GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV ANDA Paper (1)
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Maraknya tayangan televisi di Indonesia dengan adegan kekerasan yang secara
eksplisit ditayangkan dalam acara hiburan semakin meresahkan masyarakat. Telah ditemukan
beberapa data mengenai pengaduan terhadap tayangan hiburan televisi yang makin bobrok
dan tidak sehat, mencerminkan adegan kekerasan baik verbal maupun fisik serta akibat nyata
dari tayangan yang ditonton tanpa pengawasan orang dewasa. Merujuk pada Jurnas.com
(2014) dengan judul “Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima KPI”, diberitakan bahwa
dalam tujuh bulan terakhir, 11.959 aduan diterima Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), banyak
diantaranya yang merupakan acara hiburan.
Acara komedi dimana akhir-akhir ini semakin banyak mengekspos kekerasan baik
verbal maupun fisik semakin laku keras dan seolah seragam di televisi Indonesia. Kekerasan
berbentuk verbal dilakukan melalui ejekan yang sengaja ditujukan pada cast yang memiliki
kekurangan secara fisik dengan sebutan yang kasar (misalnya, pesek, tonggos, bokir, dll)
namun dimaksudkan untuk menjadi bahan tertawaan audience. Kekerasan berbentuk fisik
pada awalnya hanya dilakukan menggunakan properti berbahan dasar lunak sehingga tidak
menyakiti cast tersebut, namun akhir-akhir ini komedi yang menggunakan properti untuk
‘mengerjai’ bahkan menyakiti si artis semakin berlebihan, seperti ketika si artis disuruh untuk
menginjak es batu selama mungkin, membakar rambut si artis, melemparkan tepung ke muka
dan hal-hal tersebut dianggap berlebihan dan dapat menyakiti orang yang menjadi sasaran
‘kejahilan’ tersebut.
Selain dalam acara komedi, acara hiburan lain yang mengandung kekerasan verbal
dan fisik terdapat dalam sinetron Indonesia. Kerap kali dalam sebuah sinetron menonjolkan
karakter pemain yang berlebihan, terlalu menderita, terlalu jahat, terlalu naif atau terlalu
agresif. Karakter protagonis digambarkan sangat menderita namun selalu beruntung, karakter
antagonis digambarkan terlalu jahat dan licik sehingga menghalalkan segala cara untuk
menjebak si protagonis, karakter naif akan selalu diolok-olok dan menjadi bahan tertawaan
karena kekurangan fisik yang dimiliki dan karakter agresif tidak jauh berbeda dengan
karakter antagonis. Konflik yang terjadi antar tokoh hampir sama di setiap sinetron yang
berbeda dari waktu ke waktu. Ditambah jumlah episode yang sangat panjang hingga
1
bertahun-tahun ditayangkan. Apakah ini selera msasyarakat atau selera pemilik stasiun
televisi? Apakah tayangan ‘hiburan’ yang seperti ini yang diinginkan masyarakat?
Mampukah tayangan ‘hiburan’ seperti ini membentuk prilaku dan selera masyarakat?
Tayangan yang monoton dan seragam di siaran televisi Indonesia ini harus segera
dihentikan dan diberantas secepatnya, karena bukannya menghibur masyarakat, namun
dengan lelucon seperti itu hanya akan membodohi masyarakat. Acara komedi dengan
guyonan menggunakan ejekan dan kekerasan fisik menggunakan properti yang semakin tidak
masuk akal, serta alur cerita, dialog, dan karakter dari pemain sinetron yang disajikan secara
berlebihan dan jalan cerita yang mirip satu sama lain menimbulkan kesan buruk dan bobrok
dalam dunia hiburan terutama penayangan televisi Indonesia. Tidak menutup kemungkinan
jika kekerasan fisik maupun verbal seperti yang ditayangkan tersebut juga bisa ditiru
penontonnya, karena pada dasarnya penonton televisi bersifat massive dan tidak terkendali.
Melihat dampak buruk yang akan ditimbulkan dari tayangan seperti yang dijelaskan
sebelumnya, maka penulis mengangkat judul poster ‘GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN
TV ANDA’. Tujuan dari poster ini adalah mempersuasi masyarakat terutama penonton setia
televisi Indonesia agar cerdas memilih tayangan televisi yang tidak hanya sekedar menghibur
namun memberi pengetahuan dan menghindari tayangan yang penuh dengan kekerasan baik
fisik maupun verbal.
RUMUSAN MASALAH
a. Maraknya tayangan yang menampilkan adegan bullying, diskriminasi dan sensualitas
b. Pengaruh rating acara terhadap durasi acara tersebut
c. Perlunya literasi media pada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang cerdas
dalam memilih tayangan televisi
d. Solusiny yaitu dengan mengganti channel televisi dengan acara yang tidak bermutu
dengan acara yang dibutuhkan penonton atau mematikan televisi jika tidak
diperlukan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
MEDIA TELEVISI SAAT INI
Telah banyak diketahui bahwa mayoritas tayangan televisi di Indonesia didominasi
oleh acara hiburan, mulai dari musik, drama, hingga variety show. Beberapa acara sejenis
yang memilii konsep yang sama biasanya mengikuti acara yang sukses kemudian latah
mengikuti konsep yang serupa bahkan cast yang sama agar rating acara tersebut laku ditonton
pemirsa.
Acara komedi salah satu contoh nyata dimana ketika Yuk Kita Sahur dengan ‘goyang
caesar’ nya sukses di pasaran dan konsep acara hiburan serupa diikuti oleh stasiun televisi
lainnya, yang paling jelas terlihat adalah ketika beberapa stasiun televisi dengan acara
hiburannya berlomba-lomba membuat ‘trend goyang’ yang kemudian semakin menjurus ke
arah sensualitas dan semakin meresahkan masyarakat. Merujuk pada merdeka.com (2013)
dengan judul “Situs KPI dibanjiri kritik soal acara YKS” diberitakan bahwa banyaknya protes
masyarakat terhadap salah satu tayangan hiburan dimana menampilkan goyangan yang
sensual serta kekerasan baik fisik maupun verbal juga mendapatkan kritik dari masyarakat.
Adegan yang banyak menampilkan kekerasan, ejekan terhadap orang-orang dengan
keterbatasan fisikm berpakaian ala waria serta kata-kata kasar, acara hiburan tersebut juga
ditayangkan pada jam prime time dan durasi yang lama. Hal ini ditakutkan masyarakat karena
pada jam tayang tersebut anak-anak masih banyak yang menonton televisi, walaupun dalam
pengawasan orangtua tayangan tersebut tetap saja dianggap tidak mendidik dan tidak
bermanfaat sama sekali bagi anak-anak dibawah umur, orangtua tentu saja takut jika anakanaknya menirukan hal-hal yang tidak senonoh yang banyak ditayangkan di televisi.
Selain itu, sinetron bertemakan anak sekolah juga sempat mendominasi karakter
pemain yang berlebihan dan mirip, seperti gadis yang cupu dan protagonis namun selalu
disukai oleh pemeran pria yang tampan dan kaya raya lalu gadis yang agresif dan protagonis
selalu menjadi orang ketiga yang jahat dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
pemeran utama pria tersebut. Tidak hanya adegan kekerasan fisik (memukul, menjewer,
menendang, dll) namun kekerasan verbal seperti mengejek juga menjadi hiasan di sinetron
bertemakan anak sekolah tersebut. Salah satu contoh sinetron yang mengandung adegan
kekerasan fisik maupun verbal yaitu ‘Si Biang Kerok Cilik’ yang tayang setiap hari di jam
3
Prime time (18.00 – 19.00) di SCTV sejak Desember 2012. Melalui pengamatan sebuah situs
internet remotivi, selama seminggu, atau 7 episode penayangan sinetron ini terdapat 49
adegan kekerasan fisik (menjambak, mendorong, memukul, meninju, dsb) serta 85 kalimat
dialog yang mengandung kekerasan verbal dimana 56 merupakan hinaan dan makian serta 29
kalimat dalam bentuk ancaman. Parahnya, adegan ini dilakukan oleh anak dibawah umur
yaitu pemerannya yang masih di bangku sekolah dasar. Seringkali adegan yang
menggambarkan tidak hormat kepada guru, guru yang otoriter, serta penggambaran karakter
guru yang konyol dan menjadi bahan tertawaan muridnya. Penggambaran karakter yang
berlebihan serta adegan yang banyak mengandung kekerasan serta diskriminasi dianggap
tidak baik bagi penonton terutama anak dibawah umur.
RATING ACARA TELEVISI INDONESIA
Merujuk pada tempo.co (2013) dengan judul “Acara TV Ini Paling Digemari
Penonton Indonesia” dijelaskan bahwa penonton Indonesia menghabiskan 24% dari waktu
menonton televisinya untuk menonton sinetron atau sekitar 197 jam selama setahun dan acara
hiburan seperti komedi dan musik memperoleh porsi jam menonton terbesar kedua yaitu 20%
atau 168 jam per tahun nya.
Keseragaman konsep acara televisi tidak lain dikarenakan karena faktor ekonomi,
dengan berorientasi pada keuntungan, kebanyakan pengelola media tidak mau mengambil
resiko untuk rugi dan di tinggalkan penonton, sehingga mereka seringkali mendaur ulang
materi yang sama namun dengan kemasan yang berbeda demi mendapatkan uang dengan cara
cepat (Vivian, 2008, h. 32).
Salah satu tujuan dari penayangan acara televisi adalah mendapatkan keuntungan,
yang salah satunya didapatkan dari iklan, salah satu faktor pemasang iklan ingin memasang
iklan nya pada suatu acara televisi yaitu rating. Ketika rating sebuah acara tinggi, maka
pemasang iklan berlomba-lomba untuk memasang iklan dan keuntungan yang didapatkan
oleh sebuah stasiun televisi juga bertambah. Keuntungan yang didapatkan bisa sekitar 24 juta
untuk setiap kali 1 menit penayangan dan 75 juta untuk iklan built in yaitu iklan yang dibuat
menyatu dengan program televisi (Bramandityo, 2011). Selain keuntungan yang didapatkan
melalui iklan, pemilik media dengan rating acara tinggi biasanya akan menambah jam tayang
suatu acara jika rating nya tinggi sehingga keuntungan yang didapatkan akan bertambah.
Namun acara dengan durasi yang tidak masuk akal, seperti YKS dengan durasi 4,5 jam dan
4
tayangan yang tidak mendidik sama sekali malah semakin gencar ditayangkan, bahkan
dengan acara yang berbeda namun konsep bahkan artis nya sama. Hal ini menunjukkan
bahwa acara hiburan masih banyak digemari dan ditonton masyarakat Indonesia walaupun
banyak menampilkan banyaknya adegan kekerasan fisik dan verbal serta sensualitas.
Akibatnya, masyarakat yang menikmati acara tersebut tidak mendapatkan hak nya untuk
menonton acara yang positif dan bermanfaat, malah tayangan hiburan yang tidak bermutu.
DAMPAK BAGI MASYARAKAT
Telah banyak dilaporkan keresahan masyarakat terhadap tayangan yang tidak
mendidik dan semakin menjamur di pertelevisian Indonesia. Dalam merdeka.com
(30/12/2013) dengan judul “Situs KPI dibanjiri kritik soal acara YKS” disampaikan
banyaknya keluhan masyarakat dan protes terhadap tayangan televisi yang semakin bobrok.
"Terlalu vulgar, jam tayang terlalu lama, goyangannya tidak mendidik, goyangannya terlalu
vulgar tidak baik ditonton anak kecil," tulis Ida dalam situs KPI. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin banyak masyarakat yang sadar akan kebobrokan tayangan televisi di Indonesia.
Di sisi lain, contoh kasus nyata terhadap buruknya siaran TV merujuk pada
beritastu.com (2012) yaitu seorang balita yang meninggal karena menyayat pergelangan
tangannya sendiri dengan benda tajam karena keinginannya tidak dipenuhi orangtuanya.
Kejadian tersebut diketahui terjadi karena sang anak sering menonton adegan kekerasan di
televisi, kemudian mencoba menirunya namun tidak tahu sebenarnya tindakan terebut
membahayakan nyawanya. Kejadian ini merupakan salah satu contoh nyata bahwa tayangan
televisi yang banyak mengandung kekerasan, ditonton oleh anak dibawah umur dan tidak
didampingin orangtua merupakan tindakan yang fatal.
REGULASI
Terkait permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, maka regulasi terkait yang
berhubungan yaitu:
Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 Ayat (1): Program siaran wajib
memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja.
SPS Pasal 24 Ayat (1) dan (2): Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar
dan makian, baik secara verbal maupun non-verbal, mencakup kata-kata dalam bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
5
SPS Pasal 25 yang membatasi lembaga penyiaran menampilkan adegan kekerasan
hanya pada klasifikasi D (Dewasa), yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
SPS Pasal 36 dan 37 tentang Program Siaran Klasifikasi A (Anak) dan R (Remaja),
yang wajib memperhatikan kepentingan anak dan/atau remaja, termasuk dalam
larangan menampilkan adegan kekerasan dan/atau perilaku yang tak pantas.
UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 3 yaitu tidak melaksanakan tujuan
penyiaran yaitu memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri
bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang undang penyiaran pasal 36 (1), dimana isi siaran wajib mengandung
informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas,
watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Dimana sudah banyak sekali
program yang mengabaikan pasal ini.
UU Penyiaran pasal 36 (3), Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan
pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan
menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib
mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
UU Penyiaran pasal 36 (5), Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan serta
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
UU Penyiaran pasal 36 (6), Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan,
melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia,
atau merusak hubungan internasional.
MEDIA LITERACY
Dijelaskan dalam teori kultivasi dimana televisi menjadi media atau alat utama
dimana penonton televisi belaar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya, dimana
semakin banyak intensitas seseorang menonton televisi maka semakin kuat keyakinan
seseorang dalam menyamakan realitas yang ada di televisi dengan realitas sosial. Hal ini yang
ditakutkan akan terjadi dimana masyarakat akan mudah terpengaruh dengan tayangan televisi
dan mengikuti apapun yang disajikan di televisi.
Maka dari itu perlu diberikannya literasi media, disebabkan karena latar belakang
masyarakat yang bersifat heterogen sehingga berdampak pada kemampuan konsumen media
dalam mengakses informasi, hal ini juga berdampak pada perbedaan cara pandang
6
masyarakat dalam memahami setiap konten media (Potter dalam Arifianto, 2001). Sifat
penonton yang massive dan beragam ini lah yang menjadikan perlunya adanya literasi media
pada masyarakat guna melahirkan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan televisi
yang menerpa masyarakat.
Literasi media di-definisikan sebagai kemampuan untuk memahami,
menganalisis, mengakses dan memproduksi pesan komunikasi massa. Literasi media
merupakan bentuk pemberdayaan (empowerment) agar konsumen bisa menggunakan media
lebih cerdas, sehat dan aman (Devito dalam Arifianto, 2008). Tujuan literasi media sendiri
yaitu menghasilkan masyarakat yang well informed serta mampu menilai konten media
(Eadie dalam Arifianto, 2013). Karena pada dasarnya konten media yang disajikan
disesuaikan dengan ideologi pemilik media dan beronrientasi terhadap keuntungan, tidak
semata-mata netral dan bertujuan untuk mencerdaskan khalayak penonton.
Literasi media juga memberikan penekanan kepada setiap individu konsumen media
di masyarakat melakukan control terhadap content media yang dimungkinkan dapat
mempengaruhi budaya konsumen (Potter dalam Arifianto, 2001). Terdapat dalam teori Uses
and Gratiffication dimana pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media dimana mereka berperan aktif dalam memilih sumber media yang
paling baik yang memenuhi kebutuhannya. Salah satu peran aktif masyarakat dalam memilih
tayangan televisi adalah dengan mengganti tayangan yang tidak bermutu dan memilih
tayangan yang dirasa diperlukan dengan kebutuhan informasi.
Tema yang diangkat dalam poster ‘GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV
ANDA’ yaitu untuk mempersuasi masyarakat untuk melek media yaitu mampu memilih
tayangan mana yang sekiranya bermanfaat dan memenuhi kebutuhan informasi dan
meninggalkan tayangan televisi yang tidak bermutu yang hanya menampilkan adegan
bullying dan diskriminasi. Cara yang ditawarkan oleh penulis sebagai bentuk melek media
yaitu mengganti channel yang sekiranya menayangkan acara yang tidak bermutu atau
mematikan tv jika merasa tidak benar-benar perlu mengkonsumsi tayangan televisi. Hal ini
otomatis akan berdampak bagi rating acara tersebut. Dimana jika rating nya rendah maka
keuntungan yang didapatkan berkurang lalu berakibat pada pengurangan durasi acara,
pemotongan episode bahkan pemberhentian tayangan. Cara ini dirasa dapat dilakukan oleh
semua orang tanpa harus berlama-lama menunggu KPI menegur stasiun televisi yang
bersangkutan.
7
BAB 3
KESIMPULAN DAN SOLUSI
KESIMPULAN
Dari beberapa masalah penayangan acara televisi, dimana banyak mengandung unsur
kekerasan fisik ataupun verbal, bullying, diskriminasi serta sensualitas maka perlu
diadakannya literasi media kepada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang objektif
dan cerdas dalam menerima informasi yang disampaikan oleh media. Salah satu wujud
masyarakat yang pintar dalam memilih tayangan yaitu dengan memilih acara yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi, jika suatu tayangan televisi dirasa
tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak disukai maka gantilah channel atau matikan televisi.
Hal ini berdampak pada rating acara tersebut dan mampu mengurangi tayangan yang tidak
bermutu.
SOLUSI
Dari beberapa kasus yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh penulis, maka cara
mengatasi terpaan acara televisi yang tidak mendidik tersebut yang paling sederhana dan bisa
dilakukan oleh semua penikmat tayangan televisi yaitu dengan mengganti channel atau
mematikan televisi jika tidak ada lagi tayangan yang bermutu yang dapat dikonsumsi. Maka
dengan demikian, rating acara televisi akan turun dan keuntunga yang didapatkan berkurang
yang berdampak pada durasi bahkan pemotongan jumlah episode tayangan tersebut. Hal ini
dirasa paling sederhana karena bagaimanapun orientasi dari pemilik media adalah
keuntungan, jika keuntungan yang didapat semakin sedikit maka acara tersebut akan
dikurangi jam tayangnya atau bahkan diberhentikan. Hal ini akan mengurangi jumlah
tayangan yang tidak bermutu.
8
REFERENSI
Buku
Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa (edisi kedelapan). Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Jurnal
Arifianto, S. (2013). Literasi Media dan Pemberdayaan Peran Kearifan Lokal Masyarakat.
Jurnal IPTEK Komunikasi. Diakses dari http://scholar.googleusercontent.com/scholar?
q=cache:wTd4jfyiH-8J:scholar.google.com/+media+literasi&hl=en&as_sdt=0,5
Thesis
Bramandityo, L. P. (2013). Voyeurisme dalam Tayangan Infotainment Analisis Semiotika
Infotainment Insert Selebritis. (Tesis Magister, Universitas Diponegoro, 2013). Diakses
dari http://eprints.undip.ac.id/38467/
Berita Online
Alifa, Nurvina. (2013). [Siaran Pers] Izinkan Anak-Anak Tumbuh Tanpa Tayangan
Kekerasan. Diakses pada 25 Mei 2014 dari http://remotivi.or.id/meja-redaksi/siaranpers-izinkan-anak-anak-tumbuh-tanpa-tayangan-kekerasan
Indriani, Ririn. (2012). Kasus Anak Bunuh Diri, Akibat Tayangan TV. Diakses pada 25 Mei
2014 dari http://www.beritasatu.com/keluarga/42564-kasus-anak-bunuh-diri-akibattayangan-tv.html
Sukamto, Imam. (2013, 6 Maret). Acara TV Ini Paling Digemari Penonton Indonesia. Tempo
Bisnis. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2013/03/06/090465467/AcaraTV-Ini-Paling-Digemari-Penonton-Indonesia
Suriyanto. (2014). Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima KPI. Diakses pada 25 Mei
2014
dari
http://m.jurnas.com/news/127525/Hampir-12-Ribu-Aduan-PenyiaranDiterima-KPI-2014/1/cat1/cat2/
Winarno, Hery. (2013, 30 Desember). Situs KPI dibanjiri kritik soal acaraYKS. Merdeka
Mobile. Diakses dari http://m.merdeka.com/peristiwa/situs-kpi-dibanjiri-kritik-soalacara-yks.html
9
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Maraknya tayangan televisi di Indonesia dengan adegan kekerasan yang secara
eksplisit ditayangkan dalam acara hiburan semakin meresahkan masyarakat. Telah ditemukan
beberapa data mengenai pengaduan terhadap tayangan hiburan televisi yang makin bobrok
dan tidak sehat, mencerminkan adegan kekerasan baik verbal maupun fisik serta akibat nyata
dari tayangan yang ditonton tanpa pengawasan orang dewasa. Merujuk pada Jurnas.com
(2014) dengan judul “Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima KPI”, diberitakan bahwa
dalam tujuh bulan terakhir, 11.959 aduan diterima Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), banyak
diantaranya yang merupakan acara hiburan.
Acara komedi dimana akhir-akhir ini semakin banyak mengekspos kekerasan baik
verbal maupun fisik semakin laku keras dan seolah seragam di televisi Indonesia. Kekerasan
berbentuk verbal dilakukan melalui ejekan yang sengaja ditujukan pada cast yang memiliki
kekurangan secara fisik dengan sebutan yang kasar (misalnya, pesek, tonggos, bokir, dll)
namun dimaksudkan untuk menjadi bahan tertawaan audience. Kekerasan berbentuk fisik
pada awalnya hanya dilakukan menggunakan properti berbahan dasar lunak sehingga tidak
menyakiti cast tersebut, namun akhir-akhir ini komedi yang menggunakan properti untuk
‘mengerjai’ bahkan menyakiti si artis semakin berlebihan, seperti ketika si artis disuruh untuk
menginjak es batu selama mungkin, membakar rambut si artis, melemparkan tepung ke muka
dan hal-hal tersebut dianggap berlebihan dan dapat menyakiti orang yang menjadi sasaran
‘kejahilan’ tersebut.
Selain dalam acara komedi, acara hiburan lain yang mengandung kekerasan verbal
dan fisik terdapat dalam sinetron Indonesia. Kerap kali dalam sebuah sinetron menonjolkan
karakter pemain yang berlebihan, terlalu menderita, terlalu jahat, terlalu naif atau terlalu
agresif. Karakter protagonis digambarkan sangat menderita namun selalu beruntung, karakter
antagonis digambarkan terlalu jahat dan licik sehingga menghalalkan segala cara untuk
menjebak si protagonis, karakter naif akan selalu diolok-olok dan menjadi bahan tertawaan
karena kekurangan fisik yang dimiliki dan karakter agresif tidak jauh berbeda dengan
karakter antagonis. Konflik yang terjadi antar tokoh hampir sama di setiap sinetron yang
berbeda dari waktu ke waktu. Ditambah jumlah episode yang sangat panjang hingga
1
bertahun-tahun ditayangkan. Apakah ini selera msasyarakat atau selera pemilik stasiun
televisi? Apakah tayangan ‘hiburan’ yang seperti ini yang diinginkan masyarakat?
Mampukah tayangan ‘hiburan’ seperti ini membentuk prilaku dan selera masyarakat?
Tayangan yang monoton dan seragam di siaran televisi Indonesia ini harus segera
dihentikan dan diberantas secepatnya, karena bukannya menghibur masyarakat, namun
dengan lelucon seperti itu hanya akan membodohi masyarakat. Acara komedi dengan
guyonan menggunakan ejekan dan kekerasan fisik menggunakan properti yang semakin tidak
masuk akal, serta alur cerita, dialog, dan karakter dari pemain sinetron yang disajikan secara
berlebihan dan jalan cerita yang mirip satu sama lain menimbulkan kesan buruk dan bobrok
dalam dunia hiburan terutama penayangan televisi Indonesia. Tidak menutup kemungkinan
jika kekerasan fisik maupun verbal seperti yang ditayangkan tersebut juga bisa ditiru
penontonnya, karena pada dasarnya penonton televisi bersifat massive dan tidak terkendali.
Melihat dampak buruk yang akan ditimbulkan dari tayangan seperti yang dijelaskan
sebelumnya, maka penulis mengangkat judul poster ‘GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN
TV ANDA’. Tujuan dari poster ini adalah mempersuasi masyarakat terutama penonton setia
televisi Indonesia agar cerdas memilih tayangan televisi yang tidak hanya sekedar menghibur
namun memberi pengetahuan dan menghindari tayangan yang penuh dengan kekerasan baik
fisik maupun verbal.
RUMUSAN MASALAH
a. Maraknya tayangan yang menampilkan adegan bullying, diskriminasi dan sensualitas
b. Pengaruh rating acara terhadap durasi acara tersebut
c. Perlunya literasi media pada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang cerdas
dalam memilih tayangan televisi
d. Solusiny yaitu dengan mengganti channel televisi dengan acara yang tidak bermutu
dengan acara yang dibutuhkan penonton atau mematikan televisi jika tidak
diperlukan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
MEDIA TELEVISI SAAT INI
Telah banyak diketahui bahwa mayoritas tayangan televisi di Indonesia didominasi
oleh acara hiburan, mulai dari musik, drama, hingga variety show. Beberapa acara sejenis
yang memilii konsep yang sama biasanya mengikuti acara yang sukses kemudian latah
mengikuti konsep yang serupa bahkan cast yang sama agar rating acara tersebut laku ditonton
pemirsa.
Acara komedi salah satu contoh nyata dimana ketika Yuk Kita Sahur dengan ‘goyang
caesar’ nya sukses di pasaran dan konsep acara hiburan serupa diikuti oleh stasiun televisi
lainnya, yang paling jelas terlihat adalah ketika beberapa stasiun televisi dengan acara
hiburannya berlomba-lomba membuat ‘trend goyang’ yang kemudian semakin menjurus ke
arah sensualitas dan semakin meresahkan masyarakat. Merujuk pada merdeka.com (2013)
dengan judul “Situs KPI dibanjiri kritik soal acara YKS” diberitakan bahwa banyaknya protes
masyarakat terhadap salah satu tayangan hiburan dimana menampilkan goyangan yang
sensual serta kekerasan baik fisik maupun verbal juga mendapatkan kritik dari masyarakat.
Adegan yang banyak menampilkan kekerasan, ejekan terhadap orang-orang dengan
keterbatasan fisikm berpakaian ala waria serta kata-kata kasar, acara hiburan tersebut juga
ditayangkan pada jam prime time dan durasi yang lama. Hal ini ditakutkan masyarakat karena
pada jam tayang tersebut anak-anak masih banyak yang menonton televisi, walaupun dalam
pengawasan orangtua tayangan tersebut tetap saja dianggap tidak mendidik dan tidak
bermanfaat sama sekali bagi anak-anak dibawah umur, orangtua tentu saja takut jika anakanaknya menirukan hal-hal yang tidak senonoh yang banyak ditayangkan di televisi.
Selain itu, sinetron bertemakan anak sekolah juga sempat mendominasi karakter
pemain yang berlebihan dan mirip, seperti gadis yang cupu dan protagonis namun selalu
disukai oleh pemeran pria yang tampan dan kaya raya lalu gadis yang agresif dan protagonis
selalu menjadi orang ketiga yang jahat dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
pemeran utama pria tersebut. Tidak hanya adegan kekerasan fisik (memukul, menjewer,
menendang, dll) namun kekerasan verbal seperti mengejek juga menjadi hiasan di sinetron
bertemakan anak sekolah tersebut. Salah satu contoh sinetron yang mengandung adegan
kekerasan fisik maupun verbal yaitu ‘Si Biang Kerok Cilik’ yang tayang setiap hari di jam
3
Prime time (18.00 – 19.00) di SCTV sejak Desember 2012. Melalui pengamatan sebuah situs
internet remotivi, selama seminggu, atau 7 episode penayangan sinetron ini terdapat 49
adegan kekerasan fisik (menjambak, mendorong, memukul, meninju, dsb) serta 85 kalimat
dialog yang mengandung kekerasan verbal dimana 56 merupakan hinaan dan makian serta 29
kalimat dalam bentuk ancaman. Parahnya, adegan ini dilakukan oleh anak dibawah umur
yaitu pemerannya yang masih di bangku sekolah dasar. Seringkali adegan yang
menggambarkan tidak hormat kepada guru, guru yang otoriter, serta penggambaran karakter
guru yang konyol dan menjadi bahan tertawaan muridnya. Penggambaran karakter yang
berlebihan serta adegan yang banyak mengandung kekerasan serta diskriminasi dianggap
tidak baik bagi penonton terutama anak dibawah umur.
RATING ACARA TELEVISI INDONESIA
Merujuk pada tempo.co (2013) dengan judul “Acara TV Ini Paling Digemari
Penonton Indonesia” dijelaskan bahwa penonton Indonesia menghabiskan 24% dari waktu
menonton televisinya untuk menonton sinetron atau sekitar 197 jam selama setahun dan acara
hiburan seperti komedi dan musik memperoleh porsi jam menonton terbesar kedua yaitu 20%
atau 168 jam per tahun nya.
Keseragaman konsep acara televisi tidak lain dikarenakan karena faktor ekonomi,
dengan berorientasi pada keuntungan, kebanyakan pengelola media tidak mau mengambil
resiko untuk rugi dan di tinggalkan penonton, sehingga mereka seringkali mendaur ulang
materi yang sama namun dengan kemasan yang berbeda demi mendapatkan uang dengan cara
cepat (Vivian, 2008, h. 32).
Salah satu tujuan dari penayangan acara televisi adalah mendapatkan keuntungan,
yang salah satunya didapatkan dari iklan, salah satu faktor pemasang iklan ingin memasang
iklan nya pada suatu acara televisi yaitu rating. Ketika rating sebuah acara tinggi, maka
pemasang iklan berlomba-lomba untuk memasang iklan dan keuntungan yang didapatkan
oleh sebuah stasiun televisi juga bertambah. Keuntungan yang didapatkan bisa sekitar 24 juta
untuk setiap kali 1 menit penayangan dan 75 juta untuk iklan built in yaitu iklan yang dibuat
menyatu dengan program televisi (Bramandityo, 2011). Selain keuntungan yang didapatkan
melalui iklan, pemilik media dengan rating acara tinggi biasanya akan menambah jam tayang
suatu acara jika rating nya tinggi sehingga keuntungan yang didapatkan akan bertambah.
Namun acara dengan durasi yang tidak masuk akal, seperti YKS dengan durasi 4,5 jam dan
4
tayangan yang tidak mendidik sama sekali malah semakin gencar ditayangkan, bahkan
dengan acara yang berbeda namun konsep bahkan artis nya sama. Hal ini menunjukkan
bahwa acara hiburan masih banyak digemari dan ditonton masyarakat Indonesia walaupun
banyak menampilkan banyaknya adegan kekerasan fisik dan verbal serta sensualitas.
Akibatnya, masyarakat yang menikmati acara tersebut tidak mendapatkan hak nya untuk
menonton acara yang positif dan bermanfaat, malah tayangan hiburan yang tidak bermutu.
DAMPAK BAGI MASYARAKAT
Telah banyak dilaporkan keresahan masyarakat terhadap tayangan yang tidak
mendidik dan semakin menjamur di pertelevisian Indonesia. Dalam merdeka.com
(30/12/2013) dengan judul “Situs KPI dibanjiri kritik soal acara YKS” disampaikan
banyaknya keluhan masyarakat dan protes terhadap tayangan televisi yang semakin bobrok.
"Terlalu vulgar, jam tayang terlalu lama, goyangannya tidak mendidik, goyangannya terlalu
vulgar tidak baik ditonton anak kecil," tulis Ida dalam situs KPI. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin banyak masyarakat yang sadar akan kebobrokan tayangan televisi di Indonesia.
Di sisi lain, contoh kasus nyata terhadap buruknya siaran TV merujuk pada
beritastu.com (2012) yaitu seorang balita yang meninggal karena menyayat pergelangan
tangannya sendiri dengan benda tajam karena keinginannya tidak dipenuhi orangtuanya.
Kejadian tersebut diketahui terjadi karena sang anak sering menonton adegan kekerasan di
televisi, kemudian mencoba menirunya namun tidak tahu sebenarnya tindakan terebut
membahayakan nyawanya. Kejadian ini merupakan salah satu contoh nyata bahwa tayangan
televisi yang banyak mengandung kekerasan, ditonton oleh anak dibawah umur dan tidak
didampingin orangtua merupakan tindakan yang fatal.
REGULASI
Terkait permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, maka regulasi terkait yang
berhubungan yaitu:
Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 Ayat (1): Program siaran wajib
memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja.
SPS Pasal 24 Ayat (1) dan (2): Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar
dan makian, baik secara verbal maupun non-verbal, mencakup kata-kata dalam bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
5
SPS Pasal 25 yang membatasi lembaga penyiaran menampilkan adegan kekerasan
hanya pada klasifikasi D (Dewasa), yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
SPS Pasal 36 dan 37 tentang Program Siaran Klasifikasi A (Anak) dan R (Remaja),
yang wajib memperhatikan kepentingan anak dan/atau remaja, termasuk dalam
larangan menampilkan adegan kekerasan dan/atau perilaku yang tak pantas.
UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 3 yaitu tidak melaksanakan tujuan
penyiaran yaitu memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri
bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang undang penyiaran pasal 36 (1), dimana isi siaran wajib mengandung
informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas,
watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Dimana sudah banyak sekali
program yang mengabaikan pasal ini.
UU Penyiaran pasal 36 (3), Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan
pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan
menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib
mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
UU Penyiaran pasal 36 (5), Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan serta
mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
UU Penyiaran pasal 36 (6), Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan,
melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia,
atau merusak hubungan internasional.
MEDIA LITERACY
Dijelaskan dalam teori kultivasi dimana televisi menjadi media atau alat utama
dimana penonton televisi belaar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya, dimana
semakin banyak intensitas seseorang menonton televisi maka semakin kuat keyakinan
seseorang dalam menyamakan realitas yang ada di televisi dengan realitas sosial. Hal ini yang
ditakutkan akan terjadi dimana masyarakat akan mudah terpengaruh dengan tayangan televisi
dan mengikuti apapun yang disajikan di televisi.
Maka dari itu perlu diberikannya literasi media, disebabkan karena latar belakang
masyarakat yang bersifat heterogen sehingga berdampak pada kemampuan konsumen media
dalam mengakses informasi, hal ini juga berdampak pada perbedaan cara pandang
6
masyarakat dalam memahami setiap konten media (Potter dalam Arifianto, 2001). Sifat
penonton yang massive dan beragam ini lah yang menjadikan perlunya adanya literasi media
pada masyarakat guna melahirkan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan televisi
yang menerpa masyarakat.
Literasi media di-definisikan sebagai kemampuan untuk memahami,
menganalisis, mengakses dan memproduksi pesan komunikasi massa. Literasi media
merupakan bentuk pemberdayaan (empowerment) agar konsumen bisa menggunakan media
lebih cerdas, sehat dan aman (Devito dalam Arifianto, 2008). Tujuan literasi media sendiri
yaitu menghasilkan masyarakat yang well informed serta mampu menilai konten media
(Eadie dalam Arifianto, 2013). Karena pada dasarnya konten media yang disajikan
disesuaikan dengan ideologi pemilik media dan beronrientasi terhadap keuntungan, tidak
semata-mata netral dan bertujuan untuk mencerdaskan khalayak penonton.
Literasi media juga memberikan penekanan kepada setiap individu konsumen media
di masyarakat melakukan control terhadap content media yang dimungkinkan dapat
mempengaruhi budaya konsumen (Potter dalam Arifianto, 2001). Terdapat dalam teori Uses
and Gratiffication dimana pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media dimana mereka berperan aktif dalam memilih sumber media yang
paling baik yang memenuhi kebutuhannya. Salah satu peran aktif masyarakat dalam memilih
tayangan televisi adalah dengan mengganti tayangan yang tidak bermutu dan memilih
tayangan yang dirasa diperlukan dengan kebutuhan informasi.
Tema yang diangkat dalam poster ‘GANTI CHANNEL ATAU MATIKAN TV
ANDA’ yaitu untuk mempersuasi masyarakat untuk melek media yaitu mampu memilih
tayangan mana yang sekiranya bermanfaat dan memenuhi kebutuhan informasi dan
meninggalkan tayangan televisi yang tidak bermutu yang hanya menampilkan adegan
bullying dan diskriminasi. Cara yang ditawarkan oleh penulis sebagai bentuk melek media
yaitu mengganti channel yang sekiranya menayangkan acara yang tidak bermutu atau
mematikan tv jika merasa tidak benar-benar perlu mengkonsumsi tayangan televisi. Hal ini
otomatis akan berdampak bagi rating acara tersebut. Dimana jika rating nya rendah maka
keuntungan yang didapatkan berkurang lalu berakibat pada pengurangan durasi acara,
pemotongan episode bahkan pemberhentian tayangan. Cara ini dirasa dapat dilakukan oleh
semua orang tanpa harus berlama-lama menunggu KPI menegur stasiun televisi yang
bersangkutan.
7
BAB 3
KESIMPULAN DAN SOLUSI
KESIMPULAN
Dari beberapa masalah penayangan acara televisi, dimana banyak mengandung unsur
kekerasan fisik ataupun verbal, bullying, diskriminasi serta sensualitas maka perlu
diadakannya literasi media kepada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang objektif
dan cerdas dalam menerima informasi yang disampaikan oleh media. Salah satu wujud
masyarakat yang pintar dalam memilih tayangan yaitu dengan memilih acara yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi, jika suatu tayangan televisi dirasa
tidak sesuai dengan kebutuhan atau tidak disukai maka gantilah channel atau matikan televisi.
Hal ini berdampak pada rating acara tersebut dan mampu mengurangi tayangan yang tidak
bermutu.
SOLUSI
Dari beberapa kasus yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh penulis, maka cara
mengatasi terpaan acara televisi yang tidak mendidik tersebut yang paling sederhana dan bisa
dilakukan oleh semua penikmat tayangan televisi yaitu dengan mengganti channel atau
mematikan televisi jika tidak ada lagi tayangan yang bermutu yang dapat dikonsumsi. Maka
dengan demikian, rating acara televisi akan turun dan keuntunga yang didapatkan berkurang
yang berdampak pada durasi bahkan pemotongan jumlah episode tayangan tersebut. Hal ini
dirasa paling sederhana karena bagaimanapun orientasi dari pemilik media adalah
keuntungan, jika keuntungan yang didapat semakin sedikit maka acara tersebut akan
dikurangi jam tayangnya atau bahkan diberhentikan. Hal ini akan mengurangi jumlah
tayangan yang tidak bermutu.
8
REFERENSI
Buku
Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa (edisi kedelapan). Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Jurnal
Arifianto, S. (2013). Literasi Media dan Pemberdayaan Peran Kearifan Lokal Masyarakat.
Jurnal IPTEK Komunikasi. Diakses dari http://scholar.googleusercontent.com/scholar?
q=cache:wTd4jfyiH-8J:scholar.google.com/+media+literasi&hl=en&as_sdt=0,5
Thesis
Bramandityo, L. P. (2013). Voyeurisme dalam Tayangan Infotainment Analisis Semiotika
Infotainment Insert Selebritis. (Tesis Magister, Universitas Diponegoro, 2013). Diakses
dari http://eprints.undip.ac.id/38467/
Berita Online
Alifa, Nurvina. (2013). [Siaran Pers] Izinkan Anak-Anak Tumbuh Tanpa Tayangan
Kekerasan. Diakses pada 25 Mei 2014 dari http://remotivi.or.id/meja-redaksi/siaranpers-izinkan-anak-anak-tumbuh-tanpa-tayangan-kekerasan
Indriani, Ririn. (2012). Kasus Anak Bunuh Diri, Akibat Tayangan TV. Diakses pada 25 Mei
2014 dari http://www.beritasatu.com/keluarga/42564-kasus-anak-bunuh-diri-akibattayangan-tv.html
Sukamto, Imam. (2013, 6 Maret). Acara TV Ini Paling Digemari Penonton Indonesia. Tempo
Bisnis. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2013/03/06/090465467/AcaraTV-Ini-Paling-Digemari-Penonton-Indonesia
Suriyanto. (2014). Hampir 12 Ribu Aduan Penyiaran Diterima KPI. Diakses pada 25 Mei
2014
dari
http://m.jurnas.com/news/127525/Hampir-12-Ribu-Aduan-PenyiaranDiterima-KPI-2014/1/cat1/cat2/
Winarno, Hery. (2013, 30 Desember). Situs KPI dibanjiri kritik soal acaraYKS. Merdeka
Mobile. Diakses dari http://m.merdeka.com/peristiwa/situs-kpi-dibanjiri-kritik-soalacara-yks.html
9