Model Radial Basis Function Neural Netwok (RBFNN) Untuk Klasifikasi Stadium Kanker Kolorektal.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kanker kolorektal (colo rectal carcinoma) atau yang biasa disebut sebagai kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas terbayak diantara tumor lainnya yang menyerang saluran pencernaan. Lebih dari 60 persen tumor ganas kolorektal berasal dari colonataurectum. Colon merupakan bagian lain dari usus besar yang terletak di atas pinggul. Rectum merupakan bagian 15 cm terakhir dari usus besar dan terletak di dalam rongga panggul di tengah tulang pinggul. Colon dan rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut dengan traktus gastrointestinal. Traktus gastrointestinal berfungsi sebagai penghasil energi bagi tubuh dan membuang zat–zat yang tidak diperlukan tubuh.

Kanker kolorektal merupakan penyakit kanker yang menempati urutan ketiga terbesar di dunia dan penyebab kematian keempat terbanyak di dunia yang disebabkan karena kanker (Gontar Alamsyah Siregar, 2007: 4). Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), pada tahun 2012 kanker kolorektal merupakan penyakit kanker ketiga terbanyak dengan jumlah penderita baru sebanyak 1,36 juta dari 14,1 juta penderita kanker baru dimana peringkat pertama terbanyak didapat pada kanker paru - paru dengan banyak penderita baru 1,82 juta dan peringkat kedua didapat pada kanker payudara dengan banyak penderita baru 1,67 juta. Di Indonesia, kanker kolorektal termasuk ke dalam 10 penyakit kanker (payudara, leher rahim, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring,


(2)

tiroid, dan ovarium) yang banyak di derita masyarakat Indonesia. Tingginya kasus kanker kolorektal disebabkan karena hampir setengah dari pasien terdiagnosis pada tahap lanjutan, sehingga penanganan sulit dilakukan. Banyaknya penderita kanker kolorektal yang terdiagnosis pada tahap lanjutan disebabkan karena pada tahap awal biasanya tidak muncul gejala pada penderita (American Cancer Society, 2011:3). Selain itu, gejala dari kanker kolorektal sering tidak spesifik, sehingga pengenalan dini dari gejala kanker kolorektal menjadi tantangan bagi dokter maupun pasien.

Pemeriksaan dini kanker kolorektal dapat dilakukan kepada pria dan wanita yang berusia di atas 50 tahun dan memiliki faktor resiko menderita kanker kolorektal. Untuk pemeriksaan dini dianjurkan melakukanscreeningtahunan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Guaiac Feal Occult Blood Test (GBFOBT) yang digunakan untuk menemukan darah di dalam feses, Enema barium yaitu barium yang dimasukkan ke dalam usus besar melalui anus kemudian dilakukan foto rontgen dan Colonoscopy (memasukkan kamera kecil untuk memeriksa seluruh bagian usus besar dan rectum). Jika seseorang dinyatakan positif menderita kanker kolorektal maka tindakan yang dilakukan selanjutnya adalah Carcinoembryonic Antigen (CEA) untuk mengetahui perkembangan penyakit sebelum dimulai proses pengobatan.

Setelah kanker dapat dideteksi, maka selanjutnya dilakukan penentuan stadium kanker kolorektal untuk mengetahui tahapan perkembangan kanker


(3)

diderita. Berikut adalah tingkat stadium kanker (National Cancer Institute, 2006: 12) :

Stadium 0 (Carsinoma in Situ ) : kanker hanya terdapat pada lapisan terdalam dari kolon atau rektum.

Stadium I : Sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau rektum, tapi belum menembus keluar dinding.

Stadium II : Sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot dari kolon atau rektum. Tapi sel kanker disekitarnya belum menyebar ke kelenjar getah bening.

Stadium III : Kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening di daerah tersebut, tetapi tidak ke bagian tubuh lain.

Stadium IV : Kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh, seperti hati, paru paru atau, tulang.

Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengklasifikasi kanker kolorektal dengan beberapa metode yang berbeda - beda, salah satunya dilakukan oleh Kim Kyung-Joong & Cho Sung-Bae (2003) yang menggunakan objek Deoxyribonucleic Acid (DNA) dimana DNA berupa data yang penting dalam mendiagnosa kanker dari pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasi ada tidaknya kanker usus besar dengan menggunakan Evelutionary Artificial Neural Netwok(EANN).

Evelutionary Artificial Neural Netwok (EANN) merupakan salah satu model artificial neural netwok (ANN) yang digunakan untuk menyelesaikan masalah


(4)

pengklasifikasian. Artificial neural netwok (ANN) atau yang biasa disebut neural network (NN) merupakan sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologis (Fausett, 1994:3).

Neural network tersusun dengan menggunakan arsitektur. Arsitektur dalam neural network terdiri dari lapisan tunggal (single layer) dan lapisan jamak (multilayer). Neural network dengan lapisan tunggal memiliki keterbatasan dalam pengenalan pola. Kelemahan ini membuat perkembangan neural network terhenti sekitar tahun 1970-an dan dapat ditanggulangi dengan menambahkan satu atau beberapa lapisan tersembunyi (hidden layer) diantara lapisan masukan (input) dan lapisan keluaran (output). (Siang, 2005: 97).Neural networkdengan lebih dari satu lapisan disebut multilayer neural network. Dalam neural netwok banyak model yang dapat digunakan dalam pengklasifikasian. Contoh model neural network yang sering digunakan adalahbackpropogationdanreccurent.

Penelitian untuk masalah klasifikasi mengenai kanker kolorektal dengan menggunakan model backpropogation dan reccurent telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nwoye, et al (2005). Dalam penelitiannya, Nwoye, et al mengklasifikasi risiko kanker kolorektal. Peneliti mengklasifikasikan kanker usus besar ke dalam jenis adenokarsinoma normal dan ganas menggunakan model backpropogation. Data yang digunakan berupa gambar yang ditangkap oleh kamera CCD pada saat proses biopsi polip kolon dengan format TIF. Gambar tersebut diubah menjadi matriks grayscale,


(5)

yang selanjutnya diolah menggunakan backpropogationuntuk mengklasifikasikan gambar.

Penelitian tentang kanker kolorektal dengan menggunakan model backpropogation juga pernah dilakukan oleh Agung Radistya Putra (2012). Dengan menggunakan citra gambar yang diubah ke grayscale, kemudian di ekstraksi citra statistik dan dilanjutkan dengan model backpropogation. Penelitian ini mengklasifikasikan jenis kanker menjadi lymphoma dan carcinoma dengan satu hidden layer.

Selain Agung, penelitian mengenai kanker kolorektal juga dilakukan oleh Reni Setianingrum (2014). Dalam penelitiannya Reni menggunakan model Reccurent Neural Network (RNN) untuk mengklasifikasikan stadium kanker kolorektal dengan tingkatan I sampai IV. Input data digunakan citra gambar yang diubah ke citra greyscale kemudian diekstraksi statistik sehingga mendapat 14 fitur (energy, contrast, correlation, sum of squares, inverse difference moment, sum average, sum variance, sum entropy, entropy, difference variance, difference entropy, maximum probability, homogeneity , dan dissimilarity).

Modelbackpropogationdanreccurentmerupakan modelneural network yang arsitektur jaringannya terdiri dari beberapa lapisan (multilayer). Lapisan tersembunyi model backpropogation dan reccurent dapat terdiri dari beberapa lapisan, sehingga dalam prosesnya dibutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dilakukan beberapa penelitian menggunakan model neural network


(6)

yang lain untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik. Salah satu model neural networklain yang dapat digunakan adalahRadial Basis Function(RBF).

Penelitian menggunakan model RBF telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti penelitian yang dilakukan oleh Nikite Sulistyana (2014). Penelitian Nikite Sulistyana menggunakan model radial basis function untuk mengklasifikasi jenis kanker kolorektal. Dengan menggunakan input sebanyak 300 citra data gambar yang akan diekstrak fitur – fiturnya menggunakan gray level cooccurence matrix (GLCM), didapat 4 fitur (energy, contrast, correlation, dan homogeneity) yang selanjutnya fitur dilatih menggunakan model radial basis function. Hasil dari klasifikasi kanker usus besar berupa penggolongan jenis kanker, yaitu lymphoma, carcinoma,dan normal.

Model RBF terdiri dari lapisaninput,lapisan tersembunyi, dan lapisanoutput. RBF pertama kali digunakan untuk memecahkan permasalahan interpolasi multivariabel (Yildiray & Ozan, 2013). RBF hanya memiliki bobot pada jaringan yang terhubung dari lapisan tersembunyi ke lapisanoutput,terdapat fungsi aktivasi pada lapisan tersembunyi dan mengeluarkan nilai berupa persamaan berupa persamaan non linear, sedangkan pada lapisan output atau akhir proses RBF mengeluarkan nilai berupa persamaan linear (Palit & Popavic, 2005 :86-87).

Ciri khas yang membedakan model RBFNN dengan algoritma NN lain adalah RBFNN hanya memiliki satu lapisan tersembunyi, sedangkan untuk model neural network yang lain terdapat beberapa lapisan tersembunyi. Fungsi aktivasi yang


(7)

sedangkan pada RBF menggunakan fungsi basis radial pada lapisan tersembunyi dan fungsi linear pada lapisan output. Ciri khas RBFNN ini menyebabkan proses kerja RBFNN lebih cepat dibandingkan algoritma NN yang lain.

Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian menggunakan metode radial basis function seperti penelitian Nikite, tetapi digunakan untuk mengklasifikasi kanker kolorektal menjadi beberapa tingkatan (stadium) seperti pada penelitian Reni. Sehingga penelitian menjadi berbeda dengan penelitian sebelumnya. Dimana jika pada penelitian Reni (2014) pengklasifikasian stadium kanker kolorektal menggunakan model reccurent neural network sedangkan pada penelitian ini model yang diunakan adal radial basis function neural network. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nikite (2014) terdapat pada objek pengklasifikasian. Jika pada penelitian Nikite (2014) objek yang digunakan adalah jenis kanker, pada penelitian ini objek yang digunakan adalah stadium kanker kolorektal. Oleh karena itu, skripsi ini diberi judul “Model Radial Basis Function Neural Netwok(RBFNN) untuk Klasifikasi Stadium Kanker Kolorektal”.

Tulisan ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu kesehatan dan ilmu matematika nantinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penentuan stadium kanker kolorektal dengan menggunakan RBFNN ?


(8)

2. Bagaimana ketepatan klasifikasi stadium kanker kolorektal dengan menggunakan model RBFNN ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendiskripsikan proses penentuan stadium kanker kolorektal dengan menggunakan RBFNN.

2. Mendiskripsikan ketepatan akurasi stadium kanker kolorektal dengan menggunakan model RBFNN.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan pengetahuan tentang model RBFNN dalam pengklasifikasian penyakit kanker kolorektal.

2. Menambah referensi dan sumber belajar bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika serta sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.


(9)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal merupakan keadaan dimana jaringan neoplasma ganas berasal atau tumbuh di dalam struktur usus besar (kolon) dan atau rectum. Kanker kolorektal menempati urutan ketiga dunia sebagai penyakit kanker yang paling banyak diderita dan keempat dunia sebagai penyakit kanker yang menyebabkan kematian (Hayat, 2009:3). Terjadinya kaker kolorektal dimulai dari pertumbuhan jaringan abnormal yang dikenal sebagai polip yang berasal dari lapisan mukosa usus besar. Perkembangan kanker kolorektal biasanya membutuhkan waktu 10 sampai dengan 15 tahun. Setelah perkembangan tersebut terjadi, kanker dapat menyebar melalui dinding kolon atau rektum, kemudian bermetastasis ke kelenjar getah bening, darah maupun organ lainnya.

Risiko kematian pada pasien penderita kanker kolorektal disebabkan karena kanker kolorektal seringkali tidak menunjukkan gejala awal yang khas sehingga membuat banyak penderita kanker kolorektal datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut dan upaya pengobatan menjadi sulit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Meyerhardt (2006 : 3527), deteksi dini pada pasien kanker kolorektal dapat mengurangi risiko kematian akibat kanker kolorektal. Oleh karena itu deteksi dini pada pasien kanker kolorektal sangat diperlukan dalam mengatasi kematian akibat kanker kolorektal.


(10)

1. Faktor Risiko Kanker Kolorektal

Faktor risiko merupakan berbagai hal yang mempengaruhi kesempatan seseorang untuk terkena suatu penyakit temasuk kanker kolorektal. Penyebab pasti kanker kolorektal belum diketahui hingga saat ini. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang rentan terkena kanker kolorektal yaitu :

a. Usia, peluang seseorang terdiagnosa penyakit kanker kolorektal meningkat setelah usia 50 tahun. Lebih dari 90% kasus kanker kolorektal terjadi pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia, semakin besar risiko seseorang terkena kanker kolorektal. Sekitar 50% terdiagnosa kanker kolorektal ditemukan pada pasien yang berusia 60-79 tahun.

b. Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa. Untik lesi prekanker polip inflamatori/polip hiperplasma seringkali mengakibatkan kejadian kanker apabila ditemukan pada kolon ascenden (Haggar & Boushey, 2009 : 194).

c. Jenis kelamin, banyak kasus kanker kolorektal lebih tinggi 30% - 40% pada pria dibandingkan pada wanita (American Cancer Society, 2014:3). Akan tetapi menurut Center, et al (2009:368), kasus tertinggi pada wanita juga terdapat di beberapa negara, seperti New Zealand, Australia, dan Israel. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan wanita di Israel tentang kanker kolorektal, yang menyebabkan rendahnya penggunaan alat deteksi dini kanker kolorektal. Sedangkan tingginya kasus kanker kolorektal pada wanita di New Zealand dan Australia dikarenakan peningkatan banyak wanita muda yang merokok.


(11)

d. Riwayat keluarga, yaitu jika salah satu dari anggota keluarga pernah mengidap salah satu jenis kanker, maka risiko seseorang terkena kanker kolorektal akan semakin besar (Bosteanet al, 2013:1494).

e. Riwayat mengidap kanker sebelumnya. Misalnya : wanita yang pernah mengidap kanker ovarium, kanker uterus, dan kanker payudara memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena kanker kolorektal.

f. Etnis, kasus kanker kolorektal dan tingkat kematian tertinggi didapati pada etnis Afrika-Amerika dibandingkan etnis kulit putih dan Asia. Dalam tahun 2006-2010 kasus kejadian kanker kolorektal pada etnis Afrika-Amerika 25% lebih tinggi dan tingkat kematian 50% lebih tinggi dibandingkan dengan etnis kulit putih dan Asia (American Cancer Society, 2014:5).

g. Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit crohn yang menyebabkan inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan risiko terserang kanker kolorektal.

h. Merokok, merokok selama minimal 20 tahun meningkatkan risiko kanker kolorektal hingga 26% dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok. Sedangkan perokok yang mengkonsumsi 20 gram tembakau per hari atau lebih akan berisiko 30% terkena kanker kolorektal. Merokok lebih dari 30 tahun atau lebih dari 20 gram per hari berhubungan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal sebesar 48% (Hansenet al, 2013:415).

i. Makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat dan rendah serat, jarang memakan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan meningkatkan risiko terkena kanker kolorektal.


(12)

j. Obesitas, peningkatan risiko kanker kolorektal berhubungan dengan kelebihan berat badan yang merupakan salah satu risiko penting bagi perkembangan sel–

sel kanker. Obesitas meningkatkan risiko kanker kolorektal sebesar 20% (Monghaddamet al, 2007:2546).

2. Gejala Kanker Kolorektal

Gejala awal kanker kolorektal tidak jelas, seperti penurunan berat badan dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala – gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang cukup besar di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Gejala tumor usus besar terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis) (Tatsuo et al, 2006 : 325).

a. Gejala Lokal

Gejala lokal dari kanker kolorektal antara lain : perubahan kebiasaan buang air besar, perubahan frekuensi buang air besar, sensasi seperti belum selesai buang air besar (masih ingin tapi sudah tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran.

Perubahan wujud fisik kotoran, kotoran bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air besar, kotoran bercampur lendir berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas.


(13)

Muncul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar dan adanya benjolan pada perut terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh masa tumor.

Gejala– gejala lainnya di sekitar lokasi tumor muncul karena kanker dapat tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul darah pada air seni), vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berebihan), gejala – gejala ini terjadi di akhir perjalanan penyakit, menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya (Rockeyet al, 2005 : 308). b. Gejala Umum

Gejala umum seperti terdapat pada keganasan yang lain diantaranya : penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, hilangnya nafsu makan, pasien tampak pucat, sering merasa lelah.

c. Gejala penyebaran

Gejala penyebaran tergantung pada organ tubuh yang terkena. Penyebaran ke hati adalah yang paling sering dengan gejala penderita tampak kuning, nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas di lokasi hati, pembesaran hati biasa tampak pada pemeriksaan fisik (Silvio & Claudio, 2011:1715).

3. Deteksi Dini Kanker Kolorektal

Deteksi dini berupa skrining untuk mengetahui kanker kolorektal memiliki peran penting di dalam memperoleh hasil yang optimal yaitu meningkatkan angka kehidupan dan menurunkan angka kematian yang diakibatkan penyakit kanker kolorektal. Deteksi dini dapat diartikan sebagai penemuan kasus pada individu yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga


(14)

dapat dilakukan penanganan secepatnya. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker kolorektal, antara lain (Asril Zahari, 2011 : 103-108) :

a. Colok dubur. Pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.

b. Test darah tersamar pada feses ( Fecal Occult Blood Test = FOBT) di laboratorium klinik saat usia menginjak 50 tahun. Kanker maupun polip dapat menyebabkan pendarahan dan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT dapat menurunkan angka kematian akibat kanker kolorktal sebesar 16–23%.

c. Sigmoidoscopy, yaitu suatu pemeriksaan dengan alat berupa kabel seperti kabel kopling yang ujungnya terpasang alat petunjuk yang diberi cahaya dan bisa meneropong yang disebut sigmoidoscope. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur ke dalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat terlihat. Sigmoidoscopy dilakukan saat usia menginjak 50 tahun. Bila ditemukan adanya polip, dapat sekalian diangkat. Apabila dalam dua kali pemeriksaan hasilnya tidak terdapat polip, maka pemeriksaan dapat diperpanjang setiap 3-5 tahun.


(15)

d. Colonosopy, sama seperti sigmoidoscopy namun menggunakan kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat dilihat dan diperiksa. Alat yang digunakan adalahcolonoscope.

e. Double-contrast barium enema, yakni pemeriksaan radiologi dengan sinar-X pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum, kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau terdapat kelainan. Pada penelitian ini digunakan data berupa gambar yang berasal dari hasil colonoscopy.

4. Klasifikasi Stadium Kanker Kolorektal

Setelah sel kanker terbentuk di usus besar, sel kanker tumbuh melalui lapisan sepanjang dinding usus besar ataupun rektum. Kanker yang terdapat pada dinding usus juga bisa menembus pembuluh darah atau getah bening (Gambar 2.1). Sel-sel kanker mula – mula menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya, yang merupakan struktur berbentuk seperti kacang yang berfungsi membantu melawan infeksi. Sel-sel kanker juga dapat menyebar melalui pembuluh darah ke hati atau paru-paru, atau dapat menyebar melalui rongga perut ke daerah lain, seperti ovarium. Proses di mana sel-sel kanker menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh darah disebut metastasis (American Cancer Society, 2014 : 2).


(16)

Gambar 2.1Stadium (tingkatan/tahapan) kanker kolorektal

Sejauh mana kanker kolorektal telah menyebar dibagi menjadi beberapa stadium (tingkatan). Penentuan stadium sangat penting dalam menentukan pilihan pengobatan. Menurut National Cancer Institute (2006: 12) klasifikasi stadium kanker kolorektal didefinisikan sebagai berikut:

a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ) : kanker hanya pada lapisan terdalam dari kolon dan rektum.

b. Stadium I : sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau rektum tetapi belum menembus ke luar dinding.

c. Stadium II : sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot kolon atau rektum, tetapi sel kanker di sekitarnya belum menyebar ke kelenjar getah bening.

d. Stadium III : sel kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening di daerah tersebut tetapi tidak ke bagian tubuh yang lain.


(17)

e. Stadium IV : kanker telah menyebar ke bagian lain dari usus besar, seperti hati, paru-paru, atau tulang.

B. Pengolahan Citra Digital

Citra Digital adalah representasi dari citra dua dimensi sebagai sebuah kumpulan nilai digital yang disebut elemen gambar atau piksel (Gonzales & Woods, 2002:2). Citra dua dimensi adalah citra (gambar) yang terdiri dari panjang dan lebar. Piksel adalah sampel dari pemandangan yang mengandung intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat (Usman Ahmad, 2005 : 14). Citra digital terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis citra digital yang sering digunakan adalah citra biner, citra grayscale, dan citra warna. Adapun penjelasan mengenai jenis citra adalah sebagai berikut:

a. Citra biner

Citra biner adalah citra digital yang memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam yang dinyatakan dengan 0 dan putih yang dinyatakan dengan 1. Nilai 0 (hitam) adalahbackground points, biasanya bukan merupakan bagian dari citra sesungguhnya. Sedangkan nilai 1 (putih) adalah region points, yaitu bagian dari citra sebenarnya (bukan latar belakang). Citra biner juga disebut B&W (black and white) atau monokrom. Proses pembineran dilakukan dengan membulatkan ke atas atau ke bawah untuk setiap nilai keabuan dari piksel yang berada di atas atau di bawah nilai batas.

b. Citragrayscale

Citra grayscale atau abu – abu merupakan citra yang mampu menghasilkan gradasi warna abu-abu dari warna hitam hingga warna putih.


(18)

Tingkat keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan, berupa bilangan antara 0 s.d 255. Nilai ini digunakan untuk menunjukkan nilai intensitas. Nilai 0 untuk warna hitam, nilai 255 untuk warna putih dan nilai antara 0 sd 255 untuk warna antara hitam dan putih (keabuan).

c. Citra warna

Citra warna atau yang biasa disebut dengan citra RGB adalah citra digital yang setiap pikselnya mewakili warna kombinasi dari tiga warna dasar yaitu R = Red, G = Green, dan B = Blue. Citra warna disebut juga true color karena mempunyai jumlah warna yang cukup besar yaitu mencapai 16 juta warna.

Pengolahan citra digital (digital image processing) adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik (Munir, 2004 : 3). Untuk memperoleh pola karakteristik yang baik, maka proses pengolahan citra dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas citra. Dalam jaringan syaraf radial basis fungsi (RBF), data input harus memiliki tipe citra dan ukuranpixelyang sama agar lebih mudah dalam perhitungan.

C. Ekstraksi citra

Proses ekstraksi citra merupakan salah satu proses penting dalam pengenalan kelas suatu obyek berupa citra. Pada penelitian ini, metode ekstraksi citra yang digunakan adalah metode Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) . GLCM merupakan suatu metode ekstraksi citra yang banyak digunakan dalam klasifikasi citra dan merupakan salah satu metode yang cukup efektif dalam melakukan klasifikasi karena mampu memberikan informasi yang detail tentang suatu citra dalam hal tekstur (Gadkari, 2004). GLCM berupa suatu matriks yang elemen – elemennya merupakan jumlah pasangan piksel yang memiliki tingkat


(19)

kecerahan tertentu, di mana pasangan piksel itu terpisah dalam suatu jarak dan arah tertentu. Ekstraksi citra yang dilakukan dengan metode GLCM dapat menghasilkan 14 fitur ekstraksi. Ekstraksi citra dapat dilakukan dengan bantuan aplikasi MATLAB R2010a. Namun, fungsi bawaan MATLAB R2010a hanya mampu memberikan 5 fitur ekstraksi saja yaitu entropy, contrast, correlation, energy, dan homogeneity. Fungsi bawaan MATLAB R2010a tersebut adalah sebagai berikut:

) ' . 1 ('a jpg imread

a ; (merupakan perintah untuk membaca gambar) )

( 2gray a rgb

b ; merupakan perintah untuk tranformasi dari citra RGB ke citra abu-abu)

) (b ix graycomatr

glcm ; (merupakan perintah proses GLCM) )

' ' , (glcm all s

graycoprop

stat ; (merupakan perintah yang digunakan untuk mendapatkan nilaicontrast,correlation,homogeneitydanenergy)

) (b entropy

c ; (merupakan perintah untuk mendapatkan nilai entropy) Untuk mendapatkan 9 fitur ekstraksi yang belum terdapat dalam MATLAB R2010a, fungsi yang sudah tersedia dapat dikembangkan secara manual menggunakan scipt yang tersedia dalam MATLAB R2010a. Dengan mengembangkan fungsi yang tersedia pada MATLAB, maka akan didapat 14 fitur ekstraksi yang akan digunakan sebagai variabel input. Fitur –fitur ekstraksi yang didapatkan adalah energy, contrast,correlation, sum of square variance,Inverse Difference Moment (IDM), sum average, sum variance, sum entropy, entropy, difference variance, difference entropy, maximum probability, homogeneity dan dissimiliraity.


(20)

1. Energy

Energyadalah fitur yang digunakan untuk menunjukkan piksel - piksel suatu gambar homogen (Sharma & Mukharjee, 2013:331). Rumus energy (E) adalah sebagai berikut (Mohanaiah,et al., 2013:2):

 



i j j i p

E , 2 (2.1)

dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j. 2. Contrast

Contrast adalah perbedaan intensitas diantara piksel yang terang dan gelap. Rumuscontrast(C) adalah sebagai berikut (Kalas, 2010:20):

 



  i j j i j i p

C , 2 (2.2)

dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j. 3. Correlation

Correlation adalah ukuran tingkat abu – abu linear antara piksel pada posisi tertentu dengan piksel yang lain dan dirumuskan sebagai berikut (Soh & Tsatsoulis, 1999:781):

   



i j x y

y x j i p j i Cr σ σ µ µ , , (2.3) dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j,

 

i j

x {(i)p(i, j)}

µ ,

 

i j

y {(j)p(i, j)}


(21)

 

i j x

x {(i ) p(i, j)}

2

µ

σ , y

 

i j{(iy) p(i, j)}

2

µ σ

4. Sum of square(Variance)

Variance adalah ukuran statistic yang mengukur tingkat keragaman suatu piksel pada citra. Rumus sum of square (variance) (SSV) adalah sebagai berikut (Anami & Burkpalli, 2009: 11):

2 ) )( , (



  i j i j i p

SSV µ (2.4)

dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j, µ=rata-rata

 

i jp(i, j).

5. Entropy

Entropy adalah suatu ukuran keacakan. Entropy menunjukkan jumlah informasi dari sebuah citra yang dibutuhkan untuk mengkompres citra (Mohanaiah et al, 2013:2). Rumus entropy (EN) dari suatu citra adalah sebagai berikut (Harralick,et al., 1973:619):

 



  i j j i p j i p

EN (, )log2 , (2.9)

dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j. 6. Inverse Difference Moment(IDM)

IDM adalah ukuran dari homogenitas lokal. Nilai IDM tinggi ketika level abu-abu (gray level) lokal seragam dan invers dari GLCM tinggi. (Mohanaiah et al, 2013:2). Rumus IDM adalah sebagai berikut (Haralicket al, 1973:619):



i j i j

j i p IDM 2 ) ( 1 ) , ( (2.5)


(22)

dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j. 7. Sum average

Sum averageadalah fitur yang mrnunjukkan seberapa banyak nilai rata– rata piksel yang ada dalam citra. Rumus sum average (SA) adalah sebagai berikut (Haralicket al, 1973:619):

 

   k y x k p k SA ) ( (2.6) dengan, g N i N j y

x p i j i j k k N

p g g

k) 1 1 ( , ); ; 2,3,...,2

( 

 

    

g

N = banyak level abu-abu yang diperoleh dari citra. 8. Sum entropy

Sum entropy adalah fitur yang menunjukkan seberapa banyak level keabu –

abuan yang acak. Rumus sum entropy(SE) adalah sebagai berikut (Haralicket al, 1973:619):

    k y x y

x k p k

p SE

) ( )

( log (2.7)

dengan, g N i N j y

x p i j i j k k N

p g g

k) 1 1 ( , ); ; 2,3,...,2

( 

 

    

g

N = banyak level abu-abu yang diperoleh dari citra.


(23)

Sum variance adalah fitur yang menunjukkan seberapa banyak level keabu-abuan yang bervariasi dari nilai rata-rata (Sharma & Mukharjee, 2013:331). RumusSum variance(SV) adalah sebagai berikut (Harralick,et al., 1973:619):

   k y x k p SE i SV ) ( 2 ) ( (2.8) dengan,

SE = jumlah entropi, N g

i N j y

x p i j i j k k N

p g g

k) 1 1 ( , ); ; 2,3,...,2

( 

 

    

g

N = banyak level abu-abu yang diperoleh dari citra. 10. Difference variance

Difference variance adalah fitur yang menunjukkan perbedaan tingkat keragaman suatu piksel pada citra. Rumus difference variance (DV) adalah sebagai berikut (Harralick,et al., 1973:619):

) var( ) (k y x p

DV (2.10)

dengan,

 

    g g k N i N j y

x p i j

p

1 1 (, );

)

( |i+j|=k; k =0,1,2, ...,(Ng 1)

g

N = banyak level abu-abu yang diperoleh dari citra. 11. Difference entropy

Differenceentropy adalah fitur yang menunjukkan perbedaan keacakan dalam suatu citra. Rumus difference entropy (DE) adalah sebagai berikut (Harralick, et al., 1973:619):

    k y x y

x k p k

p

DE ( ){log( )}

) ( )

( (2.11)


(24)

) 1 ( ,..., 2 , 1 , 0 ; | | ; ) , ( 1 1 ) ( 

 

       g N i N j y

x p i j i j k k N

p g g

k

g

N = banyak level abu-abu yang diperoleh dari citra. 12. Maximum probability

Maximum probability adalah fitur yang menunjukkan peluang tingkat abu-abu (gray level) yang memenuhi relasi pada persamaan entropi dan dirumuskan sebagai berikut (Anami & Burkpalli, 2009:11):

)} , ( { max, p i j

MPij (2.12)

dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j. 13. Homogeneity

Homogeneity adalah fitur ekstraksi yang menunjukkan keseragaman variasi intensitas citra. Homogeneity dirumuskan sebagai berikut (Sharma & Mukharjee, 2013:331):



i j i j

j i p H 1 ) , ( (2.13) dengan, ) , (i j

p = piksel di lokasi baris ke-idan kolom ke-j. 14. Dissimiliraity

Dissimiliraity (D) adalah fitur yang menunjukkan perbedaan tiap piksel dan dirumuskan sebagai berikut (Anami & Burkpalli, 2009:11):



   i j j i j i p

D ( , ) (2.14)


(25)

D. Neural Network (NN)

Artificial neural network atau yang lebih dikenal dengan neural network (NN) yang dalam bahasa indonesia berarti jaringan saraf tiruan merupakan sistem pengolahan informasi yang memiliki karakteristik menyerupai jaringan saraf biologis (Fauset, 1994:3). Hal yang sama diutarakan oleh Kriesel (2005:4), yang menyatakan bahwa pembelajaran NN termotivasi oleh persamaan sistem kerja biologi. Dalam pengoperasian NN, terdapat dasar unit pengolah informasi yang disebut neuron (Siang, 2005:23). Otak manusia diperkirakan memiliki neuron sebanyak 1011 dengan jenis yang berbeda – beda yang saling berhubungan satu sama lain. Neuron pada otak manusia mempunyai 3 bagian utama, yaitu : dendrit, soma (badan sel), dan akson (Gambar 2.2). Dendrit berfungsi menerima sinyal dari neuron lain melalui celah antar neuron yang disebut dengan sinapsis. Sinyal yang diterima dendrit disalurkan ke soma atau badan sel. Kemudian badan sel mengolah sinyal yang diterima dari dendrit. Sinyal yang telah diolah badan sel disalurkan melalui akson yang kemudian kembali melewati sinapsis dan dihubungkan ke neuron lain dan seterusnya (Lin, 1996:205).


(26)

Prinsip kerja NN sama dengan perinsip kerja neuron pada otak manusia. NN bekerja dengan menggunakan tiga lapisan penyusun, yaitu lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan output (output layer). Lapisan input menerima input dari luar yang berupa gambaran dari suatu permasalahan. Lapisan tersembunyi menghubungkan lapisan input dan lapisan output. Keluaran dari lapisan output merupakan hasil NN terhadap permasalahan yang diterima lapisan input. Proses pengiriman sinyal melalui sinapsis pada otak manusia sama halnya dengan pemberian bobot masing – masing variabel input. Sedangkan lapisan tersembunyi pada NN memiliki fungsi yang sama dengan badan sel pada neuron otak manusia, pada NN lapisan tersembunyi mengolahan sinyal yang kemudian didapatkan hasil sebagai output dimana output pada NN berperan sebagai akson pada neuron otak manusia. Sama halnya dengan badan sel yang mengolah informasi yang diterima dendrit, lapisan tersembunyi pada NN melakukan pengolahan informasi yang diterima dari lapisan input dengan cara menjumlahkan hasil kali bobot dengan input yang kemudian diolah dengan menggunakan fungsi aktivasi.

Fungsi aktivasi merupakan salah satu hal yang menentukan karakteristik dari neural network. Menurut Fausett (1994:3) karakteristik dari neural network ditentukan oleh beberapa hal, yaitu: arsitektur, fungsi aktivasi, dan learning algorithm(algoritma pembelajaran).

1. Arsitektur

Arsitektur pada neural network adalah pola hubungan antar neuron pada suatu sistem jaringan. Arsitektur sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan


(27)

target yang akan dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama (Arif Hermawan, 2006 : 38). Menurut Fausett (1994: 12-15) terdapat 3 arsitektur dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain:

a. Jaringan Lapisan Tunggal (Single Layer)

Jaringan lapisan tunggal merupakan metode jaringan yang hanya memiliki satu lapisan dengan bobot terhubung. Jaringan lapisan tunggal ini pertama kali diperkenalkan oleh Widrow dan Hoff pada tahun 1960. Pada model ini, hanya terdapat lapisan input dan satu lapisan output. Arsitektur dari jaringan lapisan tunggal ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Neuron – neuron pada lapisan input dan lapisan output saling terhubung dan memiliki nilai bobot masing –masing tiruan (Kriesel, 2005 : 74).

b. Jaringan Lapisan Banyak (Multi Layer)

Jaringan lapisan banyak ini merupakan jaringan yang memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak di antara lapisan input dan lapisan output yang dinamakan

Gambar 2.3Arsitektur Jaringan Lapisan Tunggal (Single Layer) Bobot LapisanOutput

LapisanInput


(28)

lapisan tersembunyi. Jumlah neuron pada lapisan tersembunyi ini bervariasi tergantung dari kebutuhannya. Setiap neuron pada lapisan input akan tehubung dengan neuron pada lapisan tersembunyi yang juga memiliki nilai bobot masing–

masing. Sementara setiap neuron pada lapisan tersembunyi ini akan terhubung dengan neuron pada lapisan tersembunyi selanjutnya, atau langsung dengan lapisan outputnya. Model jaringanmulti layerditunjukkan pada Gambar 2.4.

c. Jaringan Lapisan Kompetitif

Jaringan dengan lapisan kompetitif memiliki bentuk yang berbeda dengan jaringan lapisan tunggal maupun jaringan lapisan banyak. Pada jaringan dengan lapisan kompetitif, neuron satu dapat saling berhubungan dengan neuron lain. Gambar 2.5 merupakan salah satu contoh arsitektur jaringan kompetitif dengan bobot− .

Lapisan Tersembunyi

LapisanInput LapisanOutput

Gambar 2.4Arsitektur Jaringan Syaraf dengan Banyak Lapisan (Multi Layer)


(29)

2. Fungsi Aktivasi

Untuk dapat mengolah sinyal yang datang dari input, pada lapisan tersembunyi dibutuhkan fungsi aktivasi yang selanjutnya disalurkan ke lapisan output. Fungsi aktivasi akan menentukan output suatu unit (mengubah sinyal input menjadi sinyal output) yang akan dikirim ke unit lain (Fausett,1994: 17). Terdapat beberapa fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam NN, antara lain sebagai berikut:

a. Fungsi Identitas (Linier)

Pada fungsi identitas, nilai output yang dihasilkan sama dengan nilai inputnya (Gambar 2.6). Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi identitas (linear) adalah purelin. Fungsi linear dirumuskan sebagai berikut:

, ) (x x f

y  xR (2.15)

Grafik fungsi identitas dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut :

-1 -1 1

1

Fungsi Identitas ( )

y

x

-1

1

1 1


(30)

b. Fungsi Undak Biner (Threshold)

Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan nama fungsi nilai ambang (threshold). Fungsi undak biner digunakan untuk mengkonversikan input suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi ini sering digunakan pada jaringan dengan lapisan tunggal. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi undak biner adalah hardlim. Fungsi undak biner (denganthreshold0) dirumuskan sebagai berikut:

, ) (  10

f x

y 00

 

x

x (2.16)

Grafik fungsi undak biner tampak pada Gambar 2.7 berikut:

c. Fungsi Bipolar (Symmetric Hard Limit)

Fungsi bipolar hampir sama dengan fungsi undak biner, perbedaannya terletak pada nilaioutputyang dihasilkan. Nilaioutputfungsi bipolar berupa 1 dan -1. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi bipolar adalah hardlims. Fungsi bipolar dirumuskan sebagai berikut (Khalil & Al-Kazzaz, 2009:17):

, ) (  11

f x

y xx00 (2.17)

Grafik fungsi bipolar dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut :

θ

1

Gambar 2.7Fungsi Undak Biner

y


(31)

d. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi sigmoid biner memiliki sifat non-linier sehingga sangat baik untuk menyelesaikan permasalahan kompleks dan bersifat non-linier. Nilai fungsinya terletak antara 0 dan 1. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi sigmoid biner adalah logsig. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai berikut (Fausett, 1994:18):

, 1

1 )

( x

e x

f

y

 

xR (2.18)

Grafik fungsi sigmoid biner dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut :

e. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, perbedaannya terletak pada rentang nilai outputnya. Rentang nilai output

-1 1

Gambar 2.8Fungsi Bipolar

y

x 0


(32)

fungsi sigmoid bipolar adalah -1 sampai 1. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi sigmoid bipolar adalah tansig. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai berikut:

, 1 1 )

( x

x

e e x

f

y

  

xR (2.19)

Grafik fungsi sigmoid bipolar dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut :

3. Learning Algorithm (Algoritma Pembelajaran)

Salah satu bagian terpenting dari konsep jaringan saraf adalah terjadinya proses pembelajaran. Pembelajaran dalam NN didefinisikan sebagai suatu proses dimana parameter-parameter bebas NN diadaptasi melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungan dimana jaringan berada (Suyanto, 2008:74). Proses pembelajaran bertujuan untuk melakukan pengaturan terhadap bobot yang ada pada neural network, sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat sesuai dengan pola data yang dilatih.

Terdapat dua metode yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran NN, yaitu metode pembelajaran terawasi (supervised learning) dan metode tak terawasi (unsupervised learning) (Yeunget al, 1998:5).


(33)

a. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)

Metode pembelajaran pada neural network disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Tujuan pembelajaran terawasi adalah untuk memprediksi satu atau lebih variabel target dari satu atau lebih variabel input (Sarle, 1994:6). Pada proses pembelajaran, satu pola input akan diberikan ke suatu neuron pada lapisan input. Selanjutnya pola akan dirambatkan sepanjang neural network hingga sampai ke neuron pada lapisan output. Lapisan outputakan membangkitkan polaoutputyang akan dicocokan dengan polaoutput targetnya. Error muncul apabila terdapat perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target sehingga diperlukan pembelajaran lagi.

b. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)

Pembelajaran tak terawasi tidak memerlukan target output dan jaringan dapat melakukan training sendiri untuk mengekstrak fitur dari variabel independen (Sarle, 1994:6). Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil outputnya. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu sesuai dengan nilai inputyang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk mengelompokkan unit-unit yang hampir sama ke dalam suatu area tertentu.

Adapun kelebihan NN adalah mampu melakukan pembelajaran, dapat melakukan generalisasi, dan model cenderung stabil, sedangkan kelemahan NN adalah ketidakmampuan mengintepretasi secara fungsional dan kesulitan untuk menentukan banyak neuron serta banyak layer pada lapisan tersembunyi (Vieiraet al, 2003:2).


(34)

E. Ketepatan Hasil Klasifikasi

Setelah proses pembelajaran selesai dilakukan, tahapan selanjutnya adalah pengujian ketepatan hasil klasifikasi (diagnosa). Untuk menguji ketepatan hasil klasifikasi, dapat dilakukan dengan cara menghitung akurasi, spesifisitas, dan sensitivitas. Ketiganya digunakan untuk mengetahui seberapa bagus dan terpercaya hasil klasifikasi yang telah dilakukan. Kemungkinan yang dapat terjadi pada hasil klasifikasi ditunjukkan Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Hasil Uji Diagnosis (Sharma & Mukharje, 2014: 22):

Test Disease Sum

Present Absent

Positive

True Positive (TP) False Positive (FP) TP + FP Negative

False Negative (FN) True Negative (TN) FN + TN Sum

TP + FN FP + TN TP + FN + FP + TN

Keterangan:

TP : pasien memiliki penyakit dan hasil diagnosa tepat TN : pasien tidak memiliki penyakit dan hasil diagnosa tepat

FP : pasien tidak memiliki penyakit tetapi hasil diagnosa menyatakan pasien memiliki penyakit

FN : pasien memiliki penyakit dan hasil diagnosa menyatakan pasien tidak memiliki penyakit

1. Sensitivitas

Spitalnic (2004:1) menyatakatan bahwa sensitivitas adalah peluang hasil uji positif diberikan kepada pasien dengan kondisi memang berpenyakit. Misalnya, jika pada hasil klasifikasi stadium kanker kolorektal didapatkan nilai


(35)

sensitifitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang memilki penyakit kanker kolorektal maka pasien tersebut berpeluang 95% dinyatakan positif (berpenyakit) kanker kolorektal. Rumus sensitivitas adalah sebagai berikut (Zhuet al, 2010:2):

= × 100% (2.20)

2. Spesifisitas

Zhu, et al (2010:2) menyatakan bahwa spesifisitas adalah proporsi dari true negative teridentifikasi secara tepat dalam uji diagnosa. Spesifisitas adalah peluang hasil uji negatif diberikan kepada pasien dengan kondisi memang tidak berpenyakit (Spitalnic, 2004:1). Misalnya, jika pada hasil klasifikasi stadium kanker kolorektal didapatkan nilai spesifitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang tidak berpenyakit kanker kolorektal maka pasein berpeulang 95% dinyatakan negatif (tidak berpenyakit) kanker kolorektal. Rumus spesifisitas adalah sebagai berikut (Zhuet al, 2010:2):

= × 100% (2.21)

3. Akurasi

Akurasi adalah kemampuan tes untuk mengidentifikasi hasil positif maupun hasil negatif secara tepat. Misalnya, pada hasil klasifikasi stadium kanker kolorektal diperoleh nilai akurasi 95% artinya klasifikasi akurat sebesar 95%, baik untuk pasien yang dinyatakan tidak memiliki penyakit kanker kolorektal maupun dinyatakan memiliki penyakit kanker kolorektal stadium 1, stadium 2, stadium 3, dan stadium 4. Rumus akurasi adalah sebagai berikut:


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Agung Radistya Putra. (2012). Klasifikasi Kanker Usus Besar Berbasis Pengolahan Citra Digital Dengan Metode JST Backpropogation. Skripsi Institut Teknologi Telkom Bandung.

American Cancer Society. (2014). Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016. Diakses dari http://www.cancer.org/acs/groups/content/documents/ document/acspc-042280.pdf pada 15 April 2015 pukul 11.50

Anami, B.S. & Burkpalli, V.C. (2009). Texture based Identification and Classification of Bulk Sugary Food Object. ICGST-GVIP Journal, ISSN: 1687-398X, Vol. 9, Hlm. 9-14.

Andrew. D.B. (2002). Radial Basis Function. Handbook of Neural Network Signal Processing. Edited by Yu Hen Hu, Jeng-Neng Hwang.

Arif Hermawan. (2006). Jaringan Syaraf Tiruan (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Andi.

Asril Zahari. (2011). Deteksi Dini, Diagnosa, dan Penatalaksanaan Kanker Kolon dan Rektum. Padang :Repository Universitas Andalas.

Bishop, C.M. (1995). Neural Networks of Pattern Recognition. Birmingham : Clarendon Press Oxford.

Bostean, G., Crespi, C. M., Mc Carthy, W. J. (2013). Associations among Family History of Cancer, Cancer Screening and Lifestyle Behaviors: A Population-Based Study. Cancer Causes Control, Vol. 24, No.8. Hlm. 1491-1503.

Brodjol Sutijo. (2008). Jaringan Syaraf Tiruan Fungsi Radial Basis untuk Pemodelan Data Runtun Waktu.Disertasi Universitas Gadjah Mada. Center, M.,et al. (2009). Worldwide Variation in Colorectal Cancer.CA Cancer J

Clin, Vol.59, Hlm. 366-378.

Chen, S., Cowan, C. F. N., & Grant, P. M. (1991). Orthogonal Least Squares Learning Algorithm for Radial Basis Function Networks. IEEE Transaction on Neural Networks, Vol. 2, No. 2, Hlm. 302-309.

Fausett, L. (1994). Fundamentals of Neural Network: Archetectures, Algoruthms, and Applications.Upper Saddle River, New-Jersey: Prentice-Hall.


(37)

Gadkari, D. (2004). Image Quality Analysis Using GLCM. Orlando: University of Central Florida.

Guntau, J.Endoskopie Atlas. Hamburg, Jerman: Albertinen-Krankenhaus. Diakses dari http://endoskopiebilder.de/kolon_normalbefunde.html pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 17.00 WIB.

Gontar Alamsyah Siregar. (2007).Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Usus Besar. Medan :Repository Universitas Sumatera Utara.

Gonzales, R.C. & Woods, R.E. (2002).Digital Image Processing: Second Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.

Haggar, F.A. & Boushey, R.P. (2009). Colorectal Cancer Epidemiology. Clinics in Colon and Rectal Surgery, Vol. 22, No. 4, Hlm 191-197.

Hansen, R.D., et al. (2013). Effects of Smoking and Antioxidant Micronutrients on Risk of Colorectal Cancer.Clin Gasterol Hepatol, Vol. 11, No. 4, Hlm. 406-415.

Haralick, R.M., Shanmugam, K. & Dinstein, I. (1973). Textural Features for Image Classification.IEEE Transaction on System, Man and Cybernetics, Vol. 3, Hlm. 610-621.

Hayat, M.A. (2009). Method of Cancer Diagnosis, Therapy, and Prognosis : Colorectal Cancer. New Jersey : Springer.

Hota, H.S., Shrivas, A.K., & Singhai, S.K. (2013). Artificial Neural Network, Decision Tree and Statistical Techniques Applied for Designing and Developing E-mail Classifier.International Journal of Recent Technology and Engineering (IJRTE), Vol. 1, Issue 6.

International Agency for Research on Cancer. (2014). World Cancer Factsheet. Diakses dari http://publications.cancerresearchuk.org/downloads/product/ CS_REPORT_WORLD.pdf pada 11 Februari 2015 pukul 14.15 WIB Johnson R.A. & Winchern D.W. (2007).Applied Multivariate Statistical Analysis,

6th ed.Upper Saddle River, New Jersey : Pearson.

Khalil, R.A. & Al-Kazzaz, S.A. (2009). Digital Hardware Implementation of Artificial Neurons Models Using FPGA. Al-Rafidain Engineering, Vol. 17, No.2, Hlm. 12-24.

Kim, Kyung-Joong & Cho, Sung-Bae. (2003). Prediction of Colon Cancer Using an Evolutionary Neural Network.Journal from Elsevier.


(38)

Kriesel, D. (2005). A Brief Introduction to Neural Networks. Germany : University of Bonn.

Lin, C.-T. & Lee, G. (1996). Neuro Fuzzy Systems. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall.

Meyerhardt, J.A., et al. (2006). Physical Activity and Survival After Colorectal Cancer Diagnosis. Journal of Clinical Oncology, Vol. 2, No. 22, Hlm. 3527-3534.

Mohanaiah, P., Sathyanarana, P. & Guru Kumar, L. (2013). Image Texture Feature Extraction Using GLCM Approach. International Journal of Scientific and Research Publications, Vol. 3, Hlm. 1-5.

Monghaddam, A.A., Woodward, M., Huxley, R. (2007). Obesity and Risk of Colorectal Cancer : A Meta Analysis of 31 Studies with 70.000 Events. Cancer Epidemiology Biomarkers Prev., Vol. 16, No. 12, Hlm. 2533-2547.

Munir, R. (2004). Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, Informatika. Bandung. Diakses dari : http://informatika.stei.itb.ac.id/ ~rinaldi.munir/Buku/Pengolahan%20Citra%20Digital/Bab-1_Pengantar% 20Pengolahan%20Citra.pdf pada 12 April 2015 pukul 15.45 WIB.

Murra-Saca, J.Vision and Image Analysis Group. El Savador: Cornell University. Diakses dari http://www.gastrointestinalatlas.com/English/ pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 16.10 WIB.

National Cancer Institute. (2006). Cancer of the Colon and Rectum. Diakses dari http://www.cancer.gov/cancertopics/types/colon-and-rectal pada 12 Februari 2015 pukul 11.35 WIB.

Nikite Sulistiyana. (2014). Klasifikasi Kanker Usus BEsar Berbasis Pengolahan Citra Digital dengan Metode Radial Basis Function (RBF). Skripsi Universitas Gadjah Mada.

Nwoye, E., Khor, L.C., Dlay, S.S., & Woo, W.L. (2005). Spectral and Statistical Features in Fuzzy Neural Expert Machine for Colorectal Adenomas and Adenocarcinoma Classification.Proceeding of SPIE Conference.

Orr, M. J. L. (1996).Introduction to Radial Basis Function Networks.Edinburgh: University of Edinburgh.

Palit, A.K., & Popavic, D. (2005). Computational Intelligence in Time Series Forecasting.Glasgow: Springer.


(39)

Reni Setianingrum. (2014). Klasifikasi Stadium Kanker Kolorektal Menggunakan Model Reccurent Neural Network.Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta. Rockey, D.C., Paulson, E., Niedwiecki, D. (2005). Colonoscopy Detected Colon

Polyps Better than Air Contrast Barium Enema or Computed Tomographick Colonography.Lencet, Vol. 365, Hlm. 305-311.

Sarle, W.S. (1994). Neural Networks and Statistical Models. Proceeding of the Nineteenth Annual SAS Users Group International Conference.

Sharma, M. & Mukharjee, S. (2014). Fuzzy C-Means, ANFIS, and Genetic Algorithm for Segmenting Astroctyoma-A Tybe of Brain Tumor. IAES International Journal of Artificial Intelligence, Vol. 3, Hlm. 16-23.

Shuttleworth, J.K., Todman, A.G., dan Newman, B.M. (2002). Colour Texture Analysis Using Co-occurrence Matrices for Classification of Colon Cancer Images. Proceeding Canadian Conference on Electrical and Computer Engineering, Vol. 2, Hlm. 1134-1139.

Siang, J.J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab.Yogyakarta: Andi.

Silvio, D. & Claudio, F. (2011). Ulcerative Colitis. N Eng J Med, Vol. 365, Hlm. 1713-1725.

Sinta Deni Ariati. (2014). Klasidikasi Stadium Kanker Kolorektal Menggunakan Model Neuro Fuzzy Berbasis Graphical User Interface (GUI). Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta.

Sri Kusumadewi & Sri Hartati. 2006. Neuro-Fuzzy: Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan Syaraf.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Soh, L.K. & Tsatsoulis, C. (1999). Texture Analysis of SAR Sea Ice Imagery Using Gray Level Co-Occurence Matrices. IEEE Transactions On Geoscience and Remote Sensing, Vol. 37, No. 2, Hlm. 780-795.

Spitalnic, S. (2004). Test properties I: Sensitivity, Specificity, and Predictive Values. Wayne: Turner White Communications Inc.

Suyanto. (2008). Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung: Informatika.

Tatsuo A., et al. (2006). Study of Interleukin-6 in the Spread of Colorectal Cancer: The Diagnostic Significance of IL-6. Acta Med, Vol. 60, Hlm. 325-330.


(40)

Usman Ahmad. (2005). Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya. Edisi I. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Vieira, J.A.B., et al. (2003). Neuro-Fuzzy Systems : A Survey. Intelligent Components and Instruments for Control Applications. Elseveir Science. Walpole, R.E. (1992).Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wei,et al.(2011). Forecasting Stock Indices Using Radial Basis Function Neural

Network Optimized By Artificial Fish Swarm Algorithm. Knowledge Based System, Vol. 24, Hlm. 378-385.

Yeung, D.S., et al. (2010). Sensitivity Analysis for Neural Network. Berlin: Springer.

Yildiray, T & Ozan, T. (2013). Comparison of High-Volume Instrument and Advenced Fiber Information System Based on Prediction Performance of Yarn Properties using a Radial Basis Function Neural Network. Textile Research. Vol. 83, Hlm. 130-147.

Zhu, W., Zeng, N., & Wang, N. (2010). Sensitivity, Specificity, Accuracy, Associated Confidence Interval and ROC Analysis with Practical SAS Implementastion. Health Care and Life Science, NESUG (SAS Global Forum).


(1)

sensitifitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang memilki penyakit kanker kolorektal maka pasien tersebut berpeluang 95% dinyatakan positif (berpenyakit) kanker kolorektal. Rumus sensitivitas adalah sebagai berikut (Zhuet al, 2010:2):

= × 100% (2.20)

2. Spesifisitas

Zhu, et al (2010:2) menyatakan bahwa spesifisitas adalah proporsi dari true negative teridentifikasi secara tepat dalam uji diagnosa. Spesifisitas adalah peluang hasil uji negatif diberikan kepada pasien dengan kondisi memang tidak berpenyakit (Spitalnic, 2004:1). Misalnya, jika pada hasil klasifikasi stadium kanker kolorektal didapatkan nilai spesifitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang tidak berpenyakit kanker kolorektal maka pasein berpeulang 95% dinyatakan negatif (tidak berpenyakit) kanker kolorektal. Rumus spesifisitas adalah sebagai berikut (Zhuet al, 2010:2):

= × 100% (2.21)

3. Akurasi

Akurasi adalah kemampuan tes untuk mengidentifikasi hasil positif maupun hasil negatif secara tepat. Misalnya, pada hasil klasifikasi stadium kanker kolorektal diperoleh nilai akurasi 95% artinya klasifikasi akurat sebesar 95%, baik untuk pasien yang dinyatakan tidak memiliki penyakit kanker kolorektal maupun dinyatakan memiliki penyakit kanker kolorektal stadium 1, stadium 2, stadium 3, dan stadium 4. Rumus akurasi adalah sebagai berikut:


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agung Radistya Putra. (2012). Klasifikasi Kanker Usus Besar Berbasis Pengolahan Citra Digital Dengan Metode JST Backpropogation. Skripsi Institut Teknologi Telkom Bandung.

American Cancer Society. (2014). Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016. Diakses dari http://www.cancer.org/acs/groups/content/documents/ document/acspc-042280.pdf pada 15 April 2015 pukul 11.50

Anami, B.S. & Burkpalli, V.C. (2009). Texture based Identification and Classification of Bulk Sugary Food Object. ICGST-GVIP Journal, ISSN: 1687-398X, Vol. 9, Hlm. 9-14.

Andrew. D.B. (2002). Radial Basis Function. Handbook of Neural Network Signal Processing. Edited by Yu Hen Hu, Jeng-Neng Hwang.

Arif Hermawan. (2006). Jaringan Syaraf Tiruan (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Andi.

Asril Zahari. (2011). Deteksi Dini, Diagnosa, dan Penatalaksanaan Kanker Kolon dan Rektum. Padang :Repository Universitas Andalas.

Bishop, C.M. (1995). Neural Networks of Pattern Recognition. Birmingham : Clarendon Press Oxford.

Bostean, G., Crespi, C. M., Mc Carthy, W. J. (2013). Associations among Family History of Cancer, Cancer Screening and Lifestyle Behaviors: A Population-Based Study. Cancer Causes Control, Vol. 24, No.8. Hlm. 1491-1503.

Brodjol Sutijo. (2008). Jaringan Syaraf Tiruan Fungsi Radial Basis untuk Pemodelan Data Runtun Waktu.Disertasi Universitas Gadjah Mada. Center, M.,et al. (2009). Worldwide Variation in Colorectal Cancer.CA Cancer J

Clin, Vol.59, Hlm. 366-378.

Chen, S., Cowan, C. F. N., & Grant, P. M. (1991). Orthogonal Least Squares Learning Algorithm for Radial Basis Function Networks. IEEE Transaction on Neural Networks, Vol. 2, No. 2, Hlm. 302-309.

Fausett, L. (1994). Fundamentals of Neural Network: Archetectures, Algoruthms, and Applications.Upper Saddle River, New-Jersey: Prentice-Hall.


(3)

Gadkari, D. (2004). Image Quality Analysis Using GLCM. Orlando: University of Central Florida.

Guntau, J.Endoskopie Atlas. Hamburg, Jerman: Albertinen-Krankenhaus. Diakses dari http://endoskopiebilder.de/kolon_normalbefunde.html pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 17.00 WIB.

Gontar Alamsyah Siregar. (2007).Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Usus Besar. Medan :Repository Universitas Sumatera Utara.

Gonzales, R.C. & Woods, R.E. (2002).Digital Image Processing: Second Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.

Haggar, F.A. & Boushey, R.P. (2009). Colorectal Cancer Epidemiology. Clinics in Colon and Rectal Surgery, Vol. 22, No. 4, Hlm 191-197.

Hansen, R.D., et al. (2013). Effects of Smoking and Antioxidant Micronutrients on Risk of Colorectal Cancer.Clin Gasterol Hepatol, Vol. 11, No. 4, Hlm. 406-415.

Haralick, R.M., Shanmugam, K. & Dinstein, I. (1973). Textural Features for Image Classification.IEEE Transaction on System, Man and Cybernetics, Vol. 3, Hlm. 610-621.

Hayat, M.A. (2009). Method of Cancer Diagnosis, Therapy, and Prognosis : Colorectal Cancer. New Jersey : Springer.

Hota, H.S., Shrivas, A.K., & Singhai, S.K. (2013). Artificial Neural Network, Decision Tree and Statistical Techniques Applied for Designing and Developing E-mail Classifier.International Journal of Recent Technology and Engineering (IJRTE), Vol. 1, Issue 6.

International Agency for Research on Cancer. (2014). World Cancer Factsheet. Diakses dari http://publications.cancerresearchuk.org/downloads/product/ CS_REPORT_WORLD.pdf pada 11 Februari 2015 pukul 14.15 WIB Johnson R.A. & Winchern D.W. (2007).Applied Multivariate Statistical Analysis,

6th ed.Upper Saddle River, New Jersey : Pearson.

Khalil, R.A. & Al-Kazzaz, S.A. (2009). Digital Hardware Implementation of Artificial Neurons Models Using FPGA. Al-Rafidain Engineering, Vol. 17, No.2, Hlm. 12-24.


(4)

Kriesel, D. (2005). A Brief Introduction to Neural Networks. Germany : University of Bonn.

Lin, C.-T. & Lee, G. (1996). Neuro Fuzzy Systems. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall.

Meyerhardt, J.A., et al. (2006). Physical Activity and Survival After Colorectal Cancer Diagnosis. Journal of Clinical Oncology, Vol. 2, No. 22, Hlm. 3527-3534.

Mohanaiah, P., Sathyanarana, P. & Guru Kumar, L. (2013). Image Texture Feature Extraction Using GLCM Approach. International Journal of Scientific and Research Publications, Vol. 3, Hlm. 1-5.

Monghaddam, A.A., Woodward, M., Huxley, R. (2007). Obesity and Risk of Colorectal Cancer : A Meta Analysis of 31 Studies with 70.000 Events. Cancer Epidemiology Biomarkers Prev., Vol. 16, No. 12, Hlm. 2533-2547.

Munir, R. (2004). Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, Informatika. Bandung. Diakses dari : http://informatika.stei.itb.ac.id/ ~rinaldi.munir/Buku/Pengolahan%20Citra%20Digital/Bab-1_Pengantar% 20Pengolahan%20Citra.pdf pada 12 April 2015 pukul 15.45 WIB.

Murra-Saca, J.Vision and Image Analysis Group. El Savador: Cornell University. Diakses dari http://www.gastrointestinalatlas.com/English/ pada tanggal 21 Maret 2013 pukul 16.10 WIB.

National Cancer Institute. (2006). Cancer of the Colon and Rectum. Diakses dari http://www.cancer.gov/cancertopics/types/colon-and-rectal pada 12 Februari 2015 pukul 11.35 WIB.

Nikite Sulistiyana. (2014). Klasifikasi Kanker Usus BEsar Berbasis Pengolahan Citra Digital dengan Metode Radial Basis Function (RBF). Skripsi Universitas Gadjah Mada.

Nwoye, E., Khor, L.C., Dlay, S.S., & Woo, W.L. (2005). Spectral and Statistical Features in Fuzzy Neural Expert Machine for Colorectal Adenomas and Adenocarcinoma Classification.Proceeding of SPIE Conference.

Orr, M. J. L. (1996).Introduction to Radial Basis Function Networks.Edinburgh: University of Edinburgh.

Palit, A.K., & Popavic, D. (2005). Computational Intelligence in Time Series Forecasting.Glasgow: Springer.


(5)

Reni Setianingrum. (2014). Klasifikasi Stadium Kanker Kolorektal Menggunakan Model Reccurent Neural Network.Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta. Rockey, D.C., Paulson, E., Niedwiecki, D. (2005). Colonoscopy Detected Colon

Polyps Better than Air Contrast Barium Enema or Computed Tomographick Colonography.Lencet, Vol. 365, Hlm. 305-311.

Sarle, W.S. (1994). Neural Networks and Statistical Models. Proceeding of the Nineteenth Annual SAS Users Group International Conference.

Sharma, M. & Mukharjee, S. (2014). Fuzzy C-Means, ANFIS, and Genetic Algorithm for Segmenting Astroctyoma-A Tybe of Brain Tumor. IAES International Journal of Artificial Intelligence, Vol. 3, Hlm. 16-23.

Shuttleworth, J.K., Todman, A.G., dan Newman, B.M. (2002). Colour Texture Analysis Using Co-occurrence Matrices for Classification of Colon Cancer Images. Proceeding Canadian Conference on Electrical and Computer Engineering, Vol. 2, Hlm. 1134-1139.

Siang, J.J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab.Yogyakarta: Andi.

Silvio, D. & Claudio, F. (2011). Ulcerative Colitis. N Eng J Med, Vol. 365, Hlm. 1713-1725.

Sinta Deni Ariati. (2014). Klasidikasi Stadium Kanker Kolorektal Menggunakan Model Neuro Fuzzy Berbasis Graphical User Interface (GUI). Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta.

Sri Kusumadewi & Sri Hartati. 2006. Neuro-Fuzzy: Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan Syaraf.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Soh, L.K. & Tsatsoulis, C. (1999). Texture Analysis of SAR Sea Ice Imagery Using Gray Level Co-Occurence Matrices. IEEE Transactions On Geoscience and Remote Sensing, Vol. 37, No. 2, Hlm. 780-795.

Spitalnic, S. (2004). Test properties I: Sensitivity, Specificity, and Predictive Values. Wayne: Turner White Communications Inc.

Suyanto. (2008). Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung: Informatika.

Tatsuo A., et al. (2006). Study of Interleukin-6 in the Spread of Colorectal Cancer: The Diagnostic Significance of IL-6. Acta Med, Vol. 60, Hlm.


(6)

Usman Ahmad. (2005). Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya. Edisi I. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Vieira, J.A.B., et al. (2003). Neuro-Fuzzy Systems : A Survey. Intelligent Components and Instruments for Control Applications. Elseveir Science. Walpole, R.E. (1992).Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wei,et al.(2011). Forecasting Stock Indices Using Radial Basis Function Neural

Network Optimized By Artificial Fish Swarm Algorithm. Knowledge Based System, Vol. 24, Hlm. 378-385.

Yeung, D.S., et al. (2010). Sensitivity Analysis for Neural Network. Berlin: Springer.

Yildiray, T & Ozan, T. (2013). Comparison of High-Volume Instrument and Advenced Fiber Information System Based on Prediction Performance of Yarn Properties using a Radial Basis Function Neural Network. Textile Research. Vol. 83, Hlm. 130-147.

Zhu, W., Zeng, N., & Wang, N. (2010). Sensitivity, Specificity, Accuracy, Associated Confidence Interval and ROC Analysis with Practical SAS Implementastion. Health Care and Life Science, NESUG (SAS Global Forum).