Ilmu dan Filsafat ilmu dalam

Ilmu dan Filsafat
Alkisah bertanyalah seorang awam kepada ahli filsafat yang arif bijaksana, “ coba sebutkan
kepada saya beberapa jenis manusia yang terdapat dalam kehidupan ini, berdasarkan
pengetahuannya!”
Filsuf itu menarik nafas panjang dan berpantun :
Ada orang yang tahu ditahunya
Ada orang yang tahu di tidak tahunya
Ada orang yang tidak tahu di tahunya
Ada orang yang tidak tahu di tidak tahunya
“ bagaimana caranya agar saya mendapat pengetahuan yang benar?” sambaing orang awam itu ;
penuh hasrta dan ketidak tahuannya.
“ mudah saja.” Jawab filsuf itu.” Ketahuilah apa yang kamu tahu dan ketahuilah apa yang kamu
tidak tahu.”
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan
filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita
tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan
pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat
berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya
kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan
lanjutan dan perguruan tinggi . berfilsafat tentang ilmu berarti kita terus terang kepada diri kita

sendiri: apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah cirri-cirinya yang hakiki yang
membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya
ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Criteria apa yang kita pakai dalam
menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita musti mempelajari ilmu?
Apakah kegunaan sebenarnya?
Demikian juga berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang
seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Dibatas manakah pengetahuan ilmu mulai dan
dibatasmanakah dia berhenti? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu? ( mengetahui kekurangan
bukan berarti merendahkanmu, namun secara memanfaatkan, untk terlebuh jujur dalam
mencintaimu).

Apakah filsafat?
Seorang yang bersifat dapat diumpamakan seorang yang berpijak dibumu sedang tengadah
kebintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dan kesemestan galaksi. Atau seorang,
yang berdiridipuncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah dibawahnya. Dia ingin menyimak
kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Karakteristik berfikir filsafat yang pertama
adalah ​menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu
itu sendiri. Dia ingin tahu kakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu
kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa
kegahagiaan kepada dirinya.

Sering kita melihat seseorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang rendah
kepada ahli ilmu social. Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau lebih sedih lagi,
seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral,
agama dan nilai estetika. Mereka, para ahli yang berada di bawah tempurung disiplin keilmuanya
masing-masing, sebaiknya tengadah kebintang-bintang dan tercengang: lho, kok masih ada langit
lain diluar tempurung kita. Dan kita pun menyadari kebodohan kita sendiri. Yang saya tahu, simpul
sokrates, ialah bahwa saya tidak tahu apa-apa.
Kerendah hatian sokrates ini bukanlah verbalisme yang sekedar basa-basi. Seorang yang
berfikir filsafati selain tengadah kebintang-bintang, juga membongkar tempat berpijak secara
fundamental. Inilah karakteristik berfikir filsafati yang kedua adalh sifat ​mendasar​. Dia tidak
percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses
penilaian berdasarkan penilaian berdsasarkan criteria tersebut dilakukan? Apakah criteria itu
sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan maka pertanyan itu
melingkar. Dan menyusur sebuah lingkaran, kita harus mulai dari satu titik, yang awal dan pun
sekaligus akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
“ ah, Horatio,” desis hamlet, “masih banyak lagi dilangit dan dibumi, selain yang terjaring
dalam filsafatmu”. Memang demikian tidak mungkin kita menangguk pengetahuan secara
keseluruhan, dan bahkan kita tidak yakin kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang
mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi dan inilah yang merupakan cirri filsafatketiga
yakni sifat ​spekulatif​. Kita mulai mengeryitkan kening dan timbul kecurigaan terhadap filsafat:

bukankah spekulasi ini suatu dasar yang tidak bisa diadakan? Dan seorang filsuf akan menjawab:
memang namun hal ini tidak bisa dihindarkan. Menyusul sebuah lingkaran kita harus memulai dari
sebuah titik bagaimanapun juga spekulatifnya yang penting adalah dalam prosesnya, baik dalam
analisis maupun dalam pembuktiannya, kita bisa memisahkan spekulasi mana yang dapat
diandalkan mana yang tidak. Dan tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasr yang telah
diandalkan. Apkah yangdisebutlogis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut sahih?
Apakah ala mini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuan atau absurd? Adakah hokum
yang mengatur alam dan segenap sarwa kehidupan?
Sekarang kita sadar bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dengan spekulasi .
dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang

erupakan titik awal dari penjelajah pengetahuan. Tanpa menetapkan criteria tentang apa yang
disebut benar maka tidak munkin pengetahuan lain berkembang diatas dasar kebenaran. Tanpa
menetapkan apa yang disebut baik atau buruk maka kia tidak mugkin berbicara tentang moral.
Demikian juga tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek tidak mungkin kita berbicara
tentang kesenian.

Jarum Sejarah Pengetahuan
Pernahkah anda mendengar seorang tukang obat menawarkan ​Penacea ( obat segala macam
peyakit ) di kaki lima yang berkata , “ untuk urat kaku, pegal linu, darah tinggi, sakit bengek, eksim,

kepuihan, sukar tidur, hilang nafsu makan, kuarang jantan…. Makn tablet ini tiga kali sehari,
diguyur dengan air minum, yang hamil dilarang makan?” raja obat yang mampu mengobati segala
macam penyakit ini adalah warisan dari zaman dulu, dimana pada waktu itu pembedaan antar
ujud yang satu dengan ujud yang lain, belum dilakukan. Pada masyarakat primitif, pembedaan
antara berbagai organisasi kemasyarakatan belum tampak, yang diakibatkan belum adalanya
pembagian pekerjaan. Seorang ketua suku, umpamanya, bisa merangkap hakim, penghulu yang
menikahkan, panglima perang, guru besar atau tukang tenung. Sekali kita menepati satus tertentu
dalam jenjang kemasyaratan maka status itu tetap, kemanapun kita pergi, sebab organisasi
kemasyarakatan pada waktu itu, hakikatnya hanya satu. Jadi sekali menjadi orang ahli maka
seterusnya dia akan menjadi orang ahli. Seorang ahli dibidang peternakan ayam akan dianggap
menjadi seorang ahli dalam bidang perkawinan, kebatinan, perdagangan, ekonomi, seks,
kenakalan remaja dan entah apa saja.
“ jadi kalau sekarang kita melihat seorang professor psikiatri mencantumkan gelarnya pada
waktu mainketoprak, maka gejala ini agan dianggap sindrom tempo ​doeloe​, kan?” Tanya seorang
peserta seminar.
“ tahu …..,” jawab si pembawa makalah, “ habis contohnya professor psikiatri, sih, jadi
membuka lorong kearah penafsiran yang lain.” ( semua tertawa kecuali teman saya dari pakultas
psikologi). Jadi criteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu
dulu. Semua menyatu dalam keadan yangmenjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu
dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak yang jelas

antara obyek yang satu dengan yang lain. Antara ujud yang satu dengan yang lain. Konsep dasar
ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad penalaran ( the age of
reason ) pada pertengahan abad ke-17. Sebelum Charles Darwin menyusun teori evolusinya kita
mengangap semua mahluk adalah serupa yang diciptakan dalam waktu yang sama.

Jadi adalah wajar saja kalau dalam kuru waktu itu tidak terdapat perbedaan antar berbagai
pengetahuan. Pokoknya segala apa yang kita ketahui adalah pengetahuan, apakah itu cara
memburu gajah dalam mengobati sakit gigi menentukan kapan mulai bercocok tanam atau
biografi para dewa di kayangan. Pokoknya adalah satu apakah itu obyeknya, metode atau
keguanaannya. Metode “ ngelmu “ yang akhir-akhir ini mulai kop lagi, yang tidak membedakan
antar berbagai jenis pengetahuan, mungkin dapat dianggap sebagai metode yang bersifat
universal pada waktu itu.
Dengan bekembangnya abad penalaran maka konsep dasar berubah dari kesesamaan kepada
pembedaan. Mulailah terdapat pembedaan yang jelas antar berbagai pengetahuan, yang
mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjan dan konsekuensinya mengubah struktur ke
masyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa. Yang
diketahui, bagaiman cara mengetahui dan untk apa pengetahuan itu dipergunakan.
Salah satu cabang pengetahuan itu yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu
yang berbeda dengan ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dalam segi metodenya.
Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ilmu yang merupakan paradigm dari abad

pertengahan. Demikian juga ilmu dapoat dibedakan dari apa yang ditelahnya serta untuk apa ilmu
“ itu dipergunakan.
Diferensiasi dalambidang ilmu dengan cepat terjadi. Secara meta fisik ilmu mulai dipaisahkan
dengan moral. Berdasarkan obyek yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam dan ilmu social.
Dari cabang ilmu yang satu sekarang ini diperkirakan berkembang lebih dari 650 ranting disiplin
keilmuan. Perbedaan yang makin terperinci ini menimbulkan keahlian yang makin spesifik pula.
“ saya adalah doctor polan, ahli burung betet betian, “ demikian abad spesialisasi ini seorang
memperkenalkan diri. Jadi tidak lagi ahli zoology, atau ahli burung, bukan juga ahli betet,
melainkan khas betet betina.
“ ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung betet betina dan jantan!”
“ burung betet jantan makan cacing betina sedangkan burung betet betina makan cacing
burung betet jantan….”
“ bagaimana membedakan cacing jantan dengan cacing betina?!”
“ Wah, itu diluar prefesi dan keahlian saya. Saudara harus bertanya kepada ahli cacing.”
Makin ciutnya kapling masing-masing disiplin keilmuan itu bukan tidak mernimbulkan masalah
sebab dalam kehidupan nyata seperti pembangunan pemukiman manusia, mak masalah yang
dihadapi demikian banyak dan bersifat jelimet. Menghadapi kenyataan ini terdapat lagi orang
yang akn memutar jarum sejarah kembali dengan menguburkan batas-batas
otonomimasing-masing disiplin keilmuan. Dengan dalih pendekatan interdisipliner maka berbagai
disiplin keilmuan dikaburkan batas-batasnya, perlahan-lahan menyatu dalam kesatuan yang

berdifusi, seperti semboyan tiga musketir dari Alexander Dumas: “ Tous Pour un, pour Tous!” (

bahkan kapling moral mulai digabungkan kembali dengan kapling ilmu secara metafisik ).
Pendekatan interdisipliner memang merupakan keharusan, namun tidak dengan
mengaburkan otonomi masing-masing disiplin keilmuan yang telah berkembang berdasarkan
routenya. Masing-masing, melainkan dengan menciptakan paradigma baru. Paradigma ini adalah
bukan ilmu melainkan sarana berfkir ilmiah melainkan logika, matematika statistika dan bahasa.
Setelah perang dunia II munculah paradigma “ konsep system “ yang diharapkan sebagai alat
untuk mengadakan pengkajian bersama antara disiplinkeilmuan. Jelas bahwa pendekatan
interdisipliner bukan merupakan fungsi antar disiplin keilmuan yang akn menimbulkan anarki
keilmuan, melainkan suatu federasi yang diikat oleh suatu pendekatan tertentu dimana tiap
disiplin keilmuan dengan otonominya masing masing, saling menyumbangkan analisisnya dalam
mengkaji obyek yang menjadi telaahan bersama.
“ ah, “ keluh sejarawan Hendrik Willem van Loon, “ ingi saya menuliskan sejarah dengan suatu
suku kata.“
“ satu suku kata mungkin tidak bisa,” jawab seorang ilmuan” namun mungkin ada kalimat
yang patut diingat oleh mereka yang mendalami perkembangan ilmu.”
“ yakin ….”
“ jangan putar jarum sejarah “


Sarana Befikir Ilmiah
Perbedaan utama antar manusia dan bintang terletak pada kemampuan manusia untuk
mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran bintang dipenuhi oleh
kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari obyek yang diinginkannya antar
membuang benda yang menghalanginya. Dengan demikian sering kita melihat seekor monyet
yang menjangkau secara sia-sia benda yang diinginkan; sedangkan manusia yang paling
primitifpun telah tahu mempergunakan bandringan, laso atu melempar dengan batu. Manusia
sering disebut sebagai homofeber: mahluk yang membuat alat dan kemampuan mebuat alat itu
dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan tersebut juga memerlukan
lat-alat.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berfikir. Tersedianya sarana
tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secar teratur dan cermat. Penguasan
sarana berfikir. Tersedianya sarana tersebutmemungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah

secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berfkir ilmiah ini merupakan suatu hal yang
bersifat imperatif bagi seorang ilmuawan tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik
tak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus di tempuh. Pada langkah tertentu bisaanya diperlukan sarana tertentu pula.
Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berfikir ilmiah ini seyogyanya

kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Dengan jalan ini maka kita
akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebeb sarana merupakan alat yang membantu
kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu; atau dengan perkataan lain, sarana ilmiah mempunyai
fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secar meyeluruh.

Struktur Penelitian dan Penelitian Ilmiah
Sebenarnya banyak sekali bentuk dan car penulisan dan keilmuan yang dapat kita temuai
dalam berbagai pedoman penulisan. Bentuk keluarnya bisa berbeda namun jiwa dan
penalarannya adalah sama. Dengan demikian maka yang lebih penting adalah bukan saja
mengetahui tehnik-tehnik pelaksanaannya melainkan memahami dasar pikiran yang
melandasinya. Pemilihan bentuk dan cara penulisan dari khasanah yang tersedia merupakan
masalah selera dan konferensi perorangan dan mengkaji, siapakah pembaca tulisan ini dan dalam
rangka kegiatan keilmuan apa karya ilmiah ini di sampaikan.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas maka akan dicoba untuk membahas alur-alur jalan
fikiran yang terdapat dalam sebuah penelitian ilmiah yang dikaitkan dengan proses penelitian.
Dalam pembahasan ini kita tidak akn meningkatkan kepada aspek-aspek tehnik penelitian
sepertitehnik analisis statistika, pengambilan contoh dan pengumpulan data melainkan kepada
rambu-rambu fikiran yang merupakan tema pokok sebuah prosespenelitian. Tema pokok ini akan
dijabarkan secar logis dan kronologis dari metode keilmuan seorang yang telah menguasai tema
pokok dengan baik tentu saja akan dengan mudah mengembangkan berbagai pareasi dari tema

pokok tersebut, seperti seorang pemain Jazz melakukan imrofiasi terhadap not-not musiknya.
Naun harus disadari bahwa improfisasi yang baik tidak dapat dilakukan tanpa mengenal tema
pokok serta teknik-teknik dasar untuk mengungkapkan secara kreatif bagi seorang maestro
penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan operasionalisasi metode ilmiah dalam kegiatan
keilmuan. Demikian kija penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi penalaran
keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahwa tulisan. Untuk itu maka mutlak diperlukan
penguasan yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus
mengkomunikasikannya secara tertulis. Tidak lagi menjadi soal dari mana akan muli, sesudah itu

melangkah kemana sebab penguasaan tematis dan teknis akan menjamin suatu keseluruhan
bentuk yang utuh. Demikian juga bagi seorang penulis ilmiah yang baik, tidak jadi masalh apakah
hipotesis ditulis langsung setelah perumusan masalah, ditempat mana akan dinyatakan postulat,
asumsi atau prinsip, sebab dia tahu benar hakikat dan fungsi unsure-unsur tersebut dalam
keseluruhan struktur penulisan ilmiah.
Lain dengan mereka yang belum menguasai logoka penelaran ilmiah secara baik dan akan
memperlakukan bentuk dan cara penulisan secara kaku. Bagi mereka mak materi dalam pedoman
merupakan suatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, urutan dan langkahnya merupakan harga
mati, seperti pilot pesawat terbang ymenekan tombol-tombol sewaktu akan lepas landas. Lalu
munculah umpamanya keharusan-keharusan penulisan, yang sebenarnya padahal yang satu
adalah logis dan bahkan imperatif, namun dalam hal yang lain adalah tidak perlu dan

kadang-kadang dipaksanakan. Umpamanya karena ada keharusan mencantumkan asumsi,
sedangkan dalam seluruh kerangka argumentasi keilmuan tersebut kita tidak memerlukan adanya
asumsi tertentu maka pengajuan asumsi tersebut tidak perlu apalagi hal ini mengakibatkan
dicantumkannya asumsi-asumsi yang tidak perlu. Bahwa untuk memilih satu teori dari sejumlah
teori yang tersedia untuk menganalisis sebuah persoalan jelas memerlukan asumsi tertentu.
Pernyataan secara tersurat tentang asumsi yang dipergunakan adalah bersifat imperatif sebab
dengan asumsi yang berbeda mak kita akan menggunakan teori yang berbeda pula. Bagi seorang
pembaca yang mempunyai asumsi yang dipergunakan dalam analisis, maka hal itu berarti, bahwa
dia kemungkinan besar tidak setuju dengan teori yang diperlukan sebagai dasr argumentasi, dan
dengan demikian mak analisis serta konsekuensi tidak menarik perhatiannya lagi. Sama halnya
dengan pencantumn postulat dan prinsip, sekiranya perlu hal ini maka hal ini harus tersurat
namun jangan terlalu dipaksakan dan dibuat-buat,sebab penting bukan dengan ada dan tidaknya
atau ditulisnya dibagian mana, melainkan untuk apa serta dalam kaitan dengan argumentasi mana
keberadaan mereka mempunyai makna. Untuk itu maka dibawah ini akan dibahas struktur
penulisan ilmiah yang secara logis dan kronologis mencerminkan kerangka penalaran ilmiah.
Pembahasan ini ditujukan bagi mereka yang sedang mennulis tesis, disertai, laporan penelitian
atau publikasi ilmiah lainnya, dengan harapan agar mereka lebih memahami logika dan arsitektur
penulisan ilmiah. Dengan mengenal kerangka berfikir filsafati maka kita secara lebih mudah akan
menguasai hal-hal yang bersifat tehnik.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2