PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (13)

1. Direktur Pemukiman dan Perumahan, BAPPENAS

2. Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi, DEPKES

3. Direktur Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Timur, DEPKIMPRASWIL

Daftar Isi

4. Direktur Bina Sumber Daya

Dari Redaksi

1 Alam dan Teknologi Tepat Guna,

DEPDAGRI

Laporan Utama:

5. Direktur Penataan Ruang dan WASPOLA: Lahirkan Kebijakan Nasional

Lingkungan Hidup Pembangunan Air MInum dan Penyehatan

DEPDAGRI Lingkungan Berbasis Masyarakat.

Wawancara:

7 D e w a n Re da k si:

“Kita Perlu National Policy” Oswar Mungkasa, Sucipto, Johan Susmono, Supriyanto Budi Susilo

Opini:

Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan Nasional

Reda k t ur Pela k sa na :

Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat Hartoyo, Rheida Pambudhy, Maraita Listyasari, Rewang

Ragam:

Budiyana, Handi Legowo. Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL

Berbasis Masyarakat

Sek ret a ris Reda k si:

Lenggang

14 Essy Aisiyah Info

16 Sirkulasi:

Helda Nusi, Mahruddin, Prapto

Cermin:

Punya Jamban, Awalnya Berat Kini Alamat Redaksi: Bangga.

Jl. Cianjur No. 4, Menteng, Jakarta Pusat

Ringan

21 Telp. (021) 3142046 e-mail: oswar@bappenas.go.id

Glosari

22 Redaksi menerima tulisan/naskah.

Kirim ke alamat di atas.

Dari Redaksi

Dari Redaksi Dari Redaksi

Dari Redaksi

Pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan telah berlangsung lama. Tentunya banyak hasil yang telah dicapai di samping masih ditemuinya beberapa kendala dan hasil-hasil pembangunan yang belum optimal. Terlepas dari itu semua, perhatian terhadap sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir terasa mulai meningkat.

Beberapa kejadian penting yang menjadi tonggak perubahan tersebut. Pertama, pada September 2000 dalam Pertemuan Millenium PBB, para pemimpin dunia telah menyepakati untuk menetapkan tujuan dan target yang terukur untuk menangani kemiskinan, penyakit, buta huruf, degradasi lingkungan dan diskriminasi terhadap wanita. Pernyataan ini kemudian dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). Terkait dengan sektor air minum dan sanitasi maka telah disepakati bahwa pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mendapat pelayanan air minum telah dapat tertangani. Sementara menyangkut sanitasi, maka pada tahun 2020 harus telah tercapai perbaikan yang berarti terhadap kehidupan paling tidak 100 juta penghuni kawasan kumuh. Kedua, dalam Johannesburg Summit 2002, target air minum dipertegas sementara target sanitasi dipertajam menjadi pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk yang tidak mempunyai sanitasi telah dapat terpenuhi. Ketiga, air minum yang aman dan sehat merupakan hak asasi manusia. Demikian pernyataan Komite Hak-hak Ekonomi, Budaya, dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menyadari semakin pentingnya air minum dan penyehatan lingkungan, maka salah satu isu yang mengemuka adalah rendahnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dan pihak berkepentingan (stakeholder ). Memperhatikan kendala ini, maka dipandang perlu untuk meningkatkan keterlibatan seluruh pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Keterlibatan pihak berkepentingan akan sangat membantu mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran program air minum dan penyehatan lingkungan.

Salah satu strategi yang perlu dilakukan adalah melakukan kampanye publik. Kampanye publik akan merupakan suatu cara yang dapat menciptakan suatu kondisi yang menjadikan program air minum dan penyehatan lingkungan sebagai salah satu prioritas baik bagi pemerintah maupun masyarakat sendiri. Salah satu bentuk dari kampanye publik tersebut adalah berupa penerbitan media informasi yang diharapkan merupakan salah satu media untuk mempercepat proses penyebaran informasi program air minum dan penyehatan lingkungan. Media informasi ini akan menjadi wahana interaksi paling tidak antara instansi pemerintah, perguruan tinggi, swasta, negara/ lembaga donor, dan masyarakat sendiri. Diharapkan media ini akan membantu menciptakan jaringan kerja (networking) air minum dan penyehatan lingkungan di antara pihak berkepentingan (stakeholders).

Apalah arti sebuah nama, demikian Shakespeare. Namun sebuah media informasi tanpa nama, bagaikan kepala tak berwajah. Proses penamaan pun ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak pilihan yang terbersit tapi terasa sulit untuk memilih. PERCIK akhirnya merupakan pilihan akhir. Pertanyaannya adalah apa makna di balik nama tersebut. Dari katanya percik secara harfiah berarti air yang terlontar keluar. Lontaran air akan menggapai sekitarnya menunjukkan keberadaannya. Dari sudut ini, kami mengartikan lontaran air tersebut sebagai metamorfosa dari kampanye publik. Sebuah tugas yang diemban oleh media informasi ini.

Sebagaimana layaknya sebuah media informasi yang masih baru, maka tentunya masih diperlukan banyak penyempurnaan sebelum media ini dapat tampil sebagai media informasi yang mumpuni. Untuk itu, saran dan kritik dari berbagai pihak akan sangat kami hargai.

Sebagaimana kata orang bijak, langkah besar itu selalu didahului oleh langkah pertama. Langkah pertama telah terayun, harapan kami ini merupakan awal dari perjalanan menuju pemenuhan obsesi kita semua.

Laporan Utama

Laporan Utama Laporan Utama

WASPOLA: Lahirkan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Masyarakat

Berbasis Masyarakat

M Pulau Jawa dan Madura. Masyarakat kesulitan untuk menentukan prasarana dan sarana yang hendak

usim kemarau berkepanjangan menimbulkan hingga kegiatan operasi dan pemeliharaan. Pilihan dampak kekeringan yang parah di wilayah

teknologi yang terbatas juga mempersulit masyarakat

memperoleh air bersih. Kemarau yang diperkirakan baru dibangun dan digunakan sesuai dengan kebutuhan, akan berakhir Oktober 2003 ini bakal makin

budaya, dan kemampuan masyarakat setempat untuk memperburuk

mengelola prasarana dan ketersediaan air untuk

kondisi daerah tersebut. dikonsumsi dan keperluan

Pada hakikatnya

Keterlibatan masya- sanitasi. Bila kelangkaan

rakat yang rendah juga air tak teratasi maka dapat

pembangunan sarana AMPL

mengakibatkan pelayanan dipastikan ancaman pe-

adalah untuk masyarakat, tanpa upaya

prasarana dan sarana air nyebaran wabah diare,

melibatkan mereka dalam tingkat yang

cukup signifikan, maka akseptabilitas dan minum dan penyehatan

infeksi saluran pernafasan lingkungan itu tidak berke- atas (ISPA), dan penyakit

keberlanjutan hasil pembangunan

lanjutan. Efektivitasnya pun kulit bakal sulit dihindarkan.

rendah pula lantaran in- Kini instansi-instan-

akan sangat sulit dicapai.

vestasi pembangunan pra- si terkait sibuk berupaya menanggulangi masalah krisis

sarana dan sarana itu berorientasi supply driven. Hasil air minum dan penyehatan lingkungan di daerah yang

investasi itu banyak yang tidak dimanfaatkan oleh kekeringan itu. Ini memang masalah insidental karena

masyarakat karena mereka tidak membutuhkan, faktor gangguan alam. Namun sekaligus juga menunjuk-

sebaliknya banyak pula masyarakat yang membu- kan bahwa lingkungan telah rusak yang menga-

tuhkan pelayanan prasarana dan sarana itu tapi tidak kibatkan menipisnya air baku dan ketiadaan sumber

mendapatkan pelayanan.

air yang dapat dimanfaatkan. Dari berbagai pelaksanaan program dan Ironisnya, pengulangan selalu terjadi dan selalu

proyek air minum dan penyehatan lingkungan dengan menimpa kalangan masyarakat miskin. Dengan kata

dana luar negeri dan APBN diperoleh kesimpulan lain, dari segi kuantitas, lingkup pembangunan air minum

antara lain bahwa efektivitas dan keberlanjutan dan penyehatan lingkungan masih terbatas. Cakupan

pelayanan lebih baik bila pembangunannya melibatkan pelayanan juga masih terbatas dan tak mampu

masyakat. Selain itu pengelolaan prasarana dan mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan

sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat jumlah penduduk.

pengguna dalam pengambilan keputusan dan Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100

kelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakat juta penduduk Indonesia yang belum memiliki

yang lebih besar pada pelaksanaan operasi dan kemudahan terhadap pelayanan air minum dan

pemeliharaan.

penyehatan lingkungan yang memadai. Sebagian Keterlibatan perempuan, masyarakat yang masyarakat yang tidak memiliki kemudahan itu adalah

kurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya) masyarakat miskin dan masyarakat kawasan

secara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk pedesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiap

kegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkan tahun.

efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan Pengalaman masa lalu menunjukkan

yang tinggi. Efektivitas dan keberlanjutan itu tercapai prasarana dan sarana air minum dan penyehatan

karena pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanya lingkungan yang dibangun tidak dapat berfungsi dengan

ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah optimal. Penyebab masalah ini, antara lain, masyarakat

tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan

melibatkan masyarakat pengguna pada setiap tahap dilakukan secara demokratis.

pembangunan.

Pada akhirnya pengguna prasarana Strategi pembangunannya ditempuh dengan dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan

membentuk lembaga yang melibatkan seluruh mempunyai kemampuan untuk membayar setiap jenis

komponen masyarakat; menggunakan pendekatan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan

partisipatori dalam memecahkan masalah; memberi sejauh hal itu sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangat

pelatihan dalam aspek pengelolaan, disain, konstruksi, peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih

operasi dan pemeliharaan, serta pelatihan perilaku asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.

hidup bersih dan sehat (PHBS). Indikator keberhasilan Hasil studi Bank Dunia terhadap 121 proyek air

kedua proyek itu adalah:

minum di seluruh dunia yang dilaksanakan oleh - Desain sarana tepat guna yang dapat diterima seluruh berbagai lembaga dan organisasi menyimpulkan

lapisan masyarakat termasuk perempuan, sistem bahwa peran aktif masyarakat dalam membuat

sederhana namun cukup handal. keputusan dan menangani proyek secara langsung

- Proyek dapat diterima oleh masyarakat dan mampu menghasilkan pelayanan air bersih dan penyehatan

memotivasi mereka berpartisipasi secara aktif, lingkungan permukiman yang efektif dan berkelanjutan.

termasuk dalam aspek keuangan. Analisis terhadap hasil pelaksanaan ke-121

- Masyarakat termotivasi dan mampu melaksanakan proyek air minum itu menghasilkan kesimpulan bahwa

operasi dan pemeliharaan sarana.

20 di antaranya merupakan proyek yang sangat efektif. - Masyarakat membayar pelayanan air bersih sesuai Dua dari 20 proyek dengan tingkat efektivitas tinggi

dengan tarif yang disepakati.

tersebut berada di Indonesia. Kedua proyek yang - Perempuan terlibat dalam setiap tahapan proyek, menurut Bank Dunia dinyatakan berhasil dengan tingkat

Air Sebagai Benda Ekonomi

Air merupakan kebutuhan mutlak manusia. Kita sadar benar Kampanye publik ( public campaign) diperlukan untuk mengubah betapa air merupakan sumber kehidupan. Manifestasi menyangkut peran

pandangan masyarakat tersebut. Seluruh lapisan masyarakat ditingkatkan air itu sayangnya justru menyuburkan pandangan bahwa air semata-mata

pemahamannya bahwa air merupakan benda langka yang bernilai ekonomi merupakan benda sosial atau public good: air dapat diperoleh secara gratis.

dan memerlukan pengorbanan - berupa uang atau waktu - untuk Akibat pandangan ini masyarakat tidak menghargai air sebagai

mendapatkannya. Kesadaran baru masyarakat tentang melekatnya nilai benda langka yang memiliki nilai ekonomi. Mereka mengeksploitasi air

ekonomi pada air diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat secara bebas dan berlebihan. Masyarakat pun cenderung tidak berkeinginan

dalam memanfaatkan air: menjadi lebih bijak dalam mengeksploitasi air, untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air, baik dari segi kualitas

lebih efisien dalam memanfaatkan air, dan mempunyai keinginan berkorban maupun kuantitas. Dampak lain yang timbul adalah terjadinya stagnasi

untuk mendapatkan air.

dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali Air jelas bernilai, dan siapapun harus berkorban kalau hendak ( reuse) dan pendaur-ulangan (recycle) air.

mengambil manfaatnya. Apalagi pelayanan air minum dan penyehatan Pandangan itu tak ada salahnya, tentu saja sepanjang

lingkungan memang butuh biaya operasional dan pemeliharaan demi ketersediaan air tercukupi. Kenyataannya ketersediaan air tak pernah

kelanjutannya. Pelayanan yang berkelanjutan akan terwujud hanya bila mampu memenuhi tingkat kebutuhan manusia. Bagi masyarakat yang kini

tercapai kesetaraan atas harga yang harus dibayar, nilai air di mata pengguna, dilanda kekeringan akibat kemarau panjang, misalnya, air bersih yang

dan besarnya biaya pelayanan.

langka bukan lagi benda sosial. Pengorbanan besar dibutuhkan untuk Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi, maka memperoleh air. Mereka harus memperdalam sumurnya, mesti antre dan

prinsip utama dalam pelayanan AMPL adalah ”pengguna harus menunggu berjam-jam sampai volume air meninggi agar bisa ditimba, atau

membayar atas pelayanan yang diperolehnya”. bahkan terpaksa harus membelinya.

namun masih sedikit dalam tahapan pengambilan

EAP).

keputusan. Kegiatan WASPOLA ditangani - Penghematan waktu bagi perempuan sehingga dapat

sebuah komite, Central Project Committe, yang melakukan kegiatan lain.

terdiri atas instansi-instansi lintas sektoral; BAPPENAS, - Perempuan aktif menjadi anggota kelompok

Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, pengguna air.

Departemen Keuangan, dan Departemen Pemukiman - Masyarakat membiayai pembangunan jamban secara

dan Prasarana Wilayah. Dalam kesehariannya, mandiri, dan tingkat penggunaan jamban tinggi.

kegiatan WASPOLA dilakukan oleh Kelompok Kerja - Perempuan aktif menjadi anggota kelompok kese-

dari instansi-instansi yang sama. Kedua lembaga ini hatan.

dikoordinasikan oleh BAPPENAS. Pendekatan Pada hakikatnya pembangunan prasarana

kemitraan tak hanya sebatas instans-instansi dan dansarana AMPL adalah untuk masyarakat, tanpa

lembaga tingkat pusat saja, tetapi meluas sampai ke u p a y a

pemerintahan melibatkan

daerah; lemba- mereka dalam

ga-lembaga tingkat yang

pendanaan multi- cukup signi-

lateral dan bila- fikan, maka ak-

teral; LSM lokal, septabilitas

nasional, mau- dan keber-

pun internasio- lanjutan hasil

nal; dan masya- pembangunan

rakat pada u- akan sangat

mumnya. sulit dicapai. Ini

Lima tahun membuktikan

masa kerja bahwa pende-

WASPOLA telah katan pem-

berakhir Juli 2003 bangunan air

lalu. Sebuah minum dan pe-

dokumen berta- nyehatan

juk Kebijakan lingkungan

Nasional Pem- yang dijalan-

bangunan Air Mi- kan pemerin-

num dan Penye- tah selama ini

hatan Ling- perlu diubah.

kungan. Berba- sis Masyarakat

Belajar dari telah tersusun. pengalaman

Kebijakan ini masa lalu ‘’

merupakan satu baik dari

Belum Sehat: Kebanyakan masyarakat belum memperhartikan pola hidup

sehat.

paradigma baru, dalam maupun luar negeri ‘’ maka lahirlah kemudian

negara-negara donor bahkan telah mengadopsinya. Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan

Kini sejumlah tantangan berada di depan mata. Air Minum dan Penyehatan Lingkungan atau Water Sup-

Masalahnya bila kelak kebijakan itu telah memperoleh ply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan-

legalitas, bakal masih memerlukan kerja panjang dalam ning (WASPOLA). Program berjangka waktu lima tahun

pelaksanaannya secara nasional. Adakah kebijakan ini terdiri atas tiga komponen, yakni: proses

nasional ini bakal mampu menjawab tantangan pembelajaran, penyusunan kebijakan, dan

Millenium Development Goal (MDG)? Bagaimana pula pelaksanaan kegiatan. Fokus program diarahkan pada

dengan tantangan PBB yang menetapkan air minum fasilitas penyediaan air minum dan penyehatan

sebagai hak asasi? Agaknya tugas Kelompok Kerja lingkungan yang dikelola masyarakat pengguna. Dalam

belum berakhir benar. Pemikiran dan karya mereka pengembangan kebijakan, WASPOLA yang berada di

masih terus dibutuhkan.

bawah pimpinan pemerintah Indonesia memperoleh dukungan kemitraan dan pendanaan dari pemerintah Australia AusAID dan Bank Dunia, melalui Water and

Pendekatan Sekilas tentang

KELOMPOK KERJA

Tanggap

AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

Kebutuhan

Pembentukan kelompok kerja ini didasari pada endekatan tanggap kebutuhan (Demand

P pendekatan yang menempatkan kebutuhan bidang tertentu tetapi harus merupakan kesatuan dari

pemikiran bahwa pembangunan air minum dan Responsive Approach) adalah suatu

penyehatan lingkungan tidak hanya terkait pada satu

masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam beberapa aspek, yaitu aspek teknis, kelembagaan, pengambilan keputusan termasuk di dalamnya

pembiayaan, sosial dan lingkungan hidup. pendanaan. Hal ini menjadikan keterlibatan

Berdasarkan pemahaman itulah maka dibentuk masyarakat berlangsung dalam keseluruhan tahapan

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan mulai dari melakukan perencanaan, pembiayaan,

Lingkungan, yang terdiri dari departemen-departemen pelaksanaan dan pengelolaan sistem yang sesuai

terkait, yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen dengan kebutuhan dan kesediaan membayar dari

Kesehatan, Departemen Permukiman dan Prasarana masyarakat. Pendekatan ini memerlukan perubahan

Wilayah, dan Departemen Kesehatan, serta dalam penanganan kegiatan dari seluruh pihak yang

dikoordinasikan oleh Bappenas. berkepentingan (stakeholders) baik masyarakat. LSM, sektor swasta, maupun pemerintah.

Selain terkait dengan kegiatan Proyek Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Proyek

Karakteristik utama dari pendekatan ini adalah: WASPOLA, WSLIC-2, Pro-Air, CWSH, SANIMAS) , Masyarakat menyusun pilihan-pilihannya tentang:

Kelompok Kerja juga terlibat pada penyusunan Apakah ingin berpartisipasi atau tidak dalam

Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan kegiatan?

Penyehatan Lingkungan. Saat ini baru diselesaikan Pilihan-pilihan terhadap teknologi dan cakupan

Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan pelayanan berdasar kesediaan membayar

Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dan Kapan dan bagaimana bentuk pelayanan

sedang dalam tahap penyusunan Kebijakan Nasional Bagaimana dana akan dikelola dan

Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis dipertanggungjawabkan

Lembaga-, ataupun kegiatan uji coba penerapan Bagaimana bentuk pengoperasian dan

kebijakan di daerah dan kegiatan kampanye publik pengelolaan pelayanan

mengenai air minum dan penyehatan lingkungan, yang Pemerintah memegang peran sebagai fasilitator,

ditempuh melalui kegiatan penyusunan jurnal air dengan menetapkan kebijakan dan strategi

minum dan penyehatan lingkungan, pembuatan poster nasional yang jelas, mendorong konsultasi yang

ataupun komik.

melibatkan keseluruhan pihak yang berkepen- tingan dan memfasilitasi peningkatan kapasitas

Diharapkan keanggotaan Kelompok Kerja ini semakin sumber daya manusia dan pembelajaran.

meluas sehingga kegiatan yang dilakukan pun Kondisi yang kondusif bagi terjadinya partisipasi

semakin beragam dalam rangka peningkatan dari beragam pihak yang berkepentingan terhadap

aksesibilitas masyarakat akan air minum dan kegiatan yang dilakukan masyarakat

penyehatan lingkungan. Selain itu, diharapkan pola- Informasi yang memadai diberikan kepada

pola kerja sama ini dapat direplikasi di daerah (baik masyarakat dan prosedur baku disiapkan untuk

propinsi dan kabupaten/kota) sehingga kegiatan membantu proses pengambilan keputusan

pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan bersama oleh masyarakat.

dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik.

embangun lebih mudah daripada memelihara. Bukti atas ungkapan itu mudah ditemukan pada banyak proyek fisik milik pemerintah.

Tanpa kecuali, sejumlah prasarana dan sarana pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) pun mengalami nasib memprihatinkan. Efektivitas proyek-proyek itu rendah, dan pemanfaatannya tidak optimal. Keberlanjutannya pun terputus karena masyarakat tidak mampu mengoperasikan dan memeliharanya.

Adalah Methodology Participatory Assess- ments (MPA) yang mampu menjamin efektivitas dan keberlanjutan sarana. MPA merupakan alat yang dikembangkan untuk melakukan penilaian agar pembuat kebijakan, manajer program, dan masyarakat setempat dapat memonitor kesinambungan sarana mereka dan mengambil tindakan perbaikan.

Metodologi ini mengungkapkan cara-cara kaum perempuan dan keluarga yang kurang mampu berpartisipasi dan mengambil manfaat atas suatu sa- rana bersama-sama kaum lelaki dan keluarga yang berada. Juga diperlihatkan faktor-faktor kunci menuju keberhasilan dalam proyek AMPL yang dikelola ma- syarakat. Pada saat bersamaan juga memungkinkan kita melakukan agregasi kuantitatif atas data moni- toring tingkat masyarakat agar dapat digunakan pada tingkat program dan tingkat pembuatan kebijakan.

MPA menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Self esteem, Associate strength, Resourcefulness, Action Planning, Responsibility (SARAR) yang dikenal efektif mendorong partisipasi masyarakat. Namun MPA menambahkan ciri-ciri berikut: - MPA ditujukan kepada dinas pelaksana maupun ma- syarakat untuk mencapai sarana yang dikelola seca- ra berkesinambungan dan digunakan secara efektif. MPA dirancang untuk melibatkan semua stakeholder utama dan menganalisis keberadaan empat kompo- nen penting masyarakat: lelaki miskin, perempuan miskin, lelaki kaya, perempuan kaya. Jadi MPA meng- operasionalkan kerangka analisis gender dan kemis- kinan untuk menaksir kesinambungan sarana AMPL. - MPA menggunakan satu set indikator yang sector specific untuk mengukur kesinambungan, kebutuhan, gender, dan kepekaan akan kemiskinan. Masing-ma- sing diukur dengan menggunakan urutan alat parti- sipatori pada masyarakat, dinas pelaksana, dan pem- buat kebijakan. Hasil penilaian pada tingkat masya- rakat dibawa oleh wakil-wakil masyarakat pengguna dan dinas pelaksana ke dalam rapat stakeholder,

Pendekatan Partisipatif

faktor-faktor kelembagaan yang berpengaruh pada dampak proyek dan kesinambungan pada tingkat lapangan. Hasil dari penilaian kelembagaan digunakan untuk melakukan tinjau ulang atas kebijakan pada tingkat program atau tingkat nasional. - MPA menghasilkan sejumlah data kualitatif tingkat desa, sebagian darinya dapat dikuantitatifkan ke da- lam sistem ordinal oleh para warga desa itu sendiri. Data kuantitatif ini dapat dianalisis secara statistik.

Dengan cara ini kita dapat melakukan analisis antarmasyarakat, antarproyek, dan antarwaktu, serta pada tingkat program. Dengan demikian MPA dapat menghasilkan informasi manajemen untuk proyek ska- la besar dan data yang sesuai untuk analisis program.

Siapa yang dapat memanfaatkan MPA? MPA membuka kemungkinan penggunaannya untuk bermacam-macam keperluan. Informasi kualitatif yang dihasilkan secara visual dapat dengan mudah dikon- versikan ke dalam proses numerik atau presentasi gra- fis. Hasil yang berupa grafik tingkat masyarakat akan diperoleh segera setelah diterapkannya perangkat partisipatori terhadap kelompok-kelompok dalam ma- syarakat, lelaki-perempuan, kaya dan miskin, yang lalu dapat dipresentasikan di depan dan diverifikasikan kepada warga masyarakat secara keseluruhan. Data sejenis dari waktu atau masyarakat yang berlainan setelah dikonsolidasikan dapat digunakan untuk membantu para manajer atau personil proyek melihat kecenderungan yang terjadi dan menganalisis pe- nyebabnya. Hasil penilaian atas beberapa proyek se- telah dikonsolidasikan pada tingkat program atau ting- kat nasional dapat dipakai untuk analisis kebijakan,

Apa persyaratan dalam menggunakan MPA? MPA dirancang sebagai bagian integral suatu proyek, bukan sekadar tambahan atau berdiri sendiri. Karena itu MPA memerlukan lembaga penyandang dana yang merasa terpanggil untuk merancang sebuah proyek baru atau sebuah proyek partisipatori yang sedang berjalan yang ingin menerapkan penilaian partisipatori.

Walaupun di banyak negara terdapat se- jumlah fasilitator yang berpengalaman dalam meng- gunakan metode partisipatori, namun masih diperlukan pelatihan khusus dalam menggunakan MPA. Pertama, MPA menambahkan kerangka analitis yang mendo- rong ke arah kesinambungan dan memberi kemung- kinan mengubah data partisipatori menjadi kode kuan- titatif untuk digunakan ke dalam analisis kesinam- bungan. Kedua, karena watak keseluruhannya adalah partisipatori, MPA mendorong proses pembelajaran para peserta. Fasilitator yang telah terampil dan peka akan masalah gender dan kemiskinan merupakan kun- ci untuk mendorong daur pembelajaran dan tindakan pada semua tingkat.

Sumber: Dokumen Kebijakan Nasional Pem- bangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Apa yang melatar- belakangi lahirnya program WASPOLA ini?

Sebetulnya kalau kita lihat sampai sekarang kita tidak memiliki national policy untuk air minum dan penye- hatan lingkungan. Itu menyebabkan kita sering disetir oleh donor agencies. Nah, makanya kita butuh itu, yang nanti kita jadikan pegangan bila kita berhadapan dengan donor agencies bila kita perlu dia. Syukur- syukur kalau itu bisa dibiayai dari dana kita sendiri, kendati faktanya tidak bisa karena keterbatasan yang ada. Nah, nanti kita sampaikan kepada mereka, inilah kebijaksanaan nasional kita, Anda mau mengikuti atau tidak. Kalau mau kita negosiasi, kalau tidak ya sorry, thank you for your help. Dengan cara seperti ini kita akan lebih fokus. Sebagai contoh, sekarang dalam hubungan bilateral, negara-negara yang membantu kita kadang-kadang mempunyai preferensi lokasi. Misalnya Australia, mereka lebih memilih Indonesia Timur. Why? Mengapa mereka tak mau Indonesia Barat, toh masalah di Indonesia juga banyak. Jerman misalnya dalam program Transmigration Area Development (TAD) memilih Kalimantan Timur. Kenapa nggak mau ke Maluku Tenggara atau ke Sulawesi Tenggara? Juga Bank Dunia dan lainnya. Saya yakin kalau mereka memiliki satu visi dengan kita untuk memecahkan masalah AMPL ini, mestinya mereka tak memiliki lagi wilayah tertentu. Kenapa kita nggak sama-sama saja?

Melihat ini suatu yang baru, bagaimana awal program ini disusun?

Pada waktu nyusun, kita sempat bingung karena air minum dan penyehatan lingkungan ini sedemikian luas. Apakah kita dasarnya perkotaan dan pedesaan berdasarkan kawasan, atau berdasarkan apa? Kalau dasarnya kawasan perkotaan dan perdesaan, logikanya kawasan perkotaan kan semakin berkembang luas sehingga kawasan pedesaan tak

kan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Apa begitu? Akhirnya kita melihat secara fungsional bahwa ada yang bisa dikelola oleh institusi dan oleh masyarakat. Kebetulan keduanya letaknya sesuai dengan pedesaan dan perkotaan. Biasanya pedesaan dikelola masyarakat sedangkan perkotaan oleh institusi. Ini kebetulan saja. Kita tidak berangkat dari pedesaan dan perkotaan, karena kita tidak ingin mendiskriminasi. Misalnya orang kota dapat seperti ini, orang desa seperti ini. Siapa yang menentukan hak seperti itu? Dulu orang kota misalnya membutuhkan air 100 liter per detik, orang desa 60

meter per detik. Siapa yang menjustifikasi seperti itu? Mengapa harus ada diskriminasi pelayanan? Makanya kita tidak mau berangkat dari situ. Kita ingin berangkat dari institusi yang mengelolanya. Jadi ada yang dikelola masyarakat dan institusi. Kalau mungkin kedua-duanya secara bersamaan.

Sampai sejauh mana capaian program WASPOLA ini?

Sekarang national policy kita baru bisa yang community based (berbasis masyarakat). Itu yang selesai. Kita akan beranjak ke yang institutional based (berbasis lembaga).

Mengapa harus seperti itu?

Pada waktu kita memiliki tiga pola tadi, kompleksitas masalahnya berbeda-beda. Maka kita mulai dari yang mudah yakni community based. Karena ini pada dasarnya sudah dimulai dari Pelita I dan II. Ada yang namanya Inpres Sarkes (sarana kesehatan). Hanya saja sifatnya supply driven. Penduduk desa butuh apa, maka kita alokasikan sesuai logika kita seperti ini. Tapi di situ sudah ada komponen empowerment meski sedikit sekali. Nah arus itu makin menguat setelah ada reformasi bahwa komunitas itu harus diberdayakan. Namun alat untuk itu tidak ada. Kemudian coba kita cari alat apa yang paling tepat. Ternyata supply driven itu sudah tidak tepat. Karena rasa memilliki masyarakat terhadap sarana dan prasarana itu rendah. Sekarang kita rubah menjadi demand driven yakni tergantung kepada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi itu pun juga masih kurang karena belum tentu ini akan meningkatkan rasa memiliki masyarakat. Oleh karena itu dalam program ini harus ada kontribusi masyarakat. Inilah salah satu cara untuk meningkatkan sense of

“Kita Perlu National Policy”

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas, Ir. Basah Hernowo, MA

belonging masyarakat. Nah, inilah yang kita formulasikan dalam satu kebijakan dan strategi. Kita mencoba mengakomodasi semua kepentingan stakeholder baik itu dari luar maupun pemerintah daerah dan komunitas. Kita memfasilitasi saja sampai ketemu formulasi yang seperti ini. Memang kalau dilihat dari bahasa birokrat seolah-olah tidak ada artinya tapi dari bahasa masyarakat itu sudah bagus. Kita bahasanya tak lagi memerintah tapi membuka wawasan.

Bagaimana dengan institutional based ?

Itu lebih kompleks karena masalah di institutional based itu terkait dengan ‘’coorporate culture’’ masing- masing sektor khususnya yang sudah dikelola oleh perusahaan daerah (PD). Ternyata NPL (Non performing loan) sangat besar dan itu tidak bisa kita pecahkan dengan satu kebijakan. Itu harus multi sektor baik DPR, menteri keuangan, dan Pemda. Harus dipecahkan bersama. Makanya kita pecahkan bertahap untuk menyusun national policy for institutional based. Kita akan kerja keras lagi karena terlalu banyak kepentingan dan stakeholder yang terlibat.

Apa langkah ke depan setelah adanya national policy seperti ini?

Kita harapkan tidak lagi disetir oleh donor agency. Kita bisa mandiri. Syukur-syukur kalau bisa dibiayai dari APBN, tanpa utang. Tapi itu tampaknya tidak mungkin. Sekarang saja anggaran untuk pemukiman hanya 1,135 trilyun per tahun. Kecil sekali. Makanya kita harus melihat sumber-sumber pembiayaan lain untuk itu. Kalau kesenjangan sampai 2009, 50 trilyun dengan pertumbuhan optimistik, maka harus tersedia 10 trilyun untuk air minum dan penyehatan lingkungan. Ini masalah. Makanya selain kita ‘berjualan’, kita juga dituntut bisa menerangkan kepada pemerintah daerah misalnya daripada beli kendaraan dinas lebih baik anggaran AMPL yang dinaikkan. Misalnya dari 3 persen APBD menjadi 8 persen. Nah kalau daerah mau tapi beralasan tidak punya uang maka kita akan ajak berbagi beban.

Pendekatan program ini memerlukan perubahan paradigma. Kendala apa yang muncul?

Banyak. Yang pasti masih banyak orang yang tidak mau berubah khususnya birokrat. Yang kedua adalah ego dari masing-masing sektor? Bahwa dia selalu ingin leader dalam sektor. Yang ketiga struktur kelem- bagaan. Perlu perubahan struktur kelembagaan misalnya pemerintah lebih pada peran fasilitasi secara nyata bukan lip service saja. Mau nggak pemerintah turun bersama masyarakat memecahkan masalah. Soalnya ini menjadi kebiasaan dulu. Makanya perlu

“Masih banyak yang harus dilakukan”

Richard Hopkins, Team Leader WASPOLA Project

WASPOLA pada awalnya menemui banyak kendala karena program ini menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu terfokus pada proses dan kerja sama/ koordinasi antarinstansi secara informal maupun formal sebagai landasan penyusunan kebijakan. Pada awal perkembangannya WASPOLA berjalan sangat lambat, hal ini disebabkan oleh belum terbangunnya kesepahaman dalam menjalankan program, terutama pengembangan kebijakan melalui pendekatan proses. Hal lain yang terjadi pada tahap awal adalah perubahan personal dalam kelompok kerja yang sangat tinggi, sehingga memerlukan upaya yang relatif keras untuk menjaga konsistensi dan progres dari kegiatan WASPOLA secara keseluruhan. Ternyata pendekatan tersebut berhasil membangun rasa memiliki maupun komitmen yang tinggi dari pemerintah, dan ini dapat terlihat dari padatnya kegiatan WASPOLA dalam dua tahun terakhir, khususnya yang berkaitan dengan upaya penyusunan kebijakan yang berbasis lembaga, kerjasama dengan pemerintah kabupaten, dan memetik pelajaran penting dari masing-masing daerah. Baru pada akhir tahun kedua, kegiatan berjalan menunjukkan akselerasinya, saat itu kelompok kerja dari instansi terkait mulai memperlihatkan minatnya dalam kegiatan WASPOLA. Hal itu didorong oleh suatu realita bahwa tanggung jawab pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Tahun ketiga sampai dengan terakhir (2003) menunjukkan aktivitas Kelompok Kerja WASPOLA yang semakin meningkat dan produktif. Tidak saja dalam kegiatan diskusi kebijakan, tetapi juga dalam beberapa aktivitas lapangan yang mendukung dalam reformasi kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa memiliki dari pihak pemerintah terhadap kegiatan sudah semakin baik. Pada akhirnya semua pihak, terutama kelompok kerja lintas departemen menyadari bahwa pengembangan kebijakan dengan metoda partisipatif, walaupun awalnya dipandang sangat membosankan, tetapi menghasilkan banyak hal yang berguna. Dan yang lebih penting kebijakan yang dihasilkan dapat diterima oleh semua pihak, karena semuanya terlibat dalam proses pengembangannya.Walaupun sudah banyak hasil yang dicapai tetapi pekerjaan masih banyak yang harus dilakukan.

Opini

Opini Opini

Opini

Ujicoba Pelaksanaan Kebijakan Nasional

Pembangunan Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Suatu pendekatan baru dalam pengembangan kebijakan

Oleh: Sofyan Iskandar WASPOLA Project Coordinator

Latar Belakang

Berangkat dari kenyataan bahwa tanggung sumbangsih yang optimal dalam proses jawab pembangunan sektor air minum dan penyehatan

penyempurnaan kebijakan, juga diharapkan langsung lingkungan sekarang ini berada di tangan pemerintah

dapat diadaptasikan dalam penyusunan kebijakan daerah, maka Kelompok Kerja WASPOLA melakukan

sektor AMPL di daerah.

suatu terobosan baru dalam pengembangan kebijakan, khususnya dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan. Dengan melibatkan

Secara garis besar, tujuan ujicoba Kebijakan stakeholder yang luas, khususnya di tingkat daerah,

Nasional Pembangunan AMPL Berbasis diharapkan aspirasi daerah dapat terakomodasikan,

dan pada akhirnya kebijakan yang dikembangkan

Masyarakat adalah:

dapat diterapkan di tingkat daerah.

1. Diperolehnya masukan dari daerah guna Setelah gagasan di atas disepakati pada

penyempurnaan

tingkat kelompok kerja nasional, kemudian timbul beberapa pertanyaan yang harus dijawab, berapa

2. Diadaptasinya pokok-pokok kebijakan sumber daya yang diperlukan dalam memfasilitasi

yang dituangkan dalam kebijakan AMPL peran serta daerah di seluruh Indonesia, siapa yang

dalam pengembangan kebijakan daerah akan melakukannya, bagaimana mekanismenya,

berapa lama waktu yang diperlukan, dan lain

3. Diperolehnya masukan dalam pemasaran sebagainya.

kebijakan ke daerah lain Tentu tidak mudah memfasilitasi 400-an kabupaten/kota dalam waktu yang relatif singkat,

Pemilihan Daerah

sedangkan Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL Dari serangkaian diskusi yang dilakukan Berbasis Masyarakat sendiri harus segera disele-

dalam lingkup kelompok kerja, disepakati untuk saikan untuk mencapai konsep akhir pada

mengundang beberapa daerah yang memiliki potensi pertengahan tahun 2003. Dengan pertimbangan

dalam memperkaya kebijakan yang sedang disusun. keterbatasan sumber daya, diputuskan bahwa hanya

Pemilihan didasarkan kepada adanya kegiatan yang beberapa daerah terpilih yang dilibatkan dalam tahap

sejalan dengan implementasi kebijakan, misalnya ada pertama, sedangkan tahap selanjutnya akan dilakukan

proyek yang secara prinsip sudah menerapkan dengan skala lebih luas disertai penyempurnaan

kaidah-kaidah yang dikandung dalam kebijakan, pendekatan, setelah belajar dari tahap pertama

seperti proyek WSLIC2, proyek sanitasi UNICEF, dan tentunya.

proyek air bersih yang dikelola oleh KfW/GTZ. Menentukan beberapa daerahpun bukan

Diupayakan agar pemilihan daerah juga seoptimal persoalan yang mudah, karena ada kekhawatiran

mungkin dapat memperlihatkan sebaran yang keikutsertaannya hanya karena dorongan kepatuhan

memadai secara geografis.

daerah kepada pusat, bukan karena pemahaman Ada keraguan awalnya, apakah daerah mau kesadaran pentingnya pembangunan sektor AMPL di

turut serta dalam kegiatan pengembangan kebijakan, daerahnya secara khusus dan Indonesia secara

yang nota bene tidak ada hubungannya dengan proyek umum. Di sisi lain, WASPOLA yang mempromosikan

fisik. Biasanya daerah tertarik dengan kegiatan fisik pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive

atau kegiatan yang diikuti dengan kegiatan approach ) juga ingin menghindarkan pola penunjukan

pembangunan fisik. Tetapi kegiatan WASPOLA sama sepihak, yang tidak memberikan peluang kepada

sekali tidak membawa proyek fisik. Semata-mata daerah untuk mengemukakan keinginan atau

hanya dialog kebijakan, yang ditengarai akan keberatannya terhadap program yang ditawarkan.

membosankan.

Ternyata praduga tersebut sama sekali tidak Dari 10 daerah yang mengajukan terbukti, bahkan dari 10 daerah yang diundang ke

minat turut serta, ternyata yang dipilih dalam semiloka yang diadakan di Yogyakarta pada

hanya 4 daerah. Hal ini disebabkan sumber tanggal 9-11 Oktober 2002, semua daerah menyatakan

daya yang dimiliki Kelompok Kerja WASPOLA sangat berminat turut serta dalam kegiatan ujicoba

terbatas. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten pelaksanaan kebijakan nasional AMPL.

Sumba Timur, Kabupaten Subang, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Solok.

Daerah yang diundang ke dalam Semiloka

Proses Ujicoba

Kebijakan Nasional AMPL Secara garis besar, proses ujicoba kebijakan

1. Kabupaten Sumba Timur, NTT dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tahap pemahaman, tahap pendalaman, dan tahap kerja

2. Kabupaten Sumba Barat, NTT mandiri. Hanya tahap pertama dan kedua yang

3. Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT mendapat dukungan fasilitasi dari Sekretariat/

4. Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah Kelompok Kerja WASPOLA, sedangkan tahap kerja mandiri merupakan aktivitas yang dilakukan sendiri oleh

5. Kabupaten Garut, Jawa Barat daerah dalam mengembangkan kebijakan daerah dan

6. Kabupaten Subang, Jawa Barat

operasionalisasinya.

7. Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel Tahap pemahaman, intinya adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya sektor

8. Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumbar AMPL terhadap stakeholder kunci di daerah, dilakukan

9. Kabupaten Solok, Sumbar dengan kunjungan baik formal maupun informal, diskusi,

10. Kabupaten Pasaman, Sumbar pertemuan, sampai dengan lokakarya. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini di semua daerah adalah dengan melakukan kajian kondisi pelayanan AMPL

Keberhasilan dalam meyakinkan daerah masa lalu, masa sekarang, dan kondisi yang akan bahwa pembangunan sektor AMPL memerlukan

datang. Sehingga stakeholder daerah mengenali perhatian khusus, lahir dari suatu upaya yang dilakukan

masalah, tantangan, dan peluang yang dihadapi dalam secara terbuka dan partisipatif. Pada kesempatan

pembangunan sektor AMPL di daerahnya. Lebih jauh tersebut dijelaskan tentang maksud dan tujuan dari

stakeholder daerah dapat mulai menyusun rencana ujicoba kebijakan, dan kegiatan apa saja yang

garis besar dalam pembangunan AMPL di daerahnya. mungkin dilakukan. Di samping itu juga daerah secara

Tahap pendalaman, adalah kelanjutan dari bersama-sama mendiskusikan bagaimana caranya

tahap sebelumnya yang intinya mengajak stakeholder agar kebijakan tersebut dapat diaplikasikan di daerah.

daerah dalam mengkaji substansi kebijakan nasional Termasuk di dalamnya penetapan kriteria daerah yang

AMPL. Proses yang ditempuh adalah mendiskusikan paling memenuhi syarat untuk turut serta dalam

pokok-pokok kebijakan yang dibahas secara kegiatan ujicoba kebijakan, apabila tidak semua

partisipatif dalam konteks kedaerahan. Untuk daerah dapat ikut serta.

memperkaya pemahaman, dilakukan juga kajian terhadap proyek yang gagal dan yang berhasil. Dengan melakukan kunjungan ke lokasi proyek, melakukan

Tiga kriteria yang penting pemilihan daerah wawancara dengan kelompok masyarakat pengguna, dan kemudian mengangkat temuan-temuan ke dalam

menurut peserta semiloka: suatu pertemuan pembahasan di tingkat kabupaten.

1. Adanya dukungan daerah dinyatakan dengan surat kepala daerah

Hasil Ujicoba

Adanya pemahaman stakeholder daerah bahwa

2. Komitmen partisipasi dalam kegiatan yang keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana dinyatakan dengan kesanggupan memben-

AMPL ditentukan oleh lima faktor yaitu sosial, tuk atau memfungsikan tim teknis daerah

kelembagaan, pembiayaan, teknis dan lingkungan. Seluruh daerah memahami bahwa semua

3. Kondisi wilayah, hubungannya dengan komponen saling berkaitan, tetapi masing-masing kompleksitas masalah dan sebaran

daerah memandang ada faktor tertentu yang geografis

dominan. Di Sumba Timur misalnya, faktor sosial dianggap lebih dominan, karena keberhasilan

tercapai apabila hambatan sosial dalam menghimpun pendapat dari kalangan yang berupa struktur sosial masyarakat dapat

luas dalam waktu yang relatif singkat dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan

Dengan mengabaikan bentuk legal dari kebijakan di Kabupaten Subang, dipandang masalah teknis

yang saat ini belum ada, daerah dapat lebih menentukan, mengingat daerahnya terbagi

mengadaptasi pokok-pokok kebijakan yang ada, menjadi 3 karakter wilayah, yaitu pegunungan,

karena secara substansial dapat diterima dan dataran, dan pantai. Pemilihan pendekatan dan

dipahami. Tetapi bukan berarti tidak diperlukan teknologi menjadi perhatian daerah Subang. Di

bentuk legal.

Solok, peranan kelembagaan dianggap dominan, ketika peranan nagari memiliki posisi yang strategis dalam keberlanjutan pelayanan AMPL. Seperti di Subang, Kabupaten Musi Banyuasin juga memandang aspek teknologi dominan, berkaitan dengan wilayah pasang surut dan bantaran sungai yang relatif luas. Adanya pengakuan dari peserta daerah bahwa pokok- pokok kebijakan secara umum dapat dipahami, juga dapat dijadikan acuan oleh daerah dalam pelaksanaan pembang- unan sektor AMPL. Di Kabupaten Subang, tim kerja daerah dapat merumuskan visi dan misi program AMPL yaitu Subang Sehat 2008. Tim kerja daerah

MPA: Anggota kelompok kerja AMPL sedang memfasilitasi warga

Musi Banyuasin meninjau masyarakat untuk menentukan kebijakan dengan sendirinya

menggunakan metodologi pendekatan partisipasi.

kembali target Muba Sehat 2005. Tim kerja daerah Solok memformulasikan

Solok Sehat 2010. Tim kerja daerah Sumba Timur Penutup

memperkaya pemahaman terhadap visi misi Setelah dokumen Kebijakan Nasional Sumba Timur khususnya sektor AMPL.

Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat ini Walaupun sudah dapat dipahami, tetapi konsep

diperbaiki dan disahkan, tahap selanjutnya adalah kebijakan yang ada masih memerlukan perbaikan,

pelaksanakan secara nasional. Yang masih menjadi khususnya penggunaan istilah yang kurang jelas

pekerjaan rumah bagi Kelompok Kerja Nasional maknanya.

adalah bagaimana menentukan cara yang efektif Terjadi peningkatan intensitas komunikasi dan

dalam pelaksanaannya. Apakah dilakukan dengan koordinasi antar stakeholder AMPL daerah, hal ini cara persis seperti yang telah dilakukan pada empat

dapat mendorong efisiensi pembangunan sektor daerah ujicoba, tentunya diperlukan sumber daya yang AMPL

cukup besar, terutama pendanaan dan kesiapan Pengenalan metodologi partisipatif dalam

fasilitator yang berkualitas. Diperlukan upaya-upaya pengembangan kebijakan merupakan daya tarik

terobosan guna melaksanakan kebijakan ini, supaya bagi daerah, karena disamping dapat memberikan

kebijakan ini bukan saja diterima secara formal, tetapi masukan secara substansial, juga metoda tersebut juga diterapkan dalam tataran operasional. Disamping

dapat dicontoh dalam perencanaan pembangunan itu yang tidak kalah pentingnya adalah fleksibilitas secara umum. Metoda ini dipandang cukup efektif Kelompok Kerja Nasional terhadap masukan-

masukan dari daerah lain yang mungkin belum tertampung, yang mungkin dapat diakomodasikan dalam tahap penyempurnaan selanjutnya.

Ragam Ragam

Ragam

Ragam

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

BERBASIS MASYARAKAT *

TUJUAN Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar

1. Umum

dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan

Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui Pendekatan tanggap kebutuhan menem- pengelolaan air minum dan penyehatan lingkung-

patkan masyarakat pada posisi teratas dalam an yang berkelanjutan

pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun

2. Khusus tata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkan

a. Meningkatkan pembangunan, penyediaan, pe- efektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah meliharaan prasarana dan sarana air minum

sebagai fasilitator harus memberikan pilihan yang dan penyehatan lingkungan

diinformasikan (informed choice ) yang menyangkut

b. Meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan seluruh aspek pembangunan air minum dan pelayanan prasarana dan sarana air minum

penyehatan lingkungan, seperti aspek tenologi, dan penyehatan lingkungan.

pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya serta kelembagaan pengelolaan.

BUTIR-BUTIR KEBIJAKAN Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan air minum, mulai dari Air merupakan Benda Sosial dan Benda pengambilan sumber air, pengaliran air baku,

Ekonomi

pengolahan air minum, jaringan distribusi air minum Hingga saat ini sebagian anggota masyarakat

sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan masih berpandangan bahwa air sebagai sumber

dengan mempertimbangkan kaidah dan norma kehidupan semata-mata merupakan benda sosial

kelestarian lingkungan. Demikian juga pembangunan (public goods ) yang dapat diperoleh secara cuma-

prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi.

khususnya pengelolaan limbah dan persampahan juga Dampaknya adalah masyarakat tidak mempunyai

dilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian keinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumber

lingkungan. Dengan demikian diharapkan adanya daya air (kualitas dan kuatitas), dan mengeksploitasi

sinergi antara upaya peningkatan kualitas hidup air sebagai benda bebas dan berlebihan, dan stagnasi

masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian (kemacetan) dalam pengembangan ilmu dan teknologi

lingkungan.

untuk penggunaan kembali (reuse ) dan pendaur- ulangan (recycle ) air.

Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Untuk mengubah pandangan tersebut Agar pelayanan air minum dan penyehatan diperlukan upaya kampanye publik kepada seluruh

lingkungan dapat memberikan manfaat secara lapisan masyarakat bahwa air merupakan benda

berkelanjutan, maka pembangunan air minum dan langka yang mempunyai nilai ekonomi dan

penyehatan lingkungan harus mampu mengubah memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya,

perilaku masyarakat dalam menjaga dan baik berupa uang maupun waktu. Sesuai dengan sifat

meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar sebagai benda ekonomi, maka prinsip utama dalam

menuju kualitas hidup lebih baik. Upaya yang dilakukan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan

adalah menjadikan komponen pendidikan perilaku adalah pengguna harus membayar atas pelayanan

hidup bersih dan sehat sebagai komponen utama yang diperolehnya.

selain komponen fisik dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan.

masyarakat yang sifatnya mendorong dan

Keberpihakan pada Masyarakat

memberdayakan masyarakat agar mereke dapat

merencanakan, membangun dan mengelola sendiri Pada prinsipnya seluruh masyarakat

Miskin

prasarana dan sarana air minum dan penyehatan Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan air

lingkungan serta melaksanakan secara mandiri minum dan penyehatan lingkungan yang layak dan

kegiatan pendukung lainnya.

terjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihat keterbatasan yang dimiliki maka pembangunan air

Peran Aktif Masyarakat

minum dan penyehatan lingkungan harus Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok

dalam setiap tahapan pembangunan air minum dan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak

penyehatan lingkungan. Namun demikian, mengingat beruntung lainnya dalam proses pengambilan

keterbatasan ruang dan waktu maka keterlibatan keputusan sehingga kebutuhan mereka dapat

tersebut melalui mekanisme perwakilan yang terpenuhi secara layak, adil dan terjangkau.

demokratis serta mencerminkan dan merepresentasikan keinginan dan kebutuhan

Peran Perempuan dalam Pengambilan

mayoritas masyarakat.

Keputusan

Peranan perempuan untuk memenuhi

Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran

kebutuhan air minum dan penyehatan lingkungan untuk Yang dimaksud dengan optimal adalah kepentingan sehari-hari sangat dominan, sehingga

kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan sudah sewajarnya perempuan diikutsertakan secara

kemampuan masyarakat, pemerataan akses untuk aktif dalam pembangunan air minum dan penyehatan

semua lapisan masyarakat, dan kenyamanan dalam lingkungan. Hal ini didukung melalui studi yang

mendapatkan pelayanan. Sedangkan tepat sasaran dilakukan oleh UNICEF dengan Bank Dunia terhadap

diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dan proyek-proyek air minum dan penyehatan lingkungan

sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang yang dilakukan di Indonesia, Pelibatan perempuan,

dibangun sesuai dengan permasalahan yang mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

dihadapi oleh masyarakat.

pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbukti meningkatkan

Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya

keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yang Kapasitas dan kemampuan anggaran dibangun.

pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidak mencukupi untuk terus membangun dan mengelola