Laporan Praktikum Platyh elminthes 2018

PHYLUM PLATYHELMINTHES
LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi Invertebrata yang
diampu oleh Dra. Ammi Syulasmi, M.S. , dan Rini Solihat, S.Pd., M.Si.

oleh:
Kelompok 1
Pendidikan Biologi A 2017
Amalia Karim

(1702574)

Dimas Caesaria Novianto

(1701869)

Mauli Novilda Afifa

(1702363)

Vanni Destianti Kurnia


(1705682)

Vira Berliani

(1701410)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018

A. Judul Laporan
Phylum Platyhelminthes.

B. Waktu Pelaksanaan
Hari

: Selasa


Tanggal : 20 Maret 2018
Waktu

: 07.00 – 09.30 WIB

Tempat

: Laboratorium Struktur Hewan
Departemen Pendidikan Biologi UPI.

C. Tujuan
1. Mengenal keanekaragaman hewan Phylum Platyhelminthes
2. Observasi morfologi dan struktur tubuh hewan Phylum Platyhelminthes
3. Mengelompokan hewan-hewan Phylum Platyhelminthes ke dalam classis
yang berbeda berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri.
4. Observasi dan identifikasi ciri-ciri khas setiap classis

D. Landasan Teori
1. Pengertian Phylum Platyhelminthes

Secara umum, Platyhelmintes (Cacing Pipih) adalah phylum keempat
setelah Protozoa, Porifera dan Coelenterata dalam regnum Animalia yang
bersifat tripoblastik yang hidup parasit dan memiliki bentuk tubuh yang
rata (pipih). Terdapat 18.500 spesies dari Platyhelmintes (cacing pipih).
Platyhelminthes adalah kelompok cacing yang tubuhnya berbentuk pipih.
Secara bahasa platyhelminthes berasal dari dua kata bahasa yunani , yaitu
“Platy” yang artinya pipih dan “helminthes” yang artinya cacing.
Platyheminthes biasanya hidup bebas di laut atau di air tawar, adapula
yang hidupnya parasit. Cacing ini kebanyakan bersifat hemafrodit, yaitu
memiliki dua kelamin, jantan dan betina, dalam satu tubuh. Namun
demikian mereka tetap melakukan perkawinan antara 2 individu.
Platyhelmintes tidak memiliki sistem pernapasan dan sistem peredaran

darah. Sistem pencernaannya tidak sempurna, karena mereka belum
mempunyai anus.
Ukuran tubuh Platyhelminthes beranekaragam, mulai dari ukuran yang
hamoir mikroskopis hingga yang panjangnya dapat mencapai 20 m. Tubuh
Platyhelmintes simetri bilateral, artinya bagian tubuh yang sama
didestribusikan secara merata dari pusat tubuh.
2. Struktur dan Fungsi Tubuh Phylum Platyhelminthes

Platyhelminthes merupakan hewan yang tidak memiliki rongga tubuh
sehingga disebut hewan aselomata. Tubuhnya tersusun oleh tiga lapisan
(triploblastik), yaitu lapisan luar (ektoderm), lapisan tengah (mesoderm)
dan lapisan dalam (endoderm). Dinding tubuh bagian luar disebut
epidermis dan ditutupi oleh sel halus yang bersilia. Lapisan dalam tersusun
oleh otot yang berkembang dengan baik. Pada ujung tubuhnya terdapat
kepala yang tumpul atau membulat, sedangkan pada ujung lainnya
terdapat bagian ekor yang meruncing.

Gambar 1. Struktur Tubuh Platyhelminthes (Sumber: Addison Wesley
Longman, Inc. 1999)
Pada bagian ujung depan tubuhya terdapat bagian sensorik yang dapat
merespon

perubahan

lingkungan

dengan


cepat.

Dengan

bagian

sensoriknya, yang juga merespon terhadap cahaya dan zat kimia, hewan ini
dapat bergerak menuju sumber makanan dengan cepat. Platyhelminthes
juga memiliki mulut, faring, dan usus yang berperan dalam sistem
pencernaan, ia tidak memiliki anus sehingga sisa makanan akan
dikeluarkan kembali melalui mulut. Sistem saraf berbentuk seperti tali
dengan pusat pada ganglion otak di bagian depan tubuhnya. Sistem
ekskresi berbentuk dua saluran dan akan bermuara pada pori-pori tubuh,

pusat dari saluran eksresi merupakan sel api yang memiliki silia dan ketika
silia tersebut bergerak sel ini akan terlihat seperti kobaran api, sehingga
disebut sel api. Fungsi silia pada sel api adalah untuk mengatur pergerakan
cairan. Pada cacing hati terdapat dua bintik mata pada bagian kepalanya.
Bintik mata tersebut mengandung pigmen yang disebut oseli. Indra peraba
pada Planaria disebut aurikula (telinga), ada juga yang memiliki organ

keseimbangan dan organ untuk mengetahui arah aliran air (reoreseptor).
3. Sistem Organ pada Phylum Platyhelminthes
a. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan dari Platyhelminthes terdiri atas mulut, faring
dan usus. Faring dapat keluar dari mulut untuk menangkap makanan,
kemudian masuk ke mulut dan dicerna di dalam usus yang bentuknya
bercabang-cabang kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh, sisa
makanan dari Platyhelminthes akan dibuang dan dikeluarkan melalui
mulut karena cacing pipih tidak memiliki anus.
b. Sistem Saraf
Sistem saraf pada Platyhelminthes diatur oleh otak yang terdapat
pada bagian depan tubuh, otak ini akan bercabang menjadi dua
ganglion. Kemudian ganglion tersebut akan bercabang lagi hingga
mempersarafi tubuh, dan sel-sel saraf tersebut terkonsentrasi pada
bagian tepi tubuh. Sehingga sistem saraf pada Platyhelmintes
membentuk sistem tangga tali dengan otak pada bagian depan tubuh
yang menjadi pusatnya.
c. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi pada Platyhelminthes berupa dua saluran
memanjang yang akan bermuara pada pori-pori tubuh. Kedua saluran

tersebut akan bercabang-cabang pada bagian punggung dan berakhir
pada sel api yang memiliki silia sebagai pusatnya.
d. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi, pada Platyhelminthes, proses reproduksi dapat
berlangsung secara seksual maupun aseksual. Umunya hewan ini
bersifat hermafrodit, yaitu memiliki dua kelamin dalam satu individu,

namun demikian perkawinan tetap terjadi antara 2 individu yang
berbeda, tapi ada juga sumber yang mengatakan bahwa hewan ini dapat
bereproduksi sendiri secara seksual. Setelah bertemunya sperma dan
ovum, maka akan dihasilkan sel telur yang miksroskopik, pembuahan
terjadi di dalam tubuh. Sedangkan proses reproduksi secara aseksual
terjadi melalui fragmentasi.
e. Sistem Pernapasan dan Sistem sirkulasi
Sistem pernapasan, pada Platyhelminthes tidak terdapat kedua
sistem ini. Sehingga proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dilakukan melalui proses difusi, yaitu proses pertukaran zat dari tempat
yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah.
4. Ciri-ciri Phylum Platyhelminthes
a. Merupakan cacing berbentuk pipih yang tubuhnya simetri bilateral dan

tidak berongga (Aselomata).
b. Tubuhnya terdiri atas 3 lapisan (Triploblastik) yaitu lapisan luar
(Ektoderm),

Lapisan

tengah

(Mesoderm)

dan

lapisan

dalam

(Endoderm).
c. Tidak memiliki sistem respirasi dan sistem peredaran darah (sirkulasi).
d. Sistem pencernaannya tidak sempurna karena tidak memiliki anus.
e. Memiliki sistem saraf dengan dua saluran ganglion dengan otak sebagai

pusatnya.
5. Klasifikasi Phylum Platyhelminthes
a. Classis Turbellaria
Turbellaria merupakan classis pada platyhelminthes yang dapat
bergerak dengan menggetarkan bulu getarnya. Cacing pipih jenis ini
hidup secara bebas (bukan parasit) dan tidak memiliki alat hisap.
Tempat hidupnya di air atau tempat lembab, dan tidak hidup pada
tempat yang terkena cahaya matahari langsung. Salah satu hewan jenis
ini yang sangat dikenal adalah planaria (Dugesia sp).
Tubuh Planaria memiliki panjang 1 – 2 cm. Planaria memakan
protista dan hewan kecil lainnya, planaria memakan mangsanya dengan
menggunakan faring. Setelah ditangkap, makanan akan dipecah dan

didorong masuk ke lambung oleh faring. Umumnya hewan jenis ini
melakukan reproduksi secara seksual. Warna tubuhnya gelap dan pada
bagian kepala terdapat bintik mata untuk membedakan keadaan gelap
dan terang. Mulutnya terdapat di permukaan ventral juga bisa di tengah
tubuh. Pada mulut terdapat struktur seperti taring yang disebut probosis,
probosis berfungsi untuk menangkap mangsa. Turbellaria mampu
beregenerasi dengan cara memotong tubuh, dan daya regenerasi ini

sangat baik.
b. Classis Trematoda
Tremotoda merupakan classis pada Platyhelminthes yang memiliki
alat hisap dan alat kait untuk menempelkan diri pada inangnya.
Trematoda merupakan platyhelminthes yang hidupnya parasit. Tubuh
bagian luarnya ditutupi oleh kutikula yang berfungsi agar tubuhnya
tidak tercerna oleh sel tubuh inangya. Hewan jenis ini tidak memiliki
silia pada permukaan luar tubuh. Makanan dari trematoda merupakan
cairan atau jaringan tubuh inangnya. Dinding tubuhnya memiliki otot
dan saraf. Contoh hewan ini adalah cacing hati pada sapi (Fasciola
hepatica).
c. Classis Cestoda
Cestoda merupakan classis pada Platyhelminthes yang berbentuk
seperti pita dan bersifat parasit. Pada bagian kepala hewan ini terdapat
kait yang berfungsi untuk mengaitkan tubuhnya pada usus inang.
Kepala cacing pita disebut skoleks dan bagian di bawah kepala disebut
strobilus. Bagian Strobilus berfungsi untuk membentuk progtolid pada
hewan ini. Progtolid merupakan bagian tubuh yang akan menjadi
individu baru nantinya. Cestoda terus membentuk progtolid dan
semakin ke ujung progtolid tersebut semakin besar dan semakin

matang. Selama siklus hidupnya mereka dapat melibatkan lebih dari
satu inang. Cacing pita (Taenia solium) dapat ditularkan ke manusia
melalui daging babi contoh lainnya: 1) Taenia saginata (dalam usus
manusia); 2) Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam); 3)

Echinococcus granulosus (dalam usus anjing); 4) Dipylidium latum
(menyerang manusia melalui inang protozoa).

E. Alat Dan Bahan
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum mengobservasi Phylum
Platyhelminthes.
No.

Alat

Jumlah

1

Mikroskop binokuler

2 unit

2

Kaca objek

1 set

3

Kamera Handphone

1 unit

4

Pipet tetes

1 unit

5

Cawan Petri

1 unit

6

Loupe

1 unit

7

Pinset

1 unit

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum mengobservasi Phylum
Platyhelminthes.
No.

Bahan

Jumlah

1

Preparat awetan Fasciola hepatica

1 unit

2

Preparat awetan Taenia sp

1 unit

3

Preparat awetan Eurytrema pancreaticum

1 unit

4

Preparat awetan Dugesia tigrina

1 unit

5

Preparat awetan Echinococcus granulosus

1 unit

6

Awetan basah Taenia saginata

1 unit

7

Awetan basah Bipalium sp

1 unit

8

Awetan basah Taenia sp

1 unit

9

Awetan basah Fasciola hepatica

1 unit

10

Awetan basah Thysanosoma actinoides

1 unit

11

Awetan kering Taenia pisiformis

1 unit

12

Siput Lymnea sp

10 ekor

F. Langkah Kerja
Diagram 1. Langkah Lerja Pengamatan Morfologi Planaria, Cacing Hati dan
Beberapa Contoh Cacing Pita.
Disediakan planaria segar dalam
kaca arloji berisi air, diamati arah
dorsal, warna dorsal dan ventral,
bintik mata, mulut, aurikel dan
panjang serta lebar tubuh planaria
dengan mikroskop binokuler atau
loupe.

Diamati daya regenerasi pada
Planaria, dengan memotong
Planaria secara melintang,
amati setiap hari sampai
terbentuknya individu baru
yang menyerupai induk asal.

Diamati awetan cacing pita,
bagian scolex (kepala), nack
(leher), dan proglotid (ruas).
Bandingkan besarnya kepala
pada
setiap
ruas,
dan
perbandingan ruas pada setiap
species.

Diambil cacing hati dan
letakan di atas kaca arloji ,
kemudian diamati bagian
anterior, posterior, dorsal,
ventral, oral sucker dan
ventral sucker.

Diagram 2. Langkah Kerja Pengamatan Anatomi Planaria, Cacing Hati dan
Cacing Pita.

Diamati sistem pencernaan
makanan
Planaria
dari
preparat awetan, tentukan
mulut, pharynx, intestine pada
bagian depan dan belakang.

Diamati preparat awetan
sayatan melintang
dari
Planaria
menggunakan
mikroskop binokuler
dan
ditentukan pharynx, intestine,
batang syaraf dan cilia,
epidermis, otot longitudinal,
dorsal dan ventral.

Diamati
preparat
awetan
cacing pita, menggunakan
mikroskop dan ditentukan
bagian kepala yang memilliki
sucker, rostellum, hooks,
diamati leher dan proglotid
dewasa.

Diamati preparat awetan cacing
hati menggunakan mikroskop
binokuler , ditentukan bagian
oral sucker dan ventral sucker,
pharynx, intestine, kelenjar
yolk, testis dan uterus.

Diagram 3. Langkah Kerja Pengamatan Tahapan Siklus Hidup Cacing Hati pada
Siput Lymnea sp.

Dipecahkan dengan menggunakan
pinset beberapa siput Lymnea sp.
dalam kaca arloji atau gelas piala
yang berisi air bersih, jika terdapat
larva cacing akan tampak serbukserbuk halus berwarna keputihan.

Diteteskan
cairan
yang
mengandung benda keputihputihann tadi pada kaca objek
bersih, kemudian tutup dengan
baik,
diamati
di
bawah
mikroskop.

Ditentukan tahap-tahap siklus
hidup cacing hati yang terdiri
dari metacercaria, cercaria,
redia, dan sporocyst.

G. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Hasil Pengamatan Phylum Platyhelminthes.

No

Nama Species

Simetri

Bentuk

Tubuh

Tubuh

Beruas
atau

Mulut

Anus

Intestine

Sucker

proglotid

1

Dugesia tigrina

Bilateral

Pipih

-



-



-

2

Bipalium sp

Bilateral

Pipih

-



-



-

3

Fasciola hepatica

Bilateral

-



-





-



-







-

-

-





-

-

-





-

-

-



4

Eurytrema
pancreaticum

Bilateral

5

Taenia saginata

Bilateral

6

Taenia sp

Bilateral

7

Taenia pisiformis

Bilateral

Pipih seperti
daun
Pipih seperti
daun
Pipih seperti
pita
Pipih seperti
pita
Pipih seperti
pita

Alat
Reproduksi
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium

Classis

Turbellaria

Turbellaria

Trematoda

Trematoda

Cestoda

Cestoda

Cestoda

No

8

9

Nama Species

Thysanosoma
actinoides
Echinococcus
granulosus

Simetri

Bentuk

Tubuh

Tubuh

Bilateral

Bilateral

Pipih seperti
pita
Pipih seperti
pita

Beruas
Mulut

Anus

Intestine

Sucker



-

-

-





-

-

-



atau
proglotid

Alat
Reproduksi
Testis dan
ovarium
Testis dan
ovarium

Classis

Cestoda

Cestoda

Tabel 4. Klasifikasi Phylum Platyhelminthes.
No.
1.

Klasifikasi

Gambar Observasi

Gambar Referensi

Gambar 2.1.1

Gambar 2.2

Sayatan Melintang

Dugesia tigrina

Dugesia tigrina

(Mauricio Munoz,

(Dokumentasi

2003)

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Turbellaria
Ordo

: Tricladida

Familia : Dugesidae
Genus : Dugesia
Species : Dugesia tigrina

Kelompok 1A, 2018)

Gambar 2.1.2
Dugesia tigrina
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)
2.

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Turbellaria
Ordo

: Tricladida

Familia : Geoplanidae
Genus : Bipalium
Species : Bipalium sp

Gambar 3.1

Gambar 3.2

Bipalium sp

Bipalium sp

(Dokumentasi

(Laura Bellmore,

Kelompok 1A, 2018)

2015)

No.
3.

Klasifikasi

Gambar Observasi

Gambar Referensi

Gambar 4.1.1

Gambar 4.2

Fasciola hepatica

Fasciola hepatica

(Dokumentasi

(Sinnclair Stammers,

Kelompok 1A, 2018)

2013)

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo

: Echinostomida

Familia : Fasciolidae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica

Gambar 4.1.2
Fasciola hepatica
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)

Gambar 4.1.3
Fasciola hepatica
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)

No.

Klasifikasi

Gambar Observasi

Gambar Referensi

Gambar 4.1.4
Fasciola hepatica
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)
4.

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo

: Plagiorchiida

Familia : Dicrocoeliidae
Genus : Eurytrema
Species : Eurytrema
pancreaticum

5.

Gambar 5.1

Gambar 5.2

Eurytrema

Eurytrema

pancreaticum

pancreaticum

(Dokumentasi

(Tai Soon Yong,

Kelompok 1A, 2018)

2003)

Gambar 6.1

Gambar 6.2

Taenia saginata

Taenia saginata

(Dokumentasi

(Carolyne Temanson,

Kelompok 1A, 2018)

2009)

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo

: Taeninoidea

Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Species : Taenia saginata

No.
6.

Klasifikasi

Gambar Observasi

Gambar Referensi

Gambar 7.1.1

Gambar 7.2

Preparat Taenia sp

Taenia sp

(Dokumentasi

(R E Pugh, 2001)

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo

: Taeninoidea

Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Species : Taenia sp

Kelompok 1A, 2018)

Gambar 7.1.2
Taenia sp
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)

7.

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo

: Taeninoidea

Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Species : Taenia pisiformis

Gambar 8.1

Gambar 8.2

Taenia pisiformis

Taenia pisiformis

(Dokumentasi

(Alan Pederson,

Kelompok 1A, 2018)

2014)

No.
8

Klasifikasi

Gambar Observasi

Gambar Referensi

Gambar 9.1

Gambar 9.2

Thysanosoma

Thysanosoma

actinoides

actinoides

(Dokumentasi

(P. Junquera, 2007)

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo

: Cyclophyllidea

Familia : Anoplucephalidae
Genus : Thysanosoma
Species : Thysanosoma
actinoides

Kelompok 1A, 2018)
9

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo

: Taeninoidea

Familia : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Species : Echinococcus
granulosus

Gambar 10.1

Gambar 10.2

Bagian skoleks

Echinococcus

Echinococcus

granulosus

granulosus

(Dr. SM Sajjadi,

(Dokumentasi

2011)

Kelompok 1A, 2018)

Gambar 10.1.1
Proglotid muda
Echinococcus

granulosus
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)

Gambar 10.1.1
Proglotid dewasa
Echinococcus
granulosus
(Dokumentasi
Kelompok 1A, 2018)

Tabel 5. Perkembangan Reproduksi Vegetatif Dugesia tigrina.

No.

Dugesia
tigrina

Panjang (mm)
Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

Rata-

ke -1

Ke-2

ke-3

ke- 4

ke- 5

ke- 6

ke-7

rata

1

A1

4

4

4

4

5

5

5

4,4

2

A2

4

4

4

4

4

4

4

4

3

B1

6

6

6

7

7

7

8

6,7

4

B2

6

6

7

7

8

9

10

7,6

5

C

13

13

13

13

14

14

15

13,6

6

D

8

8

8

8

9

10

10

8,7

7

E1

3

3

4

4

5

5

5

4,1

8

E2

3

4

4

5

6

8

10

5,7

9

E3

3

3

3

4

4

5

6

4

Grafik 1. Perkembangan Reproduksi Vegetatif Dugesia tigrina.
16
14

A1

12

A2
B1

10

B2
8

C

6

D

4

E1
E2

2

E3

0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
Keterangan : Sumbu Y = Panjang planaria (mm)
A1

= Pembelahan secara vertikal bagian kiri

A2

= Pembelahan secara vertikal bagian kanan

B1

= Pembelahan secara horizontal bagian atas

B2

= Pembelahan secara horizontal bagian bawah

C

= Pembelahan secara vertikal pada bagian kepala

D

= Pembelahan secara vertikal pada bagian ekor

E1

= Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian atas

E2

= Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian tengah

E3

= Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian bawah

Tabel 6. Tahapan Siklus Hidup Cacing Hati pada Siput Lymnea sp.
No
1

Tahapan
Siklus Hidup

Gambar Observasi

Gambar Referensi

Gambar 11.1 Sporocyst

Gambar 11.2 Sporocyst

(Dokumentasi Kelompok 1A,

(John and Petri, 2006)

Sporocyst

2018)
2

Redia I

Gambar 12.1 Redia I

Gambar 12.2 Redia I

(Dokumentasi Kelompok 1A,

(J. Carl Fox, tanpa tahun)

2018)
3

Redia II

Gambar 13.1 Redia II

Gambar 13.2 Redia II

(Dokumentasi Kelompok 1A,

(Michael Belanich, 2009)

2018)

4

Cercaria

Gambar 14.1 Cercaria

Gambar 14.2 Cercaria

(Dokumentasi Kelompok 1A,

(J. Carl Fox, tanpa tahun)

2018)

H. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap preparat awetan,awetan basah,
awetan kering, dan spesimen. Maka terdapat banyak hewan Platyhelminthes.
Hewan-hewan yang ditemukan pada sampel digolongkan ke dalam tiga
classis berdasarkan bentuk tubuh pipih, pipih seperti daun dan pipih seperti
pita, antara lain :
1. Classis Turbellaria
a. Bipalium sp
Bipalium sp adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang
memiliki bentuk tubuh pipih dan bersimetri bilateral. Hewan ini tidak
memiliki anus, sucker dan proglotid. Tetapi, Bipalium sp memiliki
mulut, intestin, dan alat reproduksi. Oleh karena itu, Bipalium sp
termasuk ke dalam classis Turbellaria.
b. Dugesia tigrina

Dugesia tigrina merupakan salah satu species Platyhelminthes
yang masuk ke dalam classis Turbellaria. karena memiliki beberapa
karakteristik, yaitu pada permukaan tubuhnya terdapat silia (rambut
getar) yang digunakan untuk bergerak atau berenang, memiliki
sepasang bintik mata yang berfungsi untuk membedakan keadaan
gelap dan terang, pada umumnya tubuhnya berpigmen, memiliki
mulut di bagian ventral, tidak memiliki alat penghisap dan tidak
memiliki ruas pada tubuhnya, hal tersebut yang membedakan antara

classis Turbellaria dengan classis lain dari Phylum Platyhelminthes.
Dugesia tigrina ini kami temukan di perairan tawar, karena memang
hewan ini biasanya hidup di kolam, danau, atau mata air. Manfaat dari
hewan ini yaitu dapat dijadikan pakan ikan dan indikator air bersih.
2. Classis Trematoda
a. Fasciola hepatica
Fasciola hepatica salah satu spesies Platyhelminthes yang
memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral. Hewan ini
tidak memiliki anus dan proglotid. Tetapi Fasciola hepatica memiliki
alat penghisap (sucker), intestin, dan alat reproduksi. Oleh karena itu,
Fasciola hepatica termasuk ke dalam classis Trematoda.
b. Eurytrema pancreaticum
Eurytrema pancreaticum adalah salah satu spesies Platyhelminthes
yang memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral.
Eurytrema pancreaticum memiliki sucker (alat penghisap), faring,
intestin. Memiliki alat reproduksi dan memiliki lubang ekskresi
(anus). Oleh karena itu, Eurytrema pancreaticum termasuk ke dalam
classis Trematoda.
3. Classis Cestoda
a. Taenia saginata
Taenia saginata umumnya dikenal sebagai cacing pita sapi. Hewan
ini termasuk ke dalam kelas cestoda. Hewan ini memiliki simetri
tubuh bilateral, bentuk tubuhnya pipih pita, memiliki proglotid dan
sucker. Reproduksinya bersifat hermaprodit yaitu memiliki sistem
reproduksi jantan dan betina. Taenia saginata ini dapat menyebabkan
sistiserkosis pada manusia.
b. Taenia sp

Taenia sp adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang memiliki
bentuk tubuh pipih pita dan bersimetri bilateral. Hewan ini tidak
memiliki mulut, anus, dan intestin. Tetapi, Taenia sp memiliki
proglotid dan sucker. Oleh karena itu, Taenia sp termasuk ke dalam
classis Cestoda.

c. Taenia pisiformis

Cacing ini merupakan cacing pipih pita, tidak berpigmen, tidak
mempunyai saluran pencernaan, mempunyai kepala (scolex) di bagian
anterior dengan dilengkapi sucker dan kait untuk menempel pada
inangnya, tubuhnya memiliki ruas-ruas. Tubuh Taenia pisiformis ini
terdiri atas tiga bagian proglotid, yakni proglotid muda, proglotid
dewasa, dan proglotid gravid, besar dan panjang setiap bagian
proglotid semakin ke ujung semakin bertambah.
d. Thysanosoma actinoides
Cacing ini berbentuk pipih pita, memiliki scolex, tidak berpigmen,
dan tubuhnya memiliki segmen atau proglotid. Itu sebabnya
dikelompokkan ke dalam classis Cestoda. Tergolong cacing pita tebal
(familia Anocephalidae). Tubuhnya memiliki proglotid dan scolex.
e. Echinococcus granulosus
Echinococcus granulosus memiliki simetri tubuh bilateral,
termasuk ke dalam kelas cestoda, tubuhnya memiliki proglotid dan
sucker. Reproduksinya bersifat hermaprodit atau memiliki system
reproduksi jantan dan betina.
Perkembangbiakan Planaria secara aseksual terjadi dengan pembelahan
secara transfersal yaitu mengalami penyempitan dan konstriksi di belakang
faring kemudian membelah diri, masing-masing potongan melengkapi bagian
tubuhnya menjadi individu-individu baru. Dari Grafik 1 pada hasil
pengamatan perkembangan reproduksi vegetatif Dugesia tigrina, dapat
disimpulkan bahwa Planaria pada A1 (Pembelahan secara vertikal bagian
kiri) mengalami pertambahan panjang pada hari ke-5, dari 4 mm menjadi 5
mm sampai hari ke-7 dengan rata-rata pertumbuhan panjang yaitu 4,4 mm.
Planaria A2 (Pembelahan secara vertikal bagian kanan) tidak mengalami
pertumbuhan panjang, yakni dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 hanya
memiliki panjang 4 mm. Planaria B1 (Pembelahan secara horizontal bagian
atas) dari hari ke-1 sampai hari ke-3 memiliki panjang 6 mm, sedangkan pada
hari ke-4 sampai hari heri ke-6 panjangnya 7 mm, dan hari ke-7 bertambah
menjadi 8 mm dengan rata-rata pertumbuhan panjang yaitu 6,7 mm. Planaria

B2 (Pembelahan secara horizontal bagian bawah) mengalami pertumbuhan
panjang yang cukup baik, yaitu dari hari ke-1 sampai hari ke-7 bertambah
dari 6 mm menjadi 10 mm pada hari ke-7, dengan rata-rata pertumbuhan
panjang 7,6 mm. Planaria C (Pembelahan secara vertikal pada bagian kepala)
dari hari ke-1 sampai hari ke-4 panjangnya 13 mm, bertambah 2 mm sampai
hari ke-7 menjadi 15 mm, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 13,6 mm.
Planaria D (Pembelahan secara vertikal pada bagian kepala) bertambah 2
mm, dari 8 mm pada hari ke-1 menjadi 10mm pada hari ke-7, degan rata-rata
pertumbuhan panjang 8,7 mm. Planaria E1 (Pembelahan secara horizontal
pada tubuh bagian atas) hanya bertambah 2 mm, dari 3 mm pada hari ke-1
menjadi 5 mm pada hari ke-7, dengan rata-rata pertumbuhan panjang 4,1
mm. Planaria E2 (Pembelahan secara horizontal pada tubuh bagian tengah)
mengalami pertambahan panjang yang cukup signifikan, bertambah 7 mm
dari 3 mm pada hari ke-1 menjadi 10 mm pada hari-7, dengan rata-rata
pertumbuhan panjang 5,7 mm. Planaria E3 (Pembelahan secara horizontal
pada tubuh bagian bawah) bertambah panjang sebanyak 2 mm, dari 3 mm
pada hari ke-1 menjadi 6 mm pada hari ke-7, dengan rata-rata pertumbuhan
panjang 4 mm. Kesimpulan dari pertumbuhan perkembangan vegetatif
Planaria

yang

dilakukan

adalah

bahwa

Planaria

yang

mengalami

pertumbuhan paling cepat dan paling baik yaitu Planaria E2, karena
bertambah sebanyak 7 mm, dari 3 mm menjadi 10 mm. Serta bagian-bagian
tubuh yang terpotong sudah tumbuh dengan baik atau bagian yang hilang
sudah dapat terbentuk kembali menjadi bagian yang baru, dan grafiknya terus
mengalami kenaikan.
Siklus Hidup Cacing Hati pada Siput Lymnea sp yaitu Fasciola
hepatica memiliki panjang 2,5 cm dan lebar 1 cm, tubuhnya dilapisi oleh
kutikula yang berfungsi untuk menjaga tubuhnya agar tidak tercerna oleh
inangnya sendiri. Pada bagian depan tubuh cacing hati terdapat mulut
penghisap yang digunakan untuk menghisap makanannya. Cacing hati
memiliki sifat hermaprodit, mereka berkembang biak dengan cara membuahi
diri mereka sendiri.

1. Telur
Cacing hati dapat menghasilkan telur sekitar >100.000 telur dalam
sekali pembuahan di dalam hati atau empedu inangnya. Telur yang di
hasilkan akan di salurkan ke empedu agar bisa keluar melewati usus besar
dan anus dalam bentuk feses atau kotoran hewan inangnya. Telur akan
siap menetas dan menjadi larva setelah di keluarkan dengan waktu
menetasnya sekitar 8-12 bulan. Syarat agar telur bisa menjadi larva adalah
kondisi lingkungan yang basah dan lembab atau tidak kering.
2. Larva (Mirasidium)
Larva cacing hati (mirasidium) memiliki silia (rambut getar) diseluruh
permukaan tubuh. Larva yang baru menetes akan terbawa hujan sampai ke
aliran air dan mencari inang baru (inang perantara) seperti siput air tawar. .
Di dalam siput, mereka berkembang menjadi tiga bentuk parasit yang
berbeda. Larva bisa melakukan reproduksi aseksual di dalam tubuh siput
dan akan membentuk larva yang banyak. Larva akan berubah menjadi
sporosis saat di dalam tubuh siput. Sporosis akan menjadi redia, begitu
juga dengan redia akan menjadi serkaria. Lama dari fase larva ke serkaria
adalah sekitar 10-12 hari. Cacing tanah tidak akan bersifat parasit saat
berada pada siput air. Hal ini kerena siput air atau Lymnea sp mempunyai
resisten atau ketahan terhadap infeksi cacing hati.
3. Serkaria
Serkaria memiliki sistem gerak pada struktur tubuh yang mirip seperti
ekor kecebong yang berguna untuk bergerak dan berpindah. Pada tahap
serkaria inilah cacing hati akan bergerak ke tumbuhan yang basah atau ke
rumput yang basah untuk tinggal. Lalu serkaria akan membentuk fase
metaserkaria dimana ekor atau sistem gerak yang ada tadi akan
menghilang. Fase serkaria akan memiliki periode selama 5-7 minggu jika
kondisi lingkungan dan tumbuhan atau rumput tempat tinggalnya lembab
dan basah.
4. Metaserkaria
Metaserkaria adalah daur hidup dari cacing hati yang berasal dari
serkaria yang telah berubah saat hidup di tumbuhan basah. Metasekaria

adalah bentuk infeksi sejati cacing hati yang akan membungkus diri
menjadi kista dan akan bertahan lama pada tumbuhan basah tempatnya
hidup. Kista memiliki membrane yang kuat sehingga dapat bertahan lama
hidup di rumput dan tumbuhan basah. Pada fase ini, jika ada mamalia yang
memakan rumput yang di tinggali metaserkaria akan terinfeksi cacing hati
seperti sapi dan kambing. Cacing hati juga dapat menginfeksi manusia jika
kita memakan tumbuhan yang ditinggali metasekaria tanpa mengolahnya
dan membersihkan terlebih dahulu.
5. Cacing hati dewasa
Saat metaserkaria masuk kedalam tubuh inangnya, maka metaserkaria
akan keluar dari kista dan menjadi cacing hati dewasa. Cacing dewasa
tersebut akan menembus dinding usus halus menuju rongga perut dan
mengincar hati sebagai inang baru. dan mencapai kematangan. Ketika
dewasa, siap untuk bereproduksi secara aseksual dan melepaskan telur
baru. Ukuran cacing hati sekitar panjang 2,5-3 cm dan lebar 1-1,5 cm.
Cacing hati (Fasciola hepatica) akan menjadi parasit di hati hewan
mamalia yang menjadi inangnya. Tahapan dari siklus hidup cacing hati
adalah sebagai berikut :
Telur (bersama feces)  larva bersilia (mirasidium)  siput air
(lymnea sp)  sporokista  redia  serkaria  keluar dari tubuh siput
 menempel pada rumput atau tanaman air  membentuk kista
(metaserkaria)  dimakan domba atau sapi usus  hati  sampai
dewasa.

Gambar 15. Siklus hidup cacing hati (Fasciola hepatica) (Sumber:
dianliwenmi.com, 2016)
Berdasarkan gambar di atas siklus hidup cacing hati (Fasciola hepatica)
adalah :
1. Telur keluar dari dalam tubuh hewan atau manusia ke alam bebas melalui
feses.
2. Telur akan menetas dan manjadi embrio saat berada di tempat basah.
3. Embrio tadi akan berkembang menjadi mirasidium atau larva bersilia di
tempat basah.
4. Mirasidium akan masuk ke dalam tubuh siput air. Saat di dalam siput air,
mirasidium akan menghasilkan sporosis (4a), lalu sporosis akan
menghasilkan redia (4b) dan redia akan menghasilkan serkaria (4c) dengan
proses pembelahan paedogenesis.
5. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan berenang di air pergi ke
tumbuhan yang basah.
6. Di tumbuhan basah serkaria akan menjadi metaserkaria. Di tumbuhan
metaserkaria akan menjadi kista dan akan hidup di tumbuhan tersebut
dalam waktu lama. Kista bisa bertahan lama karena memiliki membran
yang kuat.

7. Tanaman yang terdapat kista tersebut dimakan oleh hewan mamalia atau
oleh manusia. Manusia dan hewan yang memakannya akan akan terinfeksi
cacing hati. Cacing hati tersebut akan pergi ke saluran empedu dan hati
untuk menjadi inangnya.
8. Selanjutnya cacing hati akan memulai siklus hidup baru yaitu bertelur dan
kembali ke fase 1. Siklus hidup ini akan terjadi secara berulang-ulang.

I.

Hasil Diskusi
1. Dapatkah anda menemukan persamaan yang dimiliki setiap Species yang
Anda temukan ? tuliskan persamaan-persamaan tersebut !
Jawaban :
Setiap species memiliki simetri tubuh bilateral, dan bentuk tubuh
pipih. Alat reproduksi dengan fertilisasi (secara generatif), kecuali pada
classis Turbellaria dapat dengan reproduksi vegetatif pembelahan biner
transversal. Ekskresi dengan sel api, tidak memiliki coelom, dan
mempunyai sistem syaraf. Alat pencernaan belum lengkap, tidak
memiliki anus.
2. Dapatkah anda menemukan perbedaan yang dimiliki oleh setiap spesies
tersebut sehingga dimasukan pada classis yang berbeda ? tuliskan
perbedaan-perbedaannya !
Jawaban :
a. Classis Turbellaria; memiliki mulut, dan intestine.
b. Classis Trematoda; memiliki mulut, intestine, dan memiliki sucker
pada oral dan ventral.
c. Classis Cestoda; tubuh beruas, tidak memiliki mulut, dan intestine,
karena menerima makanan yang langsung dapat diserap tubuh tanpa
dilakukan pengolahan. Serta memiliki sucker.
3. Tuliskan ciri khas dari tiap classis pada kolom berikut
Classis

Ciri Khas
Hidup bebas, epidermis dengan silia, memiliki intestine,

Turbellaria

memiliki kelenjar lendir. Dapat berproduksi secara
vegetatif (pembelahan transversal). Tidak beruas,

memperoleh makanan secara holozoik dan saprozoik.
Hidup parasit, memiliki intenstine, tidak memiliki silia
Trematoda

pada cacing dewasa, memiliki kutikula, oral dan ventral
sucker. Memperoleh makanan secara saprozoik
Endoparasit, tidak ada intestine, silia atau kutikula,

Cestoda

umumnya memiliki proglotid atau beruas. Memperoleh
makanan secara saprofitik. Tidak mempunyai saluran
pencernaan.

4. Tuliskan kegunaan dan manfaat dari species-species Platyhelminthes
yang anda temukan :
Jawaban :
Beberapa species dari phylum Platyhelminthes mempunyai manffat
positif, misalnya Planaria (Dugesia tigrina) sebagai indikator air bersih
dan sebagai makanan ikan, sedangkan yang lain hidup sebagai parasit.

5. Dari teori perkuliahan atau buku sumber yang anda peroleh mengenai
Phylum Platyhelminthes, lengkapilah tabel berikut ini :
Filum

Pencernaan
Makanan

Pernapasan

Sistem
Syaraf

Reproduksi

Pencernaan

Mengguna

Melalui

Proses

ekstrasel. Sisa

kan sel api

permukaan

stimulus –

Pembelahan

pencernaan

tubuh secara

respon :

biner

dikeluarkan

obligat

kembali

aerob. Dan

melalui mulut

fakultatif

(Turbellaria

aerob pada

dan

classis

Trematoda).

Trematoda

Untuk Classis

dan

Cestoda, tidak

Cestoda.

memiliki sel
Platyhelminthes

Ekskresi

mulut dan alat
pencernaan

Stimulus

sari makanan

transversal
(khusus

Sel.
Sensoris

classis
Turbellaria).
2. Genetatif :

TS
Transversal

Persatuan
anatara
gamet jantan

TS
Longitudinal

karena
menyerap sari-

1. Vegetatif :

dan gamet
betina ,
walaupun
Platyhelmin-

Ganglion
anterior

dari inang.
Respon

TS
Transversal

TS
Longitudinal

Efektor

thes
hemaprodit.

6. Apakah Lymnea sp yang terinfeksi berbahaya jika di konsumsi walaupun
sudah di rebus atau di masak dengan matang?
Jawaban:
Tahap pertumbuhan Fasciola hepatica dalam Lymnea sp dari
Miracidia sampai dengan Cercaria

tidak membahayakan bagi tubuh

karena bukan merupakan tahap infektif bagi tubuh manusia. Serta cacing
hati tidak akan bersifat parasit saat berada pada siput air. Hal ini kerena
siput air atau Lymnea sp mempunyai resisten atau ketahan terhadap
infeksi cacing hati.

J.

Kesimpulan
1. Plathyhelminthes merupakan hewan multiseluler yang berbentuk pipih,
simetri bilateral, tripoblastik. Phylum ini terbagi menjadi tiga kelas, yaitu
Tubellaria,

Trematoda,

dan

Cestoda.

Keanekaragaman

phylum

Platyhelminthes yang sudah diamati yaitu : Dugesia tigrina, Bipalium sp,
Fasciola hepatica, Eurytema pancreaticum, Taenia saginata, Taenia sp,
Taenia pisiformis, Thysanosoma actinodes, Echinoccocus granulosus.
2. Secara bahasa Platyhelminthes berasal dari dua kata bahasa yunani , yaitu
“Platy” yang artinya pipih dan “helminthes” yang artinya cacing. yang
bersifat tripoblastik yang hidup parasit dan memiliki bentuk tubuh yang
pipih dan simetri bilateral. Platyhelminthes adalah kelompok cacing yang
tubuhnya berbentuk pipih. Platyheminthes biasanya hidup bebas di laut
atau di air tawar, adapula yang hidupnya parasit. Cacing ini kebanyakan
bersifat hemafrodit, yaitu memiliki dua kelamin, jantan dan betina, dalam
satu tubuh. Platyhelmintes tidak memiliki sistem pernapasan dan sistem
peredaran darah. Sistem pencernaannya tidak sempurna, karena mereka
belum mempunyai anus. Ukuran tubuh Platyhelminthes beranekaragam,
mulai dari ukuran yang hampir mikroskopis hingga yang panjangnya
dapat mencapai 20 m. Epidermis pada classis Turbellaria mengandung
silia, lendir, dan bintik mata, sedangkan pada Trematoda dan Cestoda
epidermisnya mengandung kutikula dan memiliki alat penghisap (sucker)
dan kait (hook) untuk menempel pada hospesnya. Platyhelminthes tidak

memiliki rangka, sistem respirasi, dan sistem peredaran darah. Sistem
ekskresinya menggunakan sel api yang terdapat pada nefridiofor. Sistem
saraf dengan sepasang ganglion anterior yang dihubungkan dengan satu
atau tiga pasang tali saraf longitudinal dan transversal.
3. Berdasarkan

hasil

pengamatan

dapat

diketahui

bahwa

phylum

Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga classis yang didasari oleh
perbedaan struktur tubuhnya. Ketiga classis tersebut adalah: Turbellaria,
Trematoda, dan Cestoda. Setelah dilakukan pengamatan ada Bipalium sp
dan Dugesia sp yang termasuk ke dalam classis Turbellaria karena
memiliki beberapa karakteristik, yaitu berbentuk pipih memanjang dan
simetri bilateral, pada permukaan tubuhnya terdapat silia (rambut getar)
yang digunakan untuk bergerakatauberenang, memiliki sepasang bintik
mata yang berfungsi untuk membedakan keadaan gelap dan terang, pada
umumnya tubuhnya berpigmen, memiliki mulut di bagian ventral, tidak
memiliki alat penghisap dan tidak memiliki ruas pada tubuhnya. Di kelas
Trematoda ada Fasciola hepatica dan Eurytema pancreaticum, karena
memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral, pada
permukaan tubuhnya memiliki kutikula, memiliki sucker (alat penghisap),
faring, intestin. Memiliki alat reproduksi dan memiliki lubang ekskresi
berupa anus (tidak ada pada Fasciola hepatica). Dan ada Taenia saginata,
Taenia sp, Taenia pisiformis, Thysanosoma actinodes, dan Echinoccocus
granulosus yang termasuk pada kelas Cestoda karena berbentuk pipih pita
dan simetri bilateral, pada permukaan tubuh dilapisi kutikula, hidup
parasite,tidak bersilia, tidak memiliki saluran pencernaan, memiliki scolex
(kepala) yang terdiri dari hooks (kait), rostellum (karangan kait), sucker
(alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh terdiri dari proglotid
atau bersegmen.
4. Setiap kelas pada phylum Platyhelminthes memiliki ciri khas, yaitu pada
kelas Tubellaria, ia hidup bebas, epidermis dengan silia, memiliki
intestine, memiliki kelenjar lender, memiliki bintik mata di bagian
anterior, mulut di bagian ventral, alat pencernaan, tidak memiliki sucker,
umumnya berpigmen, dapat berproduksi secara vegetatif (pembelahan

transversal). Tidak beruas, memperoleh makanan secara holozoik dan
saprozoik. Pada kelas Trematoda, ia hidup parasit, beruas, memiliki
intenstine, tidak memiliki silia pada cacing dewasa, memiliki kutikula,
mempunyai alat pencernaan, sucker dan mulut dibagian anterior.
Memperoleh makanan secara saprozoik. Sedangkan pada kelas Cestoda,
ia endoparasit, epidermis berkutikula, tidak memiliki silia, tidak
berpigmen, tidak memiliki memiliki alat pencernaan dan memiliki scolex
(kepala) yang terdiri dari hooks (kait), rostellum (karangan kait), sucker
(alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh terdiri dari proglotid
atau bersegmen. Dan memperoleh makanan dengan cara saprofitik.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Abdul. (2015). Pengertian, Ciri-Ciri dan Klasifikasi Platyhelminthes.
[online]. Diakses dari: http://www.softilmu.com/2015/06/Pengertian-ciriStruktur-Tubuh-Klasifikasi-Platyhelminthes-adalah.html
Maspamudji, Adhi. (2016). Daur Hidup Fasciola hepatica. [online]. Diakses dari:
https://promisespromisesbroadway.com/daur-hidup-fasciola-hepatica/

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Tubuh Platyhelminthes
Hadi, Abdul. (2015). Pengertian, Ciri-Ciri dan Klasifikasi Platyhelminthes.
[online]. Diakses dari: http://www.softilmu.com/2015/06/Pengertian-ciriStruktur-Tubuh-Klasifikasi-Platyhelminthes-adalah.html
Gambar 2.2 Dugesia tigrina
Munoz, Mauricio. (2003). ADW: Dugesia tigrina: PICTURES. [online]. Diakses
dari:

https://animaldiversity.org/accounts/Dugesia_tigrina/pictures

/collections/contributors/mauricio_munoz/Dugesia_tigrina/
Gambar 3.2 Bipalium sp
Bellmore, Laura. (2015). Beneficial In The Landscape #57 Land Planarian.
[online].

Diakses

dari:

https://aggie-

horticulture.tamu.edu/galveston/beneficials/beneficial57(partial)_land_planarian.htm
Gambar 4.2 Fasciola hepatica
Stammers, Sinclair. (2013). Light Micrograph of Liver Fluke. [online]. Diakses
dari:

https://fineartamerica.com/featured/1-light-micrograph-of-liver-

fluke-fasciola-hepatica-sinclair-stammers.html
Gambar 5.2 Eurytrema pancreaticum
The Korean Society for Parasitology. (2003). Adult worm of Eurytrema
[online].

pancreaticum.

Diakses

dari:

http://atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Eurytrema%20p
ancreaticum
Gambar 6.2 Taenia saginata
Temanson,

Carolyn.

(2009).

Taenia

saginata.

[online].

Diakses

dari:

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2009/temanson_caro/
Gambar 7.2 Taenia sp.
Pugh, RE. (2001). Taenia sp. [online]. Diakses dari: http://parasite.org.au/pughcollection/Taenia%20sp.%20%2001.jpg_Index.html
Gambar 8.2 Taenia pisiformis
Pederson, Alan. (2014). Platyhelminthes / Cestoda: Taenia pisiformis scolex.
[online].

Diakses

dari:

http://grauhall.com/catalog/product_info.phpmanufacturers_id=42&produ
cts_id=1568
Gambar 9.2 Thysanosoma actinioides
Junquera, P.(2007). Thysanosoma actinioides, the fringed tapeworm. [online].
Diakses

dari:

http://parasitipedia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=
2586&Itemid=2868
Gambar 10.2 Echinococcus granulosus
Medicotips. (2011). Echinococcus granulosus – Life cycle. [online]. Diakses dari:
http://www.medicotips.com/2011/07/echinococcus-granulosusmorphology life.html
Gambar 11.2 Sporocyst
John and Petri. (2006). Steps of the typical Echinostoma life cycle. [online].
Diakses

dari

:

http://web.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2006/Echinostomiasis/L
ife%20Cycle.html
Gambar 12.2 Redia I
Fox,

J.

Carl.

(tt.).

Life

cycle

stages.

[online].

Diakses

dari:

https://instruction.cvhs.okstate.edu/jcfox/htdocs/clinpara/lst21_30.htm
Gambar 13.2 Redia II
Belanich,

Michael.

(2009).

Fasciola

hepatica.

[online].

Diakses

dari:

http://belanich.pbworks.com/w/page/13055428/Trematodes
Gambar 14.2 Cercaria
Fox,

J.

Carl.

(tt.).

Life

cycle

stages.

[online].

Diakses

dari:

https://instruction.cvhs.okstate.edu/jcfox/htdocs/clinpara/lst21_30.htm
Gambar 15
Maspamudji, Adhi. (2016). Daur Hidup Fasciola hepatica. [online]. Diakses dari:
https://promisespromisesbroadway.com/daur-hidup-fasciola-hepatica/