00 JEJAK VOL 2 NO 2 SEP 20093

(1)

ISSN 1979–715X

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNNES

JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Volume 2, Nomor 2, September 2009

DAFTAR ISI

ƒ Dampak Perubahan Upah terhadap Output dan Kesempatan Kerja Industri Manufaktur di Jawa Tengah

Imam Juhari dan Hastarini Dwi Atmanti ... 91 –- 103

ƒ Disparitas dan Spesialisasi Industri Manufaktur Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

Kusumantoro ... 104 – 113

ƒ Anatomi Makro Ekonomi Regional: Studi Kasus di Propinsi DIY

Ahmad Ma’ruf ... 114 – 125

ƒ Neoliberalisme: Antara Mitos dan Harapan

Etty Soesilowati ... 126 – 134

ƒ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang

Mardiana Ratna Sari dan Bambang Prishardoyo ... 135 – 143

ƒ Perencanaan Pengembangan Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan di Kabupaten Kulonprogo

Fafurida ... 144 – 155

ƒ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi PMA di Batam

Muhammad Zaenuddin ... 156 – 166

ƒ Identifikasi Potensi Ekonomi Daerah Boyolali, Karanganyar, dan Sragen

Kartika Hendra Titisari ... 167 – 182


(2)

PENGANTAR REDAKSI

É

Ο

ó

¡

Î

0

«

!

$

#

Ç

⎯≈

u

Η

÷

q

§

9

$

#

É

ΟŠ

Ï

m

§

9

$

#

Puji syukur redaksi JEJAK panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kali ini redaksi mampu hadir kembali dengan menyajikan berbagai artikel di bidang ekonomi pembangunan pada khususnya. Pada edisi ini JEJAK volume 2 nomor 2 kali ini tetap konsisten terbit dengan 8 artikel hasil penelitian, dan dari 8 artikel tersebut, 4 artikel (50 persen) merupakan artikel dari luar Institusi FE UNNES. Artinya, JEJAK makin tetap terus digemari oleh khalayak akademika di luar FE UNNES.

Artikel pertama mencoba mengkaji dampak perubahan upah terhadap output dan kesempatan kerja industri manufaktur di Jawa Tengah, yang ditulis oleh Imam Juhari dan Hastarini Dwi Atmanti. Berkaitan tentang kajian industri, artikel kedua yang ditulis oleh Kusumantoro juga menganalisis tentang industri manufaktur terutama tentang disparitas dan spesialisasi industri manufaktur pada Kabupaten dan Kota di Jawa Tengan. Artikel ketiga dan keempat menganalisis tentang makro ekonomi dan sistem perekonomian, yakni yang ditulis oleh Ahmad Ma’ruf menganalisis tentang Ekonomi regional dan yang ditulis oleh Etty Soesilowati menganalisis tentang sistem neoliberalisme antara mitos dan harapan.

Selanjutnya, artikel lain cenderung menganalisis tentang persoalan perencanaan dan kebijakan ekonomi di daerah. Artikel tersebut antara lain membahas tetang; faktor-faktor yang mempengaruhi kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kabupaten Semarang yang ditulis oleh Mardiana Ratna Sari dan Bambang Prishardoyo, serta artikel tentang perencanaan pengembangan sektor pertanian pada sub sektor tanaman pangan di Kabupaten Kulonprogo yang ditulis oleh Fafurida. Selanjutnya, analisis tentang faktor-faktor yang mempenga-ruhi kebijakan investasi PMA di Batam telah ditulis oleh Muhammad Zaenuddin, dan identifikasi potensi ekonomi daerah Boyolali, Karanganyar dan Sragen ditulis oleh kartika Hendra Titisari.

Demikian isi artikel dalam edisi kali ini, akhir kata Redaksi mengucapkan banyak terima kasih kepada para penulis dan mitra bestari atas kerjasama yang baik selama ini. Harapan Redaksi, semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.

Wassalamualaikum wr. Wb.

Semarang, September 2009 Pimpinan Redaksi


(3)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 91

DAMPAK PERUBAHAN UPAH TERHADAP OUTPUT DAN KESEMPATAN KERJA

INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH

Imam Juhari 1 Hastarini Dwi Atmanti 2

Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang email:hastarini@yahoo.com

ABSTRACT

The study arms to analyze the impact of changes in wages manufacturing sector’s output and employment in the manufacturing sector in Central Java Province, and to analyze the manufacturing sector linkages with other sectors, both connections to the forward and backward linkages in Central Java Province. To analyze the manufacturing sector linkages analysis used backward and forward linkages. While to analyze the impact of a wage increase manufacturing sector’s output and employment, the first step taken is to determine the amount of wage increase manufacturing sector which then serve as a shock. The second step is to analyze the influence of wage increases shock on output and employment in the manufacturing sector in Central Java Province. In this study use Input Output tables of Central Java in 2004. The result showed that 35 sub sectors in manufacturing industry sector based on I_O tables of Central Java in 2004, 25 sub sectors have relevance to a larger rear. The increase in wages in manufacturing sector in 2005 led to the manufacturing industry sector in Central Java to increase its output of 2,879,359.31 million dollars. The increase in output that occurs later will have an impact on increasing employment opportunities in manufacturing sector of 43,529 inhabitants.

Keywords: impact of rising wages, the manufacturing industry. PENDAHULUAN12

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2005 sebesar 143.051.213,88 juta rupiah (BPS Jawa Tengah, 2006). Pada tahun 2001 sampai 2005 sektor yang paling besar kontribusinya adalah sektor industri. Pada tahun 2005 kontribusi sektor industri sebesar 32,23% dari total PDRB Jawa Tengah, diikuti sektor perdagangan dan sektor pertanian dengan kontribusi masing-masing sebesar 21,01% dan 20,92%.

Sesuai dengan Tabel 1 di bawah, output yang dihasilkan oleh sub sektor pada sektor industri manufaktur pada tahun 2001 sampai dengan 2005 relatif fluktuatif. Secara total terjadi kenaikan nilai output sektor industri manufaktur pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya, nilai output sektor industri manufaktur pada tahun 2005 mencapai Rp65.350.215,00. Untuk masing-masing sub sektor industri manufaktur, sub sektor yang mengalami kenaikan nilai output pada tahun 2005 dibandingkan

1) Alumnus Sarjana Ekonomi FE UNDIP

2) Staf Pengajar Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNNDIP

tahun sebelumnya, adalah subsektor tekstil, subsek-tor kertas dan kimia, subseksubsek-tor non logam dan logam, sedangkan untuk subsektor makanan dan subsektor lain, nilai outputnya cenderung turun. Subsektor tekstil merupakan subsektor yang memiliki nilai output paling tinggi yaitu sebesar Rp19.036.925 pada tahun 2005.

Peran setiap sektor dalam pertumbuhan eko-nomi regional tentu akan berdampak pada keadaan ketenagakerjaan. Setiap sektor ekonomi akan dapat menyerap tenaga kerja dalam perekonomian regional tersebut. Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi berarti terjadi peningkatan kesejahteraan di dalam masyarakat. Tabel 2 menggambarkan banyaknya tenaga kerja yang ada di sektor industri manufaktur menurut subsektor industri manufaktur. Jumlah tena-ga kerja yang bekerja pada sektor industri manufak-tur periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 relatif fluktuatif. Untuk tahun 2005 jumlah total tenaga kerja yang bekerja pada sektor industri manufaktur sebesar 62.0849 jiwa, kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 555.231 jiwa. Subsektor pada sektor industri manufaktur yang mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada


(4)

tahun 2005 adalah subsektor makanan, subsektor tekstil, subsektor kertas dan kimia dan subsektor lainnya. Sedangkan, subsektor yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja yang bekerja adalah subsektor mineral non logam dan logam.

Tabel-3 menunjukkan, bahwa produktivitas tenaga kerja di masing-masing subsektor industri manufaktur. Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keselu-ruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan persatuan waktu. Produktivitas masing-masing faktor produksi dapat dilakukan secara bersama-sama maupun sendiri (Payaman, 2001: 38-39).

Untuk negara berkembang seperti Indonesia, tingkat produktivitas kerja buruh secara umum masih rendah. Sistem pengupahan memiliki fungsi sosial

dan ekonomi. Melalui fungsi sosial berarti bahwa sis-tem pengupahan itu harus dapat menjamin kehi-dupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. Melalui fungsi ekonomi berarti bahwa upah yang diterima oleh setiap pekerja harus cukup atau meme-nuhi kebutuhan hidup minimalnya supaya produktivi-tas kerjanya dapat ditingkatkan. (Payaman J. Siman-juntak, 1982: 23). Tetapi di sisi lain peningkatan upah akan mengakibatkan penurunan permintaan tenaga kerja, dan peningkatan upah yang terlalu tinggi akan meningkatkan beban bagi pengusaha, kondisi ini memungkinkan pengusaha akan mengurangi para pekerjanya.

Usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari usaha peningkatan upah pekerja dalam sektor ekonomi. Bagi pekerja upah merupakan

Tabel 1. Nilai Output Industri Manufaktur Per Sub Sektor Di Jawa Tengah 2001-2005 (Juta Rupiah)

Sub Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

Makanan 19.021.010 20.874.748 19.775.980 18.784.910 17.165.547

Tekstil 17.275.078 19.554.761 17.211.850 19.024.495 19.036.925

Kertas & Kimia 10.357.772 9.812.779 7.649.218 12.738.769 15.017.682

Mineral Non Logam & Logam 3.211.367 2.730.092 3.475.153 4.788.399 5.751.792

Lainnya 9.600.340 7.442.670 8.839.266 8.561.863 8.378.267

Total 59.465.569 60.415.052 56.951.468 63.898.439 65.350.215

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2007

Tabel 2. Tenaga Kerja yang Bekerja pada Industri Manufaktur per Subsektor di Jawa Tengah tahun 2001-2005

Sub Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

Makanan 154.701 154.578 155.090 149.313 161.924

Tekstil 217.786 214.933 205.044 200.235 243.368

Kertas & Kimia 92.770 98.915 89.386 79.892 83.086

Mineral Non Logam & Logam 24.308 13.489 22.296 20.204 19.950

Lainnya 114.342 104.514 103.542 105.587 112.521

Total 603.907 586.429 575.358 555.231 620.849

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2007

Tabel 3. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Menurut Subsektor di Jawa Tengah tahun 2001-2005

Sub Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

Makanan 122.953 135.043 127.513 125.809 106.010

Tekstil 79.321 90.981 83.942 95.011 78.223

Kertas & Kimia 111.650 99.204 85.575 159.450 180.749

Mineral Non Logam & Logam 132.112 202.394 155.864 237.003 288.310

Lainnya 83.962 71.212 85.369 81.088 74.460


(5)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 93 salah satu sarana untuk meningkatkan kesejahteraan

pekerja dan keluarganya secara langsung, karena kenaikan upah akan berdampak langsung pada meningkatnya pendapatan nominal mereka.

Pokok masalah yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak perubahan upah terhadap output dan kesempatan kerja pada sektor industri manufaktur di Propinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak perubahan upah sektor indutri manufaktur terhadap output dan kesempatan kerja pada sektor industri manufaktur di Provinsi Jawa Tengah serta untuk menganalisis keterkaitan sektor industri manu-faktur dengan sektor-sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang, sehingga penelitian ini dapat mengetahui sektor mana yang dapat dijadikan sebagai prioritas dalam pemba-ngunan ekonomi.

LANDASAN TEORI

Teori Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja timbul sebagai akibat dari permintaan konsumen atas barang dan jasa, sehingga permintaan tenaga kerja merupakan per-mintaan turunan (derived demand) (Payaman, 2001: 89). Menurut Arfida BR. (2003: 62) menyatakan pengaruh output terhadap permintaan tenaga kerja dimulai dari penurunan upah pasar. Turunnya upah pasar, biaya produksi perusahaan akan mengalami penurunan. Dalam pasar persaingan sempurna, jika diasumsikan harga produk konstan, maka penurunan biaya ini akan menaikkan kuantitas output yang memaksimalkan keuntungan. Untuk alasan tersebut perusahaan akan memperluas penggunaan tenaga kerja.

Sementara itu, upah diartikan sebagai pemba-yaran ke atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengu-saha. Upah dibedakan menjadi dua pengertian upah: upah uang dan upah riil. Upah uang adalah jumlah uang yang diterima pekerja dari pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental maupun fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi. Upah riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi

kebu-tuhan para pekerja (Sadono, 1985: 297-298). Upah yang diterima pekerja merupakan pendapatan bagi pekerja dan keluarganya sebagai balas jasa atau imbalan atas pekerjaan yang dilakukan dalam proses produksi. Bagi perusahaan upah merupakan biaya dari pengggunaan faktor produksi sebagai input dari proses produksi, dengan demikian besar kecilnya upah akan berpengaruh terhadap biaya produksi perusahaan.

Selanjutnya, Arfida BR (2003: 159-161) menye-butkan beberapa alasan penyebab dinamiknya upah adalah sebagai berikut:

1. Produktivitas

Karena produktivitas merupakan sumber yang dapat menambah pendapatan perusahaan, maka bila produktivitas naik maka upah juga cenderung naik.

2. Besarnya penjualan

Penjualan adalah sumber pendapatan usaha yang menentukan kemampuan membayar. 3. Laju inflasi

Bagi sebuah rumah tangga, daya beli merupakan unsur yang penting dari upah yang diterima dan bukan upah nominalnya. Oleh sebab itu, laju inflasi yang digunakan untuk mendeflasi upah nominal menjadi upah riil sangat penting.

4. Sikap pengusaha

Kecepatan perubahan tingkat upah tergantung sikap pengusaha dalam menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah berubah.

5. Institusional

Undang-undang mengharuskan perusahaan be-sar untuk mengadakan kesepakatan kerja ber-sama dengan serikat pekerja yang memang diinginkan oleh anggotanya. Oleh karena itu dalam perusahaan di mana ada serikat pekerja tingkat upahnya diharapkan lebih dinamis mengikuti perkembangan dari pada perusahaan tanpa serikat pekerja

Produktivitas tenaga kerja didefinisikan sebagai rasio antara output yang dihasilkan oleh seorang individu dengan jam kerja yang digunakan untuk memperoleh upah (McConnel dan Brue, 1995 dalam Wildan Syafitri, 2003: 26). Sadono Sukirno (2002: 356) menyatakan produktivitas sebagai produksi


(6)

yang diciptakan oleh seorang pekerja pada suatu waktu tertentu. Upah riil yang diterima tenaga kerja sangat tergantung pada produktivitas tenaga kerja tersebut.

Hubungan upah dan produktivitas juga dijelas-kan melalui teori produktivitas marjinal. Teori ini men-jelaskan bahwa pengusaha tetap akan menambah pekerja hingga jumlah tertentu yaitu nilai produk-tivitas masih cukup atau lebih baik untuk membiayai upah pekerja tersebut. Pada praktiknya teori ini lebih memperhitungkan tingkat produktivitas pekerja. Pengusaha akan menambah pekerja hanya sampai tingkat tertentu, yaitu pertambahan produktivitas marjinal sama dengan upah yang diberikan kepada mereka (Roger, 2000: 569-571).

Produktivitas dan Kesempatan Kerja

Menurut Mc Eachern , A. William (2000: 497), produktivitas adalah rasio antara ukuran output tertentu terhadap ukuran input tertentu, seperti misalnya output per jam tenaga kerja. Produktivitas sendiri menurut Payaman J. Simanjuntak (2001: 38) merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan per satuan waktu. Produktivitas tenaga kerja juga memberikan pengertian tingkat kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan produk (Wildan, 2003: 26).

Selanjutnya, Payaman, (2001: 95) menyatakan pertambahan produktivitas kerja dapat mempenga-ruhi kesempatan kerja, di mana akan terjadi peru-bahan permintaan tenaga kerja dalam jangka pan-jang melalui:

1. Peningkatan produktivitas kerja dengan jumlah hasil produksi yang sama diperlukan tenaga kerja dengan jumlah yang lebih sedikit.

2. Peningkatan produktivitas tenaga kerja yang diperoleh atas keberhasilan penurunan biaya produksi per unit, sehingga dapat menurunkan harga jual, kemudian diikuti dengan bertambah-nya permintaan akan produksi tersebut. Akhir-nya mendorong pertambahan akan produksi yang hal ini akan menambah permintaan tenaga kerja.

3. Upah pekerja bertambah besar sehubungan dengan peningkatan produktivitas kerja. Hal ini akan meningkatkan pendapatan dan daya beli

pekerja, sehingga permintaan akan barang-barang konsumsi bertambah juga. Kondisi ini pada akhirnya akan mendorong peningkatan produksi barang. Sehingga hal ini akan mening-katkan permintaan tenaga kerja.

Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran terhadap pekerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensuplai untuk ditawarkan. Secara khusus kurva penawaran tenaga kerja yang dimak-sud adalah menggambarkan berbagai kemungkinan tingkat upah dan jumlah maksimum satuan pekerja yang ditawarkan oleh pensuplai pekerja pada waktu tertentu ( Aris, 1990: 27).

Arfida BR. (2003: 64) menyebutkan jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan suatu perekonomian tergantung pada (1) jumlah penduduk, (2) persentase jumlah penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja, dan (3) jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Lebih lanjut, masing-masing dari ketiga komponen ini dari jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan tergantung pada upah pasar.

Payaman, (2001: 102) menyatakan besarnya waktu yang disediakan atau dialokasikan oleh suatu keluarga untuk keperluan bekerja merupakan fungsi dari tingkat upah. Pada tingkat upah tertentu penye-diaan waktu bekerja dari keluarga bertambah bila tingkat upah bertambah. Setelah mencapai tingkat upah tertentu, pertambahan upah lebih lanjut justru mengurangi waktu yang disediakan oleh keluarga untuk keperluan bekerja. Hal ini disebut backward bending supply curve, atau kurva penawaran yang membelok (mundur).

Kurva penawaran tenaga kerja yang membalik ke belakang terjadi jika efek pendapatan kenaikan upah lebih besar dari pada efek subtitusi kenaikan upah. Bila efek subtitusi akibat kenaikan upah lebih besar dari pada efek pendapatan, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan naik bersamaan kenaikan upah. Di atas tingkat upah tertentu, efek pendapatan lebih besar dari pada efek subtitusi. Di atas tingkat upah tersebut, kurva penawaran bengkok ke bela-kang, kenaikan upah lebih lanjut mengurangi jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (Mc Eachern, 2000: 221).


(7)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 95

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan model input -output statis, di mana di dalam model input-output leontief statis kegiatan ekonomi dibagi dalam n sektor dan menggambarkan adanya aliran input yang digunakan dan output yang dihasilkan untuk masing-masing sektor. Output yang dihasilkan oleh masing-masing sektor akan digunakan untuk input antara permintaan akhir.

Jika dituliskan dalam rumus sebagai berikut: Xi =

+

n

j i ij Y

z (1)

Dimana: Xi : output yang dihasilkan oleh sektor i

zij : output yang dihasilkan oleh sektor i

yang digunakan oleh sektor j sebagai input antara

Yi : permintaan akhir terhadap output

sektor i

Dari persamaan (1) tersebut dapat dijabarkan dalam model leontief:

X1 = z11 + z12 + ………. + z1n + Y1

X2 = z21 + z22 + ………. + z2n + Y2

Xn = zn1 + zn2 + ………. + znn + Yn (2)

Besarnya koefiensi input langsung terhadap output atau sering disebut koefisien teknologi adalah:

aij =

j ij X z atau,

zij = aij Xj (3)

aij adalah jumlah input sektor i yang diperlukan

se-bagai bahan baku (input) untuk menghasilkan satu unit output di sektor j.

Setelah mendapatkan koefisien teknologi aij, maka

persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut: X1 = a11X1 + a12X2 + ………. +a1nXn +Y1

X2 = a21X1 + a22X2 + ………. +a2nXn +Y2

Xn = an1X1 + an2X2 + ………. +annXn +Yn (4)

Persamaan (4) dapat ditulis dalam bentuk notasi matriks yang lebih sederhana sebagai:

X = (I-A)-1Y (5)

dimana: X : Vektor total output A : Matrik koefisien teknologi I : Matrik identitas (n x n)

(I-A)-1 : Matrik inverseloentief

Y : Permintaan akhir

Analisis Perubahan Output

Untuk menganalisis dampak perubahan upah minimum terhadap output digunakan model input output dengan pendekatan supply side. Dalam analisis ini input primer menjadi faktor eksogen. Artinya pertumbuhan perekonomian baik secara sektoral maupun total, dipengaruhi oleh perubahan pada input primer (Firmansyah, 2006: 41). Dalam model input-output dengan pendekatan supply bentuk persamaannya adalah secara kolom yaitu:

+

= n

i

j ij

j z V

X (6)

Dalam bentuk aljabar dapat ditulis: X1 = z11 + z21 + ………. zn1 + V1

X2 = z12 + z22 + ………. zn2 + V2

Xn = z1n + z2n + ………. znn + Vn (7)

Dan nilai koefisien output aij adalah: ij

a r

=

j ij

X z

atau Ar = ( Xˆ )–1 Z (8)

dimana Z adalah matriks transaksi yang memiliki unsur zij

sehingga Z = ( Xˆ ) Ar (9)

dengan menggunakan persamaan (8) dan persama-an (7) dengpersama-an persama-analogi ypersama-ang sama dengpersama-an persa-maan (4) maka didapatkan hasil:

X’ = V (I – Ar)–1 (10)

X’ menunjukkan bahwa X adalah vektor baris, yang

merupakan transpose dari X vektor kolom seperti sebelumnya.

A : Output koefisien V : Vektor input primer (I – Ar)–1 : Matrik outputinverse

Jika tingkat upah dinotasikan (w), maka perubahan output yang ditimbulkan sebagai akibat perubahan (w) adalah :


(8)

Analisis Perubahan Kesempatan Kerja

Karena terjadi perubahan input karena adanya perubahan tingkat upah, akan mengakibatkan peru-bahan total input, maka perubahan total input tersebut akan menyebabkan berubahnya total output. Secara langsung atau tidak langsung perubahan total output akan menyebabkan perubahan permintaan akhir. Perubahan permintaan akhir karena peru-bahan output dapat ditulis:

X = (I – Ar)–1 Y (12)

ΔX = (I – Ar)–1ΔY (13)

ΔY = ΔXT (I – A) (14)

Persamaan (14) dapat digunakan untuk meng-gambarkan perubahan output karena adanya kenaikan upah yang menyebabkan perubahan kesempatan kerja, hal pertama yang dilakukan adalah dengan menyusun matrik koefisien tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja ini menunjukkan hubungan antara tenaga kerja dengan output yaitu banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan output, secara matematik dapat ditulis:

ni = i i

X L

(15) ni : Koefisien tenaga kerja

Li : Jumlah tenaga kerja sektoral

Xi : Jumlah output sektoral

Apabila sudah diketahui koefisien tenaga ker-janya, maka dapat dilakukan perhitungan perubahan kesempatan kerja dengan menggunakan persamaan:

ΔLi = niΔXi (16)

ΔLi : Tambahan Kesempatan Kerja

ni : Koefisien tenaga kerja ΔXi : Tambahan Output Sektoral

Semakin tinggi koefisien tenaga kerja di suatu sektor menunjukkan semakin tinggi pula daya serap tenaga kerja di sektor yang bersangkutan, karena semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. Sebaliknya sektor yang semakin rendah koefisien kesempatan kerjanya menunjukkan semakin rendah pula daya serap tenaga kerja.

Analisis Keterkaitan

Selain menganalisis dampak perubahan upah minimum terhadap output dan kesempatan kerja, penelitian ini juga menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor lainnya. Analisis keterkaitan ini terdiri dari keterkaitan ke belakang langsung, keterkaitan ke belakang total, keterkaitan ke depan langsung, dan keterkaitan ke depan total.

Keterkaitan ke belakang langsung merupakan penjumlahan kolom dari matrik koefisien input atau koefisien teknologi A, karena dari matriks tersebut secara kolom menunjukkan proporsi asal input suatu sektor dari sektor-sektor lainnya (Firmansyah, 2006: 48). Formula matematisnya adalah :

Bdj =

=

n

1 i

ij

a (17) di mana aij adalah koefisien input yang merupakan

elemen dari koefisien input.

Keterkaitan ke belakang total adalah penjum-lahan dari elemen matrik kebalikan input atau matrik kebalikan leontief (Firmansyah, 2006: 48). Dengan persamaan matematis:

Bd+idj =

=

n

1 i

ij

a (18) dimana αij adalah elemen matrik kebalikan input.

Keterkaitan ke depan langsung merupakan pen-jumlahan baris dari matrik koefisien output

A

r

, kare-na dari matrik tersebut secara baris menunjukkan proporsi distribusi output suatu sektor kepada sektor lainnya (Firmansyah, 2006: 50). Pesamaan matema-tisnya adalah:

Fdi =

=

n

1 j

ij

a v

(19)

dimana arijadalah koefisien output yang merupakan elemen dari koefisien output.

Keterkaitan ke depan total adalah penjumlahan baris matrik kebalikan output (Firmansyah, 2006: 50). Dengan persamaan matematis:

Fd+idi =

= α

n

1 j

ij

r

(20) dimana αrijadalah elemen matrik kebalikan output.


(9)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 97

HASIL DAN PEMBAHASAN Keterkaitan antar sektor

Terjadinya peningkatan kapasitas produksi di suatu sektor, biasanya akan selalu menimbulkan dua dampak sekaligus yaitu: (a) dampak terhadap permintaan barang dan jasa yang diperlukan sebagai input dan (b) dampak terhadap penyediaan barang dan jasa hasil produksi yang dimanfaatkan sebagai input oleh sektor lain. Dampak dari suatu kegiatan produksi terhadap permintaan barang dan jasa input yang diperoleh dari produksi sektor lain disebut sebagai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Sedangkan, dampak yang ditimbulkan karena penyediaan hasil produksi suatu sektor terhadap penggunaan input oleh sektor lain disebut sebagai keterkaitan ke depan (forward linkage). (Budiman, 2004: 107).

Dalam penelitian ini menggunakan Tabel Input -Output Jawa Tengah Tahun 2004 klasifikasi 89 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 43 sektor. Sektor 1 sampai dengan sektor 28 diagregasi menjadi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor 29 sampai dengan sektor 32 diagregasi menjadi sektor pertambangan dan peng-galian. Sektor industri manufaktur tidak diagregasi karena merupakan sektor yang akan dianalisis. Sektor 68 dan sektor 69 diagregasi menjadi sektor listrik, gas dan air minum. Sektor 70 dan sektor 71 diagregasi menjadi sektor bangunan. Sektor 72 sampai dengan sektor 74 diagregasi menjadi sektor perdagangan, restoran dan perhotelan. Sektor 75 sampai dengan sektor 80 diagregasi menjadi sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor 81 sampai dengan 83 diagregasi menjadi sektor keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan. Sektor 84 sampai dengan 89 diagregasi menjadi sektor jasa-jasa.

Untuk sektor industri manufaktur terdiri dari : industri/ pengolahan dan pengawetan makanan, industri minyak dan lemak, industri penggilingan padi, industri tepung terigu dan tepung lainnya, industri roti dan kue kering lainnya, industri kopi giling dan kupasan, industri makanan lainnya, industri bumbu masak dan penyedap makanan, industri makanan ternak, industri gula tebu dan gula kelapa, industri minuman, industri rokok, industri pengolahan tembakau selain rokok, industri pemintalan, industri tekstil, industri tekstil jadi dan tekstil lainnya, industri

pakaian jadi, industri kulit dan alas kaki, industri kayu dan bahan bangunan dari kayu, industri perabot rumah tangga dari kayu, industri kertas dan barang dari kertas, penerbitan dan percetakan, industri farmasi dan jamu tradisional, industri kimia dan pupuk, industri pengilangan minyak, industri karet dan barang dari karet, industri plastik dan barang dari plastik, industri barang mineral bukan logam, industri semen, industri kapur dan barang dari semen, industri dasar baja dan besi, industri logam bukan besi dan barang dari logam, industri mesin-mesin dan perlengkapan listrik, industri alat angkutan dan perbaikannya, industri barang lainnya.

Keterkaitan langsung ke belakang antar sektor

Keterkaitan langsung ke belakang diperoleh dengan cara menjumlahkan kolom semua elemen-elemen dari koefisien input. Diasumsikan koefisien teknologi adalah sama, maka keterkaitan langsung ke belakang pada sektor industri manufaktur untuk tahun 2004 dapat diketahui. Hasil penelitian menun-jukkan 35 sub sektor yang ada pada sektor industri manufaktur berdasarkan Tabel Input-Output Jawa Tengah tahun 2004, 25 sub sektor memiliki keter-kaitan ke belakang yang lebih besar. Artinya bahwa lebih banyak sub sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan keterkaitan ke depan. Kondisi ini berarti bahwa sub sektor tersebut banyak meminta output dari sub sektor lainnya sebagai input antara.

Pada sektor industri manufaktur (sektor 3-37), lebih banyak sektor yang memiliki keterkaitan langsung ke belakang yang lebih tinggi dibandingkan dengan keterkaitan langsung ke depan. Sektor yang memiliki keterkaitan langsung ke belakang yang lebih tinggi dari pada keterkaitan langsung ke depan adalah sektor: industri/ pengolahan dan pengawetan makanan (sektor 3), industri minyak dan lemak (sektor 4), industri penggilingan padi (sektor 5), industri tepung terigu dan tepung lainnya (sektor 6), industri roti dan kue kering lainnya (sektor 7), industri kopi giling dan kupasan (sektor 8), industri makanan lainnya (sektor 9), industri bumbu masak dan penyedap makanan (sektor 10), industri gula tebu dan gula kelapa (sektor 12), industri minuman (sektor 13), industri rokok (sektor 14), industri tekstil (sektor 17), industri tekstil jadi dan tekstil lainnya (sektor 18),


(10)

industri pakaian jadi (sektor 19), industri kulit dan alas kaki (sektor 20), industri kayu dan bahan bangunan dari kayu (sektor 21), industri perabot rumah tangga dari kayu (sektor 22), industri kertas dan barang dari kertas (sektor 23), industri farmasi dan jamu tradisional (sektor 25), industri karet dan barang dari karet (sektor 28), industri plastik dan barang dari plastik (sektor 29), industri barang mineral bukan logam (sektor 30), industri mesin-mesin dan perlengkapan listrik (sektor 35), industri alat angkutan dan perbaikannya (sektor 36), industri barang lainnya (sektor 37).

Hasil penelitian ini diketahui sektor yang memi-liki keterkaitan langsung ke belakang paling tinggi adalah sektor industri penggilingan padi (sektor 5), hasil yang sama ditunjukkan oleh Saptiningsih (2005) dimana dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa sektor industri penggilingan padi memiliki keterkaitan ke belakang yang tinggi. Pada sektor tersebut menunjukkan angka keterkaitan ke belakang lebih besar dari angka keterkaitan ke depan, menurut Budiman Efdy (2004) hal ini berarti bahwa sektor tersebut banyak meminta output dari sektor-sektor lainnya sebagai input antara atau dengan kata lain menunjukkan ketergantungan sektor ini terhadap input yang berasal dari sektor lain. Jika dilihat angka keterkaitan ke belakang yang hampir mendekati nilai 1 menunjukkan bahwa industri penggilingan padi berpotensi untuk ikut memajukan perkembangan sektor lainnya.

Berdasarkan koefisien input maka dapat diketa-hui bahwa sektor tersebut banyak meminta output dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (sektor 1) sebagai input antara. Sektor lain yang memiliki keterkaitan langsung ke belakang cukup tinggi adalah sektor industri roti dan kue kering lainnya (sektor 7), Selanjutnya, dengan melihat koe-fisien input dapat diketahui bahwa sektor ini banyak meminta output dari industri tepung terigu dan tepung lainnya (sektor 6).

Penggunaan input antara pada sektor industri manufaktur lainnya adalah sebagai berikut: Industri/ pengolahan dan pengawetan makanan (sektor 3), industri minyak dan lemak (sektor 4), industri kopi giling dan kupasan (sektor 8), sektor industri makan-an lainnya (sektor 9), industri gula tebu dmakan-an gula kelapa (sektor 12), Industri farmasi dan jamu tradisional (sektor 25), industri karet dan barang dari

karet (sektor 28) industri mesin-mesin dan perleng-kapan listrik (sektor 35) dan industri alat angkutan dan perbaikannya (sektor 36) banyak meminta output dari sektor sendiri.

Industri tepung terigu dan tepung lainnya (sek-tor 6), industri bumbu masak dan penyedap makanan (sektor 10) banyak meminta output dari industri penggilingan padi (sektor 5), industri rokok (sektor 14), industri kayu dan bahan bangunan dari kayu (sektor 21), industri kertas dan barang dari kertas (sektor 23), industri barang mineral bukan logam (sektor 30) banyak meminta output dari industri pengilangan minyak (sektor 27).

Industri minuman (sektor 13) banyak meminta output dari industri gula tebu dan gula kelapa (sektor 12). Industri tekstil (sektor 17) dan industri tekstil jadi dan tekstil lainnya (sektor 18) banyak meminta output dari industri pemintalan (sektor 16). Industri pakaian jadi (sektor 19) banyak meminta output dari industri tekstil (sektor 17). Industri kulit dan alas kaki (sektor 20) banyak meminta output dari industri/ pengolahan dan pengawetan makanan (sektor 3). Industri pera-bot rumah tangga dari kayu (sektor 22) banyak meminta output dari industri kayu dan bahan bangunan dari kayu (sektor 21). Industri plastik dan barang dari plastik (sektor 29) banyak meminta output dari industri kimia dan pupuk (sektor 26) industri barang lainnya (sektor 37) banyak meminta output dari industri tekstil (sektor 17).

Keterkaitan langsung ke depan antar sektor

Keterkaitan langsung ke depan diperoleh dengan cara penjumlahan baris pada setiap elemen-elemen dari koefisien output. Diasumsikan koefisien teknologi adalah sama, maka keterkaitan langsung ke belakang pada sektor industri manufaktur untuk tahun 2004 dapat diketahui.

Pada sektor industri manufaktur sektor yang memiliki keterkaitan langsung ke depan yang lebih tinggi adalah sebagai berikut: industri makanan ternak (sektor 11), industri pengolahan tembakau selain rokok (sektor 15), industri pemintalan (sektor 16), penerbitan dan percetakan (sektor 24), industri kimia dan pupuk (sektor 26), industri pengilangan minyak (sektor 27), industri semen (sektor 31), industri kapur dan barang dari semen (sektor 32), industri dasar baja dan besi (sektor 33), industri


(11)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 99 logam bukan besi dan barang dari logam ( sektor

34).

Menurut Chalimah (2004) sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi menunjukkan bahwa output dari sektor tersebut berperan besar dalam penyediaan input antara bagi sektor lainnya.

Hasil penelitian ini diketahui pula bahwa sektor yang paling banyak meminta output dari sektor 32 adalah sektor bangunan (sektor 39). Output industri makanan ternak (sektor 11) paling banyak diminati oleh sektor 11 itu sendiri. Industri pengolahan tem-bakau selain rokok (sektor 15) output-nya paling banyak diminta oleh sektor industri rokok (sektor 14).

Untuk sektor lainnya adalah sebagai berikut: industri pemintalan (sektor 16) outputnya paling banyak diminta oleh industri tekstil (sektor 17). Penerbitan dan percetakan (sektor 24), industri pengilangan minyak (sektor 27) output-nya paling banyak diminta oleh sektor industri rokok (sektor 14). Industri kimia dan pupuk (sektor 26) output-nya paling banyak diminta oleh industri plastik dan barang dari plastik (sektor 29). Industri semen (sektor 31) output-nya paling banyak diminta oleh sektor bangunan (sektor 39). Industri dasar baja dan besi (sektor 33) output-nya paling banyak diminta oleh industri logam bukan besi dan barang dari logam (sektor 34). Industri logam bukan besi dan barang dari logam (sektor 34) output-nya paling banyak diminta oleh Industri perabot rumah tangga dari kayu (sektor 22).

Keterkaitan Total ke Belakang Antar Sektor

Keterkaitan total baik ke belakang yang dimiliki sektor industri manufaktur nilainya masing-masing diperoleh dengan menjumlahkan kolom elemen-elemen koefisien input matrik inverse. Semakin besar nilai keterkaitan total ke belakang suatu sektor menunjukkan sektor tersebut dapat dijadikan sektor prioritas untuk dikembangkan. Hal ini berarti peran sektor sektor tersebut dalam mengembangkan seluruh sektor ekonomi relatif baik, namun output yang dihasilkan, perannya dalam menunjang sektor-sektor ekonomi kurang begitu baik.

Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan total ke belakang yang lebih tinggi dari pada keterkaitan total ke depan pada sektor industri manufaktur (sektor 3-37) adalah: industri/ pengolahan dan pengawetan

makanan (sektor 3), industri minyak dan lemak (sektor 4), industri penggilingan padi (sektor 5), industri tepung terigu dan tepung lainnya (sektor 6), industri roti dan kue kering lainnya (sektor 7), industri makanan lainnya (sektor 9), industri bumbu masak dan penyedap makanan (sektor 10), industri gula tebu dan gula kelapa (sektor 12), industri minuman (sektor 13), industri rokok (sektor 14), industri tekstil (sektor 17), industri tekstil jadi dan tekstil lainnya (sektor 18), industri pakaian jadi (sektor 19), industri kulit dan alas kaki (sektor 20), industri kayu dan bahan bangunan dari kayu (sektor 21), industri perabot rumah tangga dari kayu (sektor 22), industri kertas dan barang dari kertas (sektor 23), industri farmasi dan jamu tradisional (sektor 25), industri karet dan barang dari karet (sektor 28), industri plastik dan barang dari plastik (sektor 29), industri barang mineral bukan logam (sektor 30), industri mesin-mesin dan perlengkapan listrik (sektor 35), industri alat angkutan dan perbaikannya (sektor 36), industri barang lainnya (sektor 37). Hal ini berarti peran sektor sektor tersebut dalam mengembangkan seluruh sektor ekonomi relatif baik, namun output yang dihasilkan, perannya dalam menunjang sektor-sektor ekonomi kurang begitu baik.

Keterkaitan total ke depan antar sektor

Keterkaitan total ke depan yang dimiliki sektor industri manufaktur di dapat dengan cara menjum-lahkan baris elemen-elemen koefisien output matrik inverse. Semakin besar nilai keterkaitan total ke depan suatu sektor menunjukkan sektor tersebut dapat dijadikan sektor prioritas untuk dikembangkan.

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa sektor yang memiliki angka keterkaitan total ke depan atau keterkaitan total ke belakang yang lebih besar akan dapat dijadikan sebagai sektor yang baik untuk diprioritaskan atau dikembangkan.

Berdasarkan perhitungan memperlihatkan bah-wa industri kulit dan alas kaki (sektor 20) mempunyai keterkaitan total ke belakang yang paling tinggi diantara sektor lainnya, dengan kriteria ini dapat dikatakan bahwa peningkatan output 1 unit uang di sektor 20 akan berdampak lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan dampak yang disebab-kan oleh peningkatan 1 unit uang output masing-masing sektor lainnya.


(12)

Sektor lain yang memiliki angka keterkaitan total ke belakang tinggi adalah: industri roti dan kue kering lainnya (sektor 7), industri minyak dan lemak (sektor 4), industri penggilingan padi (sektor 5), industri bumbu masak dan penyedap makanan (sektor 10), masing-masing memiliki angka keter-kaitan total ke belakang diatas 2. Sedangkan pene-litian yang dilakukan oleh Chalimah (2004) diketahui sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tinggi adalah: industri tekstil, industri penggilingan padi dan industri pengilangan minyak.

Untuk sektor sektor yang memiliki keterkaitan total ke depan lebih tinggi dari pada keterkaitan total ke belakang adalah: industri kopi giling dan kupasan (sektor 8), industri makanan ternak (sektor 11), industri pengolahan tembakau selain rokok (sektor 15), industri pemintalan (sektor 16), penerbitan dan percetakan (sektor 24), industri kimia dan pupuk (sektor 26), industri pengilangan minyak (sektor 27). industri semen (sektor 31), industri kapur dan barang dari semen (sektor 32), industri dasar baja dan besi (sektor 33), industri logam bukan besi dan barang dari logam ( sektor 34). Hal ini berarti sektor-sektor tersebut output yang dihasilkan banyak diminati oleh sektor-sektor lainnya.

Industri makanan ternak (sektor 11) merupakan sektor yang memiliki keterkaitan total ke depannya paling tinggi, hal ini menunjukkan output yang dihasilkan banyak diminati oleh sektor lainnya. Melalui kriteria ini, dapat dikatakan bahwa pening-katan output 1 unit uang di industri makanan ternak (sektor 11) akan berdampak lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan dampak yang disebab-kan oleh peningkatan 1 unit uang output masing-masing sektor lainnya. Peningkatan output industri makanan ternak (sektor 11), maka ketersediaan produknya yang dapat dijadikan input oleh sektor-sektor dalam perekonomian (termasuk sektor-sektor 11 sendiri) juga meningkat, sehingga sektor-sektor yang menggunakan produk industri makanan ternak (sek-tor 11) baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai input mereka juga akan meningkat produk-sinya. Angka 3,208536 berarti bahwa peningkatan 1 unit uang output industri makanan ternak (sektor 11) akan meningkatkan output perekonomian (termasuk sektor 11 sendiri) sebesar 3.208536 unit uang baik secara langsung maupun tidak langusng, melalui jalur peningkatan output industri makanan ternak

(sektor 11) yang digunakan sebagai input oleh sektor lain.

Sektor lain yang memiliki angka keterkaitan total ke depan adalah: industri pemintalan (sektor 16), industri dasar baja dan besi (sektor 33), industri kapur dan barang dari semen (sektor 32), industri pengolahan tembakau selain rokok (sektor 15), masing-masing memiliki angka keterkaitan total ke belakang diatas 2. Sedangkan penilitian yang dilaku-kan oleh Chalimah (2004) diketahui sektor yang memiliki keterkaitan ke depan tinggi adalah: industri pemintalan, industri kimia dan pupuk, industri pengi-langan minyak.

Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa sektor yang memiliki angka keterkaitan total ke depan atau keterkaitan total ke belakang yang lebih besar akan dapat dijadikan sebagai sektor yang baik untuk diprioritaskan atau dikembangkan.

Dampak Upah Terhadap Output

Dengan pendekatan supply side dan dengan menggunakan rumus: ΔX’=Δw (I – Ar) –1 akan

diketa-hui berapa perubahan output yang terjadi akibat dari perubahan kenaikan tingkat upah pada sektor industri manufaktur, dengan asumsi sektor lain tidak ikut menaikkan atau menurunkan upah, dan peru-bahan terhadap input primer lainnya juga tidak mengalami perubahan.

Pendekatan supply side menunjukkan bagai-mana output yang dihasilkan di distribusikan kepada sektor lain, yang bagi sektor tersebut merupakan permintaan antara sedangkan bagi sektor lain adalah sebagai input antara. Semakin besar tingkat upah dinaikkan akan semakin besar pula perubahan out-put yang terjadi. Hal ini sesuai dengan asumsi yang dibuat dalam penyusunan Tabel Input- Output, yang diantaranya tidak ada subtitusi atau dengan kata lain elastisitas subtitusinya sama dengan nol, dan penambahan input secara proposional dengan tingkat %tase yang sama terhadap output.

Berdasarkan perhitungan menunjukkan kenaik-an upah pada sektor industri mkenaik-anufaktur secara umum akan menyebabkan perubahan output sektor industri manufaktur sebesar 2.879.359,31 juta rupiah. Pada sektor industri manufaktur (sektor 3-37) yang paling besar perubahan output-nya akibat


(13)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 101 kenaikan upah adalah industri rokok (sektor 14),

kenaikan upah yang terjadi menyebabkan perubahan output sebesar 381.835,09 juta rupiah. Sektor lain yang perubahan output-nya cukup besar adalah industri gula tebu dan gula kelapa (sektor 12) peru-bahan output sebesar 342.114,94 juta rupiah, industri tekstil (sektor 17) perubahan output sebesar 297.529,56 juta rupiah, industri pengilangan minyak (sektor 27) sebesar 286.843,10 juta rupiah. Sektor yang paling kecil perubahan output akibat kenaikkan upah adalah industri dasar baja dan besi sebesar 3.335,38 juta rupiah

Untuk sektor industri manufaktur (sektor 3-37) lainnya, perubahan output adalah sebagai berikut: industri/ pengolahan dan pengawetan makanan (sektor 3) perubahan output sebesar 63.823,76 juta rupiah, industri minyak dan lemak (sektor 4) peru-bahan output sebesar 88.620,13 juta rupiah, industri penggilingan padi (sektor 5) perubahan output sebesar 186.773,79 juta rupiah, industri tepung terigu dan tepung lainnya (sektor 6) perubahan output sebesar 29.013,90 juta rupiah, industri roti dan kue kering lainnya (sektor 7) perubahan output sebesar 72.812,91 juta rupiah, industri kopi giling dan kupasan (sektor 8) perubahan output sebesar 35.496,69 juta rupiah, industri makanan lainnya (sektor 9) perubahan output sebesar 139.141,92 juta rupiah, industri bumbu masak dan penyedap makanan (sektor 10) perubahan output sebesar 14.977,68 juta rupiah, industri makanan ternak (sektor 11) perubahan output sebesar 47.050,38 juta rupiah, industri minuman (sektor 13) perubahan output sebesar 57.277,93 juta rupiah.

Industri pengolahan tembakau selain rokok (sektor 15) perubahan output sebesar 19.067,23 juta rupiah, industri pemintalan (sektor 16) perubahan output sebesar 21.200,72 juta rupiah, industri tekstil jadi dan tekstil lainnya (sektor 18) perubahan output sebesar 14.859,94 juta rupiah, industri pakaian jadi (sektor 19) perubahan output sebesar 73.366,72 juta rupiah, industri kulit dan alas kaki (sektor 20) perubahan output sebesar 199.455,41 juta rupiah, industri kayu dan bahan bangunan dari kayu (sektor 21) perubahan output sebesar 135.035,25 juta rupiah, industri perabot rumah tangga dari kayu (sektor 22) perubahan output sebesar 153.038,53 juta rupiah, industri kertas dan barang dari kertas (sektor 23) perubahan output sebesar 7.453,64 juta

rupiah, penerbitan dan percetakan (sektor 24) peru-bahan output sebesar 7.322,36 juta rupiah, industri farmasi dan jamu tradisional (sektor 25) perubahan output sebesar 45.695,59 juta rupiah, industri kimia dan pupuk (sektor 26) perubahan output sebesar 17.716,62 juta rupiah.

Industri karet dan barang dari karet (sektor 28) perubahan output sebesar 20.158,21 juta rupiah, industri plastik dan barang dari plastik (sektor 29) perubahan output sebesar 12.616,57 juta rupiah, industri barang mineral bukan logam (sektor 30) perubahan output sebesar 26.005,11 juta rupiah, industri semen (sektor 31) perubahan output sebesar 7.817,28 juta rupiah, industri kapur dan barang dari semen (sektor 32) perubahan output sebesar 6.427,06 juta rupiah, industri logam bukan besi dan barang dari logam (sektor 34) perubahan output sebesar 8.072,99 juta rupiah, industri mesin-mesin dan perlengkapan listrik (sektor 35) perubahan out-put sebesar juta rupiah 26.773,53juta rupiah, industri alat angkutan dan perbaikannya (sektor 36) peru-bahan output sebesar 22.060,42 juta rupiah, industri barang lainnya (sektor 37) perubahan output sebesar 8.568,95 juta rupiah.

Dampak upah terhadap kesempatan kerja

Dengan adanya kenaikan upah pada sektor industri manufaktur pada tahun 2005 akan menye-babkan perubahan output, untuk memenuhi peru-bahan output yang tercapai akan membutuhkan tenaga kerja untuk mengerjakannya. Untuk keper-luan tersebut, maka akan dicari koefisien tenaga kerja dari masing-masing sektor. Besarnya koefisien tenaga kerja ini menunjukkan suatu bilangan dari jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk meng-hasilkan satu unit keluaran (output)

Berdasarkan rumus (15) maka koefisien tenaga kerja dapat diperoleh. Koefisien tenaga kerja sektoral merupakan indikator untuk melihat daya serap tenaga kerja di masing-masing sektor.

Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bah-wa kenaikan upah pada sektor indutri manufaktur tahun 2005 menyebabkan bertambahnya output yang kemudian akan berdampak pada kesempatan kerja, yaitu bertambahnya kesempatan kerja di sektor industri manufaktur sebesar 43,529 jiwa.


(14)

Semakin tinggi koefisien tenaga kerja di suatu sektor menunjukkan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. Sebaliknya sektor yang semakin rendah koefisien tenaga kerjanya menunjukkan semakin rendah pula daya serap tenaga kerjanya. Koefisien tenaga kerja yang tinggi pada umumnya terjadi di sektor yang padat karya, sedangkan koefisien tenaga kerja yang rendah umumnya terjadi di sektor padat modal yang proses produksinya dilakukan dengan teknologi tinggi. Kesempatan kerja dianalogikan merupakan daya serap tenaga kerja (kebutuhan tenaga kerja), jika semakin tinggi daya serap tenaga kerja suatu sektor maka kesempatan kerja akan semakin tinggi.

Di sektor industri manufaktur (sektor 3-37) yang paling besar penciptaan kesempatan kerjanya akibat kenaikan upah pada industri manufaktur adalah industri perabot rumah tangga dari kayu (sektor 22) yaitu 6.358 jiwa. Sektor lain yang mampu mencipta-kan kesempatan kerja cukup tinggi adalah industri kayu dan bahan bangunan dari kayu (sektor 21) dan industri tekstil (sektor 17), yang masing- masing mampu menciptakan kesempatan kerja sebesar 4.538 jiwa dan 4.220 jiwa. Sedangkan sektor yang paling kecil penciptaan kesempatan kerjanya adalah industri dasar baja dan besi (sektor 33) yaitu sebesar 14 jiwa.

Untuk sektor industri manufaktur (sektor 3-37) lainnya, pertambahan kesempatan kerja adalah sebagai berikut: industri/ pengolahan dan penga-wetan makanan (sektor 3) pertambahan kesempatan kerja sebesar 556 jiwa, industri minyak dan lemak (sektor 4) pertambahan kesempatan kerja sebesar 1.100 jiwa, industri penggilingan padi (sektor 5) pertambahan kesempatan kerja sebesar 1.663 jiwa, industri tepung terigu dan tepung lainnya (sektor 6) pertambahan kesempatan kerja sebesar 423 jiwa, industri roti dan kue kering lainnya (sektor 7) pertambahan kesempatan kerja sebesar 1.057 jiwa, industri kopi giling dan kupasan (sektor 8) pertam-bahan kesempatan kerja sebesar 582 jiwa, industri makanan lainnya (sektor 9) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 1.870 jiwa, industri bumbu masak dan penyedap makanan (sektor 10) pertam-bahan kesempatan kerja sebesar 202 jiwa, industri makanan ternak (sektor 11) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 322 jiwa, industri gula tebu dan

gula kelapa (sektor 12) pertambahan kesempatan kerja sebesar 3.895jiwa, industri minuman (sektor 13) pertambahan kesempatan kerja sebesar 1.088 jiwa, industri rokok (sektor 14) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 3.173 jiwa, industri pengolahan tembakau selain rokok (sektor 15) pertambahan kesempatan kerja sebesar 710 jiwa, industri pemin-talan (sektor 16) pertambahan kesempatan kerja sebesar 146 jiwa.

Industri tekstil jadi dan tekstil lainnya (sektor 18) pertambahan kesempatan kerja sebesar 288 jiwa, industri pakaian jadi (sektor 19) pertambahan kesempatan kerja sebesar 1.861 jiwa, industri kulit dan alas kaki (sektor 20) pertambahan kesempatan kerja sebesar 3.755 jiwa, industri kertas dan barang dari kertas (sektor 23) pertambahan kesempatan kerja sebesar 144 jiwa, penerbitan dan percetakan (sektor 24) pertambahan kesempatan kerja sebesar 255 jiwa, industri farmasi dan jamu tradisional (sektor 25) pertambahan kesempatan kerja sebesar 1.284 jiwa, industri kimia dan pupuk (sektor 26) pertam-bahan kesempatan kerja sebesar 348 jiwa, industri pengilangan minyak (sektor 27) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 423 jiwa, industri karet dan barang dari karet (sektor 28) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 354 jiwa, industri plastik dan barang dari plastik (sektor 29) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 319 jiwa, industri barang mineral bukan logam (sektor 30) pertambahan kesempatan kerja sebesar 708 jiwa.

Industri semen (sektor 31) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 61 jiwa, industri kapur dan ba-rang dari semen (sektor 32) pertambahan kesem-patan kerja sebesar 300 jiwa, industri logam bukan besi dan barang dari logam (sektor 34) pertambahan kesempatan kerja sebesar 64 jiwa, industri mesin-mesin dan perlengkapan listrik (sektor 35) pertam-bahan kesempatan kerja sebesar 489 jiwa, industri alat angkutan dan perbaikannya (sektor 36) pertam-bahan kesempatan kerja sebesar 736 jiwa, industri barang lainnya (sektor 37) pertambahan kesempatan kerja sebesar 223 jiwa.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Berdasarkan analisis keterkaitan, menunjukkan bahwa pada sektor industri manufaktur (sektor


(15)

3-JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 103 37), lebih banyak sektor yang memiliki keterkaitan

langsung ke belakang dibandingkan dengan keterkaitan langsung ke depan. Demikian juga yang terjadi pada angka keterkaitan total industri manufaktur terhadap sektor-sektor ekonomi kese-luruhan, lebih banyak sektor yang memiliki keter-kaitan total ke belakang dibandingkan dengan angka keterkaitan total ke depan. Artinya sektor-sektor industri manufaktur lebih banyak berperan dalam input multipliernya.

2. Sektor yang paling besar perubahan output-nya akibat kenaikan upah adalah industri rokok (sektor 14), kenaikan upah yang terjadi menyebabkan perubahan output sebesar 381.835,09 juta rupiah. 3. Untuk memenuhi perubahan output yang terjadi, maka dibutuhkan tambahan tenaga kerja untuk mengerjakannya. Dengan pendekatan supply side, dapat diketahui seberapa besar daya serap tenaga kerja pada masing-masing sektor. Kenaikan upah pada sektor industri manufaktur tahun 2005 menyebabkan bertambahnya output yang kemudian berdampak pada kesempatan kerja, yaitu bertambahnya kesempatan kerja di sektor industri manufaktur sebesar 43,529 jiwa. Kenaikan kesempatan kerja paling tinggi dicapai oleh industri perabot rumah tangga dari kayu (sektor 22) yaitu 6.358 jiwa.

4. Kenaikan upah tahun 2005 pada industri manu-faktur terbukti secara empiris mampu mening-katkan output dan kesempatan kerja di sektor industri manufaktur selama asumsi-asumsi yang menyertai tidak dilanggar, yaitu teknologi diang-gap tetap, tidak ada subtitusi , constant return to scale.

Saran

Berdasarkan hasil analsisis dan keseimpuan tersebut di atas, maka disarankan kepada pemerin-tah daerah untuk menjadikan sektor tersebut sebagai prioritas dalam pembangunan ekonomi. Selain itu, perlu didukung pula dengan kebijakan pada bidang pertanian yang baik dan yang lebih ramah terhadap lingkungan agar kelestarian alam tetap terjaga, karena keadaan alam sangat berpengaruh terhadap kelangsungan sektor pertanian dan industri.

DAFTAR PUSTAKA

Arfida BR., 2003, ”Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Jakarta: Ghalia Indonesia,

Aris Ananta, 1990, ”Ekonomi Sumber Daya Manu-sia”, Jakarta: Lembaga Demografi UI.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2003-2007, Jawa Tengah Dalam Angka

Badan Pusat Statistik, 2005, Tabel Input-Output Jawa Tengah 2004

Budiman Efdy W., 2004, “Dampak Kenaikan Upah Mimimum Pada Harga, Output, dan Kesem-patan Kerja serta Keterkaitannya Dengan Sektor Lain”, Tesis S2, Program Pasca Sarjana UNDIP Semarang, Tidak Dipublikasikan

Chalimah, 2004, “Analisis Input-Output sebagai Kerangka Strategi Pembangunan Industri Peng-olahan di Jawa Tengah”, Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol.6, No.1

Firmansyah, 2006, “Operasi Matrix dan Analisis Input-Output (I–O) untuk Ekonomi”, Semarang: BP UNDIP.

McEachern, A. William, 2000, “Ekonomi Mikro Pendekatan Kontemporer”, Penterjemah Sigit Triandaru, Jakarta: Salemba Empat

Miller, Roger LeRoy., dan Roger E. Meiners, 2000, “Teori Mikro Ekonomi Intermediet”, Penterjemah Haris M., Jakarta: Raja Grafindo Persada. Payaman J. Simanjuntak, 2001, ”Pengantar Ekonomi

Sumber Daya Manusia”, Jakarta: LPFE UI. Payaman J. Simanjuntak, 1982, “Perkembangan

Teori di Bidang Sumber Daya Manusia: Sumber Daya Manusia Kesempatan Kerja dan Pembangunan Ekonom”, Jakarta, LPFE-UI Sadono Sukirno, 2002, ”Pengantar Teori

Mikroeko-nomi”, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Saptiningsih, 2005, ”Dampak Pengadaan Stok Beras Nasional oleh Pemerintah terhadap Output dan Kesempatan Kerja Indonesia”, (Penetapan HPP-Inpres No. 2 Tahun 2005 pada multiplier Tabel Input-Output 2000), Skipsi S1 pada FE UNDIP Semarang, Tidak Dipublikasikan

Wildan Syafitri, 2003, ”Analisa Produktifitas Tenaga Kerja Sektor Manufaktur di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 3 No.2.


(16)

DISPARITAS DAN SPESIALISASI INDUSTRI MANUFAKTUR

KABUPATEN / KOTA DI JAWA TENGAH

Kusumantoro

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang email; paktoro@plasa.com

ABSTRACT

The aim of this research is measure disparity and identification of specialization industry in the local region of central java province. This research use the local government data from BPS (Badan Pusat Statistik) from 2001 until 2006. Analizis of this research is index theil and regional specialization Index. The result of manufacture industry disparity in local government central java province show different level in the Theil entropy index. Identification result of local industry in the central java province show that industry activity is food industry (ISIC 15), garment Industry (ISIC 17), Manufacture industry (ISIC 20) and chemical industry (ISIC 24). The specialization in the same area, usualy have the same industry. Semarang region (Semarang and kudus) is specilized in garment industry (ISIC 18) and publiser (ISIC 22). Surakarta region (Sukoharjo and Karanganyar) is textile, garment and chemical specialization industry (ISIC 24)

Keywords: disparity, industry specialized, Index Theil. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi dalam konteks regional (tata ruang atau spasial), pada dasarnya sama dengan pembangunan nasional secara keseluruhan. Inti dari pembangunan regional maupun nasional adalah untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pengangguran, ketidakmerataan dan sebagainya. Pokok permasalahan tersebut dapat dipecahkan melalui proses pembangunan dengan menentukan tingkat-tingkat tertentu, seperti pertumbuhan ekono-mi, kemiskinan, pengangguran dan lain-lain. Apabila pembangunan secara regional tersebut rata-rata baik, maka pembangunan dalam tingkat nasional juga baik, maka indikator tersebut merupakan dasar pangkal tolak dalam rangka menyusun skala prioritas kebijakan ekonomi nasional.

Dalam rangka mengembangkan potensi dae-rah, maka daerah harus mengembangkan sektor-sektor perekonomian sesuai dengan keunggulannya. Pengembangan sektor unggulan ini diharapkan bahwa sektor tersebut dapat menjadi produk yang menghasilkan keuntungan yang tinggi karena sektor tersebut biasanya mempunyai permintaan pada tingkat nasional atau permintaan ekspor yang tinggi. Daya saing suatu daerah akan terlihat melalui proses perdagangan antar daerah (inter-regional) maupun internasional. Kemudian dalam jangka panjang,

diharapkan sektor-sektor yang memiliki daya saing yang tinggi akan menjadi spesialisasi daerah.

Kebijakan pembangunan sektoral yang strategis adalah kebijakan pembangunan di sektor industri. Bahkan secara umum dapat dinyatakan bahwa hampir semua propinsi cenderung mengutamakan sektor industri. Sektor ini dipandang sebagai sektor yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, sehingga dengan keunggulannya akan didapat nilai tambah tinggi. Oleh karena itu, tujuan menciptakan kesejah-teraan ekonomi masyarakat dapat lebih cepat terwujud dengan mengembangkan sektor ini. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur, di mana industri tersebut dipandang sebagai pendorong atau penggerak utama pereko-nomian daerah. Sektor manufaktur menjadi media untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melim-pah sehingga akan menyerap tenaga kerja yang besar.

Berdasarkan kontribusinya kepada PDRB, sek-tor industri di Propinsi Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang baik. Namun tidak semua kabupaten/ kota di Propoinsi Jawa Tengah mempunyai kondisi tersebut. Dilihat dari distribusi tenaga kerja dan nilai tambah, hanya kabupaten/kota tertentu yang men-dominasi yaitu Kota Semarang, Kabupaten Sema-rang, Kabupaten Kudus, Kabupaten Sukoharjo,


(17)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 105 Kabupaten Karanganyar. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian Kuncoro (2002) bahwa di Jawa Tengah konsentrasi spasial industri hanya ada di daerah Semarang dan sekitarnya yang meliputi Kota dan Kabupaten Semarang, Kabupaten Kudus dan Sura-karta sekitarnya yang meliputi Kabupaten Karang-anyar, Kabupaten Sukoharjo. Kenyataan diatas menunjukkan masih adanya disparitas atau ketidak-merataan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Analisis disparitas ini dianggap penting karena dengan analisis ini dapat diketahui seberapa besar tingkat pembangunan yang telah dicapai. Di samping itu, dengan analisis disparitas dapat mengetahui perbandingan tingkat pertumbuhan ekonomi dari masing-masing daerah, sehingga dapat diketahui daerah yang sudah berkembang dan daerah yang belum berkembang. Maka dari itu dapat dicari solusi atau upaya pengembangan daerah yang dianggap masih kurang berkembang.

Upaya mengembangkan ekonomi daerah khu-susnya sektor industri dapat dilakukan dengan mengetahui spesialisasi industri manufaktur daerah. Spesialisasi industri manufaktur daerah yang tumbuh atau berbentuk dari daya saing yang tinggi akan menyebabkan berkembangnya sektor tersebut. Pertumbuhan sektor spesialisasi meyebabkan output yang semakin tinggi dan kesempatan kerja yang semakin luas. Apabila hal tersebut terus berlang-sung, maka dengan sendirinya tujuan pembangunan regional dan nasional akan tercapai. Spesialisasi industri manufaktur pada umumnya berkaitan dengan keunggulan komparatif daerah di dalam biaya produksinya. Penentu ongkos produksi tidak lain adalah harga input yang digunakan dalam proses industri. Maka suatu daerah akan berspesialisasi pada suatu industri dimana harga input lebih rendah. Oleh karena itu, sumber daya yang ada di daerah akan sangat menentukan spesialisasi tersebut, apakah menghasilkan yang berbasis sumber daya alam, kapital, sumber daya manusia dan teknologi.

LANDASAN TEORI

Teori Pembangunan Ekonomi Regional

Perbedaan sumber daya yang dimiliki dari masing-masing daerah menyebabkan tingkat

pem-bangunan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda. Sebagai akibatnya akan timbul perbedaan kesejahteraan di berbagai daerah. Perbe-daan kesejahteraan tersebut dapat dibagi menjadi dua macam yaitu terdapat perbedaan kesejahteraan yang tidak begitu nyata atau tidak mencolok dikedua atau berbagai daerah. Kemudian yang kedua, yaitu bahwa dalam suatu wilayah pendapatan masing-masing daerah atau tingkat kesejahteraan antar dae-rah sangat berbeda sekali. Dengan adanya perbe-daan tingkat pembangunan antara daerah akan mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan an-tar daerah, sehingga apabila hal ini tidak diperhatikan akan menimbulkan dampak yang kurang mengun-tungkan bagi suatu wilayah/negara.

Adanya heterogenitas dan beragam karakteris-tik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan ter-jadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Ketimpangan pembangunan antara daerah yang datu dengan daerah yang lain pasti terjadi di setiap wilayah. Hal ini terjadi karena perbedaan sumber daya yang dimiliki antar daerah. Namun yang terpenting adalah adanya upaya untuk mengurangi ketimpangan antara daerah yang satu dengan yang lain dalam suatu wilayah. Bertitik tolak dari kenyataan itu, Ardani (1992) mengemukakan bahwa ketimpangan/kesenjangan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pem-bangunan itu sendiri.

Ketimpangan Regional

Masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, tetapi juga terjadi di daerah lain. Berbagai program telah dikembangkan untuk menjembatani ketimpangan antar daerah yang sudah dilakukan, namun belum mencapai hasil yang optimal. Alokasi penganggaran pembangunan seba-gai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tersebut tampaknya perlu lebih diperhatikan lagi di masa mendatang.

Strategi alokasi anggaran itu harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat mengurangi kesenjangan atau ketimpangan regional. Ketimpangan ini disebabkan oleh ketidakmerataan anugerah awal diantara


(18)

pelaku-pelaku ekonomi dan pelaksanaan pemba-ngunan yang lebih bertumpu pada aspek pertum-buhan (Dumairy, 1996:66).

Dengan kata lain, sumber daya alam yang dimiliki antar daerah misalnya modal, keahlian/ ketrampilan, teknologi, bakat atau potensi antar daerah tidak sama. Ketidaksetaraan anugerah awal dapat berakibat pada pembangunan menjadi tidak seimbang di mana ada pelaku ekonomi yang tumbuh cepat dalam pembangunan dan ada pelaku ekonomi yang lambat dalam pembangunan. Hal ini meru-pakan permasalahan yang pada gilirannya timbul masalah ketimpangan di berbagai aspek terutama ketimpangan regional.

Ukuran Ketimpangan Regional

a. Indeks Williamson:

Vw =

(

)

Υ

/n f

Υ

Υ i

2 i

Keterangan :

Vw = Indeks Ketimpangan Regional Williamson Yi = Pendapatan perkapita di daerah i

Y = Pendapatan perkapita rata-rata seluruh daerah

fi = Jumlah penduduk di daerah i

n = Jumlah penduduk wilayah seluryh daerah Hasil uji Indeks Williamson menunjukkan kriteria sebagai berikut.

ƒ Mendekati 0-0,34 termasuk tingkat kesenjangan rendah

ƒ Antara 0,35-0,80 termasuk timgkat kesenjangan sedang

ƒ Di atas 0,80 termasuk tingkat kesenjangan sangat tinggi

Dengan berbagai cara yang berbeda, untuk me-mahami tingkat ketimpangan atau kemerataan regional dapat dilakukan dengan analisis performan-ce ekonomi antar daerah dengan mengklasifikasi-kannya berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regionalnya. Atas dasar dua variabel tersebut, dengan menggunakan nilai rata-ratanya, pembangunan ekonomi daerah dapat dikelompokan menjadi empat yaitu: daerah yang memiliki tingkat pendapatan rendah dan

pertum-buhan ekonomi rendah (low income low growth), daerah yang memiliki tingkat pendapatan perkapita rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi (low income high growth), daerah yang memiliki tingkat penda-patan perkapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi high income low growth), daerah yang memiliki tingkat pendapatan perkapita tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi (high income high growth).

Dengan cara yang sama masih ada pendekatan lain yang dapat digunakan untuk memahami struktur pertumbuhan ekonomi sebagai analisis. Melalui analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi daerah yang masing-masing memiliki karakteristik pertum-buhan ekonomi yang berbeda yaitu: Daerah bertum-buh cepat (rapid growth region), Daerah tertekan (retarded region), Daerah sedang bertumbuh (growing region), Daerah relatif tertinggal (backward region). (Sjahfrizal, 1997)

b. Indeks Theil

Indeks Entropi Theil (Theil entropy index of inequality) pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur kesenjangan ekonomi dan konsentrasi industri. Kelemahan utama indeks lain yang mengukur konsentrasi/dispersi secara spasial adalah bahwa mereka hanya menya-jikan satu nilai tunggal pada satu titik waktu. Telah lama diketahui bahwa setiap indeks didesain untuk berbagai tujuan dan berdasarkan beberapa asumsi penting.

Tidak seperti indeks-indeks yang lain, indeks theil memungkinkan kita untuk membuat perban-dingan selama waktu tertentu dan menyediakan secara rinci dalam sub-unit geografis yang lebih kecil, yang pertama akan berguna untuk mengana-lisis kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu, sedang yang kedua juga penting ketika kita mendiskripsikan yang lebih rinci mengenai kesenjangan spasial, sebagai contoh kesenjangan antar daerah dalam suatu negara dan antar sub-unit daerah dalam suatu kawasan (Kuncoro, 2002).

Indeks Entropi Theil menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan indeks konsentrasi spasial yang lain. Keunggulan utama ini adalah bahwa pada suatu titik waktu, indeks ini menye-diakan ukuran derajat konsentrasi (dispersi) distribusi spasial pada sejumlah daerah dan sub-daerah dalam


(19)

JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Septermber 2009 107 suatu negara. Barangkali karakteristik yang paling

signifikan dari indeks entropi adalah bahwa indeks ini dapat membedakan kesenjangan “antar daerah” (between-regioninequality) dan kesenjangan ”dalam satu daerah” (within-region-region inequality). Lebih Khusus lagi dalam konteks Indonesia, indeks tersebut dapat dinyatakan dalam:

I(y) =

= N 1 i i i N Y log

Y (1)

Di mana:

I(y) = Indeks ketimpangan regional keseluruhan atas kesenjangan spasial Indonesia; Yi = Pangsa propinsi i terhadap total tenaga

kerja industri manufaktur Indonesia; N = Jumlah keseluruhan provinsi yang ada di

Indonesia.

Untuk mengukur kesenjangan spasial antar pulau di Indonesia, kita dapat memilah persamaan 1 ke dalam:

I(y) =

∑ ∑

= ε = ⎥⎥⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + R 1

r i 1 r

r 1 r 1 r R 1 r r r r N Y / y log Y y Y N / N Y log

Y (2)

Di mana:

Yr = Pangsa semua di dalam pulau; Nr = Jumlah di dalam Propinsi dalam pulau; R = Jumlah keseluruhan pulau-pulau utama di

Indonesia.

Bagian pertama dalam persamaan 2 adalah meng-ukur derajat kesenjangan tenaga kerja menurut pangsa pulau di Indonesia, sedangkan bagian kedua mengukur derajat perbedaan dalam pangsa provinsi dalam masing-masing pulau yang di beri bobot dengan pangsa keseluruhan pulau di Indonesia. Indeks entropy termasuk dekomposisi ke dalam kesenjangan spasial antar pulau dan dalam satu pulau. Nilai indeks entropy yang lebih rendah berarti menunjukkan adanya kesenjangan yang rendah, dan sebaliknya (Kuncoro, 2002).

c. Indeks Gini / Koefisien Gini

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidak-merataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan meng-hitung rasio bidang yang terletak antara garis

diagonal dan kurva Lorentz dibagi dengan luas separuh bidang dimana kurva Lorentz itu berada. Pada gambar 1, rasio yang dimaksud adalah perban-dingan bidang A terhadap total segitiga BCG. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah Koefisien Gini (Gini coefficient). Koefisien Gini adalah kurva yang mengukur ketidak-merataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejah-teraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Walaupun kemungkinannya sangat kecil bahwa tingkat peme-rataan akan mencapai angka 0 dan juga kecil kemungkinannya tingkat ketimpangan akan menca-pai angka 1.

GARIS PEMERATAAN Persentase pendapatan KURVA LORENZ Persentase penduduk B C D

Gambar 1: Perkiraan Koefisien Gini

Pada prakteknya, angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pandapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35. Koefisien Gini merupakan informasi yang bermanfaat untuk menunjukkan tingkat dan peru-bahan distribusi pendapatan berdasarkan bentuk-bentuk kurva Lorentz yang ada di masa lalu dan saat ini (Todaro, 2000).

Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) menyatakan bahwa faktor penentu utama pertum-buhan ekonomi suatu daerah adalah berkaitan


(20)

dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah, seperti penggunaan sumber daya lokal yakni tenaga kerja dan bahan baku yang menghasilkan kekayaan daerah dan dapat menciptakan peluang kerja (job creation). Teori basis ekonomi dapat juga digunakan untuk mengidentifikasikan dan menentu-kan apakah suatu sektor atau industri merupamenentu-kan sektor/industri basic atau non basic. Untuk menen-tukan suatu sektor basic atau non basic melalui pendekatan Location Quotient (Arsyad, 1999).

Location Quotient (LQ) adalah teknik yang untuk mengidentifikasi atau mengukur konsentrasi industri perekonomian lokal dibandingkan dengan perekonomian yang lebih luas. Nilai LQ>1 artinya perekonomian lokal atau daerah mempunyai spe-sialisasi atas industri tersebut dibandingkan pereko-nomian yang lebih luas. Sebaliknya nilai LQ<1 maka suatu daerah tidak memiliki spesialisasi atas suatu industri (Blakely, 2002), (Hayter, 2000), (Hoover, 1971).

Semakin tinggi permintaan barang dan jasa dari suatu daerah tertentu, maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh dari daerah terse-but. Oleh karena itu, setiap daerah harus berusaha untuk mengembangkan spesialisasinya agar dapat memperoleh pendapatan yang tinggi dari pening-katan penjualan barang dan jasa ke luar daerah. Selain itu dengan adanya peningkatan permintaan barang dan jasa ini, maka dengan sendirinya setiap daerah akan dapat menciptakan lapangan kerja.

Penelitian Terdahulu

Yunita (2006) melakukan penelitian di Jawa Tengah tentang disparitas industri dengan tahun pengamatan 2001–2003. Alat analisis yang diguna-kan Indeks Theil, Indeks Spesialisasi Regional dan Koefisien Lokasi Gini. Hasil penelitiannnya Di Jawa Tengah terjadi ketimpangan tenaga kerja Industri Manufaktur.

Suharto (2002) melakukan penelitian di Indone-sia tentang disparitas industri dengan tahun pengamatan 1993–1996. Alat analisis yang diguna-kan Indeks Theil, Indeks Spesialisasi Regional, Koefisien Lokasi Gini dan koefisien Gini. Hasil penelitiannnya berdasarkan indeks Theil menunjuk-kan ketimpangan antar pulau utama mendominasi

ketimpangan total di Indonesia. Ketimpangan antar pulau menyumbang rata-rata lebih dari 95%.

Soepono (2001) melakukan penelitian di Kabu-paten Badung Provinsi Bali dengan tahun peng-amatan 1999. Alat analisis yang digunakan Location Quotient. Hasil penelitiannnya dengan menggunakan alat analisis LQ, menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh sektor listrik, gas dan air, bangunan, per-dagangan/hotel, pengangkutan, keuangan/asuransi dan jasa kemasyarakatan merupakan sektor basis. Sektor pertanian, tambang dan penggalian serta industri adalah sektor-sektor non basis.

Kerangka Pemikiran

Gambar 2: Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE PENELITIAN Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yang bersumber dari Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) khususnya data tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, jumlah perusahaan, nilai tambah sektor manufaktur besar dan sedang Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dengan menggunakan data industri manufaktur ISIC dua digit.


(1)

I N D E K

Development (pengembangan): 144; 145; 146; 150; 151; 152; 153

Disparity (disparitas): 104; 105; 108; 110; 112; 113

Economic growth (pertumbuhan ekonomi) : 114; 115; 116; 118; 119; 120; 124

Economic stability (Stabilitas ekonomi): 114; 123

Expectation (harapan): 126

External potential (potensi exsternal): 184; 188; 189; 190

Food crops (tanaman pangan): 144; 145; 146; 149; 150; 153; 154

Foreign Direct Investment (investasi langsung luar negeri): 156; 158

GDP: 176

Impact of rising wages (dampak perubahan upah): 91; 93; 95; 96

Index Theil: 104; 106; 108; 109; 110; 112

Industrial Estates: 156

Industry specialized (spesialisasi industri): 104; 105; 109; 112; 113

Internal potential (potensi internal): 184; 188; 189; 190

Investment plan (rencana investasi): 157; 160; 162; 162

Myths (mitos): 126; 127; 130; 134

Neo liberalism: 126; 127; 128; 129; 130; 133; 134

Potential sectors (sektor potensial): 122; 123; 124

Sector (sektor): 176; 177; 178; 179; 180; 181; 182; 184; 185; 186; 188; 189; 190; 191

Superb commodity: 144

The manufacturing industry (industri manufaktur): 91; 92; 93; 97; 98; 99; 100; 101; 102; 103


(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan edisi volume 2 ini, Redaksi Jejak dengan tulus ikhlas mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak terutama kepada para mitra bestari sekaligus sebagai tim ahli yang telah sudi meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk mengoreksi naskah dari sisi subtansinya pada edisi volume 2 nomor 1 dan nomor 2 ini sebelum diterbitkan yakni kepada Yth.:

1. Prof. Dr. Mudrajat Kuncoro, M.Soc.

(Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta) 2. Prof. Dr. Tulus Haryono, MS.

(Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta) 3. Dr. R. Maryatmo, MA.

(Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta) 4. Dr. Hadi Sasana, MSi.

(Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang) 5. Dr. Agung Riyardi, MSi.

(Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta) 6. Dr. Azwardi, M.Si.

(Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Palembang) 7. Dr. Trenggonowati, MS.


(3)

PEDOMAN RINGKAS

PENULISAN ARTIKEL JEJAK JEP FE UNNES

A. Ketentuan Umum:

1. Artikel lebih diutamakan hasil penelitian, dan kajian empiris atau hasil pemikiran konseptual dan kajian teoritis dalam bidang ekonomi yang belum pernah dimuat dan tidak sedang dikirim ke terbitan/jurnal lain. 2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia yang baku atau bahasa Inggris yang baik. Diketik 1 spasi untuk

abstrak serta 1,5 spasi untuk isi dengan font Arial 11 dan menggunakan ukuran kertas UNESCO A4, 210 x 297 mm sebanyak 15-20 halaman.

3. Artikel dikirim sebanyak satu eksemplar dan disertai soft copy dalam bentuk CD, atau disket atau USB serta dilengkapi dengan riwayat hidup, alamat lembaga/instansi, dan e-mail atau nomor telpon.

4. Penilaian, penerimaan atau penolakan artikel oleh tim redaksi JEJAK berdasarkan pada Panduan Akreditasi Berkala Ilmiah 2006 oleh LIPI dan DP2M serta taat pada pedoman atau kaidah selingkung JEJAK. Hasil kemungkinan tentang penilaian artikel dapat berupa:

a. Diterima tanpa perbaikan

b. Diterima dengan sedikit perbaikan oleh redaksi c. Diterima dengan perbaikan dari penulis d. Ditolak karena kurang/tidak memenuhi syarat

5. Hasil tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis. B. Ketentuan Khusus:

1. Sistematika Artikel

a. Sistematika penulisan di JEJAK harus lengkap dan bersistem baik yang mengikuti kaedah-kaedah selingkung dan ciri berkala ilmiah sebagai berikut:

1). Sistematika artikel hasil penelitian: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 200 kata berisi tujuan, metode dan hasil penelitian); kata kunci; pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, pokok masalah serta tujuan penelitian; landasan teori yang berisi penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan; metode penelitian; hasil dan pembahasan; simpulan dan saran; serta daftar pustaka.

2). Sistematika artikel hasil pemikiran konseptual: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan berisi latar belakang dan ruang lingkup tulisan; pembahasan berisi bahasan utama yang dapat dibagi ke dalam sub-bagian; penutup; serta daftar pustaka.

b. Penulis artikel pada JEJAK JEP FE UNNES dituntut untuk menggunakan bahasa analisis secara tajam, jelas, lengkap, kritis, argumentatif dan informatif serta komplementer yang dilengkapi seperti; gambar, foto, tabel, grafik, model dan sebagainya untuk mendukung pemaparan analisis deskriptif dan sintesisnya.


(4)

2) Untuk jurnal/majalah/terbitan berkala ditulis dengan urutan: Nama penulis, Tahun, Judul tulisan, Nama jurnal/majalah, Vol., No., Hal., Kota penerbit: Nama penerbit.

3) Untuk tulisan/karangan yang merupakan bagian dari buku ditulis dengan urutan: Nama pengarang, Tahun, Judul tulisan/karangan, dalam (atau in) nama Editor (Ed), Judul buku, Hal. (pp.), Kota penerbit, Nama penerbit.

4) Untuk rujukan dari internet, tanggal akses atau tanggal down load harus dicantumkan.

5) Untuk rujukan dari koran ditulis dengan urutan: Nama penulis, (anonim, jika tidak ada pengarangnya), Tahun, bulan, tanggal, Judul tulisan, Nama koran, Nomor halaman, (kolom).

2. Isi dan Aspirasi Wawasan

a. Aspirasi wawasan penulisan artikel di JEJAK minimal berwawasan nasional atau regional serta lebih diharapkan mampu berwawasan internasional, sehingga sumbangan berkala artikel dalam JEJAK untuk kemajuan IPTEK adalah sangat tinggi. Artinya, sekalipun kajian isi artikel sifatnya tetap sangat spesifik dari suatu disiplin ilmu JEJAK, tetapi jangkauan wawasan artikel yang ditulis dengan bahasa baku yang baik dan lebih bersifat keuniversalan akan lebih dipentingkan dibandingkan dengan kenasionalan apalagi kelokalan.

b. Sumbangan berkala pada IPTEK yang dimaksud diukur dari derajat keorisinalan dan makna kontribusi ilmiah temuan/gagasan/hasil pemikiran dalam tulisan yang dimuatnya harus tetap sesuai dengan bidang disiplin Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan JEJAK.

c. Bobot isi kemutakhiran bahan yang diacu dan ketajaman analisis serta sinteksis yang dilakukan secara kritis serta peranannya dapat berfungsi sebagai pemacu kegiatan penelitian berikutnya sangat diutamakan. Karena itu, penarikan kesimpulan yang mampu mencetuskan teori baru atau metode/model ilmiah baru yang dituangkan secara mapan dan lebih bermakna ilmiah akan lebih diutamakan daripada kesimpulan dangkal dan saran bahwa penelitiannya perlu dilanjutkan.

3. Format Artikel JUDUL

Judul artikel harus ditulis spesifik dan efektif, tidak boleh disingkat dan tidak lebih dari 14 kata dalam tulisan berbahasa Indonesia, atau 10 kata bahasa Inggris, sehingga sekali dibaca dapat ditangkap maksudnya secara komprehnsif. Keefektifan judul harus bersifat baku dan lugas.

Nama Penulis

Nama penulis artikel ditulis baku dan lengkap tanpa gelar akademis, dan di bawah nama penulis disertai alamat lembaga dan alamat e-mail.

ABSTRAK

Abstrak ditulis secara gamblang, utuh dan lengkap mengambarkan esensi keseluruhan tulisan, dan abstrak bukan ringkasan. Isi abstrak maksimal 200 kata yang meliputi tujuan penelitian atau penulisan artikel, metode yang digunakan, hasil atau kesimpulan. Jika artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, maka abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris. Tetapi, jika artikel ditulis dalam bahasa inggris, maka abstrak tetap dalam bahasa inggris saja.


(5)

Kata Kunci

Di bawah abstrak disertai kata kunci. Kata kunci ini harus dipilih secara cermat, sehingga mencerminkan konsep yang dikandung artikel terkait, dan merupakan kelengkapan artikel ilmiah untuk membantu keteraksesan artikel yang bersangkutan.

PENDAHULUAN

Tidak hanya berisi latar belakang masalah pentingnya penelitian tersebut dilakukan, tetapi juga berisi pokok masalah, serta tujuan penelitian dan sintesa dari artikel yang ditulis oleh penulis.

LANDASAN TEORI

Landasan teori yang disertakan harus singkat, tetapi tetap baku dan padat dan hanya landasan teori yang benar-benar digunakan saja. Sebaiknya berisi penelitian sebelumnya yang mendukung penguatan pentingnya penelitian atau artikel tersebut perlu dilakukan dan ditulis, serta kerangka pikir atau hipotesis penelitian jika ada. METODE PENELITIAN

Menguraikan desain riset atau tata cara penelitian secara rinci (metode, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan model analisis data serta cara penafsiran atau cara interprestasi hasil penelitian) HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil penelitian yang sewajarnya dan dianggap paling menonjol yang disusun secara sistematis, informatif dan kritis serta ditulis dalam bentuk bahasa yang baku (baik dan benar). Hasil pengolahan data yang disajikan harus selektif dan mampu menggunakan fasilitas penjelas secara informatif dan kritis sehingga tidak memberikan informasi yang berulang. Ingat semua penulis artikel Jejak dituntut untuk menggunakan bahasa analisis secara tajam, jelas, lengkap, kritis, argumentatif dan informatif serta komplementer sementara; gambar, foto, tabel, grafik, model dan sebagainya bukanlah hasil pokok tetapi, hanya untuk mendukung pemaparan analisis deskriptif dan sintesisnya yang kritis dan argumentatif. Pembahasan hasil merupakan analisis atau argumentasi kritis mengenai relevansi hasil dengan teori dan fakta empiris, manfaat serta kemungkinan pengembangan yang lebih bermakna ilmiah dan univesal. Artinya, kepioniran isi artikel ditentukan oleh kemutakhiran state-of-the-art IPTEK yang dikandung, kecanggihan sudut pandang dan ketepatan pendekatan yang digunakan serta kebaruan temuan bagi pengembangan ilmu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan harus dapat dirumuskan dengan tajam, tegas, cermat, singkat dan jelas serta berdasarkan fakta temuan empiris dalam penelitian atau hasil pemikiran kritis yang mampu memacu penelitian berikutnya. Saran atau rekomendasi jika ada harus tegas, dan jelas serta bersifat operasional dan tetap harus terkait dengan hasil penelitian ilmiah yang ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi daftar bacaan yang aktual dan hanya berisi sumber acuan yang digunakan saja serta harus mengikuti sistematika seperti yang telah dijelaskan di atas. Daftar rujukan bacaan diharapkan 85% dari referensi buku atau jurnal-jurnal ilmiah terbaru maksimal terbitan 10 tahun terakhir. Semakin tinggi pustaka primer yang diacu akan semakin baik dan makin bermutu artikel tersebut, tetapi semakin sering penulis mengacu pada diri sendiri (self citation) akan dapat mengurangi prioritas penilaian berkala dan penolakan dimuatnya artikel.


(6)

DESAIN SISTEM PENGELOLAAN ATIKEL JEJAK

DI JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNNES

ISSN 1979-715X

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Ketentuan Umum:

6. Artikel dikirim sebanyak satu eksemplar dan disertai soft copy dalam bentuk CD, atau disket atau USB serta dilengkapi dengan riwayat hidup, alamat lembaga/instansi, dan e-mail atau nomor telpon. Pengiriman artikel juga dapat melalui email: jejak_fe@staff.unnes.ac.id atau jejak_feunnes.yahoo.com 7. Penilaian, penerimaan atau penolakan artikel oleh tim redaksi JEJAK berdasarkan pada Panduan

Akreditasi Berkala Ilmiah 2006 oleh LIPI dan DP2M serta taat pada pedoman atau kaidah selingkung JEJAK. Hasil kemungkinan tentang penilaian artikel dapat berupa:

a). Diterima tanpa perbaikan

b). Diterima dengan sedikit perbaikan oleh redaksi c). Diterima dengan perbaikan dari penulis d). Ditolak karena kurang/tidak memenuhi syarat

8. Hasil tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis dan redaksi tidak berkewajiban mengembalikan artikel yang ditolak.

PENULIS ARTIKEL

PENYUNTING PELAKSANA

PENYUNTING AHLI

PERCETAKAN/ DISTRIBUSI

Naskah Penyampaian

Naskah

Naskah Diterima

Pemeriksaan Teknis

Laik

Pemeriksaan Isi/Materi

Laik

Editing/ Sunting

Desain/Setting Pracetak

Master Jurnal

Cetak Jurnal

Distribusi Jurnal