Apakah UUD 1945 tetap menjaga eksistensi

Apakah UUD 1945 tetap menjaga eksistensinya menjadi
jaminan hak asasi manusia seperti yang tertulis pada Uud 1945
pasal 28 E ayat 1 Pada kasus kerusuhan di ambon tahun 1999

Ignatius hari setya pintoko
A.111.14.0026
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG

Latar belakang
Konstitusi merupakan perangkat hukum dasar dalam sebuah negara dan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dengan upaya-upaya penegakan hukum. Dalam
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi merupakan pilihan
terbaik dalam memberikan ikatan idiologis antara yang berkuasa sengan rakyat
yang dikuasainya. Konstitusi hadir sebagai kata kunci kehidupan modern. Ia berisi
poin-poin mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali
persoalan HAM.
Konstitusi merupakan nafas ketatanegaraan sebuah bangsa, tidak terkecuali bagi
bangsa Indonesia. Konstitusi sebagai perwujudan konsensus dan penjelmaan dari
kemauan rakyat memberikan jaminan atas keberlangsungan hidup berikut HAM
secara nyata. Oleh karena itu, jaminan atas HAM adalah bukti dari hakikat,

kedudukan dan fungsi konstitusi itu sendiri bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Carl Schmitt di dalam penjelasanya mengenai konstitusi dia
menjabarkanya menjadi 4 yaitu ke dalam arti absolut , relatif , positiv dan ideal.
Dalam kategori yang ideal dia menyebut bahwa konstitusi memuat atas HAM dan
perlindunganya.
Dalam konteks jaminan atas HAM, konstitusi memberikan arti penting tersendiri
bagi terciptanya sebuah paradigma negara hukum sebagai sebuah proses dari
dialektika demokrasi yang telah berjalan secara amat panjang dalam lintasan
sejarah peradaban manusia. Jaminan atas HAM meneguhkan bahwa negara
bertanggung jawab atas tegaknya supremasi hukum. Oleh karena itu, jaminan
konstitusi atas HAM penting artinya bagi arah pelaksanan ketatanegaraan sebuah
negara.

Melihat dengan pendekatan Das sollen
Seperti yang tertulis pada pasal 28E ayat 1 UUD’45 “setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya , memilih pendidikan dan pengajaran ,
memilih pekerjaan , memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkan serta kembali “ .
Undang-Undang No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 26 tahun 2000,
disebutkan bahwa : “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat

pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Hakikat Hak Asasi Manusia merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan
tangung jawab bersama antara individu, pemerintah (Aparatur Pemerintahan baik
Sipil maupun Militer), dan negara. Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat
bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar
bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.

Melihat dengan pendekatan Das sein
Melihat penanganan pemerintah dalam penanganan beberapa kasus seperti
peristiwa semanggi , trisakti , tanjung priuk , kasus pembunuhan aktivis marsinah ,
dan juga kasus kerusuhan ambon 1999. dengan didukung oleh berbagai informasi
dari media cetak dan elektronik , membuat saya mengerucut pada sebuat statmen

yang dapat dikatakan bahwa pemerintah masih dapat dikatakan belum
sepenuhnya memperjuangkan HAM pada rakyat indonesia.
Ini terbukti pada kasus priok semanggi dan trisakti , pemerintah masih
menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah belum lagi di tambah
dengan menggunakan kekuatan militer yang notabene mereka para tentara di latih
dan didik untuk bertempur di medan tempur , menggunakan mereka di dalam
penanganan kerusuhan sanagat lah sekali salah apalagi melihat dari nilai ksatria
merekalah yang harusnya melindungi rakyat bukan sebaliknya.
Di era keterbukaan seperti sekarang bahwasanya pemerintah harusnya
mengedepankan dialog dialog untuk menyelesaikan segala sesuatu ketegangan
yang berujung konfik harus di cegah.

Pendahuluan
Konstitusi sebagai perwujudan penjelmaan dari kemauan rakyat memberikan
jaminan atas keberlangsungan hidup berikut HAM secara nyata. Oleh karena itu,
jaminan konstitusi atas HAM adalah bukti dari hakikat, kedudukan dan fungsi
konstitusi itu sendiri bagi seluruh rakyat Indonesia. Menyikapi jaminan UUD 1945
atas HAM, terdapat pandangan yang beragam. Setidaknya, ada tiga kelompok
pandangan, yakni : pertama, mereka yang berpandangan bahwa bahwa UUD 1945
tidak memberi jaminan atas HAM secara komprehensif ; kedua, mereka yang

berpandangan UUD 1945 memberikan jaminan atas HAM secara komprehensif ;
dan ketiga, berpandangan bahwa UUD 1945 hanya memberikan pokok-pokok
jaminan atas HAM.
HAM menjadi dasar kita dalam kehidupan bernegara dan bersosial antar individu
maupun kelompok. Dalam kesempatan ini saya akan membahas beberapa pokok
gagasan terhadap penegakan HAM terhadap masyarakat indonesia yaitu :
1. Apakah UUD 1945 tetap menjaga eksistensinya menjadi jaminan hak asasi
manusia seperti yang tertulis pada Uud 1945 pasal 28 E ayat 1 Pada kasus
kerusuhan di ambon tahun 1999?

Pembahasan
Apakah UUD 1945 tetap menjaga eksistensinya menjadi jaminan hak asasi manusia seperti yang
tertulis pada Uud 1945 pasal 28 E ayat 1 Pada kasus kerusuhan di ambon tahun 1999 ?
Secara etimologis, hak asasi manusia terbentuk dari tiga kata, yaitu : hak, asasi, dan manusia. Dua
kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab, sementara kata manusia adalah kata dalam
bahasa Indonesia. Kata haqq berasal dari akar kata haqqa, yahiqqu, haqqaan yang berarti benar,
nyata, pasti, tetap dan wajib. Kata asasiy  berasal dari akar kata assa, yaussu, asasaan yang berarti
membangun, mendirikan, meletakkan. Kata itu dapat juga berarti asal, asas, pangkal, yang
bermakna dasar dari segala sesuatu.
Menurut Jack Donnely , hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata

karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat
atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai
manusia.
Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras,
agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Undang-Undang No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 26 tahun 2000, disebutkan bahwa :
“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United
Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta sebagai hak yang kodratif.
Hak asasi manusia merupakan hak kodrati seseorang mulai dari dalam kandungan yang tidak dapat
digugat dan merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa dan tidak ada yang dapat mencabut Hak
tersebut.


Dari sekian banyak pasal-pasal yang mengatur perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan
pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945. HAM apa yang paling sering dilanggar/disimpangi,
baik oleh negara maupun kelompok individu. Pasal 28E ayat (1) Hak asasi manusia adalah hak yang
melekat pada diri manusia sejak manusia lahir yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat tetap.
Semua orang memiliki hak untuk menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak
melanggar norma dan tata nilai dalam masyarakat. HAM telah diatur dalam Undang Undang Dasar
1945 pasal 27 sampai 34. Menurut saya, jaminan HAM yang paling sering dilanggar oleh
masyarakat Indonesia adalah pasal nomor 28E ayat (1), yang berbunyi, "Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali. Namun pada banyak kasus kerusuhan sebagian besar di
picu oleh sikap etnosentrisme dan fanatisme masyarakat yang masih membeda bedakan suku , ras
dan agama. Padahal dalam konstitusi kita suku ras dan budaya adalah hak setiap warga negara
yang ingin memeluknya dan itu tidak dapat di ganggu gugat oleh siapapun.

Kronologis peristiwa ambon 1999
AWAL PERISTIWA
Peristiwa kerusuhan di Ambon (Maluku) diawali dengan terjadinya perkelahian antara salah seorang pemuda
Kristen asal Ambon yang bernama J.L, yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot dengan seorang pemuda

Islam asal Bugis, NS, penganggur yang sering mabuk-mabukan dan sering melakukan pemalakan (istilah
Ambon "patah" ) khususnya terhadap setiap sopir angkot yang melewati jalur Pasar Mardika – Batu Merah.
Saat itu tanggal 19 Januari 1999, masih dalam hari raya Idul Fitri (hari kedua), pemuda Bugis NS bersama
temannya seorang pemuda Bugis lain bernama T, melakukan pemalakan di Batu Merah terhadap pemuda
Kristen J.L selama beberapa kali ketika J.Lmengendari angkotnya dari jurusan Mardika – Batu Merah. Namun
permintaan kedua pemuda Bugis tersebut tidak dilayaninya, karena J.L belum mempunyai uang, mengingat
belum ada penumpang yang dapat diangkutnya, karena hari itu hari raya Idul Fitri.
Permintaan dengan desakan yang sama dilakukan oleh pemuda NS hingga kali yang ketiga saat pemuda
Ambon J.L berada di terminal Batu Merah, malah pemuda Bugis NS tidak segan-segan mengeluarkan
badiknya untuk menikam pemuda Ambon J.L. Untunglah J.L sempat menangkisnya dengan mendorong pintu
mobilnya.
Merasa dirinya terancam, pemuda J.L langsung pulang ke rumahnya mengambil parang (golok) dan kembali
ke terminal Batu Merah. Disana ia masih menemukan pemuda Bugis NS bersama temannya T. Ia kemudian
memburunya, dan NS kemudian berlari masuk ke kompleks pasar Desa Batu Merah.
NS kemudian ditahan oleh warga Batu Merah, dan ketika ia ditanya apa permaslahannya, maka ia (NS)
menjawab bahwa, "ia akan dibunuh oleh orang Kristen".
Jawabannya ini kemudian yang memicu kerusuhan Ambon, dengan munculnya warga Muslim dimana-mana
untuk menyerang warga Kristen dan sebaliknya juga warga Kristen yang muncul untuk mempertahankan diri .

PECAHNYA KERUSUHAN DI MANA-MANA

Beberapa saat berselang atau sekitar 5 menit setelah peristiwa saling kejar-mengejar antara pemuda Muslim asal Bugis, NS dengan
pemuda Kristen asal Ambon J.L, seperti ada komando, kerusuhan akhirnya pecah dimana-mana dalam kota Ambon.
Kira-kira jam 15.00 WIT ratusan masa Muslim muncul dari Desa Batu Merah (lokasi dimana pemuda Bugis NS dikejar dan berteriak
akan dibunuh oleh oleh orang Kristen) bangkit menyerang warga Kristen di kawasan Mardika (tetangga desa Batu merah) dengan
menggunakan berbagai alat tajam (parang, panah, tombak dan lain-lain) dengan seragam dan berikat kepala putih. Mereka sempat
melukai, merusak dan mebakar rumah-rumah warga Kristen Mardika. Demikian juga pada waktu yang bersamaan, beberapa lokasi
pemukiman Kristen seperti Galunggung, Tanah Rata, Kampung Ohiu, Silale dan Waihaong ikut diserang oleh kelompok penyerang
Muslim. Beberapa orang warga Kristen terbunuh, ratusan rumah dibakar dan sebuah gereja yang terletak di kawasan Silale dirusak
dan akhirnya dibakar oleh masa.
Dari lokasi-lokasi ini, kerusuhan berlanjut terus dan hanya berbeda waktu beberapa menit dari lokasi ke lokasi yang lain.
Warga Kristen yang mendiami lokasi Batu Gantung , Kudamati dan sekitarnya setelah mendengar penyerangan yang dilakukan oleh
masa Muslim terhadap warga Kristen di Mardika, Galunggung, Kampung Ohiu, Waihaong dan Silale serta mendengar gereja Silale
telah terbakar, bangkit amarahnya dan memberikan serangan balasan terhadap warga Muslim melalui pengrusakan dan
pembakaran rumah-rumah di kawasan Batu Gantung dan Kompleks Pohon Beringin, serta melakukan pengrusakan dan pembakaran
terhadap berbagai kendaraan seperti becak, sepeda motor dan mobil.
SALING MENYERANG
Setelah terjadi kerusuhan pada beberapa lokasi seperti tersebut di atas yang berlangsung sejak siang hingga menjelang malam
tanggal 19 Januari 1999, maka memasuki malam hingga pagi hari tanggal 20 Januari 1999, suasana terasa semakin mencekam
dengan semakin berkembangnya isu telah terjadi pertikaian antar sesama warga Ambon (Maluku) yang bernuansa SARA, terutama
diantara kelompok yang beragama Kristen dan Muslim.

Beberapa lokasi di dalam wilayah kota Ambon terus berkecamuk. Di lokasi Pohon Puleh, Tugu Trikora dan Anthony Rhebok hingga
tengah malam tanggal 19 januari 1999, terlihat masa diantara kedua kubu saling berhadap-hadapan dan mencoba untuk saling
melakukan penyerangan dengan pelemparan batu yang diteruskan dengan pengrusakan dan pembakaran sejumlah rumah diantara
kedua belah pihak, pembakaran kendaraan (becak, sepeda motor dan mobil) dan pembakaran sebuah sekolah Al Hilal di Jl. Anthony
Rhebok. Sementara itu di kawasan Batu Merah Tanjung yang dihuni oleh mayoritas warga Muslim, terjadi pengrusakan, pembakaran
terhadap rumah-rumah dan pembantaian terhadap beberapa warga Kristen. Di lokasi inipun sebuah gereja sempat dirusak kemudian
dibakar oleh masa Muslim. Sedangkan di lokasi Puleh (Karang Panjang) warga Kristen sempat merusak dan membakar rumah-rumah
warga Muslim, demikian juga sebuah mesjid yang terletak di lokasi ini.
Menjelang pagi hari tanggal 20 Januari 1999, terjadi penyerangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh warga Kristen terhadap
kompleks Pasar Gambus, kompleks Pasar Mardika dan kompleks Pasar Pelita yang berada di tengah-tengah jantung kota.
Penyerangan ini dimulai dengan kosentrasi masa Muslim disekitar Jl. A. J. Patty menuju ke lapangan Merdeka Ambon yang diduga
akan melakukan penyerangan ke gereja Maranatha (gereja Pusat Ambon).
Masa Kristen yang berada di sekitar kompleks gereja Maranatha merasa terancam, akhirnya melakukan penyerangan ke lokasi
tersebut yang merupakan daerah yang mayoritas dihuni oleh warga muslim dengan jalan membakar habis kompleks tersebut.
Diperkirakan banyak korban yang meninggal, karena terjebak kebakaran yang hingga saat ini sulit teridentifkasi.

TIMBUL FANATISME AGAMA YANG KUAT
Kerusuhan demi kerusuhan di Pulau Ambon pada akhirnya bersangkut paut dengan sikap toleransi warga yang berdomesili di Pulau
Ambon. Sementara isu pertikaian yang bernuasa SARA semakin dipertajam sehingga menimbulkan panatisme antara masingmasing umat beragama. Berkenaan dengan itu maka pada tanggal 21 Januari 1999 warga Kristen yang berdomisili di Batu Gajah
Dalam mendengar terbunuhnya 2 (dua) orang pendeta dan pembakaraan beberapa buah gereja dalam penyerangan yang

dilakukan oleh warga Muslim dari jasirah Leihitu kemudian bangkit menyerang warga Muslim Dusun Batu Bulan dan membantai
sejumlah warganya. Dari data di lapangan terungkap 150 buah rumah dibakar/dirusak, 5 (lima) orang dibunuh dan 1 (satu) buah
Mesjid terbakar. Demikian juga pada tanggal yang sama warga Kristen yang berdomesili di Batu Gantung Dalam (Kampung
Ganemo), Mangga Dua, Kudamati ikut melakukan penyerangan terhadap warga Muslim yang berada di sekitarnya. Dalam
penyerangan ini 8 (delapan) orang meninggal dunia.. 5 (lima) orang warga Muslim diantaranya dibantai kemudian dibakar bersama
mobil truk yang mengangkutnya di kawasan Mangga Dua karena diduga sebagai propokator dan membawa bahan peledak.
Sementara itu di kawasan Desa Hative Besar Kotamadya Ambon terjadi penyerangan dari warga Muslim asal Buton, Bugis dan
Makasar dari Dusun Wailete yang berada di bawah wilayah Desa Hative Besar yang mengakibatkan puluhan rumah warga Kristen
Desa Hative Besar terbakar. Peristiwa ini selain dipicu oleh dampak kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999, juga diakibatkan
oleh dendam lama yaitu peristiwa kerusuhan yang terjadi pada bulan Nopermber 1998. Tindakan penyerangan warga Dusun
Wailete tersebut dibalas oleh warga Kristen Desa Hative Besar yang membakar habis lokasi pemukiman mereka. Akibat Peristiwa ini
ratusan rumah terbakar dan 4 (empat) orang Warga Muslim Meninggal, 1 buah Mesjid dan 1 buah Mushola terbakar.
PULAU AMBON TETAP BERGOLAK
Ketika beberapa lokasi Desa Kristen di luar pulau Ambon sebagaimana yang diuraikan di atas diserang dan dibumi hanguskan oleh
warga Muslim, maka hingga akhir bulan Januari 1999 situasi di Pulau Ambon terus bergolak, melalui berbagai pertikaian antar
kelompok yang bertikai (Muslim dan Kristen).
Dalam kurun waktu tersebut beberapa kejadian sempat terjadi dalam kota Ambon seperti di Gudang Arang, Batu Gong, Desa Passo
dan beberapa lokasi lain dalam skala kecil.
Di Gudang Arang pada tanggal 23 Januari 1999 kira-kira jam 14.00 WIT masa Muslim asal BBM (Buton, Bugis, Makasar) dengan
memanfaatkan aparat keamanan (bantuan) KOSTRAD yang berasal dari Ujung Pandang telah melakukan penyerangan dan

pembakaran rumah-rumah warga Kristen di Gudang Arang.
Beberapa orang pemuda warga Kristen yang mencoba mempertahankan diri ditembak oleh aparat keamanan yang mengakibatkan
1 (satu) orang meninggal dunia dan 6 (enam) orang luka-luka karena tembakan aparat keamanan serta beberapa buah rumah rusak
dan terbakar.
Melihat tindakan aparat keamanan yang memihak dalam bentuk memimpin penyerangan tersebut, salah seorang pemuda Kristen
sempat membantai seorang aparat keamanan dengan parang (golok) hingga meninggal dunia.
Sementara itu di Batu Gong Desa Passo pada tanggal 21 Januari 1999 terjadi penyerangan terhadap warga Muslim asal Buton di
Wailiha oleh masa Kristen Desa Passo. Walaupun tidak terjadi korban jiwa dan hanya 1 (satu) buah rumah terbakar, namun pada
tanggal 23 Januari 1999 masa Kristen Desa Passo kembali melakukan penyerangan. Kali terhadap masa Muslim di sekitar kompleks
pabrik Playwood Batu Gong. Akibat penyerangan ini 1 (satu) orang mengalami luka, 1 buah Mesjid terbakar dan beberapa buah
rumah warga Muslim rusak/terbakar

pasal 28 E ayat 1 sebagai dasar kebebasan beragama

Tindakan kerusuhan yang terjadi ambon jika melihat dari segi moral ,
mencerminkan sikap yang bertentangan dengan nilai nilai kemanusiaan.
Konstitusi yang merupakan kontrak sosial anatara rakyat dan pemerintah
harusnya mampu memberikan rasa aman dan pasti terhadap rakyatnya.
Seperti yang tertuang di prembule , kita seharusnya tidaklah memandang
sesama rakyat indonesia dengan pandangan etnosentrime suku , ras dan
budaya, akan tetapi pandanglah kita sebagai rakyat yang berasal dan
berbangsa indonesia yang menjunjung nilai nilai kemanusiaan yang
berdasarkan uud 1945 dan pancasila.

Penutup
konstitusi adalah merupakan atap dari pada pelanggaran dan kepastian atas HAM .HAM adalah hak-hak
dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar
HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain.
Kasus pelanggaran pada konfik AMBON 1999, menurut saya bukan kasus yang sederhana dan karena
itu penanganannya juga tidak sederhana, diharapkan pemerintah untuk penyelesaiannya. Karena salah
satu tugas pemerintah adalah memberikan jaminan terhadap hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani setiap warga negara, artinya setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
perlindungan negara dari ancaman terhadap jiwanya yang datang dari pihak lain, tugas ini adalah
bahagian dari tugas polisionil ( TNI DAN POLRI DAN KOMNASHAM) . Jadi, yang bertanggungjawab adalah
pemerintah yang dijalankan oleh POLDA taupun KODAM tempat peristiwa itu terjadi ( AMBON 1999)
sebagai lembaga yang menjamin keamanan , kenyamanan bangsa indonesia, pemerintah seharusnya
bertanggung jawab untuk pengusutannya agar tidak ada dendam yang dapat berdampak kerusuhan
lagi.

Daftar pustaka
1. manusia/emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/ - 72k  2. http://imadekariada.blogspot.com/2008/08/ham-dalam-konstitusi-uud-1945-dan.html
3. http://nasional.kompas.com/read/2012/11/04/08580419/Kompleksitas.Konfik.
Ambon
4. http://aseprudiphd.blogspot.com/2012/04/lemahnya-penegakan-hukum-dan-           
ham-di.html