BUSSINESS PLAN PENGEMBANGAN AGRO INDUSTR

BUSSINESS PLAN : PENGEMBANGAN AGRO INDUSTRI BERBASIS SORGUM
I.

Ringkasan Eksekutif

Krisis pangan dan energi yang terjadi akibat meroketnya harga minyak bumi dapat dilihat sebagai
peluang bisnis bagi Indonesia sebagai negara tropis basah dengan lahan kosong yang masih luas seperti
Indonesia. Apalagi dengan diterapkan ACFTA (ASEAN – China Free Trade Agreement) dimana negaranegara anggota ASEAN dan China terbebas dari pajak atas 7.000 katagori komoditi dan memberikan
status bebas bea bagi semua komoditi tersebut dalam perdagangan bilateral pada tahun 2010, maka
tercipta peluang bisnis dengan kawasan yang mempunyai 1,7 Milyar Konsumen.
Perum Perhutani yang menguasai lahan hutan produksi cukup luas di Pulau Jawa dapat berkontribusi
dengan mengembangkan sistem budidaya tumpangsari (Multi-cropping) antara tanaman sorghum
(Sorgum bicolor) dengan tanaman pokok di Perum Perhutani (misal tanaman kayu putih, murbei dan
sejenisnya). Sorgum merupakan tanaman multi guna dimana seluruh bagian tanaman dapat digunakan
untuk pangan, pakan dan bioetanol.
Dengan jarak tanam kayu putih 6 x 1 meter, maka satu hektar dapat ditanami dengan 96.000 batang
tanaman sorgum yang dapat dipanen dua kali dalam setahun dengan diselingi tanaman palawija atau
padi pada musim hujan. Dalam dua kali panen pertahun, dari 1 hektar dapat diperoleh 10 ton biji
sorghum, 5 ton komponen pakan ternak dan 3.250 liter bioetanol pertahun. 10 ton biji sorghum dapat
menghasilkan 5 ton tepung sorghum.
Dari perhitungan potensi, pendapatan dari sorghum setiap hektar dapat mencapai Rp 10 juta per tahun

baik melalui budidaya sorgum manis, pengolahan biji menjadi tepung dan komponen pakan dan
produksi bioetanol dibandingkan dengan produksi minyak kayu putih yang besarnya di bawah Rp 5
juta/ha/tahun.
Oleh karena itu diusulkan budidaya sorghum, pengolahan biji sorgum menjadi tepung dan produksi
bioetanol dengan skala 15 ha/tahun untuk menghasilkan tepung 75 ton per tahun dan bioetanol 24.375
liter per tahun yang berpotensi memberikan keuntungan lebih dari Rp 10 juta pertahun sebagai
tambahan bagi Perum Perhutani selain dari produksi minyak kayu putih.
II.

Pendahuluan

II.1.

Masalah Global sebagai Peluang

Menipisnya minyak bumi menyebabkan harga minyak cenderung naik dan fluktuatif serta diikuti oleh
kenaikan harga berbagai bahan dan barang yang sangat bergantung pada BBM. Kenaikan BBM di atas
US$ 100 per barel pada tahun 2008 telah menyebabkan krisi pangan di negara-negara yang bahan
makanannya tergantung pada negara lain dalam supply pangannya (Hambali, dkk. 2008)


Indonesia dinilai tidak termasuk katagori negara rawan pangan, namun mengalami kemandekan dalam
inovasi teknologi produksi pangan. Meskipun memiliki lahan kosong yang cukup luas, ketergantungan
terhadap beras harus dikurangi karena laju konversi sawah menjadi pemukiman dan industri di Jawa
tidak dapat diimbangi dengan pencetakan sawah di luar Jawa, baik karena keterbatasan kondisi dan
kualitas lahan maupun ketersediaan sumberdaya manusia. Pemanasan global yang mengacaukan musim
juga tidak menguntungkan bagi budidaya padi yang banyak memerlukan air (Sirappa. 2003).
Oleh karena itu diversifikasi pangan mutlak dilakukan dengan pilihan pada tanaman pangan yang dapat
tumbuh di lahan-lahan kritis dan perubahan iklim akibat pemanasan global. Dengan mengacu pada
kualitas beras sebagai makanan pokok, maka tanaman sorgum merupakan salah satu alternatif.
Terdapat beberapa varietas sorgum yang memiliki biji yang berkualitas pangan, batangnya mengandung
gula yang tinggi sehingga dapat dikonversi menjadi bioetanol yaitu bahan bakar nabati yang dalam
jangka waktu pendek-menengah harus disiapkan sebagai substitusi bensin (Hambali, dkk. 2008).
Jumlah lahan pertanian yang masih belum tergarap dan lahan kritis kering di Indonesia cukup untuk
mengantarkan bangsa Indonesia menuju surpluspangan dan bahan bakar nabati. Dengan demikian, krisis
global perlu dilihat sebagai peluang untuk berkontribusi dalam mengatasi masalah-masalah global dan
ACFTA perlu dilihat sebagai peluang pemasaran karena dengan adanya ACFTA maka tercipta kawasan
dengan 1,7 Milyar konsumen baik pangan maupun bahan bakar (Liputan 6. 2009).
II.2.

Agroindustri berbasis sorgum


Banyak sumber pangan alternatif yang potensial dan dapat dikembangkan untuk mendukung program
diversifikasi dan ketahanan pangan bangsa Indonesia. Salah satu diantaranya adalah sorgum (sorgum
bicolor). Menurut ICRISAT-FAO, sebagai pangan dunia sorgum berada di peringkat ke-5 setelah gandum,
padi, jagung dan barley (Sirappa, 2003).
Sebagai bahan pangan, biji sorghum biasanya dikonsumsi dalam bentuk roti, bubur, berondong dab
keripik. Sebagai pakan ternak unggas, biji sorgum digunakan dalam campuran pakan lengkap. Sedangkan
batang dan daun sorgum yang digunakan sebagai pakan ternak ruminansia sering diberikan dalam
bentuk segar, hay, silase atau gasture. Selain itu, biji sorgum juga banyak digunakan sebagai bahan baku
industri diantaranya bioetanol, bir, cat, lem, sirup, pati dan makan olahan (Isroi. 2008).
Terkait dengan energi, di beberapa negara seperti Amerika dan India, sorgum telah digunakan sebagai
bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Secara tradisional, bioetanol telah diproduksi
dari molases hasil limbah pengolahan gula tebu. Walaupun harga mollases tebu relatif lebih murah,
namun bioetanol sorgum dapat berkompetisi mengingat beberapa kelebihan tanaman sorgum dibanding
tebu antara lain :
· Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomasa yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu.
·
Adaptasi tanaman sorgum lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir
semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal.
· Tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air.

· Sorgum memerlukan pupuk lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tebu

· Laju pertumbuhan tanaman sorgum lebih cepat daripada tebu.
·
Menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya 4,5 – 5 Kg/ha dibanding tebu yang
memerlukan 4.500 – 6.000 stek batang.
· Umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 4 bulan dinading tebu yang dipanen pada umur 7 bulan.
· Sorgum dapat di ratoon sehingga untuk sekali tanam dapat dipanen beberapa kali.
III. Kepemilikan, Legalitas dan Profil Usaha,
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 30
tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)
Saham Perum Perhutani sebagian besar sahamnya dimiliki oleh negara dan kekayaannya dipisahkan
berdasarkan peraturan pemerintah.
Sebagai badan usaha milik negara, sifat usaha Perum Perhutani :
- Membantu pemerintah dalam membangun public utilities,
- Melaksanakan kebijakan strategis pemerintah
- Tujuan melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mengelola seluas 1,7 juta hektar areal hutan
produksi di Jawa berpotensi untuk menjadi salah satu kontributor dalam usaha sorgum karena beberapa
alasan:

- Memiliki puluhan ribu areal tanaman perkebunan (khususnya yang dapat ditumpangsarikan dengan
sorgum)
Memiliki lebih dari 200 ribu hektar lahan kritis yang dapat digunakan untuk budidaya sorgum
ditumpangsarikan dengan jenis tanaman kayu yang sesuai
Berlokasi di Jawa dengan lahan yang relatif subur dan tersedia infrastruktur dan sumber daya
manusia yang memadai.
III.

Tujuan dan Misi

4.1. Tujuan usaha
· Menciptakan pengembangan usaha sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
· Menyediakan lapangan pekerjaan dan memberdayakan masyaralat sekitar
· Peningkatan penghasilan
· Peningkatan ketahanan pangan dan energy
4.2. Misi usaha
·
Mengelola sumberdaya hutan berdasarkan karakteristik wilayah dan meningkatkan manfaat hasil
hutan non kayu, agroforestri guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan
secara berkelanjutan dengan memberdayakan masyarakat sekitar melalui lembaga perekonomian

masyarakat.
IV.

Sistem Tanam dan Sistem Produksi

5.1. Sistem Tanam
§ Sistem Tumpangsari Tanaman Sorgum dengan Tanaman Kayu Putih
Tumpangsari tanaman sorgum pada areal tanaman kayu putih dimungkinkan karena beberapa hal
berikut :
- Kedua komoditas sama-sama tumbuh dengan baik di lahan kering
- Kayu putih dipanen dengan cara memangkas secara periodik yang memungkinkan sinar matahari
dapat menembus hampir seluruh permukaan areal sehingga memungkinkan sorgum tumbuh dengan
baik
5.2.
Sistem Produksi
§ Sistem Kemitraan dengan masyarakat
Terdapat beberapa opsi antara lain :
- Perkebunan, pabrik dan peternakan secara terintegrasi dikelola sepenuhnya oleh Perum Perhutani.
Warga masyarakat di sekitarnya sebagai karyawan.
- Perkebunan dan peternakan oleh petani, pabrik bioetanol dan tepung sorgum oleh Perum Perhutani.

- Perkebunan, pabrik dan peternakan skala rumah tangga/kecil oleh petani atau kelompok tani. Perum
Perhutani menjadi penampung produk antara serta mengembangkan industri pengolahan lanjut/hilir
dan pemasaran.
V.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :
- Setiap hektar tanaman sorgum dapat menghasilkan 10 ton biji dan 65 ton batang per 2 periode
tanam biji dan ratoon
- Rendemen bioetanol = 20 kg batang segar menjadi 1 liter bioetanol
6.1. Biaya Investasi
- Biaya Pembuatan mesin Bioetanol
- Biaya Pembuatan mesin penepungan
- Jumlah
6.2. Biaya Budidaya

6.3.

Biaya Penepungan


6.4.

Biaya Produksi Bioetanol

6.5.

Laba/Rugi

= Rp
55.000.000,= Rp
60.000.000,= Rp 115.000.000,-

VI.

Strategi Pemasaran

a. Tepung yang dihasilkan dari sorgum dapat dicampur dengan terigu hingga 40% sebagai bahan
pembuat kue, roti, mie dll. Oleh karena itu untuk pemasaran tepung dilakukan kerjasama dengan
perusahaan terigu atau pabrik pembuat roti, kue, dll. (P.T. Bogasari).

b. Untuk Bioetanol dilakukan kerjasama dengan :
- P.T. Pertamina sebagai alternatif energi
- Asosiasi apotek sebagai bahan pembuatan etanol 70%
c. Untuk pakan ternak dilakukan kerjasama dengan koperasi-koperasi peternak sapi di sekitar lokasi
penanaman sorgum.
VIII. Penutup
a. Dari perhitungan potensi pendapatan, diperoleh hasil setiap hektar lahan mencapai Rp 40
juta/ha/tahun dengan keuntungan lebih dari Rp 10 juta/ha/tahun melalui budidaya sorgum manis,
pengolahan tepung dan produksi bioetanol.
b. Mengingat budidaya sorgum, pengolahan biji dan produksi bioetanol merupakan hal baru, untuk
luas tanaman budidaya sorgum dilakukan seluas 15 ha/tahun untuk menghasilkan tepung sebanyak 75
ton dan bioetanol 24.375 liter per hari. (haris)