Pemeriksaan HCV hepatitis c virus
Pemeriksaan HCV (Hepatitis C Virus ELISA)
Hari/Tanggal praktikum
Tempat
I.
: Jumat, 10 Oktober 2014
: Unit Donor Darah RSUP Sanglah
TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa
dapat
mengetahui
prosedur
pemeriksaan
HCV
dengan
menggunakan metode ELISA secara manual.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Untuk mengetahui cara pemeriksaan HCV metode ELISA manual
b. Untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus Hepatitis C dalam plasma
pasien
II. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah ELISA manual dengan reagen
Hepanostika HCV ultra.
III. PRINSIP
Hepanostika HCV Ultra menggunakan immunosorbent yang terikat pada dasar
sumur yang terdiri dari peptide sintetik khusus untuk mengikat antigen yang sangat
antigenic pada segmen inti, NS3, NS4, dan NS5 pada daerah dari Hepatitis C virus.
Adanya HCV antibody spesifik pada sampel akan mengikat immunosorbent. Proses
pencucian dilakukan untuk menghilangkan antibody terikat dan komponen serum
lainnya. Peroxidase conjugated antibody spesifik human igG ditambahkan ke setiap
sumur. Kemudian conjugate ini akan berekasi dengan antibody terikat. Setelah pencucian
kedua dimasukkan TMB ke dalam setiap sumur. Sebuah warna biru akan berkembang
sesuai jumlah antibody HCV yang ada pada serum. Reaksi enzim-substrat diakhiri
dengan penambahan asam sulfat yang memberikan warna kuning. Perubahan warna yang
terjadi di masig-masing sumur diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
450 nm. Reaksi reaktif adalah specimen dengan nilai absorbansi lebih besar atau sama
dengan nilai cut off.
IV. DASAR TEORI
A. Hepatitis
Penyakit yang mempengaruhi hati meliputi kelainan sekunder pada berbagai
penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati itu sendiri. Ada
beberapa penyakit yang ditemukan akibat gangguan hati antara lain hipertensi porta,
pirav vena-porta, sistemik splenomegali, ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan
hepatitis. Dari beberapa contoh ini yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus
adalah hepatitis.
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menyebabkan
hepatitis (Firefly, 2010).
B. Hepatitis C
a. Pengertian
Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan
dalam Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan
Dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatankegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah.
Kehadiran virus hepatitis C di organ hati memicu dikeluarkannya sistem
kekebalan tubuh yang mengakibatkan proses peradangan. Proses peradangan yang
terus-menerus mengakibatkan penumpukan jaringan parut di hati. Maka terjadilah
apa yang dinamakan sirosis hati.. Hati yang menjadi sirotik dapat gagal melakukan
fungsinya secara normal. Hal ini disebut dengan gagal hati. Gagal hati dapat
mengakibatkan banyak komplikasi penyakit, bahkan kematian. Selain itu sirosis
hati juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker hati.
b. Cara Penularan
Yang paling umum dari penyebaran virus hepatitis C adalah penggunaan
jarum suntik yang sama secara berganti-gantian dari satu orang kepada yang lain.
Hal ini sering terjadi pada pecandu narkoba yang kurang peka akan kesterilan alat
suntik yang mereka gunakan. Alat suntik yang aman digunakan adalah alat suntik
baru yang steril dan dipakai hanya untuk sekali pakai untuk satu orang saja.
Alat tatto dan tindik yang tidak steril juga beresiko untuk menularkan virus
ini. Selain itu penggunaan sikat gigi, alat cukur, gunting kuku, alat facial dan alatalat yang memungkinkan kontaminasi dengan darah lainnya secara bersama-sama
juga beresiko.
Cara penularan yang lain adalah kecelakaan yang terjadi di laboratorium
atau rumah sakit/klinik pada petugas kesehatan yang tangannya secara tak sengaja
tertusuk jarum bekas pasien penderita hepatitis C (1,8%).
Yang juga berisiko adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan
pasangan yang mengidap hepatitis C (1-4%).
Penularan dari ibu kepada anak yang dikandung dan dilahirkannya juga
memungkinkan (sekitar 4 dari 100 anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi).
Sedangkan penularan lewat air susu ibu yang menderita hepatitis C kepada bayi
yang disusuinya belum pernah dilaporkan sehingga ASI dianggap aman. Meski
demikian bila terjadi luka di sekitar puting ibu atau si ibu juga mengidap HIV,
menyusui tidak boleh dilakukan.
Palang Merah Indonesia (PMI) saat ini sudah melakukan screening virus
hepatitis C terhadap tiap sampel darah dari donor untuk mencegah penularan lewat
transfusi darah.
Untuk hubungan sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman,
menggunakan alat makan dan minum yang sama, menggunakan jamban dan kamar
mandi yang sama secara wajar tidak menularkan virus hepatitis C. Oleh sebab itu
dalam merawat dan berhubungan sosial dengan keluarga atau sahabat yang
menderita hepatitis C kita tidak perlu ragu atau kawatir. Mereka sangat
membutuhkan perhatian dan suport dari kita (Firefly, 2010).
c. Gejala
Orang yang mulai terinfeksi virus Hepatitis C, sekitar 75% tidak menunjukkan
gejala sakit. Kebanyakan dari mereka tampak sehat-sehat saja. 25% lainnya mungkin
merasakan keletihan, kehilangan napsu makan, nyeri otot atau demam yang tidak
spesifik. Pada tahap awal penyakit jarang sekali terjadi ikterus/ jaundice atau
kekuningan pada kulit atau mata. Hal ini yang membuat kenapa banyak orang tidak
sadar bahwa dirinya sudah terinfeksi. Bila virus masuk ke dalam tubuh biasanya akan
dilawan oleh sistem kekebalan tubuh kita dan mati, namun virus hepatitis C sulit
dilawan oleh sistem imun kita dan biasanya akan menjadi kronis.
Setelah lama berselang dan hati mengalami peradangan yang menetap barulah
terlihat beberapa gejala yang tidak spesifik, seperti cepat lelah dan gejala-gejala tidak
kas lainnya (tidak enak badan). Dalam pemeriksaan darah peningkatan fungsi hati
yang menunjukkan kerusakan hati mulai terjadi. Disinilah biasanya seseorang baru
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.
Bila sudah sampai tahap sirosis hati akan terlihat gejala badan terasa lemah,
kehilangan napsu makan dan turunnya berat badan, kemerahan di telapak tangan,
bercak pembuluh darah di kulit yang bentuknya mirip laba-laba (spider nevi/ spider
angioma), proses pembekuan darah terganggu, pembesaran kelenjar payudara pada
laki-laki dan lain-lain. Bila sudah masuk sampai gagal hati (fungsi hati berhenti) maka
hal ini bisa mengakibatkan penurunan kesadaran seperti ling-lung sampai koma dan
yang paling menakutkan adalah kematian. Pada sirosis hati yang parah biasanya tubuh
akan menguning/ terjadi jaundice (terlihat pada kulit dan mata) akibat hati tidak
mampu
mengeliminasi
bilirubin
(komponen
kekuningan
hasil
perombakan
hemaglobin dan sel darah merah) karena banyak selnya yang sudah rusak.
Akibat sirosis yang lain adalah pengerutan hati akibat bertumpuknya jaringan
parut dapat mencekik pembuluh darah besar yang melewatinya sehingga tekanan
disana menjadi sangat besar. Hal ini disebut dengan Hipertensi Portal/ Portal
Hypertension. Dengan berbagai mekanisme hal ini menimbulkan penumpukan cairan
di rongga perut dan perut menjadi membuncit karenanya. Keadaan ini disebut Ascites.
Lainnya terjadi varises di pembuluh vena di kerongkongan (esofagus, saluran yang
menuju ke lambung dari mulut) yang sewaktu-waktu bisa pecah dan menimbulkan
perdarahan serius/ masif. Hipertensi portal juga dapat mengakibatkan gagal ginjal,
bembesaran limpa dan anemia (Firefly, 2010).
C. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hepatitis C
Bagi orang yang beresiko atau dicurgai menderita hepatitis C dan belum diobati
sebaiknya melakukan screening test. Screening test pertama untuk hepatitis C adalah
pemeriksaan Anti-HCV dengan teknik ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
Pada pemeriksaan ini dilihat apakah tubuh kita memproduksi antibodi terhadap virus
Hepatitis C. Bukan mendeteksi virusnya melainkan antibodinya. Pada orang yang sehat,
tubuhnya tidak memproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila tubuh
meproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C itu tandanya virus tersebut ada di dalam
tubuh dan tubuh berusaha untuk melawannya dengan mengeluarkan antibodi.
Hasil anti-HCV ELISA bisa positif/reaktif, borderline/nilainya positif ringan,
atau negatif/non reaktif. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan
tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan
tidak perlu melakukan pemeriksaan lain. Bila hasilnya positif/ reaktif atau borderline,
belum tentu orang tersebut terinfeksi. Kadang kala hasil tes pertama yang positif bisa
saja salah. Sehingga bila hanya sekali melakukan tes Anti-HCV hasilnya reaktif atau
borderline sebaiknya dilakukan tes penunjang (tahap kedua).
Tes penunjangnya adalah tes Anti-HCV dengan teknik RIBA (Recombinant
Immunoblot Assay) yang juga mendeteksi adanya antibodi terhadap virus hepatitis C.
Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi
tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan menunjukkan bahwa tes
sebelumnya hasilnya salah sehingga tidak perlu melakukan tes lainnya lagi. Bila positif
berarti orang tersebut benar terinfeksi. Sedangkan bila hasilnya indeterminate berarti
hasilnya masih belum jelas (unclear).
Untuk hasil tes anti-HCV RIBA yang positif dan indeterminate sebaiknya
dilakukan tes berikutnya (tahap ketiga) yang lebih sensitif yaitu HCV-RNA. Pada
orang-orang yang tergolong beresiko tinggi untuk terpapar hepatitis C juga dianjurkan
untuk meakukan tes ini. Dalam pemeriksaan ini dideteksi kadar RNA virus di dalam
tubuh. Yang dideteksi bukan antibodinya melainkan virusnya. Bila ditemukan virus di
dalam darah/ positif berarti infeksi sedang berlangsung. Bila hasilnya negatif belum
tentu orang tersebut tidak terinfeksi. Bisa saja virusnya baru saja masuk ke dalam tubuh
atau masih berjumlah sedikit sehingga tes sebaiknya diulang kembali untuk
memastikan. Bila orang yang beresiko tertular telah melakukan dua kali tes Anti-HCV
dan hasilnya negatif, lalu melakukan tes HCV-RNA dan hasilnya positif, ini artinya
infeksi telah berlangsung namun tubuh tidak mampu memproduksi antibodi secara
memadai.
Tes HCV-RNA juga berguna untuk mengetahui respon virologi pasien hepatitis
C untuk menilai keberhasilan pengobatan terhadap obat-obatan antiviral yang diberikan
dokter.
Untuk mendeksi adanya kerusakan pada organ hati biasanya dokter
menganjurkan pemeriksaan fungsi hati, seperti SGPT, SGOT dan bilirubin. Atau dokter
bisa juga menganjurkan biopsi hati (Putri, 2012).
D. ELISA (Enzim-linked immunosorbent assay)
ELISA disebut sebagai uji penentuan kadar imunosorben taut-enzim, merupakan
teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan
antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan dalam bidang imunologi untuk
mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi dalam suatu sampel seperti dalam
pendeteksian antibodi IgM, IgG, & IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh manusia
khususnya). Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik ELISA
juga diaplikasikan dalam bidang patologi tumbuhan, kedokteran, dll.
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA
kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim,
dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan
sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibodi kedua (sekunder) akan
dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA
nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagai macam jenis
teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik
ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah
beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain:
1. ELISA Direct
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana.
Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi
antigen pada sampel. ELISA direct menggunakan suatu antibodi spesifik
(monoklonal) untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel
yang diuji. ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a. Immunoreaktivitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut
dengan enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari
antibodi pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan
sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain:
a.
Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibodi
b.
Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang
dengan antibodi lain (antibodi sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA Indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA
yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi
dan diukur konsentrasinya merupakan antibodi. ELISA indirect menggunakan
suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibodi sekunder spesifik tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang diinginkan pada sampel yang
diuji. ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a.
Membutuhkan waktu pengujian yang relatif lebih lama daripada ELISA direct
karena pada ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada
saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi yang diinginkan
dan antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder tertaut enzim
signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu
inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan
dengan antibodi spesifik tertaut enzim signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain:
a. Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara
komersial di pasar.
b. Immunoreaktivitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak terpengaruh
oleh penautan enzim signal ke antibodi sekunder karena
penautan
dilakukan pada wadah berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yang diinginkan
memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibodi sekunder
3. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk
menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal
untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip
kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA
sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi.
Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi
dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim
signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen
memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen
yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich,
antibodi primer seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan
antibodi
sekunder
pengaplikasiannya,
seringkali
disebut
ELISA sandwich
sebagai
lebih
antibodi
banyak
deteksi.
dimanfaatkan
Dalam
untuk
mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada
suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA
sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan
akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibodi.
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain:
a. Banyak molekul antibodi penangkap yang berhasil menempel pada dinding
lubang microtiter.
b. Afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen.
Sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari
teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA sandwich
ini pada dasarnya berada pada tingkat spesitifitasnya yang relatif lebih tinggi
karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan 2 jenis antibodi,
yaitu antibodi penangkap dan antibodi detektor. Namun demikian, teknik ELISA
sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan
untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua
jenis antibodi yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang
berbeda (epitopnya harus berbeda).
4. ELISA Biotin Streptavidin (Jenis Elisa Modern)
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga
dikembangkan untuk mendeteksi antibodi dengan tingkat sensitivitas relatif lebih
tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA penangkap antibody, dimana
prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan pada
teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detektor (antigen bertaut enzim
signal, bersifat optional apabila antibodi yang diinginkan tidak tertaut dengan
enzim signal).
5. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan dari teknik ELISA
terdahulu. Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menambahkan suatu
kompetitor ke dalam lubang microtiter. Teknik ELISA kompetitif ini dapat
diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi. Kelebihan
dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap
larutan sampel yang mengandung antibodi atau antigen yang diinginkan, tapi
hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat
spesifisitas dari antibodi dan antigen.
6. ELISA Multiplex
Teknik ELISA multiplex merupakan pengembangan teknik ELISA
yang ditujukan untuk pengujian secara simultan, sedangkan prinsip dasarnya
mirip dengan teknik ELISA terdahulu (Novie, 2014).
E. PENGOBATAN
Belum ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis C, tidak seperti hepatitis B
yang sudah didapatkan vaksinnya yang dapat memberikan perlindungan kepada
tubuh terhadap virus itu. Kesulitan mendapatkan vaksin hepatitis C antara lain
disebabkan karena virus ini bisa bermutasi dan mengelak dari respon imunitas
tubuh.
Untuk pengobatan, dokter biasanya memberikan antivirus seperti Ribavirin
dan Pegylated Interferon sesuai dengan kondisi pasien. Namun hal ini bisa
dilakukan setelah pemeriksaan yang menyeluruh, dalam pengawasan yang ketat
serta tidak selamanya dapat berhasil.
Sampai saat ini terus dikembangkan penelitian untuk mendapatkan formula
baru dari interferon yang lebih ampuh. Selain itu obat-obatan baru yang akan
menyempurnakan kombinasi flagylated interferon dan ribavirin juga sedang diteliti
agar dimasa mendatang semakin maningkatkan tingkat kesembuhan pasien.
1. Menghindari penyakit lebih baik daripada mengobati.
2. Segera periksakan diri ke dokter/ laboratorium apabila anda termasuk orang
yang beresiko tinggi tertular virus hepatitis C (Spiritia, 2013).
V. ALAT DAN BAHAN
Alat
Mikroplate ELISA strip plates
Washer
Spektrofotometer
Mikropipet
Yellow tip
Incubator
Timer
Bahan
Sampel serum atau plasma
Reagen Hepanostika yang terdiri dari :
a. Larutan TMB Substrate
b. Control positif
c. Control negative
d. Specimen diluents (Phospate Buffer)
e. Conjugate Working Solution
Asam sulfat
VI.
CARA KERJA
1.
Strip mikroelisa disiapkan sebanyak bahan yang diperiksa ditambah dengan 3
positif control dan 1 negatif control
2.
Spesimen diluents dipipet sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalam masingmasing sumur mikroelisa
3.
Sampel dipipet 10 l dan dimasukkan ke dalam masing-masing sumur mikroelisa
dimulai dari sumur E1
4.
Control negative dipipet 10 l dan dimasukkan ke sumur A1
5.
Control positif 10 l dipipet dan dimasukkan ke sumur B1, C1, dan D1
6.
Pemeriksaan Opsi I :
Dicampurkan dengan hati-hati (misalnya dengan menggunakan mikroshaker)
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 2 menit
Pemeriksaan Opsi II :
Dicampurkan dengan hati-hati (misalnya dengan menggunakan mikroshaker)
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 2 menit
7.
Plate dicuci dengan mesin washer sebanyak 6 kali
8.
Conjugate working solution dipipet 100 l dan dimasukkan ke dalam masingmasing sumur
9.
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 2 menit
10.
Plate dicuci dengan mesin washer sebanyak 6 kali
11.
TMB substrate dipipet sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalammasing-masing
sumur
12.
Diinkubasi pada suhu 20-30 C selama 30 2 menit
13.
Reaksi dihentikan denagn penamabahan 100 l 1 mol/I sulfuric acid ke dalam
masing-masing sumur
14.
Hasil dibaca dengan mikroplate reader pada panjang gelombang 450 nm dan 620630 nm sebagai refrensi
VII. INTERPRETASI HASIL
a. Kualifikasi Kontrol Negatif
1. Masing-masing NC harus 0,200
b. Kualifikasi Kontrol Positif
1. Masing-masing PC harus bernilai > 0,500
2. Rata-rata dari PC yang tersisa dihitung kembali
3. Masing-masing PC harus 0,5 x Px
PC dibuang bila tidak memenuhi syarat tersebut
4. Rata-rata dari PC dihitung kembali
5. Masing-masing PC harus 1,5 x PCx
PC dibuang bila tidak memenuhi syarata tersebut
6. Rata-rata dari PC dihitung kembali
c. Tes Validitas
1. Pemeriksaan valid jika PCx – NC 0,400
2. Pemeriksaan tidak valid jika NC tidak memenuhi syarat kualifikasi
3. Pemeriksaan tidak valid jika lebih dari 1 PC tidak memenuhi syarat kualifikikasi
d. Nilai Cut Off
1. Jika pemeriksaan valid, maka dapat dihitung nilai cut off = 0,27 x PCx
2. Hasil reaktif bila nilai absorbansi dari sampel cut off
3. Hasil non reaktif bila nilai absorbansi dari sampel cut off
VIII. HASIL PENGAMATAN
a. Identitas Sampel
-
Tanggal pengiriman
: 10 Oktober 2014
-
Tanggal AFTAP
: 10 Oktober 2014
-
Asal sampel
: UUD PMI Provinsi Bali
No Urut
1
2
3
Nama Donor
432Y4707A
433C5996A
432Y4723A
Golongan Darah
O
O
AB
b. Identitas Pemeriksaan
-
Petugas penerima sampel : Ni Putu Anugrah Eni
-
Nama pemeriksa
: Ni Kadek Ratnayanti
-
Tanggal diterima
: 10 Oktober 2014
-
Tanggal diperiksa
: 10 Oktober 2014
-
Nomor Plate
:I
-
Nomor Lot
: BJ02723
-
Tanggal kadaluarsa
: 03-2015
-
Dicatat oleh
: Ni Putu Anugrah Eni
-
Dicek oleh
: Ni Kadek Ratnayanti
Jenis Kelamin
L
L
L
Umur
25
18
40
c. Data Hasil Pemeriksaan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Serum
Kontrol negatif
Kontrol positif 1
Kontrol positif 2
Kontrol positif 3
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3a
Sampel 3b
Kode
NC1
PC1
PC2
PC3
SM 1
SM 2
SM 3
SM 3
Absorbansi
0,096
1,635
1,315
1,000
0,066
0,078
0,077
0,096
d. Gambar Hasil Pengamatan
No
.
1.
Gambar
Keterangan
Dicatat identitas sampel pada lembar
pemeriksaan yang akan dicatat
2
Dipipet masing-masing sepecimen
diluent
ke
selanjutnya
sumur
mikroelisa
ditambahkan
kontrol
positif, kontrol negatif dan sampel
sesuai dengan instruksi kerja
3
Dilakukan inkubasi pada suhu 37ºC
selama 60 ± 2 menit
4
Dicuci plate sebanyak 6 kali dengan
washer
5
Dipipet 100 µl conjugate working
solution ke masing-masing sumur
6
Dilakukan inkubasi pada suhu 37 ºC
selama 30± 2 menit
7
Dilakukan pencucian sebanyak 6
kali dengan washer
8
Dipipet 100 µl TMB substrate ke
masing-masing sumur selanjutnya
diinkubasi pada tempat yang gelap
selama 30 ± 2 menit pada suhu 2030 ºC . Setelah inkubasi terjadi
perubahan warna menjadi biru pada
sumur yang positif HCV
9
Ditambahkan 100 µl 1 mol/ I
sulfuric
acid
ke
masing-masing
sumur untuk stop reaksi. Dimana
setelah
ditambahkan
reagen
ini
terjadi :
Pada kontrol negatif : tidak ada
perubahan warna
Pada
kontrol
positif
:
terjadi
perubahan warna menjadi kuning
Pada sampel : tidak ada perubahan
warna
Dibaca hasil pada mikroplate raeder
10
pada panjang gelombang 540 nm.
e. Perhitungan
Rata – rata nilai kontrol positif (PCx)
PC 1+ PC 2+ PC 3
3
PCx =
=
1,635+1,315+1,000
3
= 1,317
Nilai kontrol negatif (NCx)
NCx = 0,096
Nilai Cut-off
Cut off
= PCx x 0,27
= 1,317 x 0,27
= 0,356
Tes Validitas
-
Hasil Valid jika:
PCx – NCx
≥ 400
1,317 – 0,096 ≥ 400
1,221
≥ 400 VALID
f. Interpretasi Hasil
Reaktif
= Nilai Absorbance Sampel ≥ Cut-Off
Non Reaktif = Nilai Absorbance Sampel < Cut-Off
Diketahui Nilai Cut-off = 0,356
Sampel 1
Absorbansi sampel = 0,066
0,066 < 0,356à Hasil non reaktif
Sampel 2
Absorbansi sampel = 0,078
0,078 < 0,356à Hasil non reaktif
Sampel 3a
Absorbansi sampel = 0,077
0,077 < 0,356à Hasil non reaktif
Sampel 3b
Absorbansi sampel = 0,096
0,096 < 0,356à Hasil non reaktif
IX.
PEMBAHASAN
Penyakit Hepatitis C merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C (HCV). HCV (Hepatitis C Virus) adalah virus RNA yang digolongkan
dalam Flavivirus bersama-sama dengan virus hepatitis G, Yellow fever dan Dengue.
Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui tranfusi atau kegiatan – kegiatan
yang memungkinkan virus ini langsung terpapat dengan sirkulasi darah.
Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah penting. Tujuan pengobatan dari
Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini mungkin serta untuk
mencegah perkembangan yang memburuk pada stadium akhir penyakit hati. Untuk
mendiagnosa penyakit Hepatitis C dapat dilakukan dengan cara Pemeriksaan HCV
dengan menggunakan metode Elisa Manual.
Prinsip dari pemeriksaan HCV metode manual ini adalah hepanostika HCV
Ultra menggunakan immunosorbent yang terikat pada dasar sumur yang terdiri dari
peptide sintetik khusus untuk mengikat antigen yang sangat antigenic pada segmen
inti, NS3, NS4 dan NS5 pada daerah dari Hepatitis C Virus. Adanya HCV antibodi
spesifik pada sampel akan mengikat immunosorbent. Proses pencucian dilakukan
untuk menghilangkan antibodi terikat dan komponen serum lainnya. Peroxidase
conjugated antibodi spesifik human IgG ditambahkan ke setiap sumur. Kemudian
konjugat ini akan bereaksi dengan antibody terikat. Setelah pencucian kedua
dimasukkan TMB ke dalam setiap sumur. Sebuah warna biru akan berkembang sesuai
jumlah antibody HCV yang ada pada serum. Reaksi enzim-substrat diakhiri dengan
penambahan asam sulfat yang memberikan warna kuning. Perubahan warna yang
terjadi di masing-masing sumur diukur secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 450 nm. Reaksi reaktif adalah specimen dengan nilai absorbansi lebih
besar atau sama dengan nilai cut-off.
Pada praktikum pemeriksaan HCV metode ELISA manual kali ini, dapat
dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu:
a. Tahap pre-analitik
Pada tahap ini sampel diterima oleh petugas. Sampel yang diterima dipastikan
menggunakan tabung EDTA (tutup tabung berwarna ungu). Hal ini bertujuan agar
darah yang diperiksa tidak mengalami pembekuan sehingga nantinya akan dapat
diperoleh plasma dalam pemeriksaan HCV ini. Sebelum sampel dianalisa pertamatama dilakukan pengisian formulir sampel berupa tanggal pengiriman, tanggal
AFTAP, dan asal sampel oleh petugas. Pada praktikum kali ini sampel yang
digunakan berjumlah 3 sampel yaitu:
No
Nama Donor
1
2
3
432Y4707A
433C5996A
432Y4723A
Golongan
Darah
O
O
AB
Jenis Kelamin
L
L
L
Dipastikan semua formulir telah terisi dengan data yang benar agar
pemeriksaan yang dilakukan tidak mengalami penukaran hasil. Pada tahap pre-
analitik ini dilakukan preparasi sampel
yaitu sampel darah disentrifugasi untuk
diperoleh plasmanya. Dipastikan sampel darah yang digunakan tidak lisis agar hasil
yang didapatkan benar-benar valid. Setelah diperoleh plasmanya sampel darah ini siap
untuk diperiksa. Pada tahap ini juga dilakukan penyiapan alat dan bahan/reagen
dimana alat dan bahan/reagen yang digunakan dikondisikan pada suhu kamar. Hal ini
dimaksudkan agar proses reaksi pada pemeriksaan HCV nantinya berjalan dengan
optimal. Pada pemeriksaan ini dipastikan reagen yang digunakan tidak kadaluarsa dan
jumlahnya cukup untuk pemeriksaan HCV yang akan dilakukan.
b. Tahap analitik
Pada tahap ini pemeriksaan perlu diperhatikan agar sesuai dengan prosedur
kerja yang telah disiapkan yaitu dengan menggunakan reagensia Hepanostika HCV
Ultra. Hal ini dikarenakan setiap reagen pada masing-masing pemeriksaan memiliki
prosedur pemeriksaan yang berbeda sehingga cara kerja yang digunakan juga harus
disesuaikan agar diperoleh hasil yang maksimal.
Pada tahap analitik ini mula-mula mikroplate ELISA disiapkan. Dipastikan
mikroplate yang digunakan tidak tertukar dengan mikroplate pemeriksaan lainnya.
Selanjutnya diisi data-data yang diperlukan pada lembar kerja pemeriksaan HCV
berupa tata letak reagen dan sampel agar dalam pemeriksaankali ini tidak bingung
dalam memposisikan kontrol negatif, kontrol positif dan sampel. Dalam praktikum
kali ini kontrol negatif dan kontrol positif berfungsi sebagai kontrol atau pembanding
dalam menentukan hasil pemeriksaan nantinya, apakah sampel yang diuji positif atau
negatif HCV. Kontrol negatif diposisikan pada sumur dengan no A1, kontrol positif
diposisikan pada sumur dengan no B1,C1,D1, sedangkan untuk sampel diposisikan
pada sumur dengan no E1,F1,G1,H1. Pada praktikum kali ini karena sampel yang
diperiksa berjumlah 3 maka pada salah satu sampel dilakukan pemeriksaan HCV
duplo. Hal ini bertujuan agar reagen yang digunakan tidak terbuang begitu saja.
Pada masing-masing sumur mikroplate dimasukkan sebanyak 100 µl specimen
diluent, kemudian pada sumur no E1, F1, G1 dan H1 dimasukkan masing-masing
sampel sebanyak 10 µl. Selanjutnya pada sumur no A1 dimasukkan 10 µl Control
Negatif dan pada sumur B1, C1, D1 dimasukkan 10 µl Control Positif. Pada
pemipetan baik pemipetan sampel maupun reagensia menggunakan mikropipet. Hal
ini bertujuan karena mikropipet memiliki spesifitas dan sensitifitas
yang tinggi
sehingga volume sampel dan reagen yang dimasukkan ke dalam sumur mikroplate
benar-benar sesuai dengan prosedur kerja. Setelah itu mikropalte ditutup dengan rapat
menggunakan kertas seal dan selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama
60 menit ±2 menit. Inkubasi ini berfungsi untuk melekatkan antibodi spesifik yang
positif HCV pada sampel dengan antigen yang terdapat pada sumur mikroplate
ELISA. Setelah dilakukan inkubasi selanjutnya dilakukan pencucian plate sebanyak 6
kali. Proses pencucian ini berfungsi untuk membersihkan serta membuang antibodiantibodi selain antibodi HCV yang terdapat dalam mikroplate agar nantinya tidak
mengganggu dalam proses reaksi antigen-antibodi HCV yang dilakukan.
Pada
pemeriksaan
ini
conjugate
working
solution
dibuat
dengan
mencampurkan 10 µl conjugate dengan 1 ml conjugate diluent pada tabung serologis.
Kemudian conjugat working solution yang telah jadi ini dimasukkan ke dalam
masing-masing sumur mikroplate sebanyak 100 µl. Penambahan conjugate working
ini berfungsi untuk memperkuat ikatan antara antigen dan antibody pada pemeriksaan
ini. Setelah dilakukan penambahan conjugate working solution ini plate ditutup
kembali dengan kertas seal kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30
±2 menit. Inkubasi kali ini berfungsi untuk mengoptimalkan terjadinya reaksi antigenantibodi pada pemeriksaan HCV metode ELISA manual ini. Setelah proses inkubasi
selesai kemudian mikroplate dicuci kembali sebanyak 6 kali. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk membersihkan dan membuang conjugate-conjugate yang berlebihan pada
well mikroplate yang tidak berikatan dengan antigen antibodi HCV dalam sumur
mikroplate sehingga tidak mengganggu reaksi pembentukan warna, karena jika
conjugate-conjugate ini tidak dibersihkan dikhawatirkan dapat menimbulkan reaksi
lain yang menyebabkan pembentukan warna yang berlebihan dan mengakibatkan
hasil reaktif palsu/false positif.
Setelah dilakukan proses pencucian kemudian dilakukan penambahan larutan
TMB sebanya 100 µl. Larutan TMB ini dibuat dengan mencampurkan 1 ml TMB
solution dengan 1 ml Urea Peroxida Solution kemudian dihomogenkan. Larutan TMB
ini berfungsi sebagai reagen pembentuk warna sehingga reaksi positif maupun negatif
dapat dibaca dengan menggunakan reader. Setelah penambahan TMB mikroplate ini
kemudian diinkubasi kembali pada suhu 20-30oC selama 30±2 menit pada tempat
yang gelap. Inkubasi pada tempat yang gelap ini berfungsi untuk memaksimalkan
terbentuknya warna tanpa ada gangguan dari cahaya.pada reaksi ini terbentuk warna
biru pada sumur mikroplate ELISA. Warna biru ini akan berkembang sesuai dengan
jumlah antibodi HCV yang ada pada plasma sampel pasien.
Setelah proses inkubasi kemudian ditambahkan 100 µl 1 mol/l Sulfuric acid ke
dalam masing-masing sumur mikroplate. Penambahan Sulfuric acid ini berfungsi
sebagai stop solution yaitu mengakhiri reaksi atau stop reaksi enzim-substrat pada
sumur mikroplate ELISA. Dengan penambahan Sulfuric acid ini warna biru akan
berubah menjadi warna kuning. Warna kuning ini menandakan pada sampel yang diuji
positif mengandung HCV (Hepatitis C Virus). Semakin pekat warna kuning yang
terbentuk maka semakin besar absorbansi yang dihasilkan. Perubahan warna pada
masing-masing sumur mikroplate ELISA ini kemudian diukur secara spektrofotometri
dengan menggunakan alat yang bernama reader dengan menggunakan panjang
gelombang 450 nm.
c. Tahap post analitik
Pada tahap ini dilakukan pencatatan hasil berupa data absorbansi yang
didapatkan serta dilakukan perhitungan untuk mengetahui apakah sampel yang diuji
reaktif HCV atau tidak. Pada pembacaan hasil absorbansi dengan menggunakan
reader didapatkan hasil sebagai berikut:
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Serum
Kontrol negatif
Kontrol positif 1
Kontrol positif 2
Kontrol positif 3
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3a
Sampel 3b
Kode
NC1
PC1
PC2
PC3
SM 1
SM 2
SM 3
SM 3
Absorbansi
0,096
1,635
1,315
1,000
0,066
0,078
0,077
0,096
Dari data yang diperoleh, dapat dicari nilai rata-rata absorbansi kontrol positif
yaitu sebesar 1,317. Kemudian dicari nilai cut-offnya dengan menggunakan rumus
cut-off = PCx x 0,27
Nilai cut-off merupakan batas bawah dari hasil pemeriksaan yang masih dapat
dinyatakan reaktif. Jika hasil pemeriksaan berada sama dengan atau lebih besar dari
nilai cut-off maka hasil dapat dinyatakan reaktif, sedangkan untuk hasil pemeriksaan
yang berada di bawah nilai cut-off maka hasil dapat dinyatakan non reaktif. Pada
pemeriksaan kali ini didapatkan nilai cut-offnya yaitu sebesar 0,356.
Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan kali ini valid atau tidak maka
dapat dihitung dengan menggunakan rumus
PCx – NCx ≥ 400
Pada praktikum kali ini hasil validasi yang didapatkan yaitu 1,221 ≥ 400. Hasil
yang didapatkan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan valid dan dapat
dilanjutkan untuk menentukan reaktif/ non reaktif dari sampel yang diuji.
Dari data absorbansi ketiga sampel yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan nilai cut-off yang didapatkan tadi. Hasil yang didapatkankan pada
pemeriksaan kali ini yaitu pada semua sampel baik itu sampel 1, 2 maupun 3 samasama memberikan hasil yang non reaktif terhadap HCV (Hepatitis C Virus). Hal ini
dapat dilihat dari nilai masing-masing absorbansi yang didapatkan setelah pengukuran
lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai cut-off yang didapatkan tadi.
Setelah
perhitungan
selesai
dilakukan
kemudian
dicek
lagi
untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan. Kemudian hasil yang didapatkan ini dapat
dilaporkan kepada dokter untuk ditindaklanjuti kembali.
Adapun kelebihan dari teknik ELISA ini antara lain:
Teknik pengerjaan relatif sederhana.
Relatif ekonomis (karena jenis antibodi yang digunakan hanya satu saja,
sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi).
Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.
Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar
antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara
antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik)
Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.
Sedangkan untuk kekurangan dari teknik ELISA antara lain :
a) Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya
jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen)
b) Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat
kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan
inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen
asing dapat berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan
menimbulkan signal.
c) Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga
pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini
dapat diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).
X.
KESIMPULAN
Dari praktikum pemeriksaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C
(HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan dalam
Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue.
2. Metode yang digunakan pada pemeriksaan HCV kali ini adalah metode ELISA
manual dengan reagen Hepanostika HCV Ultra.
3. Nilai cut-off pada pemeriksaan HCV kali ini adalah 0,356 dan pemeriksaan
dinyatakan valid.
4. Hasil pada masing-masing sampel
XI.
Sampel 1
: non reaktif
Sampel 2
: non reaktif
Sampel 3a
: non reaktif
Sampel 3b
: non reaktif
DAFTAR PUSTAKA
Firefly,
2010,
Hepatitis
C,
online,
http://firefly-serba-
serbi.blogspot.com/2010/12/hepatitis-c.html, 12 Oktober 2014
Novie,
2014,
Pemeriksaan
ELISA,
online,
https://id.scribd.com/doc/188272441/Pemeriksaan-Elisa, 12 Oktober 2014
Putri,
2012,
Pemeriksaan
Imunologis
Hepatitis
C,
online,
http://mahasiswakedokteranonline.blogspot.com/2012/06/pemeriksaanimunologi-hepatitis-c-virus.html, 12 Oktober 2014
Spiritia, 2013, Hepatitis C (HCV) & HIV, online, http://spiritia.or.id/li/bacali.php?
lino=506, 12 Oktober 2014
Hari/Tanggal praktikum
Tempat
I.
: Jumat, 10 Oktober 2014
: Unit Donor Darah RSUP Sanglah
TUJUAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa
dapat
mengetahui
prosedur
pemeriksaan
HCV
dengan
menggunakan metode ELISA secara manual.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Untuk mengetahui cara pemeriksaan HCV metode ELISA manual
b. Untuk mengetahui adanya antibody terhadap virus Hepatitis C dalam plasma
pasien
II. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah ELISA manual dengan reagen
Hepanostika HCV ultra.
III. PRINSIP
Hepanostika HCV Ultra menggunakan immunosorbent yang terikat pada dasar
sumur yang terdiri dari peptide sintetik khusus untuk mengikat antigen yang sangat
antigenic pada segmen inti, NS3, NS4, dan NS5 pada daerah dari Hepatitis C virus.
Adanya HCV antibody spesifik pada sampel akan mengikat immunosorbent. Proses
pencucian dilakukan untuk menghilangkan antibody terikat dan komponen serum
lainnya. Peroxidase conjugated antibody spesifik human igG ditambahkan ke setiap
sumur. Kemudian conjugate ini akan berekasi dengan antibody terikat. Setelah pencucian
kedua dimasukkan TMB ke dalam setiap sumur. Sebuah warna biru akan berkembang
sesuai jumlah antibody HCV yang ada pada serum. Reaksi enzim-substrat diakhiri
dengan penambahan asam sulfat yang memberikan warna kuning. Perubahan warna yang
terjadi di masig-masing sumur diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
450 nm. Reaksi reaktif adalah specimen dengan nilai absorbansi lebih besar atau sama
dengan nilai cut off.
IV. DASAR TEORI
A. Hepatitis
Penyakit yang mempengaruhi hati meliputi kelainan sekunder pada berbagai
penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati itu sendiri. Ada
beberapa penyakit yang ditemukan akibat gangguan hati antara lain hipertensi porta,
pirav vena-porta, sistemik splenomegali, ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan
hepatitis. Dari beberapa contoh ini yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus
adalah hepatitis.
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menyebabkan
hepatitis (Firefly, 2010).
B. Hepatitis C
a. Pengertian
Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan
dalam Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan
Dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatankegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah.
Kehadiran virus hepatitis C di organ hati memicu dikeluarkannya sistem
kekebalan tubuh yang mengakibatkan proses peradangan. Proses peradangan yang
terus-menerus mengakibatkan penumpukan jaringan parut di hati. Maka terjadilah
apa yang dinamakan sirosis hati.. Hati yang menjadi sirotik dapat gagal melakukan
fungsinya secara normal. Hal ini disebut dengan gagal hati. Gagal hati dapat
mengakibatkan banyak komplikasi penyakit, bahkan kematian. Selain itu sirosis
hati juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker hati.
b. Cara Penularan
Yang paling umum dari penyebaran virus hepatitis C adalah penggunaan
jarum suntik yang sama secara berganti-gantian dari satu orang kepada yang lain.
Hal ini sering terjadi pada pecandu narkoba yang kurang peka akan kesterilan alat
suntik yang mereka gunakan. Alat suntik yang aman digunakan adalah alat suntik
baru yang steril dan dipakai hanya untuk sekali pakai untuk satu orang saja.
Alat tatto dan tindik yang tidak steril juga beresiko untuk menularkan virus
ini. Selain itu penggunaan sikat gigi, alat cukur, gunting kuku, alat facial dan alatalat yang memungkinkan kontaminasi dengan darah lainnya secara bersama-sama
juga beresiko.
Cara penularan yang lain adalah kecelakaan yang terjadi di laboratorium
atau rumah sakit/klinik pada petugas kesehatan yang tangannya secara tak sengaja
tertusuk jarum bekas pasien penderita hepatitis C (1,8%).
Yang juga berisiko adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan
pasangan yang mengidap hepatitis C (1-4%).
Penularan dari ibu kepada anak yang dikandung dan dilahirkannya juga
memungkinkan (sekitar 4 dari 100 anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi).
Sedangkan penularan lewat air susu ibu yang menderita hepatitis C kepada bayi
yang disusuinya belum pernah dilaporkan sehingga ASI dianggap aman. Meski
demikian bila terjadi luka di sekitar puting ibu atau si ibu juga mengidap HIV,
menyusui tidak boleh dilakukan.
Palang Merah Indonesia (PMI) saat ini sudah melakukan screening virus
hepatitis C terhadap tiap sampel darah dari donor untuk mencegah penularan lewat
transfusi darah.
Untuk hubungan sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, berciuman,
menggunakan alat makan dan minum yang sama, menggunakan jamban dan kamar
mandi yang sama secara wajar tidak menularkan virus hepatitis C. Oleh sebab itu
dalam merawat dan berhubungan sosial dengan keluarga atau sahabat yang
menderita hepatitis C kita tidak perlu ragu atau kawatir. Mereka sangat
membutuhkan perhatian dan suport dari kita (Firefly, 2010).
c. Gejala
Orang yang mulai terinfeksi virus Hepatitis C, sekitar 75% tidak menunjukkan
gejala sakit. Kebanyakan dari mereka tampak sehat-sehat saja. 25% lainnya mungkin
merasakan keletihan, kehilangan napsu makan, nyeri otot atau demam yang tidak
spesifik. Pada tahap awal penyakit jarang sekali terjadi ikterus/ jaundice atau
kekuningan pada kulit atau mata. Hal ini yang membuat kenapa banyak orang tidak
sadar bahwa dirinya sudah terinfeksi. Bila virus masuk ke dalam tubuh biasanya akan
dilawan oleh sistem kekebalan tubuh kita dan mati, namun virus hepatitis C sulit
dilawan oleh sistem imun kita dan biasanya akan menjadi kronis.
Setelah lama berselang dan hati mengalami peradangan yang menetap barulah
terlihat beberapa gejala yang tidak spesifik, seperti cepat lelah dan gejala-gejala tidak
kas lainnya (tidak enak badan). Dalam pemeriksaan darah peningkatan fungsi hati
yang menunjukkan kerusakan hati mulai terjadi. Disinilah biasanya seseorang baru
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.
Bila sudah sampai tahap sirosis hati akan terlihat gejala badan terasa lemah,
kehilangan napsu makan dan turunnya berat badan, kemerahan di telapak tangan,
bercak pembuluh darah di kulit yang bentuknya mirip laba-laba (spider nevi/ spider
angioma), proses pembekuan darah terganggu, pembesaran kelenjar payudara pada
laki-laki dan lain-lain. Bila sudah masuk sampai gagal hati (fungsi hati berhenti) maka
hal ini bisa mengakibatkan penurunan kesadaran seperti ling-lung sampai koma dan
yang paling menakutkan adalah kematian. Pada sirosis hati yang parah biasanya tubuh
akan menguning/ terjadi jaundice (terlihat pada kulit dan mata) akibat hati tidak
mampu
mengeliminasi
bilirubin
(komponen
kekuningan
hasil
perombakan
hemaglobin dan sel darah merah) karena banyak selnya yang sudah rusak.
Akibat sirosis yang lain adalah pengerutan hati akibat bertumpuknya jaringan
parut dapat mencekik pembuluh darah besar yang melewatinya sehingga tekanan
disana menjadi sangat besar. Hal ini disebut dengan Hipertensi Portal/ Portal
Hypertension. Dengan berbagai mekanisme hal ini menimbulkan penumpukan cairan
di rongga perut dan perut menjadi membuncit karenanya. Keadaan ini disebut Ascites.
Lainnya terjadi varises di pembuluh vena di kerongkongan (esofagus, saluran yang
menuju ke lambung dari mulut) yang sewaktu-waktu bisa pecah dan menimbulkan
perdarahan serius/ masif. Hipertensi portal juga dapat mengakibatkan gagal ginjal,
bembesaran limpa dan anemia (Firefly, 2010).
C. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hepatitis C
Bagi orang yang beresiko atau dicurgai menderita hepatitis C dan belum diobati
sebaiknya melakukan screening test. Screening test pertama untuk hepatitis C adalah
pemeriksaan Anti-HCV dengan teknik ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
Pada pemeriksaan ini dilihat apakah tubuh kita memproduksi antibodi terhadap virus
Hepatitis C. Bukan mendeteksi virusnya melainkan antibodinya. Pada orang yang sehat,
tubuhnya tidak memproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C. Bila tubuh
meproduksi antibodi terhadap virus hepatitis C itu tandanya virus tersebut ada di dalam
tubuh dan tubuh berusaha untuk melawannya dengan mengeluarkan antibodi.
Hasil anti-HCV ELISA bisa positif/reaktif, borderline/nilainya positif ringan,
atau negatif/non reaktif. Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan
tergolong beresiko tinggi tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan
tidak perlu melakukan pemeriksaan lain. Bila hasilnya positif/ reaktif atau borderline,
belum tentu orang tersebut terinfeksi. Kadang kala hasil tes pertama yang positif bisa
saja salah. Sehingga bila hanya sekali melakukan tes Anti-HCV hasilnya reaktif atau
borderline sebaiknya dilakukan tes penunjang (tahap kedua).
Tes penunjangnya adalah tes Anti-HCV dengan teknik RIBA (Recombinant
Immunoblot Assay) yang juga mendeteksi adanya antibodi terhadap virus hepatitis C.
Bila hasilnya negatif dan orang yang bersangkutan bukan tergolong beresiko tinggi
tertular hepatitis C, berarti orang tersebut tidak terinfeksi dan menunjukkan bahwa tes
sebelumnya hasilnya salah sehingga tidak perlu melakukan tes lainnya lagi. Bila positif
berarti orang tersebut benar terinfeksi. Sedangkan bila hasilnya indeterminate berarti
hasilnya masih belum jelas (unclear).
Untuk hasil tes anti-HCV RIBA yang positif dan indeterminate sebaiknya
dilakukan tes berikutnya (tahap ketiga) yang lebih sensitif yaitu HCV-RNA. Pada
orang-orang yang tergolong beresiko tinggi untuk terpapar hepatitis C juga dianjurkan
untuk meakukan tes ini. Dalam pemeriksaan ini dideteksi kadar RNA virus di dalam
tubuh. Yang dideteksi bukan antibodinya melainkan virusnya. Bila ditemukan virus di
dalam darah/ positif berarti infeksi sedang berlangsung. Bila hasilnya negatif belum
tentu orang tersebut tidak terinfeksi. Bisa saja virusnya baru saja masuk ke dalam tubuh
atau masih berjumlah sedikit sehingga tes sebaiknya diulang kembali untuk
memastikan. Bila orang yang beresiko tertular telah melakukan dua kali tes Anti-HCV
dan hasilnya negatif, lalu melakukan tes HCV-RNA dan hasilnya positif, ini artinya
infeksi telah berlangsung namun tubuh tidak mampu memproduksi antibodi secara
memadai.
Tes HCV-RNA juga berguna untuk mengetahui respon virologi pasien hepatitis
C untuk menilai keberhasilan pengobatan terhadap obat-obatan antiviral yang diberikan
dokter.
Untuk mendeksi adanya kerusakan pada organ hati biasanya dokter
menganjurkan pemeriksaan fungsi hati, seperti SGPT, SGOT dan bilirubin. Atau dokter
bisa juga menganjurkan biopsi hati (Putri, 2012).
D. ELISA (Enzim-linked immunosorbent assay)
ELISA disebut sebagai uji penentuan kadar imunosorben taut-enzim, merupakan
teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan
antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan dalam bidang imunologi untuk
mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi dalam suatu sampel seperti dalam
pendeteksian antibodi IgM, IgG, & IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh manusia
khususnya). Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik ELISA
juga diaplikasikan dalam bidang patologi tumbuhan, kedokteran, dll.
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA
kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim,
dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan
sekunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibodi kedua (sekunder) akan
dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA
nonkompetitif ini seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagai macam jenis
teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik
ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah
beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain:
1. ELISA Direct
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana.
Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi
antigen pada sampel. ELISA direct menggunakan suatu antibodi spesifik
(monoklonal) untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel
yang diuji. ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a. Immunoreaktivitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut
dengan enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari
antibodi pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan
sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain:
a.
Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibodi
b.
Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang
dengan antibodi lain (antibodi sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA Indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA
yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi
dan diukur konsentrasinya merupakan antibodi. ELISA indirect menggunakan
suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibodi sekunder spesifik tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang diinginkan pada sampel yang
diuji. ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a.
Membutuhkan waktu pengujian yang relatif lebih lama daripada ELISA direct
karena pada ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada
saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi yang diinginkan
dan antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder tertaut enzim
signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu
inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan
dengan antibodi spesifik tertaut enzim signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain:
a. Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara
komersial di pasar.
b. Immunoreaktivitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak terpengaruh
oleh penautan enzim signal ke antibodi sekunder karena
penautan
dilakukan pada wadah berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yang diinginkan
memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibodi sekunder
3. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk
menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal
untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip
kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA
sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi.
Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi
dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim
signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen
memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen
yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich,
antibodi primer seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan
antibodi
sekunder
pengaplikasiannya,
seringkali
disebut
ELISA sandwich
sebagai
lebih
antibodi
banyak
deteksi.
dimanfaatkan
Dalam
untuk
mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada
suatu larutan dengan tingkat kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA
sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap antigen yang diinginkan
akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibodi.
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain:
a. Banyak molekul antibodi penangkap yang berhasil menempel pada dinding
lubang microtiter.
b. Afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen.
Sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari
teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA sandwich
ini pada dasarnya berada pada tingkat spesitifitasnya yang relatif lebih tinggi
karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan 2 jenis antibodi,
yaitu antibodi penangkap dan antibodi detektor. Namun demikian, teknik ELISA
sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan
untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua
jenis antibodi yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang
berbeda (epitopnya harus berbeda).
4. ELISA Biotin Streptavidin (Jenis Elisa Modern)
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga
dikembangkan untuk mendeteksi antibodi dengan tingkat sensitivitas relatif lebih
tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA penangkap antibody, dimana
prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan pada
teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detektor (antigen bertaut enzim
signal, bersifat optional apabila antibodi yang diinginkan tidak tertaut dengan
enzim signal).
5. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan dari teknik ELISA
terdahulu. Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menambahkan suatu
kompetitor ke dalam lubang microtiter. Teknik ELISA kompetitif ini dapat
diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi. Kelebihan
dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap
larutan sampel yang mengandung antibodi atau antigen yang diinginkan, tapi
hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat
spesifisitas dari antibodi dan antigen.
6. ELISA Multiplex
Teknik ELISA multiplex merupakan pengembangan teknik ELISA
yang ditujukan untuk pengujian secara simultan, sedangkan prinsip dasarnya
mirip dengan teknik ELISA terdahulu (Novie, 2014).
E. PENGOBATAN
Belum ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis C, tidak seperti hepatitis B
yang sudah didapatkan vaksinnya yang dapat memberikan perlindungan kepada
tubuh terhadap virus itu. Kesulitan mendapatkan vaksin hepatitis C antara lain
disebabkan karena virus ini bisa bermutasi dan mengelak dari respon imunitas
tubuh.
Untuk pengobatan, dokter biasanya memberikan antivirus seperti Ribavirin
dan Pegylated Interferon sesuai dengan kondisi pasien. Namun hal ini bisa
dilakukan setelah pemeriksaan yang menyeluruh, dalam pengawasan yang ketat
serta tidak selamanya dapat berhasil.
Sampai saat ini terus dikembangkan penelitian untuk mendapatkan formula
baru dari interferon yang lebih ampuh. Selain itu obat-obatan baru yang akan
menyempurnakan kombinasi flagylated interferon dan ribavirin juga sedang diteliti
agar dimasa mendatang semakin maningkatkan tingkat kesembuhan pasien.
1. Menghindari penyakit lebih baik daripada mengobati.
2. Segera periksakan diri ke dokter/ laboratorium apabila anda termasuk orang
yang beresiko tinggi tertular virus hepatitis C (Spiritia, 2013).
V. ALAT DAN BAHAN
Alat
Mikroplate ELISA strip plates
Washer
Spektrofotometer
Mikropipet
Yellow tip
Incubator
Timer
Bahan
Sampel serum atau plasma
Reagen Hepanostika yang terdiri dari :
a. Larutan TMB Substrate
b. Control positif
c. Control negative
d. Specimen diluents (Phospate Buffer)
e. Conjugate Working Solution
Asam sulfat
VI.
CARA KERJA
1.
Strip mikroelisa disiapkan sebanyak bahan yang diperiksa ditambah dengan 3
positif control dan 1 negatif control
2.
Spesimen diluents dipipet sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalam masingmasing sumur mikroelisa
3.
Sampel dipipet 10 l dan dimasukkan ke dalam masing-masing sumur mikroelisa
dimulai dari sumur E1
4.
Control negative dipipet 10 l dan dimasukkan ke sumur A1
5.
Control positif 10 l dipipet dan dimasukkan ke sumur B1, C1, dan D1
6.
Pemeriksaan Opsi I :
Dicampurkan dengan hati-hati (misalnya dengan menggunakan mikroshaker)
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 2 menit
Pemeriksaan Opsi II :
Dicampurkan dengan hati-hati (misalnya dengan menggunakan mikroshaker)
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 2 menit
7.
Plate dicuci dengan mesin washer sebanyak 6 kali
8.
Conjugate working solution dipipet 100 l dan dimasukkan ke dalam masingmasing sumur
9.
Diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 2 menit
10.
Plate dicuci dengan mesin washer sebanyak 6 kali
11.
TMB substrate dipipet sebanyak 100 l dan dimasukkan ke dalammasing-masing
sumur
12.
Diinkubasi pada suhu 20-30 C selama 30 2 menit
13.
Reaksi dihentikan denagn penamabahan 100 l 1 mol/I sulfuric acid ke dalam
masing-masing sumur
14.
Hasil dibaca dengan mikroplate reader pada panjang gelombang 450 nm dan 620630 nm sebagai refrensi
VII. INTERPRETASI HASIL
a. Kualifikasi Kontrol Negatif
1. Masing-masing NC harus 0,200
b. Kualifikasi Kontrol Positif
1. Masing-masing PC harus bernilai > 0,500
2. Rata-rata dari PC yang tersisa dihitung kembali
3. Masing-masing PC harus 0,5 x Px
PC dibuang bila tidak memenuhi syarat tersebut
4. Rata-rata dari PC dihitung kembali
5. Masing-masing PC harus 1,5 x PCx
PC dibuang bila tidak memenuhi syarata tersebut
6. Rata-rata dari PC dihitung kembali
c. Tes Validitas
1. Pemeriksaan valid jika PCx – NC 0,400
2. Pemeriksaan tidak valid jika NC tidak memenuhi syarat kualifikasi
3. Pemeriksaan tidak valid jika lebih dari 1 PC tidak memenuhi syarat kualifikikasi
d. Nilai Cut Off
1. Jika pemeriksaan valid, maka dapat dihitung nilai cut off = 0,27 x PCx
2. Hasil reaktif bila nilai absorbansi dari sampel cut off
3. Hasil non reaktif bila nilai absorbansi dari sampel cut off
VIII. HASIL PENGAMATAN
a. Identitas Sampel
-
Tanggal pengiriman
: 10 Oktober 2014
-
Tanggal AFTAP
: 10 Oktober 2014
-
Asal sampel
: UUD PMI Provinsi Bali
No Urut
1
2
3
Nama Donor
432Y4707A
433C5996A
432Y4723A
Golongan Darah
O
O
AB
b. Identitas Pemeriksaan
-
Petugas penerima sampel : Ni Putu Anugrah Eni
-
Nama pemeriksa
: Ni Kadek Ratnayanti
-
Tanggal diterima
: 10 Oktober 2014
-
Tanggal diperiksa
: 10 Oktober 2014
-
Nomor Plate
:I
-
Nomor Lot
: BJ02723
-
Tanggal kadaluarsa
: 03-2015
-
Dicatat oleh
: Ni Putu Anugrah Eni
-
Dicek oleh
: Ni Kadek Ratnayanti
Jenis Kelamin
L
L
L
Umur
25
18
40
c. Data Hasil Pemeriksaan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Serum
Kontrol negatif
Kontrol positif 1
Kontrol positif 2
Kontrol positif 3
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3a
Sampel 3b
Kode
NC1
PC1
PC2
PC3
SM 1
SM 2
SM 3
SM 3
Absorbansi
0,096
1,635
1,315
1,000
0,066
0,078
0,077
0,096
d. Gambar Hasil Pengamatan
No
.
1.
Gambar
Keterangan
Dicatat identitas sampel pada lembar
pemeriksaan yang akan dicatat
2
Dipipet masing-masing sepecimen
diluent
ke
selanjutnya
sumur
mikroelisa
ditambahkan
kontrol
positif, kontrol negatif dan sampel
sesuai dengan instruksi kerja
3
Dilakukan inkubasi pada suhu 37ºC
selama 60 ± 2 menit
4
Dicuci plate sebanyak 6 kali dengan
washer
5
Dipipet 100 µl conjugate working
solution ke masing-masing sumur
6
Dilakukan inkubasi pada suhu 37 ºC
selama 30± 2 menit
7
Dilakukan pencucian sebanyak 6
kali dengan washer
8
Dipipet 100 µl TMB substrate ke
masing-masing sumur selanjutnya
diinkubasi pada tempat yang gelap
selama 30 ± 2 menit pada suhu 2030 ºC . Setelah inkubasi terjadi
perubahan warna menjadi biru pada
sumur yang positif HCV
9
Ditambahkan 100 µl 1 mol/ I
sulfuric
acid
ke
masing-masing
sumur untuk stop reaksi. Dimana
setelah
ditambahkan
reagen
ini
terjadi :
Pada kontrol negatif : tidak ada
perubahan warna
Pada
kontrol
positif
:
terjadi
perubahan warna menjadi kuning
Pada sampel : tidak ada perubahan
warna
Dibaca hasil pada mikroplate raeder
10
pada panjang gelombang 540 nm.
e. Perhitungan
Rata – rata nilai kontrol positif (PCx)
PC 1+ PC 2+ PC 3
3
PCx =
=
1,635+1,315+1,000
3
= 1,317
Nilai kontrol negatif (NCx)
NCx = 0,096
Nilai Cut-off
Cut off
= PCx x 0,27
= 1,317 x 0,27
= 0,356
Tes Validitas
-
Hasil Valid jika:
PCx – NCx
≥ 400
1,317 – 0,096 ≥ 400
1,221
≥ 400 VALID
f. Interpretasi Hasil
Reaktif
= Nilai Absorbance Sampel ≥ Cut-Off
Non Reaktif = Nilai Absorbance Sampel < Cut-Off
Diketahui Nilai Cut-off = 0,356
Sampel 1
Absorbansi sampel = 0,066
0,066 < 0,356à Hasil non reaktif
Sampel 2
Absorbansi sampel = 0,078
0,078 < 0,356à Hasil non reaktif
Sampel 3a
Absorbansi sampel = 0,077
0,077 < 0,356à Hasil non reaktif
Sampel 3b
Absorbansi sampel = 0,096
0,096 < 0,356à Hasil non reaktif
IX.
PEMBAHASAN
Penyakit Hepatitis C merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C (HCV). HCV (Hepatitis C Virus) adalah virus RNA yang digolongkan
dalam Flavivirus bersama-sama dengan virus hepatitis G, Yellow fever dan Dengue.
Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui tranfusi atau kegiatan – kegiatan
yang memungkinkan virus ini langsung terpapat dengan sirkulasi darah.
Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah penting. Tujuan pengobatan dari
Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini mungkin serta untuk
mencegah perkembangan yang memburuk pada stadium akhir penyakit hati. Untuk
mendiagnosa penyakit Hepatitis C dapat dilakukan dengan cara Pemeriksaan HCV
dengan menggunakan metode Elisa Manual.
Prinsip dari pemeriksaan HCV metode manual ini adalah hepanostika HCV
Ultra menggunakan immunosorbent yang terikat pada dasar sumur yang terdiri dari
peptide sintetik khusus untuk mengikat antigen yang sangat antigenic pada segmen
inti, NS3, NS4 dan NS5 pada daerah dari Hepatitis C Virus. Adanya HCV antibodi
spesifik pada sampel akan mengikat immunosorbent. Proses pencucian dilakukan
untuk menghilangkan antibodi terikat dan komponen serum lainnya. Peroxidase
conjugated antibodi spesifik human IgG ditambahkan ke setiap sumur. Kemudian
konjugat ini akan bereaksi dengan antibody terikat. Setelah pencucian kedua
dimasukkan TMB ke dalam setiap sumur. Sebuah warna biru akan berkembang sesuai
jumlah antibody HCV yang ada pada serum. Reaksi enzim-substrat diakhiri dengan
penambahan asam sulfat yang memberikan warna kuning. Perubahan warna yang
terjadi di masing-masing sumur diukur secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 450 nm. Reaksi reaktif adalah specimen dengan nilai absorbansi lebih
besar atau sama dengan nilai cut-off.
Pada praktikum pemeriksaan HCV metode ELISA manual kali ini, dapat
dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu:
a. Tahap pre-analitik
Pada tahap ini sampel diterima oleh petugas. Sampel yang diterima dipastikan
menggunakan tabung EDTA (tutup tabung berwarna ungu). Hal ini bertujuan agar
darah yang diperiksa tidak mengalami pembekuan sehingga nantinya akan dapat
diperoleh plasma dalam pemeriksaan HCV ini. Sebelum sampel dianalisa pertamatama dilakukan pengisian formulir sampel berupa tanggal pengiriman, tanggal
AFTAP, dan asal sampel oleh petugas. Pada praktikum kali ini sampel yang
digunakan berjumlah 3 sampel yaitu:
No
Nama Donor
1
2
3
432Y4707A
433C5996A
432Y4723A
Golongan
Darah
O
O
AB
Jenis Kelamin
L
L
L
Dipastikan semua formulir telah terisi dengan data yang benar agar
pemeriksaan yang dilakukan tidak mengalami penukaran hasil. Pada tahap pre-
analitik ini dilakukan preparasi sampel
yaitu sampel darah disentrifugasi untuk
diperoleh plasmanya. Dipastikan sampel darah yang digunakan tidak lisis agar hasil
yang didapatkan benar-benar valid. Setelah diperoleh plasmanya sampel darah ini siap
untuk diperiksa. Pada tahap ini juga dilakukan penyiapan alat dan bahan/reagen
dimana alat dan bahan/reagen yang digunakan dikondisikan pada suhu kamar. Hal ini
dimaksudkan agar proses reaksi pada pemeriksaan HCV nantinya berjalan dengan
optimal. Pada pemeriksaan ini dipastikan reagen yang digunakan tidak kadaluarsa dan
jumlahnya cukup untuk pemeriksaan HCV yang akan dilakukan.
b. Tahap analitik
Pada tahap ini pemeriksaan perlu diperhatikan agar sesuai dengan prosedur
kerja yang telah disiapkan yaitu dengan menggunakan reagensia Hepanostika HCV
Ultra. Hal ini dikarenakan setiap reagen pada masing-masing pemeriksaan memiliki
prosedur pemeriksaan yang berbeda sehingga cara kerja yang digunakan juga harus
disesuaikan agar diperoleh hasil yang maksimal.
Pada tahap analitik ini mula-mula mikroplate ELISA disiapkan. Dipastikan
mikroplate yang digunakan tidak tertukar dengan mikroplate pemeriksaan lainnya.
Selanjutnya diisi data-data yang diperlukan pada lembar kerja pemeriksaan HCV
berupa tata letak reagen dan sampel agar dalam pemeriksaankali ini tidak bingung
dalam memposisikan kontrol negatif, kontrol positif dan sampel. Dalam praktikum
kali ini kontrol negatif dan kontrol positif berfungsi sebagai kontrol atau pembanding
dalam menentukan hasil pemeriksaan nantinya, apakah sampel yang diuji positif atau
negatif HCV. Kontrol negatif diposisikan pada sumur dengan no A1, kontrol positif
diposisikan pada sumur dengan no B1,C1,D1, sedangkan untuk sampel diposisikan
pada sumur dengan no E1,F1,G1,H1. Pada praktikum kali ini karena sampel yang
diperiksa berjumlah 3 maka pada salah satu sampel dilakukan pemeriksaan HCV
duplo. Hal ini bertujuan agar reagen yang digunakan tidak terbuang begitu saja.
Pada masing-masing sumur mikroplate dimasukkan sebanyak 100 µl specimen
diluent, kemudian pada sumur no E1, F1, G1 dan H1 dimasukkan masing-masing
sampel sebanyak 10 µl. Selanjutnya pada sumur no A1 dimasukkan 10 µl Control
Negatif dan pada sumur B1, C1, D1 dimasukkan 10 µl Control Positif. Pada
pemipetan baik pemipetan sampel maupun reagensia menggunakan mikropipet. Hal
ini bertujuan karena mikropipet memiliki spesifitas dan sensitifitas
yang tinggi
sehingga volume sampel dan reagen yang dimasukkan ke dalam sumur mikroplate
benar-benar sesuai dengan prosedur kerja. Setelah itu mikropalte ditutup dengan rapat
menggunakan kertas seal dan selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama
60 menit ±2 menit. Inkubasi ini berfungsi untuk melekatkan antibodi spesifik yang
positif HCV pada sampel dengan antigen yang terdapat pada sumur mikroplate
ELISA. Setelah dilakukan inkubasi selanjutnya dilakukan pencucian plate sebanyak 6
kali. Proses pencucian ini berfungsi untuk membersihkan serta membuang antibodiantibodi selain antibodi HCV yang terdapat dalam mikroplate agar nantinya tidak
mengganggu dalam proses reaksi antigen-antibodi HCV yang dilakukan.
Pada
pemeriksaan
ini
conjugate
working
solution
dibuat
dengan
mencampurkan 10 µl conjugate dengan 1 ml conjugate diluent pada tabung serologis.
Kemudian conjugat working solution yang telah jadi ini dimasukkan ke dalam
masing-masing sumur mikroplate sebanyak 100 µl. Penambahan conjugate working
ini berfungsi untuk memperkuat ikatan antara antigen dan antibody pada pemeriksaan
ini. Setelah dilakukan penambahan conjugate working solution ini plate ditutup
kembali dengan kertas seal kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30
±2 menit. Inkubasi kali ini berfungsi untuk mengoptimalkan terjadinya reaksi antigenantibodi pada pemeriksaan HCV metode ELISA manual ini. Setelah proses inkubasi
selesai kemudian mikroplate dicuci kembali sebanyak 6 kali. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk membersihkan dan membuang conjugate-conjugate yang berlebihan pada
well mikroplate yang tidak berikatan dengan antigen antibodi HCV dalam sumur
mikroplate sehingga tidak mengganggu reaksi pembentukan warna, karena jika
conjugate-conjugate ini tidak dibersihkan dikhawatirkan dapat menimbulkan reaksi
lain yang menyebabkan pembentukan warna yang berlebihan dan mengakibatkan
hasil reaktif palsu/false positif.
Setelah dilakukan proses pencucian kemudian dilakukan penambahan larutan
TMB sebanya 100 µl. Larutan TMB ini dibuat dengan mencampurkan 1 ml TMB
solution dengan 1 ml Urea Peroxida Solution kemudian dihomogenkan. Larutan TMB
ini berfungsi sebagai reagen pembentuk warna sehingga reaksi positif maupun negatif
dapat dibaca dengan menggunakan reader. Setelah penambahan TMB mikroplate ini
kemudian diinkubasi kembali pada suhu 20-30oC selama 30±2 menit pada tempat
yang gelap. Inkubasi pada tempat yang gelap ini berfungsi untuk memaksimalkan
terbentuknya warna tanpa ada gangguan dari cahaya.pada reaksi ini terbentuk warna
biru pada sumur mikroplate ELISA. Warna biru ini akan berkembang sesuai dengan
jumlah antibodi HCV yang ada pada plasma sampel pasien.
Setelah proses inkubasi kemudian ditambahkan 100 µl 1 mol/l Sulfuric acid ke
dalam masing-masing sumur mikroplate. Penambahan Sulfuric acid ini berfungsi
sebagai stop solution yaitu mengakhiri reaksi atau stop reaksi enzim-substrat pada
sumur mikroplate ELISA. Dengan penambahan Sulfuric acid ini warna biru akan
berubah menjadi warna kuning. Warna kuning ini menandakan pada sampel yang diuji
positif mengandung HCV (Hepatitis C Virus). Semakin pekat warna kuning yang
terbentuk maka semakin besar absorbansi yang dihasilkan. Perubahan warna pada
masing-masing sumur mikroplate ELISA ini kemudian diukur secara spektrofotometri
dengan menggunakan alat yang bernama reader dengan menggunakan panjang
gelombang 450 nm.
c. Tahap post analitik
Pada tahap ini dilakukan pencatatan hasil berupa data absorbansi yang
didapatkan serta dilakukan perhitungan untuk mengetahui apakah sampel yang diuji
reaktif HCV atau tidak. Pada pembacaan hasil absorbansi dengan menggunakan
reader didapatkan hasil sebagai berikut:
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Serum
Kontrol negatif
Kontrol positif 1
Kontrol positif 2
Kontrol positif 3
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3a
Sampel 3b
Kode
NC1
PC1
PC2
PC3
SM 1
SM 2
SM 3
SM 3
Absorbansi
0,096
1,635
1,315
1,000
0,066
0,078
0,077
0,096
Dari data yang diperoleh, dapat dicari nilai rata-rata absorbansi kontrol positif
yaitu sebesar 1,317. Kemudian dicari nilai cut-offnya dengan menggunakan rumus
cut-off = PCx x 0,27
Nilai cut-off merupakan batas bawah dari hasil pemeriksaan yang masih dapat
dinyatakan reaktif. Jika hasil pemeriksaan berada sama dengan atau lebih besar dari
nilai cut-off maka hasil dapat dinyatakan reaktif, sedangkan untuk hasil pemeriksaan
yang berada di bawah nilai cut-off maka hasil dapat dinyatakan non reaktif. Pada
pemeriksaan kali ini didapatkan nilai cut-offnya yaitu sebesar 0,356.
Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan kali ini valid atau tidak maka
dapat dihitung dengan menggunakan rumus
PCx – NCx ≥ 400
Pada praktikum kali ini hasil validasi yang didapatkan yaitu 1,221 ≥ 400. Hasil
yang didapatkan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan valid dan dapat
dilanjutkan untuk menentukan reaktif/ non reaktif dari sampel yang diuji.
Dari data absorbansi ketiga sampel yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan nilai cut-off yang didapatkan tadi. Hasil yang didapatkankan pada
pemeriksaan kali ini yaitu pada semua sampel baik itu sampel 1, 2 maupun 3 samasama memberikan hasil yang non reaktif terhadap HCV (Hepatitis C Virus). Hal ini
dapat dilihat dari nilai masing-masing absorbansi yang didapatkan setelah pengukuran
lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai cut-off yang didapatkan tadi.
Setelah
perhitungan
selesai
dilakukan
kemudian
dicek
lagi
untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan. Kemudian hasil yang didapatkan ini dapat
dilaporkan kepada dokter untuk ditindaklanjuti kembali.
Adapun kelebihan dari teknik ELISA ini antara lain:
Teknik pengerjaan relatif sederhana.
Relatif ekonomis (karena jenis antibodi yang digunakan hanya satu saja,
sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi).
Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.
Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar
antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara
antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik)
Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian.
Sedangkan untuk kekurangan dari teknik ELISA antara lain :
a) Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya
jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen)
b) Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat
kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan
inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen
asing dapat berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan
menimbulkan signal.
c) Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga
pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini
dapat diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).
X.
KESIMPULAN
Dari praktikum pemeriksaan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C
(HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang digolongkan dalam
Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue.
2. Metode yang digunakan pada pemeriksaan HCV kali ini adalah metode ELISA
manual dengan reagen Hepanostika HCV Ultra.
3. Nilai cut-off pada pemeriksaan HCV kali ini adalah 0,356 dan pemeriksaan
dinyatakan valid.
4. Hasil pada masing-masing sampel
XI.
Sampel 1
: non reaktif
Sampel 2
: non reaktif
Sampel 3a
: non reaktif
Sampel 3b
: non reaktif
DAFTAR PUSTAKA
Firefly,
2010,
Hepatitis
C,
online,
http://firefly-serba-
serbi.blogspot.com/2010/12/hepatitis-c.html, 12 Oktober 2014
Novie,
2014,
Pemeriksaan
ELISA,
online,
https://id.scribd.com/doc/188272441/Pemeriksaan-Elisa, 12 Oktober 2014
Putri,
2012,
Pemeriksaan
Imunologis
Hepatitis
C,
online,
http://mahasiswakedokteranonline.blogspot.com/2012/06/pemeriksaanimunologi-hepatitis-c-virus.html, 12 Oktober 2014
Spiritia, 2013, Hepatitis C (HCV) & HIV, online, http://spiritia.or.id/li/bacali.php?
lino=506, 12 Oktober 2014