Penerapan Metode Pendekatan Scientific p

Penerapan Pendekatan Scientific pada Kurikulum 2013 sebagai Upaya Meningkatkan Daya
Kreativitas Peserta Didik

dibuat untuk memenuhi tugas Kurikulum dan Pembelajaran
Avianti Permata Yuniar
mahasiswi Pendidikan Matematika semester III
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
aviantyuniar@gmail.com

Abstrak:
Sejalan diawalinya penerapan kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah, atau
pendekatan saintifik, atau scientific aproach menjadi bahan pembahasan yang menarik
perhatian para pendidik. Penerapan pendekatan ini menjadi tantangan guru melalui
pengembangan aktivitas siswa yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,
menalar, dan mencipta. Tujuh aktivitas belajar tersebut merupakan aktivitas dalam
mengembangkan keterampilan berpikir untuk mengembangkan ingin tahu siswa.
Secara langsung, penerapan metode pendekatan scientific dapat mendukung upaya
meningkatkan kreativitas peserta didik. Kreativitas sangat penting untuk menyiasati segala
keterbatasan yg kita miliki, memecahkan masalah pada berbagai aspek kehidupan, sekaligus
menghasilkan peluang atau karya baru untuk memudahkan kehidupan kita. Kreativitas
merupakan bahan bakar yg menghasilkan energi atau gairah. Kreativitas tidak terbatas pada

kreativitas besar (big ‘C’) yg sifatnya mahakarya seperti lukisan Da Vinci. Ada pula yg
namanya kreativitas kecil (litle ‘c’), yaitu kecerdikan yg di gunakan untuk memecahkan
masalah sehari-hari.
Keyword : pendekatan ilmiah, kreativitas
I.Pendahuluan
Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas-kelas bisa kita
dipadankan sebagai sebuah proses ilmiah. Oleh sebab itulah, dalam Kurikulum 2013
diamanatkan tentang apa sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik pada kegiatan
pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan ilmiah merupakan sebentuk titian
emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah
psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif) siswa.
Pada suatu pendekatan yang dilakukan atau proses kerja yang memenuhi kriteria
ilmiah, para saintis lebih mementingkan penggunaan pelararan induktif (inductive
reasoning) daripada penggunaan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran

1

deduktif adalah bentuk penalaran yang mencoba melihat fenomena-fenomena umum untuk
kemudian membuat sebuah simpulan yang khusus. Penalaran induktif ( inductive reasoning)
adalah kebalikannya. Penalaran induktif justru memandang fenomena-fenomena atau

situasi-situasi yang khusus lalu berikutnya membuat sebuah simpulan secara keseluruhan
(umum). Esensinya, pada penggunaan penalaran induktif, bukti-bukti khusus (spesifik)
ditempatkan ke dalam suatu relasi (hubungan) gagasan/ide yang lebih luas (umum).
Sedangkan metode ilmiah pada umumnya meletakkan fenomena-fenomena unik dengan
kajian khusus/spesifik dan detail lalu setelah itu kemudian merumuskan sebuah simpulan
yang bersifat umum.
Metode

ilmiah

adalah sebuah metode yang merujuk

penyelidikan terhadap suatu

atau

pada

teknik-teknik


beberapa fenomena atau gejala,

memperoleh

pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Agar
dapat

dikatakan

sebagai

metode

yang

bersifat

ilmiah,

maka


sebuah

metode

penyelidikan/inkuiri/pencarian (method of inquiry) haruslah didasarkan pada bukti-bukti
dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik. Oleh sebab itulah metode ilmiah umumnya memuat serangkaian
aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data,
menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Di era jaman sekarang ini, semua bidang menuntut kita untuk kreatif agar bisa
melahirkan inovasi-inovasi baru sehingga tidak kalah dengan karya-karya yang sudah ada
sebelumnya. Lalu, bagaimana cara mengembangkannya kreativitas itu? Kurikulum 2013
didesain untuk meyempurnakan kurikulum yang telah ada sebelumnya sehingga didapat
generasi yang lebih baik. Metode Pendekatan Ilmiah telah dirancang untuk menggantikan
metode tradisional yang dinilai kurang cocok dengan perkembangan jaman sekarang ini.
Melalui proses pendidikan, sikap kreatif dapat kita munculkan dan kita bentuk dalam
berbagai cara, salah satunya dengan memunculkan sikap berpikir kreatif. Kreativitas dalam
hal berfikir, menciptakan karya dan memecahkan masalah sangat diperlukan dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.


2

II.Pembahasan
Apakah Pendekatan Ilmiah?
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan
melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori
tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama
artinya dengan metode.
Pendekatan ilmiah berarti konep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi
perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan
pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada
pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah.
Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada
bagaimana mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen,
namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat
mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.
Menurut majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada tahun 2004
sebagaimana dikutip Wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi
pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berpikir dan

penggunaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan siswa
yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengindentifikasi perbedaan
kemampuan siswa.
Pada penerbitan berikutnya pada tahun 2007

dinyatakan bahwa penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran harus memenuhi tiga prinsip utama; yaitu:


Belajar siswa aktif, dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau belajar
berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok, dan belajar




berpusat pada siswa.
Assessment berarti pengukuran kemajuan belajar siswa yang dibandingkan dengan
target pencapaian tujuan belajar.
Keberagaman mengandung


makna

bahwa

dalam

pendekatan

ilmiah

mengembangkan pendekatan keragaman. Pendekatan ini membawa konsekuensi

3

siswa unik, kelompok siswa unik, termasuk keunikan dari kompetensi, materi,
instruktur, pendekatan dan metode mengajar, serta konteks.
Metode Ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan menjawab pertanyaan melalui
kegiatan observasi, mencoba melaksanakan aktivitas, atau melaksanakan percobaan. Oleh
karena itu, pada umumnya, pelaksanaan metode ilmiah tersusun dalam tujuh langkah berikut:

1. Merumuskan pertanyaan.
2. Merumuskan latar belakang penelitian.
3. Merumuskan hipotesis.
4. Menguji hipotesis melalui percobaan.
5. Menganalisis hasil penelitian dan merumuskan kesimpulan.
6. Jia hipotesis terbukti benar maka daapt dilanjutkan dengan laporan.
7. Jika Hipotesis terbukti tidak benar atau benar sebagian maka lakukan pengujian
kembali.
Pada ketujuh langkah kegiatan, pada dasarnya untuk mengembangkan keterampilan berpikir
logis berdasarkan fakta dan teori. Pertanyaan yang muncul dari pengamatan pada hakekatnya
untuk mendalami atau memperluas cakrawala ilmu. Oleh karena itu, dalam proses pendalam
di sini mencakup aktivitas eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi untuk meyakinkan bahwa
ilmu pengetahuan yang telah siswa ketahui teruji kebenarannya. Yang menarik di sini,
bagaimana guru mengembangkan keterampilan siswa bertanya. Masalah ini perlu menjadi
penekanan karena dalam pelaksanaan pembelajaran sebelumnya telah terbentuk kebiasaan
guru yang bertanya dan siswa selalu menjawab. Dalam penerapan kurikulum 2013, siswa
menggali informasi dengan diawali dengan mengamati dan bertanya, lalu siswa mendalami
informasi untuk menjawab pertanyaan.
Oleh karena itu, penguasaan teori dalam sebagai dasar untuk menerapkan metode ilmiah
perlu siswa kembangkan melalui proses pengamatan atau penelaahan. Berdasarkan teori

yang diperolehnya maka siswa dapat menyederhanakan penjelasan tentang suatu gejala,
memprediksi, memandu perumusan kerangka pemikiran untuk memahami masalah.
Bersamaan dengan itu, teori menyediakan konsep yang relevan dengan materi pembahasan
sehingga teori menjadi dasar dan mengarahkan perumusan pertanyaan penelitian.

4

Definisi Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu bentuk kemampuan berpikir yang saat ini mendapat
perhatian besar dalam reformasi pendidikan di seluruh dunia. Apakah yang dimaksud dengan
kreativitas itu?
Ofsted (1999), memberikan definisi kreativitas sebagai berikut: Proses kreatif
memiliki empat karakteristik. Pertama, melibatkan berpikir atau berperilaku imajinatif.
Kedua, kegiatan ini imajinatif memiliki tujuan tertentu. Ketiga,proses ini harus menghasilkan
sesuatu yang orisinil. Dan keempat, hasilnya harus memiliki nilai dalam kaitannya dengan
tujuan.
Sternberg dan Lubart (1999) menyatakan, " kreativitas adalah kemampuan untuk
menghasilkan karya yang baik dengan karakteristik orisinil, tak terduga, berguna, adaptif
terhadap suatu kendala atau masalah ". Sedangkan Ripple (1999) menyatakan bahwa dalam
bidang pendidikan, kreativitas adalah kombinasi kemampuan, keterampilan, motivasi, sikap

dan faktor lainnya. Di antara semua atribut kreativitas, kemampuan berpikir kreatif selalu
dianggap sebagai pusat pengembangan dari kreativitas.
Menurut teori kognitif, para ahli terkemuka seperti Guildford (1950) dan Torrance
(1974), kreativitas berpikir divergen merupakan inti dari pemikiran kreatif. Berpikir divergen
meliputi unsur-unsur tentang intektektualitas : kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan
elaborasi.
Sebaliknya, sebagian ahli menggunakan tinjauan melalui pendekatan afektif.
Misalnya, Taksonomi Pemikiran Kreatif William (dalam Williams, 1980) menunjukkan
bahwa faktor afektif seperti rasa ingin tahu, imajinasi, berani mengambil tantangan dan sikap
berani mengambil resiko sangat kondusif untuk proses pengembangan kreativitas, dan faktorfaktor motivasi seperti ketertarikan, nilai dan kepercayaan diri juga penting dalam
menentukan kemampuan berpikir kreatif.

Kreativitas Belajar
Salah satu tafsiran tentang hakikat kreatifitas dikemukakan oleh Ausubel, sebagai
berikut: Creative achievement ... reflects a rare capacity for developing insights, sensitivities,
ang appreciations in a circumscribed content area of intelectual or artistic activity.

Berdasarkan rumusan itu, maka seseorang yang kreatif adalah yang memiliki
kemampuan pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi melebihi seseorang yang tergolong
intelegen. Berdasarkan eksperimen Maltzman, ternyata latihan (belajar) menambah

5

kreativitas, baik aspek keluwesan maupun aspek keaslian dan jumlah, dari jenjang yang
rendah sampai pada jenjang yang tinggi. Banyak pakar yang mendiskusikan kreativitas
sebagai hasil berfikir kreatif atau pemecahan masalah. Thorrance misalnya, mendefinisikan
berfikir kretif sebagai proses penyadaran adanya gap, gangguan atau unsur- unsur yang
keliru, pembentukan gagasan- gagasan atau hipotesis, pengujian hipotesis tersebut,
pengkomunikasian hasil- hasil, mungkin juga pengujian kembali atau perbaikan hipotesis.

Pendekatan Ilmiah dan Nonilmiah dalam Pembelajaran
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Carl Wieman didapatkan sebuah
perbandingan hasil dari dua metode pembelajaran yang berbeda.
Tabel. Perbandingan Hasil Metode Pembelajaran Tradisional dengan Metode Pembelajaran
Ilmiah
Tradisional

Ilmiah (Scientific)

Menyimpan informasi dari guru : 10% Menyimpan informasi dari guru: lebih dari
setelah 15 menit
Peningkatan

90% setelah 2 hari
dalam

pemahaman Peningkatan

konseptual : 25%

dalam

pemahaman

konseptual :50-70%

Keyakinan tentang fisika dan pemecahan Ada perbaikan kecil
masalah : penurunan yang signifikan

Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan
pembelajaran tradidional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran
tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persensetelah lima belas menit dan
perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan
pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.
Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan
ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan
penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses
pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
6

1.

Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.

2.

Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.

3.

Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
substansi atau materi pembelajaran.

4.

Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.

5.

Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau
materi pembelajaran.

6.

Berbasis

pada

konsep,

teori,

dan

fakta

empiris

yang

dapat

dipertanggungjawabkan.
7.

Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam

pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata
pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu
tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran
harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau
sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.
1.

Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran ( meaningfull

learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara

nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan
7

mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama
dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan
makna serta tujuan pembelajaran.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkahlangkah seperti berikut ini.
a.

Menentukan objek apa yang akan diobservasi

b.

Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi

c.

Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer
maupun sekunder

d.

Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi

e.

Menentukan

secara

jelas

bagaimana

observasi

akan

dilakukan

untuk

mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f.

Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya.

Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik
secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik
dalam observasi tersebut.
a.

Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan
pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan
observasi (complete observer ). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan
diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.

b.

Observasi terkendali (controlled observation).

Seperti halnya observasi biasa,

padaobservasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didiksama
sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.Merepa
juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang
diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi
terkendalipelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi
yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali
termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang
diobservasi.

8

c.

Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta
didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati.
Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian
antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta
didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang
pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta
didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan
pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk
melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka.

2.

Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan

mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya
itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan
untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat
tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan
tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif?
Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
a.

Fungsi bertanya






Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
Mendorong

dan

menginspirasi

peserta

didik

untuk

aktif

belajar,

serta

mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya.
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi



pembelajaran yang diberikan.
Membangkitkan

keterampilan peserta

didik

dalam

berbicara,

mengajukan

pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa
yang baik dan benar.
9



Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.



Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau
gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup
berkelompok.



Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon
persoalan yang tiba-tiba muncul.



Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.

b.

Kriteria pertanyaan yang baik


Singkat dan jelas.



Menginspirasi jawaban.



Memiliki fokus.



Bersifat probing atau divergen.



Bersifat validatif atau penguatan.



Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang.



Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.



Merangsang proses interaksi.
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan

jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga
menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih
rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif
yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini.
Tingkatan

Subtingkatan

Kognitif yang lebih Pengetahuan
rendah

(knowledge)

Kata-kata kunci pertanyaan
 Apa...

 Siapa...

 Kapan...

 Di mana...

 Sebutkan...

 Jodohkan atau pasangkan...

10

Tingkatan

Subtingkatan

Kata-kata kunci pertanyaan
 Persamaan kata...

 Golongkan...

 Berilah nama...

 Dll.

 Pemahaman
(comprehension)

 Terangkahlah...
 Bedakanlah...

 Terjemahkanlah...

 Simpulkan...

 Bandingkan...

 Ubahlah...

 Berikanlah interpretasi...
 Penerapan
(application

 Gunakanlah...

 Tunjukkanlah...

 Buatlah...

 Demonstrasikanlah...

 Carilah hubungan...

 Tulislah contoh...

 Siapkanlah...

 Klasifikasikanlah...
Kognitif yang lebih Analisis (analysis)
tinggi

 Analisislah...

 Kemukakan bukti-bukti…

 Mengapa…

 Identifikasikan…

11

Tingkatan

Subtingkatan

Kata-kata kunci pertanyaan
 Tunjukkanlah sebabnya…
 Berilah alasan-alasan…

 Sintesis (synthesis)

 Ramalkanlah…
 Bentuk…

 Ciptakanlah…
 Susunlah…

 Rancanglah...

 Tulislah…

 Bagaimanakita

dapat

memecahkan…
 Apa

yang

terjadi

seaindainya…
 Bagaimana

kita

dapat

memperbaiki…
 Kembangkan…

 Evaluasi (evaluation)

 Berilah pendapat…

 Alternatif mana yang lebih
baik…

 Setujukah anda…
 Kritiklah…

 Berilah alasan…

 Nilailah…

 Bandingkan…
 Bedakanlah…

12

3.

Menalar
a. Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan
ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan
peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan
situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

Penalaran dimaksud merupakan

penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan
terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran.
Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum
2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan
mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi
merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari
kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara
efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola
ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan
kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori
asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah
asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut
Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik
terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba.
Ada empat konsep dasar teori belajar sosial ( social learning theory) dari Bandura.
13



Pertama , pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara

meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain)
dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang
lain itu.



Kedua , fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model

(attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran
pebelajar (retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar
(reproduction), dan motivasi (motivation) ketika peserta didik berkeinginan
mengulang-ulang

perilaku

model

yang

mendatangkan

konsekuensi-

konsekuensi positif dari lingkungan.



Ketiga , belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah

orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilakuperilaku tertentu.



Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati,

mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya
sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan
motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran
partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang
nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas
pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan
cara berikut ini.



Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai
dengan tuntutan kurikulum.
Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas
utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai



contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari
yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks





(persyaratan tinggi).
Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
14






Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan
memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

c.

Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran
induktif

dan

penalaran

deduktif.

Penalaran

induktif

merupakan

cara

menalardengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk
hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan
simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik
menjadi simpulan yang bersifat umum.Kegiatan menalar secara induktif lebih
banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:







Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
Harimau

binatang

berdaun telinga,

berkembangbiak

dengan

cara

melahirkan
Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan
Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan
melahirkan

Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataanpernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus.
Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara
deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian
dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme
alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan.
Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu

langsung dan tidak

langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis,sedangkan simpulan tidak
langsung ditarik dari dua premis.
Contoh :


Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
15




Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperas.
Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi

d. Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena
yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta
didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran
dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai
kesamaan atau persamaan. Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran,
karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik.
e. Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau
gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam
daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut
mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebabakibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang
satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain.Suatu simpulan yang menjadi sebab dari
satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satuatau beberapa fakta
tersebut.


Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba

atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata
pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode
ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya seharihari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan
berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan
kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat
16

dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan
hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat
fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil
percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.


Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif

merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelaskelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia
yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara
baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau
manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran
kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas
peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru.
Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati,
dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan
tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan
tntutan belajar secara bersama-sama.

Bagaimana Pendekatan Ilmiah dapat Meningkatkan Kreativitas?
Pendekatan inkuiri terbuka (open inquiry) dianggap sebagai pendekatan atau strategi
pembelajaran yang paling banyak digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan
IPA (Johnson, 2000; Kind & Kind, 2007, Meador, 2003). Craft (2000), Meador (2003) dan
Shahrin, Toh, Ho dan Wong (2002) menganggap bahwa dengan terlibatnya siswa dalam
pendekatan inkuiri terbuka dan latihan proses ilmiah akan dapat membantu siswa
membangun konsep baru, dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan sikap
kreatif. Di antara semua proses inkuiri, tahap penyusunan hipotesis disebut-sebut sebagai
salah satu cara terbaik untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang telah mereka
miliki dengan pengalaman baru, dan juga berpraktek dalam penyelidikan ilmiah merupakan
unsur penting dalam meningkatkan kreativitas (Starko, 2010, Watson & Konicek, 1990).

17

Dalam pendekatan berbasis konten IPA, pendekatan menulis kreatif, yang melibatkan
penggunaan analogi, adalah strategi yang bermanfaat untuk memelihara kreativitas dalam
pendidikan IPA (Drenkow, 1992). Beranalogi dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat
siswa menemukan ide-ide baru, dan membantu mengembangkan imajinasi (Girod, Rau &
Schepige, 2003). Kind dan Kind (2007) dan Starko (2010) mengatakan bahwa proses
imajinasi tersebut dalam hasil situasi tertentu dalam pemahaman siswa lebih baik dan
perspektif baru bagi ilmu pengetahuan.Pemanfaatan analogi telah memainkan peran penting
dalam penemuan ilmiah (Gibbs, 1999). Menulis kreatif dianggap sebagai strategi yang efektif
untuk meningkatkan imajinasi siswa , berpikir kreatif dan juga pemahaman terhadap konsep
sains.

III. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan
esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian
emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Salah satu sikap yang akan ditingkatkan dalam penerapan metode ini adalah kreativitas.
Kreativitas merupakan hal penting yang patut diperhatikan dalam proses belajar karena
sangat berperan dalam mencetak ide- ide baru bagi generasi di masa mendatang agar mereka
siap bersaing melahirkan inovasi-inovasi terbaru.
Saran
Kurikulum 2013 telah didesain secara apik dan tertata, oleh karena itu, guru sebagai
pelaksana tugas kurikulum hendaknya mampu menggembangkan kurikulum dengan efektif
agar tercapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan untuk mencerdaskan bangsa sehingga
dihasilkan peserta didik yang kompeten dan berakhlak baik.

Daftar Pustaka
Carl Wieman. (2007). Why Not Try A Scientific Approach To Science Education? Tersedia
pada http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3200/CHNG.39.5.9-15#preview
diunduh pada tanggal 16 Oktober 2013

18

Joko Sulianto.(2012). Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas Siswa pada materi
Matematika di Sekolah Dasar dengan Pembelajaran Pemecahan Masalah.

Tersedia pada http://malihpeddas.blogspot.com/2012/02/upaya-meningkatkanaktivitas-dan.html diunduh pada tanggal 20 Oktober 2013

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013) Pendekatan Saintifik Ilmiah dalam
Pembelajaran. Tersedia http://www.scribd.com/doc/175726369/Pendekatan-

Saintifik-Ilmiah-Dalam-Pembelajaran diunduh pada tanggal 16 Oktober 2013

Muhammad

Faiq.

(2013).

Cara

mengajarkan

kreativitas.

Terseida

pada

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/01/cara-mengajarkankreativitas.html diakses pada tanggal 27 Oktober 2013
(2013).

Mendalami

Pendekatan

Ilmiah

dalam

Pembelajaran.

Tersedia

pada

http://gurupembaharu.com/home/mendalami-penerapan-pendekatan-ilmiahdalam-pembelajaran/ diakses pada tanggal 16 Oktober 2013

19