Analisa Pemecahan Masalah Jembatan Kanda

ANALISA PEMECAHAN MASALAH JEMBATAN KANDARAH:
PENDEKATAN PASAL 19 DAN 20 UU NO. 37 TAHUN 1999

Tugas Kuliah Umum
Teknik Penyusunan Perjanjian Internasional

Oleh:
Muh. Miftachun Niam (08430008)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2011

1

DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul..................................................................................................


1

Daftar Isi...........................................................................................................

2

Pendahuluan......................................................................................................

3

Latar Belakang......................................................................................

3

Rumusan Masalah.................................................................................

4

Pembahasan.....................................................................................................


5

Akar Permasalahan...............................................................................

5

Pentingnya Kekuatan Dalam Negeri.....................................................

6

Kondisi WNIO di Arab Saudi...............................................................

7

Mekanisme Perlindungan WNIO di Arab Saudi (Jawaban 1)..............

9

Mempertanyakan Komitmen Pemerintah Arab Saudi..........................


12

Kita Perlu Menuntut Arab Saudi (Jawaban 2)......................................

13

Penutup.............................................................................................................

15

Kesimpulan...........................................................................................

15

Saran.....................................................................................................

15

2


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dengan sedikit bermain analogi, dapat diibaratkan bahwa berdiplomasi
dengan Arab Saudi seperti bermain lomba arung jeram. Penuh dengan bebatuan,
alur yang berkelak-kelok, naik-turun dengan begitu cepat, penuh dengan waspada
dan harus bersiap dengan segala kemungkinan. Diplomasi dengan Arab Saudi
memang sangat berat, melelahkan dan penuh tantangan.
Namun diplomasi yang sangat berat ini memang harus dihadapi karena
hubungan kita yang terlalu kompleks dengan negara tersebut. Dalam satu tahun
dipastikan terdapat seperempat hingga setengah juta rakyat kita yang berkunjung
ke Arab Saudi dalam rangka kegiatan keagamaan, baik untuk ibadah haji maupun
umrah. Bahkan jumlahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Perannya sebagai
pusat agama Islam, membuat kita harus menjaga hubungan baik dengan mereka
agar kepentingan kita terutama dalam hal jumlah kuota jamaah haji kita tidak
diturunkan. Penurunan jumlah kuota jamaah haji akan berdampak pada
ketidakstabilan kondisi politik dalam negeri.
Di sisi lain, kita juga memiliki segudang masalah dengan Arab Saudi. Di
negara tersebut terdapat ratusan juta warga negara Indonesia yang mengadu nasib
dengan bekerja di berbagai sektor informal, mulai dari sopir, tukang kebun hingga
pembantu rumah tangga. Rendahnya tingkat pendidikan para pengadu nasib ini

membuat mereka hanya mampu bekerja di bidang yang berkategori 4D;
demeaning, dirty, dangerous, diificult. Hal ini membuat para pekerja kita tidak
begitu dihargai di Arab Saudi dan cenderung mengalami pelecehan.
Tidak mengherankan jika kemudian banyak terjadi permasalahan yang
menimpa para pekerja kita, mulai dari penyiksaan oleh majikan, gaji yang tidak
dibayar hingga berbagai masalah lainnya. Masalah ini semakin kompleks karena
banyak tenaga kerja kita yang ternyata berstatus ilegal, masuk menggunakan visa
umroh tetapi digunakan untuk bekerja, pindah majikan tanpa melalui prosedur
yang ditetapkan dan sebagainya. Untuk menghindari masalah lebih lanjut, para
pekerja ini memilih untuk tinggal di kolong jembatan.

3

Salah satu kolong jembatan yang banyak dijadikan sebagai tujuan para
pekerja ini adalah jembatan Kandarah. Di jembatan inilah para pekerja kita yang
mengalami berbagai masalah berkumpul dan menunggu untuk di deportasi ke
Indonesia. Keterbatasan dana membuat mereka tidak dapat kembali ke Indonesia
secara mandiri sehingga deportasi menjadi satu-satunya solusi yang dapat mereka
harapkan. Jumlah mereka yang mencapai ribuan orang membuat baik pemerintah
kita maupun pemerintah Arab Saudi kebingungan untuk mendeportasi mereka

karena biaya yang diperlukan untuk mendeportasi sangat besar.1
Pihak

pemerintah

Arab

Saudi

meminta

pemerintah

kita

untuk

memulangkan para pekerja tersebut dengan biaya yang seluruhnya ditanggung
oleh Indonesia. Masalah biaya menjadikan kasus ini semakin berlarut-larut dan
para pekerja terkatung-katung. Dampaknya, para pekerja ini menjadi warga

negara Indonesia overstayer (WNIO) dan berusaha untuk bertahan hidup dengan
segala cara mengingat bantuan dari pemerintah kita untuk mereka sangat terbatas.
Tak jarang pula ada sebagian dari mereka yang menjual diri demi urusan perut,
tragis! Tenaga kerja asal Indonesia yang sudah dilecehkan semakin terlecehkan.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami tertarik untuk mencari solusi
alternatif terkait langkah apa yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia untuk melindungi kepentingan para WNIO tersebut dengan tetap
memperhatikan hubungan baik antara Indonesia dengan Arab Saudi? Serta apakah
Pemerintah Indonesia dapat meminta kepada Pemerintah Arab Saudi untuk turut
serta bertanggungjawab menyelesaikan permasalahan WNIO yang terjadi didalam
wilayah yurisdiksi Arab Saudi tersebut?

1

Direktorat Perjanjian Eonomi Sosial Budaya, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian
Internasional, Kementrian Luar Negeri. Perlindungan TKI di Luar Negeri oleh Pemerintah RI
Menurut Hukum Internasional. Dalam Kuliah Umum Teknik Penyusunan Perjanjian Internasional.
Universitas Slamet Riyadi Surakarta. 7 Mei 2011.
2

Jannes Eudes Wawa. Ironi Pahlawan Devisa: Kisah Tenaga Kerja Indonesia dalam Laporan
Jurnalistik. Hlm. 24.

4

PEMBAHASAN
Akar Permasalahan
Permasalahan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi sudah sedemikian
parahnya hingga menyerupai lingkaran setan. Satu masalah terselesaikan, muncul
masalah lainnya dan begitu seterusnya. Kondisi ini diperparah dengan aksi saling
tuding antar instansi terkait siapa yang harus bertanggungjawab. Mungkin nasib
paling sial dialami oleh Kementerian Luar Negeri. Instasi ini paling sering dan
mudah untuk dijadikan sebagai kambing hitam, setiap kali ada permasalahan
terkait masalah tenaga kerja di luar negeri selalu disalahkan.
Jika sudah demikian, Kementerian Luar beserta Kedutaan Besar terkait
harus menjadi tukang sapu atas segala permasalahan yang dibuat oleh instasi lain.
Padahal, akar permasalahan sesungguhnya lebih banyak terjadi di dalam negeri.
Masalah TKI yang terjadi di luar negeri hanyalah imbas dari dalam negeri.
Menurut Tatang, Ada 3 faktor penyebab terjadinya permasalahan TKI:3
Faktor Individu, TKI yang bekerja di Arab Saudi pada umumnya memiliki

tingkat pendidikan dan skill yang rendah sehingga pekerjaan yang diperoleh
berkategori demeaning, dirty, dangerous, difficult. Selain itu, kemampuan
adaptasi TKI di Arab Saudi juga sangat rendah sehingga banyak terjadi culture
shock di negara tujuan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam berkomunikasi
yang berimbas kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Faktor

Pemerintah,

Ma si h

banyak

terjadi

regulasi

di

bidang


ketenagakerjaan yang tumpang tindih antara satu instansi dengan lainnya.
Tumpang tindih ini mengakibatkan perbedaan persepsi dan tupoksi yang
berdampak pada kurang optimalnya law enforcement terhadap oknum yang
melakukan penyimpangan di bidang ketenagakerjaan. Kondisi ini lebih lanjut
membuat bargaining position Indonesia kepada Arab Saudi menjadi lemah.
Faktor Negara Penempatan, Arab Saudi tidak memiliki hukum
ketenagakerjaan yang memadai sehingga apabila terjadi pelanggaran antara user
dengan pekerja, seringkali merugikan pekerja. Selain itu, pekerjaan informal
3

Tatang Budie Utama Razak, Peran Negara dalam Melindungi WNI di Luar Negeri:
Permasalahan dan Langkah-langkah Strategis. Dalam Seminar Citizen Service: Komitmen
Indonesia dalam Perlindungan WNI di Luar Negeri. Solo, 26 Maret 2011.

5

masih dianggap sebagai masalah rumah tangga sehigga sulit diselesaikan melalui
jalur hukum. Hal yang paling mengenaskan adalah cara pandang mayarakat Arab
Saudi terhadap para pekerja informal yang cenderung melecehkan sehingga

penghargaan yang diberikan pun sangat rendah.
Pentingnya Kekuatan Dalam Negeri
Suka atau tidak suka, kita perlu mengakui bahwa kondisi Indonesia dalam
hal ketenagakerjaan masih sangat lemah. Begitu banyak regulasi yang tumpang
tindih, jangankan untuk dapat beroperasi, sekedar bertahan saja susah. Regulasi
antar instansi saling bertarung, semuanya kalah dan menjadi mayat hidup, ada tapi
tidak dapat berbuat apa-apa.
Diar Nurbintoro4 menyebutkan bahwa ego antar instansi di Indonesia
masih sangat tinggi. Sulit tercipta koordinasi karena tidak adanya saling sinergi
dalam pelaksanaan tupoksi. Hal itu membuka celah bagi pihak-pihak tertentu
untuk melakukan pelanggaran di bidang ketenagakerjaan seperti mengalirkan TKI
ilegal ke luar negeri. Faktor tersebut melemahkan daya tawar Indonesia.
Kekuatan dalam negeri ini menjadi kunci utama dalam menyelesaikan
masalah TKI yang ada di Arab Saudi. Selama masih tumbuh ego antar instansi di
Indonesia, kita tidak dapat berharap banyak agar masalah TKI dapat terselesaikan.
Masalah hukum di Indonesia juga menjadi ganjalan tersendiri dalam
mengatasi masalah TKI, peraturan hukum yang sudah tersedia di dalam negeri
tidak dapat berjalan dengan optimal. Masih banyak terjadi kasus penyimpangan
dalam proses perekrutan, pelatihan dan penempatan TKI di luar negeri. Hukuman
yang diberikan pun tidak maksimal sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi
para pelakunya. Pelanggaran tersebut akan terus berulang dengan menggunakan
modus yang baru dan lebih canggih pula.
Diperlukan kekuatan dalam negeri untuk melindungi WNI dan TKI yang
ada di luar negeri. Jika saja semua peraturan dapat berjalan sebagaimana
semestinya dan tidak saling bertabrakan, rasanya bukan tidak mungkin
permasalahan TKI dapat diredam semaksimal mungkin.
4

Diar Nurbintoro. Direktur Hukum, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional,
Kementrian Luar Negeri Indonesia. Dalam Diskusi Kuliah Umum Teknik Penyusunan Perjanjian
Internasional. Universitas Slamet Riyadi Surakarta. 30 April 2011.

6

Pelatihan

berjalan

sebagaimana

mestinya,

perekrutan

berjalan

sebagaimana mestinya, dan penempatan berjalan sebagaimana mestinya. Bagi
oknum yang melanggar akan dikenai hukum sebagaimana mestinya pula.
Sayangnya, semua harapan tersebut masih jauh api dari panggang. Di lapangan,
hanya korupsi yang dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Berbagai korupsi dapat berjalan dengan mudahnya, bukan hanya korupsi
uang, tetapi juga korupsi waktu, korupsi usia, korupsi paspor, korupsi visa,
korupsi dokumen hingga korupsi tanda tangan sudah menjadi hal yang biasa
dalam dunia ‘bisnis’ TKI. Siapa yang bertanggung jawab? Terlalu rumit.
Hal terpenting saat ini adalah melihat kondisi dalam negeri dan saling
memperbaiki. Apa artinya diplomasi yang hebat tanpa dibantu oleh kondisi dalam
negeri yang kuat? Jika kondisi kita sudah kuat, maka daya tawar kita di mata
negara penempatan TKI ikut kuat pula. Dengan daya tawar yang kuat, maka kita
dapat menatap Arab Saudi dan menuntut pertanggungjawabannya.
Kondisi WNIO di Arab Saudi
Setelah sedikit melihat kondisi dalam negeri, kembali ke masalah kondisi
TKI kita yang ada di Arab Saudi. Salah satu alasan penyebab lambatnya evakuasi
WNIO yang ada di Arab Saudi (selain masalah dana) adalah tidak adanya
perjanjian internasional yang mengatur TKI antara Indonesia dengan Arab Saudi.
Kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara penempatan TKI
lainnya yang sudah memiliki perjanjian internasional terkait TKI dengan
Indonesia, seperti RI-Kuwait (1996), RI-Yordania (2001 dan 2009)5, RI-Korea
Selatan (2004 dan 2008), RI-Malaysia (2004 dan 2006), RI-Uni Emirat Arab
(2007), RI-Qatar (2008), RI-Jepang (2008), RI-Australia (2009).6
Memang perjanjian internasional bukanlah mantra ajaib yang dapat
menyulap TKI kita di jembatan Kandarah langsung berpindah. Tapi dengan
perjanjian itulah setidaknya masalah dapat sedikit lebih cepat terselesaikan.
Perjanjian tersebut dapat menjadi tolok ukur acuan penyelesaian masalah jika
5

Syahmin, Ak., SH., M.H. Hukum Diplomatik dalam Kerangka Studi Analisis. Hlm. 244.
Direktorat Perjanjian Eonomi Sosial Budaya, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian
Internasional, Kementrian Luar Negeri. Perlindungan TKI di Luar Negeri oleh Pemerintah RI
Menurut Hukum Internasional. Dalam Kuliah Umum Teknik Penyusunan Perjanjian Internasional.
Universitas Slamet Riyadi Surakarta. 7 Mei 2011.
6

7

terjadi sengketa antara user dengan pekerja. Sayangnya, hingga saat ini antara RI
dan Arab Saudi belum memiliki suatu perjanjian internasional yang mengatur TKI
kita disana. Di Arab Saudi, permasalahan pekerja informal dianggap sebagai
bagian masalah keluarga sehingga penyelesaiannya pun secara kekeluargaan
bukan masalah pemerintah atau negara.7
Kondisi yang terus berlarut-larut ini menyebabkan banyak WNIO kita
yang ada di jembatan Kandarah hidup dalam kondisi terlantar. Hidup di kolong
jembatan dengan tempat tidur yang seadanya, bagi yang memiliki uang biasanya
mendirikan tenda sederhana sedangkan yang tidak punya apa-apa harus bersiap
untuk tidur diatas tikar dengan atap langsung beton jembatan.
Menurut Sumadi (33) warga Kalijambe, Sragen, dan Sunyatmi (30) warga
Gemolong, Sragen, Mantan TKI Arab Saudi, para TKI yang tinggal di jembatan
Kandarah tersebut mengandalkan bantuan dari KBRI dan KJRI. Banyak pula
dermawan dari Arab Saudi yang terkadang membawa makanan untuk mereka.8
“Kadang malah seneng hidup disana mas, banyak kenalan dari Pakistan
dan Filipina tapi rata-rata orang miskin semua. Biar terkesan kayak orang
gelandangan tapi makanan sudah terjamin apalagi kalau pas Ramadhan itu banyak
yang ngasih kurma sama makanan. Kalau disini kan masih harus nyari uang
sendiri. Kondisinya enggak se-ngeri yang diliput di televisi sama koran kok. Tapi
bagaimanapun tetap nyaman hidup di rumah sendiri dong.”9
Tetapi bagi Sunyatmi, jembatan Kandarah menjadi tempat yang benarbenar menguji iman karena banyak diantara temannya yang terjebak menjadi
wanita panggilan. Kondisi ekonomi disana membuat banyak TKW yang tergoda
mendulang uang dengan menjadi wanita panggilan. Sambil menunggu di
deportasi, mereka mencari uang agar tidak malu saat pulang ke kampung halaman.
Dari gambaran kedua responden tersebut, kita dapat sedikit merasakan
bagaimana kondisi sebenarnya di kolong jembatan Kandarah. Terlalu subyektif
jika kita hanya menampilkan sisi negatif dari jembatan Kandarah dan hanya dapat
menyalahkan peran pemerintah. Dari penuturan kedua responden tersebut secara
7

Tatang Budie Utama Razak, op. cit.
Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Mei 2011. Menurut pengakuan, keduanya pernah tinggal
di jembatan Kandara karena kabur dari majikan. Sumadi berprofesi sebagai tukang kebun
sedangkan Sunyatmin berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.
9
Hasil wawancara dengan Sumadi
8

8

tidak langsung mereka mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah kita melalui
KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah sebenarnya telah bertindak banyak namun hasil
akhir tetap berada di tangan setiap individu.
Mekanisme Perlindungan WNIO di Arab Saudi
Proses perlindungan terhadap WNI yang berada di luar negeri sebenarnya
telah diatur dalam Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri. Dalam UU tersebut terdapat 8 pasal (Pasal 18-24) yang mengatur tentang
mekanisme perlindungan WNI dimanapun termasuk di Arab Saudi. Namun dari
kedelapan pasal tersebut, ada dua pasal yang tepat untuk digunakan sebagai
pemecah masalah WNIO yang terdapat di jembatan Kandarah, yakni;10
Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban: (a) memupuk persatuan dan
kerukunan antarwarga negara Indonesia di luar negeri; (b) memberikan
pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum11 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional (Pasal 19).
Dalam hal terjadi sengketa antarwarga negara atau badan hukum Indonesia
di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban membantu
menyelesaikannya berdasarkan asas musyawarah atau sesuai dengan hukum yang
berlaku (Pasal 20). Kedua pasal tersebut menunjukkan bahwa fungsi utama
Perwakilan Republik Indonesia adalah untuk mempersatukan, mengayomi,
melindungi dan menyelesaikan masalah yang menimpa WNI di luar negeri.
Terkait masalah WNIO yang berada di jembatan Kandarah, langkah apa
yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk melindungi
kepentingan para WNIO tersebut dengan tetap memperhatikan hubungan baik
antara Indonesia dengan Arab Saudi? (rumusan masalah pertama).
Langkah pertama yang harus ditempuh oleh pemerintah kita tentu saja
dengan mempersatukan WNIO yang tinggal di jembatan Kandarah tersebut.
Langkah ini menjadi paling vital mengingat di kolong jembatan tersebut terdapat
ratusan ribu tenaga kerja yang bermasalah dan hidup dalam kondisi yang
10

Syahmin, Ak., S.H., M.H.,. Hukum Diplomatik dalam Kerangka Studi Analisis. Hlm. 246
Dalam Penjelasan Pasal 19 ditentukan bahwa “Perlindungan dan Bantuan Hukum”
sebagaimana disebut dalam pasal ini termasuk pembelaan terhadap warga negara atau badan
hukum Indonesia yang menghadapi permasalahan, termasuk perkara di Pengadilan.
11

9

memprihatinkan. Dalam situasi tersebut, rawan terjadi perpecahan dan berpotensi
untuk menimbulkan konflik baik antar sesama WNIO maupun antara WNIO
dengan warga negara asing yang sama-sama overstayer seperti dari Filipina,
Pakistan, Bangladesh dan berbagai negara pemasok tenaga kerja lainnya. Cara
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kunjungan rutin dan bimbingan
rohani dengan pendekatan kebangsaan, agar para WNIO tersebut dapat menahan
diri dari tindakan destruktif dalam kondisi apapun.
Langkah kedua adalah dengan mengayomi para WNIO. Program
pengayoman ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Perwakilan Indonesia di Arab
Saudi melalui pendekatan kemanusiaan12 meliputi kunjungan rutin dan bantuan
sosial, bimbingan rohani, bantuan psikologis dan kesehatan serta repatriasi. Hanya
saja ada beberapa hal yang harus ditambah agar kepentingan WNIO di jembatan
Kandarah dapat lebih terlindungi, salah satunya dalam keamanan.
Rasa aman ini menjadi sangat penting karena WNIO ini tergolong rawan
dari serangan luar, biasanya banyak pemuda Arab Saudi yang memicu kerusuhan
dengan menggoda wanita dari Indonesia. Kerusuhan yang terjadi berupa aksi
saling lempar batu dan perkelahian, jika sudah demikian WNIO menjadi
kelompok yang paling dipersalahkan. Oleh karena itu, diperlukan penjaga
keamanan yang dapat mengayomi WNIO. Masalah inilah yang perlu juga untuk
dibahas dengan Arab Saudi ketika membuat perjanjian internasional masalah TKI.
Langkah ketiga berupa program perlindungan kepada para WNIO.
Perlindungan yang dimaksud disini adalah perlindungan di bidang hukum kepada
WNIO yag sedang menghadapi masalah. Pendekatan yang dapat dilakukan
diantaranya melalui mediasi/konsiliasi,

konsultasi hukum,

pendampingan

13

pengacara , dan amicus curiae (outside court settlement).
Selain dari segi hukum, pendekatan juga dilakukan dengan perlindungan
melalui pelayanan yang meliputi pendekatan kepada negara setempat dalam
rangka upaya perlindungan WNI, pendokumentasian WNI dan TKI yang tidak
berdokumen, pembentukan citizen services dengan monitoring dan evaluasi, serta
perbaikan sistem pelayanan dan dokumentasi.
12

Tatang Budie Utama Razak. Op.cit. ada lima pendekatan yang dilakukan oleh Perwakilan RI di
luar negeri yakni; pendekatan hukum, kemanusiaan, politis, dan perlindungan melalui pelayanan.
13
Pengacara (Pro Bono/ Non-Pro Bono)

10

Langkah

terakhir

berupa

penyelesaian

masalah.

Perwakilan

RI

berkewajiban untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut warga negaranya
di negara setempat. Berikut ini adalah data kasus TKI yang ditampung dan
ditangani oleh Perwakilan RI yang ada di Arab Saudi.
Tabel 1. Jumlah Kasus WNI Bermasalah di Arab Saudi14
No.

Perwakilan RI

Jumlah WNI
2009

2010

1 Maret 2011

1

KBRI Riyadh

3.102

2.770

190

2

KJRI Jeddah

1.650

1.472

90

4.752

4.242

280

Total

Dari total kasus tersebut sebagian besar sudah terselesaikan, bahkan
menurut data Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, pada tahun 2010 sudah
93,07% kasus WNI bermasalah yang sudah terselesaikan. Dari jumlah 4.242
kasus, sudah 3.948 kasus yang terselesaikan sedangkan sisanya sebesar 294 kasus
masih dalam tahap penyelesaian.15 Tentu saja, ini merupakan prestasi yang sangat
hebat dan kita perlu mengapresiasi kinerja Kementrian Luar Negeri dan
Perwakilan RI di Arab Saudi yang sudah menyelesaikan sedemikian banyak kasus
dalam tempo yang relatif cepat.
Namun prestasi kinerja Kementrian Luar Negeri dan Perwakilan RI yang
sedemikian hebat tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada dukungan dari instansi
dalam negeri. Percuma saja ribuan kasus di Arab Saudi terselesaikan jika ternyata
masih ada jutaan TKI ilegal yang siap diselundupkan, masih ada jutaan KTP dan
Paspor yang siap dipalsukan, masih ada anak-anak yang sudah dituakan, masih
ada pelatihan yang diabaikan dan berbagai pelanggaran lain yang berpotensi
menimbulkan TKI bermasalah dan bakal calon WNIO penghuni jembatan
Kandarah lainnya. Sinergi antar instansi mutlak diperlukan dalam rangka
melakukan pencegahan terjadinya kembali WNI dan TKI yang bermasalah hingga
harus overstayer di Arab Saudi lagi.
14
15

Database Direktorat Perlindungan WNI dan BHI 2010
Ibid

11

Mempertanyakan Komitmen Pemerintah Arab Saudi
Saat ada pekerja migran yang membunuh majikan di Arab Saudi, langsung
dapat diancam hukuman mati. Tapi bagaimana jika posisinya dibalik, majikan
membunuh pekerja migran? Benarkah majikan juga akan dihukum mati?
Pertanyaan tersebut banyak dilontarkan oleh masyarakat awam setiap kali
menyaksikan kasus penyiksaan terhadap para pekerja migran.
Disini saya sengaja menggunakan kata pekerja migran karena mereka yang
disiksa tidak hanya berasal dari Indonesia tetapi juga dari berbagai negara lain
seperti Bangladesh, Pakistan, Filipina dan beberapa negara lainnya. Tidak hanya
rakyat kita yang bertanya tapi rakyat dari berbagai belahan dunia lain turut
mempertanyakan jaminan keadilan di Arab Saudi.
Memang, Arab Saudi terkenal dengan hukumannya yang keras terhadap
setiap penjahat. Pencuri akan dipotong tangan, pembunuh juga akan dibunuh,
pezina akan dirajam namun sepertinya itu dulu. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa hukuman di Arab Saudi seringkali bermain mata, tergantung siapa
pelakunya. Sekalipun tertangkap mencuri, membunuh dan sebagainya tetapi jika
pelakunya masih kerabat istana, kepastian hukumnya mengambang.
Disinilah komitmen pemerintah Arab Saudi dalam hal keadilan dan
perlindungan terhadap pekerja mulai dipertanyakan. Banyak kasus pembunuhan
terhadap pekerja migran yang menguap entah kemana. Bahkan mereka terkesan
tutup mulut meskipun kasus tersebut telah berada di luar batas kemanusiaan.
Dalam sebuah jumpa pers pada pertengahan bulan November 2010,
Menteri Luar Negeri kita menuturkan, “Selama ini Pemerintah Arab Saudi
umumnya tidak mau memberi komentar soal kasus-kasus yang menimpa tenaga
kerja asing, namun atas desakan Pemerintah RI, Pemerintah Arab mengeluarkan
pernyataan secara keras mengutuk dan mengecam apa yang terjadi pada
Sumiati.”16 Mengenaskan, harus didesak agar dapat bersuara.
Lantas, dimanakah posisi pekerja migran sesungguhnya? Sekali lagi kita
mempertanyakan komitmen pemerintah Arab Saudi. Kita seperti tidak berdaya
menghadapi arogansi mereka, mungkin karena posisi kita tidak setara. Sebagai
16

Pernyataan dalam sebuah jumpa pers di Gedung Kementerian Luar Negeri, 19 November 2010.

12

negara pengekspor pembantu rumah tangga, daya tawar kita menjadi hilang saat
berhadapan dengan negara majikan. Banyak pihak yang mengusulkan agar ekspor
pekerja kita ke Arab Saudi segera di moratorium, jika perlu ditutup.
Usulan tersebut memang bagus namun tidak akan berdampak apa-apa bagi
mereka. Arab Saudi memiliki negara lain yang dapat menjadi pemasok pekerja
migran mulai dari Filipina hingga Pakistan. Kita justru akan menjadi kalang kabut
mengingat kondisi dalam negeri kita yang tidak siap dan perekonomian yang
belum stabil apalagi jika mempertimbangkan potensi penyelundupan pekerja
secara ilegal yang semakin besar dengan adanya penghentian tersebut.
Kita Perlu Menuntut Arab Saudi
Jika memang demikian, lantas apa yang dapat dilakukan agar dapat
membuat pemerintah Arab Saudi turut bertanggungjawab menyelesaikan masalah
pekerja migran khususnya WNIO kita yang ada disana, mengingat masalah
tersebut terjadi di wilayah yuridiksi Arab Saudi? (rumusan masalah kedua)
Hal terpenting yang perlu diingat adalah kasus ini bukan sekedar kasus
antara Indonesia dan Arab Saudi, tetapi kasus antara negara pengirim tenaga kerja
dengan Arab Saudi. Penyelesaiannya pun tidak dapat dilakukan sendirian, kita
perlu untuk menggandeng negara pengirim pekerja migran lain untuk turut serta
dalam menuntut pertanggungjawaban Arab Saudi.
Dalam hal ini, Indonesia, Filipina, Bangladesh dan Pakistan memiliki
kesamaan dalam hal pekerja migran. Mulai dari kesamaan overstayer hingga
kesamaan potensi ancaman kekerasan dari majikan. Hal tersebut terjadi karena
komitmen Arab Saudi dalam melindungi pekerja migran sangat diragukan.
Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan
menggandeng berbagai negara pekerja migran tersebut untuk bersama melakukan
tuntutan terhadap pemerintah Arab Saudi terkait perlindungan pekerja migran.
Peran mereka sangat diperlukan karena sebagai pemersatu suara dan penambah
daya tawar dalam bernegosiasi dengan pemerintah Arab Saudi.
Setiap kali terjadi penyiksaan terhadap pekerja migran dari negara mana
pun, maka bisa diambil tindakan bersama. Jika moratorium, maka moratorium
bersama, jika penghentian, maka penghentian bersama pula. Langkah ini akan

13

lebih efektif jika dibandingkan dengan berjalan sendiri-sendiri. Tanpa adanya
persatuan diantara sesama negara pekerja migran, tuntutan kita tidak akan pernah
dapat bertaring. Bayangkan saja, saat Indonesia membuat kebijakan moratorium,
negara lain juga ikut membuat kebijakan moratorium. Ancaman yang diberikan
pun dapat menjadi kenyataan dan tidak dapat dipandang sebelah mata.
Demikian pula saat Indonesia menuntut tanggung jawab Arab Saudi
terhadap WNIO yang ada di jembatan Kandarah, maka negara lain pun akan ikut
menuntut tanggung jawab atas warga negara mereka yang overstayer di jembatan
Kandarah. Memang, untuk mempersatukan sesama negara pekerja migran
bukanlah hal yang mudah, mengingat setiap negara pasti memiliki kepentingan
untuk menambah kuota pekerja migran mereka di Arab Saudi.
Namun hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil melihat kemampuan
diplomasi negara kita yang sangat handal. Kita patut mengapresiasi peran
pemerintah yang telah menjalin hubungan baik dengan Bangladesh terkait
masalah pekerja migran. Apabila kerjasama ini dikembangkan dengan semua
negara pekerja migran lainnya, maka keberhasilan tersebut sudah di depan mata.
Kekerasan terhadap pekerja migran tidak boleh diukur dari tingkat
presentasenya tetapi harus dilihat dari tingkat kemanusiaan dan harga diri bangsa.
Penyiksaan terhadap pekerja migran berarti penyiksaan terhadap masalah
kemanusiaan, pemerkosaan terhadap pekerja migran berarti pemerkosaan terhadap
harga diri bagsa kita.

14

PENUTUP
Kesimpulan
1. Ada 3 faktor penyebab munculnya TKI bermasalah dan WNIO: Faktor
Individu, Faktor Pemerintah dan Faktor Negara Tujuan.
2. Kondisi WNIO yang berada di jembatan Kandarah tidak separah yang
dilaporkan oleh media massa karena pemerintah kita melalui KBRI Riyadh
dan KJRI Jeddah sudah aktif dalam memberikan bantuan.
3. Berpijak pada UU 37 Tahun 1999, ada empat hal yang harus dilakukan oleh
pemerintah kita dalam melindungi WNIO yaitu: mempersatukan, melindungi,
mengayomi, dan menyelesaikan masalah.
4. KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
melidungi WNIO dan TKI bermasalah. Terbukti dari 4.242 kasus TKI
bermasalah, sudah 3.948 kasus yang terselesaikan selama tahun 2010 lalu.
5. Pemerintah Arab Saudi tidak serius dalam melindungi pekerja migran dan
buruh migran yang ada disana.
6. Untuk menuntut keseriusan pemerintah Arab Saudi, maka pemerintah harus
menggandeng negara pekerja imigran lain untuk menyatukan suara dan
menambah daya tawar dalam setiap pengajuan tuntutan.
Saran
Tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan terutama dalam hal data
dan referensi sehingga masih memerlukan banyak penyempurnaan. Jumlah angka
TKI sebenarnya pun belum dapat dikatakan valid karena masih menggunakan
batasan kisaran, ini disebabkan karena banyaknya TKI ilegal sehingga tidak
terdapat jumlah pasti TKI yang bekerja di Arab Saudi. Demikian pula dengan
WNIO yang tinggal di jembatan Kandarah tidak dapat dipastikan karena
kekurangan kami dalam hal pengumpulan data.
Selain itu, tulisan ini masih menyimpan banyak ketimpangan pandangan
sehingga kami mengharapkan banyak koreksi dari pembaca agar tulisan ini dapat
menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

15