BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Peran Komite Sekolah di Gugus Abimanyu UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah

2.1.1 Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

  Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan inovasi pendidikan, khususnya dalam pengelolaan di sekolah yang diharapkan dapat memberikan perubahan yang lebih baik sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam menjawab permasalahan-permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah (Kemendikbud, 2012: 49).

  Sebagaimana keragaman istilahnya, Umaedi dkk (2013: 4.3) menjelaskan bahwa konsep Manajemen Berbasis Sekolah juga didefinisikan beragam oleh para ahli pendidikan. Misalnya Malleng, Ogawa, dan Krannz (dalam Abu-Duhou, 2002) memandang Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu desentralisasi yang memandang sekolah sebagai suatu unit dasar pengembangan dan bergantung pada redistribusi otoritas pengambil keputusan. Candoli (dalam Abu- Duhou, 2002) memandang MBS sebagai alat untuk “menekan” sekolah mengambil tanggung jawab apa yang terjadi terhadap anak didiknya. Sekolah mempunyai kewenangan untuk mengembangkan

  9 program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut. Disampaikan pula oleh Umaedi dkk (2013: 4.3) bahwa dalam pandangan Myers dan Stonehill (dalam Nurkholis, 2013)

  Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan ke masing-masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orangtua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah.

  Menurut Sallis (dalam Suryadi, 2009: 42) pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Dengan pemberlakuan MBS diharapkan dapat diperoleh beberapa keuntungan, antara lain: 1.

  M endorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya mendjadi lebih baik.

  2. D apat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.

  3. D apat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah/madrasah tersebut menjadi tanggung jawab sekolah dan masyarakat. Sebagai suatu rangkaian perubahan perilaku organisasi yang memfasilitasi keterlibatan antarberbagai pelaku proses pembelajaran Manajemen Berbasis Sekolah tidak berdiri sendiri. Manajemen Berbasis Sekolah harus diikuti dengan perubahan proses belajar yang inovatif dan accountable. Manajemen Berbasis Sekolah juga menuntut perilaku proses pendidikan dan pembelajaran yang profesional.

  Manajemen Berbasis Sekolah memberi kesempatan kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, dan masyarakat untuk memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses pendidikan, dan memberikan mereka tanggung jawab untuk mengambil keputusan tentang anggaran, personil, dan kurikulum. Keterlibatan stakeholder lokal dan pengambilan keputusan dalam Manajemen Berbasis Sekolah, dapat meningkatkan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa.

  Sudut pandang yang sama dari beberapa pendapat ahli tersebut di antaranya bermuara kepada suatu komitmen bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi. Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi sekolah yang dapat digunakan

  11 untuk memperoleh kontrol yang lebih baik melalui usahanya sendiri. Hal ini sejalan dengan Depdiknas (2012: 51) yang menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah sebuah sistem pengelolaan yang memberikan kewenangan yang luas kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri. Pemberian kewenangan yang luas tersebut merupakan realisasi konsep desentralisasi di bidang pendidikan pada tingkat terdepan yaitu sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan model manajemen yang menjadikan sekolah sebagai pusat pengambilan keputusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan menempatkan kepala sekolah sebagai manager pendidikan, untuk memberdayakan segala potensi sumber daya yang ada di sekolah dalam mendukung kesuksesan sekolah. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

  Pasal 51, ayat (1) disebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah.

  Penjelasan Pasal 51, ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

  Dari uraian tentang berbagai pendapat ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah sebagai terjemahan dari School Based

  

Management dapat diartikan sebagai pengalihan dan

  pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah yang mempunyai peranan memberikan kewenangan dalam pengambilan keputusan dipandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemberdayaan sumber-sumber sehingga sekolah mampu secara mandiri menggali, mengalokasikan, dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) kepada setiap yang berkepentingan (stakeholder).

2.1.2 Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

  

Menurut Umaedi dkk (2013: 4.8) berdasarkan

  kajian pelaksanaan maupun yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan Undang- undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, serta aspirasi masyarakat yang berkembang setidaknya ada empat aspek yang tercakup sebagai tujuan MBS, yaitu kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas dan efisiensi, serta akuntabilitas.

  1. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang

  13 setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya.

  2. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan.

  3. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektivitas berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepatgunaan semua input yang dipakai dalam proses pendidikan di sekolah sehingga menghasilkan hasil belajar siswa yang diharapkan sesuai tujuan. Efektif tidaknya suatu sekolah diketahui lebih pasti setelah ada hasil atau dinilai hasilnya.

  4. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen semua stake holders. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas semua yang dikerjakan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya.

  Depdiknas (2012: 52) menjelaskan bahwa secara khusus tujuan MBS adalah :

  1. Tercapainya efisiensi pengelolaan pendidikan yang diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi,

  2. M eningkatkan mutu pendidikan yang diperoleh melalui partisipasi orangtua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas serta meningkatkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan sekolah,

  3. M eningkatkan partisipasi masyarakat melalui peranserta orangtua murid dalam penyusunan dan pengawasan program.

  Mulyasa (2014: 13) menandaskan bahwa tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.

  Mulyasa (2014:25) menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Selanjutnya MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal peningkatan m utu pendidikan di satuan pendidikan melalui MBS, dapat diukur melalui Ujian Akhir Nasional. Hal ini didasari pemikiran bahwa Ujian Akhir Nasional merupakan standar pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional, sehingga hasil yang dicapai peserta didik dalam Ujian Akhir Nasional mencerminkan kualitas pencapaian mutu pendidikan di satuan pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan tidak melepas dari dana.

  15 Sementara itu, harus diakui anggaran pendidikan yang pada pemerintah (daerah) sangat terbatas. Karena itu pemanfaatan sumber-sumber anggaran pendidikan yang ada pada masyarakat menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam era otonomi pendidikan yang meletakkan otonomi sekolah sebagai hal yang terpenting, sekolah harus merupakan bagian yang terpenting dari masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan rasa memiliki terhadap sekolah.

2.1.3 Peran dan Fungsi Sekolah dalam MBS

  Menurut Depdiknas (2012:53) dalam praktik MBS, peran sekolah meliputi :

  1. Penyusunan perencanaan pendidikan, yang terdiri dari pengembangan visi dan misi, tujuan sekolah, program pendidikan, pengembangan sumberdaya manusia, pembiayaan, pelaksanaan pembelajaran.

  2. Pembinaan kurikulum, program pembelajaran, evaluasi dan tindak lanjut.

  3. Penjaminan mutu pembelajaran.

  4. Membangun budaya sekolah yang kondusif, profesional, transparan dan akuntabel.

  5. Pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

  Depdiknas (2012:53) Fungsi sekolah adalah menyiapkan, mengembangkan wadah pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam praktik MBS, fungsi sekolah dapat berbentuk

  1. Upaya peningkatan peranserta masyarakat untuk mendukung kinerja sekolah.

  2. Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepada proses belajar mengajar.

  3. Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya sekolah (anggaran, personil, fasilitas).

  4. Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.

  5. Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.

  6. Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.

  7. Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.

  8. Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (kepsek, guru, komite sekolah, dan unsur lain yang peduli pendidikan).

  9. Membangun keterbukaan dan pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.

  10. Pertanggungjawaban sekolah dilakukan baik terhadap pemerintah, maupun masyarakat.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran Komite Sekolah memfasilitasi masyarakat dalam mendukung program sekolah menyiapkan berbagai bentuk layanan pembelajaran terbaik bagi peserta didik dalam mengembangkan potensinya secara optimal dan berkesinambungan sesuai dengan sasaran pendidikan yang telah ditetapkan. Adapun fungsi Komite Sekolah sebagai salah satu organisasi dalam suatu lembaga pendidikan memiliki peran strategis sebagai mitra kerja berkenaan dengan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan.

2.2 Tiga Pilar Manajemen Berbasis Sekolah

  17 Manajemen Berbasis Sekolah bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.

  Paradigma MBS beranggapan bahwa satu-satunya jalan masuk terdekat menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Dengan konsep MBS, masyarakat akan merasa memiliki dan mereka akan tanggung jawab untuk keberhasilan di dalamnya. (Kemendikbud, 2012: 16

  ) Mulyasa (2014: 26) menguraikan bahwa dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategis MBS sesuai kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa keleluasaan yang diberikan kepada satuan pendidikan dalam mengelola sumber daya dan menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam perannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi, dengan melakukan eksperimen dan analisis di lingkungan sekolahnya sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

2.2.1 Otonomi Daerah

  

Pendidikan yang selama ini dikelola secara

  terpusat (sentralisasi) diubah mengikuti irama yang berkembang, yang dapat mengakomodasi seluruh seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah kabupaten dan kota sebagai wewenang otonomi. Mulyasa (2014:5) menguraikan diundangkannya

  UU No. 22 tentang Pemerintah Daerah pada hakikatnya memberi kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan diberikan kepada daerah kabupaten dan kota berdasarkan asas desentralisasi dalam wujud otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sidi (2000) diuraikan dalam Mulyasa (2014:6) mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah, berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan pendidikan,

  19 serta relevansi pendidikan dan pemerataan pelayanan pendidikan sebagai berikut.

  1. Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antarsekolah atau antardaerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal, normal (mainstream), dan unggulan.

  2. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mengarah kepada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi terciptanya tujuan pendidikan yang diharapkan.

  3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah.

  4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat.

  

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

  MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah setempat.

  Komite Sekolah dapat memantau dan memberikan pengaruh atau dorongan terhadap situasi belajar yang kondusif bagi peningkatan mutu serta relevansi pendidikan.

  

2.2.2 Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan (PAKEM)

Kemendikbud (2012: 57) menguraikan praktik

  pembelajar di sekolah sejatinya mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan.

  Para siswa berasal dari lingkungan yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran.

  Kemendikbud (2012: 60) menguraikan secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut.

  1. S iswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan belajar melalui berbuat.

  2. G uru menggunakan alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan

  21 lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, dan cocok bagi siswa.

  3. G uru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok baca.

  4. G uru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.

  5. G uru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

  Dari uraian di atas disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah akan memiliki efektivitas tinggi jika dalam pembelajaran tidak hanya sekadar menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan, tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Peran aktif peserta didik sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif. Selain itu, juga mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan peserta didik.

2.2.3 Komite Sekolah

2.2.3.1 Pengertian Komite Sekolah

  Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada satuan pendidikan (Agus Haryanto dkk, 2008: 76).

  Komite Sekolah merupakan badan yang mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah.

  Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite Sekolah merupakan nama generik. Artinya bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing- masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati (Depdiknas, 2003: 20).

  Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dikenal dengan nama generik, yakni nama yang bersifat umum, yang dalam praktik di lapangan, daerah dan atau satuan pendidikan dapat menggunakan nama lain, berdasarkan kesepakatan rapat pengurus Dewan

  23 Pendidikan dan Komite Sekolah (Agus Haryanto dkk, 2008: 79). Depdiknas (2003: 21) menjelaskan bahwa Komite

  Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik di sekolah maupun luar sekolah. Ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada sekolah negeri dan sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif berikut:

  Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang siswanya dalam jumlah banyak, atau sekolah khusus Sekolah Luar Biasa, termasuk dalam kategori yang dapat membentuk Komite Sekolah sendiri. Kedua, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Beberapa SD yang terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan dapat membentuk satu Komite Sekolah. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa Komite Sekolah merupakan organisasi yang dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.

2.2.3.2 Peran dan Fungsi Komite Sekolah

  

Beberapa kegiatan yang teridentifikasi dalam

  pelaksanaan peran Komite Sekolah untuk meningkatkan layanan pendidikan di satuan pendidikan menurut Depdiknas (2012: 2-4).

  Pertama sebagai pemberi pertimbangan (advisory

  

agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan

  pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan .

  Kedua sebagai pendukung (supporting agency) baik dalam wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan di satuan pendidikan, minimal dalam mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Ketiga sebagai pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, minimal melakukan evaluasi, pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan dari satuan pendidikan. Keempat sebagai mediator (mediator agency). Mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan .

  Agus Haryanto dkk (2008: 81) menjelaskan bahwa Komite Sekolah mengemban empat peran sebagai

  25 berikut, (1) pemberi pertimbangan (advisory agency), pemberi dukungan (supporting agency), (3) melakukan pengawasan (controlling agency), (4) mediator.

  1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai advisory

  

agency, badan yang memberikan pertimbangan kepada

  sekolah atau yayasan. Idealnya sekolah atau yayasan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah dalam merumuskan kebijakan, program, kegiatan sekolah, termasuk dalam merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah.

  2. Pemberi dukungan (supporting agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai supporting

  

agency, badan yang memberikan dukungan berupa

  dana, tenaga, dan pikiran. Penekanan dukungan Komite Sekolah terutama berupa gagasan dalam rangka penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.

  3. Melakukan pengawasan (controlling agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai controlling

  

agency, badan yang melaksanakan pengawasan sosial

  kepada sekolah. Pengawasan sosial yang dilakukan lebih memiliki implikasi sosial, dan dilaksanakan secara preventif, seperti ketika sekolah menyusun RAPBS, atau ketika sekolah menyusun laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

  4. Mediator (mediator agency) Komite Sekolah memiliki peran sebagai mediator antara sekolah dengan orangtua dan masyarakat.

  Dengan demikian diharapkan akan menjadi kunci keberhasilan upaya peningkatan pendidikan

  .

  Uraian tentang Komite Sekolah sebagaimana telah dipaparkan tersebut sejalan dengan Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional “ Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengadaan, dan evaluasi program

2.2.3.3 Kaitan antara Peran dan Fungsi Komite Sekolah dan Kegiatan Operasionalnya.

  27 pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah”.

  Depdiknas (2004: 41) menguraikan kaitan antara peran dan fungsi komite sekolah dengan kegiatan operasionalnya berikut ini.

  1. Peran dan fungsi Komite Sekolah merupakan sumber rujukan utama untuk menentukan kegiatan operasioal Komite Sekolah.

  2. Keterlaksanaan dan keberhasilan kegiatan operasional Komite Sekolah dan ketersediaan fasilitas organisasi diukur dengan melalui infokator kinerja yang diukur dengan menggunakan kriteria tertentu.

  3. Dengan kata lain, jika Komite Sekolah telah melaksanakan semua kegiatan operasional dengan sempurna, melengkapi dan mendayagunakan fasilitas organisasinya secara rutin dan optimal, maka Komite Sekolah dapat dinilai telah memiliki kinerja yang tinggi. Demikian pula sebaliknya.

  Dalam kaitan dengan mutu dan relevansi pendidikan, Depdiknas (2004: 51) menandaskan Beberapa indikator keberhasilan pendidikan perlu dimonitor sebagai kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Mutu dapat diukur dari seberapa efektif pengelolaan sistem pendidikan, melalui MBS, dapat memberikan efek terhadap prestasi belajar siswa secara optimal. Yang paling tepat untuk mengukur mutu pendidikan sebenarnya adala hasil evaluasi ujian akhir yang diukur melalui ujian akhir nasional, namun kegiatan monitoring yang dilakukan ini tidak secara langsung mengukur output pendidikan dalam pengertian prestasi belajar siswa secara akademis. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Di samping itu juga Komite Sekolah berperan sebagai pengontrol guna transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Komite Sekolah berfungsi dalam mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat maupun orang tua guna mendukung pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan

2.2.3.4 Mengukur Peran Komite Sekolah

  Depdiknas (2004: 41) menguraikan bahwa pada kenyataannya, keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan operasional Komite Sekolah dapat diukur dari perangkat yang paling rendah sampai dengan perangkat yang paling tinggi. Ukuran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

a. Sangat berhasil (nilai antara 90-100)

  29

  b. Berhasil (nilai antara 70-89)

  c. Kurang berhasil ( nilai antara 50-69)

  d. Tidak berhasil (nilai antara 0-49) Kriteria kinerja keberhasilan Komite Sekolah dapat ditentukan sebagai berikut.

a. Sangat Berhasil (A)

1) Kegiatan operasional dilaksanakan secara rutin

  2) Kegiatan operasional dilaksanakan secara optimal 3) Hasilnya sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan

b. Berhasil (B)

1) Kegiatan operasional dilaksanakan secara rutin

  2) Kegiatan operasional dilaksanakan tidak secara optimal 3) Hasilnya kurang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan c. Cukup Berhasil (C)

  1) Kegiatan operasional dilaksanakan tidak secara rutin 2) Kegiatan operasional dilaksanakan tidak secara optimal 3) Hasilnya kurang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan d. Tidak Berhasil (D)

  1) Kegiatan operasional dilaksanakan tidak secara rutin 2) Kegiatan operasional dilaksanakan tidak secara optimal 3) Hasilnya tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan

  Depdiknas (2004: 34) menguraikan penjabaran peran Komite Sekolah ke dalam fungsi Komite Sekolah secara lebih rinci ke dalam kegiatan operasional yang akan dilaksanakan oleh Komite Sekolah. Setiap fungsi Komite Sekolah mungkin dapat dijabarkan ke dalam beberapa kegiatan operasional Komite Sekolah, yang dapat dipilah menjadi beberapa fungsi manajemen, seperti fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembiayaan (budget).

Tabel 2.1 Penjabaran Peran Komite Sekolah

  

ke dalam Fungsi Komite Sekolah

Peran Komite No Fungsi Komite Sekolah Sekolah

  1 Pemberi

  1.1 Memberikan masukan, pertimbangan pertimbangan, dan rekomendasi (advisory) kepada satuan pendidikan mengenai :

  1) kebijakan dan program pendidikan, 2) RAPBS, 3) kriteria kinerja satuan pendidikan, 4) kriteria tenaga kependidikan, 5) kriteria fasilitas pendidikan, dan 6) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

  2 Pendukung

  2.1 Mendorong orang tua dan (supporting) masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan.

  2.2 Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan

  31

  

ke dalam Kegiatan Operasional Komite Sekolah

No Peran KS Fungsi KS Kegiatan Operasional KS

  1.1.3 Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi keluarga peserta didik dan sumber daya masyarakat.

  1.1.2

  1.1.1

  (5) kriteria fasilitas pendidikan (6) hal-hal lain yang terkait

  1.1 Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai : (1)kebijakan dan program pendidikan, (2) RAPBS, (3) kriteria kinerja satuan pendidikan (4)kriteria tenaga kependidikan

  1 Pemberi pertimbang- an (advisory)

Tabel 2.2 Penjabaran Peran dan Fungsi Komite Sekolah

  2.3 Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu

  

Sumber : Ditabulasi dari Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah hal 23-24

  4.2 Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

  4.1 Melakukan kerjasama dengan masyarakat

  4 Mediator (mediator)

  3.1 Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan.

  3 Pengontrol (controlling)

  Menganalisis hasil pendataan sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan dan atau rekomendasi kepada sekolah. Menyampai- kan masukan, pertimbangan dan atau rekomendasi secara tertulis dengan kepada sekolah, pendidikan. dengan tembusan kepada Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan

  1.1.4 Memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam rangka pengembangan kurikulum muatan lokal.

  1.1.5 Memberikan pertimbangan kepada sekolah untuk meningkatkan proses pembelajaran dan pengajaran yang menyenangkan (PAKEM).

  1.1.6 Memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah dalam menyusun visi, misi, tujuan, kebijakan, dan kegiatan sekolah.

  2 Pendukung

2.1 Mendorong

  2.1.1 Mengadakan (supporting) orang tua dan rapat atau masyarakat pertemuan untuk secara berkala berpartisipasi dan insidential dalam dengan orang pendidikan. tua dan anggota masyarakat.

  2.1.2 Mencari bantuan dana dari dunia usaha dan industri untuk biaya pembebasan uang sekolah bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.

  2.1.3 Menghimbau dan mengadakan pendekatan kepada orang tua dan masyarakat yang dipandang mampu untuk dapat menjadi narasumber dalam kegiatan intrakurikuler bagi peserta didik.

  2.1.4 Memberikan dukungan untuk pemeriksaan kesehatan anak-anak

  2.1.5 Memberikan dukungan kepada sekolah untuk secara preventif dan kuratif dalam memberantas penyebarluasan narkoba di sekolah.

  2.1.6 Memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan kegiatan

  33 ekstrakurikuler di sekolah

  2.2.1 Memverifikasi

  2.2 Mengalang dana masyarakat RAPBS yang dalam rangka diajukan oleh pembiayaan kepala sekolah. penyelenggaraan

  2.2.2 Memberikan pendidikan pengesahan terhadap RAPBS setelah proses verifikasi dalam rapat pleno KS.

  2.2.3 Memotivasi masyarakat kalangan menengah ke atas untuk meningkatkan komitmennya bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

  2.2.4 Membantu sekolah dalam rangka penggalangan dana masyarakat untuk pengumpulan dana abadi.

  2.3.1 Melaksanakan

  2.3 Mendorong tumbuhnya konsep subsidi perhatian dan silang dalam komitmen penarikan iuran masyarakat dari orang tua terhadap siswa penyelenggaraan Mengadakan pendidikan yang

  2.3.2 kegiatan bermutu inovatif untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk sekolah dan masyarakat. Membantu

  2.3.3 sekolah dalam menciptakan hubungan dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat.

  3 Pengontrol

  3.1 Melakukan

  3.1.1 Mengadakan (controlling) evaluasi dan rapat atau pengawasan pertemuan terhadap secara rutin kebijakan atau insidential program, dengan kepala penyelenggara sekolah dan an dan keluaran dewan guru. pendidikan.

  3.1.2 Sering mengadakan kunjungan atau silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan guru di sekolah.

  3.1.3 Meminta penjelasan kepada sekolah tentang hasil belajar siswa.

  3.1.4 Bekerjasama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni

  4 Mediator

  4.1.1 Membina

  4.1 Melakukan (mediator) kerjasama hubungan dan dengan kerjasama yang masyarakat harmonis dengan seluruh

  35 stakeholder pendidikan, khususnya dengan DUDI.

  4.1.2 Mengadakan penjajagan tentang kemungkinan untuk dapat mengadakan kerjasama atau MOU dengan lembaga lain untuk memajukan sekolah.

4.2 Menampung

  4.2.1 Menyebarkan dan kuesioner menganalisis untuk aspirasi, ide, memperoleh tuntutan, dan masukan, berbagai saran, dan ide kebutuhan kreatif dari pendidikan yang masyarakat. diajukan oleh

  4.2.2 Menyampaikan masyarakat. laporan kepada sekolah secara tertulis, tentang hasil pengamatan nya terhadap sekolah.

  Sumber : Depdiknas (2004:33-39)

  Untuk dapat melaksanakan peran tersebut, Komite Sekolah memerlukan dukungan fasilitas organisasi yang memadai.

2.2.3.5 Peran Komite Sekolah dalam MBS

  

Depdiknas (2012: 54) menjelaskan peran komite

  sekolah sebagai mitra sekolah dalam MBS adalah untuk membantu dan ikut mengawasi penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien. Berdasarkan pasal 196 (1) PP nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Komite Sekolah berfungsi sebagai :

  1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan

  2. Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

  3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

  4. Mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

  Berdasarkan Pasal 196 (3) PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan. Peran Komite Sekolah dalam MBS meliputi :

  1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

  2. Memberikan masukan, pertimbangan, rekomendasi kepada satuan pendidikan dalam hal : a. Kebijakan program pendidikan

  b. Penyusunan RAPBS

  c. Kriteria kinerja satuan pendidikan

  d. Kriteria tenaga kependidikan

  e. Kriteria fasilitas pendidikan, dan

  f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan

  37

  3. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna neningkatkan mutu dan pemerataan pendidikan.

  4. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

  5. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

2.3 Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitian yang relevan sebagai tinjauan pustaka antara lain penelitian oleh Armansyah berjudul Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Binjai (Tesis, 2009). Hasil penelitian menunjukkan keberadaan SMA Negeri di Kota Binjai. Dalam pelaksanaan perannya hanya memberi pertimbangan dan pengawasan yang lebih utama sedang peran lainnya sebagai pendukung dan mediator belum sepenuhnya terlaksana. Pemberdayaan yang dilakukan terhadap Komite Sekolah belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini karena pemberdayaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Binjai, Dewan Pendidikan Kota Binjai, maupun yang dilaksanakan oleh pihak sekolah masih sebatas pemahaman tentang Komite Sekolah. Penelitian oleh Selvi Mayarani berjudul Peran Komite Sekolah dalam Pengadaan Sarana dan Prasarana di SD Pucang IV Sidoarjo. Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini adalah: (a) pengadaan sarana dan prasarana di SD Negeri IV Pucang selalu melalui rapat dengan elemen sekolah, (b) peran komite sekolah dalam pengadaan sarana dan prasarana sekolah sangat penting karena dengan adanya sarana dan prasarana sekolah yang memadai maka kegiatan pembelajaran berjalan dengan maksimal, (c) faktor pendukung pengadaan sarana dan prasarana adalah ketika semua pihak sepakat dengan usulan yang dilontarkan wali siswa, dan wali siswa dapat dimintai bantuan sehingga sarana dan prasarana terpenuhi, (d) faktor penghambat dalam pengadaan sarana dan prasarana adalah ketika tidak ada dana, rencana pengadaan sarana dan prasarana ditentang berbagai pihak, maka komite sekolah menjelaskan sebijak mungkin kepada wali siswa atau elemen sekolah agar dapat diterima berbagai pihak, (e) solusi komite sekolah dalam menghadapi hambatan pengadaan sarana dan prasarana yaitu melakukan rapat supaya kendala yang dihadapi dapat diselesaikan bersama dan menemui hasil akhir yang dapat diterima oleh semua pihak. Penelitian yang dilakukan Yoyce Nemes dari School

  

of Educational Studies, The University Dodoma,

  Tanzania. Penelitiannya berjudul School Commitees in

  

the Context of Preparing and Implementing Whole School

  39

  

Development Planning. Temuan penelitian ini

  menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah dasar negeri yang diteliti memiliki WSDPs fungsional. Implikasinya adalah bahwa aspirasi Pendidikan Dasar Program Pembangunan Tahap I (PEDP I, 2002-2006) untuk memberikan pelatihan kepada komite sekolah pada WSDPs adalah untuk sebagian besar pada jalur yang benar. Selain itu penelitian ini menetapkan bahwa komite sekolah sebagian besar terlibat pada persiapan, monitoring pelaksana, dan evaluasi WSDPs. Namun ada kebutuhan untuk Departemen Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan (MoEVT) untuk memberikan pelatihan intensif terus-menerus persiapan WSDPs dan dukungan implementasi untuk melengkapi pemain kunci dengan pengetahuan dan keterampilan, terutama di pedesaan berbasis sekolah. Penelitian oleh Ravik Karsidi dkk berjudul Parrent

  

Involvement on School Committees as Social Capital to

Improve Student Achievement yang dimuat dalam jurnal

International Excellens in Higher Education 4 (2013:1-6).

  Penelitian ini mengupas bagaimana partisipasi orang tua melalui komite sekolah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian ini menghasilkan tiga temuan kualitatif : sebagian besar partisipasi orang tua hanya dalam bentuk pemenuhan aspek material, seperti uang sekolah dan buku; sebagian besar orangtua memiliki pemahaman yang salah bahwa sekolah yang harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pendidikan anak; orangtua yang sibuk cenderung tidak peduli terhadap perkembangan proses belajar anak-anaknya. Untuk menciptakan modal sosial bagi anak-anaknya, orangtua perlu lebih aktif dalam proses belajar anak, bekerjasama dengan pengelola sekolah, dan aktif dalam perencanaan sosial. Melalui penelitian ini, kajian peran Komite

  Sekolah sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 196 (3) PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jika Komite Sekolah telah melaksanakan semua kegiatan operasional dengan sempurna, melengkapi dan mendayagunakan fasilitas organisasinya secara rutin dan optimal, maka Komite Sekolah dapat dinilai telah memiliki kinerja yang tinggi. Hal ini sejalan dengan Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional “ Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengadaan, dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah”.

2.4 Kerangka Pikir

  41 Secara kronologis struktur alalur kerangka piker penelitian yaitu tujuan pembentukan Komite Sekolah di antaranya adalah meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

  Peranserta masyarakat melalui wadah Komite Sekolah sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan bukan hanya formalitas saja atau sekedar memberikan bantuan berwujud material tetapi juga diperlukan bantuan berupa pemikiran, ide dan gagasan-gagasan inovatif demi kemajuan suatu sekolah. Jika Komite Sekolah sudah dapat melaksanakan keempat perannya sebagai pemberi pertimbangan (advisory), pendukung (supporting), pengontrol (controlling), dan mediator (mediator

  

agency) dengan baik (positif), memberikan dampak

  positif pula terhadap penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah secara menyeluruh.

Gambar 3.1 Kerangka Pikir Evaluasi Peran Komite Sekolah

  43 Mediator Agency

  Controlling Agency Advisory Agency Supporting

  Agency Penyelenggaraan dan Peningkatan Mutu Pendidikan

di Sekolah secara menyeluruh

  Evaluasi Peran

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Partisipatif untuk Meningkatkan Peran Komite Sekolah di SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung

0 0 17

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Partisipatif untuk Meningkatkan Peran Komite Sekolah di SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung

0 0 12

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Partisipatif untuk Meningkatkan Peran Komite Sekolah di SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Partisipatif untuk Meningkatkan Peran Komite Sekolah di SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Partisipatif untuk Meningkatkan Peran Komite Sekolah di SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung

0 0 45

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Ex In Supervision untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Guru di Gugus Pergiwo Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung

0 0 10

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Ex In Supervision untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Guru di Gugus Pergiwo Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung

0 0 34

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Ex In Supervision untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Guru di Gugus Pergiwo Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung

0 0 12

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Ex In Supervision untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Guru di Gugus Pergiwo Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung

0 0 38

A. Program Pengelolaan Pembelajaran Guru danatau Kepala Sekolah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Ex In Supervision untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Guru di Gugus Pergiwo Kecamatan Temanggung Ka

0 1 37