Laporan prakti kum 7 salami

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING

Tanggal

: 06 November 2012 Nama Dosen

Praktikum ke :

Nama Assisten

: M. Sriduresta S., SPt, M
: 1. Hesti Indri P
2. Roselin Putri
3. Sindi Erti JS
4. Gita Tty L

SOSIS FERMENTASI (SALAMI)
Oleh :
Cahya Mukti Dwi Kurnia
D14100058


DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya.
Makanan tersebut ada yang berasal dari nabati maupun hewani. Makanan yang
berasal dari hewani merupakan makanan yang mengandung nilai gizi yang lebih
tinggi dari pada nilai gizi yang terkandung didalam makanan berasal dari nabati.
Makanan yang berasal dari produk hewani mempunyai berbagai aneka macam
seperti daging, telur, dan susu. Daging sendiri berasal dari berbagai aneka hewan
ternak seperti ternak unggas yaitu ayam, itik dll, ternak ruminansia besar seperti sapi,
kerbau dll, ternak ruminansia kecil seperti kambing, domba dll, dan pseudoruminan
yaitu kelinci. Dari berbagai daging hewan ternak tersebut didapatkan berbagai
produk makanan yang mempunyai cita rasa dan flavor yang unik dan beraneka
ragam. Contohnya seperti bakso,sosis,kornet, salami dll yang merupakan produk
olahan dari daging sapi. Produk-produk seperti itu tentunya telah diterima oleh

masyarakat sebagai konsumsi sehari-hari.
Salami merupakan produk olahan daging yang populer dan berkembang di
daratan Eropa. Olahan daging ini merupakan makanan yang mempunyai cita rasa
yang unik karena diproduksi dengan proses fermentasi dengan menggunakan bakteri
asam laktat sehingga menghasilkan ras ayang sedikit asam. salami telah menjadi
makanan sehar-hari dari bangsa eropa dan amerika tetapi di Indonesia produk olahan
daging ini masih belum begitu populer dikalangan masyarakat luas hanya sebagian
kalangan tertentu yang mengonsumsi salami. Selain rasanya yang enak salami juga
mengandunmg nilai gizi yang baik seperti mengandung makro nutrient yaitu protein
berasal dari daging, energi berasal dari lemak yang ditambahkan pada proses
pembuatan salami. Selain itu salami juga mengandung probiotik yang berasal dari
bakteri asam laktat yang ditambahkan. Dari latar belakang tersebut maka pada
praktikum ini akan dilaksanakan cara pengolahan daging menjadi salami.
Tujuan
Mengetahui cara pembuatan dari daging menjadi salami serta menghitung
jumlah bakteri yang terkandung didalam salami
TINJUAN PUSTAKA

Salami
Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan famili produk sosis

fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk adonannya
kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan dapat langsung
dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995). Sosis fermentasi dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu sosis fermentasi kering dan sosis fermentasi semi kering. Nilai pH
sosis fermentasi semi kering berkisar antara 4,8-5,2 dengan kadar air 50% atau lebih,
dan harus disimpan dalam suhu dingin setelah diproduksi. Sosis fermentasi kering
memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 5,0-5,5 dengan kadar air kurang
dari 35% serta dapat disimpan pada suhu ruang. Sosis fermentasi kering
menggunakan casing dengan diameter 45 mm (Savic, 1985). Bahan utama dalam
pembuatan salami adalah daging dan lemak, kemudian ditambahkan gula, garam,
bumbu-bumbu dan kultur starter yang kemudian dimasukkan kedalam selongsong
kemudian dilakukan proses pematangan dan pengeringan (Juttlestad,1999)
Pembuatan salami
Pembuatan sosis fermentasi diawali dengan penggilingan, pencampuran dan
atau pencacahan daging pada temperatur -4.4ºC sampai -2.2ºC,ditambahkan lemak,
kemudian dimasukkan starter, garam dan bumbu, kemudian produk dipadatkan
dalam casing pada temperatur -2.2ºC sampai -1.1ºC. Produk diinkubasi pada proses
fermentasi oleh mikroorgamnisme asam laktat pada temperatur 21.1ºC sampai 37.8ºC, selama proses fermentasi produk digantung, pengeringan dilakukan pada
temperatur 10-21ºC (Soeparno, 1994). Adonan yang digunakan un tuk pembuatan
sosis fermentasi terdiri atas 50%-70% daging.

Daging
daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu
dipotong. Daging juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk
olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno, 1994).
Daging terdiri dari tiga komponen utama yakni otot, jaringan ikat, jaringan lemak
yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya yaitu lemak bawah kulit
(subkutan), lemak antar otot (intermuskular), lemak dalam otot (intramuskular) dan
lemak dalam sel (intraseluler) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Protein daging

sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Ockerman, 1983). Secara fisik
daging dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu (1) daging segar yang
dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan dan didinginkan, (3)
daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan, (4) daging masak,
(5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 1994). Daging sebagai bahan
utama dalam pembuatan sosis fermentasi dapat berupa daging mentah halus dari
jaringan otot rangka dan lemak beku (Toldra et al.,2001).
Lemak
Fungsi penggunaan lemak pada pembuatan salami adalah sebagai salah satu

bahan utama yang berperan dalam palatabilitas produknya (Price dan Schweight,
1986). Lemak yang digunakan adalah lemak tidak jenuh yang akan terjadi oksidasi
warna sehingga lemak yang mencair menyebabkan permukaan produk terlihat keruh
dan produk timbul bau tengik (Hui et al., 2001). Lemak merupakan komponen
penting dalam sosis fermentasi, jumlahnya bisa mencapai 50% dalam proses
fermentasi (Varnam dan Sutherland, 1995).
Bumbu
Menurut Subyantoro (1996), Bumbu merupakan bahan aromatik yang diperoleh dari
tumbuhan atau diproduksi secara sintetis. Bumbu-bumbu ini memberi cita rasa yang enak
yang diinginkan dalam produk. Selain sebagai pemberi cita rasa, penggunaan bahan-bahan
ini juga bertujuan untuk : meningkatkan stabilitas massa daging, meningkatkan daya ikat air
produk daging, meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan dan
meningkatkan karakteristik irisan produk (Forrest et al, 1975). Menurut Aberle et al. (2001),
fungsi bumbu yaitu sebagai pemberi cita rasa, penambah karakteristik warna atau pola
tekstur serta sebagai agen antioksidan.

Garam
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing,
berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat
meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri

terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam

mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya.
Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%. Garam selain pemberi rasa, juga
berfungsi sebagai pelarut protein dan sebagai pengawet karena dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Kramlich, 1973).Garam sebagai bahan pembantu sangat
berperan untuk penambah cita rasa produk akhir. Pada konsentrasi rendah (1-3%)
garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germisidal) tetapi hanya sebagai
bumbu yang dapat memberikan cita rasa gurih pada bahan pangan yang ditambahkan
(Buckle et al.,1987). Garam merupakan komposisi yang penting dalam pembuatan
sosis. Garam berperan dalam meningkatkan flavor, memberikan efek pengawetan
dengan cara menurunkan aktivitas air (aw) dan membatasi pertumbuhan mikroba
pada daging. Penggunaan garam dalam pembuatan sosis berkisar antara 2-3%
(Underinner dan Hume, 1994)
Gula
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat
yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan
untuk menyatakan sukrosa. Dalam jumlah tertentu gula dapat berfungsi sebagai
pengawet bahan pangan serta mempunyai peranan penting dalam menentukan
menentukan karakteristik warna dan cita rasa (Winarno, 1988). Gula-gula pereduksi

dapat bereaksi dengan protein membentuk warna gelap yang dikenal sebagai reaksi
pencoklatan atau reaksi Maillard ( Winarno et al.,1980). Penggunaan gula pada
pembuatan salami ini mempunyai tujuan sebagai pengawet, gula yang ditambahkan
tersebut akan diubah menjadi asam laktat di dalam produk. Hal ini menyebabkan pH
salami menurun dan salami menjadi agak kering selama proses pematangan (Hui et
al., 2001).
Selongsong
Casing sosis ada dua tipe yaitu casing alami dan casing buatan. Casing yang
digunakan dalam pembuatan salami kali ini adalah casing alami. Casing alami
berasal dari usus ternak, seperti sapi, kambing dan domba. Casing buatan dapat
menggantikan selongsongan alami bahkan memiliki beberapa kelebihan antara lain
mudah disimpan tanpa bahan pengawet, ukuran dan bentuknya seragam, harganya
murah dan sifatnya mudah diatur sesuai kebutuhan. Casing buatan diperoleh dari

berbagai bahan, seperti selulosa dan kolagen baik yang edible maupun yang tidak
dapat dimakan serta casing plastik (Soeparno, 1994).
Bakteri asam laktat dan fermentasi
Pembuatan salami juga menggunakan mikroorganisme. Mikroorganisme
yang digunakan adalah Bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat (BAL) adalah grup
mikroorganisme yang digunakan dalam sosis fementasi. Bakteri asam laktat akan

memfermentasi gula menjadi asam laktat sehingga menghasilkan flavor tajam yang
merupakan ciri khas produk sosis fermentasi. Fermentasi akan berlangsung secara
baik jika suhu adonan sesuai dengan suhu pertumbuhan bakteri asam laktat yaitu
sekitar 80-100oC (Salmien dan Wright, 1993). Menurut Hui et al (2001), proses
fermentasi dalam salami dapat berlangsung secara alami oleh bakteri asam laktat.
Jika jumlah awal bakteri asam laktat kecil maka penurunan pH akan berlangsung
lambat sehingga bakteri pembusuk dan patogen akan berkembang. Fungsi starter
diantaranya adalah menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen, sintesis
komponen flavour dan menghasilkan komponen antagonistik (Salminen dan Wright,
1993). Bakteri asam laktat yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi
adalah Lactobacillus, Pediococcus, Micrococcus dan Streptococcus (Hui et al.,2001)
Lactobacillus plantarum termasuk bakteri gram positif, tidak memiliki
kemampuan katalase dan cenderung membentuk rantai-rantai pendek. Lactobacillus
plantarum mampu hidup dengan baik pada pH 5 sampai 6,5 dan konsentrasi NaCl
1,5 sampai 2% sehingg a dapat diterapkan baik pada daging PSE (Pale Soft
Exudative), normal maupun DFD (Dark Firm Dry) dan sosis fermentasi dengan
formilasi garam sampai 2% (Hadiwiyoto, 1983).
Pengasapan
Pengasapan juga dilakukan pada pembuatan sosis fermentasi. Pengasapan berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak, dan

memberi flavor pada daging yang sedang diproses (Lawrie, 1998). Pengasapan juga
berfungsi untuk memperbaiki penampilan permukaan produk (Soeparno, 1994).
Proses pengasapan dapat dilakukan dengan cara konvensional , yaitu dengan
menggantung produk dalam rumah pengasapan selama 4-8 jam pada suhu 35-45ºC
(Buckle et al.,1987). Berdasarkan periode (waktu) pematangan, sosis fermentasi

dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) cepat, dengan periode pematangan
kurang dari 7 hari, (2) sedang, dengan periode pematangan sekitar 3 minggu dan (3)
lambat, dengan periode pematangan berlangsung selama 3-4 bulan (Hui et al., 2001).
Lama pengasapan yang dilakukan pada produk sosis tergantung pada diameter
casing yang digunakan. Sosis dengan diameter kecil biasanya dilakukan pengasapan
selama 10-40 jam, sosis berdiameter sedang 15-45 jam, sedangkan sosis berdiameter
besar selam beberapa hari bahkan dilaukan selama 1-3 minggu (Savic, 1985).

MATERI DAN METODE
Materi
Salami
Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan salami terdiri dari daging sapi 1600
g, lemak 400 g, gula 10 g, garam NPS 40 g, starter bakteri asam laktat 40 ml dan
casing salami dengan diameter enam cm. Sedangkan alat yang digunakan adalah

food prosesor, grinder, food cutter, stuffer, smoke chamber dan peralatan dapur. \
Uji Fisik
Kadar Air, alat yang digunakan adalah timbangan analitik, cawan, dan oven. Bahan
yang diuji berupa daging giling atau adonan dari salami dan sampel dari salami yang
sudah jadi masing-masing seberat lima gram.
Nilai Aw, alat yang digunakan berupa aw meter, dan cawan khusus. Sampel bahan
yang diuji adalah adonan daging salami, dan sampel salami yang sudah jadi.
Nilai pH, sampel yang diuji adalah adonan daging salami, dan sampel salami yang
sudah jadi. Alat yang diperlukan adal;ah pH meter.
TAT, bahan yang dibutuhkan adalah sampel sebanyak lima gram, aquades 45 ml,
indikator pp 2-3 tetes, dan larutan NaOH 0,1 N. Sedangkan alat yang digunakan
adalah buret, erlenmeyer, dan tabung untuk pencampur.
Uji Mikroba
Uji E. coli, bahan yang diperlukan adalah sampel seberat 25 g, larutan NaCl 225 ml,
dan media EMBA 20 ml. Alat yang digunakan terdiri dari blender, erlenmeyer,
tabung reaksi, dan cawan petri.
Uji TPC, bahan yang diperlukan adalah sampel seberat 25 g, larutan NaCl 225 ml,
dan media PCA sebanyak 20 ml. Alat yang digunakan terdiri dari blender,
erlenmeyer, tabung reaksi, dan cawan petri.


Prosedur
Pembuatan Salami
Daging diiris dan dicampur lemak, kemudian digiling dengan

bowl cutter,

lalu ditambah gula, NPS, bakteri asam laktat. Setelah adonan terbentuk, adonan
dimasukan kedalam casing dan di conditioning dulu selama 24 jam untuk selanjutnya
diasapi selama 6 hari dengan waktu 2 jam per hari pada suhu 350C - 370C.
Uji Fisik
Kadar Air, cawan yang sudah dioven ditimbang dan dicatat kodenya, kemudian
sampel ditambahkan sebanyak lima gram. Cawan yang berisi sampel di oven selama
24 jam. Setelah 24 jam, bobot sampel ditimbang, dan nilai kadar air diperoleh
dengan rumus :
¿

Bobot Awal−bobot akhir
x 100
Bobot awal

Nilai Aw, aw meter disiapkan terlebih dahulu, sampel dimasukan kedalam cawan
khusus yang bersih hingga penuh. Cawan dimasukan kedalam alat aw meter.
Kemudian layar monitor diamati hingga pada layar ditunjukan tanda segitiga
sebanyak empat buah. Nilai yang terbaca pad saat itu adalah nilai aw
Nilai pH, nilai pH diperoleh dengan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan pH
7 dan 4. Ujung alat pH meter ditusukan pada sampel daging, nilai yang tertera
dicatat. Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil maksimal.
TAT, sampel dicampur dengan aquades dan dihaluskan. Kemudian ditambahkan
indikator pp, lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna pink. Nilai TAT
diperoleh denag rumus sebagai berikut :
TAT¿
Uji Mikroba

ml sampel x v NaOH x 98 x FP x N . NaOH
x 100%
Bobot sampel

E. coli dan TPC, sampel ditimbang sebanyak 25 g, dan diblender bersama dengan
NaCl sebanyak 225 ml. larutan tersebut diencerkan sebanyak enam kali pengenceran.
Pengenceran dilakukan dengan cara sampel sampel yang sudah diblender dipipet
sebanyak 1 ml dan ditambahkan ke tabung lain yang berisi larutan 9 ml NaCl.
Tabung tersebut merupakan tabung pengenceran 2 (P2). Kemudian sebanyak 1 ml
larutan diambil dari P2 dan ditambahkan ke P3, begitu seterusnya hingga P6. Dari
masing-masing pengenceran diambil sampel 1 ml untuk ditambahkan ke cawan petri
yang berisi media EMBA untuk P1-P3, dan PCA untuk P4-P6. Media yang sudah
ditambahkan sampel, lalu diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator. Setelah 24 jam,
perhitungan bakteri dapat dilakukan. Bakteri E. coli dapat terlihat pada pengenceran
1 sampai 3 dan TPC pada pengenceran 4 sampai 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Uji Fisik dan Mirobiologi Daging
Pengujian
TPC (cfu)
E. Coli (cfu)
Aw
KA (%)
pH
TAT (%)

Daging
1,1 x 106
≤2,5 x 102 (0)
0,921
23,1
5,4
51,07

Adonan
1,4 x 106
3,1 x 102
0,878
32,845
5,43
25,6

Salami
2 x 103
2,5 x 102
0,8195
45,465
5,237

Pembahasan
Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan famili produk sosis
fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk adonannya
kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan dapat langsung
dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995). Sosis fermentasi dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu sosis fermentasi kering dan sosis fermentasi semi kering. Praktikum
kali ini adalah cara pembuatan salami. Untuk mengetahui kualitas salami yang baik
maka perlu dilakukan uji fisik dan mikrobiologi dengan meguji daging yang akan
dibuat salami, adonan yang akan dibuat salami dan salami yang telah jadi.
Sedangkan parameter yang diukur pada pengujian kali ini adalah TPC, E. Coli, Aw,
KA, pH dan TAT.
Perhitungan koloni bakteri pada cawan didapatkan hasil yang tertinggi pada
adonan dengan hasil sebesar 1,4 x 106. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya
kontaminasi saat proses pembuatan adonan. Kontaminasi didapatkan dari
penggunaan alat-alat yang tidak seteril sehingga mngakibatkan peningkatan jumlah
bakteri. Sedangkan hasil perhitungan koloni bakteri pada hasil yang terendah
terdapat pada salami dengan hasil sebesar 2 x 103. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena terjadinya proses fermentasi yang dapat menurunkan pH sehingga bakteribakteri lain yang tidak dapat hidup pada kondisi asam tersebu akan mati. Seperti
yang disebutkan oleh Jay et al., (2000). Umumnya, mikroorganisme tumbuh dengan
baik pada pH sekitar 7,0 (6,6-7,0), beberapa mampu tumbuh di bawah 4,0.

jumlah bakteri E. Coli yang tertinggi terdapat pada adonan dengan hasil
sebesar 3,1 x 102 hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kontaminasi yang
disebabkan oleh praktikan karena kurang seterilnya tangan praktikan saat proses
pembuatan dan kurang higenisnya alat-alat yang digunakan. Selain itu kemungkinan
juga terjadi seperti yang di sebutkan oleh Soeparno, (1994) (1) mempunyai kadar air
yang tinggi (kira-kira 68% - 75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen
dengan kompleksitas yang berbeda, (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang
dapat difermentasikan,

(4) kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk

pertumbuhan mikroorganisme, dan (5) mempunyai pH yang meng-untungkan bagi
sejumlah mikroorganisme (5,3 – 6,5). Salami merupakan famili produk sosis
fermentasi kering. (Herbest, 1995). Tentunya tidak boleh adanya bakteri lain selain
bakteri asam laktat yang memfermentasikan. Sedangkan saat di uji salami
mengandung bakteri E. Coli sebanyak 2,5 x 102 . Tentu saja dengan terdapatnya
bakteri patogen tersebut maka salami yang telah dibuat tidak dapat di uji
organoleptik.
Air diperlukan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang secara
normal (Buckle et al., 1987). Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat
dipergunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhanya. Aktivitas air merupakan
kandungan air dalam bahan pangan yang mempengaruhi daya tahan bahan pangan
tersebut terhadap serangan mikroba (Winarno, 1997). Nilai Aw yang tertinggi
terdapat pada sampel daging dengan nilai 0,921 berbeda dengan nilai Aw yang
terdapat pada sampel salami yaitu dengan nilai sebesar 0,8195. Penurunan nilai Aw
pada

salami

kemungkinan

disebabkan

karena

proses

pengasapan

yang

mengakibatkan salami menjadi lebih kering dibanding dengan daging segar atau
daging beku. Atau karena kemungkinan lain yang telah dinyatakanoleh literatur
garam merupakan komposisi yang penting dalam pembuatan sosis. Garam berperan
dalam meningkatkan flavor, memberikan efek pengawetan dengan cara menurunkan
aktivitas air (aw) dan membatasi pertumbuhan mikroba pada daging. Penggunaan
garam dalam pembuatan sosis berkisar antara 2-3% (Underinner dan Hume, 1994).
Kadar air yang terdapat pada daging sebesar 23,1%, adonan sebesar 32,845%
dan salami sebesar 45,465%. Kadar air pada salami tidak sesuai dengan literatur
yang menyebutkan Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air. Kandunga

air yang terdapat pada salami digunakan mikroorganisme untuk kebutuhan
metabolitnya (Buckle et al., 1987). Air Menurut Casiraghi et al. (1996) kadar air
ideal untuk salami adalah sebesar 36,25 %.
Suatu bahan pangan pasti mempunyai nilai pH yang beraneka ragam. Nilai
pH pada daging pada praktikum ini didapatkan hasil sebesar 5,4 , adonan sebesar
5,43 dan salami sebesar 5,237. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan
Sosis fermentasi kering memiliki kisaran pH yang lebih tinggi yaitu antara 5,0-5,5
(Savic, 1985). Penggunaan gula pada pembuatan salami ini mempunyai tujuan
sebagai pengawet, gula yang ditambahkan tersebut akan diubah menjadi asam laktat
di dalam produk. Hal ini menyebabkan pH salami menurun dan salami menjadi agak
kering selama proses pematangan (Hui et al., 2001).

KESIMPULAN
Parameter yang diukur pada pengujian kali ini adalah TPC, E. Coli, Aw, KA,
pH dan TAT . Proses pembuatan salami mengikuti prosedur yang benar dan

didapatkan produk yang di inginkan tetapi terdapat bakteri E. Coli sehingga produk
salami yang telah dibuat pada praktikum ini tidak dapat di uji organoleptik.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge
dan R. A. Markel. 2001. Pronciples of Meat Science. 4thEdition. Kendall/Hutt
Publishing Co, Iowa.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan. H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Casiraghi, E. C. Pompei, S. Dellaglio, G. Parolari, and R. Virgili. 1996. Quality
atribute of Milano salami, an Italian dry cured sausage. J. Argic. Food. Chem.
1248-1252
Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrik, M. D. Judge, R. A. Markel. 1975.
Principle of Meat Science. W. H. Freiman and Company, San Fransisco
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty,
Yogyakarta.
Herbst, S.T. 1995. Salami. http://web.foodnetwork.com/food/web/encyclopedia/
termdetail /0,7770,1416,00.html. [10-12-2012].
Hui, Y. H, W. K. Nip, R. W Rogers dan O. A young. 2001. Meat Science and
Aplication. Marcel Dekker, Inc, New York.
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Aspen Publishers. Inc.,
Maryland.
Juttelstad, A. 1999. The Best of The Wurst. http://www.foodproductdesign.com[1012-2012].
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. Didalam : Price, J. F. dan B. S. Schweigert
(2nd edition). The Science of Meat and Meat Porducts. W. H. Freeman and
Company
Lawrie, R. A. 1998. Meat Science. 6th edit. Terjemahan : A. Parakkasi dan Yudha A.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Muchtadi, T.R dan Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Dekdikbud. Dirjen Dikti. PAU. Pngan dan Gizi, IPB
Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue 10 th edit. Departemen of Animal
Science the Ohio State University dan The Agricultural Research and
Development Center,
Price, J. F. Dan B. S. Schweigert. 1986. The Science of Meat and Meat Products. 3
edit. Food Nutrition Press., Connecticut.

rd

Salmien, S. Dan A. Wright. 1993. Lactic acid Bacteria. Marcel Dekker Inc., New
York.
Savic, I.V. 1985. Small Scale Sausage production. Food and Agricultural
Organization of the United Nation, Rome.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Subyantoro, R. W. 1996. Pengaruh Cara Pengemasan Suhu dan Waktu Penyimpanan
Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik corn beef dalam Kemasan Plastik
Fleksibel. Skripsi. Fakultas Tekhnologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Toldra, F., Y. Sanz, dan M. Flores. 2001. Meat Fermentation Technology. Dalam: Y.
H. Hui, W. K. Nip, R. W. Rogers, dan O. A. Young. 2001. Meat Science and
Application. Marcel Dekker Inc. New York, USA.
Underriner, E.W. dan I.R. Hume. 1994. Handbook of Industrial Seasoning. Blackie
Academic and Profesional, Madras
Varnam, A. N. Dan J. P. Sutherland. 1995. Meat and Meat Product. Chapman and
Hall, London
Wilson, N. R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Product. Applied Science Publishers, New Jersey
Winarno. F. G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
.
.

LAMPIRAN
HASIL PERHITUNGAN TPC DAN E-COLI DAGING, ADONAN DAN
SALAMI
Tabel 1. Hasil uji mikrobiologi E-coli daging
Pengenceran

Ulangan

Jumlah

Jumlah MO

Keterangan

teramati
(cfu)
1
1
0
≤2,5 x 102
Semua tidak
2
0
masuk dalam
2
1
0
range 25-250
2
0
3
1
0
2
0
Keterangan: tidak ada nilai yang masuk dalam range 25-250 sehingga jumlah MO
dalam cfu adalah ≤25 x pengenceran terendah.
Tabel 2. Hasil uji mikrobiologi E-coli adonan salami
Pengenceran

Ulangan

Jumlah

Jumlah MO

Keterangan

teramati
(cfu)
1
1
31
3,1 x 102
Hanya 31
2
22
yang masuk
2
1
0
range 25-250
2
0
3
1
0
2
0
Keterangan: hanya 31 pada P1 yang masuk range 25-250 sehingga jumlah MO dalam
cfu adalah 3,1 x 102

Tabel 3. Hasil uji mikrobiologi E-coli salami
Pengenceran

Ulangan

Jumlah

Jumlah MO

Keterangan

teramati
(cfu)
1
25
2,5 x 102
Hanya 25
2
3
yang masuk
2
1
6
range 25-250
2
9
3
1
6
2
9
Keterangan: hanya 25 pada P1 yang masuk range 25-250 sehingga jumlah MO dalam
1

cfu adalah 2,5 x 102

Tabel 4. Hasil uji mikrobiologi TPC daging
Pengenceran
4

Ulangan

1
2
5
1
2
6
1
2
Keterangan: hanya

Jumlah

Jumlah MO

Keterangan

teramati
(cfu)
154
1,1 x 106
Hanya 154 dan
68
68 yang masuk
1
range 25-250
3
5
6
154 dan 68 pada P1 yang masuk range 25-250, sedangkan yang

lain tidak masuk, sehingga jumlah MO dalam cfu adalah (154+68)/2=1111,1 x 106