T BP 1201449 Chapter1
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang menghantarkan pada topik penelitian. Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Penelitian
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Pada masa remaja, perasaan mereka lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga tidak menyukai hal-hal yang menggangu diri para remaja. Remaja dalam menghadapi masa transisi ini sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja adalah memperkuat
self-control (kemampuan mengendalikan diri) Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26). Seiring dengan tugas perkembangan remaja Phares dan Lefcont (Febrianti, 2005) mengemukakan, beberapa penelitian membuktikan individu yang memiliki orientasi letak kendali internal (kendali diri) lebih berhasil mengarahkan perhatiannya, lebih selektif terhadap stimulus dan lebih sensitif terhadap tugas. Individu yang memiliki kecenderungan internal (kendali diri) memiliki level aspirasi yang lebih tinggi, lebih terlibat dengan lingkungan tempat mereka berada, mandiri, mampu menahan perasaan dan keinginan sesaat demi tujuan jangka panjang, bertanggung jawab, berdaya juang tinggi, dan tekun.
Hurlock (2004: 225) menjelaskan individu yang memiliki kontrol diri memiliki kesiapan diri untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan norma, adat, nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama dan tuntutan lingkungan masyarakat dimana ia tinggal, emosinya tidak lagi meledak-ledak dihadapan orang lain,
(2)
melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima.
Menurut Cavanagh dan Justin (2002: 211-212) orang yang kurang memadai pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang penting. Dua tugas perkembangan tang penting yang dimaksud adalah individu tidak bisa mengatur dirinya sendiri, dan individu mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
Apabila remaja yang berada pada masa transisi mampu mengendalikan diri tentu saja remaja akan menjalani kehidupannya dengan tentram dan dapat diterima oleh lingkungannya. Keadaan sebaliknya apabila remaja tidak dapat mengendalikan diri maka remaja tersebut akan cenderung melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Hasil penelitian Lestari (2006: 69) terhadap siswa Kelas 2 SMA Pasundan 2 Bandung menunjukkan, kendali diri memberi kontribusi positif terhadap kedisiplinan siswa di sekolah sebesar 27,2%. Dalam hal ini diketahui kendali diri merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap diri siswa terutama dalam hal kedisiplinan di sekolah, kedisiplinanpun akan berdampak terhadap hasil belajar siswa di sekolah. Jadi salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan siswa dalam melakukan penyesuaian diri terhadap tata tertib sekolah adalah adanya kemampuan pengendalian diri.
Banyak kasus terjadi di kalangan remaja yang cenderung merupakan perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri. Contoh kasus, seorang siswa SMK yang menyiram air keras di dalam bis karena marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga terdapat 14 korban yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).
Hasil penelitian Lestari (2009) menggambarkan kualitas pengendalian diri siswa SMA BPPI Kabupaten Bandung Tahun Ajaran 2008/2009 dari sampel yang diteliti yang berjumlah 35 orang menyatakan, kualitas kendali diri siswa termasuk
(3)
dalam kategori sedang, artinya belum semua siswa dapat mengendalikan dirinya dengan baik. Terdapat sebagian siswa telah mampu mengendalikan dirinya dengan baik namun jumlah siswa yang tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik tidak sedikit.
Pada setting sekolah terdapat juga kasus pelanggaran yang dilakukan oleh remaja terutama terhadap peraturan sekolah. Pelanggaran tersebut dapat dikatakan serius karena telah mengarah pada penyimpangan norma agama dan norma sosial, seperti perkelahian antara pelajar (tawuran), perkelahian siswa dengan guru,
penggunaan obat-obat terlarang, membaca atau melihat majalah dan video porno,
berbicara kasar atau kotor, dan kasus lainnya. Perilaku yang tidak disiplin memengaruhi siswa dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah maupun masyarakat. Sesuai dengan penjelasan Bhave & Saini (2009: 3) mengatakan manusia perlu mempelajari bagaimana cara mereka mengendalikan emosinya agar dapat beradaptasi dengan baik.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMPN 2 Batusangkar, terdapat beberapa siswa yang kurang mampu mengendalikan diri, terutama dari segi kedisiplinan terhdap peraturan sekolah, contoh tindakan siswa yang kurang mampu mengontrol diri adalah terjadinya perkelahian antar pelajar yang menyebabkan cidera, memecahkan kaca sekolah, dan pencurian.
Untuk melengkapi data studi pendahuluan diperoleh juga data melalui penyebaran angket, diperoleh gambaran profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 226 siswa yaitu: sebanyak 33 siswa (14,60% ) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Sebanyak 163 siswa (72,12%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori sedang, sebanyak 30 siswa (13,27%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori rendah. Berdasarkan persentase tersebut, profil umum komunikasi interpersonal siswa kelas X VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 berada pada kategori sedang.
(4)
layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar 10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.
Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1) Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%. Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar 11%.
Terdapat 13,27% yang berjumlah 30 siswa berada pada kategori rendah. Siswa yang berada pada kategori rendah ini tidak dapat dibiarkan. Pratt & Cullen (Higgins, 2007) dalam penelitiannya menjelaskan, sebagian besar penelitian empiris menunjukkan rendahnya pengendalian diri memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Beriringan dengan hal itu Veral & Moon (2011) meneliti sekelompok remaja, hasil penelitiannya menunjukkan rendahnya pengendalian diri umumnya secara signifikan berhubungan dengan perilaku menyimpang.
Chapple, Hope, dan Whiteford (2005) menjelaskan kontrol diri juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, dalam menangani anak yang terpengaruh oleh narkoba. Orang tua yang bagus pola asuhnya maka anaknya akan mampu mengendalikan diri terhadap pengaruh narkoba. Namun pola asuh orang tua yang kurang baik cenderung anaknya terpengaruh oleh narkoba.
Guru Bimbingan dan konseling berperan penting mengetahui keadaan pengendalian diri siswa dan diperlukan solusi yang dapat meningkatkan pengendalian diri siswa yang masih rendah. Bandura (Wagner, 2007) menyebutkan banyak perilaku, (baik dan buruk) adalah belajar dengan meniru perilaku orang lain. Siswa berperilaku melanggar norma dapat terjadi karena melihat lingkungan yang tidak baik. Salah satu cara yang dapat digunkan melalui
(5)
teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.
Modeling merupakan salah satu teknik yang diimplementasikan dari teori belajar sosial, teori belajar sosial dipelopori oleh Albert Bandura. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kogntif, perilaku, pengaruh lingkungan. Belajar melalui
modeling mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya
Melalui pemodelan remaja dapat memperoleh informasi secara langsung baik melalui penghadiran model langsung atau pun melaui simbol-simbol. Remaja yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau fenomena yang disajikan kepadanya.
Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi
perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu pemodelan dipandang tepat digunakan untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku, pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian
Atas dasar uraian latar belakang penelitian, diperoleh kejelasan permasalahan sebagai berikut masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewas, pada masa transisi remaja mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980), dan Erikson (Hall & Lindzey, 1993) bahwa masa remaja merupakan tahap pencarian indentitas dan sebagai ambang masa dewasa.
Permasaahan siswa SMPN 2 Batusangkar yang merupakan remaja dalam menghadapi masa transisi ini sering kehilangan pengendalian diri. Menurut Cavanagh dan Levitov (2002: 211-212) orang yang kurang memadai
(6)
pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang penting. Dua tugas perkembangan penting yang dimaksud adalah individu tidak bisa mengatur dirinya sendiri, dan individu mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
Dalam kehidupan sehari-hari siswa-siswa memperlihatkan perilaku kurangnya pengendalian diri, terutama dari segi kedisiplinan terhdap peraturan sekolah, contoh tindakan siswa yang kurang mampu mengontrol diri adalah terjadinya perkelahian antar pelajar yang menyebabkan cidera, memecahkan kaca sekolah, dan pencurian
Kemampuan mengontrol diri termasuk dalam bidang pribadi peserta didik. Guru bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan sebagai peningkatan pengendalian diri siswa untuk mengantisipasi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan. Remaja yang tidak mampu mengendalikan dirinya akan susah beradaptasi atau diterima oleh lingkungan, baik lingkungan masyarakat, maupun lingkungan sekolah. Kurangnya pengendalian diri bagi remaja juga dapat menjadi penyebab terjadinya tindakan atau perilaku kriminal.
Fakta empiris menunjukkan layanan bimbingan dan konseling dibutuhkan bagi siswa yang rendah kontrol dirinya. Untuk pengendalian diri pada siswa dibutuhkan teknik yang tepat. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah
melalui teknik pemodelan. Modeling adalah prosedur yang menyajikan
serangkaian perilaku kepada individu agar individu dapat berperilaku yang sama seperti yang dicontohkan/dimodelkan (Bandura, 1997: 93). Sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model (Santrock, 2003: 53). Sesuai yang dijelaskan oleh (Yusuf dan Nurihsan. A. J, 2007: 133) tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara faktor-faktor penentu yaitu faktor internal yang meliputi kognisi, persepsi, dan faktor eksternal yanitu lingkungan.
(7)
tingkah laku yang teramati, mengeneralisasi berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif (Santrock, 2003: 53). Tarsidi (2008:14) menjelaskan
bahwa pengamatan melalui modeling yang dialami individu mempunyai beberapa
fungsi, yaitu fungsi informasi, motivasi, pembangkitan emosi, dan fungsi pemberian nilai.
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, dirumuskan masalah,
teknik modeling belum diketahui keefektivitannya terhadap peningkatan
pengendalian diri siswa, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam
terhadap penerapan teknik modeling untuk meningkatkan pengendalian diri siswa.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah memperoleh teknik
modeling yang efektif untuk meningkatkan pengendalian diri siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah teori tentang dinamika siswa dalam meningkatkan pengendalian diri dan melengkapi berbagai model konseling untuk meningkatkan pengendalian diri. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut.
a. Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian dapat dipergunakan oleh guru bimbingan dan konseling sekolah di lapangan sebagai pedoman intervensi dalam menangani siswa yang tidak mampu mengendalikan diri. Hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada guru Bimbingan dan Konseling dalam pelaksanaan layanan
(8)
siswa. Teknik modeling ini tidak hanya dapat diterapkan di SMPN 2 Batusangkar tetapi juga dapat dipergunakan untuk sekolah lain dengan mempertimbangkan karakteristik dan kekhasan masing-masing sekolah.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling serta tenik yang sesuai untuk meningkatkan pengendlian diri siswa.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ditulis dalam lima bab, dengan struktur organisasi pada halaman berikutnya.
1. Bab I Pendahuluan mencakup uraian dari latar belakang; identifikasi dan rumusan masalah penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan sistematika penulisan tesis.
2. Bab II Kajian Pustaka mencakup uraian konsep atau teori utama dan teori-teori
turunannya dalam bidang yang dikaji; hasil penelitian terdahulu dan hasil temuannya; kerangka pemikiran; serta asumsi dan hipotesis.
3. Bab III Metode Penelitian mencakup pembahasan secara berurutan tentang
pendekatan penelitian; metode penelitian; desain penelitian; lokasi dan subjek penelitian; definisi operasional tentang variabel-variabel penelitian; instrumen penelitian; teknik pengumpulan data dan analisisnya.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan mendiskusikan temuan penelitian
dengan menggunakan dasar teoritik yang telah dibahas dalam Bab II dan berisi uraian tentang dua hal utama yaitu; hasil pengolahan atau analisis data dalam bentuk temuan penelitian; dan pembahasan atau analisis temuan penelitian.
(9)
5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi mencakup penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan; dan rekomendasi yang ditujukan kepada guru bombingan dan konseling, kepala sekolah dan kepada peneliti selanjutnya.
(1)
layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar
10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek
Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.
Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1) Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%. Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar 11%.
Terdapat 13,27% yang berjumlah 30 siswa berada pada kategori rendah. Siswa yang berada pada kategori rendah ini tidak dapat dibiarkan. Pratt & Cullen (Higgins, 2007) dalam penelitiannya menjelaskan, sebagian besar penelitian empiris menunjukkan rendahnya pengendalian diri memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Beriringan dengan hal itu Veral & Moon (2011) meneliti sekelompok remaja, hasil penelitiannya menunjukkan rendahnya pengendalian diri umumnya secara signifikan berhubungan dengan perilaku menyimpang.
Chapple, Hope, dan Whiteford (2005) menjelaskan kontrol diri juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, dalam menangani anak yang terpengaruh oleh narkoba. Orang tua yang bagus pola asuhnya maka anaknya akan mampu mengendalikan diri terhadap pengaruh narkoba. Namun pola asuh orang tua yang kurang baik cenderung anaknya terpengaruh oleh narkoba.
Guru Bimbingan dan konseling berperan penting mengetahui keadaan pengendalian diri siswa dan diperlukan solusi yang dapat meningkatkan pengendalian diri siswa yang masih rendah. Bandura (Wagner, 2007) menyebutkan banyak perilaku, (baik dan buruk) adalah belajar dengan meniru perilaku orang lain. Siswa berperilaku melanggar norma dapat terjadi karena melihat lingkungan yang tidak baik. Salah satu cara yang dapat digunkan melalui
(2)
teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.
Modeling merupakan salah satu teknik yang diimplementasikan dari teori belajar sosial, teori belajar sosial dipelopori oleh Albert Bandura. Teori belajar sosial menjelaskan perilaku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kogntif, perilaku, pengaruh lingkungan. Belajar melalui
modeling mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya
Melalui pemodelan remaja dapat memperoleh informasi secara langsung baik melalui penghadiran model langsung atau pun melaui simbol-simbol. Remaja yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau fenomena yang disajikan kepadanya.
Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi
perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu pemodelan dipandang tepat digunakan untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku, pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian
Atas dasar uraian latar belakang penelitian, diperoleh kejelasan permasalahan sebagai berikut masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewas, pada masa transisi remaja mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980), dan Erikson (Hall & Lindzey, 1993) bahwa masa remaja merupakan tahap pencarian indentitas dan sebagai ambang masa dewasa.
Permasaahan siswa SMPN 2 Batusangkar yang merupakan remaja dalam menghadapi masa transisi ini sering kehilangan pengendalian diri. Menurut Cavanagh dan Levitov (2002: 211-212) orang yang kurang memadai
(3)
pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang penting. Dua tugas perkembangan penting yang dimaksud adalah individu tidak bisa mengatur dirinya sendiri, dan individu mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
Dalam kehidupan sehari-hari siswa-siswa memperlihatkan perilaku kurangnya pengendalian diri, terutama dari segi kedisiplinan terhdap peraturan sekolah, contoh tindakan siswa yang kurang mampu mengontrol diri adalah terjadinya perkelahian antar pelajar yang menyebabkan cidera, memecahkan kaca sekolah, dan pencurian
Kemampuan mengontrol diri termasuk dalam bidang pribadi peserta didik. Guru bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan sebagai peningkatan pengendalian diri siswa untuk mengantisipasi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan. Remaja yang tidak mampu mengendalikan dirinya akan susah beradaptasi atau diterima oleh lingkungan, baik lingkungan masyarakat, maupun lingkungan sekolah. Kurangnya pengendalian diri bagi remaja juga dapat menjadi penyebab terjadinya tindakan atau perilaku kriminal.
Fakta empiris menunjukkan layanan bimbingan dan konseling dibutuhkan bagi siswa yang rendah kontrol dirinya. Untuk pengendalian diri pada siswa dibutuhkan teknik yang tepat. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah
melalui teknik pemodelan. Modeling adalah prosedur yang menyajikan
serangkaian perilaku kepada individu agar individu dapat berperilaku yang sama seperti yang dicontohkan/dimodelkan (Bandura, 1997: 93). Sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model (Santrock, 2003: 53). Sesuai yang dijelaskan oleh (Yusuf dan Nurihsan. A. J, 2007: 133) tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara faktor-faktor penentu yaitu faktor internal yang meliputi kognisi, persepsi, dan faktor eksternal yanitu lingkungan.
(4)
tingkah laku yang teramati, mengeneralisasi berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif (Santrock, 2003: 53). Tarsidi (2008:14) menjelaskan
bahwa pengamatan melalui modeling yang dialami individu mempunyai beberapa
fungsi, yaitu fungsi informasi, motivasi, pembangkitan emosi, dan fungsi pemberian nilai.
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, dirumuskan masalah,
teknik modeling belum diketahui keefektivitannya terhadap peningkatan
pengendalian diri siswa, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam
terhadap penerapan teknik modeling untuk meningkatkan pengendalian diri siswa.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah memperoleh teknik
modeling yang efektif untuk meningkatkan pengendalian diri siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah teori tentang dinamika siswa dalam meningkatkan pengendalian diri dan melengkapi berbagai model konseling untuk meningkatkan pengendalian diri. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut.
a. Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian dapat dipergunakan oleh guru bimbingan dan konseling sekolah di lapangan sebagai pedoman intervensi dalam menangani siswa yang tidak mampu mengendalikan diri. Hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada guru Bimbingan dan Konseling dalam pelaksanaan layanan
(5)
siswa. Teknik modeling ini tidak hanya dapat diterapkan di SMPN 2 Batusangkar tetapi juga dapat dipergunakan untuk sekolah lain dengan mempertimbangkan karakteristik dan kekhasan masing-masing sekolah.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling serta tenik yang sesuai untuk meningkatkan pengendlian diri siswa.
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ditulis dalam lima bab, dengan struktur organisasi pada halaman berikutnya.
1. Bab I Pendahuluan mencakup uraian dari latar belakang; identifikasi dan
rumusan masalah penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan sistematika penulisan tesis.
2. Bab II Kajian Pustaka mencakup uraian konsep atau teori utama dan teori-teori
turunannya dalam bidang yang dikaji; hasil penelitian terdahulu dan hasil temuannya; kerangka pemikiran; serta asumsi dan hipotesis.
3. Bab III Metode Penelitian mencakup pembahasan secara berurutan tentang
pendekatan penelitian; metode penelitian; desain penelitian; lokasi dan subjek penelitian; definisi operasional tentang variabel-variabel penelitian; instrumen penelitian; teknik pengumpulan data dan analisisnya.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan mendiskusikan temuan penelitian
dengan menggunakan dasar teoritik yang telah dibahas dalam Bab II dan berisi uraian tentang dua hal utama yaitu; hasil pengolahan atau analisis data dalam bentuk temuan penelitian; dan pembahasan atau analisis temuan penelitian.
(6)
5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi mencakup penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan; dan rekomendasi yang ditujukan kepada guru bombingan dan konseling, kepala sekolah dan kepada peneliti selanjutnya.