HPI 14 Recent site activity teeffendi
Kerjasama Internasional
Gambaran Umum
Salah satu bagian yang paling penting dalam proses
penegakan hukum dalam hukum pidana internasional
adalah adanya kerjasama internasional antar negara
yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian
internasional. Hal ini sejalan dengan tujuan PBB dalam
rangka menciptakan keadaan dalam suasana yang adil
dan menghormati kewajiban-kewajiban internasional
yang timbul dengan adanya perjanjian antar negara
tersebut.
(Lihat Sumaryo Suryokusumo, 2008: 1)
Perjanjian Internasional
Negara melakukan kegiatan-kegiatan yang beragam
dengan menggunakan perjanjian sebagai alat untuk
mendasari kegiatan tersebut. Dengan adanya perjanjian
dan bentuk kerjasama internasional lainnya tersebut
telah merupakan kenyataan yang tercatat dalam
sejarah. Perjanjian telah menjadi kebiasaan bagi
negarawan untuk menggunakan aturan-aturan hukum
yang mengatur hubungan yang bersifat kontraktual
antara individu-individu secara tersendiri dalam
mengembangkan aturan-aturan hukum internasional
yang mengatur perjanjian antar negara
Perjanjian Internasional (lanjutan)
Objek perjanjian internasional sebagai implementasi dari
kerjasama internasional tidak ada batasnya karena menyangkut
masalah-masalah politik, ekonomi perdagangan, sosial,
kebudayaan dan berbagai persoalan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Bentuk perjanjian juga beraneka ragam, mulai dari perjanjian
tentang persekutuan militer, pengaturan pelucutan senjata,
perilaku peperangan, menyatakan perdamaian, penyelesaian
sengketa perbatasan, hubungan diplomatik dan konsuler,
pelayaran, penerbangan, sampai dengan ekstradisi dan
perjanjian yang berkaitan dengan proses penegakan hukum
dalam lingkup hukum pidana internasional.
Perjanjian Internasional (lanjutan)
Bassiouni dalam merumuskan 22 (dua puluh dua) jenis
tindak pidana internasional memasukkan unsur
kerjasama internasional sebagai salah satu elemen
(elemen kepentingan/ necessity) dalam tindak pidana
internasional. Dengan demikian unsur kerjasama
internasional merupakan salah satu elemen dalam
menentukan apakah perbuatan tersebut merupakan
bagian dari tindak pidana internasional atau bukan.
Bentuk Kerjasama Internasional
Konvensi Palermo 2000 tentang Transnational Organized
Crime (TOC) memberikan beberapa pilihan dalam
kerjasama internasional sebagai upaya penegakan hukum
pidana internasional, diantaranya adalah:
1. Ekstradisi;
2. Bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual
legal assistance in criminal matters);
3. Transfer terpidana (Transfer sentences persons);
4. Transfer proses pemeriksaan pidana (Transfer of
criminal proceedings).
Bentuk Kerjasama Internasional
(lanjutan)
Selain ditentukan di dalam Konvensi Palermo 2000 terdapat
bentuk-bentuk lain dari kerjasama internasional dalam rangka
penegakan hukum pidana internasional, diantaranya adalah:
1. Harmonisasi hukum;
2. Pertukaran informasi (exchange of information/ intelligence
sharing);
3. Joint investigation;
4. Law enforcement cooperation;
5. Training and technical assistance;
6. Joint task force;
7. Cooperative security
Ekstradisi
Perjanjian ekstradisi merupakan salah satu bentuk
kerjasama internasional tertua dalam sejarah hukum
internasional, dimulai sejak zaman Hamurabi pada abad
ke 15. (Romli Atmasasmita, 2004: 133)
Istilah ekstradisi berasal dari bahasa Latin, Extradere atau
menyerahkan. Secara etimologis, kalimat ekstradisi
berasal dari dua suku kata, yaitu extra dan tradition,
ekstradisi artinya suatu konsep hukum yang berlawanan
dengan tradisi yang telah berabad-abad dipraktikan antar
bangsa-bangsa.
(Lihat I Wayan Parthiana, 2009: 38)
Ekstradisi (lanjutan)
Ekstradisi juga bisa diartikan sebagai penyerahan yang dilakukan
secara formal, baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang
sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan hubungan baik
secara timbal balik, atas seseorang yang diduga telah melakukan
tindak pidana atau atas seseorang yang telah dijatuhi pidana
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas kejahatan
yang telah dilakukannya, oleh negara tempatnya berada kepada
negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau
menghukumnya, atas permintaan dari negara yang memiliki
yurisdiksi kepada negara tempat orang yang bersangkutan
berada, dengan maksud dan tujuan untuk mengadilinya ataupun
melaksanakan hukuman atau sisa hukumannya
Ekstradisi (lanjutan)
Di Indonesia, menurut Undang-Undang nomor 1 tahun
1979, ekstradisi diartikan sebagai penyerahan oleh
sesuatu negara kepada negara yang meminta
penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana
karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah
negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi
wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut
karena berwenang untuk mengadili dan
mempidananya.
(Lihat Pasal 1 UU 1/ 1979)
Ekstradisi (lanjutan)
Perkembangan hukum ekstradisi terutama sangat pesat di
kawasan negara-negara Amerika Latin melaui Konferensi NegaraNegara Amerika I mengenai Hukum Internasional Privat di
Montevideo tanggal 23 Januari 1889 yang kemudian berhasil
merinci suatu perjanjian tentang Hukum Pidana Internasional
dimana dalam Bab III dan IV berisi mengenai ekstradisi yang
kemudian direvisi pada tanggal 10 Maret 1940 di kota yang sama
dalam konferensi II. Negara-negara Eropa mengesahkan
European Convention on Extradition 13 Desember 1957 yang
dinyatakan berlaku (entry into force) pada bulan April 1960,
tetapi konvensi ini hanya diratifikasi oleh enam negara saja.
(Sumaryo Suryokusumo, 2010: 22-23)
Kelemahan Ekstradisi
Kelemahan-kelemahan ekstradisi antara lain:
• Persyaratan materiilnya terlalu banyak dan jika salah satu tidak
terpenuhi, maka ekstradisi tidak dapat dilakukan;
• Prosedur dan mekanismenya yang terlalu panjang, birokratis,
yaitu melalui saluran diplomatik mengingat masalah ekstadisi
adalah masalah antar negara;
• Konsekuensi dari kelemahan pertama dan kedua di atas,
dibutuhkan tenaga, biaya dan fikiran yang cukup besar terutama
karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi;
• Dalam beberapa hal, ekstradisi sangat dipengaruhi oleh faktor
politik-subjektif masing-masing negara
(I Wayan Parthiana, 2009: 34-35)
Prinsip Dasar Ekstradisi
Ekstradisi sebagai suatu pranata yang penting dalam
hukum internasional memiliki sumber hukum yang
pada hakekatnya merupakan aturan-aturan hukum
kebiasaan yang sudah baku dan diterima oleh
masyarakat internasional sebagai prinsip-prinsip umum
ekstradisi. Ekstradisi memiliki prinsip-prinsip umum
antara lain prinsip kejahatan ganda; prinsip
kekhususan; prinsip tidak menyerahkan pelaku
kejahatan politik; prinsip tidak menyerahkan warga
negara; prinsip timbal balik; prinsip ne bis in idem; dan
prinsip daluwarsa
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip kejahatan ganda
Menurut prinsip ini, kejahatan yang dijadikan sebagai alasan
untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, haruslah
merupakan kejahatan baik menurut hukum negara peminta
maupun menurut hukum negara diminta
• Prinsip kekhususan
Apabila orang yang diminta telah diserahkan, negara peminta
hanya boleh mengadili dan atau menghukum orang yang
diminta, hanyalah berdasarkan pada kejahatan yang dijadikan
alasan untuk meminta ekstradisinya. Jadi tidak boleh diadili dan
atau dihukum atas kejahatan lain, selain daripada kejahatan yang
dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisinya
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Tidak Menyerahkan Pelaku Kejahatan Politik (Non
extradition of political criminal);
Jika negara diminta berpendapat, bahwa kejahatan yang
dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi oleh negara
peminta adalah tergolong sebagai kejahatan politik, maka
negara diminta harus menolak permintaan tersebut. Prinsip
ini merupakan prinsip yang sangat penting di dalam hukum
internasional. Hampir semua negara menolak untuk
mengekstradisi seseorang yang dituduh melakukan kejahatan
politik atau mempunyai motif politik
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Tidak Menyerahkan Warga Negara (Non extradition of
nationals);
Setiap warga negara berhak untuk mendapat perlindungan
dari negaranya jika berada di wilayah negara lain, berhak
untuk mendapatkan pelayanan publik yang sama dengan
warga negara lainnya dan lain sebagainya. Dalam
hubungannya dengan ekstradisi, kewajiban negara untuk
melindungi warga negaranya dan hak warga negara untuk
mendapatkan perlindungan dari negaranya merupakan hal
yang bersifat mutlak.
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Timbal Balik (Principle of Reciprocity);
Di beberapa literatur, prinsip timbal balik diragukan sebagai
suatu prinsip umum dalam esktradisi. Pada dasarnya,
prinsip ini merupakan prinsip hukum internasional yang
tidak tertulis dimana inti dari prinsip ini adalah jaminan
bahwa kedua pihak dalam perjanjian (dalam hal ini adalah
ekstradisi) memiliki kewajiban yang sama dalam
melaksanakan perjanjian. Prinsip ini diterapkan di beberapa
negara Eropa seperti Jerman, Perancis, Austria, Belgia dan
Swiss.
(Lihat Sumaryo Suryokusumo, 2010: 17)
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Ne bis in idem;
Jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta
ekstradisi atas orang yang diminta ternyata sudah
diadili dan atau dijatuhi hukuman yang telah
memiliki kekuatan mengikat yang pasti, maka
permintaan negara peminta harus ditolak oleh
negara diminta.
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Daluwarsa
Tujuan pengaturan prinsip daluwarsa dalam
perjanjian ekstradisi adalah untuk memberikan
jaminan kepastian hukum bagi semua pihak. Suatu
fakta yang sudah demikian lamanya terjadi dan tidak
pernah dipersoalkan selama jangka waktu tersebut,
dipandang sebagai suatu yang sudah lewat dan oleh
karena itu tidak bisa diungkit-ungkit lagi. Mengenai
jangka waktunya, bisa berbeda-beda antara satu
negara dengan negara lain
Karakter Ekstradisi
• Ekstradisi sebagai suatu kewajiban negara;
• Ekstradisi tanpa perjanjian;
• Ekstradisi dengan perjanjian bilateral;
• Ekstradisi dengan perjanjian multilateral
(Romli Atmasasmita, 2010: 14)
Mutual Legal Assistance
Terdapat beberapa lingkup permintaan bantuan timbal balik
dalam masalah pidana yang antara lain:
• Permintaan bantuan sering ditujukan untuk memperoleh
bukti-bukti atau pernyataan dari seseorang;
• Penyediaan dokumen-dokumen untuk kepentingan peradilan;
• Melaksanakan penggeledahan dan penangkapan dan
pemblokiran rekening seseorang;
• Memeriksa objek dan tempat lokasi;
• Identifikasi atau menjejaki hasil kejahatan atau harta kekayaan
seseorang;
(Lihat Romli Atmasasmita, 2004: 135).
Transfer Sentenced Persons
Bentuk kerjasama ini adalah bentuk terbaru dari
kerjasama internasional berkaitan dengan hukum
pidana internasional. Perbedaan antara bentuk
kerjasama ini dengan ekstradisi adalah, jika ektradisi
merupakan penyerahan terdakwa ke negara peminta
ekstradisi, maka dalam perjanjian TSP, yang diserahkan
adalah terpidana atau seseorang yang telah dijatuhi
hukuman di negara tertentu. Pada umumnya TSP ini
berkaitan dengan Transfer of criminal proceedings
(TCP).
Transfer of Criminal Proceedings
Seperti halnya TSP, TCP juga merupakan bentuk
kerjasama baru dalam hukum pidana internasional.
Mengenai hal ini merupakan hal baru dalam sistem
peradilan pidana Indonesia, mengingat KUHAP sebagai
ketentuan mengenai hukum acara pidana tidak
mengenal adanya kerjasama dalam prosedur hukum
acara pidana dengan negara lain. Perlu adanya
pembaharuan dalam KUHAP dalam mengantisipasi
adanya bentuk kerjasama TCP ini.
Daftar Referensi
• I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional Modern, 2009
• Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana
Internasional Bagian II, Hecca Mitra Utama, Jakarta,
2004
• _______, Hukum Tentang Ekstradisi, 2010
• Sumaryo Suryokusumo, Hukum Pidana Internasional
(Ekstradisi), 2010
• _______, Hukum Perjanjian Internasional, 2008
Gambaran Umum
Salah satu bagian yang paling penting dalam proses
penegakan hukum dalam hukum pidana internasional
adalah adanya kerjasama internasional antar negara
yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian
internasional. Hal ini sejalan dengan tujuan PBB dalam
rangka menciptakan keadaan dalam suasana yang adil
dan menghormati kewajiban-kewajiban internasional
yang timbul dengan adanya perjanjian antar negara
tersebut.
(Lihat Sumaryo Suryokusumo, 2008: 1)
Perjanjian Internasional
Negara melakukan kegiatan-kegiatan yang beragam
dengan menggunakan perjanjian sebagai alat untuk
mendasari kegiatan tersebut. Dengan adanya perjanjian
dan bentuk kerjasama internasional lainnya tersebut
telah merupakan kenyataan yang tercatat dalam
sejarah. Perjanjian telah menjadi kebiasaan bagi
negarawan untuk menggunakan aturan-aturan hukum
yang mengatur hubungan yang bersifat kontraktual
antara individu-individu secara tersendiri dalam
mengembangkan aturan-aturan hukum internasional
yang mengatur perjanjian antar negara
Perjanjian Internasional (lanjutan)
Objek perjanjian internasional sebagai implementasi dari
kerjasama internasional tidak ada batasnya karena menyangkut
masalah-masalah politik, ekonomi perdagangan, sosial,
kebudayaan dan berbagai persoalan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Bentuk perjanjian juga beraneka ragam, mulai dari perjanjian
tentang persekutuan militer, pengaturan pelucutan senjata,
perilaku peperangan, menyatakan perdamaian, penyelesaian
sengketa perbatasan, hubungan diplomatik dan konsuler,
pelayaran, penerbangan, sampai dengan ekstradisi dan
perjanjian yang berkaitan dengan proses penegakan hukum
dalam lingkup hukum pidana internasional.
Perjanjian Internasional (lanjutan)
Bassiouni dalam merumuskan 22 (dua puluh dua) jenis
tindak pidana internasional memasukkan unsur
kerjasama internasional sebagai salah satu elemen
(elemen kepentingan/ necessity) dalam tindak pidana
internasional. Dengan demikian unsur kerjasama
internasional merupakan salah satu elemen dalam
menentukan apakah perbuatan tersebut merupakan
bagian dari tindak pidana internasional atau bukan.
Bentuk Kerjasama Internasional
Konvensi Palermo 2000 tentang Transnational Organized
Crime (TOC) memberikan beberapa pilihan dalam
kerjasama internasional sebagai upaya penegakan hukum
pidana internasional, diantaranya adalah:
1. Ekstradisi;
2. Bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual
legal assistance in criminal matters);
3. Transfer terpidana (Transfer sentences persons);
4. Transfer proses pemeriksaan pidana (Transfer of
criminal proceedings).
Bentuk Kerjasama Internasional
(lanjutan)
Selain ditentukan di dalam Konvensi Palermo 2000 terdapat
bentuk-bentuk lain dari kerjasama internasional dalam rangka
penegakan hukum pidana internasional, diantaranya adalah:
1. Harmonisasi hukum;
2. Pertukaran informasi (exchange of information/ intelligence
sharing);
3. Joint investigation;
4. Law enforcement cooperation;
5. Training and technical assistance;
6. Joint task force;
7. Cooperative security
Ekstradisi
Perjanjian ekstradisi merupakan salah satu bentuk
kerjasama internasional tertua dalam sejarah hukum
internasional, dimulai sejak zaman Hamurabi pada abad
ke 15. (Romli Atmasasmita, 2004: 133)
Istilah ekstradisi berasal dari bahasa Latin, Extradere atau
menyerahkan. Secara etimologis, kalimat ekstradisi
berasal dari dua suku kata, yaitu extra dan tradition,
ekstradisi artinya suatu konsep hukum yang berlawanan
dengan tradisi yang telah berabad-abad dipraktikan antar
bangsa-bangsa.
(Lihat I Wayan Parthiana, 2009: 38)
Ekstradisi (lanjutan)
Ekstradisi juga bisa diartikan sebagai penyerahan yang dilakukan
secara formal, baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang
sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan hubungan baik
secara timbal balik, atas seseorang yang diduga telah melakukan
tindak pidana atau atas seseorang yang telah dijatuhi pidana
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas kejahatan
yang telah dilakukannya, oleh negara tempatnya berada kepada
negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau
menghukumnya, atas permintaan dari negara yang memiliki
yurisdiksi kepada negara tempat orang yang bersangkutan
berada, dengan maksud dan tujuan untuk mengadilinya ataupun
melaksanakan hukuman atau sisa hukumannya
Ekstradisi (lanjutan)
Di Indonesia, menurut Undang-Undang nomor 1 tahun
1979, ekstradisi diartikan sebagai penyerahan oleh
sesuatu negara kepada negara yang meminta
penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana
karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah
negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi
wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut
karena berwenang untuk mengadili dan
mempidananya.
(Lihat Pasal 1 UU 1/ 1979)
Ekstradisi (lanjutan)
Perkembangan hukum ekstradisi terutama sangat pesat di
kawasan negara-negara Amerika Latin melaui Konferensi NegaraNegara Amerika I mengenai Hukum Internasional Privat di
Montevideo tanggal 23 Januari 1889 yang kemudian berhasil
merinci suatu perjanjian tentang Hukum Pidana Internasional
dimana dalam Bab III dan IV berisi mengenai ekstradisi yang
kemudian direvisi pada tanggal 10 Maret 1940 di kota yang sama
dalam konferensi II. Negara-negara Eropa mengesahkan
European Convention on Extradition 13 Desember 1957 yang
dinyatakan berlaku (entry into force) pada bulan April 1960,
tetapi konvensi ini hanya diratifikasi oleh enam negara saja.
(Sumaryo Suryokusumo, 2010: 22-23)
Kelemahan Ekstradisi
Kelemahan-kelemahan ekstradisi antara lain:
• Persyaratan materiilnya terlalu banyak dan jika salah satu tidak
terpenuhi, maka ekstradisi tidak dapat dilakukan;
• Prosedur dan mekanismenya yang terlalu panjang, birokratis,
yaitu melalui saluran diplomatik mengingat masalah ekstadisi
adalah masalah antar negara;
• Konsekuensi dari kelemahan pertama dan kedua di atas,
dibutuhkan tenaga, biaya dan fikiran yang cukup besar terutama
karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi;
• Dalam beberapa hal, ekstradisi sangat dipengaruhi oleh faktor
politik-subjektif masing-masing negara
(I Wayan Parthiana, 2009: 34-35)
Prinsip Dasar Ekstradisi
Ekstradisi sebagai suatu pranata yang penting dalam
hukum internasional memiliki sumber hukum yang
pada hakekatnya merupakan aturan-aturan hukum
kebiasaan yang sudah baku dan diterima oleh
masyarakat internasional sebagai prinsip-prinsip umum
ekstradisi. Ekstradisi memiliki prinsip-prinsip umum
antara lain prinsip kejahatan ganda; prinsip
kekhususan; prinsip tidak menyerahkan pelaku
kejahatan politik; prinsip tidak menyerahkan warga
negara; prinsip timbal balik; prinsip ne bis in idem; dan
prinsip daluwarsa
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip kejahatan ganda
Menurut prinsip ini, kejahatan yang dijadikan sebagai alasan
untuk meminta ekstradisi atas orang yang diminta, haruslah
merupakan kejahatan baik menurut hukum negara peminta
maupun menurut hukum negara diminta
• Prinsip kekhususan
Apabila orang yang diminta telah diserahkan, negara peminta
hanya boleh mengadili dan atau menghukum orang yang
diminta, hanyalah berdasarkan pada kejahatan yang dijadikan
alasan untuk meminta ekstradisinya. Jadi tidak boleh diadili dan
atau dihukum atas kejahatan lain, selain daripada kejahatan yang
dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisinya
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Tidak Menyerahkan Pelaku Kejahatan Politik (Non
extradition of political criminal);
Jika negara diminta berpendapat, bahwa kejahatan yang
dijadikan sebagai alasan untuk meminta ekstradisi oleh negara
peminta adalah tergolong sebagai kejahatan politik, maka
negara diminta harus menolak permintaan tersebut. Prinsip
ini merupakan prinsip yang sangat penting di dalam hukum
internasional. Hampir semua negara menolak untuk
mengekstradisi seseorang yang dituduh melakukan kejahatan
politik atau mempunyai motif politik
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Tidak Menyerahkan Warga Negara (Non extradition of
nationals);
Setiap warga negara berhak untuk mendapat perlindungan
dari negaranya jika berada di wilayah negara lain, berhak
untuk mendapatkan pelayanan publik yang sama dengan
warga negara lainnya dan lain sebagainya. Dalam
hubungannya dengan ekstradisi, kewajiban negara untuk
melindungi warga negaranya dan hak warga negara untuk
mendapatkan perlindungan dari negaranya merupakan hal
yang bersifat mutlak.
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Timbal Balik (Principle of Reciprocity);
Di beberapa literatur, prinsip timbal balik diragukan sebagai
suatu prinsip umum dalam esktradisi. Pada dasarnya,
prinsip ini merupakan prinsip hukum internasional yang
tidak tertulis dimana inti dari prinsip ini adalah jaminan
bahwa kedua pihak dalam perjanjian (dalam hal ini adalah
ekstradisi) memiliki kewajiban yang sama dalam
melaksanakan perjanjian. Prinsip ini diterapkan di beberapa
negara Eropa seperti Jerman, Perancis, Austria, Belgia dan
Swiss.
(Lihat Sumaryo Suryokusumo, 2010: 17)
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Ne bis in idem;
Jika kejahatan yang dijadikan alasan untuk meminta
ekstradisi atas orang yang diminta ternyata sudah
diadili dan atau dijatuhi hukuman yang telah
memiliki kekuatan mengikat yang pasti, maka
permintaan negara peminta harus ditolak oleh
negara diminta.
Prinsip Dasar Ekstradisi (lanjutan)
• Prinsip Daluwarsa
Tujuan pengaturan prinsip daluwarsa dalam
perjanjian ekstradisi adalah untuk memberikan
jaminan kepastian hukum bagi semua pihak. Suatu
fakta yang sudah demikian lamanya terjadi dan tidak
pernah dipersoalkan selama jangka waktu tersebut,
dipandang sebagai suatu yang sudah lewat dan oleh
karena itu tidak bisa diungkit-ungkit lagi. Mengenai
jangka waktunya, bisa berbeda-beda antara satu
negara dengan negara lain
Karakter Ekstradisi
• Ekstradisi sebagai suatu kewajiban negara;
• Ekstradisi tanpa perjanjian;
• Ekstradisi dengan perjanjian bilateral;
• Ekstradisi dengan perjanjian multilateral
(Romli Atmasasmita, 2010: 14)
Mutual Legal Assistance
Terdapat beberapa lingkup permintaan bantuan timbal balik
dalam masalah pidana yang antara lain:
• Permintaan bantuan sering ditujukan untuk memperoleh
bukti-bukti atau pernyataan dari seseorang;
• Penyediaan dokumen-dokumen untuk kepentingan peradilan;
• Melaksanakan penggeledahan dan penangkapan dan
pemblokiran rekening seseorang;
• Memeriksa objek dan tempat lokasi;
• Identifikasi atau menjejaki hasil kejahatan atau harta kekayaan
seseorang;
(Lihat Romli Atmasasmita, 2004: 135).
Transfer Sentenced Persons
Bentuk kerjasama ini adalah bentuk terbaru dari
kerjasama internasional berkaitan dengan hukum
pidana internasional. Perbedaan antara bentuk
kerjasama ini dengan ekstradisi adalah, jika ektradisi
merupakan penyerahan terdakwa ke negara peminta
ekstradisi, maka dalam perjanjian TSP, yang diserahkan
adalah terpidana atau seseorang yang telah dijatuhi
hukuman di negara tertentu. Pada umumnya TSP ini
berkaitan dengan Transfer of criminal proceedings
(TCP).
Transfer of Criminal Proceedings
Seperti halnya TSP, TCP juga merupakan bentuk
kerjasama baru dalam hukum pidana internasional.
Mengenai hal ini merupakan hal baru dalam sistem
peradilan pidana Indonesia, mengingat KUHAP sebagai
ketentuan mengenai hukum acara pidana tidak
mengenal adanya kerjasama dalam prosedur hukum
acara pidana dengan negara lain. Perlu adanya
pembaharuan dalam KUHAP dalam mengantisipasi
adanya bentuk kerjasama TCP ini.
Daftar Referensi
• I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional Modern, 2009
• Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana
Internasional Bagian II, Hecca Mitra Utama, Jakarta,
2004
• _______, Hukum Tentang Ekstradisi, 2010
• Sumaryo Suryokusumo, Hukum Pidana Internasional
(Ekstradisi), 2010
• _______, Hukum Perjanjian Internasional, 2008