (1995); dalam Sari (2009) menyatakan bahwa
tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh :
1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat
kayu,penyebaran, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran.
2. Faktor teknis yang dapat dibagi menjadi :
a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur,
perencana hutan, peralatan pengangkutan log, kemampuan memproses
danmemanfaatkan

kayu

di

industri,

keterampilan

penebang

dan

penyarad,pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas,
kondisijalan angkutan.
b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran.
c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman
masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2