LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM (1)

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan

rahmat,taufik

dan

hidayah-Nya

sehingga

KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Laporan



ASUHAN

ini dapat terselesaikan pada


waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah praktek klinik
Keperawatan Anak di ruang rawat anak RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH ACEH
BARAT.
Laporan ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini disampaikan rasa terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada

3.

1.

Ns. Diah ayuning. W S.Kep Sebagai koordinator klinik Keperawatan Anak,

2.

Ns. Imran Sabiul, S.Kep,

Rekan–rekan satu kelompok yang telah banyak memberikan dorongan sehingga
terwujud Laporan ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan


kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan Laporan
kasus ini lebih lanjut.
Akhir kata, semoga apa yang telah kami kerjakan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak
satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya
mengalami kejang demam seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5
Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun begitu,
walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat mencemaskan,
menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang
sebenarnya.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar

2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun.
Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi,
mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan
angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali
kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000)

Selama melakukan praktek klinik dalam stase keperawatan anak tanggal 24 april s/d 19
mei 2018 didapati kasus kejang demam sebanyak 31 anak yang dirawat di ruang rawat anak
BLUD Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga,
campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan
oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa
jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat

penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari
kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti
resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang
yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari
cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturunkan melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak.
Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di

rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak
tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
B.

Tujuan


1. Tujuan umum:
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a.

Definisi penyakit kejang demam pada anak.

b.

Etiologi penyakit kejang demam pada anak

c.

Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

d.

Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.


e.

Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

f.

Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

g.

Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

h.

Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A.


Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 oC.

Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

B.

Etiologi Kejang Demam
1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme

7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi

C.

10.

Penyakit degeneratif susunan saraf.

11.

Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.


Patofisiologi Kejang Demam
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b.

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya


c.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat


D.

Nursing Pathway

Infeksi bakteri

Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit

gangguan keseimbangan cairan&elektrolit
perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi

di ruang ekstraseluler
Resiko Infeksi

Proses demam

Hipertermia

Ketidakseimbangan

kelainan neurologis

potensial membran

perinatal/prenatal

ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut

kejang

resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga

kurang dari

lebih dari 15 menit

15 menit
perubahan suplay
Tidak menimbulkan

Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel
Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral

E.

Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1.

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2.

Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F.

Klasifikasi Kejang Demam
A. Kejang demam sederhana
1)

Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2)

Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3)

Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

4)

Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5)

Kejang tidak bersifat tonik klonik

6)

Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
8)

Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9)

Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

B. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang
pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan
terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

G.

Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1.

Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk
pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama

pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

3.

Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4.

Cairan Cerebo Spinal

: Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.
5.

Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

6.

Tansiluminasi

: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka

(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

H.

Penaktalaksanaan Medis
1.

Pengobatan

a.

Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.

b.

Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os

c.

Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.

d.

Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.

e.

Penanganan sportif

1)

Bebaskan jalan napas

2)

Beri zat asam

3)

Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4)

Pertahankan tekanan darah

5)
2.

Pencegahan

a.

Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b.

Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :

Penobarbital :

5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri

:

2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Diazepam

:

(indikasi khusus)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam
berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas
kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala,
anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi
mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)

2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang
tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil
dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental
dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada
penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
B.

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh

5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.

C.
No
1.

Rencana Keperawatan
Dx
Hipertermi

Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan asuhan

Intervensi
1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin

berhubungan

keperawatan selama

2. Monitor warna kulit

dengan proses

2x24 jam diharapkan

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

infeksi

tidak terjadi hipertermi

4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

atau peningkatan suhu

5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan

tubuh dengan kriteria
hasil:
a. Suhu tubuh dalam
rentan normal (36,537oC)
b. Nadi dalam rentan
normal 80-120x/menit
c. RR dalam rentan
normal 18-24x/menit
d. Tidak ada perubahan

membatasi pengunjung
6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan
7. Menganjurkan menggunakan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat
8. Berikan edukasi pada keluarga tentang
kompres hangat dilanjutkan dengan
kompres dingin saat anak demam
9. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat penurun panas

warna kulit dan tidak
2.

Gangguan perfusi

ada pusing.
Setelah diberikan asuhan

1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

jaringan cerebral

keperawatan selama

2. Catat adanya penginkatan TD

berhubungan

2x24 jam diharapkan

3. Monitor jumlah dan irama jantung

dengan kerusakan

pasien tampak tidak

4. Monitor tingkat kesadaran

neuromuskular

lemah, tidak pucat, kulit

otak

tidak kebiruan dengan

5. Monitor GCS

kriteria hasil:
a. TD sistole dan
diastole dalam batas
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
c. Nadi normal 80-90 x/
menit
d. Suhu normal 36-37
derajat celcius
3.

Resiko tinggi

e. GCS 456
Setelah dilakukan

cedra

tindakan keperawatan

berhubungan

selama 2x24 jam

dengan spasme

diharapkan masalah tidak

otot ekstermitas

menjadi aktual dengan
kriteria hasil:
a. Tidak terjadi
kejang
b. Tidak terjadi
cedra

1. Sediakan lingkungan yang aman
untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan
pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya
4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada
4.

Risiko infeksi b/d

Setelah dilakukan askep

keluarga.
1. Batasi pengunjung

penurunan

3x 24 jam infeksi

2. Bersihkan lingkungan pasien secara

imunitas tubuh

terkontrol, status imun

benar setiap setelah digunakan pasien

adekuat

3.

KRITERIA HASIL :

Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat pasien, dan ajari cuci tangan

a. Bebas dari tanda

yang benar

dangejala infeksi.

4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu

b. Keluarga tahu tandatanda infeksi.

menjaga kebersihan klien
5.

c. Angka leukosit

Tingkatkan masukkan gizi yang cukup

6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup

normal (9000–

7.

Anjurkan istirahat

12.000/mm3)

8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
.

5.

Kurangnya

Setelah di lakukan

1. Informasi keluarga tentang kejadian

pengetahuan

tindakan keperawatan

kejang dan dampak masalah, serta

keluarga tentang

selama 2x24 jam

beritahukan cara perawatan dan

penanganan

keluarga mengerti

pengobatan yang benar.

penderita selama

maksud dan tujuan

2. Informasikan juga tentang bahaya yang

dilakukan tindakan
perawatan selama kejang.
kriteria hasil :
b.

Keluarga
mengerti

cara

penanganan
kejang dengan
c.

Keluarga
tanggap

dan

dapat
melaksanakan
peawatan

d.

kejang.

dapat terjadi akibat pertolongan yang

Keluarga

salah.

kejang

mengerti

3. Ajarkan kepada keluarga untuk

berhubungan

penyebab tanda

memantau perkembangan yang terjadi

dengan

yang

akibat kejang.

kurangnya

menimbulkan

informasi.

kejang.

dapat

BAB III

4. Kaji kemampuan keluarga terhadap
penanganan kejang.

PENUTUP
A.

Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena

peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat
seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian
kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas
akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan
segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun
jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan
sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini
sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin

B.

Saran

1.

Untuk RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh
Agar selalu dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik khususnnya
dalam peroses pemberian asuhan keperawatan serta selalu memberi perawatan yang
intensif khususnya pada penderita kejang demam.

2.

Untuk mahasiswa
Mahasiswa harus lebih memperdalam ilmu pengetahuan serta keterampilan dengan
cara terus membaca dan berlatih agar kualitas asuhan yang diberikan pada klien lebih
baik.

3.

Untuk Pihak Akademik
Pihak Akademik diharapkan dapat menyediakan buku sumber yang lebih lengkap
untuk mempermudah mahasiswa mencari literatur yang diperlukan dalam meningkatkan
ilmu pengetahuannya.terutama buku sumber yang berkaitan dengan kasus kejang
demam.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta
Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica
Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.
Judith M. Wilkinson,
Edisi :10.EGC ,Jakarta

(

2016)

Diagnosis

keperawatan

NANDA

NIC-NO,

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018. https://www.scribd.com/doc/240209755/LPKejang-Demam
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.