Analisis Sebab dan Akibat Interpretasi N

ANALISIS SEBAB DAN AKIBAT INTERPRETASI NINE- DASHED LINE DI LAUT
CINA SELATAN TERHADAP LANDAS KONTINGEN PULAU NATUNA YANG
MERUGIKAN SECARA TERITORIAL NEGARA INDONESIA DAN UPAYA
DIPLOMATIK PENYELESAIAN KONFLIK TERSEBUT BERDASARKAN UNCLOS
1982

Disusun Oleh :
Nama
NIM
Kelas

: Azizah Imamatun Nisa
: E0014058
:D

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Jalan Ir. Sutami 36 A, Surakarta, 57126
Telp. (0271) 646994 Fax. (0271) 646655
2016
PENDAHULUAN

Laut Cina Selatan telah menjadi fokus dari sengketa maritim di Asia. Dua dari negara
penuntut adalah Cina dan Taiwan, sementara empat lainnya – Brunei, Malaysia, Filipina dan
Vietnam – adalah anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Meskipun
ASEAN sendiri sebagai organisasi bukan salah satu pihak yang bersengketa, organisasi ini
memiliki kepentingan agar sengketa di kawasannya diselesaikan dengan damai tanpa
memengaruhi kebebasan navigasi internasional. Indonesia juga memiliki posisi yang sama.

Indonesia bukan pihak yang menuntut dalam sengketa ini, namun negara Indonesia akan
terkena imbas jika terjadi konflik di Laut Cina Selatan karena interpretasi dari “nine-dash
line” atau sembilan garis terputus di peta Cina, yang mengklaim sekitar 90% dari perairan
yang luasnya 3,5 juta kilometer persegi (atau 1,35 juta mil persegi). Karena kepentingan
strategis dan ekonomis dari perairan tersebut, maka isu ini telah menjadi permasalahan
internasional. Oleh karena itu, Indonesia merasa terganggu karena Cina telah memasukkan
sebagian dari Kepulauan Natuna dalam sembilan garis terputus tersebut, yang berarti
menyatakan sebagian dari provinsi Kepulauan Riau masuk ke wilayahnya. Garis terputus
tersebut terlihat di paspor warga negara Cina yang baru diterbitkan. Kepulauan yang
termasuk di sini terletak di pesisir barat laut Kalimantan, yaitu Pulau Natuna.
Kepulauan Natuna merupakan wilayah Indonesia yang paling utara di Selat Karimata.
Kepulauan Natuna terdiri dari pulau-pulau kecil yang berbatasan langsung dengan wilayah
maritim tiga negara, yaitu Malaysia, Singapura dan Vietnam. Kepulauan Natuna memiliki

cadangan gas alam terbesar di kawasan Asia Pasifik bahkan di Dunia. Cadangan minyak
bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680
barel. Kawasan laut Natuna juga merupakan salah satu jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) dan menjadi lintasan laut Internasional bagi kapal-kapal yang datang dari Samudera
Hindia memasuki negara-negara industri di sekitar laut tersebut dan juga menuju Samudera
Pasifik. Dalam hal wilayah, Cina mengklaim 90% wilayah perairan Laut Cina Selatan seluas
3,6 juta kilometer persegi.
Persengketaan Cina di wilayah ini mencakup dua persoalan utama yaitu kedaulatan
teritorial dan kedaulatan maritim. Kedaulatan teritorial membahas tentang kepemilikan
wilayah daratan yang ada di daerah ini sementara persengketaan kedaulatan maritim
berhubungan dengan penetapan batas yang diijinkan oleh Konvensi Hukum Laut PBB
(UNCLOS III) 1982. UNCLOS menetapkan bahwa kedaulatan teritorial laut adalah 12 mil
dari tepi pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil. Meskipun Indonesia
bukan negara pengklaim di wilayah sengketa itu, akan tetapi Indonesia memiliki pula
kepentingan di perairan tersebut. Selain kepentingan politik yang terkait dengan stabilitas
kawasan, Indonesia mempunyai pula kepentingan ekonomi di Laut Cina Selatan, khususnya
pada zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Cina yang berlangsung sangat pesat beberapa tahun
terakhir ini juga membutuhkan sumber-sumber energi baru dari segala penjuru dunia guna
mendukung kelangsungan segala macam kegiatan sektor riilnya. Apabila Cina memaksakan

klaimnya atas hampir seluruh perairan Laut Cina Selatan, hal ini akan menimbulkan
ketegangan hubungan antara Cina dan negara-negara yang juga memiliki kepentingan serta

wilayah klaimnya sendiri di Laut Cina Selatan. Situasi ini akan terus menciptakan
ketidakpastian keamanan di kawasan dan meningkatkan kemungkinan akan terjadinya
konflik terbuka di kawasan tersebut.
Bagi Cina, tindakannya di Laut Cina Selatan akan menegaskan persepsi umum akan
intensinya sebagai kekuatan yang sedang tumbuh. Kebijakan non-perang yang diadopsi
Beijing akan membuat negara-negara tetangganya merasa yakin bahwa Beijing
menginginkan perkembangan yang damai. Negara Cina yang terlalu asertif, yang merubah
status quo lewat parade kekuatan militernya, akan memberi dampak sebaliknya. Negaranegara Asia Tenggara tidak akan menyambut baik munculnya lingkup kekuasaan di kawasan
berdasarkan kebangkitan militer dan aspirasi kepemimpinan satu negara. Pemerintah Cina
mengakui wiilayah perairan Natuna milik Indonesia.
Pengakuan itu muncul setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP
Marsudi memprotes keras tindakan kapal nelayan Cina yang masuk Natuna untuk mencuri
ikan. Semula, Kedutaan Besar Cina di Jakarta, memprotes penangkapan kapal dan delapan
anak buah kapal (ABK) Cina oleh aparat keamanan. Kedubes Cina bahkan mengklaim
penangkapan itu terjadi di perairan milik Cina. Padahal, Indonesia berulang menegaskan,
perairan Natuna, sepenuhnya milik Indonesia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina,
Hua Chunying, akhirnya memberi penegasan soal kepemilikan Indonesia atas perairan

Natuna. Menlu Retno telah memanggil dan menemui Kuasa Usaha Kedutaan Besar Cina di
Jakarta, Sun Wei Dei. Pemanggilan ini untuk memprotes keras pelanggaran kapal Cina di
wilayah Natuna, Indonesia. Dalam pertemuan itu untuk menyatakan protes keras atas
penetepan yang dilakukan oleh Cina yang mengganggu kedaulatan teritorial Indonesia.
Peampaian nota yang berisi sebagai berikut, pertama terdapat pelanggaran coast guard Cina
terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif dan landas
kontingen. Protes kedua adalah pelanggaran coast guard Tiongkok (Cina) terhadap
penegakan hukum yang dilakukan terhadap aparat Indonesia pada Zona Ekonomi Ekslusif
dan landas kontingen. Pelanggaran juga dilakukan coast guard Tiongkok pada kedaulatan
laut teritorial Indonesia. Indonesia telah minta klarifikasi pada Pemerintah Tiongkok atas
kejadiaan ini. Dalam pertemuan itu menekankan kepada pihak Cina bahwa dalam hubungan
bernegara yang baik, prinsip hukum internasional termasuk UN Clos 1982 harus
dihormati. Indonesia bukan claim state Laut Cina Selatan
PEMBAHASAN
Jika dianalis lebih dalam yang menjadi penyebab Cina melakukan klaim wilayah itu
didasarkan pada peta kuno armada laut Cina pada abad kedua sebelum Masehi pada masa

dinasti Qin dan dinasti Han. Kemudian dari tahun 960 sampai 1368, orang-orang Cina
memperluas aktivitasnya ke perairan pulau Zhongsha dan Nansha. Kawasan perairan Natuna
juga memiliki kekayaan sumber daya alam yaitu gas dan minyak yang sangat diperlukan oleh

Cina. Selain itu, Cina sangat bergantung pada perairan Natuna karena perairan ini merupakan
pintu masuk dari jalur Laut Cina Selatan menuju ke samudera hindia, di mana hal tersebut
sangat penting bagi ekspor barang-barang Cina. Kawasan Laut Cina Selatan yang berada di
kawasan perairan Natuna sangat vital bagi Cina karena kawasan itu merupakan alur pelayaran
penting sebagai penghubung komunikasi Utara-Selatan, dan Timur-Barat. Lalu, pertumbuhan
ekonomi yang cukup pesat di Asia, membuat negara Cina sangat berkeinginan menguasai
kontrol dan pengaruh atas wilayah Laut Cina Selatan yang dinilai sangat strategis dan
membawa manfaat ekonomis yang sangat besar bagi suatu negara. Aktivitas-aktivitas Cina
berlanjut terus sampai tahun 1911, di mana wilayah kegiatannya sudah mencakup semua
pulau di Laut Cina Selatan. Pemerintah Cina di masa Perdana Menteri Zhou Enlai pada
Tahun 1949 juga menegaskan klaimnya dalam bentuk kebijakan yang dikenal dengan UShaped Line atau Nine-Dashed Line). Batas ini merupakan garis demarkasi yang digunakan
oleh pemerintah Cina yang mencakup fitur-fitur utama Laut Cina Selatan. Wilayah di dalam
batas garis tersebut dianggap oleh pemerintah Cina sebagai wilayah kedaulatan Cina. Salah
satu masalah penting adalah garis demarkasi. Garis tersebut tidak kontinyu dan tidak ada peta
yang bisa menunjukkan seperti apa bentuknya apabila dibuat menyambung. Karena tidak
pernah ada penjelasan dari pihak Cina, maka tidak ada yang tahu arti dan tujuan sebenarnya
pembuatan garis tersebut dalam konteks strategi. Nine-Dashed Line ini tidak bisa disahkan
sebagai perbatasan teritorial karena tidak sesuai dengan Hukum Internasional yang
mengatakan bahwa perbatasan teritorial harus stabil dan terdefinisi dengan baik. Garis
tersebut tidak stabil karena dengan mudah bisa berubah dari sebelas menjadi sembilan garis

tanpa alasan jelas dan tidak terdefinisi dengan baik karena tidak memiliki koordinat geografis
spesifik dan tidak menjelaskan bentuknya apabila semua garis dihubungkan.
Menurut Hukum Internasional, peraitan dapat disahkan sebagai perairan historis
apabila memenuhi paling tidak dua
persyaratan di berikut :
1.

Di dalam daerah yang bersangkutan, negara harus benar-benar menerapkan
kedaulatannya secara terus menerus, secara damai dan dalam jangka panjang.

2. Diterima secara terbuka, ataupun secara diam, tanpa perlawanan dari negara-negara
lain, terutama negara tetangga yang memiliki kepentingan di wilayah laut tersebut.

Ternyata sangatlah sulit bagi Cina untuk memenuhi persyaratan pertama. Sebabnya adalah
semua dokumen resmi yang tercetak sebelum tahun 1909 menyatakan bahwa ujung paling
selatan dari Cina adalah distrik Nihai di Pulau Hainan. Ditambah lagi, peta Cina yang
digambar pada abad ke 17 oleh East India Company menyatakan bahwa daerah Cina paling
ujung mulai di pulau Hainan di lintang 180. Orang-orang Cina juga baru menginjakkan kaki
di Kepulauan Paracel pada tahun 1909 ketika kepulauan ini di bawah kekuasaan Vietnam dan
bukan lahan yang tidak berpenghuni. Orang Cina juga baru tiba di kepulauan Spratly pada

tahun 1932. Menyangkut persyaratan ke dua, pihak Cina menyatakan bahwa garis U ini
sudah ada sejak lama dan selama itu tidak ada negara yang keberatan. Namun, menurut
Hukum Internasional, klaim teritorial harus dideklarasikan secara terbuka dan dipertahankan
paling tidak untuk jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan adanya protes resmi dari
negara lain yang berkeberatan. Dan, aktivitas pertahanan kedaulatan harus dilakukan secara
terus terang sehingga aktivitas rahasia tidak dapat diberlakukan sebagai dasar untuk hak
historis.
Akibat yang ditimbulkan dari penetapan Nine-Dashed Line sangatlah merugikan bagi
negara-negara yang berhubungan dengan Laut Cina Selatan, terutama Indonesia. Hal ini bisa
dilihat dari pertama yaitu pelanggaran coast guard Cina terhadap hak berdaulat dan yuridiksi
Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontingen. Kedua yaitu stabilitas
kawasan di Laut Cina Selatan akan berimplikasi langsung terhadap Indonesia. Meskipun
bukan sebagai negara pengklaim, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan konflik di perairan
itu akan berimplikasi langsung terhadap wilayah kedaulatan Indonesia di Laut Natuna dan
sekitarnya. Ketiga, kepentingan ekonomi yaitu Laut Cina Selatan sebagai salah satu sumber
pendapatan Indonesia, baik dari bidang minyak dan gas maupun perikanan. Wilayah Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia di Laut Cina Selatan menyumbang kontribusi yang tidak sedikit
terhadap pendapatan migas Indonesia, yaitu sekitar 30 persen. Anjungan-anjungan yang
terdapat di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dikelola oleh beberapa perusahaan energi
multinasional yang sebagian besar dari hasil gas alamnya langsung diekspor ke Singapura.

Ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan
total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46
TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia. Selain itu, Laut Cina Selatan
mengandung pula potensi perikanan yang cukup besar bagi Indonesia. Menurut data
Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), potensi perikanan di Laut Cina Selatan adalah
1.057,05 ton, sedangkan produksi yang tergarap baru 379.90 ton atau tergolong wilayah
underfishing. Demikian pula pada Tahun 1995 berdasarkan Peta Cina menunjukkan bahwa

ladang gas Natuna berada dalam territorialnya, walaupun terletak lebih dari 1.000 mil sebelah
selatan Cina. Setelah penjabaran di atas dapat kita ketahui bahwa kepentingan-kepentingan
kelangsungan hidup Indonesia akan terganggu dan dirugikan jika Pulau Natuna menurut Cina
termasuk dalam peta sembilan garis terputusnya itu. Karena keseluruhan manfaat dari pulau
itu akan dimiliki oleh Cina.
Dari beberapa poin diatas, upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik
tersebut adalah dengan melakukan upaya ke arah pengembangan mekanisme penyelesaian
konflik Laut Cina Selatan dengan damai. Upaya yang lebih kongkrit dalam menyelesaikan
konflik Laut Cina Selatan dengan mengupayakan suatu jalan bagi pembentukan “Code of
Conduct of the Parties in South Cina Sea”. Indonesia berkepentingan untuk mengendalikan
eskalasi konflik agar tidak menjadi lebih buruk lagi. Sengketa Laut Cina Selatan yang
berubah menjadi konflik akan menyerap sumberdaya nasional Indonesia yang tidak sedikit

guna mengamankan kepentingan nasionalnya, termasuk menyangkut stabilitas kawasan pada
aspek diplomatik. Namun Indonesia tetap melakukan upaya diplomatik dengan Cina agar
sengketa wilayah Laut Cina Selatan tidak meluas ke wilayah kedaulatan Indonesia di Natuna.
Harus menyelesaikan konflik dengan mengedepankan diplomasi dalam menyelesaikan
sengketa Laut Cina Selatan. Mengimplementasikan secara penuh dan efektif dari Declaration
on the Conduct of Parties in the South Cina Sea (DOC), yaitu membangun rasa saling
percaya, meningkatkan kerjasama, memelihara perdamaian dan stabilitas di Laut Cina
Selatan. Dalam menyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan pemerintah Indonesia telah
memiliki instrumen penyelesaian konflik yang memadai. Inisiatif Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa yang mengusulkan draf awal kode etik atau zero draftcode of conduct Laut Cina
Selatan bisa dijadikan senjata bagi diplomasi Indonesia. Ada tiga poin penting yang menjadi
tujuan zero draft code of conduct yang diusulkan oleh Marty, yakni untuk menciptakan rasa
saling percaya, mencegah insiden, dan mengelola insiden jika insiden itu terjadi. Pada tiga
tahap ini juga dipaparkan langkah-langkah konkrit yang mengatur kapal-kapal perang untuk
menciptakan rasa saling percaya, mencegah insiden dan mengelola insiden.
Melihat potensi ancaman yang ada, baik ancaman yang berasal dari militer maupun
non militer maka Indonesia perlu mengambil langkah dalam sengketa Laut Cina Selatan.
Langkah terpenting yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melakukan diplomasi
dengan Cina, baik pada jalur bilateral maupun multilateral. Indonesia perlu mendekati Cina
dengan tujuan untuk membujuk negara itu untuk tetap mematuhi DOC (Declaration of

Conduct of Parties in the South Cina Sea) maupun TAC (Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia) guna mencegah potensi konflik ini menjadi eskalasi konflik yang

menggunakan kekuatan militer. Melakukan diplomasi preventif diharapkan dapat menekan
potensi konflik antara Indonesia dan Cina. Diplomasi preventif dilakukan sebagai upaya
pencegahan agar perselisihan tidak semakin memanas dan menjadi konflik terbuka antar
negara. Hal ini dengan cara mengadakan berbagai kerjasama antara Indonesia dan Cina baik
dalam bidang ekonomi, militer maupun teknologi. Usaha-usaha ini diharapkan mampu
menekan konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan demi menjaga keamanan dan kepentingan
Negara Indonesia. Dan yang perlu ditekankan sekali lagi bahwa kepemilikan Indonesia atas
Pulau Natuna sudah sangat jelas. Pulau-pulau terluar pada Gugusan Natuna yang dijadikan
titik dasar terluar wilayah Indonesia telah ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda pada tahun
1957. Sesuai dengan UNCLOS 1982, titik dasar ini telah didaftarkan di PBB tahun 2009.
PENUTUP
 Kesimpulan
Upaya diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Cina mendapat tanggapan yang
baik dari Cina. Walaupun sampai saat ini sengketa wilayah di Laut Cina Selatan masih belum
terselesaikan, namun peran Indonesia dapat diakui keberhasilannya yang terus mengajak Cina
dan juga negara-negara lain yang berkonflik agar dapat menahan diri dalam konflik tersebut
serta dapat berpatisipasi dalam satu forum, mendorong diskusi dan dialog, dan juga menjajaki

berbagai kemungkinan dan cara bekerjasama di bidang-bidang yang menjadi perhatian
bersama. Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea (DOC) merupakan
langkah awal dalam penyelesaian konflik dengan kode etik. Dalam deklarasi ini semua
negara yang berkonflik termasuk Cina setuju untuk menjaga stabilitas Regional, bekerja sama
dan menyelesaikan konflik secara damai. Draf awal kode etik atau zero draft code of conduct
Laut Cina Selatan yang diusulkan Indonesia bertujuan untuk menciptakan rasa saling
percaya, mencegah insiden, dan mengelola insiden jika insiden itu terjadi. Selain itu
Perspektif baru Kebijakan Luar Negeri yang dynamic equilibrium menjadi preferensi
Indonesia untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul sehubungan dengan konflik di
Laut Cina Selatan. Dynamic Equilibrium merupakan perspektif luar negeri Indonesia yang
dianggap telah terimplementasi cukup baik dengan terciptanya Declaration on The Conduct
of The Parties in the South Cina Sea. Melihat dari kepercayaan yang diberikan baik oleh Cina
maupun negara besar kepada Indonesia, Indonesia harus terus melanjutkan upaya-upaya yang
selama ini telah dijalankan agar potensi konflik dapat terus ditekan sampai dihasilkannya
jalan keluar yang dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh negara-negara yang bersengketa.
 Saran

Upaya diplomatik yang dilakukan Indonesia dan Cina dalam mengatasi potensi konflik
landas kontinen di Kepulauan Natuna belum dapat dilakukan secara maksimal karena konflik
territorial di Laut Cina Selatan sendiri begitu kompleks antara Cina dan beberapa negara
ASEAN dan masih belum mencapai jalan keluar yang mapan. Penulis menyarankan agar
Indonesia terus berpartisipasi serta mendorong Cina dan negara-negara yang bersengketa agar
konflik territorial di kawasan Laut Cina Selatan dapat menemukan jalan keluar demi
keamanan di kawasan Laut Cina Selatan terutama keamanan bagi Indonesia di perairan
Kepulauan Natuna.
DAFTAR PUSTAKA
 Sefriani. 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
 Kusumaatmadja, Mochtar. 1986. Hukum Laut Internasional. Bandung: Bina Cipta.
 http://newsinfo.inquirer.net/inquirerheadlines/nation/view/20110415-331204/PHruns-

to-UN-to-protest-Chinas-9-dash-line-Spratlys-claim
 Judiono.

“Mencermati

Sengketa

Teritorial

Laut

Cina

Selatan”.

http://judiono.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 April 2016 pada Pukul 18.59
WIB.
 Nainggolan, P. P. 2013. Konflik Laut Cina Selatan dan Implikasinya Terhadap
Kawasan. Jakarta: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia.
 Pemerintah

Daerah

Kabupaten

Natuna.

“Potensi

dan

Peluang

Investasi”,

http://www.natunakab.go.id/investasi.html, diakses pada tanggal 5 April 2016 pada
Puku; 16.15 WIB.

KASUS ILLEGAL FISHING DI PULAU BENJINA
Laut Arafura, Laut Banda, Laut Aru merupakan kawasan laut yang berada di perairan
Maluku, dan memiliki sumber daya alam yang memiliki potensi besar. Bahkan Laut Arafura
merupakan fishing ground terbaik kedua di dunia, setelah Afrika Selatan, Hal ini yang
menyebabkan laut ini menjadi surga bagi para pengusaha perikanan di dunia, khususnya Cina
dan Thailand dan tidak menutup kemungkinan terjadinya praktek illegal fishing dan lainnya.
Para investor ini hanya bertujuan untuk mengeruk keuntungan semata, tanpa pernah
berkeinginan untuk mensejahterakan masyarakat Maluku maupun Papua. Tingginya praktek
illegal fishing yang menyebabkan Negara mengalami kerugian hingga triliyunan rupiah.

Sebelum Kepolisian Daerah (Polda) Maluku di bawah komando Brigadir Jenderal Polisi
Mudji Waluyo gencar melaksanakan operasi illegal fishing, Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Dumar-Kota Tual memiliki kurang lebih 300 kapal penangkap ikan, dengan volume
ekspor per tahunnya sekitar 151.000,- ton. Namun sejak tahun 2008, aktivitas ekspor baik itu,
ikan, udang, cumi dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Dumar-Kota Tual hanya mencapai
120.000,- ton pertahun. Sedangkan penyebab menurunnya ekspor dari Pelabuhan Perikanan
Nusantara Dumar-Kota Tual tidak diketahui secara pasti kenapa sampai demikian, namun
diprediksikan bahwa dengan ketatnya operasi pemberantasan illegal fishing oleh Polda
Maluku tahun 2008, membuat para mafia perikanan takut menyinggahi pelabuhan tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginformasikan manajemen PBR
kerap berkantor di PT Wisma 99 Jl. Iskandarsyah Raya No. 99, Kebayoran Baru, Jakarta.
Reportase Associated Press (AP) berjudul “Are slaves catching the fish you buy?" mengawali
terbongkarnya praktik kerja paksa nelayan di Indonesia. Berita itu pula yang memantik
kemarahan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ia langsung memerintahkan
anak buahnya untuk turun menyelidiki kasus perbudakan tersebut. Bukan tanpa sebab Susi
naik pitam, ia takut produk perikanan Indonesia diboikot dunia akibat kasus perbudakan.
Melalui proses penyelidikan secara bertahap, Susi mengatakan PBR memang kerap
bermasalah. Mulai dari penggunaan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal
Penangkap Ikan (SIKPI) yang kadaluwarsa hingga penggunaan ABK asing dalam operasinya.
Menurut Susi, perusahaan tersebut sengaja membangun kantornya di daerah terpencil dan
sulit dijangkau sehingga sulit dilakukan pengawasan. Kapal-kapal perusahaan ini juga kerap
menggunakan pelabuhan tikus, sehingga tidak melewati pelabuhan resmi yang dibangun
pemerintah. Selain itu, anak buah Susi juga menemukan 19 kapal dari PT PBR yang izinnya
keluar setelah moratorium diberlakukan sejak 3 November 2014. Pernyataan Ketua Tim
Satuan Tugas Anti Illegal Fishing Mas Achmad Santosa menguatkan dugaan PBR memang
bermasalah. Pria yang kerap disapa Ota itu mengatakan, selain kasus perbudakan, PBR juga
melanggar ketentuan Undang-Undang Perikanan. Pertama, PBR diduga memalsukan
dokumen kapal berupa SIPI dan SIKPI. Kedua, adanya penggunaan ABK asing yang jelas
melanggar undang-undang. Ketiga, adanya temuan Unit Pengelolaan Ikan (UPI) yang tidak
berfungsi, lalu adanya ikan tangkapan di palka kapal, Menurut Ota, PBR telah
mempekerjakan 1.128 ABK asing dari 4 negara. Ia merinci dari total tersebut, 745 orang
ABK merupakan warga negara Thailand, 316 ABK warga negara Myanmar, 58 warga negara
Kamboja dan 8 orang berkewarganegaraan Laos. 322 orang ABK susah dievakuasi dari

Benjina ke pelabuhan Tual Maluku untuk diperiksa lebih lanjut dan dipulangkan kembali ke
asalnya.
Hal yang sama juga di PT. Pusaka Benjina Resources (PBR), yang terletak di Pulau
Maikoor, Kecamatan Benjina Kabupaten Kepulauan Aru dengan luas areal + 70 hektar yang
dibeli dari PT. Djayanti Group ini merupakan perusahaan milik pengusaha Tex Suryajaya,
yang bekerjasama dengan pengusaha Thailand. Ketika sampai diareal PT. Pusaka Benjina
Resources, FP4N langsung menemui Site Manager PT. Pusaka Benjina Resources, Herman
Martino. Dalam pertemuan tersebut, dirinya mengatakan, Perusahaan ini (PT. Pusaka Benjina
Resources) diresmikan pada Juni 2007, oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, yang
dilakukan melalui teleconference dari Ambon (sehari sebelum pembukaan Harganas di
Ambon). Sebelum membuka usahanya di Benjina, PT. Pusaka Benjina Resources telah
memiliki

usaha

penangkapan

ikan

di

Tual,

Merauke

dan

Ambon.

Tetapi sejak adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2006, maka
PT. Pusaka Benjina Resources dengan dibantu Departeman Kelautan dan Perikanan
(Sekarang Kementrian Kelautan dan Perikanan-red), memilih Benjina sebagai home based.
Dengan + 70 kapal, PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) memulai aktivitasnya di areal bekas
PT. DJayanti Group tersebut. Tetapi baru berjalan beberapa saat, kapal-kapal yang diakui
milik PT. Pusaka Benjina Resources, terjaring razia oleh Polda Maluku, yang sangat giat
memberantas illegal fishing. Lebih lanjut Herman Martino menambahkan, Kapal-kapal milik
PT. Pusaka Benjina Resources yang lolos dari penangkapan tersebut dikarenakan ada yang
melarikan diri ke Merauke, ada pula yang malah kembali ke Thailand. Terjaringnya kapalkapal "milik" PT. PBR tersebut oleh Polda Maluku, karena perusahan ini kedapatan
mempekerjakan Anak Buah Kapal (ABK) berkebangsaan Thailand yang saat itu berjumlah
sekitar 2684 orang, tanpa izin kerja sebagaimana yang diatur undang-undang ketenagakerjaan
RI. Bahkan yang lebih miris lagi, mereka juga melakukan transshipment di tengah laut (dekat
perbatasan). Sebelum melakukan transshipment, para ABK Indonesia malah disuruh pindah
ke kapal lain, dengan cara melompat dari kapal tersebut, kemudian berenang ke kapal yang
lain. Sedangkan para ABK asal Thailand tetap berada di kapal.
Setelah Brigadir Jenderal Polisi Mudji Waluyo digantikan Brigadir Jenderal Polisi
Totoy Hermawan Indra, pemberantasan illegal fishing tidak terdengar lagi. Entah mengapa
sampai hal itu tidak terjadi lagi. Dari situlah PT. PBR mulai bangkit dan beroperasi kembali
pada Maret 2009 hingga saat ini. PT. PBR mulai beroperasi lagi dengan + 70 kapal
penangkap ikan di atas 100-400 GT dan 5 buah kapal tramper. Area penangkapan dari kapalkapal milik PT. PBR, yakni di sekitar Laut Arafura dan Laut Aru. Setiap harinya sekitar 5-10

kapal melakukan bongkar muat di pelabuhan PT. Pusaka Benjina Resources. Bahkan setiap
bulannya PT. Pusaka Benjina Resources mengekspor ikan beku ke Thailand + 6000-7000 ton.
Di mana ekspor ikan tersebut Ekspor tersebut menggunakan kapal pengangkut bernama
Silver Sea Line yang merupakan milik perusahaan Thailand.
SUMBER :


http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150409074057-92-45299/satgas-illegalfishing-usut-kasus-benjina-hingga-thailand/, diakses pada tanggal 24 Maret 2016



pukul 22.10 WIB.
http://www.antaranews.com/berita/518659/menteri-susi-kasus-benjina-sudah-sampai-



kejaksaan, diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul 10.02 WIB.
https://m.tempo.co/read/news/2015/10/06/090706735/kasus-perbudakan-benjinapemeriksaan-saksi-abk-myanmar-terkendala-dana, diakses pada tanggal 25 Maret
2016 pukul 11.15 WIB.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65