T BP 1201449 Chapter3
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III berisi penjabaran lebih rinci tentang metodologi penelitian. Bahasan mengenai metodologi penelitian terdiri dari lokasi, populasi dan sampel penelitian, pendekatan dan desain penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan rumusan Intervensi.
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian adalah siswa Kelas VIII (delapan) SMP SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelian dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel secara random tampa pilih bulu, karena setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan partisipan penelitian (Hadi, 2006:91).
Latar belakang dipilihnya SMP loksi, populsi, dan sampel penelitian sebagai berikut.
1. Berdasarkan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling diketahui bahwa siswa yang pengendalian dirinya rendah adalah pada tingkat kelas VIII. Maka dipilih 2 kelas pada Kelas VIII (delapan) untuk menjadi sampel penelitian.
2. Sebagai populasi, pemilihan siswa kelas VIII (delapan) berdasarkan asumsi bahwa siswa pada tingkatan kelas VIII merupakan bagian dari masa remaja awal, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Kenakalan siswapun meningkat pada masa remaja, sehingga sulit untuk mengendalikan diri.
3. Dipilihnya SMP N 2 Batusangkar sebagai lokasi penelitian karena belum ada penelitian serupa yang dilakukan.
(2)
B. Pendekatan dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Metode eksperimen kuasi digunakan untuk mengetahui efektivitas teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa. Eksperimen kuasi (quasi experiment) yaitu desain yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat sepenuhnya berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiono, 2009: 114).
Desain yang digunakan dalam penelitian adalah “pretest-posttest equivalent control group design” (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan teknik modeling dan pada kelompok kontrol diberikan tidak diberikan perlakuan.
Desain ini dilakukan dengan pertimbangan karena kelas eksperimen dan kontrol memiliki karakteristik yang sama. Kesamaan mereka adalah sama-sama berada pada kategori pengendalian diri rendah, dan jumlah anggota kelompok eksperimen dan kontrol sama.
Tabel 3.1
Desain Penelitian Eksperiment kuasi
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-Test
Eksperiment O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Keterangan:
O1, O2 : Kegiatan Pre-test O2, O4 : Kegiatan Post-test
X : Perlakuan/Treatment dengan menggunakan teknik modeling - : Tidak ada perlakuan
Penelitian eksperimen kuasi dengan desain equivalent pretest-posttest control group design melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain equivalent pretest-posttest control group design
(3)
melakukan pre-test dan post-test pada kedua kelompok untuk mengukur kontribusi perlakuan terhadap pengendalian diri pada dua kelompok siswa yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok pertama yaitu kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan teknik modeling dan pada kelompok kedua yaitu kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Perbedaan hasil pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat menunjukkan efektif atau tidaknya perlakuan (teknik pemodelan) yang diberikan kepada kelompok eksperimen.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel independen (bebas) variabel dependen (terikat). Adapun dua jenis variabel tersebut dipaparkan dalam uraian berikut.
a. Variabel Independen/variabel bebas (X)
Variabel dependen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah teknik modeling.
b. Variabel dependen/variabel terikat (Y)
Variabel dependen/terikat merupakan variabel yang keberadaannya bergantung pada variabel bebas dengan kata lain variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai variabel terikat adalah pengendalian diri (self-control).
Hubungan antar kedua variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
(4)
2. Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel diuraikan sebagai berikut. a. Teknik Modeling
Teknik modeling merupakan suatu upaya bantuan oleh peneliti selaku konselor kepada siswa untuk mengubah tingkah laku dan pemikiran siswa ke arah yang lebih baik, melalui pengamatan terhadap model. Pengamatan terhadap model dilakukan dengan bentuk live modeling dan model modeling simbolis.
b. Pengendalian Diri
Secara operasional, pengendalian diri yang dimaksud dalam penelitian adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilakunya yang dapat membawa kearah lebih positif/baik, yang ditandai dengan dimilikinya oleh siswa indikator sebagai berikut.
1) Behavioral control
Kemampuan mengontrol perilaku diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan apabila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
2) Cognitive control
(5)
diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Aspek cognitive control terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan peniaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan keadaan yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan aspek-aspek positif secara objektif.
3) Decisional control
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kendali diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
D. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Penyusunan Instrumen
Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian, digunakan instrumen berupa angket. Intrumen yang digunakan dalam penelitian adalah intrumen yang disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan teori mengenai pengendalian diri. Butir-butir pernyataan dalam intrumen merupakan gambaran tentang bagaimana pengendalian diri siswa. Angket menggunakan skala ordinal yang terdiri dari Ya dan Tidak.
2. Pengembangan Kisi-kisi
Kisi-kisi intrumen untuk mengungkapkan bagaimana pengendalian diri siswa dikembangkan dari definisi opreasional variabel penelitian. kisi dari intrumen disajikan pada tabel selanjutnya yang berjudul:
(6)
Kisi-kisi intrumen pengendalian diri siswa. 3. Pedoman Skoring
Penyekoran intrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala ordinal. Skala ordinal didasarkan pada peringkat yang diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi tingkat kecenderungan pengendalian diri siswa dan semakin rendah alternatif jawaban siswa maka semakin rendah pula tingkat kecenderungan tingkat pengendalian diri siswa
Tabel 3.2
Kategori pemberian skor alternatif jawaban
Jawaban alternative Pemberian skor
Ya 1
Tidak 0
Menguraikan sub variabel, dan indikator ke dalam kisi-kisi. Kisi-kisi instrumen penelitian sebagai berikut.
4. Kisi-kisi Intrumen
Alat pengumpulan disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen agar peneliti dapat menyusun intrumen dengan tepat. Jadi, intrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati Sugiono (2009:102). Aspek pengendalian diri meliputi: kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol keputusan.
Tabel 3. 3
Kisi-kisi Instrumen Pengendalian Diri Aspek
Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Behavior Control (Kontrol Perilaku)
Mengatur pelaksanaan
Kemampuan
mengendalikan situasi atau keadaan menurut dirinya sendiri
(7)
Kemampuan
mengendalikan situasi atau keadaan menurut sesuatu di luar dirinya
5, 8 6, 7, 9 5
Aspek Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Memodifikasi stimulus
Kemampuan untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki dengan cara yang tepat
10, 11 12 3
Kemampuan untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki pada waktu yang tepat
13, 15, 16
14, 17 5
Cognitive Control (Kontrol Kognitif)
Memperoleh Informasi
Mengantisipasi keadaan atau peristiwa yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan
18, 21 19, 20 4
Menginterpretasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan berbagai pertimbangan
22, 24, 25
23 4
Melakukan penilaian
Menilai suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara
(8)
subjektif
Aspek Kontrol Diri
Indikator Sub Indikator No Pernyataan ∑
+ -
Menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa
dengan cara
memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
30 29 2
Decisional Control (Kontrol keputusan)
Memilih tindakan
Kesempatan untuk memilih berbagai kemungkinan suatu tindakan
31, 33, 34
32, 35 5
Kebebasan untuk memilih berbagai kemungkinan suatu tindakan
37, 38, 39
36, 40 5
Memilih hasil Kemungkinan untuk memilih berbagai hasil tindakan
41 42 2
Jumlah 42
1. Mengadopsi dan adaptasi pernyataan-pernyataan instrumen atas dasar sub variabel dan indikator.
(9)
2. Melaksanakan expert judgement terhadap pernyataan-pernyataan item yang telah diadopsi untuk menghasilkan validitas konstruk, isi, dan bahasa. Pernyataan item kemudian diuji oleh tiga orang ahli sebagai penimbang. 3. Mengujicobakan instrumen kepada satu angkatan siswa SMP yang memiliki
karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Ujicoba dilakukan untuk mendapatkan gambaran validitas dan reliabilitas instrumen.
E. Uji Coba Instrumen
1. Uji Kelayakan Instrumen
Sebelum dilakukan pengujian secara komputerisasi, instrumen diuji secara rasional oleh kelompok penilai dari dosen Bimbingan dan konseling yang berkompeten untuk memvalidasi materi (content), konstruk (construct) dan redaksi instrumen.
Hasil penilaian dari uji validitas ini berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak memadai (TM). Pernyataan yang telah berkualifikasi M dapat langsung digunakan untuk mencari data penalitian yang dibutuhkan, sedangkan dalam pernyataan yang termasuk dalam kualifikasi TM, terdapat dua kemungkinan, yaitu pernyataan tersebut harus direvisi hingga dapat terkelompokan dalam kualifikasi M atau pernyataan tersebut harus dibuang.
Instrumen ditimbang oleh 2 orang dosen, yaitu Prof. A. Juntika Nurikhsan, M.Pd dan Dr. Amin Budiamin, M.Pd. Berdasarkan uji materi (content), konstruk (construct) dan redaksi oleh kelompok penilai dari dosen diperoleh beberapa masukan, yakni redaksi bahasanya diperbaiki dan terdapat beberap item yang dihilangkan. Jadi dari 53 item yang dinilai maka ada item yang tidak memadai sehingga berkurang menjadi 45 item setelah dirubah redaksi bahasa dan item yang tidak memadai dibuang. Hasil penimbangan dari ahli, ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Hasil Penimbangan Angket Pengendalian Diri
(10)
Pakar
Memadai 2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,14,15,16,17,18, 19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30, 31,323,34,35,37,38,39,40,41,42,43,44, 45,46,47,48,49,50
40
Tidak Memadai 1, 11,12,32,36 5
2. Uji Keterbacaan Item
Sebelum instrumen pengendalian diri diuji validitas, instrumen terlebih dahulu diuji keterbacaannya kepada sampel setara yaitu 5 orang siswa kelas VIII dari sekolah yang berbeda, untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa kelas VIII dan kemudian dilakukan uji validitas ekstrernal. Berdasarkan hasil uji keterbacaan, dapat disimpulkan:
a. Petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami oleh responden
b. Terdapat beberapa kata yang kurang dipahami oleh responden, hal ini berarti perlu diganti dengan kata yang dapat dipahami responden.
3. Uji Validitas Butir Item
Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.
Setelah uji validitas materi (content), konstruk (construct) dan redaksi dilakukan oleh kelompok pakar lalu uji validitas instrumen mengungkap
(11)
pengendalian diri siswa dilakukan pada 226 orang siswa kelas VIII di SMPN 2 Batusangkar. Data kemudian diolah menggunakan koefisien korelasi biserial (rbis) dengan
Korelasi biserial ( ) ini melihat hubungan antara skor atau hasil jawaban pada masing-masing item pernyataan yang diberikan di dalam tes.
Pengujian validitas dilakukan terhadap 45 item pernyataan dengan jumlah subjek 226 siswa. Dari 54 item diperoleh 43 item yang valid dan 3 item tidak valid.
Tabel 3. 5
Hasil Uji Validitas Butir Item
Kesimpulan Item Jumlah
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42
42
Tidak valid 22, 24, 29 3
Lebih jelasnya hasil perhitungan validitas dengan menggunakan rumus Korelasi poin biserial ( ) tersaji pada tabel berikut:.
Hasil uji validitas instrumen di peroleh 42 item yang valid, dan 3 item yang tidak valid. Item yang tidak valid dibuang, karena masih ada yang mewakili indikator.
4. Uji Reabilitas
Adapun untuk melihat tingkat kepercayaan suatu item dalam menghasilkan skor yang relative konsisten, dilakukan uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal dengan nama KR-20
Alasan digunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20) dengan asumsi bahwa data yang dihasilkan oleh instrumen ini merupakan data dikotomis karena item
(12)
pernyataan atau pernyataan menggunakan pola jawaban sesuai (YA) atau tidak sesuai (TIDAK), bila sesuai bernilai 1 dan jika tidak sesuai bernilai = 0.
Sebagai tolak ukur, digunakan rentang koefisien berdasarkan Sugiyono (2009: 257) reliabilitas yang tersaji pada tabel:
Tabel. 3. 6
Kategori Reabilitas Instrumen
Batasan Derajat keterbacaan
0,00 – 0,199 sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,00 sangat tinggi
(Sugiyono, 2009:184). Hasil uji reabilitas menunjukkan hasil sebesar 0,747 termasuk pada kategori tinggi berdasarkan klasifikasi reabilitas menurut Guilford.
F. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian disusun berdasarkan dimensi dan indikator variabel dengan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian maka dikembangkan atas pengumpulan data, yaitu:
1. Skala pengendalian diri digunakan untuk mendapatkan informasi tentang pengendalian diri siswa sebelum dan sesudah diberikan teknik modeling. 2. Observasi dan partisipasi serta pencatatan terhadap subjek penelitian.
(13)
3. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan skala penilaian yang menggunakan skala Guttman.
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat
Syarat melakukan uji-t (t-test) adalah melakukan uji normalitas (data berdistribusi normal) dan uji homogenitas (data memiliki varian yang sama atau homogenitas).
a. Uji Normalitas
Sugiono (2012: 241) mengemukakan uji normalitas berguna untuk menentukan analisis data. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian normalitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows dengan uji statistic kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah: Ho= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. H1= data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi tidak
normal.
Dasar pengambilan keputusan adalah:
Ho diterima apabila nilai signifikan (sig ≥ 0,05), dan Ho ditolak atau H1 diterima apabila nilai signifikan (sig ≤ 0,05)
Apabila kedua data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Apabila salah satu atau kedua data yang dianalisis berdistribusi tidak normal maka tidak dilakukan uji homogenitas varians, melainkan dilakukan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.
(14)
Penelitian dilakukan terhadap dua kelas sebagai subyek, kelas pertama sebagai kelas eksprerimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama masing-masing kelompok diberikan pretest dengan maksud mengetahui keadaan adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pelaksanaan teknik pemodelan (modelling) yang telah disosialisasikan kepada seluruh subyek penelitian. Materi yang diberikan berkaitan dengan aspek pengendalian diri yaitu aspek kontrol prilaku (behavior control), aspek kontrol kognitif (kognitif control), dan aspek kontrol keputusan (decision control).
I. Rumusan Intervensi Teknik Pemodelan untuk Meningkatkan
Pengendalian Diri Siswa Kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
1. Rasional
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Pada masa remaja ini perasaan remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga tidak menyukai hal-hal yang menggangu identitas para remaja. Remaja untuk mempertahankan identitas dirinya sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh remaja dan salah satunya adalah memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).
Menurut Cavanagh dan Justin (2002: 211-212) orang yang kurang memadai pengendalian diri telah gagal untuk menguasai dua tugas perkembangan yang penting. Tugas perkembangan tersebut adalah individu tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan mudah dikuasai atau terpengaruh oleh lingkungan.
(15)
Apabila remaja yang berada pada masa transisi mampu mengendalikan diri tentu saja dia akan menjalani kehidupannya dengan tentram dan dapat diterima oleh lingkungannya. Keadaan sebaliknya apabila remaja tidak dapat mengendalikan diri maka dia akan cenderung melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Banyak kasus terjadi dikalangan remaja yang cenderung merupakan perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri. Kasus terbaru, seorang siswa SMK yang menyiram air keras didalam bis karena marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).
Hasil need assement di lapangan, diperoleh gambaran umum dan aspek pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015. Profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015, tersaji pada tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.7
Profil Umum Pengendalian Diri
Siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
Kategori Z-Score F %
Tinggi Z < 1 33 14,60%
Sedang 1 ≤ Z ≥ 1 163 72,12%
Rendah Z > -1 30 13,27%
Jumlah 226 100 %
Tabel 3.8 menunjukkan profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 226 siswa yaitu: sebanyak 33 siswa (14,60% ) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Sebanyak 163 siswa (72,12%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori sedang, sebanyak 30 peserta didik (13,27%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori rendah. Berdasarkan persentase tersebut, profil umum pengendalian diri siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015
(16)
berada pada kategori sedang.
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kebutuhan layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan pengendalian diri siswa, berikut dipaparkan gambaran persentase berdasarkan aspek dari persentase terendah, sebagai berikut: aspek Kontrol perilaku (Behavior Control) sebesar 10,62%, aspek kontrol keputusan (Decisional Control) sebesar 13,27%, aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control) sebesar 15,93%.
Gambaran persentase setiap indikator dari tiga aspek pengendalian diri siswa, sebagai berikut: pada aspek Kontrol perilaku (Behavior Control), (1) Mengatur pelaksanaan sebesar 14,16%, (2) Memodifikasi stimulus sebesar 9%. Pada aspek kontrol keputusan (Decisional Control), (1) Memperoleh Informasi sebesar 19% (2) Melakukan penilaian sebesar 16%. Pada aspek Kontrol kognitif (Cognitive Control), (1) Memilih tindakan sebesar 16%, (2) Memilih hasil sebesar 11%.
Secara umum diperoleh gambaran kemampuan pengendalian diri siswa kelas VIII SMP N 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2014/2015 memiliki pengendalian diri siswa pada kategori sedang. Yang berarti siswa sudah mampu mengontrol pada setiap aspek kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (decision control). Sebelum bertindak siswa telah melakukan pertimbangan, namun untuk mengambil keputusan masih dipengaruhi dari luar diri siswa sendiri.
Seorang guru bimbingan dan konseling penting mengetahui keadaan kendali diri siswa dan diperlukan juga solusi yang dapat meningkatkan pengendalian diri siswa yang masih rendah. Bandura (Wagner, 2007) menyebutkan bahwa banyak perilaku, (baik dan buruk) adalah belajar dengan meniru perilaku orang lain. Siswa berperilaku melanggar norma hal itu dapat terjadi karena melihat lingkungan yang tidak baik. Salah satu cara yang dapat diusulkan adalah melalui teknik modeling atau cara pemodelan terhadap siswa.
Melalui pemodelan remaja dapat memperoleh informasi secara langsung baik melalui penghadiran model langsung atau pun melaui simbol-simbol. Remaja
(17)
yang diberikan model, dapat mengambil benang merah sendiri dari peristiwa atau fenomena yang disajikan kepadanya.
Menurut literatur, teknik pemodelan pernah digunakan untuk mengatasi perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi, serta perilaku agresif (Krumboltz dan Thoresen, 1976). Beberapa perilaku yang dipaparkan berkaitan langsung dengan pengendalian diri, oleh karena itu pemodelan dipandang tepat untuk meningkatkan pengendalian diri. Inti dari teknik modeling adalah seseorang akan memperoleh sejumlah tingkah laku, pikiran dan perasaan dengan mengobservasi atau mengamati perilaku orang lain.
2. Tujuan
Secara umum tujuan program intervensi teknik pemodelan adalah untuk mengembangkan kontrol diri siswa. Secara khusus tujuan intervensi teknik pemodelan adalah untuk mengajarkan siswa agar dapat memiliki kontrol kognitif (cognitive control), kontrol perilaku (behavior control) dan kontrol keputusan (decision control) dalam berbagai situasi dan keadaan yang dapat membawa siswa kearah konsekuensi positif.
3. Dasar Pelaksanaan Intervensi
Pengembangan rancangan intervensi dengan teknik pemodelan dalam meningkatkan pengendalian diri didasarkan kepada landasan hukum, antara lain:
a. Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. b. SK Mendikbud No. 025 tahun 1995, tentang Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling pada Suatu Pendidikan Formal.
c. Surat ABKIN No. 013/PB ABKIN/II/2008, tentang Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
4. Kompetensi Konselor
Dalam melaksanakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa harus didukung oleh kompetensi memadai yang dimiliki oleh peneliti yang sekaligus berperan sebagai pemberi intervensi. Berbagai sumber menyatakan bahwa modeling dapat diberikan oleh berbagai kalangan dan tidak menuntut
(18)
lisensi profesional tertentu. Beberapa kalangan yang terbiasa memberikan intervensi pemodelan diantaranya adalah Guru, Guru BK, Konselor. Hal ini mengimplikasikan peneliti memenuhi syarat untuk melaksanakan teknik modeling. Kompetensi lainnya adalah:
a. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai konsep pengendalian diri.
b. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dalam teknik pemodelan (modeling).
c. Memahami karakteristik siswa SMPN 2 Batusangkar yang merupakan subjek dari penelitian.
d. Menunjukkan penerimaan tanpa syarat terhadap konseli sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan.
5. Sasaran Intervensi
Program intervensi dengan teknik pemodelan dalam meningkatkan pengendalian diri siswa dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar Tahun Ajaran 2013/2014 yang memiliki tingkat pengendalian diri yang sedang dan rendah ditinjau dari beberapa aspek yakni: kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (dicisional control).
6. Personel yang Dilibatkan
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pendidikan di Sekolah. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah. Personel yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa adalah guru bimbingan dan konseling. Secara lebih rinci berikut dikemukakan personel yang akan dilibatkan.
(19)
b. Wakil kepala sekolah SMPN 2 Batusangkar. c. Koordinator guru BK SMPN 2 Batusangkar. d. Guru BK SMPN 2 Batusangkar.
e. Wali kelas VIII SMPN 2 Batusangkar. f. Staf administrasi SMPN 2 Batusangkar.
g. Orang Tua siswa kelas VIII SMPN 2 Batusangkar.
7. Struktur Intervensi Teknik Pemodelan
Intervensi teknik modeling terdiri dari dua bentuk, yaitu live modeling dan symbolic modeling. Kedua model ini dapat diberikan kepada siswa yang memiliki pengendalian diri (self-control) rendah sehingga observer dapat memperhatikan dan mempelajari model baik itu daam bentuk live maupun symbolic (Bandura, 1997: 93).
Live modeling dilakukan konselor dengan menghadirkan sosok model yang dapat memberikan semangat serta motivasi kepada siswa yang pengendalian dirinya rendah untuk meningkatkan pengendalian dirinya.
Symbolic modeling dapat dilakukan dengan memberikan kepada siswa tontonan film-film kenakalan remaja yang merusak dan itu menyebabkan kerugian baik individu maupun masyarakat, yang nantinya dengan tontonan itu siswa dapat menyadari kesalahannya dan akan lebih dapat mengendalikan diri. Kemudian melalui cerita-cerita yang bisa meningkatkan pengendalian diri siswa. Selain dengan tontonan yang diberikan, konselor juga dapat melakukan verbal modeling yakni memberikan kata-kata atau kalimat yang dapat memotivasi siswa yang pengendalian dirinya rendah sehingga dia dapat berubah untuk meningkatkan pengendalian dirinya.
Intervensi konseling dilaksanakan dua kali dalam satu minggu sehingga siswa lebih intensif dan fokus dalam melaksanakan teknik modeling. Setting intervensi menggunakan perspektif kelompok dimana dalam kelompok itu terdiri dari 1 kelas. observer merupakan siswa yang memiliki pemngendalian diri sedang dan rendah. Intervensi dapat dilaksanakan di dalam atau di luar ruangan tergantung kondisi serta materi ang disampaikan.
(20)
8. Langkah-langkah intervensi
Bandura (1997:89) menyebutkan empat proses yang memengaruhi belajar observasional, yaitu proses attensional, proses retensional, proses pembentukan perilaku, proses motivational.
a. Proses Attensional
Dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. Sesuai dengan pendapat Gredle (Nursalim; 2013) yang menyatakan bahwa perilaku yang baru tidak diperoleh kecuali apabila perilaku tersebut diperhatikan dan dipersepsi secara cermat. Proses perhatian ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama, kapasitas sensoris seseorang akan mempengaruhi attentional proces. Kedua, dipengaruhi oleh penguatan masa lalu. Misalnya, apabila aktivitas yang lalu dipelajari melalui observasi terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang sama akan diperhatikan situasi modeling berikutnya. Ketiga, dipengaruhi oleh karakteristik model. Riset menunjukkan bahwa model akan sering diperhatikan apabila model sama dengan pengamat, orang yang dihormati atau memiliki status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat dan atraktif.
b. Proses Retensional
Belajar melalui pengamatan terjadi berdasarkan kontinuitas. Dua kejadian yang diperlukan terjadi berulang kali adalah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolis dari penampilan itu dalam memori jangka panjang seiring dengan pendapat Bandura yang menyatakan proses retensional yang menyimpan informasi secara simbolis melalui dua cara, yaitu secara imajinatif dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan secara imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang dapat diambil dan dilaksanakan sesudah belajar observasional terjadi. Simbolisasi kedua adalah secara verbal. Menurut Bandura proses ini lebih penting. Proses simbolisasi verbal ini terjadi secara kognitif. Simbolis verbal terjadi secara fleksibel. Kerumitan informasi disimpan secara kognitif, dia
(21)
dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah belajar observasional terjadi. Menurut Bandura, peningkatan kapasitas simbolisasi ini yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak perilaku melalui observasi. Simbol-simbol yang disimpan ini memungkinkan terjadinya deyaled modeling (modeling yang ditunda), yaitu kemampuan untuk menggunakan informasi lama setelah informasi itu diamati.
c. Proses Pembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. Seseorang mungkin mempelajari sesuatu secara kognitif namun tidak mampu menerjemahkan informasi tersebut kedalam perilaku karena ada keterbatasan. Misalnya perangkat yang dibutuhkan untuk merespon tertentu tidak tersedia. Bandura berpendapat apabila seseorang dilengkapi dengan semua aparatus fisik untuk memberikan respon yang tepat, dibutuhkan suatu periode rehearsal (latihan repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model. Bandura menyatakan simbol yang didapat dari modeling akan bertindak sebagai template (cetakan) sebagai pembanding tindakan. Selama proses pelatihan, individu mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkan dengan representasi kognitif dari pengalaman model. Setiap diskrepetansi antara perilaku seseorang dengan perilaku model akan menimbulkan tindakan korektif. Proses ini terus berlangsung sampai ada kesesuaian yang sudah memuaskan antara perilaku pengamat dan model.
d. Proses Motivational
Teori Bandura meyatakan penguatan memiliki dua fungsi. Pertama menciptakan ekspektasi dalam diri pengamat apabila mereka bertindak seperti model yang dilihatnya diperlukan oleh aktivitas tertentu, maka mereka diperkuat juga. Kedua, penguatan bertindak sebagai intensif untuk menerjemahkan belajar kepada kinerja. Kedua fungsi penguatan ini adalah fungsi informasional. Fungsi lainnya motivasional precesses menyediakan motif untuk menggunakan apa-apa yang telah dipelajari. Informasi yang
(22)
diperoleh melalui observasi dapat digunakan dalam berbagai macam situasi jika individu membutuhkan.
Tabel 3.8
Gambaran Pelaksanaan Intervensi
Sesi Aspek
Intervensi
Jenis Intervensi
Tujuan Waktu
Pelaksanaan
Pendu kung Teknis
Sesi 1 Pre-test
Sesi 2 Pengantar
tentang kegiatan yang akan
dilakukan.
1. Agar siswa memahami kegiatan yang akan mereka ikuti.
2. Siswa bisa mempersiapkan diri untuk mengikuti kegiatan
Minggu ke-2
Sesi 3 Behavior Control (Kontrol Perilaku)
Live modeling dengan judul
“guruku tauladan ku”
1. Membantu siswa agar mampu mengendalikan situasi atau keadaan menurut dirinya sendiri
2. Membantu siswa agar mampu mengendalikan situasi atau keadaan menurut sesuatu di luar dirinya
Minggu ke-3
Sesi Aspek
Intervensi
Jenis Intervensi
Tujuan Waktu
Pelaksanaan
Pendu kung Teknis
Sesi 4 Behavior Control (Kontrol Perilaku)
Live modeling dengan judul
“teman terbaik”
1. Kemampuan untuk
menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki dengan cara yang tepat
2. Kemampuan untuk
menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki pada waktu yang tepat
Minggu ke-4
Sesi 5 Cognitive Control (Kontrol Kognitif)
Symbolic modeling video tentang
“akibat marah”
1. Membantu siswa agar mampu mengantisipasi keadaan atau peristiwa yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan 2. Membantu siswa agar
mampu menginterpretasi keadaan atau peristiwa yang
Minggu ke-5 Video akibat marah, infocus
(23)
tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan 3. Membantu siswa agar
mampu menilai suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
4. Membantu siswa agar mampu menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif
Sesi 6 Decision Control (Kontrol keputusan)
Symbolic modeling cerita tentang akhlak
Rasulullah SAW dengan judul
“Rasulullah suritauladan terbaik”
1. Membantu siswa agar mampu memilih berbagai kemungkinan tindakan melalui kesempatan yang ada 2. Membantu siswa agar
mampu memilih berbagai kemungkinan tindakan melalui kebebasan yang ada 3. Membantu siswa untuk
memilih berbagai hasil tindakan
Minggu ke-6 Teks bacaan
Sesi 7 Post-Test
9. Pelaksanaan Sesi Intervensi Teknik Modeling a) Pre-test
Pre-test dilaksanakan pada tanggal 9 juli 2014, Pre-test berlangsung di ruang kelas VIII.1 dan didikuti oleh 15 siswa. Awalnya peneliti mengucapkan salam kemudian memperkenalkan diri kepada siswa, peneliti menjelaskan tujuan yang akan dicapai dari pertemuan hari ini. Kegiatan selanjutnya adalah menjelaskan petunjuk pengisian angket, angket yang disebarkan memiliki 42 item, pernyataan item berbentuk pernyataan yang akan dipilih oleh siswa, dan siswa akan memilih jawaman Ya atau Tidak.
Setelah siswa memahami petunjuk dari angket, kegiatan selanjutnya adalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa
(24)
terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-sungguh.
Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. Berikutnya peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi siswa dalam mengisi angket yang peneliti sebarkan.
b) Sesi 1
Kegiatan dilaksanakan pada minggu kedua pada bulan juli, tepatnya pada tanggal 16 juli 2014 pada pukul 10.30, kegiatan dilaksanakan di ruang kelas VIII-1. Untuk memulai kegiatan peneliti terlebih dahulu mengucapkan salam kepada siswa, kemudian berdoa bersama untuk kelancaran kegiatan hari ini. Kegiatan selanjutnya yaitu mengabsen siswa satu persatu untuk lebih mengenal siswa dan mengetahui jumlah siswa yang hadir dan tidak hadir. Kegiatan dihadiri oleh 15 siswa.
Setelah siswa diabsen dan diketahui jumlah yang hadir dan tidak kegiatan dilanjutkan dengan “ice breaking” untuk mencairkan suasana dan menambah keakraban dengan siswa. Ice breaking yang diberikan adalah permainan “ibu
berkata”, permainan bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa, dan memfokuskan siswa untuk berada dalam kegiatan. Peraturan dari permainan adalah peserta diminta untu menirukan gaya pemandu permainan yaitu peneliti sendiri, peserta menirukan apabila ada kata ibu berkata sebelum perintah, kalau tidak ada diawali oleh kata ibu berkata maka peserta tidak boleh mengikuti perintah. Bagi peserta yang salah akan mendapatkan hukuman, hukuman berupa hal yang ringan-ringan saja. Siswa sangat antusias mengikuti permainan dan ada beberapa orang yang salah mendapatkan hukuman tetapi hal itu membuat mereka tertawa dan akan berusaha untuk lebih konsentrasi.
Peneliti memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa selama beberapa minggu ke depan. Peneliti memberikan gambaran
(25)
singkat mengenai teknik pemodelan berikut dengan konsep kontrol diri. Setelah menjelaskan tentang teknik pemodelan dan kontrol diri peneliti
mengajak siswa untuk membuat „kontrak belajar‟, kontrak belajar yang disepakati adalah siswa hendaknya mengikuti seluruh kegiatan dan selama 45 menit kegiatan di kelas siswa dilarang izin keluar kelas dan jadwal kegiatan disamakan dengan jadwal BK di sekolah. Setelah adanya kesepakatan dan kesediaan siswa untuk menjalani kesepakatan itu dengan sunguh-sungguh. Setelah menyepakati kontrak dengan siswa kemudian menanyakan kesiapan siswa, dan siswa menjawab bahwa mereka siap untuk mengikuti kegiatan. Kegiatan terakhir pada dalah kegiatan penutup untuk pertemuan hari ini, yakninya berdoa bersama-sama atas kelancaran kegiatan hari ini.
c) Sesi 2
Sesi kedua dilaksanakan pada tanggal 20 juli 2014 , kegiatan konseling dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal, Sesi dua berjudul “guruku tauladan ku”. Sesi kedua bertujuan merubah perilaku siswa ke arah lebih baik dengan indikator siswa dapat mengendalikan situasi baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan. Jenis pemodelan yang dipergunakan adalah live modeling dengan menghadirkan seorang narasumber kepada siswa, yang menjadi model adalah guru yang berprestasi atau guru teladan disekolah.
Kegiatan diawali dengan mengucapkan salam kepada siswa, kemudian seperti biasa mengabsen siswa satupersatu, mengecek apakah siswa hadir seluruhnya atau tidak. Ternyata siswa hadir seluruhnya yang berjumlah 15 orang.
Setelah diabsen kegiatan berikutnya adalah menjelaskan tujuan dari kegiatan hari ini, kemudian menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang akan diikuti siswa, yang mana siswa harus melakukan hal berikut: (1) Proses Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata
(26)
untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
Setelah menjelaskan langkah-langkah kegiatan lalu memperkenalkan model yaitu guru teladan di sekolah walaupun siswa pada umumnya sudah mengenal guru. Berikutnya model diminta untuk bercerita tentang keberhasilan yang diraih, guru bercerita bahwa ia telah meraih keberhasilan menjadi guru teladan di sekolah selama beberapa tahun berturut-turut. Guru menjelaskan kalau penghargaan itu bukan hal yang paling membuat guru senang melainkan yang paling ia senangi adalah kedekatan dengan siswa dan siswa bisa nyaman untuk berkomunikasi dengannya. Begitu juga dengan persahabatannya dengan guru-guru di sekolah.
Guru bercerita tentang rutinitas kesehariannya, dan cara-cara ia bergaul dengan sesama guru dan cara ia menghadapi siswa. Setiap yang dilakukan ia pertimbangkan, memutuskan sesuatu yang akan dilakukan dengan kesabaran dan pikiran ang jernih, pada saat bercerita terjadi proses Attensional, siswa memperhatikan model dengan sunguh-sungguh. Berikutnya terjadi juga proses Retensional, dapat dilihat antusias siswauntuk mendengar cerita model dan merasa kagum, siswa memiliki keinginan untuk bisa bersikap seperti yang dilakukan model. proses berikutnya aitu pembentukan perilaku, dilakukan dengan cara tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan dicontoh dari guru teladan. Siswa menjawab kalau mereka akan meniru kesabaran, dan cara guru bertindak yang penuh dengan ertimbangan dan menganbil keputusan yang tepat. Namun siswa merasa ragu dngan kemampuan yang dimiliki, merasa mereka tidak akan dapat sabar seperti guru panutannya. Proses berikutnya baru motivational, siswa diberikan penguatan bahwa mereka bisa meniru perilaku guru teladan mereka.
(27)
Kegiatan hari ini sudah berakhir, guru mengungkapkan kalau ia sangat senang bisa berbagi pengalaman bersama siswa. Siswa juga mengungkapkan kalau mereka senang karena dapat mengetahui cerita guru teladan mereka. Kegiatan hari ini berjalan lancar, untuk menutup pertemuan kita bersyukur dan berdoa.
d) Sesi 3
Sesi ketiga dilaksanakan pada tanggal 26 juli 2014, kegiatan dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi tiga berjudul “teman terbaik”. Sesi ketiga bertujuan agar siswa dapat meniru perilaku yang baik, agar siswa dapat berubah kearah yang lebih baik dengan cara dan waktu yang tepat. Jenis pemodelan yang dipergunakan adalah live modeling dengan menghadirkan seorang siswa yang berprestasi di sekolah. siswa akan bercerita tentang kegiatan yang dia lakukan selama sekolah sampai dia meraih keberhasilan dengan meraih prestasi terbaik di sekolah.
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan.
b. Konselor menampilkan seorang model yakni siswa terbaik di sekolah tersebut.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi e) Sesi 4
(28)
Sesi keempat dilaksanakan pada tanggal 10 agutus 2014 , kegiatan konseling dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal. Sesi kempat berjudul
“akibat marah”. Sesi keempat bertujuan membantu siswa untuk bisa berpikir tentang akibat dari perilaku yang tidak baik. Jenis modeling yang digunakan adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan video sebagai media atau model. video ini menggambarkan bentuk kemarahan dua orang wanita yang berakibat merugikan masing-masing dari mereka. Dalam video ini terlihat bahwa seseorang yang tidak dapat mengendalikan diri dengan kemarahan yang semakin besar dan menjadi-jadi membuat mereka melakukan hal-hal yang merugikan dan berakibat buruk. Kegiatan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan.
b. Konselor menayangkan video yang bertemakan akibat dari kemarahan. c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional,
dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model, siswa menonton video dengan penuh perhatian. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi f) Sesi 5
Sesi kelima dilaksanakan pada tanggal 14 agustus 2014 , kegiatan dilaksanakan dalam bentuk layanan klasikal sesi kelima berjudul “Rasulullah suritauladan terbaik”. Sesi kelima bertujuan membantu siswa untuk dapat
(29)
memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya. Jenis modeling yang dipergunakan adalah symbolic modeling dengan memanfaatkan cerita sebagai media atau model. cerita menjelaskan bagaimana pribadi Rasulullah SAW yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik bagi umatnya. Kegiatan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Konselor (peneliti) membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan.
b. Membacakan sebuah cerita tentang kepribadian Rasulullah ang merupakan suritauladan yang baik bagi umatnya.
c. Menerapkan teknik pemodelan dengan proses (1) Proses Attensional, dalam belajar melalui pengamatan, seseorang harus memberi perhatian atau atensi pada model. (2) Proses Retensional (mengambil imaginal dan representasi verbal dan menerjemahkan ke dalam perilaku nyata untuk selanjutnya dapat menerima umpan balik mengenai akurasi perilaku seberapa baik observer telah meniru perilaku model). (3) Proses Pembentukan Perilaku, proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan. (4) Proses Motivationa, memiliki fungsi memberikan penguatan kepada siswa atas apa yang telah dicapai.
d. Penutup dan evaluasi g) Post-test
Posttest diberikan setelah sesi konseling selesai. Posttest dilakukan untuk melihat dan mengukur profil pengendalian diri siswa setelah diberikan perlakuan (intervensi). Hasil yang diperoleh dari perbedaan pretest dan posttest untuk mengukur efektivitas teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa SMPN 2 Batusangkar tahun ajaran 2014/2015.
Kegiatan Post-test dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2014, yang berselang waktu satu minggu setelah pelaksanaan intervensi yang terakhir. Kegiatan Post-test diikuti oleh 15 siswa. Seperti kegiatan sebelumnya
(30)
kegiatan siswa diminta untuk berdiri dan melakukan permainan kecil, permainan yang dilakukan bertujuan untuk mencairkan suasana dan menambah semangat siswa. Permainan sederhanan yang dilakukan adalah
“Marina Menari”. Setelah selesai bermain siswa diminta untuk mengisi angket.
Angket yang diberikan kepada siswa sama dengan angket pre-test yang diberikan kepada siswa pada sesi pertama. Angket pengendalian diri yang akan mengngkap hasil pengendalian diri siswa setelah diberikan intervensi yaitu teknik pemodelan, angket yang memiliki item sebanyak 42.
Siswa kembali dijelaskan tentang petunjuk pengisian angket, karena khawatir siswa sudah lupa dengan petunjuk pengerjaan angket dan tujuan dari penyebaran angket untuk post-test tidak tercapai. Kegiatan berikutnyaadalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-sungguh.
Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. m mengisi angket yang peneliti sebarkan.
Karena hari ini adalah hari terakhir peneliti bertemu dengan siswa dalam penelitian, maka mengucapkan terimakasih telah mengikuti serangkaian sesi kegiatan selama beberapa minggu ini. Peneliti mengajak siswa untuk tetap memegang teguh tugas yang berulang meskipun bertahap dengan berbagai gangguan, mengubah perilakunya sesuai dengan norma yang ada, tidak menunjukkan perilaku yang dipengaruhi oleh kemarahan, dan bersikap toleran terhadap stimulus yang berlawanan. Kegiatanterakhir dikelas sebelum berdoa adalah bersalaman dengan siswa dan mengucapkan salam perpisahan. Kemudian terakhir berdoa.
Tabel 3. 9
(31)
Kegiatan Proses Hasil
Pre test 1. Memperkenalkan diri kepada siswa 2. Menjelaskan petunjuk pengisian
angket
3. Menyebarkan angket kepada siswa
1. Dapat berkenalan dengan siswa
2. Diperoleh data dari siswa tentang kondisi awal pengendalian dari
Sesi 1 1. Perkenalan dan absensi
2. ice breaking, memberikan permainan untuk mencairkan suasana dan menambah keakraban dengan siswa. Permainan yang dilakukan adalah permaianan “ibu
berkata” dan permainan “darat, laut, udara”
3. gambaran mengenai teknik pemodelan dan pengendalian diri 4. menanyakan kesiapan siswa untuk
mengikuti rancangan kegiatan. 5. Berdoa
1. terjalin keakraban dengan siswa
2. siswa memahami kegiatan yang akan mereka ikuti.
Sesi 2 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan
1.Siswa memperoleh pengalaman baru dari model
2.siswa dapat
mengendalikan situasi baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.
Kegiatan Proses Hasil
a. memperkenalkan model, dan mempersilahkan model yaitu guru teladan yang ada di sekolah untuk
3. siswa mampu
mengendalikan situasi atau keadaan menurut
(32)
bercerita tentang keberhasilannya. guru bercerita tetang rutinitasnya sehari-hari serta kebiasaannya diwaktu kecil samapai menjadi guru teladan di sekolah.
b. proses Proses Attensional siswa mengamati model dan mendengarkan secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) Proses Pembentukan Perilaku, tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan ia contoh dari guru teladan. (4) Proses Motivationa, siswa diberikan penguatan, bahwa ia bisa meniru dan meneladani perilaku model.
c. Berdoa
dirinya sendiri
4. siswa mampu
mengendalikan situasi atau keadaan menurut sesuatu di luar dirinya
Sesi 3 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan
5. memperkenalkan model, dan mempersilahkan model yaitu guru teladan yang ada di sekolah untuk bercerita tentang keberhasilannya. guru bercerita tetang rutinitasnya sehari-hari serta kebiasaannya, dan usaha-usahanya untuk mencapai prestasi sampai saat sekarang ini.
1. siswa mampu untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki dengan cara yang tepat
2. siswa mampu untuk menghadapi suatu stimulus yang tidak dikehendaki pada waktu yang tepat
(33)
6. proses Proses Attensional siswa mengamati model dan mendengarkan secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) Proses Pembentukan Perilaku, tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan ia contoh dari siswa teladan. (4) Proses Motivationa, siswa diberikan penguatan, bahwa ia bisa meniru dan meneladani perilaku model.
7. Berdoa Sesi 4 1. Absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan
5. menampilkan video tentang marah yang merupakan modeling symbolic 6. Proses Attensional siswa mengamati
dan menyimak video secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) Proses Pembentukan Perilaku, tanya jawab dengan siswa hal apa yang tidak layak dilakuakan setelah menonton video. (4) Proses Motivationa, siswa diberikan penguatan, bahwa dia dapat menghindari perilaku marah.
7. Berdoa
1. Siswa mampu
mengantisipasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan berbagai pertimbangan
2. siswa mampu
menginterpretasi keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan berbagai pertimbangan 3. siswa mampu menilai
suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan aspek-aspek positif secara subjektif
4. siswa mampu
menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa
dengan cara
memperhatikan aspek-aspek positif secara subjektif
Kegiatan Proses
(34)
Sesi 5 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan
5. menayangkan slide tentang
“Rasulullah teladan terbaik”.
6. proses Proses Attensional siswa mengamati model dan mendengarkan secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) diskusi tentang pribadi Rasulullah dan hal yang akan dilakukan untuk meneladani pribadi Rasulullah. (4) Proses Motivational, siswa diberikan penguatan, bahwa dia dapat meniru dan meneladani pribadi Rasulullah.
7. Berdoa
1. siswa mampu memilih berbagai kemungkinan tindakan melalui kesempatan yang ada 2. siswa mampu memilih
berbagai kemungkinan tindakan melalui kebebasan yang ada 3. siswa mampu memilih
berbagai hasil tindakan.
4. Siswa mampu
menginterpretasikan pribadi Rasulullah sbagai tauadan yang baik dalam kehidupan. 5. Terjadi peningkatan
pada aspek kontrol keputusan.
Post test 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan (tatacara pengisian angket dan jawaban siswa)
5. siswa mengisi angket 6. Berdoa
1. Diperoleh data akhir dari siswa setelah mengikuti kegiatan.
(35)
Mengukur indikator keberhasilan teknik pemodelan dalam meningkatkan pengendalian diri siswa bukan hanya dari hasil yang diperoleh akan tetapi pada bagaimana proses bimbingan tersebut terlaksana. Intervensi dikatakan berhasil apabila siswa menunjukkan perubahan pola pikir, persepsi, dan tindakan yang memperlihatkan perubahan perilaku terutama dalam mengendalikan diri. Kriteria keberhasilan peningkatan pengendalian diri siswa dapat dilihat pada hasil post test yang dilaksanakan setelah selesai bimbingan, dengan membandingkan perolehan skor antara pretest dan postest, apabila hasilnya meningkat maka dapat dikatakan peningkatan pengendalian diri siswa berhasil.
Evaluasi bertujuan untuk menilai pelaksanaan intervensi yang menggunakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan hasil.
1) Evaluasi proses, dimaksud untuk mengetahui efektivitas layanan dari segi proses. Penilaian terhadap proses intervensi dilakukan dengan observasi atau pengamatan oleh guru bimbingan dan konseling yang ada disekolah sebagai refleksi dari proses yang terjadi, baik terhadap keaktifan dan partisipasi siswa selama kegiatan maupun penilaian terhadap fasilitator. Aspek-aspek yang diamati pada siswa meliputi: partisipasi dan keaktifan siswa dalam kegiatan, pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan. Sedangkan aspek-aspek yang diamati pada fasilitator meliputi: persiapan alat/bahan materi, penguasaan materi, kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan layanan.
2) Evaluasi hasil, dimaksudkan untuk memperoleh informasi efektivitas layanan dari segi hasil. Evaluasi hasil diperoleh dengan membandingkan skor pencapaian siswa sebelum treatment diberikan. Selain dari hasil skor angket yang diberikan, diberikan juga kepada siswa wawancara terstruktur mengenai treatment yang telah diberikan fasilitator.
(1)
kegiatan siswa diminta untuk berdiri dan melakukan permainan kecil, permainan yang dilakukan bertujuan untuk mencairkan suasana dan menambah semangat siswa. Permainan sederhanan yang dilakukan adalah
“Marina Menari”. Setelah selesai bermain siswa diminta untuk mengisi angket.
Angket yang diberikan kepada siswa sama dengan angket pre-test yang diberikan kepada siswa pada sesi pertama. Angket pengendalian diri yang akan mengngkap hasil pengendalian diri siswa setelah diberikan intervensi yaitu teknik pemodelan, angket yang memiliki item sebanyak 42.
Siswa kembali dijelaskan tentang petunjuk pengisian angket, karena khawatir siswa sudah lupa dengan petunjuk pengerjaan angket dan tujuan dari penyebaran angket untuk post-test tidak tercapai. Kegiatan berikutnyaadalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-sungguh.
Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. m mengisi angket yang peneliti sebarkan.
Karena hari ini adalah hari terakhir peneliti bertemu dengan siswa dalam penelitian, maka mengucapkan terimakasih telah mengikuti serangkaian sesi kegiatan selama beberapa minggu ini. Peneliti mengajak siswa untuk tetap memegang teguh tugas yang berulang meskipun bertahap dengan berbagai gangguan, mengubah perilakunya sesuai dengan norma yang ada, tidak menunjukkan perilaku yang dipengaruhi oleh kemarahan, dan bersikap toleran terhadap stimulus yang berlawanan. Kegiatanterakhir dikelas sebelum berdoa adalah bersalaman dengan siswa dan mengucapkan salam perpisahan. Kemudian terakhir berdoa.
Tabel 3. 9
(2)
Kegiatan Proses Hasil
Pre test 1. Memperkenalkan diri kepada siswa 2. Menjelaskan petunjuk pengisian
angket
3. Menyebarkan angket kepada siswa
1. Dapat berkenalan dengan siswa
2. Diperoleh data dari siswa tentang kondisi awal pengendalian dari Sesi 1 1. Perkenalan dan absensi
2. ice breaking, memberikan
permainan untuk mencairkan
suasana dan menambah keakraban dengan siswa. Permainan yang dilakukan adalah permaianan “ibu
berkata” dan permainan “darat, laut, udara”
3. gambaran mengenai teknik
pemodelan dan pengendalian diri 4. menanyakan kesiapan siswa untuk
mengikuti rancangan kegiatan. 5. Berdoa
1. terjalin keakraban dengan siswa
2. siswa memahami
kegiatan yang akan mereka ikuti.
Sesi 2 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah kegiatan
1.Siswa memperoleh
pengalaman baru dari model
2.siswa dapat
mengendalikan situasi baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.
Kegiatan Proses Hasil
a. memperkenalkan model, dan
mempersilahkan model yaitu guru teladan yang ada di sekolah untuk
3. siswa mampu
mengendalikan situasi atau keadaan menurut
(3)
bercerita tentang keberhasilannya. guru bercerita tetang rutinitasnya sehari-hari serta kebiasaannya diwaktu kecil samapai menjadi guru teladan di sekolah.
b. proses Proses Attensional siswa mengamati model dan mendengarkan secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) Proses Pembentukan Perilaku, tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan ia contoh dari guru teladan. (4) Proses Motivationa, siswa diberikan penguatan, bahwa ia bisa meniru dan meneladani perilaku model.
c. Berdoa
dirinya sendiri
4. siswa mampu
mengendalikan situasi atau keadaan menurut sesuatu di luar dirinya
Sesi 3 1. absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan
5. memperkenalkan model, dan
mempersilahkan model yaitu guru teladan yang ada di sekolah untuk bercerita tentang keberhasilannya. guru bercerita tetang rutinitasnya sehari-hari serta kebiasaannya, dan usaha-usahanya untuk mencapai prestasi sampai saat sekarang ini.
1. siswa mampu untuk
menghadapi suatu
stimulus yang tidak dikehendaki dengan cara yang tepat
2. siswa mampu untuk
menghadapi suatu
stimulus yang tidak
dikehendaki pada
waktu yang tepat
(4)
6. proses Proses Attensional siswa mengamati model dan mendengarkan secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) Proses Pembentukan Perilaku, tanya jawab dengan siswa hal apa yang akan ia contoh dari siswa teladan. (4) Proses Motivationa, siswa diberikan penguatan, bahwa ia bisa meniru dan meneladani perilaku model.
7. Berdoa
Sesi 4 1. Absensi
2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan
5. menampilkan video tentang marah yang merupakan modeling symbolic 6. Proses Attensional siswa mengamati
dan menyimak video secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) Proses Pembentukan Perilaku, tanya jawab dengan siswa hal apa yang tidak layak dilakuakan setelah menonton video. (4) Proses
Motivationa, siswa diberikan
penguatan, bahwa dia dapat menghindari perilaku marah.
7. Berdoa
1. Siswa mampu
mengantisipasi
keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan berbagai pertimbangan
2. siswa mampu
menginterpretasi keadaan atau peristiwa
yang tidak
menyenangkan dengan berbagai pertimbangan 3. siswa mampu menilai
suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan aspek-aspek positif secara subjektif
4. siswa mampu
menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa
dengan cara
memperhatikan aspek-aspek positif secara subjektif
Kegiatan Proses
(5)
Sesi 5 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan
5. menayangkan slide tentang
“Rasulullah teladan terbaik”.
6. proses Proses Attensional siswa mengamati model dan mendengarkan secara sungguh-sungguh. (2) Proses Retensional. (3) diskusi tentang pribadi Rasulullah dan hal yang akan dilakukan untuk meneladani pribadi Rasulullah. (4) Proses Motivational, siswa diberikan penguatan, bahwa dia dapat meniru dan meneladani pribadi Rasulullah.
7. Berdoa
1. siswa mampu memilih berbagai kemungkinan
tindakan melalui
kesempatan yang ada 2. siswa mampu memilih
berbagai kemungkinan
tindakan melalui
kebebasan yang ada 3. siswa mampu memilih
berbagai hasil
tindakan.
4. Siswa mampu
menginterpretasikan pribadi Rasulullah sbagai tauadan yang baik dalam kehidupan. 5. Terjadi peningkatan
pada aspek kontrol keputusan.
Post test 1. absensi 2. berdoa
3. menjelaskan tujuan kegiatan
4. menjelaskan langkah-langkah
kegiatan (tatacara pengisian angket dan jawaban siswa)
5. siswa mengisi angket 6. Berdoa
1. Diperoleh data akhir dari siswa setelah mengikuti kegiatan.
(6)
Mengukur indikator keberhasilan teknik pemodelan dalam meningkatkan pengendalian diri siswa bukan hanya dari hasil yang diperoleh akan tetapi pada bagaimana proses bimbingan tersebut terlaksana. Intervensi dikatakan berhasil apabila siswa menunjukkan perubahan pola pikir, persepsi, dan tindakan yang memperlihatkan perubahan perilaku terutama dalam mengendalikan diri. Kriteria keberhasilan peningkatan pengendalian diri siswa dapat dilihat pada hasil post test yang dilaksanakan setelah selesai bimbingan, dengan membandingkan perolehan skor antara pretest dan postest, apabila hasilnya meningkat maka dapat dikatakan peningkatan pengendalian diri siswa berhasil.
Evaluasi bertujuan untuk menilai pelaksanaan intervensi yang menggunakan teknik pemodelan untuk meningkatkan pengendalian diri siswa. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses dan hasil.
1) Evaluasi proses, dimaksud untuk mengetahui efektivitas layanan dari segi proses. Penilaian terhadap proses intervensi dilakukan dengan observasi atau pengamatan oleh guru bimbingan dan konseling yang ada disekolah sebagai refleksi dari proses yang terjadi, baik terhadap keaktifan dan partisipasi siswa selama kegiatan maupun penilaian terhadap fasilitator. Aspek-aspek yang diamati pada siswa meliputi: partisipasi dan keaktifan siswa dalam kegiatan, pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan. Sedangkan aspek-aspek yang diamati pada fasilitator meliputi: persiapan alat/bahan materi, penguasaan materi, kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan layanan.
2) Evaluasi hasil, dimaksudkan untuk memperoleh informasi efektivitas layanan dari segi hasil. Evaluasi hasil diperoleh dengan membandingkan skor pencapaian siswa sebelum treatment diberikan. Selain dari hasil skor angket yang diberikan, diberikan juga kepada siswa wawancara terstruktur mengenai treatment yang telah diberikan fasilitator.