Analisis pengaruh IHSG, Kurs, PDB, dan inflasi terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH IHSG, SBI, KURS, PDB, DAN

INFLASI TERHADAP KINERJA REKSADANA

PENDAPATAN TETAP

Oleh :

HASTRI NURDIANTI

NIM : 106081002421

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

ANALISIS PENGARUH IHSG, SBI, KURS, PDB, DAN INFLASI

TERHADAP KINERJA REKSADANA PENDAPATAN TETAP

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

HASTRI NURDIANTI NIM : 106081002421

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indoyama Nasarudin, SE., MAB NIP 196902032001121003 NIP 197411272001121002

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431H/2010


(3)

Hari ini Tanggal 8 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilaksanakan Ujian Komprehensif atas nama Hastri Nurdianti NIM : 106081002421 dengan judul skripsi “Analisis Pengaruh IHSG, SBI, Kurs, PDB, dan Inflasi terhadap Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap”. Memperhatikan penampilan Mahasiswa tersebut selama masa ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Maret 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Herni Ali HT, SE., MM Suhendra, S.Ag.,MM

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli


(4)

Hari ini Tanggal 28 Bulan April Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas nama Hastri Nurdianti NIM : 106081002421 dengan judul skripsi “Analisis Pengaruh IHSG, SBI, Kurs, PDB, dan Inflasi terhadap Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap”. Memperhatikan penampilan Mahasiswa tersebut selama masa ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 April 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indoyama Nasarudin, SE., MAB NIP 19690203 200112 1 003 NIP 19741127 200112 1 002

Penguji Ahli I,

Dr. Pudji Astuty, SE, MM NIP : 19770122 2003 121 001

Penguji Ahli II,

Arief Mufraini, Lc, Msi NIP : 19770122 2003 121 001


(5)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh IHSG, SBI, kurs, PDB, dan inflasi terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap. Penelitian ini menggunakan Nilai Aktiva Bersih (NAB) bulanan reksadana pendapatan tetap yang terdaftar di Bapepam-LK, serta data bulanan IHSG dari Bursa Efek Indonesia dan data bulanan SBI, kurs, PDB, inflasi yang diperoleh dari laporan bulanan Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode purposive sampling terpilih tiga reksadana pendapatan tetap yang masih aktif dan selalu ada selama enam tahun penelitian untuk dianalisis sebagai sampel. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel SBI,Kurs,PDB,Inflasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap. Dan variabel SBI dan PDB yang paling signifikan untuk mempengaruhi kinerja reksadana pendapatan tetap.Sedangkan variabel IHSG tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap.

Kata Kunci : Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap, IHSG, SBI, kurs, PDB, inflasi


(6)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of IHSG, SBI, exchange rate, GDP, and inflation toward the performance of Fixed Income Mutual Funds. This research uses the Net Asset Value (NAV) monthly Fixed Income Mutual Funds that registered in Bapepam-LK, monthly data of IHSG that registered in the Indonesia Stock Exchange and monthly data of SBI, exchange rate, GDP, and inflation was got from monthly report of Bank Indonesia. By using the purposive sampling method was chosen three fixed-income mutual funds are still active and always exist during six years of research to analyze the sample. Statistical tests used in this study is Multiple Regression Test. The results of this study indicate that SBI, exchange rate, GDP and inflation variables significantly affect the performance of fixed-income mutual funds. And SBI and GDP are most significantly affect the performance of fixed-income mutual funds. Meanwhile, IHSG variables have no significant influence on the performance of fixed-income mutual funds.

Keywords: Fixed Income Mutual Fund Performance, IHSG, SBI, exchange rate, GDP, inflation


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh IHSG, SBI, kurs, PDB, dan Inflasi terhadap Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap”. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang penuh ilmu pengetahuan.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Konsentrasi Keuangan, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, kiranya pembaca dapat memaklumi atas kelemahan dan kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga besarku yang senantiasa membantu, mendukung, dan mendoakan penulis, hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Motivasi dari kalian bagai mata air yang tak pernah kering bagi penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku dosen pembimbing I yang senantiasa ikhlas meluangkan waktunya di tengah kesibukan untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Bapak Indoyama Nasarudin, SE., MAB selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan


(8)

mengarahkan penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang secara tidak langsung telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis menggali ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu manajemen dari

pengantar sampai lanjutan.

6. Segenap tata usaha FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Pak Heri yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain.

7. Teman-teman FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2006 Manajemen C dan Keuangan A yang selalu ada dalam suka maupun duka serta memberikan motivasi selama masa perkuliahan. Khususnya Hery Hardjanto teman seperjuangan dalam banyak hal, Firman, Arifin, Nita, Murni, Shanti, Sendhot.

8. Kakak-kakakku : Mbak Ana, Kak Karyawansyah, Kak Bani, Kak Dani, Kak Herman, Kak Herawan yang rajin banget nanyain perkembangan skripsi.

9. Staf Kantor KUIN MART Ciputat tempat penulis melakukan kegiatan magang. Terima kasih atas segala ilmu dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan magang.

10.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima kasih banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan maupun kritikan yang konstruktif demi penyempurnaan hasil penelitian ini.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik manajer investasi, dunia bisnis, dunia akademisi, para pembaca


(9)

yang tertarik dengan penelitian tentang kinerja reksadana pendapatan tetap serta bagi penulis sendiri sebagai proses pengembangan diri.

Jakarta, Maret 2010

Penulis


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

1 Kerangka Pemikiran 60

2 Mekanisme Reksadana 77

3 Grafik Rata-Rata Nilai Aktiva Bersih Per Unit 80

4 Grafik Rata-Rata Hasil Return dan Standar Deviasi 81

5 Rata-Rata Kinerja Niaga Pendapatan Tetap B 83

6 Rata-Rata Kinerja Schroder Dana Mantap Plus 83

7 Rata-Rata Kinerja Trimegah Dana Tetap 84

8 Output Uji Normalitas Analisis Histogram 88

9 Output Uji Normalitas Analisis Grafik 89

10 Output Uji Heterokedastisitas 93


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1 Contoh Hasil Lelang SBI Target Lelang Rp 5 Miliar

38

2 Penelitian Sebelumnya 55

3 Daftar Reksadana Pendapatan Tetap (Januari 2003 s/d Desember 2008)

78 4 Daftar Reksadana Pendapatan Tetap yang

Terpilih untuk Penelitian

79

5 Rata-Rata Nilai Aktiva Bersih Per Unit 80

6 Rata-Rata Hasil Return dan Standar Deviasi 81

7 Rata-Rata Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap

Metode Sharpe (Januari 2003 s/d Desember 2008)

82

8 Nilai Rata-rata IHSG, SBI, KURS, PDB,

INFLASI dan Kinerja RDPT

85

9 Output Uji Normalitas Analisis Statistik 90

10 Output Uji Multikolinearitas 91

11 Output Uji Autokorelasi 92

12 Tabel Durbin Watson Test Bound 92

13 Output Uji Glejser pada Uji Heteroskedastisitas 94

14 Output Uji t 95

15 Output Uji F 97

16 Output Uji Koefisien Determinasi 98


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Nilai NAV/UNIT Reksadana Pendapatan Tetap Periode Januari 2003 s/d Desember 2008

108

2 Hasil Return dan Standar Deviasi Reksadana Pendapatan Tetap Periode Januari 2003 s/d Desember 2008

110

3 Hasil Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap Metode Sharpe dan Nilai IHSG, SBI, Kurs, PDB, dan Inflasi Periode Januari 2003 s/d Desember 2008

113

4 Uji Normalitas 123

5 Uji Multikolinearitas 125

6 Uji Autokorelasi 127

7 Uji Heterokedastisitas 127

8 Analisis Regresi 129


(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ...i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...iv

ABSTRAK ...vi

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

DAFTAR ISI...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan Masalah...9

C. Tujuan Penelitian ...10

D. Manfaat Penelitian ...10

BAB II LANDASAN TEORI A. Teoritis ...11

1. Pengertian Investasi dan Pasar Modal ... 11

2. Peranan Pasar Modal ... 14

3. Macam-Macam Pasar Modal... 17

4. Manfaat Pasar Modal ... 20

5. Return and Risk ... 21

6. Pengertian Reksadana ... 22

7. Jenis-Jenis Reksadana ... 23

8. Manfaat dan Risiko Reksadana... 26

9. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Reksadana ... 27

10.Reksadana Pendapatan Tetap ... 28

11.Mengukur Kinerja Reksadana ... 29

12.Pengertian IHSG, SBI, kurs, PDB, dan inflasi... 33

B. Penelitian Terdahulu ...51

C. Kerangka Pemikiran ...58

D. Pengembangan Hipotesis...61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ...63

B. Metode Pengumpulan Data...63

C. Metode Analisis Data...64


(14)

xv BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...72

B. Analisis dan Pembahasan...78

1. Analisis Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap ...78

2. Return dan Standar Deviasi Reksa Dana Pendapatan Tetap....79

3. Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap dengan Metode Sharpe82 4. Deskriptif Variabel ...84

5. Pengujian Asumsi Klasik ...88

a. Uji Normalitas...88

b. Uji Multikolinieritas ...90

c. Uji Autokorelasi ...92

d. Uji Heteroskedastissitas ...93

6. Pengujian Statistik ...95

a. Pengaruh variabel IHSG, SBI, KURS, PDB, dan INFLASI terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap (Uji t) ...95

b. Pengaruh variabel IHSG, SBI, KURS, PDB, dan INFLASI terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap (Uji F )...97

c. Pengujian Koefisien Determinasi (Adjust R-Square) ...98

d. Pengujian Koefisien Regresi ...98

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ...103

B. Implikasi ...104

DAFTAR PUSTAKA ...105


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

11 April 2005-Redemption Obligasi, ”Gempa”Reksa Dana Sejak akhir tahun 2004 beberapa indikator telah menunjukkan adanya kemungkinan perubahan trend suku bunga. Misalnya, kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, China, Australia dan Negara-negara Eropa. Sepanjang tahun 2004 bank sentral AS (The Fed) telah menaikan Fed Fund Target Rate sebesar 1,25 persen.Tingginya harga minyak mentah juga menjadi indikator kenaikan inflasi yang sejalan rencana kenaikan harga BBM yang telah didengungkan pemerintah sejak akhir 2004. Sayangnya, kebijakan suku bunga Bank Indonesia melalui SBI tidak memberikan konfirmasi akan hal ini. Dengan perubahan SBI yang sangat tidak signifikan sampai akhir maret lalu, BI seolah-olah menunjukkan kepada pasar bahwa suku bunga tidak akan naik. Ini memberikan sinyal yang tidak jelas kepada pelaku pasar.

Akibat optimisme yang berlebihan, banyak pelaku pasar yang memburu obligasi. Harga obligasipun terus naik sampai mencapai puncaknya pada bulan Januari 2005. Kenaikan harga obligasi juga didorong oleh masuknya dana baru ke reksa dana dalam jumlah yang sangat besar. Beberapa manager investasi ”terpaksa” membeli obligasi yang telah over valued tersebut meski sebenarnya mereka mempunyai pilihan untuk membeli obligasi dengan tenor pendek yang mempunyai resiko suku bunga lebih rendah dibandingkan


(16)

obligasi jangka panjang. Namun pilihan ini sering dilakukan untuk menyenangkan nasabah dengan tingkat pengembalian tinggi yang diberikan obligasi jangka panjang. Akibatnya portofolio didominasi obligasi dengan tenor jangka panjang yang berpotensi sebagai Bom waktu. Karena suku bunga naik, harga obligasi mengalami penurunan. Ini hal wajar karena pemilik modal ingin yield (imbal hasil) yang sesuai. Akibatnya, banyak Reksadana khususnya yang jenis pendapatan tetap (fixed income) yang berbasis Obligasi Negara dijual. Penawaran membludak, dampaknya harga obligasi ini turun dan NAB (nilai Aktiva Bersih) ikut merosot. Banyaknya “investor” reksadana yang masih terbiasa dengan karakter produk perbankan deposito semakin mendorong terjadinya Redemption (penarikan unit penyertaan reksadana oleh nasabah) besar-besaran plus “kehebohan2” akibat salah paham nasabah. “Ini kan “pendapatan tetap” tetapi kok nilai investasi saya malah minus”? Padahal yang “berpendapatan tetap” adalah kupon obligasi yang dibayarkan secara berkala oleh penerbit obligasi (emiten) kepada investor/pemegang surat berharga itu.

Adapun harga obligasi berfluktuasi sesuai dengan kondisi pasar. “Gempa” ini direspon BI dengan Intervensi Bank Indonesia yang mencoba meredam gejolak dengan membeli obligasi Negara Rp. 4,306 triliun di pasar. Namun ternyata tak mampu meredam hasrat investor mencairkan reksadananya.Akibat Redemption ini, per 11-April 2005 total dana turun sebesar Rp.18 trilliun dari posisi akhir Januari 2005. (Sumber : ”Redemption” yang menghantui Reksa Dana-Andi Suruji, Kompas Reksa Dana dan


(17)

Penurunan Harga Obligasi-Reslian Pardede, Kompas “Gempa” Reksa Dana-Susidiarto, Kompas).

September 2005, Rontoknya Reksa Dana Terpuruk sejak beberapa bulan lalu Nilai Aktiva Bersih (NAB) bahkan tinggal setengah dibanding posisi 2005. Bank sentral kembali mengambil langkah mengeringkan likuiditas dengan menaikkan Giro Wajib Minimum perbankan, menaikkan BI rate yang kemudian memicu kenaikan bunga deposito, semakin membuat pasar obligasi di Indonesia tidak kondusif. Pasar semakin gonjang-ganjing akibat pernyataan-pernyataan pejabat yang juga kurang kondusif. Januari 2005 data Bapepam menyebutkan NAB sebesar Rp. 108,22 triliun. Akhir Agustus 2005 NAB Rp. 62,97 triliun7 September 2005 NAB tinggal Rp. 48,44 triliun.

Dana eks reksadana masuk ke valas karena dollar terus menguat dan deposito karena kebijakan BI yang mengakibatkan suku bungan naik. Kebanyakan nasabah enggan membaca prospektus dan masih berjiwa sebagai deposan. Sehingga tidak bisa menerima saat NAB turun. Kebanyakan dari mereka merasa harus terus memperoleh keuntungan seperti layaknya deposito. Beberapa nasabah BNI Securities yang sempat memprotes karena NAB nya turun drastis, mengatakan tidak mau tahu kalau modal awal investasinya tergerus. Sebab saat menandatangani kontrak, nasabah dijanjikan agen penjualan bahwa modalnya tidak akan berkurang. Akan tetapi janji agen hanya disampaikan secara lisan. Inilah pentingnya proses edukasi bagi setiap pelaku dalam industri reksa dana. Ketua Bapepam Darmin Nasution mengatakan akan memeriksa sejumlah manager investasi perusahaan reksa dana terkait dugaan


(18)

pelanggaran pengelolaan dana nasabah. Menurut Darmin, Bapepam memiliki data portofolio masing masing perusahaan reksa dana sehingga mudah melakukan penyelidikan. Dijelaskannya, pihaknya mencermati secara khusus masalah ini, dan jika benar ada penyelewengan yang dilakukan manager investasi, akan ditindak. Banyak pelajaran,tetapi jangan sampai ada moral hazard (Sumber : Rontoknya Reksa Dana-Tiur Santi Oktavia, Kompas) September 2005 Reksa Dana, Pemerintah Harus Segera Turun Tangan ikut Berperan Aktif mempengaruhi SUN Peran edukasi, sosialisasi, Pengawasan terus ditingkatkan agar kredibilitas industri investasi khususnya reksadana kembali pulih dan terjaga. Karena bergairahnya kembali reksa dana adalah untuk kepentingan bersama. (Sumber : Reksa Dana Kepentingan Bersama,Ardhian Novianto-Kompas).

Penurunan drastis NAB, menjadikan reksa dana yang menjadi primadona sampai Januari 2005 dengan puncak dana kelolaan Rp. 110 triliun, sulit diharapkan bangkit ditahun 2006. Ada pengalaman, edukasi hingga optimisme. Turunnya inflasi dan hadirnya “inovasi” reksa dana terproteksi yang konon imbalannya sedikit lebih tinggi dari deposito tetapi pokoknya tak berkurang mudah-mudahan akan menjadi jawaban trauma investor/nasabah akibat turun drastis NAB. (Sumber : Reksa dana sulit kembali berjaya-Joice Tauris Santi, Kompas)

Kejatuhan pasar saham pada Agustus 2007 disebabkan adanya krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Secara definisi subprime mortgage adalah surat utang kredit pemilikan rumah atau KPR kepada masyarakat yang


(19)

memiliki kualitas kredit yang rendah namun memberikan imbal hasil tinggi. Adapun yang dimaksud dengan kualitas kredit yang rendah adalah debitur tidak punya penghasilan pasti dan tidak memiliki asset. Subprime mortgage sendiri merupakan salah satu jenis produk dari Asset Backed Securities. Apa yang dimaksud dengan ABS-Asset Backed Securities? ABS adalah efek utang beragunan asset yang dapat diperjual belikan investor di pasar obligasi (dapat berupa KPR, KKB-Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit) Aset-aset berupa piutang ini mengalami proses sekuritisasi sehingga menjadi efek. Proses sekuritisasi sebagai berikut :

1. Ada penjualan kumpulan piutang oleh kreditor yaitu bank ataupun lembaga keuangan yang mempunyai asset keuangan.

2. Kreditor asal ini kemudian menunjuk perseroan terbatas (pihak ketiga) yang berbentuk Special Purpose Vehicle (SPV) untuk membeli asset keuangan dari kreditor asal.

3. SPV menerbitkan surat hutang atau surat partisipasi yang pembayarannya terutama bersumber dari kumpulan surat piutang. Surat inilah yang disebut dengan ABS (Asset Backed Securities). Penawaran ABS ini dapat dilakukan baik melalui private placement ataupun penawaran publik pada investor.

ABS sampai saat ini belum bisa diterapkan di Indonesia. Permasalahan utama karena UU Perseroan Terbatas di Indonesia belum mengatur mengenai bentuk special purpose vehicle (SPV). Tahun 2003 Badan Pengawas Pasar Modal/Bapepam akhirnya mengatur mengenai SPV


(20)

melalui peraturan Bapepam No.IX.K.I tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragunan Asset (Asset Backed Securities) sebagaimana dimuat dalam Surat keputusan(SK) Ketua Bapepam Nomor Kep-28/PM/2003 tanggal 21 Juli 2003. Pada Peraturan ini dijelaskan bahwa SPV untuk ABS di Indonesia menggunakan bentuk Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragunan Aset (KIK-EBA). Dari segi investor sendiri, investasi di KIK EBA akan mendatangkan keuntungan berupa imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan SUN atau obligasi korporasi. (Sumber:ABS Sebagai Instrumen Investasi,Priyo Santoso-Kompas)

Harga obligasi rupiah akhirnya mengalami pemulihan minggu lalu setelah tertekan sejak Juli 2007. Kenaikkan harga tersebut mengindikasikan pasar obligasi domestik telah melewati titik terdalam pada potret lembah pergerakan harga dalam episode krisis finansial global 2007-2008. Selisih yield antara SUN dan US Treasury berjangka waktu sama-sama 10 tahun bertambah lebar dari waktu ke waktu sejak September 2007, saat ini mencapai 9 persen, ini menarik investor lokal membeli obligasi SUN. Pemerintah sangat diharapkan bisa menjaga kondisi kondusif ini. (Sumber : Obligasi Rupiah Bangkit Dari Titik Terendah,Budi Susanto –Kompas)

Pasar Modal (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bias diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri. Pasar Modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berkembang cukup dinamis. Kedinamisan tersebut salah


(21)

satunya ditandai dengan berkembangnya secara pesat Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) di Pasar Modal Indonesia.

Reksa Dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 telah diberikan definisi “Reksa Dana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”. Dengan kata lain, Reksa Dana merupakan wadah berinvestasi secara kolektif untuk ditempatkan dalam portofolio berdasarkan kebijakan investasi yang ditetapkan oleh fund manajer

atau manajer investasi.

Salah satunya yang bisa dipertimbangkan menaikkan portofolio di pasar modal adalah reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana yang investasinya fokus pada instrumen pendapatan tetap yaitu obligasi. Jenis reksa dana pendapatan tetap mengandalkan penghasilannya dari tingkat suku bunga (kupon) yang sifatnya stabil dari instrumen obligasi tersebut. Komposisi investasi reksa dana pendapatan tetap bisa berbanding 80% investasi pada obligasi dan sisanya 20% pada instrumen perbankan seperti tabungan dan deposito.

Setelah sempat menuai badai pencairan yang cukup besar pada pasar reksa dana berbasis obligasi akibat penurunan harga obligasi secara signifikan pada 2005 sebagai dampak langsung dari kenaikan tingkat suku bunga SBI,


(22)

maka sebaliknya tren penurunan suku bunga sepanjang 2006 mengakibatkan naiknya nilai obligasi di pasar, sehingga berdampak terhadap peningkatan kinerja reksa dana pendapatan tetap.

Karena itu reksa dana pendapatan tetap masih dapat menjadi sarana investasi yang layak dipertimbangkan. Contohnya, reksa dana yang sebagian besar portofolio investasi dialokasikan pada obligasi pemerintah Republik Indonesia.

Baik buruknya suatu investasi tidak terlepas dari faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, faktor-faktor yang diduga memiliki pengeruh terhadap kinerja reksadana adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), perubahan kurs mata uang (Rupiah terhadap Dollar), tingkat PDB suatu negara, dan tingkat inflasi dalam negeri. Faktor-faktor tersebut secara teoritis sangat berkaitan dengan kinerja portofolio reksadana sehingga diharapkan dapat menjadi indikator kuat bagi investor untuk mengetahui kinerja reksadana pendapatan tetap. Penting bagi para pelaku investasi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut, agar para pelaku investasi terutama yang melakukan investasi pada reksadana pendapatan tetap dapat mengambil keputusan investasi yang lebih tepat ataupun melakukan antisipasi lebih lanjut terkait keputusan investasinya pada saat terjadi perubahan yang signifikan pada faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu penulis mengambil judul skripsi, “Analisis Pengaruh IHSG, SBI, Kurs, PDB, dan Inflasi Terhadap Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap”.


(23)

B. Perumusan Masalah

Untuk berinvestasi dalam reksadana perlu melihat beberapa indikator makro ekonomi sebagai tolok ukur kinerja reksadana terebut. Oleh karena itu kita perlu mengetahui sejauh mana fakto-faktor seperti IHSG, SBI, kurs, PDB dan inflasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap. Maka yang menjadi perumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana kinerja reksadana pendapatan tetap setiap bulannya berdasarkan Metode Sharpe.

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari IHSG, SBI, Kurs, PDB, dan inflasi terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap.

3. Variabel manakah yang memberikan pengaruh paling dominan terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas meka tujuan penelitian ini adalah : 1. Memberi penjelasan mengenai kinerja reksadana pendapatan tetap

berdasarkan data NAB (bulanan), return dan risiko (bulanan).

2. Menganalisa pengaruh yang signifikan IHSG, SBI, kurs, PDB, dan inflasi terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap.

3. Menganalisa variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap kinerja reksa dana pendapatan tetap.


(24)

10 D. Manfaat Penelitian

a. Dunia investasi :

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk menentukan strategi yang tepat dalam menanamkan investasi di reksadana pendapatan tetap.

b. Dunia akademisi :

Sebagai kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan manajemen keuangan, khususnya mahasiswa, penelitian ini akan menambah keragaman referensi atas fakta-fakta ekonomi di Indonesia. c. Penulis :

Motivasi untuk mengembangkan pengetahuan dan mengaktualisasikan keilmuan yang diperoleh di bangku kuliah.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teoritis

1. Pengertian Investasi dan Pasar Modal a. Pengertian Investasi

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa-masa yang akan datang. Keputusan penanaman modal tersebut dapat dilakukan oleh individu atau suatu entitas yang mempunyai kelebihan dana. Investasi dalam arti luas terdiri dari 2 bagian utama, yaitu : investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable securities atau fiancial assets). Aktiva riil adalah aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate. Sedangakan aktiva finansial adalah surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas. (Sunariyah, 2006 : 4)

Pemilikan aktiva finansial dalam rangka investasi pada sebuah entitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : investasi langsung (direct investing) dan investasi tidak langsung (indirect investing). Investasi langsung diartikan sebagai suatu pemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah


(26)

go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains. Sedangkan investasi tidak langsung terjadi bilamana surat-surat berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment company) yang berfungsi sebagai perantara. Pemilikan aktiva tidak langsung dilakukan melalui lembaga-lembaga keuangan terdaftar, yang bertindak sebagai perantara atau intermediary. Dalam peranannya sebagai investor tidak langsung, pedagang perantara (pialang) mendapatkan dividen dan capital gain seperti halnya dalam invesatsi langsung, selain itu juga akan memperoleh penerimaan berupa capital gain atas hasil perdagangan portofolio yang dilakukan oleh perusahaan perantara tersebut. (Sunariyah, 2006 : 4)

b. Pengertian Pasar Modal

Menurut Iskandar Z. Alwi (2003 : 14), secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat yang terorganisasi dimana efek-efek diperdagangkan. Bursa efek adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek, yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya.


(27)

Selanjutnya, definisi pasar modal menurut Kamus Pasar Uang dan Modal adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang menawarkan dan pihak yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka waktu satu tahun ke atas. Abstrak dalam pengertian pasar modal berarti transaksi dilakukan melalui mekanisme

over the counter (OTC). Menurut David L. Scott, pasar modal adalah pasar untuk dana jangka panjang tempat saham biasa, saham preferen dan obligasi diperdagangkan.

Menurut Sunariyah (2006 : 5), pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang kauangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.

Pasar modal yang diuraikan disini adalah tempat pertemuan antara penawaran dengan permintaan surat berharga. Di tempat inilah para pelaku pasar yaitu individu-individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana (surplus funds) melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten. Sebaliknya, di tempat itu pula perusahaan (entities) yang membutuhkan dana menawarkan surat berharga dengan cara listing terlebih dahulu pada badan otoritas di


(28)

pasar modal sebagai emiten. Dengan wawasan yang luas, proses transaksi pada dasarnya tidak dibatasi oleh lokasi dan dinding gedung pasar modal, mengingat transaksi dapat terjadi dimanapun juga.

Meskipun demikian, dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan dapat dipercaya, maka transaksi diatur dalam kerangka sistem yang terpadu di bawah kendali suatu pasar modal yang secara legal dijamin oleh undang-undang negara, maka transaksi investasi tidak akan terlaksana dan tidak akan menghasilkan iklim yang kondusif. Jaminan yang diberikan negara akan mendorong pasar modal menjadi efisien.

Menurut Prof. Dr. Ahmad Rodoni (2008 : 40), pasar modal adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang (dana yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) tahun) dan merupakan pasar yang konkret.

2. Peranan Pasar Modal

Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang pada dasarnya mempunyai kesamaan antara satu negara dengan negara lain. Hampir semua negara di dunia ini mempunyai pasar modal, yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi keperluan industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal. Terkecuali dalam negara dengan perekonomian sosialis ataupun tetutup, pasar modal bukanlah suatu keharusan. (Sunariyah, 2006 : 7)


(29)

Seberapa besar peranan pasar modal dalam suatu negara dapat dilihat dari 5 (lma) segi sebagai berikut ini:

1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan. Ditinjau dari segi lain, pasar modal memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi sehingga keua belah pihak dapat melakukan transaksi tanpa melalui tatap muka (pembeli dan penjual bertemu secara tidak langsung). Pada dewasa ini, kemudahan tersebuut dapat dilakukan dengan lebih sempurna setelah adanya sistem perdagangan efek melalui fasilitas perdagangan berkomputer. 2) Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk

menentukan hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan mendorong perusahaan (emiten) untuk memenuhi keinginan para pemodal. Pasar modal menciptakan peluang bagi perusahaan untuk memuaskan keinginan para pemegang saham, kebijkan dividen dan stabilitas harga sekuritas yang relatif normal. Pemuasan yang diberikan kepada pemegang saham tercermin dalam harga sekuritas. Tingkat kepuasan hasil yang diharapkan akan menentukan bagaimana pemodal menanam dananya dalam surat berharga atau sekuritas dan tingkat harga sekuritas di pasar mencerminkan kondisi perusahaan.

3) Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal para investor dapat melikuidasi surat


(30)

berharga yang dimiliki tersebut pada setiap saat. Apabila pasar modal tidak ada, maka investor terpaksa harus menunggu pencairan surat berharga yang dimilikinya sampai dengan saat likuidasi perusahaan. Keadaan semacam ini akan menjadikan investor kesulitan menerima uangnya kembali, bahkan tertunda-tunda dan berakibat menerima risiko rugi yang sulit diprediksi sebelumnya. Eksistensi operasi pasar modal memberikan kepastian dalam menghindarkan risiko rugi, yang pada dasarnya tidak seorangpun investor yang bersedia menanggung kerugian tersebut. Jadi, operasi pasar modal dapat menghindarkan ketidakpastian dimasa datang dan segala bentuk risiko dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik.

4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian. Masyarakat berpenghasilan kecil mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan alternatif cara penggunaan uang mereka. Selain menabung, uang dapat dimanfaatkan melalui pasar modal dan beralih ke investasi yaitu dengan membeli sebagian kecil saham perusahaan publik. Apabila sebagian kecil saham tersebut sedikit demi sedikit berkembang dan meningkat jumlahnya maka ada kemungkinan bahwa masyarakat dapat memiliki saham mayoritas.

5) Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. Bagi para pemodal, keputusan investasi harus didasarkan pada tersedianya informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Pasar modal


(31)

dapat menyediakan kebutuhan terhadap iformasi bagi para pemodal secara lengkap, yang apabila hal tersebut harus dicari sendiri akan memerlukan biaya yang sangat mahal. Dengan adanya pasar modal tersebut biaya memperoleh informasi ditanggung oleh seluruh pelaku pasar bursa, yang dengan sendirinya akan jauh lebih murah. Biaya informasi tersebut diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1) biaya pencarian (search costs) informasi tentang perusahaan (emiten). Termasuk didalamnya adalah biaya eksplisit, seperti biaya iklan untuk mengumumkan jual/beli saham. Disamping itu, harus diperhitungkan pula adanya biaya implisist, seperti waktu mencari calon pembeli atau calon investor.

2) biaya informasi termasuk mencari informasi tentang kelebihan atau dkielemahan surat berharga. Misalnya, dividen dari suatu saham perusahaan. Dalam pasar modal yang efisien informasi itu dicerminkan dalam harga saham.

3. Macam-Macam Pasar Modal

Penjualan saham (termasuk jenis sekuritas lain) kepada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal dimana sekurutas tersebut diperjualbelikan. (Sunariyah, 2006 : 12) Jenis-jenis pasar modal tersebut ada beberapa macam, yaitu:


(32)

a. Pasar Perdana (Primary Market)

Pasar perdana adalah : “Penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder”. Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa pasar perdana merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham-saham atau sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum) sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa. Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang akan go public (emiten), berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan. Peranan penjamin emisi pada pasar perdana selain menentukan harga saham, juga melaksanakan penjualan saham kepada masyarakat sebagai calon pemodal.

b. Pasar Sekunder (Secondary Market)

Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah melewati masa penawaran pada pasar perdana. Jadi, pasar sekunder dimana saham dan sekuritas lain diperjualbelikan secara luas, setelah melalui penjualan di pasar perdana. Harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Perdagangan pasar sekunder bila dibandingkan dengan pasar perdana mempunyai volume perdagangan yang jauh lebih besar. Jadi, dapat disimpulkan, bahwa pasar sekunder merupakan pasar yang memperdagangkan saham sesudah melewati pasar perdana. Sehingga


(33)

hasil penjualan saham disini tidak lagi masuk modal perusahaan, melainkan masuk ke dalam kas para pemegang saham yang bersangkutan.

c. Pasar Ketiga (Third Market)

Pasar ketiga adalah tempat perdagagan saham atau sekuritas lain di luar bursa (over the counter market). Bursa paralel merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi di luar bursa efek resmi, dalam bentuk pasar sekunder yang diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi dan dibina oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Jadi, dalam pasar ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang dinamakan floor trading

(lantai bursa). Operasi yang ada dalam pasar ketiga berupa pemusatan informasi yang disebut “ trading information”. Informasi yang diberikan dalam pasar ini meliputi : harga-harga saham, jumlah transaksi, dan keterangan lainnya mengenai surat berharga yang bersangkutan. Dalam sistem perdagangan ini pialang dapat bertindak dalam kedudukan sebagai pemegang efek maupun sebagai perantara pedagang.

d. Pasar Keempat (Fourth Market)

Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antar pemodal atau dengan kata lain pengalihan saham dari satu pemegang saham ke pemegang lainnya tanpa melalui perentara pedagang efek. Bentuk transaksi dalam perdagangan semacam ini biasanya dilakukan


(34)

dalam jumlah besar (block sale). Meskipun transaksi pengalihan saham tersebut terjadi secara langsung antara pemodal satu dengan pemodal lain, mekanisme kerja dalam pasar modal menghendaki pelaporan terhadap transaksi block sale tersebut kepada Bursa Efek secara terbuka. Jadi, pada akhirnya transaksi antar pemodal tersebut harus dicatatkan pula di bursa efek. (Sunariyah, 2006 : 15)

4. Manfaat Pasar Modal

Menurut Iskandar Z. Alwi (2003 : 18), pasar modal menawarkan

beberepa manfaat bagi pemerintah, dunia usaha, dan investor. Manfaat ini adalah :

a. Pasar modal adalah sumber pendapatan bagi negara karena perusahaan yang go public membayar pajak kepada negara.

b. Bagi dunia usaha (perusahaan), pasar modal dapat menjadi alternatif penghimpunan dana, selain dari sistem perbankan dari masyarakat, untuk membiayai kehidupan perusahaan.

c. Pasar modal adalah leding indicator bagi trend ekonomi negara.

d. Pasar modal memungkinkan pemodal melakukan diversifikasi investasi, membentuk portofolio sesuai dengan risiko yang ia bersedia tanggung dan tingkat keuntungan yang diharapkannya.

e. Pasar modal menciptakan iklim yang sehat bagi perusahaan, karena menyebarkan pemilikan, keterbukaan dan profesionalisme.

f. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, membuka peluang bagi kontrol sosial oleh masyarakat pemodal dan pemerintah.


(35)

g. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik. 5. Return and Risk

a. Hasil yang Diharapkan (ExpectedReturn)

Kalau kita mengatakan bahwa suatu investasi mempunyai risiko, berarti bahwa investasi tersebut tidak akan memberikan keuntungan yang pasti. Oleh karena itu, investor perlu memperkirakan langsung hasil yang diharapkannya.

Dalam meramal hasil portofolio yang diharapkan, investor menggunakan beberapa variabel. Anggap saja, bahwa investor menghendaki investasi pada suatu perusahaan. Maka investor terlebih dahulu harus melakukan estimasi hasil yang diharapkan. Formula untuk menghitung estimasi hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut (Iskandar Z. Alwi, 2003 : 128) :

keterangan :

E (R1) = Hasil yang diharapkan

DIV1 = Dividen yang diharapkan perlembar saham P1 = Harga yang diharapkan pada akhir tahun pertama P0 = Harga saham sekarang (harga pasar)

E (R1) = DIV

b. Risiko Portofolio yang diharapkan

Yang dimaksud dengan risiko portofolio adalah kemungkinan bahwa hasil yang diharapkan dari investasi berbeda dengan hasil yang dicapai. Markowitz menyatakan bahwa risiko yang diharapkan tergantung pada keanekaragaman kemungkinan hasil yang diharapkan.

1 + (P1 – P0)

P0


(36)

untuk mengukur risiko yang diharapkan digunakan standar deviasi. Standar deviasi dalam matematika digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan. Secara statistika, standar deviasi yang digunakan untuk mengukur risiko yang diharapkan adalah sebagai berikut (Sunariyah, 2006 : 198) :

Dimana :

σ = Standar deviasi hasil yang diharapkan

P = Probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan r = Kemungkinan tingkat hasil

E (r) = Hasil yang diharapkan σ = ∑ P [r – E (r) ]2

6. Pengertian Reksadana

Reksadana dapat diartikan sebagai suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. (Ps. 1, UU PM dalam Dwina Septiani, 2003 : 20)

Dalam Kamus Keuangan Reksadana didefinisikan sebagai portofolio aset keuangan yang terdiversifikasi, dicatatkan sebagai perusahaan investasi yang terbuka, yang menjual saham kepada masyarakat dengan harga penawaran dan penarikannya pada harga nilai aktiva bersihnya. (Adler Haymans Manurung, 2008 : 1)

Reksadana merupakan perusahaan yang menanamkan modalnya dalam berbagai portofolio saham yang beragam (diversified portofolio).


(37)

Seorang investor yang melakukan investasi dapat menaikkan keuntungan yang diharapkan (expected return) dan menimalkan risiko. Sebagai suatu perusahaan, reksadana memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan perusahaan lain yang berbentuk PT. (Ahmad Rodoni, 2008 : 79)

Reksadana merupakan kumpulan saham-saham, obligasi-obligasi atau sekuritas lainnya yang dimiliki oleh sekelompok pemodal dan dikelola oleh perusahaan investasi profesional. Dana yang diinvestasikan pada reksadana dari pemodal akan disatukan dengan dana yang berasal dari pemodal lainnya untuk menciptakan kekuatan membeli yang jauh lebih besar dibanding mereka harus melakukan investasi sendiri. (Sunariyah, 2006 : 234)

7. Jenis-Jenis Reksadana

Membedakan reksadana dapat dilakukan dengan melihat beberapa sudut pandang, antara lain, sebagai berikut (Iskandar Z. Alwi, 2003 : 144-145):

Reksadana dilihat dari bentuk badan hukum :

a. Reksadana berbentuk perseroan (Corporate Type). dalam bentuk reksadana ini, perusahaan penerbit reksadana menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari hasil penjualan tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal dan di pasar uang. Reksadana bentuk perseroan dibedakan lagi berdasarkan sifaatnya menjadi reksadana perseroan yang tertutup, dan reksadana perseroan yang terbuka.


(38)

b. Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif (Contractual Type). Reksadana bentuk ini merupakan kontrak antara manajer investasi dengan bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan. Dalam hal ini manajer investasi diberi wewenang intuk mengelola portofolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Bentuk inilah yang lebih populer dan jumlahnya semakin bertambah dibandingkan dengan reksadana yang berbentuk perseroan. Bentuk ini bercirikan :

1) bentuk hukumnya adalah kontrak investasi kolektif

2) pengelolaan reksadana dilakukan oleh manajer investasi berdasarkan kontrak

3) penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh bank kustodian berdasarkan kontrak.

Reksadana dilihat dari sifatnya :

a. Reksadana bersifat tertutup (closed-end funds). Ini adalah reksadana yang tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual pada pemodal. Artinya, pemegang saham tidak dapat menjual kembali sahamnya kepada manajer investasi. Apabila pemilik saham hendak menjual sahamnya, hal ini harus dilakukan melalui bursa efek tempat saham reksadana bersangkutan dicatatkan.

b. Reksadana bersifat terbuka (open-end funds). Ini adalah reksadana yang menawarkan dan membeli kembali saham-sahamnya dari pemodal sampai sejumlah modal yang sudah dikeluarkan. Pemegang


(39)

saham jenis ini dapat menjual kembali saham/unit penyertaannya setiap saat apabila diinginkan. Manajer investasi reksadana, melalui bank kustodian, wajib membelinya sesuai dengan NAB per saham/unit pada saat tersebut.

Reksadana dilihat berdasarkan tujuan investasi

Tujuan investasi yang dimaksud adalah apakah orientasi investasinya pada efek pasar modal atau pasar uang atau kombinasi dari kedua-duanya. Tentunya kondisinya akan memberikan perbedaan, baik dari segi pendapatan dan risiko maupun jangka waktu investasi. Adapun jenis-jenis reksadana berdasarkan tujuan investasi adalah :

a. Reksadana pertumbuhan (Growth Funds). Reksadana pertumbuhan mengkhususkan investasi pada efek pasar modal berupa saham-saham likuid, dengan harapan dapat memberikan capital gain yang tinggi walaupun mendapat dividen yang tidak memadai. Tentunya investasi ini mengandung risiko yang cukup tinggi.

b. Reksadana pendapatan (Income Funds). Reksadana ini mengkhususkan investasinya pada efek pasar modal berupa saham obligasi, terutama efek yang dapat memberikan dividen atau bunga yang tinggi. Investasi dalam efek saham, tentunya tim pengelola akan memperhitungkan kemungkinan dividen yang akan diperoleh lebih tinggi dari rata-rata dan juga dalam hal obligasi akan memperhatikan peringkat obligasi tersebut yang tentunya diberikan oleh perusahaan pemeringkat yang telah disetujui Bapepam.


(40)

c. Reksadana Pasar Uang (Money Market Funds). Investasi ini akan dikhususkan pada instrumen pasar uang sseperti deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) maupun berupa surat utang yang dapat memberikan pendapatan bunga lebih tinggi, tentunya dengan memperhatikan segala kemungkinan risiko. d. Reksadana Berimbang (Balanced Funds). Investasi ini akan

mengutamakan penganekaragaman jenis efek seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang dan instrumen lain dengan harapan akan mendapatkan dividen, bunga dan capital gain. Jenis reksadana ini lebih banyak disukai oleh pemodal karena lebih stabil.

8. Manfaat dan Risiko Reksadana

Menurut Dwina Septiani (2003 : 22) manfaat reksadana antara lain : a. Mendapat keuntungan pajak

b. Diversifikasi dan akses investasi yang lebih luas dengan dana terbatas c. Dapat dicairkan setiap saat

d. Risiko terkontrol dengan baik

e. Bebas dari pekerjaan Administrasi dan Analisa Investasi f. Investasi dengan mudah dan fleksibel

g. Informasi yang transparan dan laporan yang rutin

h. Potensi keuntungan yang lebih tinggi dari tingkat bunga deposito i. Pendapatan berkala berupa pembagian unag tunai

j. Biaya pengelolaan yang relatif lebih rendah


(41)

Sedangkan risiko utama reksadana antara lain sebagai berikut : a. Risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik

b. Risiko berkurangnya nilai Unit Penyertaan yang disebabkan oleh : 1) Perubahan harga efek

2) Perubahan tingkat bunga deposito 3) Biaya pembelian dan Penjualan Kembali 4) Wanprestasi pihak-pihak terkait

c. Risiko likuiditas

d. Risiko atas pertanggungan kekayaan reksadana 9. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Reksadana

a. Manajer Investasi

Adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah dan pengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah :

1) Menyiapkan KIK, prospektus sampai efektif 2) Mengelola dana nasabah

3) Memberikan training untuk produk reksadana dan back-office settlement

4) Memberikan ulasan pasar secara periodik 5) Data support untuk customer maintenance 6) Marketing support : ikut memasarkan produk


(42)

b. Bank Kustodian

Kustodian adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek.

1) Sale keeping-Settlement-Fund Accounting/ perhitungan NAB

2) Transfer Agent 3) Data Support

c. Mitra Penjualan (misal : bank) Dapat bertindak sebagai sponsor

1) Selling Agent

2) Client administrator

3) Melakukan promosi dan pemasaran produk

4) Memodifikasi produk hingga dapat “link” ke produk bank lainnya (Dwina Septiani, 2003 : 23)

10.Reksadana Pendapatan Tetap

Menurut Sapto Rahardjo (2004 : 159-160), reksadana Fixed Income adalah reksadana yang portofolio investasinya fokus pada instrumen pendapatan tetap, seperti obligasi. Jenis reksadana pendapatan tetap mengandalkan penghasilan dari tingkat suku bunga (kupon) yang sifatnya stabil dari instrumen obligasi tersebut. Sebagai contoh, komposisi investasi reksadana pendapatan tetap bisa berbanding 80% investasi pada instrumen obligasi dan sisanya, sebanyak 20% pada instrumen pasar uang berbentuk deposito perbankan.


(43)

Kebijakan investasi reksadana pendapatan tetap, biasanya mengalokasikan dana investasinya pada instrumen obligasi yang bisa dibeli melalui proses penawaran umum (pasar perdana) atau dengan melakukan transaksi pembelian obligasi pada pasar sekunder ; harga pokok obligasi bisa di atas nilai harga par (nilai nominal obligasi).

11.Mengukur Kinerja Reksadana a. Metode Sharpe

Menurut Eko Priyo Pratomo, dkk, (2004 : 195-196), pengukuran dengan metode Sharpe didasarkan atas apa yang disebut premium atas risiko (risk premium). Risk premium adalah perbedaan antara rata-rata kinerja yang dihasilkan oleh reksadana dengan rata-rata kinerja investasi yang bebas risiko. Dalam pembahasan ini, investasi tanpa risiko diasumsikan merupakan tingkat bunga rata-rata dari SBI. Pengukuran Sharpe diformulasikan sebagai ratio risk premium

terhadap standar deviasinya :

Keterangan : SRD = KINERJA

SRD = nilai ratio Sharpe

KinerjaRD = rata-rata kinerja reksadana sub periode tertentu

KinerjaRF = rata-rata kinerja investasi bebas risiko sub perode tertentu

σ = standar deviasi reksadana untuk sub periode tertentu. RD-KINERJARF

σ


(44)

Standar deviasi (σ) merupakan risiko fluktuasi reksadana yang dihasilkan karena berubah-ubahnya laba yang dihasilkan dari sub periode ke sub periode lainnya selama seluruh periode. Dalam teori portofolio standar deviasi merupakan penjumlahan dari risiko pasar (systematic risk) dan unsystematic risk.

Dengan membagi risk premium dengan standar deviasi, Sharpe mengukur risk premium yang dihasilkan per unit risiko yang diambil. Pengetiannya adalah sebagai berikut. Investasi pada SBI tidak mengandung risiko dengan jaminan bunga sebesar Rf. Invesatsi pada portofolio reksadana mengandung risiko sehingga diharapkan menghasilkan tingkat laba yang lebih besar dari Rf. Sharpe mengukur berapa perbedaan Rj – Rf atau risk premium yang dihasilkan untuk tiap unit risiko yang diambil. Dengan memperhitungkan risiko, makin tinggi nilai pengukuran Sharpe, makin baik kinerja reksadana. (Eko Priyo Pratomo, dkk, 2004 : 195-196)

b. Metode Treynor

Pengukuran dengan metode Treynor juga didasarkan pada risk premium, seperti halnya Sharpe. Namun, dalam Treynor digunakan pembagi beta (β) yang merupakan risiko fluktuasi relatif terhadap risiko pasar. Beta dalam konsep CAPM merupakan risiko sistematik (risiko pasar). (Agus Dharma, 1997 : 148)

Pengukuran dengan metode Treynor diformulasikan sebagai berikut : TRD = KINERJARD-KINERJARF

β


(45)

Keterangan :

TRD = nilai ratio Treynor

KinerjaRD = rata-rata kinerja reksadana sub periode tertentu

KinerjaRF = rata-rata kinerja investasi bebas risiko sub perode tertentu

β = slope persamaan garis hasil regresi linier

Pengukuran kinerja dengan model Sharpe dan Treynor bersifat komplementer, karena memberikan informasi yang berbeda. Portofolio reksadana yang tidak terdiversifikasi akan mendapat peringkat yang tinggi untuk Treynor namun peringkatnya lebih rendah untuk pengukuran Sharpe. Portofolio reksadana yang terdiversifikasi dengan baik akan mempunyai ranking yang sama untuk kedua jenis pengukuran. Perbedaan peringkat pada kedua pengukuran di atas menunjukkan perbedaan baik buruknya diversifikasi portofolio tersebut relatif terhadap portofolio sejenis. Oleh karenanya kedua pengukuran tersebut sebaiknya dilakukan bersama. (Agus Dharma, 1997 : 149)

c. Metode Jensen

Sama halnya dengan metode Treynor, Jensen menggunakan faktor beta dalam mengukur kinerja investasi suatu portofolio yang didasarkan atas pengembangan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Jensen mengemukakan hasil penelitiannya terhadap 115 Reksadana dalam kurun waktu 1945-1964. Pengukuran dengan metode Jensen menilai kinerja Manajer Investasi berdasarkan atas seberapa besar


(46)

Manajer Investasi tersebut mampu memberikan kinerja di atas kinerja pasar sesuai risiko yang dimilikinya. Kelebihan inilah yang digambarkan oleh Jensen sebagai perpotongan garis regresi linier pada sumbu y (pada grafik [KinerjaRD-KinerjaRF] vs [KinerjaP-KinerjaRF]) dan disebut dengan perpotongan Jensen dengan notasi Alfa (α). Semakin tinggi nilai α positif, semakin baik kinerjanya. (Eko Priyo Pratomo, dkk, 2004 : 197-198)

(KinerjaRD-KinerjaRF)=α+ x (KinerjaP-KinerjaRF) β

Ket :

α = nilai perpotongan Jensen KinerjaRD = kinerja reksadana

KinerjaRF = kinerja investasi bebas risiko Kinerja p = kinerja pasar

β = slope persamaan garis hasil regresi linier

Berbeda dengan pengukuran pada metode Treynor yang menggunakan rata-rata kinerja untuk sub periode tertentu, metode Jensen menggunakan data setiap periode (dalam hal ini mingguan) dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran Jensen dalam bentuk α positif yang semakin tinggi menunjukkan kinerja yang semakin baik.

Informasi mengenai kinerja yang disertai pengukuran risiko akan lebih bermanfaat bagi investor, karena setiap investor memiliki toleransi risiko yang berbeda-beda, sehingga dalam memilih


(47)

reksadana, investor tersebut dapat menyesuaikan dengan tingkat risiko yang dimilikinya. (Eko Priyo Pratomo, dkk, 2004 : 197-198)

12.Pengertian IHSG, SBI, kurs, PDB, dan inflasi a. IHSG

IHSG menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan saham tersebut disajikan setiap hari, berdasarkan harga penutupan bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek.

Indeks harga saham gabungan seluruh saham adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Meksud gabungan seluruh saham ini adalah kinerja saham yang dimasukkan dalam perhitungan seluruh saham yang tercatat di bursa tersebut (Sunariyah, 1997 : 126).

Menurut Ronny Pramulia (2009 : 30) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan suatu indikator yang secara umum mencerminkan kecenderungan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia. IHSG di BEI disebut juga composite index yang dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang dari seluruh saham yang listing di BEI.


(48)

Indeks komposit merupakan indikator yang secara umum mencerminkan kecenderungan pergerakan harga saham di Bursa Efek. Perhitungan Indeks Saham dilakukan secara terus-menerus dengan berpatok pada harga saham terakhir yang terjadi di Bursa Efek yang bersangkutan.

Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks saham yang mengalami kenaikan. Sedangkan keadaan stabil ditunjukkan indeks harga saham yang tetap, dan keadaan pasar lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan.

Indeks Harga Saham Gabungan / IHSG (Indeks Bursa Indonesia) mempunyai dasar perhitungan sebagai berikut :

Indeks = Harga pasar Harga Dasar

IHSG = Nilai Pasar

Keterangan :

Nilai Pasar = Jumlah Saham Tercatat x Harga Pasar Terakhir Nilai Dasar = Jumlah Saham Tercatat x Harga Perdana

Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga pasar hari ini (kapitalisasi pasar), atau ditulis dengan formula :

x 100 Nilai dasar

Nilai Pasar =


(49)

Dimana :

c = Closing price (harga yang terjadi) untuk emiten ke-i. n = jumlah saham yang digunakan untuk penghitungan

indeks (jumlah saham yang tercatat) untuk emiten ke-i

N = jumlah emiten yang tercatat di BEI

Nilai dasar adalah kumulatif jumlah saham yang tercatat dikali harga perdana. Perhitungan Indeks di BEI menggunakan metode

weighted average (pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar). Kelemahannya, jika ada saham yang mempunyai jumlah saham yang sangat besar, maka saham tersebut akan sangat mendominasi pergerakan indeks, sehingga tidak lagi menggambarkan pergerakan pasar secara keseluruhan. Contohnya : pada tanggal 5 April 2009, Bank Syariah X mencatatkan saham sebanyak 217,3 miliar lembar atau 53% dari jumlah seluruh saham yang tercatat di BEI. Akibatnya bobot Bank Syariah X sangat besar dan berpengaruh terhadap perubahan indeks. Jika harganya berubah 1 point (Rp 25) maka indeks akan berubah sebesar 10.862 point atau 2,75%.

b. SBI

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.


(50)

SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.

Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.

Beberapa uraian penting tentang SBI dijelaskan sebagai berikut (Khomarul Hidayat, 2006 : 43) :

1) Pengertian SBI

SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.

2) Tujuan Penerbitan SBI

Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di SBI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.


(51)

3) Karakteristik SBI

Terdapat beberapa karakteristik SBI, antara lain : (Siamat : 2004)

a) Jangka waktu maksimum 12 bulan bulan dan sementara diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan.

b) Denominasi : dari yang terendah Rp 50 juta sampai ynag tertinggi Rp 100 miliar.

c) Pembelian SBI oleh masyrakat minimal Rp 100 juta, dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta.

d) Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut ini :

Nilai nominal x 360

360 + (Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)

e) Pembeli SBI memeroleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. Besarnya diskonto adalah nominal dikurangi dengan nilai tunai.

f) Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%

4) Tata cara transaksi penjualan SBI

a) penjualan SBI dilakukan melalui lelang. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari selasa


(52)

b) lelang dilakukan setiap hari rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pilanag pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari kamis.

c) dalam pelaksanaan lelang, masing-masing peserta mengajukan penawaran jumlah SBI yang ingin dibeli beserta tingkat diskontonya. Pemenang lelang akan di prioritaskan pada peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto yang relatif rendah, dengan batasan atas jumlah SBI yang dilelang. Contoh ada 6 peserta lelang, dan jumlah SBI yang dilelang adalah Rp 5 miliar. Peserta A, B, dan C sudah dinyatakan sebagai pemenang dengan jumlah total penawaran Rp 4,5 miliar dan tingkat diskonto yang lebih rendah dari peserta DEF. sisanya Rp 500 juta diperebutkan oleh peserta DEF, dan pemenangnya adalah D karena tingkat diskontonya lebih rendah dari peserta EF. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

Contoh Hasil Lelang SBI Target Lelang Rp 5 Miliar

Peserta Jumlah penawaran Suku bunga Jumlah kumulatif A Rp 1.500.000.000 20% 1.500.000.000 B 1.000.000.000 26% 2.500.000.000 C 2.000.000.000 30% 4.500.000.000 D 2.000.000.000 34% 5.000.000.000

E 730.000.000 37% -

F 1.200.000.000 40% -

Sumber : Khomarul Hidayat, 2006


(53)

Keterangan :

Peserta A, B, dan C menang lelang Peserta D menang sebagian (Rp 500 juta) Peserta E dan F kalah lelang

c. Kurs

Kurs mata uang menunjukkan bagaimana nilai uang tersebut terhadap mata uang asing. Nilai tukar uang antara satu negara dengan negara lain cenderung berbeda-beda. Perbedaan ini ditimbulkan oleh perbedaan antara permintaan dan ketersediaan dari mata uang yang diminta oleh suatu negara dalam melakukan hubungan dengan negara lain. Hubungan tersebut dapat berupa kegiatan meminjam, atau kegiatan investasi atau penyediaan pinjaman.

Dari perbedaan inilah mata uang bisa mengalami apresiasi (naik) ataupun depresiasi (turun) terhadap nilai mata uang asing. Faktor-faktor yang mempengaruhi nlai tukar mata uang antara lain :

• Tingkat inflasi

• Tingkat suku bunga

• Tingkat pendapatan masyarkat

• Pengendalian oleh pemerintah

• Harapan/ekspektasi dari spekulan

Menurut Kamus Lengkap Ekonomi (2000 : 503-504) dalam Ronny Pramulia (2009 : 34). Nilai tukar 1 kurs (exchange rate) adalah harga, dimana mata uang suatu negara dapat dikonversikan manjadi


(54)

mata uang negara lain. Tipe rate yang digunakan di sini adalah

indirect exchange rate, dimana rate itu merefleksikan jumlah suatu mata uang lokal terhadap satu unit US$.

Indirect exchange rate diformulasikan dalam persamaan berikut :

VCA/US = VCA US$ Keterangan :

VCA/US$ : value of 1 units of currency A in units of currency B (nilai 1 unit mata uang A dalam unit mata uang B)

VCA : value of currency A (nilai mata uang lokal A) Nilai tukar mata uang suatu negara diukur dari value satu unit mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi negara berubah, maka nilai tukarnya pun akan berubah secara substansial. Penurunan nilai suatu mata uang disebut depresiasi dan kenaikannya disebut apresiasi. Apabila “S” adalah nilai spot rate dan “St-1” adalah nlai tukar mata uang waktu sebelumnya, maka prosentase perubahan nilai tukar terhadap mata uang asing tersebut adalah S-St-1/St1 (Madura 2000 dalam Asmila, 2001). Jika presentasenya positif, maka akan dikatakan apresiasi dan depresiasi apabila nilai persentasenya negatif.

Perubahan nilai tukar (kurs) akan mempengaruhi konsumen karena pengaruh dari harga barang-barang impor. Pada saat kurs


(55)

tinggi maka barang-barang impor menjadi mahal sehingga masyarakat tidak akan membeli barang impor melainkan menggantinya dengan mengkonsumsi produk dalam negeri, baik itu berupa barang modal ataupun barang konsumsi. Bagi barang yang diproduksi dengan menggunakan faktor produksi impor kondisi ini akan meningkatkan biaya produksi yang akhirnya akan menyebabkan harga jual barang yang tinggi. Meningkatnya harga barang tersebut tentunya akan menyebabkan masyarakat atau perusahaan harus menambah jumlah dana yang disediakan untuk dikonsumsi. Sehingga secara tidak langsung dapatlah dinyatakan daya beli masyarakat melemah, dalam arti pendapatan riil mengalami penurunan.

Dari sudut pandang mikroekonomi, perubahan nilai tukar mata uang asing akan diikuti oleh perubahan pada portofolio perusahaan-perusahaan multinasional. Apresiasi dari mata uang domestik cenderung akan menurunkan keuntungan dari perusahaan, yang kemudian akan tercermin dari menurunnya harga sahamnya. Dari perspektif makro ekonomi, apresiasi nilai tukar mata uang asing yang menganut nilai tukar fleksibel akan mengurangi daya saing dari produknya dan akan menurunkan harga sahamnya. Dari sudut pandang ini, perubahan nilai tukar mata uang akan diikuti dengan perubahan harga saham dan hal ini dikenal dengan pendekatan tradisional (Granger, 1990 dalam Ronny Pramulia 2009 : 36).


(56)

Perubahan nilai tukar pun akan mempengaruhi perkembangan ekspor impor yang tentunya akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Jika kinerja perusahaan semakin baik, maka harga saham semakin mahal. Perubahan nilai tukar pun akan dapat mendorong investor asing pasar finansial untuk menambah pembelian dan penjualan sekuritas dari suatu negara. Saat nilai tukar USD melemah, investor asing akan membeli saat nilai tukar menguat. (Ronny Pramulia 2009 : 36).

Akan tetapi pasar modal semakin berkembang. Perubahan harga saham dan nilai tukar mata uang lebih merfleksikan pergerakan arus modal. Poin penting dari pendekatan portofolio adalah penurunan harga saham mengakibatkan penurunan kekayaan para investor domestik di mana pada gilirannya akan mendorong permintaan akan uang dam hampir dipastikan akan menurunkan tingkat suku bunga. d. PDB

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan output semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu yang dihitung adalah semua barang dan jasa yang digunakan oleh pengguna akhir dan bukan yang digunakan untuk proses produksi selanjutnya.

Beberapa definisi tentang PDB/GDP (Gross Domestic Product), meliputi (Blancard, 2000 dalam Hamid Ponco Wibowo, 2006 : 37) :


(57)

1) GDP adalah nilai “barang dan jasa final” yang dihasilkan dalam suatu ekonomi dalam periode tertentu.

2) GDP adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oelh suatu ekonomi dalam periode tertentu.

3) GDP adalah jumlah pendapatan dalam suatu ekonomi pada periode tertentu.

Mankiw (2006) merumuskan persamaan indentitas yang menggambarkan komponen-komponen dari PDB. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

Y = C+ I + G +NX Keterangan : Y = PDB C = konsumsi I = investasi G = belanja Negara NX = ekspor neto 1. Konsumsi

Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. “Barang” mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama, seperti kendaraan dan perlangkapan,dan barang tidak tahan lama seperti makanan dan pakaian. “ Jasa” mencakup barang yang tidak berwujud konkret, seperti pangkas rambut dan perawatan kesehatan. Pembelanjaan


(58)

rumah tangga atas pendidikan juga dimaksudkan sebagai konsumsi jasa (walaupun seseorang dapat saja berpendapat bahwa hal itu lebih cocok berada di komponen selanjutnya).

2. Investasi

Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Inveetasi adalah jumlah dari pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur. Investasi pada bangunan mencakup pengeluaran untuk mendapatkan tempat tinggal baru. Menurut kesepakatan bersama, pembelian tempat tinggal baru. Menurut kesepakatan bersama, pembelian tempat tinggal baru merupakan satu bentuk pembelanjaan rumah tangga yang dikategorikan sebagai investasi dan bukan sebagai konsumsi.

3. Belanja Pemerintah

Belanja pemerintah (government purchase) mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, dan pemerintah pusat. Belanja pemerintah mencakup upah pekerja pemerintah dan pembelanjaan untuk kepentingan umum.

4. Ekspor Neto

Ekspor neto (neto exports) sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga Negara (impor). Penjualan yang dilakukan sebuah perusahaan dalam negeri kepada pembeli di


(59)

Negara lain seperti penjuaan Boeing kepada British Airways akan meningkatkan ekspor neto AS.

e. Inflasi

Definisi inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung terus menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi kecuali kenaikan harga tersebut meluas kemana-mana. (Abimanyu, 2004 : 13 dalam Khomarul Hidayat, 2006 : 46)

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kenaikan satu atau beberapa barang pada saat tertentu dan hanya “sementara” belum tentu menimbulkan inflasi.

Menurut Murni (2006 : 203) dalam Khomarul Hidayat (2006 : 46) mendefinisikan inflasi sebagai suatu kejadian yang menunjukkkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Berdasarkan definisi ini ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga, bersifat umum dan terjadi terus menerus.

Inflasi merupakan bagian dari keadaan perekonomian yang akan dialami oleh suatu negara, hanya saja setiap negara memiliki tingkat inflasi yang berbeda-beda. Untuk mengukur tingkat inflasi dapat menggunakan Indeks Harga Konsumen.

Selain itu dalam beberapa istilah penggunaan inflasi digunakan untuk mengartikan peningkatan persedian uang, yang kadangkala


(60)

dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Beberapa ekonom (dari beberapa sekolah di Austria) masih menggunakan arti ini dan peningkatan harga-harga. Inflasi yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda. Babarapa penyebab inflasi diantaranya bisa disebabkan oleh sektor ekspor impor, tabungan atau investasi, pengeluaran dan penerimaan negara, sektor pemerintah dan swasta.

Menurut Ronny Pramulia (2009 : 23), inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Tingkat harga yang melambung sampai 100% atau lebih dalam setahun (hyperinflasi), akan menyebankan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga masyarakat akan cenderung untuk menyimpan aktiva mereka dalam bentuk lain instrumen investasi selain deposito.

Menurut Sukirno (2004), berdasarkan derajatnya, inflasi dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka 10% setahun.

b. Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10%-30% setahun.

c. Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30%-100% setahun.


(61)

d. Hiperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila berada di atas 100% setahun.

Menurut Sukirno (2004:333), berdasarkan kepada sumber atau penyebabnya kenaikan harga-harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut:

a. Inflasi Tarikan Permintaan

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran-pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.

b. Inflasi Desakan Biaya

Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalambiaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah. Inflasi ini terurama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini


(62)

mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.

c. Inflasi Diimpor

Kenbaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga-arga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri. Inflasi ini aka nada apabila barng-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran-pengeluaran perusahaan.

Menurut Sukirno (2004: 338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut :

1. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi

Inflasi yang tinggi tingakatnya akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.

Kenaikan harga-harga juga menimbulkan efek buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang Negara itu tidak dapat bersaing di pasaran internasional, selamjutnya ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi


(63)

menyebabkan barang-barang impor relatif murah, maka lebih banyak impor yang dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikuti oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.

2. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat

Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi Negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat.

3. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.

Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendaptan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.

4. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunia, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riinya akan menurun apabila inflasi berlaku.

5. Memperburuk pembagian kekayaan

Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatnya, dan


(64)

pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata

Menurut Sukirno (2004 :354), kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:

1. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

2. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit.

3. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor dan pajak atas pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan harga, menggalakkan pertambahan produkso dan perkembangan teknologi


(65)

B. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Homan Tanamas, Thomas Hartono, dan Ronald (2006) menyatakan bahwa dari hasil pengujian yang dilakukan, faktor yang paling berpengaruh dalam perubahan return Reksadana Pendapatan Tetap adalah return SBI, diikuti oleh perubahan kurs rupiah dan harga emas.

Sebagian besar variabel ekonomi makro yang diuji hanya memberikan pengaruh yang tidak besar terhadap tingkat return RDPT, mungkin hal ini karena di Indonesia, para nasabah reksadana menggunakan informasi yang salah yang ada di pasar atau hanya ikut-ikutan, tanpa melihat pasar secara keseluruhan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Muthalib (2005) ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh secara simultan dari variabel variabel makro ekonomi yaitu pertumbuhan pendapatan nasional bersih,pertumbuhan jumlah uang yang beredar,tingkat inflasi,tingkat suku bunga SBI dan perubahan nilai rupiah terhadap kurs dollar terhadap tingkat kinerja reksadana saham dalam menghasilkan return NAB, akan tetapi terdapat pengaruh secara parsial/individu dari variabel variabel makro ekonomi yaitu pertumbuhan pendapatan nasional bersih terhadap tingkat kinerja reksadana saham dalam menghasilkan return NAB. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar variabel makro ekonomi yang diuji ternyata hanya memberikan kontribusi atau pengaruh yang sangat kecil terhadap pergerakan tingkat pengembalian investasi reksadana saham


(66)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Shun’an (2002) ditarik kesimpulan bahwa terdapat inkonsistensi model dari sharpemeasure, treynor measure, dan jensen measure manakala diaplikasikan pada reksadana Indonesia sebelum dan semasa krisis ekonomi hal ini terbukti dengan uji F yang secara keseluruhn menghasilkan angka yang signifikan. Dari ketiga model yang diuji hanyalah sharpe measure yang terbukti mampu mendeteksi adanya perbedaan antara kinerja reksadana Indonesia sebelum dan semasa krisis. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa difersifikasi yang dilakukan oleh para manajer investasi Indonesia memang belum optimal sehingga kandungan risiko satu portofolio masih didominasi oleh

Unsistematic Risk. Treynor measure dan Jensen measure hanya

memperhitungkan Sistematic Risk dalam menilai kinerja reksadana, karenanya kedua model ini tidak mampu mendeteksi adanya perbedaan kinerja reksadana Indonesia sebelum dan semasa krisis ekonomi yang dipicu oleh meningkatnya total risk akibat krisis ekonomi.

Tinur Fajar Gumilang dan Heru Subiyantoro (2008) menyatakan bahwa investasi pada produk reksadana pendapatan tetap bisa dikatakan masih menawarkan keuntungan yang menarik bagi investor apabila dibandingkan produk deposito. Hal ini bisa dibuktikan dengan return reksadana di atas SBI. Jika diperhatikan lebih lanjut, reksadana pendapatan tetap (fixed income) akan mempunyai kinerja yang sangat baik ke depannya. Hal pertama, suku bunga yang tinggi jelas tidak akan terus menerus, tren ke depannya akan turun. Kedua, kalaupun suku bunga tetap tinggi, nilai NAB/unit reksadana fixed


(67)

income akan meningkat karena harga obligasi-obligasi di dalam portofolio reksadana akan meningkat, seiring dengan makin dekatnya obligasi-obligasi tersebut ke jatuh temponya. Tapi, hancurnya reksadana pada tahun 2005 menyebabkan banyak investor tidak mau melirik reksadana pendapatan tetap (fixed income), hal ini bisa dilihat dengan makin turunnya NAB keseluruhan untuk reksadana pendapatan tetap.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Deden Mulyana (2003) diketahui bahwa setelah diketahui tingkat return dan tingkat risiko reksadana pendapatan tetap maka dapat ditentukan kinerja masing-masing reksadana tersebut. Pengukuran kinerja reksadana pendapatan tetap menggunakan metode Sharpe Ratio. Kinerja yang diperoleh masing-masing reksadana pendapatan tetap tersebut bila dibandingkan dengan patok-duda (benchmark), yakni tingkat return suku bunga deposito 12 bulan selama tahun 2001 sampai dengan 2003 yang besarnya adalah -0,002512, menjelaskan bahwa kinerja reksadana pendapatan tetap sebagian besar memiliki kinerja lebih tinggi daripada patok-duga (benchmark) yang digunakan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendriyanto (2008) ditarik kesimpulan bahwa IHSG pada Bursa Efek Jakarta dan Kurs rupiah terhadap dolar US memiliki pebgaruh yang signifikan pada α = 5 % terhadap imbal hasil reksadana syariah, sementara suku bunga SBI dan Resiko tidak mempengaruhi secara signifikan pada α = 5 %..Pada reksadana konvensional terlihat hanya IHSG dan Suku bunga SBI yang memiliki pengaruh signifikan


(68)

pada α = 5 %, sedangkan Kurs Rupiah terhadap Dollar US tidak memberikan pengaruh secara signifikan.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut,terlihat bahwa pada α = 5 % terdapat satu factor yang sama- sama secara signifikan mempengaruhi reksadana syariah dan reksadana konvensional yaitu IHSG pada Bursa Efek Jakarta.Suku bunga SBI yang secara teoritis mempengaruhi reksadana konvensional dan tidak berpengaruh pada reksadana syariah dengan korelasi negatif ternyata terbukti.

Dalam penelitiannya Annisa Sholihah (2008) menyatakan bahwa berdasarkan perolehan return dan pengukuran kinerja dengan metode Sharpe dapat terlihat bahwa reksadana syariah memliki kinerja yang semakin baik setiap tahun. Variabel yang paling dominan mempengaruhi reksadana syariah adalah inflasi. Artinya variabel ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap baik buruknya kinerja reksadana syariah.


(1)

126

LNKURS -1.099 1.466 17.156 1.035 -11.528 LNSBI -1.136 .408 1.035 2.981 -1.282 LNPDB -.368 -6.245 -11.528 -1.282 40.066 a. Dependent Variable: LNKINERJA

Collinearity Diagnosticsa

Variance Proportions Model

Dimensi

on Eigenvalue Condition Index (Constant) LNIHSG LNSBI LNKURS LNPDB LNINFLASI

1 5.990 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .007 29.310 .00 .05 .00 .00 .00 .14

3 .003 47.606 .00 .09 .00 .00 .00 .18

4 .000 110.931 .00 .01 .97 .00 .00 .56

5 2.022E-5 544.219 .14 .01 .01 .93 .03 .11

1

6 4.664E-6 1133.215 .86 .84 .02 .07 .97 .01


(2)

UJI AUTOKORELASI

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .884a .782 .766 1.74688 2.006

a. Predictors: (Constant), LNINFLASI, LNIHSG, LNKURS, LNSBI, LNPDB b. Dependent Variable: LNKINERJA

UJI HETEROKEDASTISITAS


(3)

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) -44449.295 88141.017 -.504 .616

ABSIHSG 12.690 16.483 .234 .770 .444

ABSSBI 3601297.283 4471244.196 .145 .805 .423

ABSKURS -3.732 9.196 -.063 -.406 .686

ABSPDB .432 .838 .174 .516 .608

1

ABSINFLASI -2778123.690 2243705.843 -.236 -1.238 .220 a. Dependent Variable: ABSKINERJA


(4)

129

ANALISIS REGRESI

Variables Entered/Removed Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 LNINFLASI,

LNIHSG, LNKURS, LNSBI, LNPDBa

. Enter

a. All requested variables entered.

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 722.943 5 144.589 47.382 .000a Residual 201.404 66 3.052

1

Total 924.347 71

a. Predictors: (Constant), LNINFLASI, LNIHSG, LNKURS, LNSBI, LNPDB b. Dependent Variable: LNKINERJA


(5)

130

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) -299.905 63.391 -4.731 .000

LNIHSG .205 1.073 .031 .191 .849

LNSBI 6.508 1.727 .331 3.769 .000

LNKURS -12.424 4.142 -.222 -2.999 .004

LNPDB 36.298 6.330 .990 5.735 .000

1


(6)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 1.0997 11.1727 5.6542 3.19097 72 Std. Predicted Value -1.427 1.729 .000 1.000 72 Standard Error of Predicted

Value

.358 1.039 .490 .120 72

Adjusted Predicted Value .8394 11.4990 5.6490 3.18959 72 Residual -5.88106 3.34226 .00000 1.68424 72

Std. Residual -3.367 1.913 .000 .964 72

Stud. Residual -3.456 1.988 .001 1.005 72 Deleted Residual -6.19758 3.60742 .00521 1.83508 72 Stud. Deleted Residual -3.790 2.034 -.003 1.032 72 Mahal. Distance 1.995 24.129 4.931 3.439 72

Cook's Distance .000 .171 .015 .027 72

Centered Leverage Value .028 .340 .069 .048 72 a. Dependent Variable: LNKINERJA