Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Bandung

(1)

BANDUNG

INFLUENCE OF TAX AUDIT ON MATERIAL TAX

COMPLIANCE TO TAX REVENUE IN SMALL TAXPAYERS

OFFICE OF BANDUNG REGION

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

CICI RATNA PURI 21107094

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

ii

data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Sedangkan Penerimaan pajak adalah uang tunai yang diterima oleh negara dari iuran rakyat yang dipaksakan berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan pajak, kepatuhan material wajib pajak, penerimaan pajak dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan kepatuhan material wajib pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung secara parsial dan simultan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran variabel pemeriksaan pajak, kepatuhan material wajib pajak, dan penerimaan pajak. Sedangkan metode verifikatif digunakan untuk mengetahui hubungan antara pemeriksaan pajak dan kepatuhan material wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan kepatuhan material wajib pajak terhadap penerimaan pajak digunakan pengujian statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Person Product Moment, koefisien determinasi, pengujian hipotesis dengan menggunakan softwareSPSS18.0for windows.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan material wajib pajak sebesar 13,9%. Selain itu secara parsial maupun simultan pemeriksaan pajak dan kepatuhan material wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak sebesar 79,2%.

Kata kunci : Pemeriksaan Pajak, Kepatuhan Material Wajib Pajak, Penerimaan Pajak


(3)

i

and evident conducted objectively and professionally manner on the based on audit standard to exam compliance with tax obligations and for other purposes in order to implement the tax legislation provision. Material compliance is a situation which the taxpayer substantially or essentially fulfill all significant taxation; namely according to content and spirit of taxation legislation. While the tax revenue is cash received by the State from people contributions which imposed by tax legislation does not directly get reciprocal services (contra prestige).

The purpose of this study is to determine tax audit, the material tax compliance, tax revenue, and to find out how much tax audit impact to material tax compliance into tax revenues in Small Taxpayers Office of Bandung Region partially and simultaneously.

The method using in this research are descriptive method and verification. Descriptive method by determining the variable tax audit, material tax compliance, and tax revenue, while the verification to find out the relationship between tax audit and material tax compliance into tax revenue. To determine how much influence of tax audit and material tax compliance to tax revenue by using statistic. Statistic test by using Person Product Moment correlation, determination coefficient , hypothesis test by using SPSS 18.0 for Windows.

The results of this research indicating tax audit have influence to material tax compliance is 13.9% Also partial or simultaneously with the tax audit and material tax compliance have influence to tax revenue is 79.2%.


(4)

iii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis melaksanakan survei pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

Skripsi ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Dimana judul yang diambil yaitu: “PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN MATERIAL WAJIB PAJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI WILAYAH BANDUNG”.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun skripsi ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan Ibu Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Si., Ak. Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan skripsi ini, akhirnya dengan doa, semangat ikhtiar penulis mampu melewatinya.

Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:


(5)

iv Universitas Komputer Indonesia.

3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si. Selaku Ketua Porgram Studi Akuntansi. 4. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis

dengan pengetahuan.

5. Lukman Effendi selaku Kepala Kantor Bagian Umum Wilayah DJP Jawa Barat I yang telah memberikan ijin penelitian pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

6. Seluruh kepala Sub Bagian Umum pada KPP Pratama di Wilayah Bandung. 7. Seluruh Staff Kantor KPP Pratama di Wilayah Bandung yang telah bersedia

menyediakan waktu dan tempat kepada penulis untuk melakukan pengumpulan data guna penyusunan skripsi.

8. Sahabat ku : Himawan Yulianto, Nia Annisa, Nazrul Pradana, Dian Pratiwi yang selalu membantu penulis dan memberi semangat untuk mengerjakan skripsi.

9. Semua teman-teman kelas AK3 yang tidak penulis sebutkan.

10. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku yang selalu memberikan doa dengan penuh kasih sayang,


(6)

v

keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Bandung, Agustus 2011 Penulis

Cici Ratna Puri NIM. 21107094


(7)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bagi Indonesia penerimaan pajak sangat besar peranannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun, yang digunakan sebagai sumber dana bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Misi utama Direktorat Jendral Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang-undang perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efesien (Suryadi, 2006).

Sebagian misi ini telah tercapai, dimana pajak merupakan sumber pemasukan utama APBN yang digunakan untuk membelanjai pengeluaran Negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Hal ini sesuai dengan data penerimaan pajak pada tahun 2005-2010 yang ada sebagaimana terlihat dalam tabel 1.1. dibawah ini :


(8)

Tabel 1.1

Penerimaan Pajak di Indonesia tahun 2005 – 2010 Dalam Triliun Rupiah

Penerimaan pajak 2005-2010 (Rp triliun)

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Penerimaan perpajakan 347,0 409,2 491,0 658,7 652,0 742,7 a.Pajak dalam negeri 331,8 396,0 470,1 622,4 631,9 715,5 i.Pajak penghasilan 175,5 208,8 238,4 327,5 340,2 351,0

1.PPh migas 35,1 43,2 44,0 77,0 49,0 47,0

2.PPh non-migas 140,4 165,6 194,4 250,5 291,2 303,9

ii.PPN 101,3 123,0 154,5 209,6 203,1 269,5

iii.PBB 16,2 20,9 23,7 25,4 23,9 26,5

iv.BPHTB 3,4 3,2 6,0 5,6 7,0 7,4

v.Cukai 33,3 37,8 44,7 51,3 54,5 57,3

vi.Pajak lainnya 2,1 2,3 2,7 3,0 3,2 3,9

b.Pajak perdagangan Int. 15,2 13,2 20,9 36,3 20,0 27,2

i.Bea masuk 14,9 12,1 16,7 22,8 18,6 19,6

ii.Pajak/pungutan ekspor 0,3 1,1 4,2 13,6 1,4 7,6 Sumber:Depkeu, 2010

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa selama 6 tahun pajak memberikan kontribusi yang besar, walaupun secara keseluruhan kontribusi tersebut cukup berfluktuasi, karena pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 mengalami kenaikan, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan, dan pada tahun 2010 mengalami kenaikan kembali. Kontribusi penerimaan pajak yang cukup besar dalam struktur APBN, memberikan sumber dana yang membuat tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan baik sesuai dengan rencana dan program yang dilakukan oleh setiap unit pemerintahan.

Di tengah upaya menuju kemandirian anggaran yang mengandalkan pada penerimaan perpajakan, ternyata rasio pajak Indonesia (perbandingan antara jumlah penerimaan pajak terhadap PDB dalam periode satu tahun fiskal) masih relatif rendah dibandingkan negara lain. Rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) yang mencerminkan tingkat kepatuhan atau ketaatan wajib pajak, perilaku petugas pajak dan kondisi perekonomian. Pada APBN tahun ini, ratio pajak 12,1 persen,


(9)

berada di bawah Vietnam (13,8 persen), Thailand (17 persen), Korea Selatan (26,8 persen), dan Turki (32,5 persen). Menurut Akbar, semakin besar tax ratio semakin meningkat pula penerimaan pajak, sekaligus menambah kemampuan negara membiayai program-program pembangunan (Radjawarta, 22 Februari 2011).

Selain itu rasio penerimaan pajak Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan rasio penerimaan pajak negara-negara tetangga. Bahkan dari sisi kepatuhan membayar pajak, orang Indonesia termasuk yang rendah patuh membayar pajak. (Fuad Rahmany, 2011-03-08).

Berkaitan dengan hal tersebut, fenomena lain yang berhubungan dengan belum optimalnya penerimaan pajak, telihat pula pada KPP Pratama yang ada di Kantor Wilayah Jawa Barat I. Lebih jelasnya terlihat di tabel 1.2.

Tabel 1.2

Pencapaian Target Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung Periode 2010

(dalam jutaan rupiah)

KPP Pratama 2010

Target Realisasi Pencapaian

Tegallega 309,476 246,642 79.70%

Cibeunying 696,946 679,747 97.53%

Karees 687,321 526,389 76.59%

Bojonagara 316,254 391,607 123.83%

Cicadas 363,895 429,074 117.91%

Soreang 301,957 319,692 105.87%

Majalaya 131,403 130,262 99.13%

Sumber : Direktorat Jenderal Pajak, 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa penerimaan pajak tiap-tiap KPP sudah ada yang mencapai target yang sudah ditetapkan walaupun ada beberapa KPP yang belum mencapai target yang sudah ditetapkan. Penerimaan KPP yang mencapai target adalah KPP Bojonagara, KPP Cicadas, dan KPP Soreang. Sedangkan penerimaan KPP yang tidak mencapai target adalah KPP Tegallega, KPP Cibeunying, KPP Karees, dan KPP Majalaya.


(10)

Disisi lain besarnya kontribusi pajak terhadap APBN, ternyata menyimpan fenomena yang relatif kurang menyenangkan, yaitu penerimaan pajak yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir 2010 mencapai Rp 649,042 triliun. Angka ini hanya 98,1 persen dari target yang ditetapkan dalam APBNP 2010, yakni sebesar Rp 661,4 triliun (M. Iqbal Alamsjah, 04/01/2011). Direktorat Jenderal Pajak dihadang oleh tiga kendala yang dapat menyebabkan target penerimaan pajak tidak tercapai. Kendala utamanya adalah kesadaran masyarakat yang belum tinggi dalam menunaikan kewajibannya sebagai pembayar pajak yang tepat waktu dan sesuai dengan jumlah tagihannya. Tantangan yang dihadapi yaitu nomor satu adalah kesadaran masyarakat wajib pajak dan tingkat kepatuhannya yang perlu ditingkatkan (Mohammad Tjiptardjo, 5/12/2010). Dua kendala lainnya adalah data yang tidak lengkap dan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas. Masalah data sangat menentukan dalam upaya peningkatan jumlah penerimaan pajak. Meskipun sudah ada aturan yang mewajibkan seluruh lembaga dan korporasi menyetorkan data, data yang dimiliki Ditjen Pajak tidak semakin mudah dilengkapi (Mohammad Tjiptardjo:5 Desember 2010).

Penerapan self assasment system akan efektif jika kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004 dalam Elia Mustikasari 2007). Kepatuhan pajak merupakan persoalan laten dan akrual yang sejak dulu ada di perpajakan. Untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak sebaiknya kepatuhan wajib pajakpun ditingkatkan. Elia


(11)

Mustikasari (2007) mengatakan bahwa kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari angka tax ratio.

Di dalam negeri, rasio kepatuhan wajib pajak yang menjadi indikator kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dari tahun ke tahun masih menunjukkan presentase yang tidak mengalami peningkatan secara berarti. Hal ini didasarkan jika kita melihat perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di Indonesia sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah total wajib pajak terdaftar (Widi Widodo, 2010).

Efektivitas tingkat kepatuhan pajak juga tercermin dari penyampain SPT. Ditjen Pajak dalam Surat Edaran Dirjen Pajak SE-18/PJ/2006 tanggal 27 Juli 2006 tentang Key Performance Indicator menyebutkan bahwa salah satu indikator kinerja dari kantor pajak adalah penyampaian SPT untuk mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak dengan rumusan jumlah SPT Tahunan WPOP/Badan yang disampaikan dibagi dengan jumlah WPOP/Badan terdaftar dikalikan 100%. Jika angka kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan berdampak pada rendahnya penerimaan pajak sehingga menurunkan tingkat penerimaan pajak sehingga menurunkan tingkat penerimaan APBN pula. Dari berbagai data indikator kepatuhan pajak tersebut, terlihat bahwa terdapat permasalahan kepatuhan pajak di Indonesia yang masih menunjukkan level kepatuhan yang rendah (Widi Widodo, 2010).

Pelaksanaan tax compliance di kota Yogyakarta juga masih belum maksimal. Dengan kata lain tax compliance belum menginternalisasi dalam diri


(12)

semua wajib pajak di kota Yogyakarta. Hal ini tentunya berimbas pada tidak optimalnya penerimaan pajak di Kota Yogyakarta (Dahliana Hasan, volume 20, nomor 2, juni 2008).

Fenomena masih rendahnya kepatuhan wajib pajak terlihat pula dari tabel 1.3 mengenai jumlah SKPKB, SKPN, dan SKPLB yang terbit di tahun 2010 pada KPP Pratama yang ada di Wilayah Bandung.

Tabel 1.3

SKPKB, SKPN, dan SKPLB yang terbit pada KPP Pratama di Wilayah Bandung Periode 2010

KPP Pratama 2010

SKPKB SKPLB SKPN

Tegallega 144 26 218

Cibeunying 434 55 225

Karees 306 104 334

Bojonagara 244 93 352

Cicadas 449 73 411

Soreang 417 36 268

Majalaya 332 41 271

Sumber : data dari masing-masing di KPP Pratama Wilayah Bandung, 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa di 7 KPP Pratama yang ada di Wilayah Bandung menunjukkan kepatuhan material wajib pajak yang rendah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah SKPKB yang terbit jumlahnya lebih banyak daripada jumlah SKPLB. Jumlah SKPKB yang terbit lebih banyak dibandingkan jumlah SKPLB menunjukkan bahwa belum sesuainya jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya oleh wajib pajak. Hal ini menandakan bahwa ketidakpatuhan wajib pajak secara material.

Sistem self assessment, yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh Wajib Pajak sendiri yang dilakukannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Wajib Pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya, menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang


(13)

dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang. Wajib Pajak pun harus sungguh-sungguh memperhatikan tanggal jatuh tempo atau tanggal menjelang jatuh tempo pengisian SPT dan pembayarannya, agar tidak dianggap bersalah melakukan kelalaian memenuhi kewajiban perpajakannya atau dengan perkataan lain penggunaan self assessment system, selain partisipasi Wajib Pajak yang sangat luas dalam hal ketetapan pajak, juga mengandung risiko terbukanya kesempatan penyelundupan pajak yang lebih luas, baik unilateral maupun bilateral serta mudahnya terjadi ekstorsi.

Kepercayaan yang diberikan undang-undang perpajakan kepada para wajib pajak untuk menentukan sendiri kewajiban perpajakannya, bukan berarti mengabaikan aspek pengawasan. Karena negara sudah memberikan kepercayaan sepenuhnya, maka apa yang telah dihitung, diperhitungkan, disetor, dan dilaporkan oleh Wajib Pajak seharusnya dianggap benar oleh fiskus, kecuali fiskus mempunyai data atau informasi bahwa itu salah. Selama fiskus tidak mempunyai data atau informasi bahwa apa yang dilaporkan Wajib Pajak salah, maka fiskus seharusnya menganggap benar. Untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa apa yang dihitung, diperhitungkan, disetor, dan dilaporkan Wajib Pajak sudah benar, maka diperlukan sarana untuk melakukan pengawasan. Sarana itu namanya Pemeriksaan. Pemeriksaan pajak merupakan pengawasan pelaksanaan dalam self assessment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang teguh pada undang-undang perpajakan. Tujuan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK 04 /2000 tanggal 22 Desember 2000 adalah untuk untuk menguji kepatuhan


(14)

pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu, 2010).

Namun pemeriksaan dalam sengketa perpajakan dianggap masih menjadi hambatan, karena dimanfaatkan oleh oknum pemeriksaan pajak untuk mencari kesalahan wajib pajak. Di dalam sengketa pajak sebenarnya sudah tercantum dalam undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan No.28/2007. Dalam undang-undang tersebut sudah bisa membuat para wajib pajak untuk taat. Pasalnya konsekuensi dari sengketa pajak tersebut di kenakan denda 100%. Jika wajib pajak mengajukan permohonan banding kemudian permohonan banding tersebut ditolak atau dikabulkan sebagian oleh pengadilan pajak, maka wajib pajak bakal dikenai denda sebesar 100 persen. Namun saat ini peningkatan keberatan atau banding cukup banyak, walaupun ada undang-undang yang telah mengatur terkait sengketa pajak ini. Hal tersebut dinilai terkait dengan oknum pajak yang di dalam tahap pemeriksaan pajak yang mencari kesalahan wajib pajak (Amir Syamsudin, 28 Januari 2010).

Selain itu, terdapat kendala yang terjadi dalam proses pemeriksaan pajak yaitu kurangnya data dan informasi baik eksternal maupun internal mengenai wajib pajak tertentu. Serta sulitnya peminjaman buku, dokumen, atau catatan wajib pajak (Dadan, 2011).

Berdasarkan uraian fenomena berkaitan dengan penerimaan pajak, kepatuhan pajak material dan pemeriksaan pajak di atas maka penulis tertarik


(15)

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Bandung”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian fenomena di latar belakang penelitian diatas, penulis identifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Penerimaan pajak tahun 2010 yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan.

2. Masih ada beberapa KPP Pratama di Wilayah Bandung yang penerimaan pajaknya belum memenuhi target.

3. Kepatuhan pajak di Indonesia yang masih menunjukkan level kepatuhan yang rendah.

4. Masih rendahnya kepatuhan material wajib pajak yang dilihat dari jumlah surat ketetapan yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan dimana SKPKB yang diterbitkan lebih besar dibandingkan jumlah SKPLB, hal ini menunjukkan bahwa belum sesuainya jumlah kewajiban pajak yang dibayar dengan perhitungan yang sebenarnya.

5. Kurangnya data dan informasi baik eksternal maupun internal mengenai wajib pajak tertentu.


(16)

1.2.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemeriksaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung. 2. Bagaimana kepatuhan material wajib pajak pada KPP Pratama di Wilayah

Bandung.

3. Bagaimana penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

4. Seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan kepatuhan material wajib pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung secara parsial dan simultan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mengumpulkan data atau keterangan serta informasi mengenai pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan material wajib pajak dan implikasinya terhadap penerimaan pajak.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemeriksaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

2. Untuk mengetahui kepatuhan material wajib pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.


(17)

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajakdankepatuhan material wajib pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung secara parsial dan simultan.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Sebagai tambahan informasi mengenai Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Bagi Perkembangan Ilmu

Dapat menjadi referensi ilmiah tentang Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung

2. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Material Wajib Pajak Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama, yaitu Pemeriksaan Pajak,


(18)

Kepatuhan Material Wajib Pajak Dan Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis berencana melaksanakan penelitian pada 7 Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Bandung. Hal ini diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 1.4

Nama dan Alamat Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Bandung

No Nama KPP Alamat

1 KPP Cibeunying Jalan Punawarman

2 KPP Karees Jalan Ibrahim Adjie Bandung 3 KPP Cicadas Jalan Soekarno Hatta

4 KPP Tegalega Jalan Soekarno Hatta 5 KPP Bojonagara Jalan Ir. Sutami Bandung

6 KPP Soreang Jalan Raya Cimareme No. 205 Ngamprah 7 KPP Majalaya Jalan Peta Lingkar Selatan

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Hal ini diuraikan pada tabel berikut :


(19)

Tabel 1.5 Waktu Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan Maret

2011

April 2011

Mei 2011

Juni 2011

Juli 2011

Agustus 2011

I

Tahap Persiapan:

1.Bimbingan dengan dosen pembimbing 2.Membuat outline dan proposal skripsi 3.Mengambil formulir penyusunan skripsi 4.Menentukan tempat penelitian

II

Tahap Pelaksanaan :

1.Mengajukan outline dan proposal skripsi 2.Meminta surat pengantar ke perusahaan 3.Penelitian di perusahaan

4.Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan :

1.Menyiapkan draft skripsi 2.Sidang akhir skripsi

3.Penyempurnaan laporan skripsi 4.Penggandaan skripsi


(20)

14 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pemeriksaan Pajak

2.1.1.1Pengertian Pemeriksaan Pajak

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER - 9/PJ/2010 Pasal 1 definisi Pemeriksaan sebagai berikut :

” Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010 : 245) mengemukakan pemeriksaan pajak sebagai berikut : “Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assesment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang teguh pada Undang-undang perpajakan”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak merupakan kegiatan menghimpun dan mengolah data atau keterangan secara profesional berdasarkan standar pemeriksaan dan harus berpegang teguh pada undang-undang perpajakan.

2.1.1.2Tujuan Pemeriksaan Pajak

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 199 / PMK.03 / 2007 Pasal 2, tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


(21)

perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, menetapkan bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak sebagai berikut :

a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi.

c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran.

d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Tujuan lain pemeriksaan adalah dalam rangka:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;

c. Wajib Pajak mengajukan keberatan; d. Pencocokan data atau alat keterangan;

e. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; 2.1.1.3Ruang Lingkup Dan Jangka Waktu Pemeriksaan

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.04/2000 Pasal 3 ruang lingkup dan jangka waktu pemeriksaan terdiri dari :


(22)

a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak. Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan lengkap dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan, sedanngkan pemeriksaan sederhana dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana dalam jangka waktu 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu.

Untuk pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diatur lebih lanjut sebagai berikut :

a. Jenis pemeriksaan dipengaruhi oleh bobot risiko ketidakpatuhan dari wajib pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan. Semakin tinggi risiko ketidakpatuhan wajib pajak, pemeriksaannya dilaksanakan melalui pemeriksaan lapangan.

b. Apabila ditemukan indikasi trnasaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/ atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pemeriksaan kantor diubah menjadi pemeriksaan lapangan.

2.1.1.4 Indikator Pemeriksaan Pajak

Dalam menjalankan sebuah pemeriksaan maka aparat pajak harus mengetahui terlebih dahulu tahap-tahap yang harus dilakukannya. Menurut Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya yang berjudul “Perpajakan Indonesia” tahapan pemeriksaan sebagai berikut :


(23)

1. Persiapan pemeriksaan.

Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:

a. Mempelajari berkas wajib pajak atau berkas data

Mempelajari berkas wajib pajak atau berkas data dimulai dari kegiatan mengumpulkan berkas wajib pajak dan berkas data dengan mengumpulkan dan meminjam sumber-sumber dari data internal maupun data eksternal. Data internal terdiri dari sistem informasi administrasi yaitu Sistem Perpajakan Terpadu (SAPT), Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), sistem Informasi Perpajakan Modifikasi (SIPMOD). Kemudia data internal lainnya adalah data tunggakan wajib pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan terdahulu serta Kertas Kerja Pemeriksaannya, dan riwayat keberatan atau banding atau peninjauan kembali. Sedangkan data eksternal terdiri dari media massa (media cetak atau elektronik), internet, dan bursa. Seluruh data dan informasi yang telah didapat dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil wajib pajak).

b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak

Untuk data-data berupa laporan keuangan wajib pajak dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan serta untuk menentukan beberapa perkiraan buku besar yang diprioritaskan dan/ atau akan dikembangkan pemeriksaannya. Sedangkan untuk data-data non-keuangan dilakukan analisis kulitatif.


(24)

c. Mengidentifikasi masalah

Setelah dilakukan analisis baik kuantitatif maupun kualititatif pemeriksa akan mengetahui pos-pos apa saja yang memerlukan perhatian khusus dan masalah-masalah apa saja yang mungkin ada pada wajib pajak. Atas alternatif-alternatif permasalah tersebut pemeriksa harus dapat mengidentifikasi penyebab yang paling mungkin atas terjadinya masalah tersebut serta menentukan pos-pos atau rekening apa saja yang berkaitan dengan masalah yang ada.

d. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak

Seluruh data dan informasi yang telah didapat dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil wajib pajak) dapat dilakukan pengenalan lokasi wajib pajak.

e. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan

Pemeriksaan pajak dapt dibedakan berdasarkan pada ruang lingkup cakupannya, yaitu terdiri dari pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. f. Menyusun program pemeriksaan

Program pemeriksaan disusun berdasarkan cakupan pemeriksaan dan hasil penelaahan diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya. Program pemeriksaan harus merujuk kepada identifikasi permasalahan serrta cakupan (ruang lingkup) yang telah ditentukan. Hal ini diperlukan agar arah pemeriksaan tidak terlalu melebar sehingga tidak fokus.


(25)

g. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam

Berdasarkan program pemeriksaan dapat diidentifikasi buku-buku atau catatan yang akan dipinjam kepada wajib pajak.

h. Menyediakan sarana pemeriksaan

Menyediakan sarana pemeriksaan dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan, agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar.

Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai wajib pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

2. Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi :

a. Memeriksa di tempat wajib pajak

Pemeriksaan di tempat wajib pajak dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa di tempat atau lokasi wjib pajak untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya guna mengetahui dan mendapatkan fakta-fakta yang berkaitan dengan kegiatan usaha wajib pajak, mengetahui, dan menilai Sistem Pengendalain Intern, serta untuk meyakinkan kebenaran atau keberadaan fisik aktiva tetap yang dilaporkan dan kepemilikannya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern. - Pengumpulan data/informasi


(26)

- Penelaahan

- Penilaian sementara terhadap Sistem Pengendalian Intern - Pengujian

- Penilaian akhir dari Sistem Pengendalian Intern c. Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan.

Setelah melakukan penilai SPI maka akan terlihat kearah mana sebaiknya program pemeriksaan dilakukan. Program pemeriksaan yang telah dibuat sebelumnya akan dimutakhirkan seirama dengan hasil penilaian dan pengujian SPI.

d. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen.

Langkah pemeriksaan buku, catatan dan dokumen dilakukan dengan berpedoman pada program pemeriksaan yang telah disusun dan dimutakhirkan.

e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

Menegaskan kebenaran dan kelengkapan data atau informasi dari wajib pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh dari oihak ketiga.

f. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak

- Memberitahukan secara tertulis koreksi fiscal dan penghitungan pajak terutang kepada wajib pajak

- Melakukan pembahasan atas temuan dan koreksi fiscal serta penghitungan pajak terutang dengan wajib pajak


(27)

- Memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai temuan koreksi fiscal yang telah dilakukan

g. Melakukan sidang penutup (closing conference).

Tujuan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah sebagai upaya memperoleh pendapat yang sama dengan wajib apajak atas temuan pemeriksaan dan koreksi fiskal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa. 3. Laporan Hasil Pemeriksaan

a. Kertas Kerja Pemeriksaan

Definisi Kertas Kerja Pemeriksaan berdasarkan KMK No. 545/KMK.01/2000 yang telah diubah dengan Peraturan Menkeu No. 123/PMK.03/2006 adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Kertas Kerja Pemeriksa adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Kertas Kerja Pajak mengenai :

- Prosedur-prosedur pemeriksaan yang dilakukan - Pengujian-pengujian yang telah dilaksanakan - Sumber-sumber informasi yang telah diperoleh - Kesimpulan yang diambil pemeriksa

Kertas Kerja Pemeriksaan merupakan wujud pertanggungjawaban Kertas Kerja Pemeriksa Pajak mengenai apa yang Pemeriksa lakukan dan bukti, data atau


(28)

keterangan yang Pemeriksa temukan selama proses pemeriksaan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, bahkan pada waktu memasuki penyusunan laporan pemeriksaan. Tujuan utama dari Kertas Kerja Pemeriksaan adalah sebagai bukti bahwa pemeriksa telah melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya berdasarkan ilmu, kepandaian dan pengalaman yang dimilikinya. Kertas Kerja Pemeriksaan bermanfaat juga untuk tujuan lain yang diantaranya :

- Sebagai dasar penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak

- Sebagai bahan bagi atasan pemeriksa untuk menelaah atau review atas hasil pemeriksaan yang dilakukan bawahannya.

- Sebagai bahan dalam melakukan pembahasan dengan Wajib Pajak - Sebagai bahan referensi untuk pemeriksaan berikutnya

- Sebagai sumber data dalam proses keberatan dan/ atau banding

- Sebagai sumber data untuk dimanfaatkan oleh pihak lain internal Direktorat Jenderal Pajak, seperti Account Representative, Seksi Penagihan, Bagian Keberatan dan Banding, demikian juga pihak lain di luar Direktorat Jenderal Pajak misalnya Itjen dan BPK.

b. Laporan Hasil Pemeriksaan

Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir Laporan Pemeriksaan pelaksaan yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak – pihak lain untuk mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan dengan


(29)

pencarian informasi – informasi tertentu, maupun dalam rangka pengujian kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif.

Laporan Pemeriksaan Pajak disusun dengan menggunakan berbagai Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai dasar dan acuannya. Hal ini memperjelas hubungan yang kuat antara KKP dengan LPP. KPP yang memenuhi syarat-syarat (lengkap, sistematis, akurat, rapi, teratur, logis, telah divalidasi) akan menghasilkan sebuah Laporan Pemeriksaan Pajak yang baik dan informatif.

Laporan Pemeriksaan Pajak merupakan ikhtisar dari seluruh proses pemeriksaan yang dilakukan, mulai dari tahap perencanaan hingga tahapan pelaksanaan. Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan pertanggungkawaban atas suatu pemeriksaan, baik pertanggungjawaban kepada struktur vertikal internal dalam suatu unit pemeriksaan, baik pertanggungjawaban kepada pihak eksternal. Namun kegunaan utama dari Laporan Pemeriksaan Pajak adalah bahwa Laporan Pemeriksaan Pajak tersebut merupakan dasar untuk penerbitan suatu produk hukum perpajakan yaitu Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Laporan pemeriksaan disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Umum

Memuat keterangan-keterangan mengenai, identitas wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan wajib pajak, penugasan dan alasan pemeriksaan, data dan informasi yang tersedia dan daftar lampiran.


(30)

2. Pelaksanaan pemeriksaan

Memuat penjelasan secara lengkap mengenai, pos-pos yang diperiksa, penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa, dan temuan-temuan pemeriksa

3. Hasil pemeriksaan

Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan mengenai besarnya pajak-pajak yang terutang.

4. Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak supaya dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa berikutnya antara lain, gambaran kegiatan usaha wajib pajak, gambaran sistem akuntansi, daftar buku dan dokumen yang dipinjam, produksi data, usulan pemeriksa, dan perhatikan kelengkapan lampiran.

Laporan hasil pemeriksaan pajak yang telah disusun harus ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak, Ketua Tim, Supervisor dan Kepala Kantor. Dari laporan hasil pemeriksa pajak tersebut dibuat nota penghitungan yang merupakan dasar untuk mengeluarkan produk hukum hasil pemeriksaan yang berupa Surat Ketetapan Pajak. Surat Ketetapan Pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).


(31)

c. Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Memuat hasil pemeriksaan dalam bentuk, perbandingan antara pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, data atau informasi yang diproduksi, dan usul-usul pemeriksa.

2.1.2 Kepatuhan Material Wajib Pajak 2.1.2.1 Subjek Pajak

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditunjuk oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang sudah dikenakan pajak berdasarkan undang-undang perpajakan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, menerangkan bahwa yang menjadi Subjek Pajak adalah:

a. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Badan.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

2.1.2.2 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain: 2004), Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian yaitu :

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”


(32)

Menurut Erard dan Feinstein yang di kutip oleh Chaizi Nasucha dan di kemukakan kembali oleh Siti Kurnia (2006:111) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.

Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai sutau keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Asessment di mana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya.

Kewajiban dan hak perpajakan menurut Safri Nurmantu di atas dibagi ke dalam dua kepatuhan meliputi kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal dan material ini lebih jelasnya diidentifikasi kembali dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000. kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :

“Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,


(33)

kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%;wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal”.

Kepatuhan formal yang dimaksud menurut Safri Nurmanto di atas misalnya, ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan pajak penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan surat pemberitahuan pajak penghasilan (SPT PPh) tahunan sebelum atau pada tanggal 31 maret, maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, namun isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan di mana wajib pajak secara substantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar surat pemberitahuan sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu akhir.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, pengertian kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.


(34)

2.1.2.3Pengertian Kepatuhan Material

Berikut ini merupakan definisi mengenai kepatuhan material menurut beberapa sumber, yaitu :

Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138), mendefinisikan bahwa : “Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.”

Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2006 : 111) menyatakan bahwa: “Kepatuhan material wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.” Widi Widodo (2010:70) menyatakan bahwa :

“Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :

1. Kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.

2. Penghargaan terhadap independensi akuntan publik/konsultan pajak 3. Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak”

2.1.2.4Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Chaizi Nasucha yang dikutip oleh Siti Kurnia (2006: 111), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan;

3. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan, 4. Kepatuhan dalam pembayaran dan tunggakan.

Selain Menurut Chaizi Nasucha di atas ukuran kepatuhan wajib pajak menurut Erly Suandy (2001:103) terdiri dari :


(35)

1. “Patuh terhadap kewajiban intern, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap Bulan.

2. Patuh terhadap ketentuan material, yakni norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak dasar pengenaan pajak, hapusnya piutang pajak.

3. Patuh terhadap ketentuan yuridis formal, yakni saat dan tempat terutangnya pajak, hak-hak fiskus untuk mengawasi wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak, menyelnggarakan pembukuan sebagaimana mestinya.”

Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria wajib pajak adalah : 1. “Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua

tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah di jatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.”

Kepatuhan formal seperti yang diungkapkan oleh Nurmantu berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku. Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak secara formal dapat dilihat dari aspek kesadaran wajib pajak untuk mendaftarkan diri, kerepatan waktu wajib pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan, ketepatan wktu dalam membayar pajak, dan pelaporan wajib pajak melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu.

Jika kepatuhan formal terbatas pada pemenuhan kewajiban wajib pajak secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan, maka


(36)

kepatuhan material lebih dalam cakupannya yaitu pemenuhan secara substantif isi dan jiwa ketentuan perpajakan. Survei terhadap kepatuhan material meliputi beberapa aspek diantaranya wajib pajak menghitung sendiri besar pajak dalam SPTnya, kesesuaian jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar yang dihitung dengen sebenarnya, peran konsultan pajak damlam membantu perhitungan pajak, kepercayaan wajib pajak terhadap konsultan pajak dalam menentukan jumlah pajak, dan tunggakan wajib pajak kepada negara.

2.1.2.5Indikator Kepatuhan Material Wajib Pajak

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini mengenai kepatuhan material menggunakan dasar pemikiran dari penjelasan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) yang mengatakan bahwa :

“Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberiathuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir”.

Dari hasil pemikiran di atas indikator untuk kepatuhan material adalah Jumlah nominal SKPKB di tahun 2010 pada KPP Pratama di Wilayah Bandung. 2.1.3 Penerimaan Pajak

Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona penerimaan negara yang paling potensial, sebab peningkatan penerimaan dalam negri dari sektor pajak adalah suatu yang wajar karena secara logis jumlah pembayar pajak dari tahun ke tahun akan semakin besar berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat.


(37)

Sedangkan penerimaan dalam negeri dari sektor migas, cenderung menunjukan penurunan akibat cadangan sumber daya alam yang semakin lama semakin terbatas. Sehingga dapat disimpulkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah pendapatan yang diterima negara dari kontribusi masyarakat kepada negara, diluar pendapatan dari sektor migas.

Sedangkan dalam Kamus Besar Akuntansi pengertian Penerimaan pajak adalah uang tunai yang diterima oleh negara dari iuran rakyat yang dipaksakan berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung.

2.1.3.1Indikator Penerimaan Pajak

Jumlah Realisasi Penerimaan Pajak di tahun 2010 pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

2.1.4 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

2.1.4.1 Hubungan Pemeriksaan Pajak dengan Kepatuhan Material Wajib Pajak

Keterkaitan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan material Wajib Pajak dalam penelitian ini berdasarkan dari pernyataan Siti Kurnia Rahayu (2010: 246) yang menjelaskan bahwa :

“Tujuan yang terutama dari pemeriksaan adalah pengujian kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, kewajiban-kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak, termasuk di dalamnya tidak terkecuali adalah kewajiban para pemungut dan pemotong pajak”.


(38)

Ditambahkan juga dari pernyatan menurut Gunadi (2005) yang mengungkapkan bahwa :

Tax Compliance merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur kinerja administrasi perpajakan oleh institusi pemungut pajak. Salah satu sarana (tools) dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak adalah pemeriksaan”.

2.1.4.2 Hubungan Kepatuhan Material Wajib Pajak dengan Penerimaan Pajak

Hubungan antara kepatuhan material Wajib Pajak dan penerimaan pajak dalam penelitian ini berdasarkan dari pernyataan menurut Indra Ismawan (2001 : 11) yang menjelaskan bahwa :

“Permasalahan tax compliance ini menjadi penting artinya karena apabila tidak ada kepatuhan atau compliance maka akan menimbulkan tindakan penghindaran, penyelundupan dan pelalaian pajak yanga pada akhirnya akan berimbas pada penurunan penerimaan pajak negara”

Menurut Widi Widodo (2010:67) juga menjelaskan hubungan antara kepatuhan material wajib pajak dengan penerimaan pajak yaitu : “Jika angka kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan berdampak pada rendahnya penerimaan pajak sehingga menurunkan tingkat penerimaan APBN pula.”

Selanjutnya menurut John Hutagaol, Wing Wahyu Winarno, dan Arya Pradipta (2007) juga mengungkapkan mengenai keterkaitan antara kepatuhan pajak dengan penerimaan pajak sebagai berikut: “Kepatuhan wajib pajak berpengaruh atas penerimaan dari sektor pajak.”


(39)

2.1.4.3 Hubungan Pemeriksaan Pajak dengan Penerimaan Pajak

Keterkaitan antara pemeriksaan pajak dan penerimaan pajak dalam penelitian ini didasarkan pada pernyataan menurut Salip, dan Tendy Wato (2006) yang mengungkapkan bahwa : “Hasil pemeriksaan pajak secara nominal telah meningkatkan penerimaan pajak.”

Begitu pula dengan pernyataan menurut Jarunee Wonglimpiyarat (2010) yang mengungkapkan keterkaitan pemeriksaan pajak dan penerimaan pajak bahwa : “The findings reveal that tax auditing would provide high quality audits to the financial reporting process for statutory purposes, enhance the state’s ability to collect tax and improve performance of the tax system.”

2.1.4.4 Hubungan Pemeriksaan Pajak dengan Kepatuhan Material Wajib Pajak dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak

Keterkaitan antara variabel pemeriksaan pajak dan kepatuhan pajak serta penerimaan pajak dalam penelitian ini didasarkan pada pernyataan menurut Suryadi (2006) yang mengungkapkan bahwa : “Kepatuhan wajib pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum, dan kompensasi pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak”.

2.2 Kerangka Pemikiran

Sejak tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia berganti dari official assesment menjadi self assesment. Dalam official assessment, besarnya kewajiban perpajakan sepenuhnya ditentukan oleh aparat pajak atau fiskus. Sedangkan dalam self assessment system, kewajiban perpajakan dari mulai


(40)

mendaftarkan diri, menghitung dan memperhitungkan, menyetorkan, melaporkan sampai menetapkan sendiri pajak terhutangnya, dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Peran serta masyarakat wajib pajak dalam hal ini menjadi sangat penting (Safri : 2003).

Kepercayaan yang diberikan undang-undang perpajakan kepada para wajib pajak untuk menentukan sendiri kewajiban perpajakannya, bukan berarti mengabaikan aspek pengawasan. Karena negara sudah memberikan kepercayaan sepenuhnya, maka apa yang telah dihitung, diperhitungkan, disetor, dan dilaporkan oleh Wajib Pajak seharusnya dianggap benar oleh fiskus, kecuali fiskus mempunyai data atau informasi bahwa itu salah. Selama fiskus tidak mempunyai data atau informasi bahwa apa yang dilaporkan Wajib Pajak salah, maka fiskus seharusnya menganggap benar. Untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa apa yang dihitung, diperhitungkan, disetor, dan dilaporkan Wajib Pajak sudah benar, maka diperlukan sarana untuk melakukan pengawasan. Sarana itu namanya Pemeriksaan. Pemeriksaan pajak (tax audit) yang dilakukan secara profesional oleh aparat pajak dalam kerangka self assesment system merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assesment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang teguh pada undang-undang perpajakan.

Menurut Widi Widodo (2010 : 197) menyatakan bahwa :

“Proses pemeriksaan adalah suatu instrumen yang penting untuk mengelola administrasi pajak secara efektif dan efisien, khususnya dalam yurisdiksi yang menggunakan perhitungan sendiri (self assessment) atau perhitungan administrasi otomatis (automed adminstration assessment).”


(41)

Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum tersebut salah satunya melalui tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga pemeriksa pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Sedangkan untuk mendapatkan jaminan mutu atas hasil kerja pemeriksaan selain diperlukan kuantitas dan kualitas yang memadai diperlukan juga prosedur pemeriksaan, serta norma dan kaidah yang mengatur seorang pemeriksa pajak.

Hal ini mempunyai pengaruh untuk menghalang-halangi wajib pajak untuk melakukan tindakan kecurangan dengan melakukan tax evasion, baik wajib pajak yang sedang diperiksa itu sendiri maupun wajib pajak lainnya, sehingga kepatuhan di dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi lebih baik pada tahun-tahun mendatang.

John Hutagaol (2007) mengungkapkan pemeriksaan pajak, penyidikan dan penagihan pajak tidak dimaksudkan untuk menghukum wajib pajak tetapi dengan adanya pemeriksaan pajak diharapkan hasil pemeriksaan pajak dapat memberikan detterent effect bagi wajib pajak sehingga wajib pajak dapat membayar pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan. Dengan demikian pemeriksaan diharapkan dapat menjelaskan wajib pajak yang patuh maupun yang tidak sehingga yang tidak menjadi patuh.

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan wajib pajak, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya


(42)

menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak juga seklaigus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak.

Menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138), pengertian kepatuhan wajib pajak sendiri adalah sebagai berikut : Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban Perpajakan dan melakukan hak perpajakannya.

Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia (2010 : 138), pengertian kepatuhan formal adalah sebagai berikut : Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010 : 139), pengertian kepatuhan material adalah sebagai berikut :

“Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.”

Gunadi, mengungkapkan Tax Compliance merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur kinerja administrasi perpajakan oleh institusi pemungut pajak. Salah satu sarana (tools) dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak adalah pemeriksaan.

Yongzhi Niu, Ph. D., reveal: “ This study does find a positive relationship between the audit and the voluntary compliance. The findings suggest that the audit productivity may be underestimated in many studies in the literature. It


(43)

reminds us that when considering the productivity of the audit work, besides the direct audit collections, we should also take the audit impact on the voluntary compliance into consideration. For this reason, the finding may provide tax professionals and tax authorities with incentives to strengthen the audit power and to better structure the audit organizations to generate more revenue for the State”.

Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan meyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang. Sehingga diharapkan dengan diadakannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak akan berimplikasi bagi penerimaan. Penerimaan negara dari sektor pajak merupakan penerimaan yang paling diharapkan oleh pemerintah saat ini. Oleh karena itu, pemerintah dengan kekuasaan yang dimilikinya sedang berusaha untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak. Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya. Selain itu juga penerimaan pajak sangat besar peranannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun, yang nantinya akan digunakan sebagai sumber dana bagi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

Tujuan pemeriksaan pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK/04/2000 tanggal 22 Desember 2000 adalah


(44)

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010 : 139) pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan kepada kas Negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada Negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh. Sedangkan menurut Widi Widodo (2010 : 67) jika angka kepatuhan pajak rendah, maka secara otomatis akan berdampak pada rendahnya penerimaan pajak sehingga menurunkan tingkat penerimaan APBN pula.

Salip dan Tendy Wato, mengungkapkan Hasil pemeriksaan pajak secara nominal telah meningkatkan penerimaan pajak.

Jarunee Wonglimpiyarat, reveal : “The findings reveal that tax auditing would provide high quality audits to the financial reporting process for statutory

purposes, enhance the state’s ability to collect tax and improve performance of


(45)

John Hutagaol, Wing Wahyu Winarno, Arya Pradipta, mengungkapkan Kepatuhan wajib pajak berpengaruh atas penerimaan dari sektor pajak.

Suryadi, mengungkapkan Kepatuhan wajib pajak yang diukur dari pemeriksaan pajak, penegakan hukum, dan kompensasi pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak.

Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan dan persamaan dengan peneliti terdahulu, maka dapat dilihat tabel dibawah ini:

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Sebelumnya No Nama

Peneliti Judul Jenis Kesimpulan

1. John Hutagaol 2005

Sekilas Tentang Pemeriksaan Pajak

Penelitian Pemeriksaan pajak dimaksudkan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lainnya. Dan pemeriksaan pajak tidak dimaksudkan untuk menghukum Wajib Pajak sehingga diharapkan hasil

pemeriksaan pajak dapat memberikan deterrent effect bagi kepatuhan Wajib Pajak di masa yang akan datang.

2. Gunadi 2005

Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Pajak (Tax Compliance)

Penelitian Analisa mengenai jumlah tambahan penerimaan pajak dari aktivitas pemeriksaan menunjukan hasil yang meningkat yaitu 8%, 11% dan 13% untuk tahun 2001 sampai 2003, rasio ini diharapkan merupakan gambaran keberhasilan pemeriksa pajak untuk meningkatkan penerimaan Negara maupun untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan 3. Suryadi

2006

Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak Dna Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak : Suatu Survey Di Wilayah Jawa Timur

Penelitian Kepatuhan wajib pajak yang diukur dari

pemeriksaan pajak, penegakan hukum, dan kompensasi pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak


(46)

4. Dahliana Hasan 2008 Pelaksanaan Tax Compliance Dalam Upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak Di Kota Yogyakarta

Penelitian Tax compliance belum menginternalisasi dalam diri semua wajib pajak di kota Yogyakarta, yang tentunya berimbas pada tidak optimalnya penerimaan pajak di Kota Yogyakarta.

5. Salip, dan Tendy Wato 2006 Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Studi Kasus : di KPP Jakarta Kebon Jeruk

Penelitian Hasil pemeriksaan pajak secara nominal telah meningkatkan penerimaan pajak.

6. John Hutagaol, Wing Wahyu Winarno, Arya Pradipta 2007 Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Penelitian Kepatuhan wajib pajak berpengaruh atas penerimaan dari sektor pajak.

7. Jarunee Wonglimpi yarat 2010

Economic innovation challenges of financial and tax

Auditing

Penelitian The findings reveal that tax auditing

would provide high quality audits to the financial reporting process for statutory

purposes, enhance the state’s ability to collect tax and improve performance of the tax system.

8. Jeffrey A. and Louis L. W 1988

An Empirical Analysis of Federal Income Tax Auditing and Compliance

Penelitian Several socialeconomic factors, which tend to have no direct impact on auditing,

have dramatic effects on compliance. These kinds of results are encouraging; they support the economic approach to the compliance problem and suggest that the payoff to improved data and further analysis could be very high

9. James Alm and Michael McKee 2006

Audit Certainty, Audit Productivity, and Taxpayer Compliance

Penelitian If taxpayers can correctly evaluate compound lotteries, then the compliance effect of changing the audit probability is the same as the effect of an equivalent change in audit productivity. If this holds, then tax authority can increase compliance via the less costly strategy. However, our results suggest that increasing audit productivity alone is not effective. It is only when greater audit productivity is combined with a higher audit probability that the overall effect on compliance is positive.

10. Yongzhi Niu, Ph. D. 2010

Tax Audit Impact on Voluntary Compliance

Penelitian This study does find a positive relationship between the audit and the voluntary compliance. The findings suggest that the audit productivity may be underestimated in many studies in the literature. It reminds us that when considering the productivity of the audit work, besides the direct audit collections, we should also


(47)

take the audit impact on the voluntary compliance into consideration. For this reason, the finding may provide tax professionals and tax authorities with incentives to strengthen the audit power and to better structure the audit organizations to generate more revenue for the State.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menuangkan kerangka pemikirannya dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(48)

2.3 Hipotesis

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Sistem Perpajakan

Self Assessment System Tax Law Inforcement

Pemeriksaan Pajak

Penerimaan Pajak

Persiapan Pemeriksaan

Pelaksanaan Pemeriksaan

Laporan Hasil Pemeriksaan

Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Formal

Kepatuhan Material

Wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberiathuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP

sebelum batas waktu berakhir”.

Hipotesis :

“Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak yang pada akhirnya kepatuhan wajib pajak tersebut akan mempengaruhi penerimaan pajak”

Tax Compliance merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur kinerja administrasi perpajakan oleh institusi pemungut pajak. Salah satu sarana (tools) dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak adalah pemeriksaan.

Kepatuhan wajib pajak berpengaruh atas penerimaan dari sektor pajak.


(49)

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2009:93) mengungkapkan bahwa pengertian hipotesis adalah sebagai berikut: “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”.

Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak yang pada akhirnya kepatuhan wajib pajak tersebut akan mempengaruhi penerimaan pajak.


(50)

44

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi dari permasalahan yang terjadi.

Menurut Sugiyono (2009:13) pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut : “Sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang sesuatu hal (variabel tertentu)”.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu yang objektif, valid dan realible. Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pemeriksaan pajak, kepatuhan material wajib pajak, dan penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung.

3.2 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:2) pengertian metode penelitian adalah sebagai berikut: “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui


(51)

hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2010:29) adalah sebagai berikut : “Metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah ke satu, dua dan tiga. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lajut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.

Selanjutnya menurut Mashuri dalam Umi Narimawati (2010:29) pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Sedangkan verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu Analisis Jalur (Path Analysis).

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena langkah dalam


(52)

melakukan penelitian yang telah dibuat. Menurut Sugiyono (2009:50) menjelaskan proses penelitian dapat disimpulkan seperti teori sebagai berikut:

1. Sumber masalah 2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrumen penelitian 7. Kesimpulan.

Berdasarkan proses penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber Masalah

Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan. Identifikasi masalah diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di masyarakat.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pemeriksaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung. 2. Bagaimana kepatuhan material wajib pajak pajak pada KPP Pratama di

Wilayah Bandung.

3. Bagaimana penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung. 4. Seberapa besar pengaruh pemeriksaan pajak dan kepatuhan material wajib

pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama di Wilayah Bandung secara parsial dan simultan.


(53)

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka peneliti mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual).

5. Metode penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode descriptive analysis dan verifikatif. Metode descriptive analysis digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga. Sedangkan metode verifikatif digunakan untuk menjawab rumusan masalah keempat.

6. Menyusun instrumen penelitian

Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner dan data sekunder. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen


(54)

penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setalah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Selanjutnya peneliti menganalisis dan mengambil sampel untuk melakukan penelitian mengenai:

a. Pemeriksaan pajakyang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi oleh Petugas Pajak Bagian Fungsional.

b. Kepatuhan material wajib pajak yang diperoleh dari data sekunder. c. Penerimaan pajak yang diperoleh dari data sekunder.

Selanjutnya penulis mulai menggunakan perhitungan dengan menggunakan MSI (Method Succesive Interval) untuk menaikkan skala ordinal menjadi interval, sebagai syarat untuk menggunakan analisis jalur (path analysis). 7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir berupa jawaban atas rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma hubungan satu variable bebas, dengan satu variable tergantung (terikat) dan satu variable intervening.


(1)

Bab V Kesimpulan Dan Saran

141

kejadian kurangnya data dan informasi baik internal maupun eksternal mengenai wajib pajak tertentu bisa ditanggulangi dengan dimudahkannya dalam hal pengaksesan data internal maupun eksternal. Serta dalam hal peminjaman buku, dokumen, atau catatan wajib pajak lebih diperhatikan juga sehingga kejadian sulitnya peminjaman buku, dokumen, atau catatan wajib pajak dapat teratasi.

2. Kepatuhan material wajib pajak yang diidentifikasi dari rata-rata proporsi pajak terutang kurang bayar terhadap target penerimaan masih kecil serta kepatuhan material wajib pajak masih rendah. Untuk itu, akan lebih baik lagi apabila Direktorat Jendral Pajak bisa meningkatkan lagi kepatuhan material wajib pajak dengan dilakukan pemeriksaan secara merata kepada seluruh wajib pajak yang teridentifikasi tidak patuh secara material sehingga dapat tergali lagi wajib pajak yang masih tidak patuh dalam hal material. Sehingga wajib pajak yang diperiksa mengetahui bahwa wajib pajak tersebut tidak patuh secara material. Dengan begitu, diharapkan wajib pajak sadar dan kepatuhan material wajib pajakpun akan meningkat. 3. Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Wilayah Bandung belum sepenuh

nya mencapai target. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat yang belum tinggi dalam menunaikan kewajibannya sebagai pembayar pajak yang tepat waktu dan sesuai dengan jumlah tagihannya. Alangkah lebih baik jika pihak DJP lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak agar membayar tepat waktu dan sesuai dengan jumlah tagihannya.


(2)

Bab V Kesimpulan Dan Saran

142

4. Pelaksanaan pemeriksaan pajak sebaiknya lebih digiatkan lagi, karena dengan dilakukan pemeriksaan dapat mendeteksi wajib pajak yang tidak patuh secara material sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan material wajib pajak. Lalu meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berdampak kepada penerimaan pajak. Contohnya dengan dilakukan pemeriksaan maka akan diketahui wajib pajak yang tidak patuh secara material sehingga wajib pajak tersebut harus membayar kekurangan pajak yang seharusnya dan akan berdampak terhadap penerimaan pula.


(3)

143

DAFTAR PUSTAKA

Chairuddin Syah Nasution. 2003. “Analisis Potensi Dan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Di Indonesia Periode 1990 – 2000”. Kajian Ekonomi Dan Keuangan, Vol. 7, No. 2.

Dahliana Hasan. 2008. “Pelaksanaan Tax Compliance Dalam Upaya Optimalisasi

Penerimaan Pajak di Kota Yogyakarta”. Mimbar Hukum Vol 20 : 193 -410.

Donald R.Cooper & Pamela S.Schindler, 2006, “Bussines Research Methods”, 9th edition. McGraw-Hill International Edition.

Dr. Salip, Msc, Akt. dan Tendy Wato, SE. 2006. “Pengaruh Pemeriksaan Pajak

terhadap Penerimaan Pajak Studi Kasus: di KPP Jakarta Kebon Jeruk”.

Jurnal Keuangan Publik Vol 4 : 61-81.

Early Suandy. 2001. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Elia Mustikasari. 2007. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X:1-41.

James Alm and Michael McKee. 2006. “Audit Certainty, Audit Productivity, and Taxpayer ComplianceAndrew Young School of Policy Studies Research Paper Series Working Paper 06-43.

Gunadi. 2005. “Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Pajak (Tax Compliance)”. Jurnal Perpajakan Indonesia Vol 4 : 4-9.

Indra Ismawan. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Jarunee Wonglimpiyarat. 2010. “Economic Innovation Challenges of Financial and Tax Auditing”. Journal of Economics and International Finance Vol 2 : 290-298.

Jefrey A. Dubin and Louis L. Wilde. 1988. “An Empirical Analysis of Federal Income Tax Auditing and Compliance”. National Tax Journal Vol 41 : 61-74.

John Hutagaol. 2005. “Sekilas Tentang Pemeriksaan Pajak”. Jurnal Perpajakan


(4)

144

John Hutagaol. 2007. Perpajakan : Isu isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

John Hutagaol, Wing Wahyu Winarno, dan Arya Pradipta. 2007. “Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak”. Akuntabilitas Vol 6 : 186-193. Mohammad Zein. 2004. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Safri Nurmanto. 2003.Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor. Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan :Konsep,Teori dan Isu. Jakarta: Kencana.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryadi. 2006. “Model hubungan kausal Kesadaran,Pelayanan,Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan pajak :Suatu Survey di wilayah Jawa Timur”. Jurnal Keuangan Publik Vol 4 :105-121. Umi Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Agung

Media.

Umi Narimawati. 2010. Penulisan Karya Ilmiah. Bekasi: Genesis.

Widi Widodo. 2010. Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak. Bandung: Alfabeta.

Yongzhi Niu, Ph. D. 2010. “Tax Audit Impact on Voluntary Compliance MPRA Paper 22651, University Library of Munich, Germany.

. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER – 9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

. Peraturan Menteri Keuangan Repubik Indonesia Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.


(5)

145

. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. http://bataviase.co.id/detailberita-10569616.html

http://berita.liputan6.com/read/314352/Penerimaan_Pajak_2010_Tak_Mencapai_ TargetPenerimaan_Pajak_2010_Tak_Mencapai_Target

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/05/10085899/Ditjen.Pajak.Ditant ang.Tiga.Kendala

http://buletininfo.com/?menu=news&id=6318


(6)

203

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi:

Nama : Cici Ratna Puri

NIM : 21107094

Program Studi : Akuntansi

Fakultas : Ekonomi

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 24 Februari 1989

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Tamansari Bawah No. 60/59 Bandung Email : moti_moti_girl_89@yahoo.co.id

Data Pendidikan

Pendidikan Formal :

1. Tahun 1995 - 2001 : SD Mathla’ul Khairiyah 2. Tahun 2001 - 2004 : SLTPN 9 Bandung

3. Tahun 2004 - 2007 : SMA Pasundan 1 Bandung

4. Tahun 2007 - Sekarang : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung

Pendidikan Informal :


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 36 55

Prosedur Penagihan Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

0 57 85

Analisa Atas Pemeriksaan Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Bandung

0 24 164

Pengaruh Sistem Informasi Terhadap Pemeriksaan Pajak Dan Implikasinya Terhadap Kepatuhan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Kota Bandung

0 6 1

Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Survey pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bandung)

0 17 32

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Sumedang)

2 49 38

Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bandung.

0 4 22

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees).

6 21 23