Kartu Debit Menurut Hukum Islam
0
TUGAS INDIVIDU
MAKALAH HUKUM ISLAM
KARTU DEBIT MENURUT HUKUM ISLAM
DISUSUN OLEH:
IRMA RAHMANISA
0806370091
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
SEMESTER GENAP 2008/2009
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .........................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................
3
1. LATAR BELAKANG ..................................................................................
3
2. POKOK PERMASALAHAN .......................................................................
3
BAB II
PEMBAHASAN ...................................................................................................
5
1. PENGERTIAN ...........................................................................................
5
1.1. Definisi Kartu Debit Sebagai Banking Cards ......................................
5
1.2. Fungsi Kartu Debit ..............................................................................
8
1.3. Prosedur Penggunaan Kartu Debit ....................................................
9
1.4. Manfaat Kartu Debit ...........................................................................
9
1.5. Karakteristik Kartu Debit .....................................................................
10
1.6. Lain-Lain Mengenai Kartu Debit .........................................................
11
2. DASAR HUKUM .......................................................................................
12
2.1. Wakalah .............................................................................................
12
2.2. Ijarah ..................................................................................................
15
2.3. Ujr ......................................................................................................
17
3. ANALISIS .................................................................................................
19
3.1. Prinsip Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Usaha Kartu Debit di
Indonesia ............................................................................................
19
3.2. Akibat yang Ditimbulkan oleh Syarat Biaya Tambahan terhadap Kartu
Debit ..................................................................................................
23
3.3. Pendapat Seputar Biaya Bank yang Dibayarkan Merchant Berdasarkan
Nilai Penjualannya (Discount Fee/Komisi) ........................................
23
2
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN ..........................................................................................
25
2. SARAN .....................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
27
LAMPIRAN ..........................................................................................................
28
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Segala puji bagi Allah SWT., Tuhan semesta alam, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat beliau dan para pengikut mereka sampai Hari Akhir.
Di antara hal penting pada zaman modern ini dalam bidang ekonomi semenjak
abad ke-20 adalah sistem financial transactions cards, yang untuk pertama kali
muncul di Amerika, lalu di negara-negara Eropa, kemudian mulai berkembang
secara luas di negara-negara Islam dan non-Islam lainnya.
Sesuai dengan judul makalah yang ditugaskan kepada saya sebagai nilai tugas
semester dua ini, „Kartu Debit Menurut Hukum Islam‟, saya hanya akan
membahas mengenai Kartu Debit sebagai salah satu bentuk banking cards dan
bagaimana hukumnya penggunaan kartu debit menurut hukum Islam.
Kartu Debit sebagai salah satu bentuk jasa yang diberikan oleh Bank kepada
para nasabah Tabungan yang diterbitkan oleh Bank kini merupakan suatu hal
yang lumrah dalam dunia perbankan di Indonesia. Masyarakat Indonesia sebagai
pengguna fasilitas ini telah cukup lama menikmati kemudahan dan keamanan dari
kartu debit ini. Sejak ditemukannya sistem financial transactions cards dan mesin
ATM (Automated Teller Service/Anjungan Tunai Mandiri) di Amerika Serikat di
abad 20-an, penggunaan kartu ini semakin meluas, bahkan kini sudah merupakan
fasilitas bagi nasabah tabungan di bank-bank Syariah di Indonesia.
2.
POKOK PERMASALAHAN
Sistem financial transactions cards dalam praktik ekonomi dan perdagangan
memiliki efektivitas dan keuntungan yang cukup tinggi. Lembaga-lembaga
keuangan dan perbankan sendiri telah mempraktekkan pengalamannya dalam
bidangnya begitu lama, sehingga telah mengetahui karakteristik masyarakat pada
4
umumnya, sehingga dapat menarik minat di semua level masyarakat, terutama
kalangan atas dan menengah untuk ikut serta dalam sistem ini.
Perbankan dan lembaga keuangan membuat kategorisasi banking cards ini ke
dalam kartu kredit dan kartu non-kredit. Kartu debit merupakan banking cards
kategori kartu non-kredit, di dalamnya tidak dikenal biaya tambahan atas kredit
atau yang biasa kita kenal sebagai bunga kredit, sehingga terlepas dari biaya
tambahan atau riba yang diharamkan.
Kartu debit sebagai salah satu bentuk banking cards yang populer saat ini
sudah merupakan fasilitas yang sangat lumrah diberikan oleh bank kepada
nasabahnya.
Ruang lingkup makalah ini akan membahas pengertian Kartu Debit sebagai
salah satu bentuk banking cards, jenis akad-akad yang digunakan, dasar
hukumnya dalam konteks Hukum Islam, dan analisis pembahasannya: apakah
praktek Kartu Debit di Indonesia menyalahi syariah atau tidak, dan kesimpulan
serta saran-saran penulis di bab akhir makalah ini.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
1.1. Definisi Kartu Debit Sebagai Banking Cards
Financial transactions cards atau kadang payment cards merupakan istilah
umum kartu yang digunakan untuk inter exchange atau pertukaran dalam keuangan
di dalam bahasa Inggris dan perundang-undangannya.
Istilah yang dipakai dalam ekonomi Arab adalah bithaqah al-i’timan yang pada
hakikatnya merupakan bithaqah al-Iqradh, sehingga lebih baik menggunakan istilah
yang terakhir karena lebih tepat gambarannya dan fokus terhadap istilah financial
transactions cards dalam bahasa Inggris.1
Definisi banking cards adalah “Instrumen-instrumen dengan nama bithaqah
Iqradh, atau kartu layanan perbankan, dan atau banking cards, atau bithaqah cek
madhmun, atau bithaqah sahab mubasir, atau istilah lain yang diterbitkan secara
resmi ataupun tidak resmi oleh penerbitnya.”2
Definisi Kartu Debit sebagai banking cards adalah kartu yang digunakan untuk
memberi kesempatan kepada issuer bank untuk menarik (debit) dana card
holder/pemegang kartu secara langsung dari tabungannya senilai barang dan jasa
yang didapatnya lewat penggunaan kartu dan dokumen yang telah ditandatangani
sebelumnya. Penerbitan kartu ini mengharuskan adanya rekening tabungan card
holder di bank.3
Menurut Encyclopedia of Banking & Finance, yang dimaksud dengan Kartu
Debit adalah:
A card used to access directly the cash in a holder ‘s account or credit line.
Debit cards are used as automated teller machine (ATM) access card and as point-
1
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah, Kartu Kredit Dan Debit Dalam
Perspektif Fiqih, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006) hlm. 1-11.
2
Ibid., hlm. 19.
3
Ibid., hlm. 58-59.
6
of-sale (POS) cards to make point-of-purchase transactions with automatic debiting
to the customer’s account4.
Terjemahan bebasnya sebagai berikut:
Kartu yang digunakan untuk mengakses secara langsung uang yang berada di
dalam akun rekening atau akun kredit seorang pemegang kartu, digunakan sebagai
kartu akses mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan sebagai kartu untuk
melakukan transaksi pembelian (belanja) langsung dengan pendebitan otomatis ke
akun rekening pemegang kartu.
Di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa, kadangkala terdapat
perjanjian issuer bank dengan card holder untuk mendapatkan barang-barang
kebutuhan card holder dengan jalan kredit. Tetapi hal tersebut tidak keluar dari
hakikat awal kartu debit sesuai dengan Pasal 187 (3A) UU kredit kepada konsumen
yang dikeluarkan tahun 1974 di Inggris yang mengatakan: “Apabila kartu debit masih
berada dalam batas catatan (rekening) borrower, maka kartu tersebut tidak dianggap
sebagai kartu kredit. Kesepakatan yang terjadi antara issuer bank dengan card
holder tidak diakui secara legal sesuai dengan alinea (B) dari materi ke-12.”5
Namun bila ditemukan kesepakatan sebelumnya antara issuer bank dengan
card holder, dimana card holder diberi wewenang untuk menggunakan lebih banyak
dari ceknya maka mungkin dapat dianggap sebagai kesepakatan kredit, bukan nota
kredit.6
Maka kartu ini di Inggris dapat dipakai untuk dua tujuan: “penarikan langsung
dari rekening dan pinjaman dalam satu waktu sehingga dalam hal ini tidak dianggap
sebagai instrumen kredit sesuai dengan Pasal 14, dan kartu ini memiliki beberapa
persyaratan yang berhubungan dengan instrumen-instrumen kredit.”7
Di Indonesia, sejauh pengamatan penulis, penggunaan kartu debit tidak pernah
mengenal sistem hutang atau kredit. Jika jumlah uang di dalam rekening card holder
tidak mencukupi untuk bertransaksi maka transaksi tersebut otomatis akan ditolak,
sehingga transaksi harus menggunakan uang tunai atau kartu lain, atau malah
4
Charles J. Woelfel, Encyclopedia Of Banking & Finance Vol. 1, A-I, (USA: Probus Publishing Company, Toppan
Company, 1994), hlm. 283.
5
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., hlm. 61.
6
Ibid.
7
Ibid.
7
dibatalkan jika tak ada alat transaksi lain yang dapat digunakan. Tetapi untuk
praktek penggunaan kartu debit yang lain, seperti penarikan uang tunai di ATM,
pembayaran transaksi atau belanja di merchant/outlet yang bekerjasama dengan
bank bersangkutan, pembayaran berbagai tagihan dan sebagainya, di Indonesia halhal tersebut juga dilayani oleh kartu debit.
Kartu Debit berfungsi untuk memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan
serta menarik uang tunai. Dalam kartu ini, nilai barang dan jasa yang didapat oleh
card holder selama pemakaiannya akan langsung dikurangi oleh pihak bank dari
rekeningnya, kemudian dibayarkan kepada merchant atau tempat card holder
memperoleh barang dan jasa tersebut.
Ketika kartu ini dipakai dengan sistem on-line, nilai pembelian dan transaksi
ditransfer langsung dari rekening tabungan card holder ke dalam rekening merchant
pada waktu transaksi tersebut, namun bila kartu itu digunakan dengan sistem offline, maka nilai pembelian dan transaksi dikurangi dari rekeningnya setelah
beberapa waktu, sesuai dengan sistem dan teknologi yang ada.
Kartu ini biasanya merupakan fasilitas tambahan yang diberikan oleh bank
kepada para nasabahnya yang membuka tabungan di bank tersebut. Sebagai
contoh adalah yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam fasilitas
Tabungan BSM:
Fasilitas8
...
Dilengkapi dengan kartu BSM Card sebagai sarana pengambilan uang tunai
pada mesin ATM BSM (ATM Syariah Mandiri), ATM Bersama, ATM Mandiri,
ATM BCA dan ATM PRIMA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
BSM Card juga berfungsi sebagai Kartu Debit yang dapat digunakan untuk
transaksi atau belanja di Outlet yang berlogo “Prima Debit (BCA).”
8
...dst.
Seperti tercantum dalam brosur informasi mengenai Tabungan BSM yang dikeluarkan oleh Bank Syariah
Mandiri. www.syariahmandiri.co.id.
8
Jika nasabah menghendaki, bisa saja si nasabah tidak diberi fasilitas kartu
debit. Akibatnya nasabah tidak perlu membayar biaya yang dikenakan sebagai
imbalan untuk bank atas layanan berupa fasilitas kemudahan kartu debit itu.
Biasanya bank mengenakan setoran awal yang lebih kecil untuk membuka tabungan
dan mensyaratkan saldo minimum yang lebih kecil jika nasabah tidak menghendaki
fasilitas kartu debit tersebut. Seperti yang diberikan oleh Tabungan BSM:
Persyaratan9
...
Setoran awal minimal Rp 80.000,- (dengan kartu ATM)* dan Rp 50.000,- (tanpa
kartu ATM)*
...
...
Saldo minimum Rp 20.000,- (tanpa kartu ATM)* dan saldo minimum Rp 50.000
(dengan kartu ATM)*
...
*kartu ATM disini berfungsi sebagai kartu Debit.
1.2. Fungsi Kartu Debit
Berdasarkan keterangan di atas dan pengamatan penulis yang juga pengguna
kartu debit, dapat disimpulkan bahwa Kartu Debit memiliki beberapa fungsi, yaitu (1)
untuk menarik uang tunai pada mesin ATM bank yang bersangkutan maupun mesinmesin ATM milik bank lain yang telah menjalin kerjasama dengan bank tersebut juga
dapat menarik uang tunai melalui merchant-merchant atau outlet-outlet yang
memberikan fasilitas penarikan uang tunai sembari berbelanja. Uang tunai tersebut
didebit langsung secara elektronik dari rekening milik pemegang/pemilik kartu, (2)
mentransfer uang antar rekening melalui mesin ATM, (3) mengecek jumlah uang di
tabungan lewat mesin ATM, dan sebagai (4) alat pembayaran belanja yang dapat
9
Ibid.
9
digunakan di merchant-merchant/penjual-penjual atau outlet-outlet yang bekerja
sama dengan bank yang menerbitkan kartu tersebut. Pelanggan yang memiliki kartu
tersebut dapat membayar belanjanya dengan menggesekkan kartunya pada alat
yang sudah tersedia, dan uang pembayarannya akan masuk ke akun milik merchant
secara elektronik sesuai jumlah transaksi. Keuntungan belanja dengan kartu debit ini
ialah faktor kepraktisan dan keamanan karena tidak perlu membawa uang tunai. (5)
Pemilik kartu dapat membayar tagihan seperti tagihan listrik, telepon, dan
sebagainya, sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh bank bersangkutan.
Biasanya fasilitas pembayaran ini ada di mesin ATM bank penerbit kartu. Tagihan
yang dibayarkan akan didebit langsung ke rekening pemilik kartu. Ada beberapa
bank yang juga memberikan fasilitas (6) setoran tunai di mesin setoran tunai dengan
identifikasi menggunakan kartu debit/ATM tersebut. Cukup memasukkan kartu ke
dalam mesin dan memasukkan nomor PIN untuk identifikasi lalu masukkan uang
yang ingin disetor ke dalam tabungan ke dalam mesin setoran tunai tersebut. Mesin
akan menghitung uang yang dimasukkan dan menambahkan jumlah tersebut secara
elektronik ke dalam rekening.
1.3. Prosedur Penggunaan Kartu Debit
Proses penandatanganan akta jual beli pada kartu debit sama dengan proses
penandatanganan akta jual beli pada kartu kredit. Pada akhir transaksi nilainya
dicatat pada cek card holder dan dikurangi dari rekeningnya dengan syarat tidak
melebihi cek tunainya. Jika melebihi nilai tunai dalam rekening card holder maka
transaksi dibatalkan. Sekarang ini karena hampir semua merchant kartu debit
menggunakan sistem on-line, maka proses penandatanganan secara manual hampir
tidak diperlukan lagi, cukup dengan mencetak receipt/tanda terima setelah transaksi
berhasil.
1.4. Manfaat Kartu Debit
Manfaat dari kartu debit adalah pemiliknya berkesempatan memperoleh uang
tunai, barang, jasa, dan lain sebagainya dengan cara yang mudah dan praktis, tanpa
harus repot membawa uang tunai. Tetapi ia tidak boleh mendapatkan barang
10
tersebut secara kredit, karena card holder tidak diperbolehkan memakai kartu ini
melebihi batas uang yang ia miliki di rekeningnya.
1.5. Karakteristik Kartu Debit
Kartu debit memiliki beberapa karakteristik:
Kartu ini diterbitkan bagi nasabah yang memiliki rekening di bank yang
menerbitkan kartu tersebut.
Biasanya diberikan gratis.
Biasanya dipakai dalam lingkungan lokal/dalam negeri, atau di negara di mana
terdapat cabang bank dengan sistem komputer yang canggih, berhubungan
dengan informasi mengenai rekening konsumen dan merchant.
Pengurangan dana dari rekeningnya tepat saat ia memakai kartu tersebut;
ketika sistem komputer gagal, maka ada batas maksimal dimana card holder
dapat memakai kartu itu dalam batas yang telah ditentukan ketika kembali
berhubungan dengan sistem komputer on-line.
Kartu debit tidak memiliki hubungan dengan pinjaman atau hutang/kredit, tetapi
langsung mendebit nilai barang yang dibeli card holder dari rekeningnya dan
dimasukkan ke dalam rekening merchant tanpa melalui proses yang lain. Hal
ini merupakan perbedaan mendasar dengan kartu kredit.
Kartu debit tidak mengenal biaya tambahan atas kredit, sehingga terlepas dari
biaya tambahan yang diharamkan (riba), hal ini karena hubungan yang terjalin
dalam akad kartu tersebut sedari awal sampai akhir bukanlah hubungan
kredit.10
Biasanya dipakai untuk menarik uang tunai dari instrumen-instrumen
perbankan yang on-line, atau untuk meminta informasi khusus mengenai
konsumen, atau untuk mendapatkan jasa yang diberikan oleh bank, seperti
nilai mata uang, pembelian tiket perjalanan, pembayaran tagihan, transfer antar
rekening nasabah, atau meminta laporan atau daftar rekening, baik uraian
10
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., hlm. 146.
11
panjangnya maupun ringkasannya. Diantara kartu ini ada yang bisa digunakan
baik lokal maupun internasional.11
1.6. Lain-lain mengenai Kartu Debit
Demi menjamin keamanan uang yang ada di dalam rekening pemilik kartu agar
tidak dapat digunakan oleh yang tidak berhak dan untuk dapat menggunakan kartu
debit, seorang pemegang kartu diharuskan mengisi nomor PIN (Personal
Identification Number) yang hanya boleh diketahui oleh sang pemegang atau pemilik
kartu. Bahkan pihak bank tidak diperbolehkan mengetahui nomor PIN tersebut.
Nomor PIN yang telah ditentukan sebelumnya harus dimasukkan ketika akan
menggunakan mesin ATM untuk berbagai keperluan dan ketika bertransaksi
menggunakan kartu debit di merchant-merchant dan outlet-outlet yang bekerjasama
dengan issuer bank/bank penerbit kartu.
Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya kartu hilang dan/atau
PIN telah diketahui oleh orang lain, maka pemilik kartu dapat melakukan
pemblokiran kartu debit yang hilang tersebut, sehingga tidak dapat digunakan oleh
orang lain yang tidak bertanggung jawab. Pemblokiran dilakukan dengan
menghubungi bank bersangkutan dan meminta supaya dapat dilakukan pemblokiran
atas permintaan pemilik, dengan menyebutkan nomor rekening pemilik kartu dan
identifikasi lainnya.
11
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., lihat hlm. 62-63.
12
2.
DASAR HUKUM
Dasar hukum yang digunakan dalam kegiatan usaha kartu debit menurut
hukum Islam sangat erat kaitannya dengan prinsip akad yang berlaku di dalamnya,
baik dalam hubungan antara card holder dengan issuer bank, hubungan issuer bank
dengan merchant, dan hubungan card holder dengan merchant. Analisis mendetil
mengenai prinsip apa saja yang digunakan, mengapa, dan penjelasannya akan saya
terangkan di dalam sub-bab berikutnya.
Pada sub-bab ini hanya akan saya terangkan mengenai dasar-dasar hukum
yang mendasari dua jenis prinsip akad yang biasanya digunakan dalam kegiatan
usaha kartu debit, yaitu Wakalah, Ijarah, dan Ujr.
2.1. Wakalah
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.12 Atau
dengan kata lain merupakan akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak
pertama mewakilkan sesuatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama
pihak pertama.13 Wakalah termasuk prinsip akad dalam kegiatan usaha Jasa (Feebased Service).
Landasan hukumnya adalah sebagai berikut:
a.
Dalil Al Quran:
1.
QS. Al-Kahfi (18): 19
“Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara
mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka, „Sudah berapa lamakah
kamu berada disini?‟ Mereka menjawab, „Kita sudah berada (disini) satu atau
setengah hari.‟ Berkata (yang lain lagi), „Tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan
yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu itu untukmu, dan
12
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani bekerjasama dengan
Tazkia Cendekia, 2005), hlm. 120.
13
Gemala Dewi, S.H., LL.M., Aspek-aspek dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana , 2007), hlm 92.
13
hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seseorang pun.”14
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak
untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan
membeli makanan.
2.
QS. Yusuf (12): 55
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman. “15
Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban
amanah menjaga “Federal Reserve” negeri Mesir.
b.
Dalil Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan wakalah, diantaranya,
“Bahwasanya Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar
untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.” -HR. Malik.16
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain
untuk berbagai urusan. Antara lain membayar hutang, mewakilkan pengurusan unta,
mewakilkan penetapan had dan membayarnya, dan lain sebagainya.
c.
Ijma
Para ulama juga bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Bahkan
ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan hal tersebut termasuk jenis
ta‟awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong-menolong
diserukan oleh Al Quran dan disunnahkan oleh Rasulullah saw.17
Dalam perkembangan fiqih Islam, status wakalah sempat diperdebatkan;
apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yakni sebatas mewakili, atau
kategori wilayah atau wali? Hingga kini dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah adalah niabah atau mewakili.
Menurut pendapat ini, si wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakkil.
14
Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994),
hlm. 445-446.
15
Ibid., hlm. 357.
16
Malik no. 678, kitab al-Muwaththa’, bab Haji.
17
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 122.
14
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena khilafah
(menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih baik
sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik,
walaupun diperkenankan secara kredit. 18
d.
Fatwa Dewan Syariah Nasional
Wakalah diatur dalam Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/200019 dengan
ketentuan sebagai berikut:
1.
Pernyataan ijab kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2.
Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara
sepihak.
Rukun dan syarat wakalah ditentukan dalam fatwa sebagai berikut:
1.
Muwakkil (yang mewakilkan) dengan syarat-syarat:
a) Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia
wakilkan.
b) Orang mukallah atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni
dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, seperti mewakilkan untuk
menerima hibah, menerima sedekah, dan lain-lain.
2.
Wakil (yang mewakili) dengan syarat-syarat:
a) Cakap hukum.
b) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
c) Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3.
Hal-hal yang diwakilkan, ketentuannya adalah:
a) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
b) Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
c) Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
18
19
Ibid., hlm. 122-123.
Lihat Lampiran: Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Wakalah.
15
2.2. Ijarah
Ijarah biasa disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas
dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.20 Ahli hukum Islam mendefinisikannya
dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.21
Landasan hukumnya:
a.
Dalil Al Quran:
1.
QS. Al Baqarah (2): 233.
“... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”22
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu
memberikan pembayaran yang patut.” Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa
yang diberikan berkat membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di
dalamnya jasa penyewaan atau leasing.
2.
QS. Az-Zukhruf (43): 32.
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami
telah meninggikan mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat menggunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan.”23
b.
Dalil Hadits
1.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” –HR
Bukhari dan Muslim.24
2.
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering.” –HR. Ibnu Majah.25
20
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 99.
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm. 89.
22
Departemen Agama, op.cit., hlm. 57.
23
Ibid.
24
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 118.
25
Ibid.
21
16
c.
Fatwa Dewan Syariah Nasional
Fatwa DSN yang mengatur mengenai Ijarah adalah Fatwa No. 9/DSN-
MUI/IV/200026 dengan ketentuan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a.
Pernyataan ijab dan kabul.
b.
Pihak-pihak yang berakad, yaitu pemberi sewa (lessor, bank) dan penyewa
(lessee, nasabah).
c.
Objek kontrak berupa manfaat dari penggunaan aset dan pembayaran sewa.
d.
Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang harus
dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan
bukan aset itu sendiri.
e.
Sighat ijarah, yaitu berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad,
baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang ekuivalen, dengan cara
penawaran dari pemilik aset (bank) dan penerimaan yang dinyatakan oleh
penyewa (nasabah).
Dari kelima rukun dan syarat yang disebutkan dalam fatwa tersebut, ada yang
berpendapat bahwa ada tiga rukun yang harus dipenuhi, yaitu poin a, b, dan c.27
Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank sebagai pemberi sewa
adalah:
a.
Menyediakan aset yang disewakan.
b.
Menanggung biaya yang pemeliharaan aset.
c.
Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
Sedangkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh nasabah sebagai
penyewa, yaitu:
a.
Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.
26
27
Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
Lihat Lampiran; Fatwa Dewan Syariah Nasional tenttang Ijarah.
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm.124.
17
c.
Jika aset yang disewanya rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Ketentuan-ketentuan mengenai Objek dalam Ijarah yang disebutkan dalam
fatwa adalah sebagai berikut:
a.
Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b.
Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c.
Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d.
Kesanggupan memnuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
e.
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f.
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya.
Dapat juga dikenali dengan spesifiasi atau identifikasi fisik.
g.
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS (bank)
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang bisa dijadikan harga dalam jual
beli dapat juga dijadikan sewa dalam ijarah.
h.
Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan objek kontrak.
i.
Ketentuan (fleksibilitas) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat, dan jarak.
2.3. Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan
yang dilakukan.28
Landasan hukumnya:
a.
Dalil Al Quran:
1.
QS. Al Baqarah (2): 233.
28
Ascarya, op.cit., hlm. 110.
18
“... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”29
Dalam ayat tersebut disebutkan adanya kewajiban membayar upah secara
patut sebagai imbalan (fee) atas pekerjaan/jasa yang dilakukan.
b.
Dalil Hadits
1.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” –HR
Bukhari dan Muslim.30
2.
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering.” –HR. Ibnu Majah.31
c.
Dasar Hukum Lain
Prinsip ini dicantumkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai
salah satu bentuk prinsip kegiatan usaha bank syariah 32 yang biasanya digunakan
untuk kegiatan usaha jasa Kartu ATM/Debit33, namun belum diatur secara spesifik
dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
29
Departemen Agama, op.cit., hlm. 57.
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 118.
31
Ibid.
32
Anonim, Garis Besar Program Pembelajaran Bank & Lembaga Keuangan 1, bab XI. Perbankan Syariah, hlm.
10.
33
Ibid., hlm. 12.
30
19
3.
ANALISIS
Prinsip kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank syariah ada berbagai
macam. Khusus untuk kegiatan usaha kartu debit, saya menemukan ada tiga (3)
prinsip kegiatan usaha yang dapat dijabarkan.
Pada sub-bab ini saya juga akan membahas sedikit mengenai seputar hal-hal
hal-hal yang terkait dengan kartu ini.
3.1. Prinsip Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Usaha Kartu Debit di
Indonesia
Ada beberapa jenis prinsip akad syariah yang berbeda yang dapat digunakan
dalam Kartu Debit. Setelah menelaah dalam literatur yang saya gunakan sebagai
referensi dalam pembuatan makalah ini, saya menyimpulkan bahwa prinsip akad
yang dapat digunakan dalam penggunaan kartu debit adalah Wakalah, Ijarah dan
Ujr. Berikut pembahasannya.
A.
Wakalah
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak (muwakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang
boleh diwakilkan. Atau dengan kata lain merupakan akad perwakilan antara dua
pihak, dimana pihak pertama mewakilkan sesuatu urusan kepada pihak kedua untuk
bertindak atas nama pihak pertama. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat
meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.34 Wakalah termasuk prinsip akad
dalam kegiatan usaha Jasa Pelayanan (Fee-based Service).
Rukun dari akad wakalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa
hal:
1.
Pelaku akad, yaitu muwakkil (pemberi kuasa), adalah pihak yang memberikan
kuasa kepada pihak lain, dan wakil (penerima kuasa) adalah pihak yang diberi
kuasa.
2.
Objek akad, yaitu taukil (objek yang dikuasakan)
3.
Shigah, yaitu Ijab dan Kabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad wakalah yaitu:
34
Ascarya, op.cit., hlm. 104.
20
1.
Objek akad harus jelas dan dapat diwakilkan
2.
Tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Bentuk-bentuk akad wakalah, antara lain:
1.
Wakalah muthlaqah, yaitu perwakilan yang tidak terikat syarat tertentu
2.
Wakalah muqadayyah, yaitu perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat yang
telah ditentukan dan disepakati bersama.
Contoh penggunaan wakalah dalam jasa perbankan diantaranya L/C (letter of
credit), transfer antar rekening, kliring, inkaso, dan pembayaran gaji.
Gambar
Skema Wakalah
NASABAH
MUWAKIL
AGENCY
ADM
COLLECTION
PAYMENT
BANK
WAKIL
TAUKIL
INVESTOR/PI
HAK KETIGA
MUWAKIL
Penggunaan prinsip wakalah dalam konteks Kartu Debit dapat ditemukan,
antara lain pada:
1)
layanan transfer uang antar rekening bank melalui mesin ATM atau instrumen
elektronik perbankan lain yang dapat menggunakan kartu debit sebagai kartu
aksesnya (muwakil: nasabah/card holder dan nasabah lain yang menerima
transfer, wakil: bank),
21
2)
layanan pembayaran tagihan kepada pihak ketiga melalui mesin ATM dan di
counter penerima setoran pembayaran yang menggunakan
instrumen
elektronik perbankan yang menggunakan kartu debit sebagai kartu aksesnya.
(muwakil: nasabah/card holder dan institusi pihak ketiga yang berhak atas
pembayaran tagihan, wakil: bank). Bank bertindak sebagai perpanjangan
tangan/wakil instansi tertentu untuk menerima pembayaran tagihan, seperti
pembayaran tagihan telepon, listrik, handphone, air, dan lain-lain. Dana yang
dikumpulkan kemudian akan dikirim kepada instansi terkait. Pendapatan yang
diterima bank dapat bersumber dari nasabah (fee/imbalan jasa) ataupun dari
diskon yang diterima dari instansi terkait.
3)
layanan membayar transaksi pada merchant yang menyediakan fasilitas
pembayaran dengan kartu debit (muwakil: nasabah dan merchant, wakil: bank).
Bank mengenakan sejumlah fee/imbalan jasa untuk jasa pelayanan ini. Bagi
nasabah pemegang kartu/card holder, fee tersebut biasanya diambil langsung dari
rekening milik yang bersangkutan. Merchant dan pihak ketiga lainnya juga
dikenakan fee yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan.
B.
Ijarah
Ijarah biasa disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas
dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.35 Ahli hukum Islam mendefinisikannya
dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.36
Ijarah yang dimaksud dalam konteks pembahasan dalam makalah ini bukanlah
ijarah yang diletakkan pada skim pembiayaan yang biasanya diaplikasikan oleh
Bank Syariah, tapi ijarah dalam artian sederhana, yaitu sewa pada umumnya.
Rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam prinsip Ijarah adalah sama
seperti yang telah saya bahas di bab sebelumnya. (hal. 15-16)
Prinsip akad Ijarah dalam kartu debit dapat digunakan untuk hubungan antara
issuer bank sebagai lessor dengan merchant atau pihak ketiga lainnya sebagai
lessee.
Merchant,
misalnya
pasar
swalayan,
dianggap
sebagai
penyewa
alat/instrumen elektronik perbankan milik issuer bank yang dapat digunakan untuk
memudahkan pembayaran oleh konsumen yang membeli barang atau jasa di
35
36
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 99.
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm. 89.
22
merchant tersebut (sehingga menambah daya tarik pembeli (card holder) untuk
berbelanja di merchant tersebut dikarenakan fasilitas tambahan itu).
Prinsip ijarah juga dapat diterapkan pada sistem ATM bersama37 yang masih
ada kaitannya dengan penggunaan Kartu Debit. Sistem ATM bersama ini dapat
menjadi sumber pemasukan yang besar bagi bank yang memiliki teknologi ini. Bankbank yang menjadi target pasar adalah bank yang ingin memiliki fasilitas ATM di
tempat-tempat tertentu namun terhambat masalah mahalnya biaya investasi produk
ini. Biasanya setiap kali penerbitan kartu ATM dan transaksi di ATM oleh nasabah
bank mitra kerja akan dikenakan biaya tertentu untuk kepentingan bank pemilik
teknologi ATM yang dapat dianggap sebagai biaya sewa sebagai imbalan.
Selain itu, bank dapat juga menyediakan fasilitas Payment Point. Payment
point adalah produk pelayanan dimana bank bertindak sebagai perpanjangan tangan
instansi tertentu untuk menerima pembayaran tagihan, seperti pembayaran tagihan
telepon, listrik, handphone, air, dan lain-lain. Dana yang dikumpulkan kemudian
akan dikirim kepada instansi terkait. Pendapatan sewa atas jasa pelayanan ini yang
diterima bank dapat bersumber dari nasabah ataupun dari diskon yang diterima dari
instansi terkait.
C.
Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan
yang dilakukan.38
Ujr adalah prinsip akad yang digunakan oleh perbankan syariah di Indonesia
dalam menawarkan jasa produk Kartu Debit/ATM.39
Prinsip Ujr dapat berlaku bagi semua hubungan yang terjadi antara issuer
bank, nasabah/card holder, dan merchant/outlet atau pihak ketiga lainnya yang
menggunakan jasa ini. Atas jasa pelayanan yang diberikan oleh produk Kartu
Debit/ATM, bank meminta imbalan atasnya, yang berupa fee yang dikenakan baik
pada nasabah/card holder maupun merchant atau pihak ketiga lainnya. Untuk
imbalan yang diminta pada merchant atau pihak ketiga lainnya, bank dapat diberikan
diskon oleh merchant atau sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui kedua
37
Sunarto Zulkifli, op.cit., hlm. 128.
Ascarya, op.cit., hlm. 110.
39
Ibid., hal 245.
38
23
belah pihak. Prinsip Ujr juga berlaku antara card holder dengan merchant, dalam
hal card holder memberikan imbalan (membayar) jasa yang ditawarkan oleh
merchant; tetapi untuk jual-beli dalam bentuk barang prinsip yang berlaku adalah
prinsip akad jual-beli biasa, bukan Ujr.
3.2. Akibat yang Ditimbulkan oleh Syarat Biaya Tambahan terhadap Kartu
Debit.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya di dalam karakteristik kartu debit, di dalam
kartu debit tidak dikenal biaya tambahan atas kredit, sehingga terlepas dari biaya
tambahan yang diharamkan. Hal ini karena hubungan yang terjalin dalam akad kartu
debit sedari awal sampai akhir bukanlah hubungan kredit.
Di sisi lain, biaya tambahan lain yang dibebankan dalam akad-akad kartu
seperti biaya atas penukaran nilai mata uang asing, biaya atas penarikan dari bank
lain selain bank issuer cards tidaklah mungkin dilihat sebagai satu hal seperti dalam
kartu kredit. Karena pada dasarnya dalam kartu debit ini tidak terdapat kredit. Pada
dasarnya tidak terdapat kredit dalam muamalah dengan memakai kartu ini karena
biaya tambahan dibebankan atas dasar jasa yang diberikan oleh bank, baik
berdasarkan rate penarikan, penukaran mata uang atau penarikan dari bank lain
selain bank issuer cards, walaupun sebagian dari biaya tersebut berlebihan seperti
pada biaya atas penukaran mata uang asing dengan harga yang tinggi. Hal ini
adalah masalah lain yang tidak ada hubungannya dengan sah atau tidaknya akad
jenis kartu ini.
Kartu debit telah diterbitkan oleh hampir semua bank Islam/bank syariah dan
unit usaha syariah di Indonesia yang berkeinginan menjalankan muamalat sesuai
dengan hukum syariat Islam. Contohnya adalah Bank Syariah Mandiri (seperti telah
disebutkan diatas), BNI Syariah, Bank Muamalat, dan lain sebagainya.
3.3. Pendapat Seputar Biaya Bank yang Dibayarkan Merchant Berdasarkan
Nilai Penjualannya (Discount Fee/Komisi).
Qadi al-Utsmani menyimpulkan beberapa pendapat seputar masalah ini dan ia
berkesimpulan bahwa biaya tersebut diperbolehkan sebagai biaya perantara. Peran
24
yang dimainkan oleh issuer bank/issuer cards tersebut adalah dalam pemutaran dan
pemasaran barang dagang merchant. Berikut pendapat yang dikemukakannya:
“Masalah kedua, masalah discount fee (komisi) yang diambil oleh issuer cards
berdasarkan nilai pembelian oleh card holder, biaya tersebut ditanggung oleh
merchant yang telah menjual barang dan jasanya kepada card holder. Biaya ini
masih diperdebatkan oleh para ahli fiqih sekarang ini, diantaranya ada yang
berpendapat biaya tersebut seperti biaya tagihan (nota). Apabila kita sependapat
dengan hal ini maka akad kambiyalah adalah akad riba yang tidak diperbolehkan
sehingga kita harus berpendapat hal tersebut tidak boleh.”40
Hal-hal yang menyebabkan biaya tersebut sebagai biaya perantara adalah
karena dua sebab:
1.
Issuer cards memberikan jasa kepada merchant, yaitu memberikan pelanggan
kepada merchant selama pemakaian kartu tersebut, sehingga dengan jasa
yang diberikan tersebut ia meminta biaya yang ia terima dari pihak merchant.
2.
Nominal biaya biasanya berbeda dengan tingkat bunga di pasaran, artinya
keduanya tidak sama. Sehingga bisa dikatakan biaya komisi tersebut
berdasarkan kepada biaya perantara yang diminta oleh issuer cards kepada
merchant.
Pendapat biaya atas nilai penjualan merchant ini tidak bertentangan dengan
pembahasan sebelumnya bahwa biaya tersebut adalah biaya atas jasa atau
Wakalah yang dikenai biaya maupun Ujr.
40
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., hlm. 185-186.
25
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya tampak bahwa terdapat tiga prinsip akad yang
dapat digunakan untuk Kartu Debit. Dalam perjanjian terdapat pemisahan antara
card holder dengan bank issuer cards di satu sisi, dan antara merchant dengan
issuer cards di sisi lain. Perjanjian ini menggambarkan hubungan fiqih dan hukum
keduanya, sehingga tidaklah benar jika semua akad tersebut hanya dirangkum
dalam satu akad saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem kartu ini terdiri dari
sejumlah akad, bukan hanya satu akad saja.
Pihak yang terkait dan terlibat dalam akad itu sendiri adalah bank issuer
cards/issuer bank/bank penerbit kartu, card holder/pemegang/pemilik kartu,
serta merchant atau pihak ketiga lainnya. Tiap pihak yang terlibat dalam akad
ini berada dalam satu akad tersendiri yang memiliki karakteristik dan tidak
berlawanan dengan pihak lainnya. Card holder dan pihak issuer cards terikat
dengan akad wakalah dan ujr. Merchant dan issuer cards terikat dengan akad
wakalah disamping akad ijarah atau ujr. Card holder dengan merchant terikat
dengan akad jual-beli untuk barang dan ujr khusus untuk jasa.
Tetapi bila melihat kenyataannya dalam praktek, di Indonesia prinsip akad yang
digunakan antara card holder-issuer cards dan antara merchant-issuer cards
tampaknya hanya dua, yaitu wakalah dan/atau ujr, tanpa akad ijarah. Bahkan dalam
buku Akad & Produk Bank Syariah karya Ascarya hanya disebutkan bahwa Kartu
ATM (Debit) menggunakan prinsip akad Ujr saja tanpa penjelasan lain.
(Hal ini karena prinsip Ijarah lebih ditekankan untuk skema pembiayaan melalui
akad sewa41 dan pembiayaan berupa talangan dana (yang dibutuhkan nasabah
untuk memiliki barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai
41
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm 89.
26
jangka waktu tertentu lalu barang tersebut dihibahkan dari bank kepada nasabah
pada akhir jangka waktu tersebut)42, yang tidak akan saya bahas lebih lanjut disini.)
Kesimpulan lain yang dapat saya tarik adalah, bahwa Kartu Debit secara
prinsip tidak bertentangan dengan Hukum Islam, hal ini sesuai dengan pembahasan
diatas. Sejauh yang saya ketahui, tidak pernah ada larangan perihal kartu debit,
karena pada prinsipnya ia tidak mengandung riba yang dilarang dalam hukum Islam
maupun hal-hal lain yang bertentangan dengan syariah. Payung hukum yang
menaungi kartu debit dalam hukum Islam dapat disimpulkan adalah: prinsip akad
Wakalah, Ujr, dan Ijarah yang landasan-landasan hukumnya dalam AlQuran, Hadits,
dan dalam Fatwa maupun keputusan lain telah dijabarkan sebelumnya.
Pada kenyataannya, bank-bank syariah di Indonesia juga telah menerbitkan
kartu debit/ATM secara meluas. Hal ini makin menguatkan bahwa penggunaan kartu
debit di Indonesia telah sesuai dengan Hukum Islam.
2.
SARAN
Penggunaan kartu debit di Indonesia sudah sesuai dengan hukum Islam
karena tidak mengandung unsur riba maupun hal-hal lain yang bertentangan dengan
hukum Islam. Saran yang dapat saya berikan adalah pihak bank penerbit kartu
mengumumkan transparansi biaya imbalan/fee yang dibebankan pada nasabah,
agar makin jelas biaya tersebut dipergunakan untuk apa saja.
42
Wirdyaningsih, S.H., M.H., et al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 122.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Garis Besar Program Pembelajaran Bank & Lembaga Keuangan 1, Bab XI.
Perbankan Syariah. Tanpa tahun.
Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Cet. 9. Jakarta:
Gema Insani Press, 2005.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Ed.1. Cet. 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007.
Departemen Agama R.I. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Ed. Rev. Semarang: PT.
Kumudasmoro Grafindo, 1994.
Dewi, Gemala, SH., LL.M. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan
Perasuransian Syariah di Indonesia. Ed. Rev. Cet. 4. Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2004.
Sulaiman, Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu. Banking Cards Syariah, Kartu Kredit
dan Debit dalam Perspektif Fiqih. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2006.
Wirdyaningsih, SH., MH., et al. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Ed. 1. Cet. 3.
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
Woelfel, Charles J., et al. Encyclopedia of Banking & Finance. Vol. 1, A-I. 10th Ed.
USA: Probus Publishing Company and Toppan Company (S) Pte Limited, 1994.
Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Cet. 2. Jakarta:
Zikrul Hakim, 2004.
TUGAS INDIVIDU
MAKALAH HUKUM ISLAM
KARTU DEBIT MENURUT HUKUM ISLAM
DISUSUN OLEH:
IRMA RAHMANISA
0806370091
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
SEMESTER GENAP 2008/2009
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .........................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................
3
1. LATAR BELAKANG ..................................................................................
3
2. POKOK PERMASALAHAN .......................................................................
3
BAB II
PEMBAHASAN ...................................................................................................
5
1. PENGERTIAN ...........................................................................................
5
1.1. Definisi Kartu Debit Sebagai Banking Cards ......................................
5
1.2. Fungsi Kartu Debit ..............................................................................
8
1.3. Prosedur Penggunaan Kartu Debit ....................................................
9
1.4. Manfaat Kartu Debit ...........................................................................
9
1.5. Karakteristik Kartu Debit .....................................................................
10
1.6. Lain-Lain Mengenai Kartu Debit .........................................................
11
2. DASAR HUKUM .......................................................................................
12
2.1. Wakalah .............................................................................................
12
2.2. Ijarah ..................................................................................................
15
2.3. Ujr ......................................................................................................
17
3. ANALISIS .................................................................................................
19
3.1. Prinsip Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Usaha Kartu Debit di
Indonesia ............................................................................................
19
3.2. Akibat yang Ditimbulkan oleh Syarat Biaya Tambahan terhadap Kartu
Debit ..................................................................................................
23
3.3. Pendapat Seputar Biaya Bank yang Dibayarkan Merchant Berdasarkan
Nilai Penjualannya (Discount Fee/Komisi) ........................................
23
2
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN ..........................................................................................
25
2. SARAN .....................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
27
LAMPIRAN ..........................................................................................................
28
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Segala puji bagi Allah SWT., Tuhan semesta alam, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat beliau dan para pengikut mereka sampai Hari Akhir.
Di antara hal penting pada zaman modern ini dalam bidang ekonomi semenjak
abad ke-20 adalah sistem financial transactions cards, yang untuk pertama kali
muncul di Amerika, lalu di negara-negara Eropa, kemudian mulai berkembang
secara luas di negara-negara Islam dan non-Islam lainnya.
Sesuai dengan judul makalah yang ditugaskan kepada saya sebagai nilai tugas
semester dua ini, „Kartu Debit Menurut Hukum Islam‟, saya hanya akan
membahas mengenai Kartu Debit sebagai salah satu bentuk banking cards dan
bagaimana hukumnya penggunaan kartu debit menurut hukum Islam.
Kartu Debit sebagai salah satu bentuk jasa yang diberikan oleh Bank kepada
para nasabah Tabungan yang diterbitkan oleh Bank kini merupakan suatu hal
yang lumrah dalam dunia perbankan di Indonesia. Masyarakat Indonesia sebagai
pengguna fasilitas ini telah cukup lama menikmati kemudahan dan keamanan dari
kartu debit ini. Sejak ditemukannya sistem financial transactions cards dan mesin
ATM (Automated Teller Service/Anjungan Tunai Mandiri) di Amerika Serikat di
abad 20-an, penggunaan kartu ini semakin meluas, bahkan kini sudah merupakan
fasilitas bagi nasabah tabungan di bank-bank Syariah di Indonesia.
2.
POKOK PERMASALAHAN
Sistem financial transactions cards dalam praktik ekonomi dan perdagangan
memiliki efektivitas dan keuntungan yang cukup tinggi. Lembaga-lembaga
keuangan dan perbankan sendiri telah mempraktekkan pengalamannya dalam
bidangnya begitu lama, sehingga telah mengetahui karakteristik masyarakat pada
4
umumnya, sehingga dapat menarik minat di semua level masyarakat, terutama
kalangan atas dan menengah untuk ikut serta dalam sistem ini.
Perbankan dan lembaga keuangan membuat kategorisasi banking cards ini ke
dalam kartu kredit dan kartu non-kredit. Kartu debit merupakan banking cards
kategori kartu non-kredit, di dalamnya tidak dikenal biaya tambahan atas kredit
atau yang biasa kita kenal sebagai bunga kredit, sehingga terlepas dari biaya
tambahan atau riba yang diharamkan.
Kartu debit sebagai salah satu bentuk banking cards yang populer saat ini
sudah merupakan fasilitas yang sangat lumrah diberikan oleh bank kepada
nasabahnya.
Ruang lingkup makalah ini akan membahas pengertian Kartu Debit sebagai
salah satu bentuk banking cards, jenis akad-akad yang digunakan, dasar
hukumnya dalam konteks Hukum Islam, dan analisis pembahasannya: apakah
praktek Kartu Debit di Indonesia menyalahi syariah atau tidak, dan kesimpulan
serta saran-saran penulis di bab akhir makalah ini.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
1.1. Definisi Kartu Debit Sebagai Banking Cards
Financial transactions cards atau kadang payment cards merupakan istilah
umum kartu yang digunakan untuk inter exchange atau pertukaran dalam keuangan
di dalam bahasa Inggris dan perundang-undangannya.
Istilah yang dipakai dalam ekonomi Arab adalah bithaqah al-i’timan yang pada
hakikatnya merupakan bithaqah al-Iqradh, sehingga lebih baik menggunakan istilah
yang terakhir karena lebih tepat gambarannya dan fokus terhadap istilah financial
transactions cards dalam bahasa Inggris.1
Definisi banking cards adalah “Instrumen-instrumen dengan nama bithaqah
Iqradh, atau kartu layanan perbankan, dan atau banking cards, atau bithaqah cek
madhmun, atau bithaqah sahab mubasir, atau istilah lain yang diterbitkan secara
resmi ataupun tidak resmi oleh penerbitnya.”2
Definisi Kartu Debit sebagai banking cards adalah kartu yang digunakan untuk
memberi kesempatan kepada issuer bank untuk menarik (debit) dana card
holder/pemegang kartu secara langsung dari tabungannya senilai barang dan jasa
yang didapatnya lewat penggunaan kartu dan dokumen yang telah ditandatangani
sebelumnya. Penerbitan kartu ini mengharuskan adanya rekening tabungan card
holder di bank.3
Menurut Encyclopedia of Banking & Finance, yang dimaksud dengan Kartu
Debit adalah:
A card used to access directly the cash in a holder ‘s account or credit line.
Debit cards are used as automated teller machine (ATM) access card and as point-
1
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah, Kartu Kredit Dan Debit Dalam
Perspektif Fiqih, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006) hlm. 1-11.
2
Ibid., hlm. 19.
3
Ibid., hlm. 58-59.
6
of-sale (POS) cards to make point-of-purchase transactions with automatic debiting
to the customer’s account4.
Terjemahan bebasnya sebagai berikut:
Kartu yang digunakan untuk mengakses secara langsung uang yang berada di
dalam akun rekening atau akun kredit seorang pemegang kartu, digunakan sebagai
kartu akses mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan sebagai kartu untuk
melakukan transaksi pembelian (belanja) langsung dengan pendebitan otomatis ke
akun rekening pemegang kartu.
Di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa, kadangkala terdapat
perjanjian issuer bank dengan card holder untuk mendapatkan barang-barang
kebutuhan card holder dengan jalan kredit. Tetapi hal tersebut tidak keluar dari
hakikat awal kartu debit sesuai dengan Pasal 187 (3A) UU kredit kepada konsumen
yang dikeluarkan tahun 1974 di Inggris yang mengatakan: “Apabila kartu debit masih
berada dalam batas catatan (rekening) borrower, maka kartu tersebut tidak dianggap
sebagai kartu kredit. Kesepakatan yang terjadi antara issuer bank dengan card
holder tidak diakui secara legal sesuai dengan alinea (B) dari materi ke-12.”5
Namun bila ditemukan kesepakatan sebelumnya antara issuer bank dengan
card holder, dimana card holder diberi wewenang untuk menggunakan lebih banyak
dari ceknya maka mungkin dapat dianggap sebagai kesepakatan kredit, bukan nota
kredit.6
Maka kartu ini di Inggris dapat dipakai untuk dua tujuan: “penarikan langsung
dari rekening dan pinjaman dalam satu waktu sehingga dalam hal ini tidak dianggap
sebagai instrumen kredit sesuai dengan Pasal 14, dan kartu ini memiliki beberapa
persyaratan yang berhubungan dengan instrumen-instrumen kredit.”7
Di Indonesia, sejauh pengamatan penulis, penggunaan kartu debit tidak pernah
mengenal sistem hutang atau kredit. Jika jumlah uang di dalam rekening card holder
tidak mencukupi untuk bertransaksi maka transaksi tersebut otomatis akan ditolak,
sehingga transaksi harus menggunakan uang tunai atau kartu lain, atau malah
4
Charles J. Woelfel, Encyclopedia Of Banking & Finance Vol. 1, A-I, (USA: Probus Publishing Company, Toppan
Company, 1994), hlm. 283.
5
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., hlm. 61.
6
Ibid.
7
Ibid.
7
dibatalkan jika tak ada alat transaksi lain yang dapat digunakan. Tetapi untuk
praktek penggunaan kartu debit yang lain, seperti penarikan uang tunai di ATM,
pembayaran transaksi atau belanja di merchant/outlet yang bekerjasama dengan
bank bersangkutan, pembayaran berbagai tagihan dan sebagainya, di Indonesia halhal tersebut juga dilayani oleh kartu debit.
Kartu Debit berfungsi untuk memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan
serta menarik uang tunai. Dalam kartu ini, nilai barang dan jasa yang didapat oleh
card holder selama pemakaiannya akan langsung dikurangi oleh pihak bank dari
rekeningnya, kemudian dibayarkan kepada merchant atau tempat card holder
memperoleh barang dan jasa tersebut.
Ketika kartu ini dipakai dengan sistem on-line, nilai pembelian dan transaksi
ditransfer langsung dari rekening tabungan card holder ke dalam rekening merchant
pada waktu transaksi tersebut, namun bila kartu itu digunakan dengan sistem offline, maka nilai pembelian dan transaksi dikurangi dari rekeningnya setelah
beberapa waktu, sesuai dengan sistem dan teknologi yang ada.
Kartu ini biasanya merupakan fasilitas tambahan yang diberikan oleh bank
kepada para nasabahnya yang membuka tabungan di bank tersebut. Sebagai
contoh adalah yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam fasilitas
Tabungan BSM:
Fasilitas8
...
Dilengkapi dengan kartu BSM Card sebagai sarana pengambilan uang tunai
pada mesin ATM BSM (ATM Syariah Mandiri), ATM Bersama, ATM Mandiri,
ATM BCA dan ATM PRIMA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
BSM Card juga berfungsi sebagai Kartu Debit yang dapat digunakan untuk
transaksi atau belanja di Outlet yang berlogo “Prima Debit (BCA).”
8
...dst.
Seperti tercantum dalam brosur informasi mengenai Tabungan BSM yang dikeluarkan oleh Bank Syariah
Mandiri. www.syariahmandiri.co.id.
8
Jika nasabah menghendaki, bisa saja si nasabah tidak diberi fasilitas kartu
debit. Akibatnya nasabah tidak perlu membayar biaya yang dikenakan sebagai
imbalan untuk bank atas layanan berupa fasilitas kemudahan kartu debit itu.
Biasanya bank mengenakan setoran awal yang lebih kecil untuk membuka tabungan
dan mensyaratkan saldo minimum yang lebih kecil jika nasabah tidak menghendaki
fasilitas kartu debit tersebut. Seperti yang diberikan oleh Tabungan BSM:
Persyaratan9
...
Setoran awal minimal Rp 80.000,- (dengan kartu ATM)* dan Rp 50.000,- (tanpa
kartu ATM)*
...
...
Saldo minimum Rp 20.000,- (tanpa kartu ATM)* dan saldo minimum Rp 50.000
(dengan kartu ATM)*
...
*kartu ATM disini berfungsi sebagai kartu Debit.
1.2. Fungsi Kartu Debit
Berdasarkan keterangan di atas dan pengamatan penulis yang juga pengguna
kartu debit, dapat disimpulkan bahwa Kartu Debit memiliki beberapa fungsi, yaitu (1)
untuk menarik uang tunai pada mesin ATM bank yang bersangkutan maupun mesinmesin ATM milik bank lain yang telah menjalin kerjasama dengan bank tersebut juga
dapat menarik uang tunai melalui merchant-merchant atau outlet-outlet yang
memberikan fasilitas penarikan uang tunai sembari berbelanja. Uang tunai tersebut
didebit langsung secara elektronik dari rekening milik pemegang/pemilik kartu, (2)
mentransfer uang antar rekening melalui mesin ATM, (3) mengecek jumlah uang di
tabungan lewat mesin ATM, dan sebagai (4) alat pembayaran belanja yang dapat
9
Ibid.
9
digunakan di merchant-merchant/penjual-penjual atau outlet-outlet yang bekerja
sama dengan bank yang menerbitkan kartu tersebut. Pelanggan yang memiliki kartu
tersebut dapat membayar belanjanya dengan menggesekkan kartunya pada alat
yang sudah tersedia, dan uang pembayarannya akan masuk ke akun milik merchant
secara elektronik sesuai jumlah transaksi. Keuntungan belanja dengan kartu debit ini
ialah faktor kepraktisan dan keamanan karena tidak perlu membawa uang tunai. (5)
Pemilik kartu dapat membayar tagihan seperti tagihan listrik, telepon, dan
sebagainya, sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh bank bersangkutan.
Biasanya fasilitas pembayaran ini ada di mesin ATM bank penerbit kartu. Tagihan
yang dibayarkan akan didebit langsung ke rekening pemilik kartu. Ada beberapa
bank yang juga memberikan fasilitas (6) setoran tunai di mesin setoran tunai dengan
identifikasi menggunakan kartu debit/ATM tersebut. Cukup memasukkan kartu ke
dalam mesin dan memasukkan nomor PIN untuk identifikasi lalu masukkan uang
yang ingin disetor ke dalam tabungan ke dalam mesin setoran tunai tersebut. Mesin
akan menghitung uang yang dimasukkan dan menambahkan jumlah tersebut secara
elektronik ke dalam rekening.
1.3. Prosedur Penggunaan Kartu Debit
Proses penandatanganan akta jual beli pada kartu debit sama dengan proses
penandatanganan akta jual beli pada kartu kredit. Pada akhir transaksi nilainya
dicatat pada cek card holder dan dikurangi dari rekeningnya dengan syarat tidak
melebihi cek tunainya. Jika melebihi nilai tunai dalam rekening card holder maka
transaksi dibatalkan. Sekarang ini karena hampir semua merchant kartu debit
menggunakan sistem on-line, maka proses penandatanganan secara manual hampir
tidak diperlukan lagi, cukup dengan mencetak receipt/tanda terima setelah transaksi
berhasil.
1.4. Manfaat Kartu Debit
Manfaat dari kartu debit adalah pemiliknya berkesempatan memperoleh uang
tunai, barang, jasa, dan lain sebagainya dengan cara yang mudah dan praktis, tanpa
harus repot membawa uang tunai. Tetapi ia tidak boleh mendapatkan barang
10
tersebut secara kredit, karena card holder tidak diperbolehkan memakai kartu ini
melebihi batas uang yang ia miliki di rekeningnya.
1.5. Karakteristik Kartu Debit
Kartu debit memiliki beberapa karakteristik:
Kartu ini diterbitkan bagi nasabah yang memiliki rekening di bank yang
menerbitkan kartu tersebut.
Biasanya diberikan gratis.
Biasanya dipakai dalam lingkungan lokal/dalam negeri, atau di negara di mana
terdapat cabang bank dengan sistem komputer yang canggih, berhubungan
dengan informasi mengenai rekening konsumen dan merchant.
Pengurangan dana dari rekeningnya tepat saat ia memakai kartu tersebut;
ketika sistem komputer gagal, maka ada batas maksimal dimana card holder
dapat memakai kartu itu dalam batas yang telah ditentukan ketika kembali
berhubungan dengan sistem komputer on-line.
Kartu debit tidak memiliki hubungan dengan pinjaman atau hutang/kredit, tetapi
langsung mendebit nilai barang yang dibeli card holder dari rekeningnya dan
dimasukkan ke dalam rekening merchant tanpa melalui proses yang lain. Hal
ini merupakan perbedaan mendasar dengan kartu kredit.
Kartu debit tidak mengenal biaya tambahan atas kredit, sehingga terlepas dari
biaya tambahan yang diharamkan (riba), hal ini karena hubungan yang terjalin
dalam akad kartu tersebut sedari awal sampai akhir bukanlah hubungan
kredit.10
Biasanya dipakai untuk menarik uang tunai dari instrumen-instrumen
perbankan yang on-line, atau untuk meminta informasi khusus mengenai
konsumen, atau untuk mendapatkan jasa yang diberikan oleh bank, seperti
nilai mata uang, pembelian tiket perjalanan, pembayaran tagihan, transfer antar
rekening nasabah, atau meminta laporan atau daftar rekening, baik uraian
10
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., hlm. 146.
11
panjangnya maupun ringkasannya. Diantara kartu ini ada yang bisa digunakan
baik lokal maupun internasional.11
1.6. Lain-lain mengenai Kartu Debit
Demi menjamin keamanan uang yang ada di dalam rekening pemilik kartu agar
tidak dapat digunakan oleh yang tidak berhak dan untuk dapat menggunakan kartu
debit, seorang pemegang kartu diharuskan mengisi nomor PIN (Personal
Identification Number) yang hanya boleh diketahui oleh sang pemegang atau pemilik
kartu. Bahkan pihak bank tidak diperbolehkan mengetahui nomor PIN tersebut.
Nomor PIN yang telah ditentukan sebelumnya harus dimasukkan ketika akan
menggunakan mesin ATM untuk berbagai keperluan dan ketika bertransaksi
menggunakan kartu debit di merchant-merchant dan outlet-outlet yang bekerjasama
dengan issuer bank/bank penerbit kartu.
Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya kartu hilang dan/atau
PIN telah diketahui oleh orang lain, maka pemilik kartu dapat melakukan
pemblokiran kartu debit yang hilang tersebut, sehingga tidak dapat digunakan oleh
orang lain yang tidak bertanggung jawab. Pemblokiran dilakukan dengan
menghubungi bank bersangkutan dan meminta supaya dapat dilakukan pemblokiran
atas permintaan pemilik, dengan menyebutkan nomor rekening pemilik kartu dan
identifikasi lainnya.
11
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., lihat hlm. 62-63.
12
2.
DASAR HUKUM
Dasar hukum yang digunakan dalam kegiatan usaha kartu debit menurut
hukum Islam sangat erat kaitannya dengan prinsip akad yang berlaku di dalamnya,
baik dalam hubungan antara card holder dengan issuer bank, hubungan issuer bank
dengan merchant, dan hubungan card holder dengan merchant. Analisis mendetil
mengenai prinsip apa saja yang digunakan, mengapa, dan penjelasannya akan saya
terangkan di dalam sub-bab berikutnya.
Pada sub-bab ini hanya akan saya terangkan mengenai dasar-dasar hukum
yang mendasari dua jenis prinsip akad yang biasanya digunakan dalam kegiatan
usaha kartu debit, yaitu Wakalah, Ijarah, dan Ujr.
2.1. Wakalah
Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.12 Atau
dengan kata lain merupakan akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak
pertama mewakilkan sesuatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama
pihak pertama.13 Wakalah termasuk prinsip akad dalam kegiatan usaha Jasa (Feebased Service).
Landasan hukumnya adalah sebagai berikut:
a.
Dalil Al Quran:
1.
QS. Al-Kahfi (18): 19
“Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara
mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka, „Sudah berapa lamakah
kamu berada disini?‟ Mereka menjawab, „Kita sudah berada (disini) satu atau
setengah hari.‟ Berkata (yang lain lagi), „Tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan
yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu itu untukmu, dan
12
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani bekerjasama dengan
Tazkia Cendekia, 2005), hlm. 120.
13
Gemala Dewi, S.H., LL.M., Aspek-aspek dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana , 2007), hlm 92.
13
hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seseorang pun.”14
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak
untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan
membeli makanan.
2.
QS. Yusuf (12): 55
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman. “15
Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban
amanah menjaga “Federal Reserve” negeri Mesir.
b.
Dalil Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan wakalah, diantaranya,
“Bahwasanya Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar
untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.” -HR. Malik.16
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain
untuk berbagai urusan. Antara lain membayar hutang, mewakilkan pengurusan unta,
mewakilkan penetapan had dan membayarnya, dan lain sebagainya.
c.
Ijma
Para ulama juga bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Bahkan
ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan hal tersebut termasuk jenis
ta‟awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong-menolong
diserukan oleh Al Quran dan disunnahkan oleh Rasulullah saw.17
Dalam perkembangan fiqih Islam, status wakalah sempat diperdebatkan;
apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yakni sebatas mewakili, atau
kategori wilayah atau wali? Hingga kini dua pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah adalah niabah atau mewakili.
Menurut pendapat ini, si wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakkil.
14
Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994),
hlm. 445-446.
15
Ibid., hlm. 357.
16
Malik no. 678, kitab al-Muwaththa’, bab Haji.
17
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 122.
14
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena khilafah
(menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih baik
sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik,
walaupun diperkenankan secara kredit. 18
d.
Fatwa Dewan Syariah Nasional
Wakalah diatur dalam Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/200019 dengan
ketentuan sebagai berikut:
1.
Pernyataan ijab kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2.
Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara
sepihak.
Rukun dan syarat wakalah ditentukan dalam fatwa sebagai berikut:
1.
Muwakkil (yang mewakilkan) dengan syarat-syarat:
a) Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia
wakilkan.
b) Orang mukallah atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni
dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, seperti mewakilkan untuk
menerima hibah, menerima sedekah, dan lain-lain.
2.
Wakil (yang mewakili) dengan syarat-syarat:
a) Cakap hukum.
b) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
c) Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3.
Hal-hal yang diwakilkan, ketentuannya adalah:
a) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
b) Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
c) Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
18
19
Ibid., hlm. 122-123.
Lihat Lampiran: Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Wakalah.
15
2.2. Ijarah
Ijarah biasa disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas
dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.20 Ahli hukum Islam mendefinisikannya
dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.21
Landasan hukumnya:
a.
Dalil Al Quran:
1.
QS. Al Baqarah (2): 233.
“... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”22
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “apabila kamu
memberikan pembayaran yang patut.” Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa
yang diberikan berkat membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di
dalamnya jasa penyewaan atau leasing.
2.
QS. Az-Zukhruf (43): 32.
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami
telah meninggikan mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat menggunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan.”23
b.
Dalil Hadits
1.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” –HR
Bukhari dan Muslim.24
2.
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering.” –HR. Ibnu Majah.25
20
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 99.
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm. 89.
22
Departemen Agama, op.cit., hlm. 57.
23
Ibid.
24
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 118.
25
Ibid.
21
16
c.
Fatwa Dewan Syariah Nasional
Fatwa DSN yang mengatur mengenai Ijarah adalah Fatwa No. 9/DSN-
MUI/IV/200026 dengan ketentuan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a.
Pernyataan ijab dan kabul.
b.
Pihak-pihak yang berakad, yaitu pemberi sewa (lessor, bank) dan penyewa
(lessee, nasabah).
c.
Objek kontrak berupa manfaat dari penggunaan aset dan pembayaran sewa.
d.
Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang harus
dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan
bukan aset itu sendiri.
e.
Sighat ijarah, yaitu berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad,
baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang ekuivalen, dengan cara
penawaran dari pemilik aset (bank) dan penerimaan yang dinyatakan oleh
penyewa (nasabah).
Dari kelima rukun dan syarat yang disebutkan dalam fatwa tersebut, ada yang
berpendapat bahwa ada tiga rukun yang harus dipenuhi, yaitu poin a, b, dan c.27
Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank sebagai pemberi sewa
adalah:
a.
Menyediakan aset yang disewakan.
b.
Menanggung biaya yang pemeliharaan aset.
c.
Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
Sedangkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh nasabah sebagai
penyewa, yaitu:
a.
Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.
26
27
Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
Lihat Lampiran; Fatwa Dewan Syariah Nasional tenttang Ijarah.
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm.124.
17
c.
Jika aset yang disewanya rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Ketentuan-ketentuan mengenai Objek dalam Ijarah yang disebutkan dalam
fatwa adalah sebagai berikut:
a.
Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b.
Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c.
Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d.
Kesanggupan memnuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
e.
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f.
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya.
Dapat juga dikenali dengan spesifiasi atau identifikasi fisik.
g.
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS (bank)
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang bisa dijadikan harga dalam jual
beli dapat juga dijadikan sewa dalam ijarah.
h.
Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan objek kontrak.
i.
Ketentuan (fleksibilitas) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat, dan jarak.
2.3. Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan
yang dilakukan.28
Landasan hukumnya:
a.
Dalil Al Quran:
1.
QS. Al Baqarah (2): 233.
28
Ascarya, op.cit., hlm. 110.
18
“... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”29
Dalam ayat tersebut disebutkan adanya kewajiban membayar upah secara
patut sebagai imbalan (fee) atas pekerjaan/jasa yang dilakukan.
b.
Dalil Hadits
1.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.” –HR
Bukhari dan Muslim.30
2.
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering.” –HR. Ibnu Majah.31
c.
Dasar Hukum Lain
Prinsip ini dicantumkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai
salah satu bentuk prinsip kegiatan usaha bank syariah 32 yang biasanya digunakan
untuk kegiatan usaha jasa Kartu ATM/Debit33, namun belum diatur secara spesifik
dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
29
Departemen Agama, op.cit., hlm. 57.
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 118.
31
Ibid.
32
Anonim, Garis Besar Program Pembelajaran Bank & Lembaga Keuangan 1, bab XI. Perbankan Syariah, hlm.
10.
33
Ibid., hlm. 12.
30
19
3.
ANALISIS
Prinsip kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank syariah ada berbagai
macam. Khusus untuk kegiatan usaha kartu debit, saya menemukan ada tiga (3)
prinsip kegiatan usaha yang dapat dijabarkan.
Pada sub-bab ini saya juga akan membahas sedikit mengenai seputar hal-hal
hal-hal yang terkait dengan kartu ini.
3.1. Prinsip Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Usaha Kartu Debit di
Indonesia
Ada beberapa jenis prinsip akad syariah yang berbeda yang dapat digunakan
dalam Kartu Debit. Setelah menelaah dalam literatur yang saya gunakan sebagai
referensi dalam pembuatan makalah ini, saya menyimpulkan bahwa prinsip akad
yang dapat digunakan dalam penggunaan kartu debit adalah Wakalah, Ijarah dan
Ujr. Berikut pembahasannya.
A.
Wakalah
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak (muwakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang
boleh diwakilkan. Atau dengan kata lain merupakan akad perwakilan antara dua
pihak, dimana pihak pertama mewakilkan sesuatu urusan kepada pihak kedua untuk
bertindak atas nama pihak pertama. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat
meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.34 Wakalah termasuk prinsip akad
dalam kegiatan usaha Jasa Pelayanan (Fee-based Service).
Rukun dari akad wakalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa
hal:
1.
Pelaku akad, yaitu muwakkil (pemberi kuasa), adalah pihak yang memberikan
kuasa kepada pihak lain, dan wakil (penerima kuasa) adalah pihak yang diberi
kuasa.
2.
Objek akad, yaitu taukil (objek yang dikuasakan)
3.
Shigah, yaitu Ijab dan Kabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad wakalah yaitu:
34
Ascarya, op.cit., hlm. 104.
20
1.
Objek akad harus jelas dan dapat diwakilkan
2.
Tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Bentuk-bentuk akad wakalah, antara lain:
1.
Wakalah muthlaqah, yaitu perwakilan yang tidak terikat syarat tertentu
2.
Wakalah muqadayyah, yaitu perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat yang
telah ditentukan dan disepakati bersama.
Contoh penggunaan wakalah dalam jasa perbankan diantaranya L/C (letter of
credit), transfer antar rekening, kliring, inkaso, dan pembayaran gaji.
Gambar
Skema Wakalah
NASABAH
MUWAKIL
AGENCY
ADM
COLLECTION
PAYMENT
BANK
WAKIL
TAUKIL
INVESTOR/PI
HAK KETIGA
MUWAKIL
Penggunaan prinsip wakalah dalam konteks Kartu Debit dapat ditemukan,
antara lain pada:
1)
layanan transfer uang antar rekening bank melalui mesin ATM atau instrumen
elektronik perbankan lain yang dapat menggunakan kartu debit sebagai kartu
aksesnya (muwakil: nasabah/card holder dan nasabah lain yang menerima
transfer, wakil: bank),
21
2)
layanan pembayaran tagihan kepada pihak ketiga melalui mesin ATM dan di
counter penerima setoran pembayaran yang menggunakan
instrumen
elektronik perbankan yang menggunakan kartu debit sebagai kartu aksesnya.
(muwakil: nasabah/card holder dan institusi pihak ketiga yang berhak atas
pembayaran tagihan, wakil: bank). Bank bertindak sebagai perpanjangan
tangan/wakil instansi tertentu untuk menerima pembayaran tagihan, seperti
pembayaran tagihan telepon, listrik, handphone, air, dan lain-lain. Dana yang
dikumpulkan kemudian akan dikirim kepada instansi terkait. Pendapatan yang
diterima bank dapat bersumber dari nasabah (fee/imbalan jasa) ataupun dari
diskon yang diterima dari instansi terkait.
3)
layanan membayar transaksi pada merchant yang menyediakan fasilitas
pembayaran dengan kartu debit (muwakil: nasabah dan merchant, wakil: bank).
Bank mengenakan sejumlah fee/imbalan jasa untuk jasa pelayanan ini. Bagi
nasabah pemegang kartu/card holder, fee tersebut biasanya diambil langsung dari
rekening milik yang bersangkutan. Merchant dan pihak ketiga lainnya juga
dikenakan fee yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan.
B.
Ijarah
Ijarah biasa disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas
dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.35 Ahli hukum Islam mendefinisikannya
dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan.36
Ijarah yang dimaksud dalam konteks pembahasan dalam makalah ini bukanlah
ijarah yang diletakkan pada skim pembiayaan yang biasanya diaplikasikan oleh
Bank Syariah, tapi ijarah dalam artian sederhana, yaitu sewa pada umumnya.
Rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam prinsip Ijarah adalah sama
seperti yang telah saya bahas di bab sebelumnya. (hal. 15-16)
Prinsip akad Ijarah dalam kartu debit dapat digunakan untuk hubungan antara
issuer bank sebagai lessor dengan merchant atau pihak ketiga lainnya sebagai
lessee.
Merchant,
misalnya
pasar
swalayan,
dianggap
sebagai
penyewa
alat/instrumen elektronik perbankan milik issuer bank yang dapat digunakan untuk
memudahkan pembayaran oleh konsumen yang membeli barang atau jasa di
35
36
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 99.
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm. 89.
22
merchant tersebut (sehingga menambah daya tarik pembeli (card holder) untuk
berbelanja di merchant tersebut dikarenakan fasilitas tambahan itu).
Prinsip ijarah juga dapat diterapkan pada sistem ATM bersama37 yang masih
ada kaitannya dengan penggunaan Kartu Debit. Sistem ATM bersama ini dapat
menjadi sumber pemasukan yang besar bagi bank yang memiliki teknologi ini. Bankbank yang menjadi target pasar adalah bank yang ingin memiliki fasilitas ATM di
tempat-tempat tertentu namun terhambat masalah mahalnya biaya investasi produk
ini. Biasanya setiap kali penerbitan kartu ATM dan transaksi di ATM oleh nasabah
bank mitra kerja akan dikenakan biaya tertentu untuk kepentingan bank pemilik
teknologi ATM yang dapat dianggap sebagai biaya sewa sebagai imbalan.
Selain itu, bank dapat juga menyediakan fasilitas Payment Point. Payment
point adalah produk pelayanan dimana bank bertindak sebagai perpanjangan tangan
instansi tertentu untuk menerima pembayaran tagihan, seperti pembayaran tagihan
telepon, listrik, handphone, air, dan lain-lain. Dana yang dikumpulkan kemudian
akan dikirim kepada instansi terkait. Pendapatan sewa atas jasa pelayanan ini yang
diterima bank dapat bersumber dari nasabah ataupun dari diskon yang diterima dari
instansi terkait.
C.
Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan
yang dilakukan.38
Ujr adalah prinsip akad yang digunakan oleh perbankan syariah di Indonesia
dalam menawarkan jasa produk Kartu Debit/ATM.39
Prinsip Ujr dapat berlaku bagi semua hubungan yang terjadi antara issuer
bank, nasabah/card holder, dan merchant/outlet atau pihak ketiga lainnya yang
menggunakan jasa ini. Atas jasa pelayanan yang diberikan oleh produk Kartu
Debit/ATM, bank meminta imbalan atasnya, yang berupa fee yang dikenakan baik
pada nasabah/card holder maupun merchant atau pihak ketiga lainnya. Untuk
imbalan yang diminta pada merchant atau pihak ketiga lainnya, bank dapat diberikan
diskon oleh merchant atau sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui kedua
37
Sunarto Zulkifli, op.cit., hlm. 128.
Ascarya, op.cit., hlm. 110.
39
Ibid., hal 245.
38
23
belah pihak. Prinsip Ujr juga berlaku antara card holder dengan merchant, dalam
hal card holder memberikan imbalan (membayar) jasa yang ditawarkan oleh
merchant; tetapi untuk jual-beli dalam bentuk barang prinsip yang berlaku adalah
prinsip akad jual-beli biasa, bukan Ujr.
3.2. Akibat yang Ditimbulkan oleh Syarat Biaya Tambahan terhadap Kartu
Debit.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya di dalam karakteristik kartu debit, di dalam
kartu debit tidak dikenal biaya tambahan atas kredit, sehingga terlepas dari biaya
tambahan yang diharamkan. Hal ini karena hubungan yang terjalin dalam akad kartu
debit sedari awal sampai akhir bukanlah hubungan kredit.
Di sisi lain, biaya tambahan lain yang dibebankan dalam akad-akad kartu
seperti biaya atas penukaran nilai mata uang asing, biaya atas penarikan dari bank
lain selain bank issuer cards tidaklah mungkin dilihat sebagai satu hal seperti dalam
kartu kredit. Karena pada dasarnya dalam kartu debit ini tidak terdapat kredit. Pada
dasarnya tidak terdapat kredit dalam muamalah dengan memakai kartu ini karena
biaya tambahan dibebankan atas dasar jasa yang diberikan oleh bank, baik
berdasarkan rate penarikan, penukaran mata uang atau penarikan dari bank lain
selain bank issuer cards, walaupun sebagian dari biaya tersebut berlebihan seperti
pada biaya atas penukaran mata uang asing dengan harga yang tinggi. Hal ini
adalah masalah lain yang tidak ada hubungannya dengan sah atau tidaknya akad
jenis kartu ini.
Kartu debit telah diterbitkan oleh hampir semua bank Islam/bank syariah dan
unit usaha syariah di Indonesia yang berkeinginan menjalankan muamalat sesuai
dengan hukum syariat Islam. Contohnya adalah Bank Syariah Mandiri (seperti telah
disebutkan diatas), BNI Syariah, Bank Muamalat, dan lain sebagainya.
3.3. Pendapat Seputar Biaya Bank yang Dibayarkan Merchant Berdasarkan
Nilai Penjualannya (Discount Fee/Komisi).
Qadi al-Utsmani menyimpulkan beberapa pendapat seputar masalah ini dan ia
berkesimpulan bahwa biaya tersebut diperbolehkan sebagai biaya perantara. Peran
24
yang dimainkan oleh issuer bank/issuer cards tersebut adalah dalam pemutaran dan
pemasaran barang dagang merchant. Berikut pendapat yang dikemukakannya:
“Masalah kedua, masalah discount fee (komisi) yang diambil oleh issuer cards
berdasarkan nilai pembelian oleh card holder, biaya tersebut ditanggung oleh
merchant yang telah menjual barang dan jasanya kepada card holder. Biaya ini
masih diperdebatkan oleh para ahli fiqih sekarang ini, diantaranya ada yang
berpendapat biaya tersebut seperti biaya tagihan (nota). Apabila kita sependapat
dengan hal ini maka akad kambiyalah adalah akad riba yang tidak diperbolehkan
sehingga kita harus berpendapat hal tersebut tidak boleh.”40
Hal-hal yang menyebabkan biaya tersebut sebagai biaya perantara adalah
karena dua sebab:
1.
Issuer cards memberikan jasa kepada merchant, yaitu memberikan pelanggan
kepada merchant selama pemakaian kartu tersebut, sehingga dengan jasa
yang diberikan tersebut ia meminta biaya yang ia terima dari pihak merchant.
2.
Nominal biaya biasanya berbeda dengan tingkat bunga di pasaran, artinya
keduanya tidak sama. Sehingga bisa dikatakan biaya komisi tersebut
berdasarkan kepada biaya perantara yang diminta oleh issuer cards kepada
merchant.
Pendapat biaya atas nilai penjualan merchant ini tidak bertentangan dengan
pembahasan sebelumnya bahwa biaya tersebut adalah biaya atas jasa atau
Wakalah yang dikenai biaya maupun Ujr.
40
Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, op.cit., hlm. 185-186.
25
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya tampak bahwa terdapat tiga prinsip akad yang
dapat digunakan untuk Kartu Debit. Dalam perjanjian terdapat pemisahan antara
card holder dengan bank issuer cards di satu sisi, dan antara merchant dengan
issuer cards di sisi lain. Perjanjian ini menggambarkan hubungan fiqih dan hukum
keduanya, sehingga tidaklah benar jika semua akad tersebut hanya dirangkum
dalam satu akad saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem kartu ini terdiri dari
sejumlah akad, bukan hanya satu akad saja.
Pihak yang terkait dan terlibat dalam akad itu sendiri adalah bank issuer
cards/issuer bank/bank penerbit kartu, card holder/pemegang/pemilik kartu,
serta merchant atau pihak ketiga lainnya. Tiap pihak yang terlibat dalam akad
ini berada dalam satu akad tersendiri yang memiliki karakteristik dan tidak
berlawanan dengan pihak lainnya. Card holder dan pihak issuer cards terikat
dengan akad wakalah dan ujr. Merchant dan issuer cards terikat dengan akad
wakalah disamping akad ijarah atau ujr. Card holder dengan merchant terikat
dengan akad jual-beli untuk barang dan ujr khusus untuk jasa.
Tetapi bila melihat kenyataannya dalam praktek, di Indonesia prinsip akad yang
digunakan antara card holder-issuer cards dan antara merchant-issuer cards
tampaknya hanya dua, yaitu wakalah dan/atau ujr, tanpa akad ijarah. Bahkan dalam
buku Akad & Produk Bank Syariah karya Ascarya hanya disebutkan bahwa Kartu
ATM (Debit) menggunakan prinsip akad Ujr saja tanpa penjelasan lain.
(Hal ini karena prinsip Ijarah lebih ditekankan untuk skema pembiayaan melalui
akad sewa41 dan pembiayaan berupa talangan dana (yang dibutuhkan nasabah
untuk memiliki barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai
41
Gemala Dewi, S.H., LL.M., op.cit., hlm 89.
26
jangka waktu tertentu lalu barang tersebut dihibahkan dari bank kepada nasabah
pada akhir jangka waktu tersebut)42, yang tidak akan saya bahas lebih lanjut disini.)
Kesimpulan lain yang dapat saya tarik adalah, bahwa Kartu Debit secara
prinsip tidak bertentangan dengan Hukum Islam, hal ini sesuai dengan pembahasan
diatas. Sejauh yang saya ketahui, tidak pernah ada larangan perihal kartu debit,
karena pada prinsipnya ia tidak mengandung riba yang dilarang dalam hukum Islam
maupun hal-hal lain yang bertentangan dengan syariah. Payung hukum yang
menaungi kartu debit dalam hukum Islam dapat disimpulkan adalah: prinsip akad
Wakalah, Ujr, dan Ijarah yang landasan-landasan hukumnya dalam AlQuran, Hadits,
dan dalam Fatwa maupun keputusan lain telah dijabarkan sebelumnya.
Pada kenyataannya, bank-bank syariah di Indonesia juga telah menerbitkan
kartu debit/ATM secara meluas. Hal ini makin menguatkan bahwa penggunaan kartu
debit di Indonesia telah sesuai dengan Hukum Islam.
2.
SARAN
Penggunaan kartu debit di Indonesia sudah sesuai dengan hukum Islam
karena tidak mengandung unsur riba maupun hal-hal lain yang bertentangan dengan
hukum Islam. Saran yang dapat saya berikan adalah pihak bank penerbit kartu
mengumumkan transparansi biaya imbalan/fee yang dibebankan pada nasabah,
agar makin jelas biaya tersebut dipergunakan untuk apa saja.
42
Wirdyaningsih, S.H., M.H., et al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 122.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Garis Besar Program Pembelajaran Bank & Lembaga Keuangan 1, Bab XI.
Perbankan Syariah. Tanpa tahun.
Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah, dari Teori ke Praktik. Cet. 9. Jakarta:
Gema Insani Press, 2005.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Ed.1. Cet. 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007.
Departemen Agama R.I. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Ed. Rev. Semarang: PT.
Kumudasmoro Grafindo, 1994.
Dewi, Gemala, SH., LL.M. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan
Perasuransian Syariah di Indonesia. Ed. Rev. Cet. 4. Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2004.
Sulaiman, Prof. Dr. Abdul Wahab Ibrahim Abu. Banking Cards Syariah, Kartu Kredit
dan Debit dalam Perspektif Fiqih. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2006.
Wirdyaningsih, SH., MH., et al. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Ed. 1. Cet. 3.
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
Woelfel, Charles J., et al. Encyclopedia of Banking & Finance. Vol. 1, A-I. 10th Ed.
USA: Probus Publishing Company and Toppan Company (S) Pte Limited, 1994.
Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Cet. 2. Jakarta:
Zikrul Hakim, 2004.