Analisa pemampaatan internet berdasarkan survei pemetaan E-Commerce Menggunakan metode Six Sigma

(1)

ANALISA PEMANFAATAN INTERNET

BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN

E-COMMERCE

MENGGUNAKAN METODE

SIX SIGMA

DWI KUNTARI

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 M / 1431 H


(2)

ANALISA PEMANFAATAN INTERNET

BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN

E-COMMERCE

MENGGUNAKAN METODE

SIX SIGMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh : Dwi Kuntari 105094003088

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 M / 1431 H


(3)

ANALISA PEMANFAATAN INTERNET

BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN

E-COMMERCE

MENGGUNAKAN METODE

SIX SIGMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Dwi Kuntari

105094003088

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.S.A.Pamungkas, M.Eng NIP. 19670618 199301 1 001

Nur Inayah, M. Si NIP. 19740125 200312 2 001 Mengetahui,

Ketua Program Studi Matematika

Yanne Irene, M. Si NIP. 19741231 200501 2 018


(4)

ABSTRACT

Utilization of Information and Communication Technology (ICT) such as Internet technology has changed business patterns and behavior, thus stimulating the growth of a new global paradigm that is a new economy based and supported by ICT. Given the limited infrastructure in Indonesia and is still expensive means of utilizing the Internet, then to current users of the Internet in general was still in the big cities and only upper and middle companies that have the ability to utilize the Internet as media campaigns, transactions, and interactions with among other businesses. For that Kemkominfo conducting surveys on such issues through the mapping of e-commerce in several cities in Indonesia. From the survey data obtained by complaints that the company does not use the internet. Therefore, the analysis is conducted to fix existing problems. One method that can be used in quality improvement is Six Sigma methods.

This research used the method with the phase of Six Sigma Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). After analysis found that the problem is the high cost of Internet connection. This causes Kemkominfo not yet have the capability and 2:48 at the level of sigma. As for the causes that can occur due to high infrastructure development costs (tower, monitor stations, etc.), so it needs to be done on the utilization of existing infrastructure and utilizing the latest technologies.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN UJIAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Pembatasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 E-Commerce ... 6

2.1.1 Definisi E-Commerce ... 6

2.1.2 Jenis-jenis E-Commerce ... 7


(6)

2.2 Internet ... 8

2.3 Six Sigma ... 9

2.4 Fase DMAIC ... 14

2.4.1 Fase Pendefinisian ... 14

2.4.2 Fase Pengukuran ... 16

2.4.3 Fase Analisa ... 26

2.4.4 Fase Improve ... 31

2.4.5 Fase Control ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.3 Metode Pengolahan Data ... 34

3.4 Alur Penelitian ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Pendefinisian Masalah ... 37

4.2 Pengukuran Kinerja Kemkominfo ... 43

4.2.1 Perhitungan Nilai DPMO ... 43

4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses ... 45

4.3 Analisis Masalah di Kemkominfo ... 50

4.3.1 Diagram Sebab Akibat ... 50

4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58


(7)

5.2 Saran ... 59

REFERENSI ... 60 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Kecacatan Pada Sigma ……….. 11 Tabel 2.2 Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses ……….. 24 Tabel 2.3 Spreadsheet FMEA ……….. 32 Tabel 2.4 Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV), dan Detection (DET) …….. 32 Tabel 2.5 Bentuk Tabel Action for Failure Mode ……….. 33 Tabel 4.1 Data Keluhan Pelanggan ……….. 43 Tabel 4.2 Spreadsheet FMEA Masalah Tingginya Biaya Koneksi Internet …….. 55 Tabel 4.3 Tabel Action for Failure Mode ……….. 58


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas………... 20

Gambar 2.2 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas Tinggi………… 21

Gambar 2.3 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas Hampir Tidak Cukup ... 22

Gambar 2.4 Bagan Kendali Proses yang Tidak Memiliki Kapabilitas…………. 22

Gambar 2.5 Contoh Diagram Sebab Akibat………. 30

Gambar 2.6 Bentuk Control Chart……… 35

Gambar 4.1 Diagram Pareto………. 44

Gambar 4.2 Process Mapping Penggunaan Internet………. 45

Gambar 4.3 Bagan Kendali Shewhart Jumlah Keluhan Perusahaan………. 48

Gambar 4.4 Probability of Failure Data……… 49

Gambar 4.5 Histogram Jumlah Keluhan Perusahaan………. 50

Gambar 4.6 Process Capability Jumlah Keluhan Perusahaan……… 51


(10)

ABSTRAK

DWI KUNTARI, Analisa Pemanfaatan Internet Berdasarkan Survei Pemetaan E-Commerce Menggunakan Metode Six Sigma. Di bawah bimbingan

Drs.S.A.Pamungkas, M.Eng dan Nur Inayah, M.Si.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti teknologi internet telah banyak merubah pola dan perilaku bisnis, sehingga menstimulasi pertumbuhan paradigma global baru yaitu ekonomi baru yang berbasis dan didukung oleh TIK. Dengan keterbatasan infrastruktur di Indonesia serta masih mahalnya sarana dalam memanfaatkan internet, maka sampai saat ini pengguna internet pada umumnya masih berada di kota-kota besar saja dan hanya perusahaan menengah ke atas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan internet sebagai media promosi, transaksi, dan interaksi dengan sesama pelaku bisnis lainnya. Untuk itu Kemkominfo melakukan survei atas permasalahan tersebut melalui pemetaan e-commerce pada beberapa kota di Indonesia. Dari survey tersebut diperoleh data keluhan perusahaan yang tidak menggunakan internet. Oleh karena itu, dilakukan analisa untuk memperbaiki masalah yang ada. Salah satu metode peningkatan kualitas yang dapat digunakan adalah metode Six Sigma.

Pada penelitian ini digunakan metode Six Sigma dengan fase Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Setelah dilakukan analisa diketahui bahwa masalah yang sedang dihadapi adalah tingginya biaya koneksi internet. Hal tersebut menyebabkan Kemkominfo belum mempunyai kapabilitas dan berada pada level 2.48 sigma. Adapun yang menyebabkan hal itu dapat terjadi karena tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower, stasiun monitor,dll), sehingga perlu dilakukan pemanfaatan terhadap infrastruktur yang ada dan pemanfaatan teknologi-teknologi terbaru.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti teknologi internet telah banyak merubah pola dan perilaku bisnis, sehingga menstimulasi pertumbuhan paradigma global baru yaitu ekonomi baru yang berbasis dan didukung oleh TIK. Dengan keterbatasan infrastruktur di Indonesia serta masih mahalnya sarana dalam memanfaatkan internet, maka sampai saat ini pengguna internet pada umumnya masih berada di kota-kota besar saja dan hanya perusahaan menengah ke atas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan internet sebagai media promosi, transaksi, dan interaksi dengan sesama pelaku bisnis lainnya.

Kegiatan perekonomian di Indonesia sangat ditunjang oleh keberadaan Perusahaan yang sangat banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai kota besar dan kota kecil. Namun demikian sebagian belum mendayagunakan kemajuan TIK sebagai alat dan sarana dalam melaksanakan dan mengembangkan usaha bisnisnya. Padahal pendayagunaan TIK dalam bisnis secara nyata akan dapat menekan biaya transaksi bisnis dan memberikan kemudahan, kecepatan publikasi dan promosi, meningkatkan jangkauan dan waktu pemasaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas usaha dan daya saing Perusahaan tersebut.

Untuk memperoleh gambaran penggunaan dan pemanfaatan TIK dibidang jasa dan perdagangan secara elektronik (e-Commerce), pada tahun 2009 Kementerian


(12)

Komunikasi dan Informatika telah melakukan kegiatan survei pemetaan e-Commerce yang difokuskan hanya pada beberapa perusahaan di kota besar yang dianggap cukup maju, yaitu kota Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin dengan total responden 166 perusahaan. Pemetaan dilakukan melalui survei dari berbagai sumber dan kuosioner ke beberapa perusahaan. Perusahaan yang dipilh adalah perusahaan yang minimal telah memiliki dan menggunakan komputer/TIK. Kuosioner dikelompokkan menjadi beeberapa bagian, yaitu pemanfaatan komputer, pemanfaatan internet, pemanfaatan website secara umum, pemanfaatan website untuk e-Commerce dan manfaat Warung Masyarakat Informasi Indonesia (WARMASIF). Namun dalam skripsi ini, Penulis memilih untuk menjadikan pemanfaatan internet sebagai bahasan yang dikaji. Hal tersebut tidak terlepas dari semakin maraknya penggunaan internet di kalangan masyarakat. Namun lain halnya dengan perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel dari penelitian ini, beberapa diantaranya ternyata belum dapat menggunakan layanan internet sebagai penunjang kebutuhan pekerjaannya masing-masing. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa keluhan. Oleh karena itu, maka dalam usaha memberikan maupun meningkatkan pelayanan secara elektronik (e-Commerce) kepada masyarakat umum, yang dalam hal ini diwakili oleh perusahaan-perusahaan di berbagai kota tertentu, maka diperlukan adanya perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan perusahaan. Salah satunya adalah dengan memberikan pelayanan elektronik yang baik dan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas serta memperbaiki kekurangan yang ada. Dan


(13)

salah satu metode peningkatan kualitas yang dapat digunakan adalah metode Six Sigma.

Menurut [9], Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances) sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Pada skripsi ini digunakan pula pendekatan DMAIC yang bertujuan untuk menganalisa dan memperbaiki proses yang ada. Dalam konteks Indonesia, aplikasi Six Sigma relatif baru. Banyak perusahaan di Indonesia mengaplikasikan Six Sigma karena perusahaan induknya di Amerika dan Eropa telah mengaplikasikannya seperti General Electric Indonesia, Caltex, dan perusahaan lainnya. Tidak hanya perusahaan barat yang mencoba menggunakan Six Sigma, tetapi juga perusahaan jepang menggunakannya tanpa meninggalkan aplikasi peningkatan kualitas dasarnya. Oleh karena itu, berdasarkan hasil data e-commerce yang diperoleh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, maka Penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul ANALISA PEMANFAATAN INTERNET BERDASARKAN SURVEI PEMETAAN

E-COMMERCE MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA.

1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:


(14)

1. Pengidentifikasian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet.

2. Pengukuran terhadap faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet dengan menggunakan metode Six Sigma.

3. Penanganan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet dengan menggunakan metode Six Sigma.

1.3Pembatasan Masalah

Adapun untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka digunakan beberapa pembatasan, yaitu:

1. Data yang digunakan adalah data perusahaan di Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin. Yang terdiri dari 166 perusahaan pada tahun 2009.

2. Karena keterbatasan waktu maka pada penelitian ini hanya dilakukan pada fase DMA (Define, Measure, Analyze) dari metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet.


(15)

2. Mengukur faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet.

3. Mendapatkan solusi dalam menangani permasalahan dengan menggunakan metode Six Sigma.

1.5Manfaat Penelitian

Berikut adalah berbagai manfaat dari pemecahan masalah yang dibahas dalam skripsi ini:

1. Dengan mengidentifikasi permasalahan, dapat diperoleh informasi mengenai urutan faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan tidak memanfaatkan internet. 2. Dapat diperoleh informasi dari permasalahan untuk Kementerian Komunikasi dan

Informatika.

3. Usulan penerapan analisis Six Sigma ini dapat dilanjutkan secara terus-menerus sebagai upaya dalam peningkatan kualitas bagi perusahaan.


(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 E-Commerce

2.1.1 Definisi E-Commerce

Menurut [4], E-Commerce merupakan suatu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Tahapan transaksi elektronik dalam e-commerce dapat diurutkan sebagai berikut :

1. E-Customer (pihak yang membeli barang atau jasa melalui internet) dan E-Merchant (pihak yang menawarkan barana atau jasa melalui internet) bertemu dalam dunia maya melalui server yang dibawa dari Internet Service Provider (ISP) oleh e-merchant.

2. Transaksi melalui e-commerce disertai Term of Use dan Sales Condition yang telah diletakkan pada website sehingga e-customer yang berminat dapat meng‘klik’ tombol accept atau menerima.

3. Mekanisme ‘klik’ tersebut sebagai perwujudan dari kesepakatan yang tentunya mengikat pihak e-merchant.

4. Pada saat kedua belah pihak mencapai kesepakatan, kemudian diikuti dengan proses pembayaran yang melibatkan dua bank perantara dari masing-masing pihak yaitu Acquiring Merchant Bank dan Issuing Customer Bank. Prosedurnya


(17)

e-customer memerintahkan kepada Issuing Customer Bank untuk dan atas nama e-customer melakukan sejumlah pembayaran atas harga barang kepada Acquiring Merchant Bank yang ditujukan kepada e-merchant.

5. Setelah proses pembayaran selesai kemudian diiukuti dengan proses pemenuhan pihak e-merchant berupa pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan.

2.1.2 Jenis-Jenis E-Commerce

Secara umum e-Commerce dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Business to Business (B2B)

Business to Business merupakan sistem komunikasi bisnis online antar pelaku bisnis. Pada umumnya transaksi dilakukan oleh para trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati bersama.

2. Business to Customer (B2C)

Business to Customer dapat dikatakan sebagai toko online yaitu transaksi antara e-merchant dengan e-customer. Business to Customer sifatnya lebih terbuka untuk publik, sehingga setiap individu dapat mengakses melalui suatu Web server.

2.1.3 Manfaat E-Commerce

Adapun manfaat-manfaat dari penggunaan e-Commerce, antara lain: a. Sebagai peluang usaha baru


(18)

c. Meningkatkan pendapatan dengan menggunakan online channel yang biayanya lebih murah.

d. Mengurangi keterlambatan dengan menggunakan transfer elektronik/pembayaran yang tepat waktu dan dapat langsung di cek.

e. Mempercepat pelayanan ke pelanggan dan pelayanan lebih responsif. f. Paperless.

2.2 Internet

Menurut [3], Internet adalah komputer jaringan komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit. Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibandingkan dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran/pengetahuan informasi dan data secara ekstrim.

Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (sebagian sangat kecil melalui pos dan telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan dengan Internet. Transaksi melalui internet ini dikenal dengan nama E-commerce.


(19)

2.3 Six Sigma

Menurut [9], Six Sigma terdiri dari kata-kata six dan sigma. Six artinya enam. Sedangkan Sigma merupakan simbol dari standar deviasi yang biasa dilambangkan dengan (σ). Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses sekaligus mengurangi cacat (produk/jasa yang diluar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Secara harfiah, Six Sigma (6σ) adalah suatu besaran yang dapat diterjemahkan dengan mudah sebagai sebuah proses yang memiliki kemungkinan cacat sebanyak 3,4 buah dalam satu juta produk/jasa. Ide sentral di belakang Six Sigma adalah jika dapat mengukur berapa banyak cacat yang ada dalam suatu proses, maka secara sistematis dapat mengatasi bagaimana menekan dan menempatkan diri dekat dengan zero-defect. Simbol sigma (σ) dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi, yaitu suatu nilai yang menyatakan simpangan terhadap nilai tengah.

Menurut [11], suatu proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi akan mempunyai cacat yang lebih sedikit baik jumlah ataupun jenisnya. Persentase dan jumlah kecacatan dari beberapa sigma dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini:


(20)

Tabel 2.1 Tingkat Kecacatan Pada Sigma

Sigma Persentase Kecacatan

Jumlah Cacat Per Juta

1 69% 691.469

2 31% 308.538

3 6,7% 66.807

4 0,62% 6.210

5 0,023% 233

6 0,00034% 3,4

7 0,0000019% 0,019

Menurut [9], konsep dasar Six Sigma banyak sekali diambil dari Total Quality Management (TQM) dan Statistical Process Control (SPC) dengan dua konsep besar ini diawali oleh pemikiran-pemikiran Shewhart, Juran, Deming, Crossby, dan Ishikawa. Dari segi waktu, dapat dikatakan bahwa Six Sigma adalah hasil evolusi terakhir dari Quality Improvement yang berkembang sejak tahun 1940-an. Menurut [11], yang menjadikan Six Sigma berbeda adalah Six Sigma memiliki tiga hal utama tersendiri dari program kualitas sebelumnya, yaitu: Six Sigma mengutamakan pelayanan terhadap pelanggan, Six Sigma sangat memperhitungkan penanaman modal kembali, dan Six Sigma mengubah cara menjalankan manajemen.

Sedangkan menurut [12], terdapat enam komponen utama konsep Six Sigma, yaitu:


(21)

1. Benar-benar mengutamakan pelanggan.

2. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta. Bukan berdasarkan opini atau pendapat tanpa dasar.

3. Fokus pada proses, manajemen, serta perbaikan. 4. Manajemen yang proaktif.

5. Kolaborasi tanpa batas.

6. Selalu mengejar kesempurnaan.

Dalam mengimplementasikan Six Sigma diperlukan adanya suatu tim pelaksana yang bertanggung jawab atas proses dan pencapaian pelaksanaan Six Sigma. Adapun tim tersebut terdiri dari:

a. Eksekutif Leader

Posisi eksekutif leader ditempati oleh pimpinan teratas perusahaan Peran dan tanggung jawabnya pun beraneka ragam, antara lain menciptakan sistem organisasi yang dapat berjalan sesuai alurnya, dapat memulai dan memasyarakatkan Six Sigma ke seluruh bagian, divisi, departemen, serta cabang-cabang perusahaan.

b. Champions

Champions merupakan anggota-anggota yang berasal eksekutif leader. Mereka adalah pihak yang dapat dipercaya untuk melaporkan langsung perkembangan hasil kepada eksekutif leader. Mereka juga melakukan kepemimpinan yang sangat aktif dan menjalankan peran dalam mengimplementasikan Six Sigma. Mereka pula pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black belt dan berupaya


(22)

meniadakan berbagai hambatan agar black belt dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Tugas lainnya dari champions adalah memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai jadwal dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud dan tujuan proyek.

c. Master Black Belts

Master black belts merupakan orang-orang yang menguasai alat-alat dan teknik Six Sigma. Mereka pula yang menjadi guru dan mentor bagi black belt dan green belt, serta secara bersama-sama mengawasi mereka. Aspek-aspek kunci dari peranan master black belt terletak pada kemampuannya dalam memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mendominasi proyek/tugas/pekerjaan.

d. Black Belts

Black belts merupakan orang-orang yang berperan sebagai pemimpin proyek perbaikan kinerja perusahaan. Mereka dilatih untuk menemukan masalah, mencari penyebab beserta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke dalam tindakan, memilah-milah data dan bertanggung jawab mengaplikasikan Six Sigma. Para calon anggota black belt wajib memenuhi syarat-syarat seperti: memiliki disiplin pribadi, cakap memimpin, menguasai keterampilan teknis tertentu, mengenal prinsip-prinsip statistika, mampu berkomunikasi dengan jelas, mempunyai motovasi kerja yang memadai.


(23)

e. Green Belts

Green belts merupakan orang-orang yang membantu tim pelaksana Six Sigma, terutama black belt. Walau begitu, jika green belt bertindak sebagai pimpinan tim untuk proyek yang lebih sederhana, maka mereka dapat menjalankan tanggung jawabnya. Umumnya green belt bertugas paruh waktu pada bidang tertentu. Mereka pula yang menyediakan perlengkapan pelatihan dasar Six Sigma dan metodenya. Serta mengumpulkan dan menganalisa data.

f. Yellow Belts

Yellow belts merupakan orang-orang yang membantu black belt dan green belt. Meskipun tidak memiliki keahlian tertentu tentang Six Sigma, akan tetapi mereka dapat membantu kerja black belt dan green belt dalam pengumpulan data, pendefinisian masalah atau mencari sebab akibat dari suatu masalah. Setiap orang yang menjadi bagian dari perusahaan merupakan anggota yellow belt.

Seperti dikatakan sebelumnya, Six Sigma adalah suatu metode yang sangat terstruktur. Struktur-struktur tersebut terdiri dari lima tahapan yang disingkat DMAIC, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, Control. Langkah kerja DMAIC merupakan langkah kerja yang penting untuk dilakukan secara sistematis guna mencapai hasil peningkatan kualitas. Skripsi ini menggambarkan bagaimana upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas penyediaan internet oleh Kemkominfo dengan menggunakan langkah kerja DMAIC pada Six Sigma.


(24)

2.4 Fase DMAIC

2.4.1 Fase Pendefinisian

Pada fase define dilakukan pengidentifikasian unsur-unsur atau masalah Critical to Quality (CTQ). CTQ merupakan atribut-atribut dari produk yang dipentingkan pelanggan. Pada tahap ini Tim Pelaksana mengidentifikasikan permasalahan, mendefinisikan spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan. Untuk memudahkan pendefinisian masalah pada fase ini dapat digunakan beberapa tools dalam statistik, diantaranya diagram Pareto dan Process Mapping. Menurut [10], Pareto chart digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan sangat membantu untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk untuk mengetahui masalah utama proses. Dengan bantuan pareto chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab pada suatu ketika.

Berbagai pareto chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan spesifik. Dengan demikian, tidak dapat begitu saja menentukan bar yang terbesar dalam pareto chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan informasi secukupnya.


(25)

Kegunaan pareto chart adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani. 2. Pareto chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama

yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.

3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas, setelah itu dapat dilakukan pengukuran ulang dan membuat pareto chart baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto chart baru, maka tindakan korektif ada efeknya.

4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna. Dengan pareto chart, sejumlah data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan.

Sedangkan Process mapping merupakan salah satu alat Six Sigma yang paling esensial dalam mendokumentasikan proses. Process mapping terdiri dari Suppliers yaitu seseorang atau kelompok yang menyediakan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses (informasi, kondisi, perlengkapan), Input yaitu menyajikan informasi atau perlengkapan, Process yaitu langkah-langkah yang digunakan dalam pengerjaannya, Output yaitu produk, jasa, atau informasi yang dikirimkan oleh customers; Customers yaitu langkah selanjutnya dari proses atau langkah akhir. Kelima hal tersebut dikenal dengan nama suppliers-input-process-output-customers (SIPOC).


(26)

Simbol-simbol yang digunakan pada pembuatan process mapping, antara lain:

: digunakan untuk menggambarkan awal dan akhir proses

: digunakan untuk menggambarkan tahap-tahap dalam proses

: digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan keputusan

: digunakan untuk menghubungkan tahap-tahap dalam proses

2.4.2 Fase Pengukuran

Fase measure merupakan fase pengukuran tingkat kecacatan atau tingkat kinerja proses pada saat sekarang agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Pengukuran yang dimaksud, antara lain:

1. Pengukuran baseline kerja

Pada tahap ini dilakukan pengukuran tingkat kinerja atau baseline kinerja, ukuran hasil kinerja yang digunakan pada Six Sigma yaitu tingkat Defect Per million Opportunity (DPMO). Pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui keadaan proses saat ini yang akan menjadi gambaran atas langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan. Berikut perhitungannya:


(27)

a. Menghitung nilai DPMO

DPMO merupakan suatu ukuran kegagalan yang menunjukkan kerusakan suatu produk/jasa dalam satu juta barang yang diproduksi. Kerusakan yang dimaksud dapat diartikan dengan tidak bersih, tidak tepat, ataupun tidak memenuhi standar. DPMO dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

1.000.000

produksi semua

jumlah

usakan ker

jumlah

DPMO  2.1

b. Mengkonversi nilai DPMO ke nilai sigma dengan menggunakan Tabel Konversi Sigma(Lampiran 2)

Nilai DPMO dan level sigma yang telah diketahui akan sangat membantu untuk mengetahui besarnya baseline kinerja perusahaan saat ini.

2. Pengukuran Tingkat Kapabilitas Proses

Suatu proses dikatakan baik (memiliki kapabilitas) apabila berjalan pada suatu rentang yang telah ditetapkan. Rentang tersebut memiliki batas, yakni batas atas (USL-Upper Specification Limit) dan batas bawah (LSL-Lower Specification Limit). Proses yang terjadi di luar rentang tersebut maka dianggap cacat. Visualisasi mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:


(28)

Gambar 2.1 Bagan Kendali Proses yang Memiliki Kapabilitas

Besarnya batas spesifikasi perusahaan ditentukan oleh bagian Quality Control pada perusahaan, sedangkan besarnya batas terkontrol dapat diketahui melalui bagan kendali Shewhart.

Analisa proses kapabilitas adalah analisa yang dilakukan berdasarkan ukuran kemampuan suatu proses. Dan ukuran yang menyatakan kemampuan proses tersebut dinamakan capability index. Analisa proses kapabilitas dapat digunakan jika proses tersebut berada dalam Statistical Process Control, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa suatu proses. Jika tidak, maka nilai kapabilitasnya tidak dapat dipercaya.

Menurut [2], proses kapabilitas dapat digolongkan menjadi tiga kondisi, yaitu: 1. Proses yang memiliki nilai kapabilitas tinggi. Proses tersebut terjadi jika

rentang proses berada di dalam rentang spesifikasi (Gambar 2.2).


(29)

Gambar 2.2 Bagan Kendali Proses Kapabilitas Tinggi

2. Proses yang memiliki nilai kapabilitas hampir tidak cukup. Proses tersebut terjadi jika rentang proses sama dengan rentang spesifikasi (Gambar 2.3).

6σ = (USL-LSL) 2.3

Gambar 2.3 Bagan Kendali Proses Kapabilitas Hampir Tidak Cukup

3. Proses yang tidak memiliki kapabilitas. Proses tersebut terjadi jika rentang proses lebih besar dibandingkan rentang spesifikasi (Gambar 2.4).


(30)

6σ > (USL-LSL) 2.4

Gambar 2.4 Bagan Kendali Proses Tidak Memiliki Kapabilitas

Adapun beberapa indeks kapabilitas proses yang digunakan dalam skripsi ini, antara lain:

a. Indeks kapabilitas proses Cp

Menurut [2], Indeks kapabilitas proses Cpmerupakan indeks kapabilitas yang paling sederhana, digunakan untuk menunjukkan kemampuan suatu proses dalam memenuhi spesifikasi limit. Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan Cp, yaitu distribusi dari proses harus berdistribusi normal dan nilai rata-rata proses ( ) harus tepat sama dengan

nilai target (T), yang berarti nilai dari proses harus tepat berada di tengah


(31)

maka nilai Cpakan memberikan hasil yang kurang dapat dipercaya. Dan dapat dikatakan pula Cpmerupakan perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses, sehingga seharusnya bernilai lebih dari 1. Cp dapat dituliskan sebagai berikut:

p

USL LSL C

UCL LCL  

2.5

UCLLCL

X3

 

X 3

UCLLCLX 3 X 3 6

Sehingga:

6 p

USL LSL USL LSL

C

UCL LCL

 

 

2.6

Jika nilai Cp=1, maka rentang spesifikai sama dengan rentang proses. Dapat dikatakan proses hampir memiliki kapabilitas. Jika nilai Cp>1, maka rentang spesifikasi lebih besar dari rentang proses. Dapat dikatakan proses memiliki kapabilitas yang tinggi. Dan jika nilai Cp<1, maka rentang spesifikasi lebih kecil dari rentang proses. Dapat dikatakan proses tidak memiliki kapabilitas.

Secara umum dapat dikatakan semakin besar nilai Cp, maka semakin baik proses tersebut. Six sigma merupakan pengembangan dari konsep Cp. Proses 6σ memiliki Cp=2. Menurut [5], hubungan antara nilai Cp dan kapabilitas proses dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:


(32)

Tabel 2.2 Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses

Cp Kapabilitas Proses

0, 33 1, 0 σ

0, 50 1, 5 σ

0, 67 2, 0 σ

0, 83 2, 5 σ

1, 00 3, 0 σ

1, 17 3, 5 σ

1, 33 4, 0 σ

1, 50 4, 5 σ

1, 67 5, 0 σ

1, 83 5, 5 σ

2, 00 6, 0 σ

2, 17 6, 5 σ

2, 33 7, 0 σ

b. Indeks Kapabilitas Proses Cpk

Indeks kapabilitas proses merupakan indeks yang menunjukkan seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi limit, dengan mengukur jarak terdekat antara kinerja proses dan batas spesifikasi. Semakin kecil nilai Cpk semakin dekat jarak antara kinerja proses dan batas spesifikasi, hal ini berarti proses tersebut semakin capable. Menurut [2], formula Cpk dituliskan sebagai berikut:

C

pk

1k

C

p 2.7

dengan

2 2

LSL USL

X LSL USL

k

 


(33)

jika USLLSLX 2 maka LSL USL X LSL USL LSL USL LSL USL X LSL USL k                      2 2 2 jika USLLSLX

2 maka

USL LSL

LSL USL LSL USL X LSL USL LSL USL X k          2 2 / 2 /

                                

6 2 1 1 , 6 LSL USL LSL USL X LSL USL LSL USL Cp k LSL USL Cp                        6

2 USL LSL

LSL USL X LSL USL LSL USL LSL USL LSL USL                 6 2 6 6 X LSL USL LSL USL   3 6 2

2X LSL XLSL

 

 

 6 6

2 6 LSL USL X LSL

USL

                                   6 2 1 1 , 6 LSL USL LSL USL LSL USL LSL USL X Cp k LSL USL Cp


(34)

Jadi,

2.8

dengan:

USL = batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit) LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Spesification Limit)

X

= rata-rata proses

σ = simpangan/standar deviasi

Dapat dikatakan bahwa Cpk lebih baik dari pada Cp, namun Cpk juga mempunyai kekurangan. Cpkhanya melihat penyebaran dari rata-rata proses dan spesifikasi limit, sehingga tidak dapat memberikan informasi bagaimana penyebaran dari proses control secara keseluruhan hanya bagaimana penyebaran proses terhadap spesifikasi limit.

Terdapat hubungan antara Cpk dan kapabilitas proses pada berbagai tingkat sigma. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

c. Indeks Kapabilitas Proses Cpm

Indeks kapabilitas proses Cpm ( disebut juga Taguchi Capability Index) digunakan untuk mengukur pada tingkat mana output suatu proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan.

         

 , 3

3

min USL X X LSL

c

pk

 3

6

2USL X USLX

 


(35)

Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan pelanggan. Formula Cpm dituliskan:

2.9

dengan τ adalah variansi dan selisih antara rata-rata proses (X ) dan target (T).

Menurut [13], beberapa keuntungan dari penggunaan indeks Cpm adalah: a. Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak

simetris, dengan nilai spesifikasi target kualitas (T) tidak berada tepat di tengah nilai USL dan LSL.

b. Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan

Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data, serta tidak memerlukan lagi uji normalitas untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi normal. Dan akan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang distribusi apa yang digunakan.

)

(

6

2 2

:

T

X

ST ST

dengan LSL

USL

Cpm 


(36)

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria sebagai berikut:

a. Cpm ≥ 2,00

Proses dianggap mampu dan kompetitif. b. 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99

Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol. Perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.

c. Cpm < 1,00

Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.

2.4.3 Fase Analisa

Pada fase ini dilakukan penganalisaan terhadap sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses. Di dalam penelitian ini sebab-sebab utama permasalahan tersebut dianalisa dengan menggunakan diagram sebab akibat dan analisa Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).


(37)

Menurut [10], Diagram sebab-akibat atau sering disebut juga sebagai (fishbone diagram) atau diagram ishikawa, sesuai dengan nama Prof.Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini. Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram ini dapat digunakan dalam situasi dimana: terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi, diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat.

Diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses.

2. Mengidentifikasi kategori dan subkategori sebab-sebab yang mempengaruhi suatu karakteristik kualitas tertentu.


(38)

Di bawah ini merupakan contoh bentuk diagram sebab akibat

Gambar 2.5 Contoh Diagram Sebab Akibat

b. Analisa FMEA

Penggunaan FMEA pada awalnya untuk industrial safety ataupun reability maintenance, namun belakangan ini banyak dipakai dalam berbagai proses. Dari hasil FMEA, prioritas perbaikan akan diberikan pada komponen yang memiliki tingkat prioritas Risk Priority Number (RPN) paling tinggi.

Menurut [14], langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan analisa FMEA, sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi proses, produk, atau jasa.

2. Membuat kolom-kolom pada spreadsheet. Masing-masing kolom tersebut terdiri dari: modes of failure, cause of failure, effect of failure, frequency of


(39)

accurance, degree of severity, chance of detection, risk priority number, dan rank.

3. Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin muncul.

4. Mengidentifikasi semua penyebab dari setiap masalah yang muncul.

5. Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut, dan mengidentifikasikan akibat potensial dari masalah terhadap pelanggan, produk, dan proses.

6. Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk mengisi kolom frequency of accurance, degree of severity, dan chance of detection dibuat sebuah tabel consensus dari nilai-nilai relatif untuk mengasumsikan frekuensi yang muncul (occurance), seberapa besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi (severity), kemungkinan masalah tersebut terdeteksi dan diatasi saat ini (detection). Selanjutnya kolom-kolom tersebut diisi dengan nilai-nilai yang sesuai berdasarkan tabel yang telah dibuat.

7. Menghitung nilai RPN dari tiap masalah dengan perhitungan sebagai berikut: DET

OCC SEVV

RPN   2.10 8. Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN tertinggi hingga terendah.

9. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah berdasarkan rangkingnya.

Berikut contoh spreadsheet FMEA:

Tabel 2.3 Spreadsheet FMEA

Mode of Cause of Effect of Frequence of Degree of Chance of Risk priority R a


(40)

failure failure failure occurance (1-10) severity (1-10) detection (1-10) number (RPN) n k

Besarnya nilai occurance (OCC), severity (SEV), dan detection (DET) berkisar antara 1-10. Ketentuan dari pemberian besarnya nilai ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV), dan Detection (DET)

Nilai Occurance (OCC) Severity (SEV) Detection (DET)

1 Jika masalahnya hampir tidak pernah

terjadi

Jika masalahnya tidak berpengaruh (minor).

Jika masalahnya pasti dapat cepat-cepat diatasi(very high) 2

Jika masalahnya sedikit berpengaruh dan tidak

terlalu kritis (low). 3 Jika masalahnya

sangat jarang terjadi, relatif sedikit (low).

Jika masalahnya kemungkinan besar dapat diatasi (high) 4

Jika masalahnya cukup berpengaruh, dan pengaruhnya cukup kritis

(moderatte).

Jika masalahnya ada kemungkinan untuk

dapat diatasi (moderatte) 5

6 Jika masalahnya kadang-kadang terjadi (moderatte) 7

Jika masalahnya sangat berpengaruh dan kritis

(high).

Jika masalahnya kemungkinannya kecil untuk dapat

diatasi (low) 8 Jika masalahnya


(41)

9 Jika masalahnya sulit untuk dihindari (very

high)

Jika masalahnya benar-benar berpengaruh, sangat merugikan dan sangat kritis (very high)

Jika masalahnya mungkin tidak dapat

diatasi (very low)

10 Jika masalahnya tidak

dapat diatasi (none).

Setelah dilakukan analisa FMEA, selanjutnya menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah-masalah yang memiliki nilai resiko (RPN) tertinggi. Untuk itu digunakan tabel action planning for failure mode (Tabel 2.6). Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dengan memberikan solusi langsung ke akar penyebab permasalahannya. Apabila ditentukan, untuk setiap solusi tersebut dapat dibuat validasi yang akan berguna untuk memastikan bahwa solusi telah diimplementasikan dengan benar. Bentuk validasi tersebut dapat berupa laporan, form atau checksheet.

Tabel 2.5 Bentuk tabel action for failure mode

Failure mode

Actionable cause

Design action/potensial

solution

Design validation


(42)

Fase improve adalah fase meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.

Salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas adalah Design of Experiment (DoE). DoE dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau rentetan uji dengan mengubah-ubah variabel input (faktor) suatu proses sehingga dapat diketahui penyebab perubahan output (respon).

2.4.5 Fase Control

Pada fase control hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandarisasikan, dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus menerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC.

Diagram kontrol merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengontrol variansi dalam suatu proses produksi. Diagram ini memuat tiga garis batas, yaitu: garis kontrol atas (UCL), garis kontrol bawah (LCL), dan rata-rata kualitas sampel. Menurut [7], sampel yang berada dalam rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam pengawasan (in control), sedangkan sampel yang berada di luar rentang UCL-LCL dikatakan berada di luar pengawasan. Fungsi dari diagram ini adalah menentukan batas terkontrol dari suatu proses, membantu mengurangi variabilitas,


(43)

memonitor kinerja agar tetap berada dalam batas pengawasan, dan memberikan informasi mengenai stabilitas serta kemampuan proses.


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Survei ini dilakukan selama empat bulan, yaitu dari bulan Februari 2009 sampai dengan bulan Mei 2009. Tempat pelaksanaan survei dilakukan dibeberapa kota di Indonesia, diantaranya: Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin yang terdiri dari 166 Perusahaan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari Kementrian Komunikasi dan Informatika, meliputi:

a. Dokumen umum Kementerian Komunikasi dan Informatika. b. Data keluhan dari konsumen (perusahaan).

c. Data jumlah perusahaan di 8 kota yang memanfaatkan internet dan tidak memanfaatkan internet.

Dalam menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini, digunakan metode deskriptif, berupa:

1. Studi Pustaka

Metode studi pustaka dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan analisis Six Sigma.


(45)

2. Wawancara

Metode wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi dan upaya-upaya yang akan dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Wawancara dilakukan oleh pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika.

3.3Metode Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data. Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk mengolah data-data yang dimiliki, antara lain:

a. Tahap Define

Pada tahap define dilakukan pengidentifikasikan masalah dengan menggunakan data keluhan konsumen, yang diperoleh dari hasil jawaban kuosiner. Dari identifikasi tersebut diperoleh permasalahan utama yang dihadapi oleh Kemkominfo.

b. Tahap Measure

Pada tahap measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dengan parameter DPMO dan level sigma, serta pengukuran kapabilitas proses. Setelah nilai DPMO diperoleh, kemudian nilai tersebut dikonversikan ke nilai sigma. Dan dari nilai sigma akan diketahui keadaan yang menjadi masalah saat ini.


(46)

c. Tahap Analyze

Pada tahap analyze dilakukan analisis faktor-faktor utama yang menyebabkan adanya keluhan pada proses dengan menggunakan diagram sebab-akibat dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Untuk membuat diagram sebab-akibat, dilakukan wawancara dengan pihak Kemkominfo untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan permasalahan utama yang dihadapi oleh Kemkominfo. Setelah itu dilakukan analisis FMEA dengan menggunakan spreadsheet FMEA untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi masalah tersebut. Dengan spreadsheet FMEA akan diperoleh nilai RPN dari tiap-tiap faktor. Kemudian setelah diketahui faktor yang nilai RPN-nya paling besar, maka selanjutnya ditentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut.

Dalam penelitian ini pengkajian fase improve dan fase control tidak dilakukan, karena keterbatasan waktu yang dimilki oleh penulis. Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya yang dilakukan adalah analisis data. Data tersebut berupa:

1. Permasalahan utama yang dihadapi oleh Kemkominfo dapat dilihat dari diagram pareto

2. Kondisi baseline kinerja Kemkominfo dapat dilakukan dengan melihat nilai akhir level sigma.


(47)

3.4Alur Penelitian

Untuk mengetahui alur dari penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Alur Penelitian Pendefinisian

masalah

Pareto chart

Permasalahan utama

Kesimpulan dan saran

Fase

Measure

Fase

Analyze

Process mapping

Pengukuran baseline

kinerja

Pengukuran proses kapabilitas

Kondisi perusahaan

Diagram sebab akibat

Analisis FMEA Data


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendefinisian Masalah

Fase define adalah hal yang pertama dilakukan dalam menggunakan metode Six Sigma. Dan sebelum melakukan penelitian ini, diperlukan terbentuknya suatu tim Six Sigma yang terdiri dari beberapa anggota yaitu pihak Executive Leader adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Champion adalah Direktur utama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Master Black Belt adalah Direktur e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, Black Belt adalah kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, Green Belt adalah Karyawan aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, Yellow Belt adalah seluruh karyawan e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pada fase ini hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasikan faktor-faktor yang dianggap penting oleh konsumen Critical to Quality (CTQ). Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan terhadap 166 responden di beberapa wilayah Indonesia yaitu Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin, terdapat 90 responden telah memanfaatkan internet sebagai sarana komunikasi dan bisnis, dan 76 responden tidak memanfaatkan internet. Berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa internet bukanlah sesuatu yang baru bagi


(49)

perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sebagian besar perusahaan telah menggunakan internet sebagai media komunikasi, promosi dan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan bagi perusahaan-perusahaan yang tidak menggunakan internet bukanlah dikarenakan mereka tidak menyadari akan kehadiran internet serta manfaatnya, namun dikarenakan beberapa faktor, antara lain:

1. Tingginya biaya koneksi internet

Biaya koneksi internet di Indonesia memang masih tergolong mahal dibandingkan negara-negara lain. Sehingga bagi perusahaan-perusahaan berskala kecil maupun menengah, biaya merupakan kendala utama untuk mengakses internet.

2. Tidak memiliki tenaga ahli bidang TIK

Beberapa responden menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak memiliki tenaga ahli bidang TIK, sedangkan untuk menyewa tenaga ahli dari luar membutuhkan biaya yang relatif mahal.

3. Tidak memiliki strategi bisnis melalui internet

Bisnis melalui internet di Indonesia dalam hal ini adalah e-Commerce belumlah

mem”booming”. Hal ini dikarenakan masih banyak perusahaan yang belum memiliki strategis bisnis dalam membangun e-Commerce. Strategi e-Commerce yang dimaksud antara lain:

a. Menentukan model bisnis yang akan diterapkan di dalam e-Commerce. b. Mendefinisikan segmen pasar dan tipe pelanggan yang akan menjadi target.


(50)

c. Menyusun kebijakan atau peraturan pembelian dan pembayaran melalui internet bagi pelanggan.

4. Kurangnya kemampuan bahasa Inggris

Hambatan dalam penguasaan bahasa asing terutama bahasa Inggris saat ini bukanlah menjadi hambatan yang besar. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah semakin sadar akan pentingnya penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia. 5. Kurang bermanfaat bagi perusahaan

Banyak responden menyatakan bahwa perusahaan mereka belum membutuhkan internet sebagai media komunikasi, promosi, maupun mencari informasi. Hal ini dikarenakan minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai manfaat internet bagi kelanjutan usaha mereka.

6. Kendala ketersedian koneksi internet (ISP)

Penyelenggara jasa internet merupakan perusahaan/badan yang menyelenggarakan jasa sambungan internet dan jasa lainnya yang berhubungan. Perusahaan masih ada yang meragukan akan ketersediaan ISP.

7. Kendala pada kualitas internet

Ada kalanya perusahaan menginginkan segala sesuatu yang cepat dalam membantu pekerjaan mereka. Ini salah satu kendala dimana terkadang internet menjalankan proses yang lamban.

Untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang menyebabkan konsumen belum mencoba untuk menggunakan internet, maka pada penelitian ini hal itu dapat diketahui dengan memperoleh data dari konsumen. Data tersebut diperoleh dari


(51)

kuosioner yang disebar di wilayah Aceh, Ternate, Ambon, Gorontalo, Bengkulu, Kendari, Samarinda, dan Banjarmasin. Selanjutnya, hal-hal yang menjadi faktor penyebab dikonfirmasikan ke pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengidentifikasikannya menjadi 7 faktor seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Data Keluhan Pelanggan

Berdasarkan Tabel keluhan 4.1 dapat diketahui bahwa keluhan pelanggan terdiri dari tujuh jenis keluhan. Untuk memudahkan dalam melihat jenis keluhan yang paling banyak dikeluhkan pelanggan maka dibuat diagram Pareto. Diagram tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

No. Jenis Keluhan Jumlah

1 Kendala ketersediaan koneksi internet (ISP) 2

2 Kendala pada kualitas internet 6

3 Kurang bermanfaat bagi perusahaan 24

4 Kurang kemampuan bahasa inggris 2

5 Tidak memilki SDM IT 9

6 Tidak memilki strategi bisnis melalui internet 6 7 Tingginya biaya koneksi internet 27


(52)

C o u n t P e r c e n t masalah Count

35.5 31.6 11.8 7.9 7.9 2.6 2.6

Cum % 35.5 67.1

27

78.9 86.8 94.7 97.4 100.0

24 9 6 6 2 2

Percent Other 1 6 2 5 3 7 80 70 60 50 40 30 20 10 0 100 80 60 40 20 0

Pareto Chart of masalah

Gambar 4.1 Diagram Pareto

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa jenis keluhan yang paling banyak adalah jenis keluhan tingginya biaya koneksi internet. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap tingginya biaya koneksi internet.

Tingginya biaya koneksi internet dipengaruhi oleh beberapa hal, mulai dari kualitas input infrastruktur, koneksi internet, dan software yang digunakan. Serta proses dari pemasangan tower internet yang kemudian disalurkan ke berbagai kota maupun daerah, hingga dibangunnya stasiun monitor, sampai pada akhirnya berupa pemasangan modem internet oleh pelanggan/perusahaan. Hal-hal tersebut sebenarnya


(53)

merupakan proses penggunaan internet yang dimulai dari tahap supplier sampai customers (SIPOC). Supplier adalah pihak yang bertindak sebagai penyuplai infrastruktur, koneksi internet, dan software. Karena jika hal-hal tersebut tersedia dengan baik, maka akan memudahkan pelanggan/perusahaan menggunakan internet, disamping tak lupa pula pihak suppliers untuk dapat terus meningkatkan pelayanannya. Lalu masuk kepada tahap proses, proses penggunaan internet diawali dengan pemasangan jaringan internet berupa tower oleh penyedia jaringan, dan jaringan tersebut akan disalurkan ke kota-kota maupun daerah. Setelah hal itu dilakukan, diperlukan pula adanya stasiun monitor. Dan selanjutnya jika komputer sudah ada, maka perusahaan dapat memasang modem internet yang dikehendaki. Untuk lebih jelasnya, proses penggunaan internet dapat dilihat pada Process Mapping pada Gambar 4.2 di bawah ini:


(54)

Gambar 4.2 Process Mapping Penggunaan Internet

4.2 Pengukuran Kinerja Kemkominfo 4.2.1 Perhitungan nilai DPMO

Pengukuran baseline kinerja Kemkominfo dilakukan dengan menggunakan parameter DPMO dan nilai sigma. Berikut perhitungan tiap keluhan (Persamaan 2.1): a. Tingginya biaya koneksi internet

1000000 166

27

DPMO  =162650 (2.48 sigma)

b. Kurang bermanfaat bagi perusahaan

1000000 166

24

DPMO  = 144578 (2.64 sigma)

Supplier Input Proses Output Customer

Proses awal Proses akhir Penyedia

Jasa Internet

Infrastruktur

Koneksi Internet

Software

Pembangunan Tower

Instalasi Kabel Penghubung

Stasiun Monitor Layanan

Internet

Koneksi


(55)

c. Tidak memiliki SDM IT

1000000 166

9

DPMO  = 54216 (3.19 sigma)

d. Tidak memiliki strategi bisnis melalui internet

1000000 166

6

DPMO  = 36144 (3.30 sigma)

e. Kendala pada kualitas internet

1000000 166

6

DPMO  = 36144 (3.30 sigma)

f. Kurangnya kemampuan bahasa Inggris

1000000 166

2

DPMO  =12048 (3.76 sigma)

g. Kendala ketersediaan koneksi internet (ISP)

1000000 166

2

DPMO  = 12048 (3.76 sigma)

Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa nilai DPMO dari masing-masing keluhan relatif cukup besar sehingga nilai sigma yang dihasilkan relatif cukup kecil. Hal ini menunjukkan bahwa baseline kinerja Kemkominfo masih kurang baik. Sehingga diperlukan adanya perbaikan kualitas. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap tingginya biaya koneksi internet, karena keluhan ini yang memiliki nilai DPMO paling besar dan nilai sigma yang paling kecil dibandingkan dengan keluhan yang lain.


(56)

4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses

Pengukuran kapabilitas dilakukan untuk mengetahui kondisi Kemkominfo saat ini. Dan pengukurannya menggunakan persamaan Cp, Cpk, Cpm. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kapabilitas proses berdasarkan banyaknya jumlah keluhan atau bagian yang dianggap tidak memenuhi keingginan perusahaan. Data diperoleh melalui perhitungan jumlah keluhan dari tiap perusahaan yang dijadikan sampel.

Langkah selanjutnya adalah mencari nilai USL, LSL, UCL, LCL, rata-rata proses (

X

), dan Target (T). Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi Kemkominfo mempunyai kapabilitas atau tidak. Untuk nilai USL, LSL, dan Target (T) diperoleh dari kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, yaitu USL=5, LSL=0, dan T=1. Sedangkan untuk UCL, LCL, dan rata-rata diperoleh dengan membuat bagan kendali Shewhart.


(57)

Gambar 4.3 Bagan Kendali Shewhart Jumlah Keluhan Perusahaan

Pada gambar di atas, terlihat bahwa nilai UCL = 6.04, LCL = -3.63, dan rata-rata = 1.20. Besarnya nilai USL lebih kecil dari nilai UCL, sedangkan nilai LSL lebih besar dari LCL. Dari nilai-nilai tersebut, belum dapat diketahui kondisi Kemkominfo saat ini. Oleh karena itu, untuk lebih memastikannya maka dilakukan analisis dengan melihat nilai index kapabilitas Cp, Cpk, dan Cpm. Untuk mengetahuinya, langkah awal yang dilakukan adalah dengan menguji normalitas serta membuat histogram dari data jumlah keluhan. Dari langkah tersebut akan diketahui besarnya nilai rata-rata proses dan besarnya nilai standar deviasi. Uji normalitas bertujuan untuk melihat nilai p-value data melalui Probability Plot data, dengan syarat jika p-value > 0.05


(58)

maka data berdistribusi normal. Jika p-value < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

Gambar 4.4 Probability Plot of Failure Data

Setelah dilakukan pengujian terhadap data keluhan dari tiap perusahaan, hasilnya seperti grafik di atas. Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh nilai p-value < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak berdistribusi normal. Gambar 4.4 di bawah ini merupakan histogram dari data jumlah keluhan tiap perusahaan.


(59)

Gambar 4.5 Histogram Jumlah Keluhan Perusahaan

Dari histogram di atas, diketahui bahwa nilai rata-rata dari proses sebesar 1.205 dan nilai standar deviasi sebesar 1.668. Setelah nilai-nilai tersebut diketahui, maka selanjutnya dihitung nilai index Cp, Cpk, dan Cpm. Perhitungannya sebagai berikut:

49 . 0 14 . 10

5 69 . 1 6

0 5

6   

   

LSL USL Cp


(60)

) 690 . 1 3 0 205 . 1 ( , ) 690 . 1 3 205 . 1 5 ( min ) 3 , 3 ( min           LSL X X USL Cpk ) 07 . 5 205 . 1 ( , ) 07 . 5 795 . 3 ( min 

min(0.75),(0.24)0.24

2 2

5 0 5 5

0.49 6 1.70 10.21 6 2.8561 0.042025

6 ( )

6

ts

USL LSL USL LSL Cpm T  

            

Jika ditampilkan dalam histogram, maka akan terlihat seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4. Pr


(61)

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa data tidak berdistribusi normal. Karena data tidak berdistribusi normal, maka nilai Cpdan Cpktidak dapat digunakan untuk mengukur tingkat kapabilitas proses. Sehingga yang dapat digunakan hanya nilai Cpm. Dari perhitungan, nilai Cpmyang dihasilkan adalah 0.49. Karena nilai tersebut kurang dari satu (0.49<1) maka dapat dikatakan bahwa proses belum mempunyai kapabilitas.

4.3 Analisis Masalah di Kemkominfo 4.3.1 Diagram Sebab Akibat

Tahap analyze bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor utama yang menyebabkan masalah pada proses. Dan faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan beberapa tools, salah satuya adalah diagram sebab akibat. Informasi mengenai faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika . Lebih jelasnya, dapat dilihat dari diagram sebab akibat di bawah ini.


(62)

Tingginy a Biay a Konek si Internet pemerintah k onsumen pemasaran infrastuk tur lok asi keadaan geografis suatu daerah (lokasi y ang jauh, daerah pegunungan, dll)

tingginy a biay a pembangunan infrastuktur (tow er, stasiun monitor, dll) packaging kurang

menarik

minimny a penghasilan kurangny a S D M dalam bidang teknologi dan informasi kurangny a pengetahuan manfaat internet bagi suatu perusahaan monopoli bisnis

internet kebijakan pemerintah

DIAGRAM SEBAB-AKIBAT TINGGINYA BIAYA KONEKSI INTERNET

Gambar 4.7 Diagram Sebab Akibat Tingginya Biaya Koneksi Internet

. Dan dari hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tingginya biaya koneksi internet terdiri dari empat faktor. Pertama adalah faktor lokasi, dimana keadaan geografis suatu daerah merupakan suatu hal yang tak dapat dihindarkan, misalnya lokasi yang jauh ataupun daerah pegunungan akan menyulitkan dan menambah biaya pembangunan infrastruktur jaringan internet. Kedua adalah faktor konsumen, hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kualitas SDM dalam bidang teknologi dan informasi, minimnya pengetahuan mengenai manfaat internet bagi suatu perusahaan, dan minimnya penghasilan. Ketiga adalah faktor pemasaran, packaging atau tampilan yang kurang menarik serta content yang masih kurang diketahui oleh peusahaan. Keempat yaitu faktor infrastruktur, masih tingginya biaya pembangunan infrastrutur seperti tower, stasiun monitor, dan lain-lain.


(63)

4.3.2 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Setelah penyebab-penyebab dari permasalahan tingginya biaya koneksi internet telah diketahui, selanjutnya dilakukan analisis FMEA yang bertujuan untuk mencari penyebab yang paling utama dari permasalahan tersebut. Analisis FMEA menggunakan spreadsheet FMEA, dimana setiap penyebab permasalahan dicari nilai RPN-nya (Risk Priority Number) yang kemudian nilai RPN tersebut disusun dari nilai yang terbesar hingga yang terkecil. Nilai RPN merupakan hasil perkalian dari nilai severity, occurance, dan detection. Nilai RPN yang terbesar itulah yang akan menjadi penyebab utama dari permasalahan yang dihadapi.

Pengisian spreadsheet FMEA dilakukan dengan melakukan brainstorming dengan pihak kepala sub bidang Aplikasi Perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh tiap-tiap penyebab, juga menentukan nilai severity, occurance dan detection dari tiap-tiap penyebab permasalahan. Dan besarnya nilai severity, occurance, dan detection berkisar antara 1-10. Berikut adalah tabel spreadsheet hasil brainstorming dengan pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika.


(64)

Tabel 4.2 Spreadsheet FMEA Masalah Tingginya Biaya Koneksi Internet

Jenis cacat

Penyebab

cacat Akibat cacat

Occ (1-10) Sev (0-10) Det (0-10) Risk of Priority Number t (RPN)

R a n k Tingginya Biaya Koneksi Internet Tingginya biaya pembanguna n infrastruktur (tower, stasiun monitor, dll) - Pembangunan infrastruktur tidak berjalan lancer, karena faktor biaya - Semakin jauh

lokasi suatu daerah, semakin besar biaya yang dibutuhkan - Penyedia jasa

internet akan berpikir ulang untuk membangun infrastruktur di suatu daerah yang prospek bisnis internetnya kurang menguntungkan

9 8 6 432 1

Keadaan geografis suatu daerah (lokasi yang jaug, daerah pegunungan , dll) - Biaya pembangunan infrastruktur semakin mahal - Tidak semua teknologi cocok untuk suatu daerah dengan kondisi geografis tertentu


(65)

Kurangnya pengetahuan manfaat internet bagi suatu

perusahaan

- Perusahaan (khususnya UKM) tidak ingin

memanfaatkan internet sebagai sarana bisnis, karena biaya sewa internet tidak sebanding dengan

keuntungan yang diperoleh - Penyebaran bisnis UKM masih di area lokal, belum berkembang secara global

6 6 3 108 4

Minimnya penghasilan masyarakat

Tidak mampu membayar sewa internet


(66)

Dari tabel spreadsheet di atas, dapat diketahui penyebab yang memiliki nilai RPN paling tinggi adalah tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower, stasiun monitor, dll). Dengan nilai occurance sebesar 9, berarti masalah sulit untuk dihindari, nilai severity sebesar 8, berarti penyebab tersebut sangat mempengaruhi terjadinya masalah tingginya biaya koneksi internet dan nilai detection sebesar 6; berarti ada kemungkinan masalah tersebut dapat diatasi. Dan setelah ketiga nilai tersebut dikalikan (9×8×6) diperoleh nilai RPN sebesar 432. Sehingga dapat diketahui penyebab utama yang menyebabkan tingginya biaya koneksi internet adalah karena faktor tingginya biaya pembangunan infrastruktur.

Selanjutnya dibuat table action for failure mode untuk menentukan solusi yang sesuai untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut. Pengisian tabel ini juga merupakan hasil brainstorming dengan pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk lebih jelasnya, hasil brainstorming tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Action for Failure Mode

Jenis Cacat Penyebab Cacat Design Solusi

Tingginya biaya koneksi internet Tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower, stasiun monitor, dll)

- Memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, misalnya Telkom memanfaatkan jaringan telepon yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia

- Memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien, misalnya wireless Keadaan

geografis suatu daerah (lokasi yang jauh, daerah

pegunungan,dll)

Pemanfaatan teknologi tepat guna, dimana teknologi yang digunakan sesuai dengan kondisi geografis suatu daerah. Misalnya untuk daerah tertentu menggunakan koneksi kabel, tapi di daerah lain menggunakan koneksi wireless


(67)

Kebijakan pemerintah

- Pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung pemanfaatan internet, khususnya bagi kalangan dunia usaha

- Kebijakan dan peraturan pengenalan internet bagi pelajar dan kalangan dunia usaha

Kurangnya SDM dalam bidang

teknologi informasi

- Diperlukan adanya program training tentang teknologi dan pemanfaatan internet bagi kalangan dunia usaha (khususnya UKM)

- Dibuat kebijakan pemerintah, khususnya di dunia pendidikan untuk lebih mengenalkan internet bagi pelajar sejak Sekolah Dasar

Kurangnya pengetahuan manfaat internet

bagi suatu perusahaan

- Perlunya sosialisasi manfaat internet dalam dunia bisnis

- Diadakan program, dimana pemerintah menyediakan bantuan sementara fasilitas internet murah untuk meransang dunia usaha agar dapat memanfaatkan internet dalam mengembangkan bisnisnya. Khususnya bagi kalangan UKM

- Pembuatan aplikasi bagi kalangan UKM di seluruh Indonesia, yang dikelola oleh Kemkominfo dan PT.POS

Monopoli bisnis internet

Kebijakan tentang pengelolaan dan bisnis internet, agar tidak terjadi monopoli bisnis internet

Minimnya penghasilan

masyarakat

Disediakan fasilitas internet murah bagi kalangan tertentu (sekolah, UKM, dll)

Packaging internet kurang

menarik

Tampilan maupun aplikasi internet yang mudah untuk digunakan akan mempermudah siapa pun yang

menggunakannya

Dari tabel di atas, diketahui bahwa hal yang harus dilakukan untuk menangani penyebab utama dari masalah tingginya biaya koneksi internet adalah dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, misalnya Telkom memanfaatkan jaringan telepon yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Serta memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien , misalnya wireless.


(68)

Pada penelitian ini hanya dilakukan sampai analisa fase analyze saja. Dimana telah diketahui penyebab dari permasalahan tingginya biaya koneksi internet dan design solusi yang dapat dilakukan untuk tahap perbaikan. Namun belum dapat diketahui perbaikan kualitas kinerja pada Kementerian Kominfo. Karena Six Sigma merupakan metode perbaikan yang harus dilakukan secara berulang-ulang, sehingga belum dapat diperoleh hasil perbaikan kualitas 6 sigma sebab baru dilakukan perbaikan pada satu masalah.


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengidentifikasian faktor-faktor yang telah dilakukan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, maka dapat diketahui yang menyebabkan beberapa perusahaan tidak memanfaatkan internet terbagi atas 7 jenis keluhan, yaitu kendala ketersediaan koneksi internet (ISP), kendala pada kualitas internet, kurang bermanfaat bagi perusahaan, kurang kemampuan bahasa inggris, tidak mrmiliki SDM IT, tidak memiliki strategi bisnis melalui internet, dan tingginya biaya koneksi internet. Adapun 7 keluhan tersebut yang paling banyak dikeluhkan oleh perusahaan-perusahaan adalah tingginya biaya koneksi internet. Hal itu dapat pula terlihat pada fase pengukuran, dengan tingginya biaya koneksi internet memiliki nilai sigma paling kecil dibandingkan dengan keluhan lain, yaitu sebesar 2.48 sigma. Nilai tersebut menunjukkan tingginya biaya koneksi internet harus menjadi prioritas untuk segera diperbaiki. Oleh karena itu, hal tersebut yang dikaji lebih jauh dalam penelitian ini.

Setelah hasil pengidentifikasian dan pengukuran baseline kinerja Kemkominfo diketahui, selanjutnya dilakukan analisa dan brainstorming dengan pihak kepala sub bidang aplikasi perekonomian e-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai tingginya biaya koneksi internet. Dari hasil brainstorming diperoleh kesimpulan bahwa yang menyebabkan tingginya biaya koneksi internet adalah tingginya biaya pembangunan infrastruktur (tower,


(70)

stasiun monitor, dan lain-lain). Kemudian dapat diambil rencana perbaikan dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, misalnya Telkom memanfaatkan jaringan telepon yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Serta memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien, misalnya wireless.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka penulis ingin memberikan saran kepada Kemkominfo dan peneliti lain jika ingin melakukan penelitian di bidang yang sama:

1. Untuk mengatasi permasalahan tingginya biaya koneksi internet, maka perlu dilakukan pemanfaatan terhadap infrastuktur yang sudah ada, dan memanfaatkan teknologi-teknologi terbaru, dimana koneksi internet dapat dilakukan dengan teknologi pendukung yang lebih efisien (misal: wireless). 2. Karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya dilakukan analisa

masalah tingginya biaya koneksi internet pada fase define, measure, dan analyze (DMA). Peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini pada fase improve dan control (IC).


(71)

REFERENSI

[1] Apriani, Dian Nur, Analisis Masalah Kualitas Produk Pada Perusahaan Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma, Skripsi, 2009. [2] Bass, Issa, Six Sigma Statistics with Excel and Minitab, New York :

McGraw-Hill, 2007.

[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008.

[4] Direktorat E-bussiness, Pemetaan E-commerce Berbasis Web, Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika, 2007.

[5] Gasperz, Vincent, Indeks Kapabilitas Proses dalam Pengendalian Kualitas Six Sigma, http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGasperz, 7 Maret 2009, Pukul 13.35 WIB.

[6] Gitlow, Howard S., Alan J Oppenheim, Rosa Oppenheim, David M Levine, Quality Management, New York: McGraw-Hill, 2005.

[7] Gygi, Craig., Neil DeCarlo, and Bruce William, Six Sigma for Dummies, Canada: Wiley-Publishing, 2005.

[8] Iriawan, Nur., Astuti, Septin Puji., Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14, Yogyakarta: C.V.Andi Offset, 2006.

[9] Manggala, D, Mengenal Six Sigma Secara Sederhana, http://www.isixsigma.com, 12 Januari 2010, Pukul 12.09 WIB.

[10] Nasution, Drs.M.N, Manajemen Mutu Terpadu (total quality management), Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005.

[11] Pande, Pete., Holpp Larry, What is Six Sigma?, New York: McGraw-Hill, 2002

[12] Pande, Peter S., Robert P Nueman, Roland R Cavanagh, The Six Sigma Way, New York: McGraw-Hill, 2000.

[13] Pillet, M., S. Rochon and E. Doclos, SPC-Generalization of Capability Index Cpm: Case of Unilateral Tolerance, Quality Enginering Vol.10 Nomor 1 pp.171-176, New York: Marcel Dekker Inc., 1997, cuted on Gasperz,


(72)

Vincent, Six Sigma Bukan Sekedar Metode DMAIC, http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGasperz, 7 Maret 2009, Pukul 13.50 WIB.

[14] Pyzdek, Thomas, The Six Sigma Handbook: A Complete Guide for Greenbelts, Blackbelts & Managers at all, New York: McGraw-Hill, 2001.


(1)

(Perdagangan Besar & Barang Produksi, Perdagangan Eceran, Restoran, Hotel & Pariwisata, Advertising Printing & Media, Jasa Komputer & Perangkatnya, Perusahaan Invetasi, Lainnya)

14. Produk Utama

15. Produk Tambahan

16. Jumlah Pegawai

17. Deskripsi***)

*) Pilih salah satu jawaban yang tersedia pada kolom dengan tanda “X

**) Boleh diisi lebih dari satu

***) Tambahan Informasi lainnya

B. PEMANFAATAN INTERNET

5. Apakah perusahaan Saudara memanfaatkan internet


(2)

Bila pada no.1 Saudara menjawab „Ya‟, maka teruskan ke pertanyaan nomor 3.

5. Bila jawaban Saudara adalah “Tidak”, sebutkan alasan-alasan mengapa perusahaan Saudara tidak memanfaatkan internet (jawaban boleh lebih dari satu):

a. ( ) Kendala ketersediaan internet (ISP) b. ( ) Kendala pada kualitas internet c. ( ) Kurang bermanfaat bagi perusahaan d. ( ) Kurang kemampuan bahasa inggris e. ( ) Tidak memiliki SDM IT

f. ( ) Tidak memiliki strategi bisnis melalui internet g. ( ) Tingginya biaya koneksi internet

3. Sebutkan kegiatan perusahaan Saudara yang dilakukan dengan memanfaatkan internet.

……….. 4. Sudah berapa lama perusahaan Saudara memanfaatkan internet?

a. ( ) < 1 tahun b. ( ) 1 tahun – 5 tahun

c. ( ) 6 tahun - 10 tahun d. ( ) > 10 tahun

5. Bagaimana pengelolaan website pada perusahaan Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu)


(3)

a. ( ) Dikelola sendiri oleh staf perusahaan b. ( ) Dibantu oleh tenaga ahli TI/asistensi c. ( ) Dikerjakan oleh tenaga dari luar/outsourcing

6. Berapa jumlah rata-rata per bulan pengunjung website perusahaan Saudara? a. ( ) < 10 pengunjung b. ( ) 10–25 pengunjung

c. ( ) 26-50 pengunjung d. ( ) > 51 pengunjung

8. Sebutkan status pemanfaatan website pada perusahaan Saudara. a. Website Present (hanya mempromosikan produk/jasa/informasi)

b. Website Interaktif (dilengkapi sarana interaksi antara pembaca dan pengelola) c. Website Transaksi (menampilkan penawaran, pembelian dan pembayaran)

d. Website Integrasi (menampilkan penawaran, pembelian dan pembayaran serta integrasi dengan back office)

8. Bila jawaban Saudara adalah “d”, dibidang apa saja yang telah terintegrasi? a. ( ) Accounting/akuntasi

b. ( ) E-Commerce

c. ( ) Inventory and Warehouse/pergudangan d. ( ) Customer Service/Pelayanan Pelanggan e. ( ) Marketing/Pemasaran

f. ( ) Order Entry/Penerimaan Pemasaran g. ( ) Content Management/Manajemen Konten


(4)

h. ( ) Product Catalog/catalog Produk

i. ( ) Manufacturing/Manufaktur (produk metal/logam)

j. ( ) Lainnya:……….

9. Metode pembayaran yang Saudara sediakan dalam website adalah? a. ( ) Kartu Kredit

b. ( ) Transfer melalui Bank

c. ( ) Cash on Delivery (dibayarkan setelah barang diterima) d. ( ) Lain-lain:……….

10. Apakah website Saudara menggunakan CA? a. ( ) Ya

b. ( ) Tidak

Catatan: CA ialah pihak ketiga terpercaya yang mengeluarkan sertifikat digital yang menjamin kerahasiaan, otensitas, integritas dan nir sangkal pada transaksi elektronik. 11. Bila „Ya‟, sebutkan CA yang Saudara gunakan.

……….

12. Apakah Saudara puas dengan memanfaatkan internet sebagai penunjang pekerjaan di perusahaan Saudara?


(5)

c. ( ) Puas d. ( ) Puas Sekali

13. Bila pada no.12 Saudara menjawab „a‟, sebutkan alasannya.

……….. KOMENTAR DAN SARAN

Komentar:

Saran:

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI SAUDARA DALAM SURVEI INI

………., …. Januari 2009


(6)