TAMANSARI STUDY TENTANG PERUBAHAN FUNGSI

TAMANSARI STUDY TENTANG PERUBAHAN FUNGSI
DAN DAMPAK DARI PEMANFAATAN SEBAGAI TUJUAN
WISATA DARI TAHUN 1974 -2007

Lokasi : Kampung Taman, Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton, Kota
Yogyakarta, Provinsi DIY
Yogyakarta. 2 Maret 2017
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Peningkatan Kapasitas
Tenaga Kesejarahan bagi Penulis Sejarah 2017)
Oleh:
Kelompok 2
Nama anggota :
Johan Susilo Dwirahmi
Suryandari Aria
Tundung Himawan
Much. Huda Kurniawan
Hidayati
Samsul Bachri
Yoses Lamzag Dwitya
Sobat Ady Dharma Th.
Esti Wuryansari Khusnul

Aini Azizah
Albertus Danang Satria Nugraha
Pratomo Aji
Abdul Rohim

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

TAMANSARI STUDY TENTANG PERUBAHAN FUNGSI
DAN DAMPAK DARI PEMANFAATAN SEBAGAI TUJUAN
WISATA DARI TAHUN 1974 -2007
LATAR BELAKANG
Taman Sari merupakan salah satu bangunan bersejarah di Yogyakarta. Sebagai sebuah
monumen yang menyimpan kisah sejarah, Taman Sari senantiasa dipelihara secara detail pada
semua aspek bagian bangunan. Tamansari dibangun pada tahun 1765 ditandai dengan candrasengkala
yang terdapat pada gerbang masuk yang berbunyi "Lunging Sekar Sinesep Peksi". Lung berarti 1,
sekar berarti 9, sinesep berarti 6, and peksi berarti 1 dibaca secara terbalik menjadi tahun jawa 1691.
Tamansari menempati lahan seluas 15 ha. Tamansari dirancang oleh Tumenggung Mangundipura dan
Demang Tegis, seorang berkebangsaan Portugis yang diberi pangkat Demang oleh Sultan
Hamengku Buwana I (Dwidjasaraya, 1935: 16) sehingga tampak pengaruh gaya arsitektur portugis
pada beberapa sisi Taman Sari.

Tamansari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dibangun
pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang
mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57
bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan
beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara
1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara
kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang
berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
II. TUJUAN
Tujuan Ekskursi lapangan adalah untuk memahami proses pembangunan Tamansari dari yang hanya
digunakan khusus untuk lingkup keraton menjadi tempat wisata .
III. METODE
Dalam penelitian ini saya menggunakan metode penelusuran dokumen, survey, dan wawancara.
Untuk mengawali penelitian ini, saya terlebih dahulu mengumpulkan dokumen-dokumen tertulis
berkaitan dengan kawasan Taman Sari. Sumber tertulis pertama berupa arsip-arsip dan dokumen dari,
Pemda Propinsi DIY, Pemda Kota Yogyakarta. . Sumber Kedua adalah laporan –laporan hasil
penelitian sejaman yang dilakukan oleh lembaga-lembaga ilmiah, pemerintah , maupun pihak-pihak
yang melakukan penelitian baik secara individu atau kelompok seperti: LIPI, UGM, UNDIP, IPB, UI,.
Sumber ketiga adalah pemberitaan-pemberitaan media massa mengenai Taman Sari .
Teknik Pengumpulan Data

1. Kritik Sumber
Tahap ini terdiri dari kritik ekstern maupun intern. Kritiks ekstern dimaksudkan untuk
menguji otensitas sumber. Dalam proses kritik ekstern, tahap pertama dilakukan pengecekan terhadap
arsip

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

atau data langsung kepada lembaga yang mengeluarkan arsip atau data tersebut sehingga
keasliannya dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan kritik intern merupakan langkah yang diambil
adalah menilai isi sumber yang telah terkumpul, guna memastikan kredibilitas isi sumber. Langkah
pertama adalah mengelompokkan dan memilah-milah data sesuai dengan tema yang diangkat,
kemudian mengecek validitas data dengan cara metode pengecekan silang dengan cara melakukan
observasi langsung kelapangan, wawancara, dan memperbandingkan laporan satu dan lainnya. Dengan
proses diatas diharapkan dapat memperoleh fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
2. Interpretasi
Tahap ini adalah proses menafsirkan dan mencari hubungan fakta dari data yang telah
melalui proses kritik untuk dibuat sintesa. Proses ini menggunakan alat bantu bidang ilmu lain,
agar hasil yang didapat lebih akurat. Dalam proses ini peran imajinasi sangat besar, karena
imajinasi membantu proses penyajikan sintesa, kemudian diinterpretasikan dalam bentuk kata-kata

atau kalimat yang dapat dimengerti.
3. Pengamatan lapangan
Pengamatan lapangan diperlukan untuk melihat wujud kawasan Taman Sari sekarang, dan
kondisi ruang-ruang di sekitarnya termasuk kawasan kampung Magersari yang ada di Sekitar
Taman Sari. Dari pengamatan lapangan ini akan diketahui kondisi ruang kawasan Taman Sari. Hal ini
membantu menganalisis perubahan dan perkembangan yang terjadi di kawasan Taman Sari
4. Wawancara mendalam
Kahn dan Cannell (1957) menggambarkan wawancara sebagai “a conversation with a
purpose” (p.149). Patton (1990, pp.280 – 290) mengkategorikan wawancara dalam 3 tipe yaitu: the
informal conversation interview, the general interview guide approach, and the standardized openended interview. Dari ketiga jenis wawancara tersebut, akan digunakan tipe wawancara informal
dengan panduan yang telah dibuat sebelumnya, karena wawancara tipe ini tidak akan mengambil jarak
yang terlalu jauh antara peneliti dan responden yang diteliti. Untuk melengkapi studi ini, metode
sejarah lisan digunakan sebagai cara menjawab keterbatasan sumber tertulis menyangkut
perkembangan kawasan Taman Sari. Wawancara ini akan dilakukan terhadap warga kawasan Taman
Sari yang telah tinggal dan menetap sejak tahun 1970 hingga sekarang, selain itu wawancara juga
dilakukan dengan narasumber yang mengetahui persis masalah perubahan fungsi Taman sari terutama
pengetahuan mengenai kawasan taman Sari.

DESKRIPSI
Pada tahun 1970-an dilakukan renovasi di beberapa bangunan bagian dari Taman Sari, antara

lain di kolam Unggul Binangun, Gapura Agung, dan Gapura Panggung. Setelah tahun 1974,
pengelolaan Taman Sari dilakukan oleh Tepas Keprajuritan Ngayogyakarta. Taman Sari terletak
kurang lebih sejauh 2 kilometer dari Keraton Yogyakarta. Luas Taman Sari kini sekitar 12 hektar,
tepatnya 12.600 meter persegi. Sebelum gempa tahun 1867, kompleks Taman Sari memiliki 57
bangunan dan beberapa gerbang. Jumlah ini kini menyusut hingga separuhnya yaitu 26 bangunan. Jika
ditambah dengan gerbang, jumlahnya mencapai 36. Secara detail, periksalah denah- denah berikut ini.
Denah 1 menunjukkan posisi Taman Sari terhadap Keraton. Sementara itu, denah
2 menunjukkan pesanggrahan Taman Sari.

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

Denah 1
Sumber: Mengenal Sekilas Bangunan Pesanggrahan Taman Sari Yogyakarta, Balai Kajian Sejarah
dan
Nilai Tradisional, Yogyakarta,
1989.

Denah 2
Sumber: Mengenal Sekilas Bangunan Pesanggrahan Taman Sari Yogyakarta, Balai Kajian Sejarah
dan

Nilai Tradisional, Yogyakarta,
1989.

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

Foto 1
Sumber: 1930, Een batikster aan het werk bij Taman Sari, het waterkasteel van de Sultan van
Jogjakarta, VIAF:?132330511 ISNI:?0000 0001 1512 2383 ULAN:?500305434
LCCN:?n79132355
NLA:?36507970
WorldCat

Foto 2
Sumber: 1920, Jogjakarta, Tamansari waterkasteel met deels door planten overwoekerde
binnenplaats. VIAF:?132330511 ISNI:?0000 0001 1512 2383 ULAN:?500305434
LCCN:?n79132355
NLA:?36507970
WorldCat

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta


Foto 3
Sumber: 1890, het waterkasteel van de Sultan van Jogjakarta, VIAF:?132330511 ISNI:?0000 0001
1512 2383 ULAN:?500305434 LCCN:?n79132355 NLA:?36507970
WorldCat

Foto 4
Sumber: 1870, het waterkasteel van de Sultan van Jogjakarta VIAF:?132330511 ISNI:?0000 0001
1512 2383 ULAN:?500305434 LCCN:?n79132355 NLA:?36507970
WorldCat

PERUBAHAN FUNGSI
Fungsi-fungsi Awal
Fungsi Tamansari yang pertama merupakan tempat beristirahat dan berekreasi bagi Sultan dan
keluarganya (Sukirman, 1988: ). sebagai tempat rekreasi atau peristirahan dapat diketahui
dengan adanya beberapa fasilitas pendukungnya, antara lain: umbul, pasiraman, kolam,
pertamanan, dan segaran. Dahulu segaran tersebut luasnya sampai dengan segaran Pulo Gedong di sisi
timur kraton. Air segaran dialirkan dari sungai Winongo (sebelah barat kota) melalui parit yang sering
disebut kali Larangan. Jika akan ke Tamansari, keluarga kraton saat itu melewati aliran air dari
Magangan dengan menggunakan perahu. Fasilitas Tamansari sebagai tempat beristirahat dan

berekreasi dahulunya memiliki beberapa fasilitas antara lain: Kompleks Umbul Winangun yang
memiliki tiga kolam renang (Umbul Muncar, Belumbang Kuras dan Umbul Winangun) dengan
menara tempat beristirahat bagi Sultan Yogyakarta. Segaran/danau buatan yang berfungsi sebagai
Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

tempat pemeliharaan ikan dan arena kegiatan mendayung bagi putra keluarga Kasultanan. Pulo
Kenanga, tempat tinggal Sultan beserta keluarga bila berekreasi di Tamansari yang memiliki fasilitas
untuk pertunjukkan kesenian. Pesarean Ledoksari, kamar khusus untuk Sultan. Terdapat 18 buah
kebun (kebun bunga, sayuran, buahbuahan, dan rempah-rempah). Hutan dengan margasatwa yang
terpilih.
Fungsi kedua dari Tamansari yaitu Tempat Beribadah (Subhekti, 2005:). Santi, pengelola
Taman Sari mengatakan Tamansari sebagai tempat beribadah juga merupakan tetirah dimana Sultan
menenangkan pikiran dan untuk bersemedi. Beberapa Fasilitas untuk aktivitas religius ataupun
meditasi, antara lain: Sumur Gumuling, merupakan mesjid bawah air dengan konstruksi dua lantai
berbentuk melingkar, di sebelah barat terdapat mihrab dan di lantai bawah untuk sembahyang
berjamaah. Bangunan sumur gumuling berbentuk seperti sumur yang dindingnya dibuat berongga dan
bertingkat. Tangga naik ke tingkat atas terdapat di tengah-tengah sumuran. Tangga tersebut merupakan
rangkaian empat buah tangga yang bertemu pada sebuah bidang datar di tengah sumuran dan
dari bidang datar ini terdapat sebuah tangga yang menuju ke pintu tingkat atas yang terletak di sisi
sumur bagian dalam sebelah timur. Lantai tingkat atas bangunan ini ketinggiannya sejajar dengan

permukaan tanah di luar Sumur Gumuling. Ruangan bawah dan ruangan atas cukup luas untuk
dipakai sebagai tempat pertemuan atau sembahyang bersama-sama. Pulo Cemeti, terletak di
sebelah selatan Pulo Kenanga, bangunan bertingkat berbentuk segi empat dan berfungsi sebagai
tempat Raja bermeditasi. Pulo Cemeti sering pula disebut Pulo Panembung, walaupun disebut
dengan istilah pulo (pulau), tetapi keadaannya berbeda dengan sebuah pulau yang biasa, karena
sebenarnya Pulo Panembung merupakan sebuah bangunan yang dahulu berada di tengan segaran.
Ketika air segaran masih penuh, bangunan ini hanya dapat dicapai melalui lorong yang berujung di
urungurung dipakai sebagai jalan keluar masuk lorong.
Fungsi ketiga dari Taman Sari yaitu Tempat Pertahanan (Kota Jogjakarta, 200 tahun,
1956:16). Sebagai seorang panglima perang, ahli strategi dan seorang kesatria, Sultan memfasilitasi
bangunan Tamansari sebagai tempat pertahanan, fasilitas tersebut antara lain: Benteng yang tinggi
dengan baluwer (bastion tempat meriam), Gerbang atau gapuro yang dilengkapi dengan tempat
penjagaan para prajurit.
Jalan-jalan bawah tanah (urung-urung) dan bangunan tempat
kesekretairatan. Dua buah meriam pada kanan kiri gerbang.

Fungsi Baru
Pada masa pemerintah HB III, Sultan menyerahkan Taman Sari kepada para abdi dalem
untuk ditinggali dan dikelola. Selama meninggali, abdi dalem melakukan kegiatan-kegiatan rumah
tangga eperti misalnya membatik. Selain itu, selama mengelola lahan tersebut para abdi dalem juga

melakukan kegiatan berladang. Revitalisasi pernah dilakukan pada tahun 1943 pada masa HB IX dan
pada tahun 1970. Setelah itu pada tahun 1974, Tamansari dibuka untuk umum sebagai tempat wisata
dan pengelolaannya diserahkan kepada Tepas Keprajuritan Ngayogyakarta (Rachman, 1996).

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

TEMA DAN PERIODISASI
Fungsi Tamansari yang pertama merupakan tempat beristirahat dan berekreasi bagi Sultan
dan keluarganya. sebagai tempat rekreasi atau peristirahan dapat diketahui dengan adanya beberapa
fasilitas pendukungnya, antara lain: umbul, pasiraman, kolam, pertamanan, dan segaran. Dahulu
segaran tersebut luasnya sampai dengan segaran Pulo Gedong di sisi timur kraton. Air segaran
dialirkan dari sungai Winongo (sebelah barat kota) melalui parit yang sering disebut kali Larangan.
Jika akan ke Tamansari, keluarga kraton saat itu melewati aliran air dari Magangan dengan
menggunakan perahu. Fasilitas Tamansari sebagai tempat beristirahat dan berekreasi dahulunya
memiliki beberapa fasilitas antara lain: Kompleks Umbul Winangun yang memiliki tiga kolam renang
(Umbul Muncar, Belumbang Kuras dan Umbul Winangun) dengan menara tempat beristirahat bagi
Sultan Yogyakarta. Segaran/danau buatan yang berfungsi sebagai tempat pemeliharaan ikan dan arena
kegiatan mendayung bagi putra keluarga Kasultanan. Pulo Kenanga, tempat tinggal Sultan beserta
keluarga bila berekreasi di Tamansari yang memiliki fasilitas untuk pertunjukkan kesenian. Pesarean
Ledoksari, kamar khusus untuk Sultan. Terdapat 18 buah kebun (kebun bunga, sayuran, buahbuahan,

dan rempah-rempah). Hutan dengan margasatwa yang terpilih.
Fungsi kedua dari Tamansari yaitu Tempat Beribadah. Tamansari sebagai tempat beribadah
juga merupakan tetirah dimana Sultan menenangkan pikiran dan untuk bersemedi. Beberapa Fasilitas
untuk aktivitas religius ataupun meditasi, antara lain: Sumur Gumuling, merupakan mesjid bawah air
dengan konstruksi dua lantai berbentuk melingkar, di sebelah barat terdapat mihrab dan di lantai
bawah untuk sembahyang berjamaah. Bangunan sumur gumuling berbentuk seperti sumur yang
dindingnya dibuat berongga dan bertingkat. Tangga naik ke tingkat atas terdapat di tengah-tengah
sumuran. Tangga tersebut merupakan rangkaian empat buah tangga yang bertemu pada sebuah bidang
datar di tengah sumuran dan dari bidang datar ini terdapat sebuah tangga yang menuju ke pintu
tingkat atas yang terletak di sisi sumur bagian dalam sebelah timur. Lantai tingkat atas
bangunan ini ketinggiannya sejajar dengan permukaan tanah di luar Sumur Gumuling. Ruangan
bawah dan ruangan atas cukup luas untuk dipakai sebagai tempat pertemuan atau sembahyang
bersama-sama. Pulo Cemeti, terletak di sebelah selatan Pulo Kenanga, bangunan bertingkat berbentuk
segi empat dan berfungsi sebagai tempat Raja bermeditasi. Pulo Cemeti sering pula disebut Pulo
Panembung, walaupun disebut dengan istilah pulo (pulau), tetapi keadaannya berbeda dengan sebuah
pulau yang biasa, karena sebenarnya Pulo Panembung merupakan sebuah bangunan yang dahulu
berada di tengan segaran. Ketika air segaran masih penuh, bangunan ini hanya dapat dicapai melalui
lorong yang berujung di urungurung dipakai sebagai jalan keluar masuk lorong.
Fungsi ketiga dari Taman Sari yaitu Tempat Pertahanan (Kota Jogjakarta, 200 tahun,
1956:16). Sebagai seorang panglima perang, ahli strategi dan seorang kesatria, Sultan memfasilitasi
bangunan Tamansari sebagai tempat pertahanan, fasilitas tersebut antara lain: Benteng yang tinggi
dengan baluwer (bastion tempat meriam), Gerbang atau gapuro yang dilengkapi dengan tempat
penjagaan para prajurit.
Jalan-jalan bawah tanah (urung-urung) dan bangunan tempat
kesekretairatan.
Dua
buah
meriam
pada
kanan
kiri
gerbang.

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

SUMBER LISAN
1. Ibu Septi , Yogyakarta, Pegawai BPCB Yogyakarta
2. Bapak Lukman , Yogyakarta, Pegawai BPCB Yogyakarta

SUMBER TERTULIS
1. Sukirman, D. H., 1988, Mengenal Sekilas Bangunan Pasanggrahan Taman Sari Yogyakarta.
Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Direktorat Jenderal
Kebudayaan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Subhekti, Y. I., 2005, Perkembangan Tamansari Sebagai Kawasan Konservasi dan Pariwisata
Kota Yogyakarta, Semarang: Universitas Diponegoro
3. Dwidjasaraya, A.S. Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Mardimulyo, jilid II, 1935.
4. Kota Jogjakarta, 200 tahun, 7 Oktober 1756 - 7 Oktober 1956. Yogyakarta: Panitia Peringatan
Kota Jogjakarta 200 th, 1956.
5. Ridhani, Fianto, Yosep, 2015, PENCIPTAAN BUKU ILUSTRASI TAMAN SARI KERATON
YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA PENGENALAN CAGAR BUDAYA, Jurnal Desain
Komunikasi Visual Vol.4, No.2
6. Drs. Rusli Rachman, 1996, Studi Teknis Arkeologi Situs Tamansari Yogyakarta, Depdikbud

NILAI DAN MAKNA SEJARAH

NILAI DAN MAKNA SEJARAH TAMAN SARI
Adanya Taman Sari bagi masyarakat memberikan banyak nilai yang dapat diambil bagi
masyarakat luas. Beberapa

nilai

yang dimaksud adalah nilai historis, religi, dan arsitektur yang

semuanya menambah khasanah kebudayaan dari bangsa kita. Beberapa nilai tersebut juga
mencerminkan sebenarnya bangsa kita memiliki banyak nilai budaya yang tidak dimiliki bangsa
lainnya.
Salah satu nilai itu adalah nilai Historis, artinya bangunan Taman Sari ini memiliki sejarah
panjang dalam proses pembangunannya. Dalam hal ini, banyak hal yang terkandung di setiap
fasenya bagaimana peran Taman Sari sendiri d itengah perubahan social cultural dari kraton
Yogyakarta. Dari perubahan tersebut akhirnya menciptakan pristiwa penting yang menjadi catatan
sejarah yang dapat menjadi pelajaran kita sekarang ini. Misalnya saja historis pembangunan Taman
Sari yang dibangun setelah perjanjian Giyanti (1755).
Kemudian dalam nilai religi Taman Sari memiliki fungsi khusus seperti meditasi bagi sultan
yang mencerminkan proses internalisasi diri seorang sultan.

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

Sementara dibukanya Taman Sari

sebagai tempat wisata juga dapat dijadikan sebagai bentuk manifestasi nilai religious dari seseorang
yang berkunjung disana.
Yang terakhir dalam nilai arsitektur bangunan Taman Sari memiliki nilai arstistik yang cukup
tinggi, hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunannya. Seperti banguanan Gedong Gapura Hageng dan
Persiraman Umbul Binangun. Yang semuanya mengalkuturasikan dari beberapa kebudayan
diantaranya adalah Hindu, Eropa dan tentunya kebudayaan Jawa.

POTENSI
Potensi Taman Sari di masa`kini dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi (tempat pesiar
bagi masyarakat), tempat religious, tempat edukasi sejarah (misalnya mempelajari tempat pertahanan
dan perlindungan) dan sebagai tempat untuk meningkatkan pendapatan bagi beberapa keluarga yang
tinggal di sekitar wilayah Taman Sari.
Taman Sari setelah hak milik diberikan oleh sultan kepada pemerintah untuk dikelola
sebagai objek wisata, memberikan alternative baru bagi masyarakat yang ingin berwisata di wilayah
Yogyakarta. Dari berbagai objek wisata yang ada, Taman Sari merupakan objek wisata yang diminati
karena memiliki keadaan bagungan yang artistic sehingga banyak pengunjung yang melakukan foto
bersama untuk menghilangkan kepenatan. Sebagai tempat religious, Taman Sari juga banyak
dikunjungi oleh masyarakat yang ingin mempelajari tentang aspek relijius di masa lalu. Taman sari
juga dikunjungi oleh para pelajar yang ingin belajar tentang sejarah. Metode belajar di luar ruangan
ini memang sekarang telah menjadi program yang dirancang sekolah agar pembelajaran menjadi
bermakna dan menyenangkan. Potensi yang terakhir, eksistensi Taman Sari dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat sekitar misalnya masyarakat yang berjualan di dalam Taman Sari.

Penutup
Dalam penelitian ini ada beberapa perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 40 tahun dari
awal adanya moment perubahan pengelolaan Taman Sari. Pada Tahun 1974 merupakan awal dari
dibukanya Taman sari sebagai ruang baru tujuan wisata dengan diserahkannya pengelolaan Taman sari
ke Tepas Keprajuritan. Majunya Industri pariwisata di Yogyakarta dan tujuan wisata baru Taman Sari
membawa perubahan baik ekonimi dan dan budaya warga sekitar kraton.

Hal ini terlihat

dengan semakin banyaknya wisatawan baik dalam dan luar negeri yang memanfatkan Tamansari
sebagai tujuan wisata. Ekonomi kreatif warga juga berkembang dengan munculnya industri pendukung
wisata.

Laporan Ekskursi Lapangan di Taman Sari Yogyakarta

Dokumen yang terkait

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG DESAIN KEMASAN PRODUK DENGAN INTENSI MEMBELI

9 123 22

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

A DESCRIPTIVE STUDY ON THE TENTH YEAR STUDENTS’ RECOUNT TEXT WRITING ABILITY AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

5 197 17