Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
MASALAH REFORMASI BIROKRASI
Oleh: Lili Romli
Abstract
This reformation era, bureucracy in Indonesia are not many change, both in central government or local government. Burecracy behavior at reformation era is resemble with New Orde era. Although central government are many policy about burecracy reform, but burecracy behavior are not many change. Bureucracy in Indonesia still is patrimonialism. For bureucracy reform, both sentral goverment or local goverment, necessary bring into reality good governance.
abdi dalem dan priyayi yang juga berlapis- pemberdayaan masing-masing elemen, lapis, pegawai negeri pun terdiri dari
umum sebagai berbagai pangkat, golongan dan eselon.
yaitu masyarakat
Pemerintah sebagai Semboyan pegawai negeri adalah abdi
stakeholders,
eksekutif dan lembaga perwakilan sebagai negara mengandung makna berorientasi
shareholder.
ke atas, sehingga mirip dengan birokrasi Sedangkan reformasi manajemen kerajaan, ambtenaar. Birokrasi lebih
sektor publik, terkait dengan perlunya menekankan pada mengabdi ke atas dari
model manajemen pada ke bawah sebagai pelayanan kepada
digunakan
Pemerintahan yang baru yang sesuai masyarakat.
dengan tuntutan perkembangan jaman, Kini, apakah model atau cap
karena perubahan tidaklah sekedar birokrasi seperti diungkapkan di atas masih
perubahan paradigma namun juga tetap melekat dalam birokrasi di
perubahan manajemen. Di antara model Indonesia? Seharusnya secara teoritis
manajemen yang popular adalah yang sudah berubah yang tidak lagi seperti itu,
dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler tetapi harus menuju pada birokrasi ala
dengan konsep Reinventing Government. Weber di mana birokrasi benar-benar
Perspektif baru Pemerintahan yang di- menekankan pada aspek efisiensi,
kemukakan oleh kedua pakar itu, yaitu: efektivitas, profesionalisme, merit system, Pemerintahan Katalis, Pemerintah milik dan pelayan masyarakat. Mengapa? Hal ini masyarakat, Pemerintah yang kompetitif, karena zaman telah berubah dengan Pemerintah yang digerakkan oleh misi, adanya era reformasi dan otonomi daerah, Pemerintah yang berorientasi pada hasil, maka seharusnya birokrasi mengalami Pemerintah berorientasi pada pelanggan, perubahan paradigma di mana birokrasi Pemerintahan wirausaha, Pemerintah harus memposisikan diri sebagai abdi antisipatif, Pemerintah desentralisasi, masyarakat, efisien, efektif, dan Pemerintah berorientasi pada pasar. profesionalisme.
PENUTUP
Dewasa ini good governance
DAFTAR PUSTAKA
merupakan issue yang paling mengemuka
dalam pengelolaan administrasi publik. Afadlal (Ed.), Dinamika Birokrasi Lokal Era Masyarakat menuntut kepada Pemerintah
Otonomi Daerah, Jakarta: P2P LIPI, untuk mewujudkan dan melaksanakan
good governance. Pola-pola lama penyelenggaraan Pemerintahan (bad
Hans-Dieter Evers dan Tilman Schiel, governance) harus ditinggalkan diganti
Kelompok-Kelompok Strategis: Studi dengan pola-pola baru penyelenggaraan
Perbandingan tentang Negara, Pemerintahan yang berdasarkan pada
Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di prinsip-prinsip good governance.
Dunia Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990, hal, 228.
Untuk mewujudkan good governance diperlukan reformasi kelembagaan (ins- titusional
Kasus Kabupaten manajemen publik (public management
reform). Reformasi
kelembagaan
menyangkut pembenahan seluruh alat-alat Dalam Birokrasi Lokal: Kasus Pemerintahan, baik struktur maupun
%LP D´ GDODP infrastrukturnya.
(Ed.), Dinamika Birokrasi Lokal Era kelembagaan
Kunci
reformasi
tersebut
adalah
Otonomi Daerah, Jakarta: P2P LIPI, page=menpan-ruu-administrasi- 2003, hal. 64.
Pemerintahan-prasyarat-reformasi- birokrasi&hl=en_EN
Dalam Perspektif Pemberantasan Prof. Dr. Mustopa dijaya, Guru Besar .RUXSVL´
Kebijakan Publik, Mantan Ketua LAN http://www.transparansi.or.id/?pilih=li
Birokrasi Sebagai Syarat Pem-berantasan hatpopulerkolom&id=18. Menpan: ..1¶ RUU Adiministerasi
dan Lokakarya Pembangunan Hukum oleh Pemerintahan Pryasyarat Reformasi
http://www.gtzsfgg.or.id/index.php?
MEMAHAMI ETIKA BIROKRASI PUBLIK: SEBUAH DIAGNOSIS INSTITUSIONAL
Oleh: Gabriel Lele
Abstract
This article investigates the problem of public service ethics from an institutional optic. This is an alternative way of looking at ethics other than a cultural approach. While acknowleding that ethics roots in culture, this article argues that ethics is institutionally embedded and can therefore be institutionally engineered. Since public service ethics is an integral part of a social contract between a government and its citizens, this article recommends the implementation of a contract- like mechanism to improve ethics in public service delivery. Citizen‟s charter is among the alternatives for such purpose as citizens can control their government and hold it accoutable in process of service delivery.
Key words: ethics, public service, control, citizen‟s charter
PENDAHULUAN
ditegakkan? Apa saja faktor penyebabnya? Bagaimana membenahinya?
Salah satu dimensi administrasi
Tulisan ini akan mencoba pertanyaan di
publik yang belakangan ini menyedot
atas. Fokusnya diletakkan pada diagnosis
perhatian banyak pihak adalah etika (Gow
institusional dalam menjelaskan persoalan
2005; Lewis 2003). Sentralitas isu tersebut
defisit etika di lingkungan birokrasi publik.
berkaitan dengan dua kondisi yang saling
Berdasarkan diagnosis institutional, tulisan
bertolak belakang. Di satu sisi, etika
ini akan merekomendasikan pendekatan
birokrasi merupakan bagian integral dari
institutional dalam upaya menciptakan dan
sebuah kontrak sosial antara pemerintah
menegakkan etika di lingkungan birokrasi
dengan masyarakat pengguna layanan.
publik.
Kontrak sosial tersebut sekaligus menjadi
elemen pokok yang menyangga bangunan
Penutup
besar bernama negara. Di sisi lain, tidak sulit menemukan sejumlah persoalan yang
Tulisan ini sudah mendiskusikan akar
menunjukkan bagaimana kontrak sosial
persoalan defisit etika serta alternatif untuk
yang begitu penting itu telah diabaikan,
atau bahkan dilanggar, dalam praktek
pentingnya pendekatan kultural, tulisan ini
penyelenggaraan pelayanan publik. Pada
berargumen bahwa pendekatan struktural
titik yang paling ekstrim, terjadi pembalikan
menawarkan diagnosis yang cermat serta
logika yang merusak filosofi dasar kontrak
resep yang lebih ampuh dalam upaya
sosial yang ditandai oleh kekaburan
memahami defisit etika birokrasi serta
definisi atas siapa yang seharusnya
strategi penanganannya. Pendekatan
menjadi pelayan dan siapa yang
struktural dipilih karena sesuai dengan
semestinya dilayani. Dalam prakteknya,
karakter etika birokrasi yang berada pada
pemerintah sebagai pihak yang harus
ruang publik dan, oleh karenanya, bersifat
memberikan pelayanan justru lebih
sistemik. Melalui kaca mata struktural,
memposisikan dirinya sebagai pihak yang
tulisan ini sudah berargumen bahwa
harus dilayani.
persoalan defisit etika birokrasi berkaitan dengan lemahnya pengaturan dan
Ketegangan antara tuntutan normatif
implementasi nilai-nilai etika dalam
serta realitas empiris
tersebut
penyelenggaraan pelayanan publik. Akar
menimbulkan beberapa pertanyaan klasik
dari berbagai kelemahan tersebut
yang telah menjadi pemicu diskusi sejak
dijelaskan secara khusus dalam tulisan ini
lama. Mengapa etika birokrasi sangat sulit
dengan menggunakan teori principal-agent.
Berangkat dari disgnosis tersebut,
Falconer, Peter K. dan Ross, Kathleen.
tulisan ini juga sudah mendiskusikan beberapa pilihan kebijakan yang berpusat
Service Provision: Lessons from the
pada isu rekayasa kelembagaan guna
UK Experience. International Review
of Administrative Sciences. Vol. 65,
aparat birokrasi untuk lebih memperhatikan
No. 3, hal. 339-351.
nilai-nilai etika. Rekayasa kelembagaan
Falconer, P.K., Ross, K. dan Conner,
dimaksud berusaha menciptakan aturan P
³ P HP DNVD´
KXNXP
Empowering Users or Providers?,
aparat birokrasi untuk lebih memperhatikan
Review of Policy Issues. Vol. 3, No. 3,
etika sambil pada saat yang bersamaan
hal. 79±95.
mengatur hak dan kewajiban masyarakat sebagai pengguna layanan. Rekayasa
Gow, J.I. 2005. A Practical Basis for Public
yang demikian sejalan dengan prinsip
Service Ethics. Paper pada the
kontrak (sosial) yang juga menjadi
Annual Conference of the Canadian
fundamen penopang bangunan negara.
Political Science Association Western
Citizen‟s charter University, London Ontario, June dapat menjadi alternatif
kebijakan sebagaimana sudah diterapkan
di beberapa daerah. Gaungnya akan lebih
Larbi, George,
Assessing
kuat jika ada unit-unit pelayanan pusat
Infrastructure for Managing Ethics in
yang mampu melakukan hal yang sama,
the Public Service in Ethiopia:
terutama unit-unit departemen pelayanan
Challenges and Lessons for
teknis yang selama ini menjadi sasaran
Reformers. International Review of
kritik masyarakat seperti kantor pajak, bea
Administrative Sciences, Vol. 67, No.
cukai dan imigrasi. Hanya jika ada kontrak
2, hal. 251-262.
yang jelas yang mengatur hak dan
Levine, Charles, H. Peters, Guy, P. dan
kewajiban penyedia dan pengguna layanan,
Thompson, Frank J. 1990. Public
persoalan defisit etika dapat diatasi dan
Administration: Challenges, Choice
kualitas pelayanan publik secara umum
and Consequences, Illinois: Scott
bisa ditingkatkan.
Foresman/Little.
Lewis, Carol, W. 2003. Mini Symposium
on Public Service Ethics: Introduction.
International Journal of Organization
DAFTAR PUSTAKA
Theory and Behavior. Vol. 6, No. 3, hal.402-404.
Argyriades, Demetrios. 2006. Good
Governance, Professionalism, Ethics The Citizen‟s Charter -
Major, John. 1996.
Five Years On, Cmnd 3370. London:
and Responsibility. International
HMSO.
Review of Administrative Sciences. Vol. 72, No. 2, hal. 155-170.
Osborne, David. dan Plastrik, Peter.
1997. Banishing Bureaucracy: The
Dwiyanto, Agus, dkk. 2002, Reformasi
Five Strategies For Reinventing
Birokrasi Publik di Indonesia,
Government. New York: Addison-
Kependudukan dan Kebijakan UGM.
Quill, Lawrence. 2008. Ethical Conduct
Carr, Frank. 1999. The Public Service
and
Public
Service: Loyalty
Ethos: Decline and Renewal? Public
Intelligently Bestowed. The American
Policy and Administration. Vol. 14,
Review of Public Administration. Vol.
No. 1, hal. 1-16.
20, No. 10, hal. 1-10.
Van Wart, Montgomery. 1998. Changing
Ratminto dan Winarsih, A.S. 2005.
Public Sector Values. New York: Manajemen
Garland Publishing. Pengembangan Model Konseptual,
Pelayanan,
Ward, Robert C. 2007. The Outsourcing of Penerapan
Citizen‟s Public Library Management: An Charter dan Standar
Analysis of the Application of New Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pelayanan
Minimal.
Public Management Theories From Shafritz, Jay M. 1998. International
the Principal-Agent Perspective, Encyclopedia of Public Policy and
Adminis-tration and Society, 38(6), Administration. Oxford: Westview
627-648.
Press Wilson, J. (ed.). 1995. Managing Public
Shafritz, Jay M. dan Russell, E.W. 1997.
Services: Dealing with Dogma. Introducing Public Administration.
London: Tudor. New York: Longman.
World Bank. 2007. Governance Matters 2007: Worldwide Governance Indicators.
Tan, P.G. 2006. Indonesia Seven Years
DC: the World Bank. After Suharto: Party System
Washington,
Tersedia di
http://web.worldbank.org/WBSITE/ Democracy.
Institutionalization in A New
EXTERNAL/NEWS/0,,contentMDK:214025 Southeast Asia. Vol. 28, No. 1, hal.
Contemporary
61%7Ep agePK: 88-114.
64257043%7EpiPK:437376%7EtheSitePK: 4607,00.html (diakses 11
November
2007).
MEMPERSOALKAN ETIKA DAN MORAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PASCA ORDE BARU
Oleh:
Abstract
This paper pointed out that ethic and moral is a key factor to speed up bureaucratic reform in Indonesia. As a matter of fact, public service in Indonesia is hamper by systemic problems involving all actors in the system from high level officer to the low rank officer. Although regulation regarding ethic and moral of the government official sufficient enough to promote certain high standard code of conduct, the bureaucratic behavior is far from ideal. Indeed, bureaucratic behavior is a mixed of individual characteristic and bureaucratic characteristic. It is impossible to change bureaucratic behaviour without give attention to these two aspects. To solve this problem, leadership in Civil Servant Institution is crucial as a breakthrough to cut the vicious circle of buraucracy.
Keywords: Bureaucratic Behaviour, Government Official, Ethic and Moral.
PENDAHULUAN
dalam benak penulis muncul segudang pertanyaan, bagaimana dengan Pelayanan
Suatu hari, Jumat pagi sekitar pukul Publik (Public Services) pada Instansi
08 waktu setempat, penulis memasuki Pemerintah di Indonesia ? Apakah Kantor Walikota (Shakyuso) Niigata. Ketika
reformasi yang mulai marak digulirkan masuk pintu, personil wanita yang
sejak Tahun 1998 lalu telah berhasil mengenakan pakaian putih dengan blazer
mengubah birokrasi yang terkenal dengan biru tersenyum ramah dan mempersilahkan
untuk mengambil nomor antrian yang ³ tersedia. Karena terlihat bingung, dia
dapat memberikan menanyakan hendak mengurus apa dan
di
Indonesia
kenyamanan pada masyarakat ? Apakah segera dia mengambilkan nomor antrian
faktor budaya mempunyai pengaruh sesuai dengan yang diperlukan. Setelah
terhadap kualitas pelayanan ? Apakah menunggu antrian sebanyak tiga orang
makna birokrasi di Indonesia berbeda sekitar 5 menit, dengan ramah dan sedikit
dengan birokrasi di negara lain ? Apa menundukkan kepalanya, petugas di loket
sebenarnya fungsi birokrasi ? Apakah menanyakan apa yang akan penulis urus.
faktor perilaku birokrasi mempunyai kaitan Setelah menjelaskan dokumen apa yang
erat dengan pola kepemimpinan ? Apakah disiapkan, dia memeriksa dokumen yang
birokrasi pemerintah yang stagnan penulis berikan. Dengan cepat dia
menjadi faktor utama terpuruknya memberi catatan pada formulir aplikasi dan
Indonesia saat ini ? Apakah birokrasi saat dalam waktu singkat dia memberikan tanda
ini tidak ada bedanya dengan Era terima. Selanjutnya dia mempersilahkan
Pemerintahan Soeharto ? Pertanyaan- untuk membayar biaya yang sudah
pertanyaan tersebut melintas dipikiran ditentukan sebagaimana yang tertera pada
penulis ketika membayangkan kualitas papan informasi. Hanya dalam waktu
layanan publik di Indonesia. kurang
memperpanjang ijin tinggal di Jepang Hampir 10 tahun setelah Rezim Orde diselesaikan.
Baru pada Era Pemerintahan Soeharto ditumbangkan tidak banyak yang berubah
dalam birokrasi di Indonesia. Reformasi pengalaman pribadi penulis ketika
Ilustrasi di
atas merupakan
birokrasi yang didengung-dengungkan berurusan dengan birokrasi di Negara
tampaknya tidak menyentuh akar dari Jepang beberapa tahun silam. Lalu di
permasalahan birokrasi. Sebagian orang permasalahan birokrasi. Sebagian orang
harus yakin bahwa posisinya adalah berjalan dimana rakyat bisa langsung
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, memilih pemimpinnya dan wakilnya di
bukan abdi dari partai politik. PNS sebagai parlemen. Tidak banyak yang menaruh
pelayan masyarakat tidak mungkin bersifat perhatian pada masalah birokrasi
netral apabila tunduk kepada partai politik. pemerintahan. Atau memang tidak banyak
Etika dan moral PNS merupakan yang memahami bahwa agenda reformasi
pondasi bagi PNS yang berkualitas. Tidak yang belum tuntas adalah reformasi
mungkin dihasilkan suatu perilaku birokrasi birokrasi.
yang ideal sesuai dengan tujuan dari Dari perspektif sumber daya manusia
pembentukan PNS tanpa memperhatikan dapat dikatakan bahwa birokrasi yang ada
masalah etika dan moral PNS. Untuk itu, sekarang ini adalah warisan dari Rezim
pembenahan etika dan moral perlu Orde Baru yang dibentuk pada awal Tahun
mendapatkan prioritas utama dalam 1970-an. Sebagian besar Pegawai Negeri
reformasi birokrasi. Dibutuhkan suatu Sipil (PNS) yang menduduki Jabatan
kepemimpinan yang kuat dan reformasi Eselon I, II, dan III pada Departemen dan
kelembagaan agar agenda mentalitas PNS Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang ideal sebagai abdi negara dan abdi (LPND) merupakan rekruitmen pada Tahun
masyarakat dapat terwujud. Semoga !!! 1970-an sampai Tahun 1980-an. Artinya,
mentalitas yang ada pada sebagian besar PNS di level atas dan menengah tersebut
DAFTAR PUSTAKA
masih dipengaruhi alam pikir dan sistem
yang diwarisi oleh Rezim Orde Baru. Hal Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika inilah yang luput dari pengamatan dalam Dasar: Masalah-masalah Pokok reformasi yang sedang berlangsung saat Filsafat Moral. Kanisius, Jakarta. ini. Reformasi yang telah mampu
mengubah sistem pemerintahan yang __________________. 1987. Etika otoriter menjadi pemerintahan yang
Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar demokratis melalui Pemilihan Langsung
Kenegaraan Modern. Gramedia Kepala Negara dan Kepala Daerah belum
Pustaka Utama, Jakarta. mampu mengubah wajah birokrasi.
__________________. 2000. Kuasa dan
KESIMPULAN
Moral. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Perilaku birokrasi yang saat ini ditampilkan oleh aparatur pemerintah
Setiadja, Gunawan. 1990. Dialektika hanya dapat diubah dengan melakukan
dan Moral dalam pembenahan terhadap perilaku PNS,
Hukum
Pembangunan Masyarakat Indonesia. dalam hal ini menyangkut etika dan
Kanisius, Jakarta. moralnya serta perbaikan lingkungan
Thoha, Mifthah. 1987. Perspektif birokrasi Indonesia. PNS harus dapat
Perilaku Birokrasi. Rajawali Pers, melihat situasi saat ini sebagai masa
Jakarta.
transisi, bukan keadaan yang permanen. Soekanto, Soerjono. 1990. Ringkasan Dengan tetap menjaga semangat korps
Metodologi Penelitian Hukum Empiris. PNS, maka PNS diharapkan akan mampu
IND-HIL-CO, Jakarta. melakukan terobosan dalam pelayanan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
masyarakat. tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Selain itu, PNS harus mengambil sebagaimana telah diubah dengan jarak dari politik dan fokus kepada
Undang-Undang Nomor 43 Tahun tugasnya sebagai unsur aparatur negara,
Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun
Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai 1959 tentang Sumpah Jabatan
Politik.
Pegawai Negeri Sipil dan Anggota
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun
Angkatan Perang. 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai
Surat
Edaran
Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
Negeri Sipil.
tentang Petunjuk 2000 tentang Pendidikan dan
14/SE/1975
Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Negeri Sipil.
Petunjuk Pengambilan Sumpah/Janji Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
Sipil.
Pegawai Negeri Sipil.Petunjuk 2004 tentang Larangan Pegawai
Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
DEMOKRATISASI DAN PROBLEM NETRALITAS BIROKRASI DI INDONESIA
Oleh: Gde Wisura
Abstract
This article will explain the problematic situations of bureaucratic reform in Indonesia. The fall of new orde rezim showed how well the process of democratic spread to all parts of Indonesia. Civil society tried to create and reconstruct the political system based on principles of demokratic rule, including how to make bureaucratic independenly. In fact, many case in reform era found there is political cooptation in the bureaucratic system.
Keywords : Political cooptation, democratization, civil servants
PENDAHULUAN
rangka regulasi
tersebut, tampak keberhasilan negara dalam mengurangi
MASA SURAM POLITIK INDONESIA
jumlah partai politik yang ada, dari sepuluh Seperti kita ketahui, rezim Orde Baru
partai menjadi hanya tiga partai politik merupakan
pada tahun 1973, yaitu Partai Persatuan menonjolkan kekuasaan negara yang
Pembangunan (PPP), Golongan Karya sentralistik. Negara tampil sebagai satu-
(Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia satunya kekuatan yang tidak dapat
(PDI). Dari ketiga partai politik, Golkar ditandingi oleh kelompok masyarakat
direkayasa sedemikian rupa oleh manapun juga. Negara menikmati
pemerintah untuk dijadikan sebagai basis otonominya
kekuatan untuk memantapkan posisinya masyarakat yang pada gilirannya sering
berhadapan
dengan
dan mendapatkan legitimasi kekuasaan memaksakan kepentingannya. Jaringan
dalam pemilu. Melalui peranan Golkar, negara
strategi inklusioner dari perangkat eksekutif, telah ber-kembang menjadi alat-
terutama
lembaga-lembaga
korporatis negara diberlakukan. Strategi ini alat efektif dalam mengelola dan
dijalankan berbarengan upaya kooptasi menangani mobilisasi untuk mendukung
organisasi-organisasi sosial beserta para kebijakan yang dikeluarkan oleh negara
pemimpinnya ke dalam mesin politik (Hikam, 1997: 135-134). Lebih dari itu
(Hikam, 1997: 137).
negara juga berhasil
Akibat kontrol pemerintah yang ketat masyarakat dengan berbagai kebijakan
mengontrol
terhadap organisasi sosial politik dengan dan perundang-undangan serta proses
hanya mengakui tiga organisasi politik saja, pembentukan tatanan politik, yang secara P keseluruhan amat berdampak negatif DQGHJQ\D´
politik rakyat. Tidak ada kebebasan untuk terhadap nilai-nilai demokrasi.
mendirikan organisasi politik yang mampu Pertama, seluruh organisasi sosial dan
menampung aspirasi, tuntutan, dan politik secara ketat dikontrol melalui
politik dari berbagai sejumlah regulasi, sehingga membuat
kepentingan
masyarakat Indonesia yang notabene mereka tidak menjadi ancaman bagi
adalah masyarakat yang pluralistik. Kita negara (Hikam, 1997: 136). Contoh yang
dapat melihat bagaimana pemerintah Orde amat menarik bagaimana regulasi itu
Baru menyikapi berdirinya Partai Rakyat dilakukan dengan cara yang amat otoriter,
Demokrat (PRD), Partai Uni Demokrasi misalnya terlihat dari kemampuan negara
Indonesia (PUDI). Pemerintah melalui dalam
keamanan menekan, masyarakat, dan sebaliknya dapat me-
mengintimidasi, bahkan lebih parah lagi maksakan kepentingannya. Sejauh yang
memenjarakan ketuanya, yaitu Budiman teramati dalam masa Orde Baru, dalam
Soejatmiko dan Sri Bintang Pamungkas, Soejatmiko dan Sri Bintang Pamungkas,
secara keseluruhan terpusat pada negara.
lingkaran kekuasaan yang dipegangnya. Kedua, dalam rangka melakukan
Lembaga militer di bawah kendalinya, pengetatan kontrol politiknya terhadap
dalam kedudukannya sebagai Panglima masyarakat, Orde Baru memantapkan
Tertinggi ABRI. Partai politik di bawah peranan militer dengan fungsinya sebagai
kendalinya, melalui tangan Menteri Dalam penyangga utama kekuasaan negara SHP
bekerjasama dengan teknokrat dan pemusatan kekuasaan di tangannya, birokrat sipil. Berbagai posisi politik
Soeharto dengan mudah memperalat strategis dalam lembaga kepresidenan,
negara beserta seluruh instrumen kementrian, dan jabatan eselon tinggi
politiknya yang ada untuk melakukan tingkat daerah didominasi oleh militer,
kontrol terhadap kehidupan demokrasi. atau setidaknya dipengaruhhi oleh militer.
Tidak hanya itu, bahkan melalui lembaga
PENUTUP
legislatif pun, yang seharusnya hanya diisi Birokrasi sebagai garda terdepan oleh wakil partai yang terpilih melalui
dalam penyelenggaraan tata pemerintahan pemilu, militer melakukan penetrasi
dituntut untuk profesional dan tidak VLVWHP ³
terkooptasi oleh kepentingan politik P
NXUVL´
sehingga ia dapat menunjukkan postur mengikuti pemilu. Hal inilah yang
JUDWLV´
ideal yang di harapkan publik. Liberalisasi menyebabkan militer akhirnya menjadi
politik sebagai akibat reformasi politik, di kekuatan sentral yang amat berpengaruhh
sisi lain memberikan godaan bagi birokrasi dalam berbagai pengambilan keputusan
untuk bermain dalam ranah politik atau politik negara.
menciptakan ruang bagi munculnya Ketiga,
politisasi terhadap birokrasi. Beberapa memobilisasi konflik-konflik politik dan
dalam
upayanya
kasus di atas membuktikan bahwa ideologi, rezim Orde Baru juga
birokrasi sulit sekali melepaskan dirinya memperkuat posisinya dengan menjadikan
dari ranah politik. Untuk itu diperlukan ideologi Pancasila sebagai basis wacana
implementasi aturan yang lebih tegas, politik untuk mendapatkan konsensus
sanksi yang berat bagi pelanggaran yang melalui hegemoni ideologi. Dengan
dilakukan birokrasi. Perubahan memang persatuan dan unifikasi ideologi yang
tidak berlangsung cepat, namun bila NHP
dilakukan sungguh-sungguh kelak kita WXQJJDO´
SHQJDVDV -
akan menemukan potret birokrasi yang sosial dan politik yang ada diarahkan dan
NHORP SRN -kelompok
ideal di negara kita.
diikat untuk tidak lagi berkompetisi atas
dasar retorika politik, namun dengan dasar
program. Orde Baru melakukan depolitisasi
DAFTAR PUSTAKA
dan distribusi eksponensial-ideologisasi
terhadap aktivitas politik yang mungkin Cohen, Jean L & A, Arato, Civil Society dilakukan baik oleh partai maupun
and Political Theory, MIT Press: organisasi sosial yang menjadi sarana
Massachusets, 1992. artikulasi kepentingan masyarakat.
Gellner, Ernest, Membangun Masyarakat Keempat, penguatan rezim Orde Baru juga
Sipil : Prasyarat Menuju Kebebasan, ditandai dominasi lembaga kepresidenan
Mizan: Bandung, 1992. yang berada di tangan Soeharto. Hal ini
Hikam, AS, Demokratisasi dan Civil tampak dengan kemampuan Soeharto
Society, LP3ES: Jakarta 1997. mempertahankan kekuasaan selama 32
tahun, antara lain keberhasilannya
0RKWDU , Politik, Birokrasi, dan Sunantara, I Gde Arya, Rekiblatisasi Pembangunan, Pustaka Pelajar:
Peran Strategis KORPRI sebagai Yogyakarta, 1997.
Garda Depan Birokrasi Indonesia, Rozi, Syafuan, Zaman Bergerak, Birokrasi
Jurnal Bisnis dan Birokrasi, Volume Dirombak : Potret Birokrasi dan
XIV/Nomor 1/ Januari/2006. Politik di Indonesia, Pustaka Pelajar:
Unhlin, Anders, Indonesia and the Third Yogyakarta, 2006.
Wawe of Democratization, Curzon Press: Great Britain, 1997.
Sanit, Arbi, Reformasi Politik, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1998.
PERILAKU DAN ETIKA PEGAWAI NEGERI: FAKTA, IDEALISME, DAN TANTANGAN MASA DEPAN
Oleh: Badrus Sholeh
Abstract
Indonesian State Officers – among them are Civil Servants- attempt to adapt from significant parts of the New Order‟s government to independent groups professionally endorsed the bureaucracy for implementing government
policy. However, the ethics of state officers managed by The Indonesian Laws no. 43/ 1999 is challenged by the rise of the spirit of democracy, regional autonomy, and human rights.
Keywords : Civil servants, ethies and moral, professional
PENDAHULUAN
2007, terjadi pertarungan antar kelompok dua calon gubernur, yaitu pasangan Amin-
Pegawai Negeri telah menjadi bagian
Mansyur melawan Syahrul Agus. Pegawai
dari kerangka besar birokrasi pemerintah
Negeri Sipil, baik Pemerintah Daerah di Ibu
Orde Baru dan menopang kekuatan politik
Kota Provinsi, Makassar, maupun di
pemerintah baik dalam penerapan
kabupaten atau kota lain juga terbelah
kebijakan nasional maupun mengarahkan
secara nyata. Isu etnis sangat kental
pilihan politik praktis. Sebagai bagian dari
dimainkan oleh elit. Pegawai Negeri yang
arus besar politik Orde Baru, Pegawai
beretnis Bugis diarahkan untuk mendukung
Negeri sebagai komunitas terbesar
pasangan calon incumbent Amin Mansyur,
lembaga-lembaga pemerintah- menjadi
karena Amin Mansyur adalah tokoh Bugis,
gerbong besar partai pemerintah.
sebaliknya pegawai beretnis Makassar
Semangat ini dalam beberapa konteks
diarahkan untuk memilih pasangan
masih timbul pasca runtuhnya Orde Baru,
Syahrul-Agus. Syahrul Yasin Limpo, yang
dengan pembagian kekuasaan ke daerah
sebelumnya menjabat Wakil Gubernur
pegawai pemerintah masih lekat dengan
periode Amin Syam Mansur adalah tokoh
kooptasi politik.
Makassar. Fenomena ini adalah gejala
Sebaliknya, Orde Reformasi memberi
umum, meskipun faktanya banyak
nuansa kebebasan bagi setiap penduduk
Pegawai Negeri yang beretnis Bugis
Indonesia, dan bagi warga yang berstatus
memilih pasangan Syahrul-Agus karena
Pegawai Negeri juga lebih berani
keinginan kuat
masyarakat untuk
melakukan gerakan-gerakan yang menurut
melakukan perubahan. Ketika hasil Pilkada
aturan birokrasi bisa dianggap melanggar.
tidak diakui pada tingkat provinsi, karena
Di berbagai daerah, sekelompok Pegawai
keberatan kelompok Amin-Syam atas
Negeri Sipil dikerahkan untuk mendukung
keputusan KPUD Sulawesi Selatan karena
calon tertentu dalam Pilkada, atau
diasumsikan terjadi penggelembungan di
kelompok lain terlibat dalam demonstrasi
beberapa Kabupaten 1 sehingga dibawa ke
yang menentang kebijakan pemerintah. Ini
Mahkamah Agung. Ketika MA memutuskan
adalah fenomena baru yang menjadi
bahwa hasil Pilkada Sulsel tidak sah, maka
tantangan bagi birokrasi pemerintah untuk
terjadi gelombang arus demonstrasi besar,
lebih kreatif dan bijaksana melakukan
termasuk diantaranya adalah mayoritas
pembinaan atas pegawainya.
Pegawai Negeri sipil di Pemda Kota
Kasus terbelahnya kepentingan
0 µP
NHUMD¶
politik daerah yang melibatkan Pegawai
aspirasi dukungan atas pasangan Syahrul-
Negeri adalah pada Pemilihan Kepala
Agus. Aspirasi masyarakat atas arah politik
Daerah di Sulawesi Selatan. Pada Pilkada
yang tidak terbendung dengan Undang-
Gubernur Sulawesi Selatan 5 November
Undang
menjadi
tantangan
baru baru
disuguhi banyak pilihan. Dilain pihak,
terhadap politik. Bagaimana etika yang
menguatnya primordialisme sebagai efek
semestinya melandasi semangat kerja
dari semangat desentralisasi dan reaksi
pagawai negeri
untuk menopang
atas derasnya tekanan globalisasi juga
pemerintah yang bersih dan professional
telah mempengaruhi kinerja pegawai
tanpa melihat kepentingan etnis, politik dan
pemerintah. Netralitas mereka teruji dan
kelompok.
kebebasan hak mereka sebagai warga
Etika Pegawai Negeri telah lama
negara untuk berorganisasi dan berpolitik
µIULNVL¶ diarahkan GDODP menjadi standar nasional bagaimana perilaku aparat negara sangat
wadah birokrasi pemerintah.
mempengaruhi kualitas kerja dan
pelayanan. Dalam Pokok-pokok Pikiran
RUU Etika Penyelenggaraan Negara
(2005), atau dengan kata lain mengatur
DAFTAR PUSTAKA
perilaku aparat negara, meliputi prinsip,
kewajiban, hak, larangan, dan sanksi yang
Arfani, Riza Noer. Kinerja Tata
berarti mencakup tiga konsep dasar yang
Pemerintahan di Sumatra Barat:
saling mempengaruhi, yaitu etika, moral
dan hukum yang mempengaruhi sikap dan
Pangkuan?, Ikatan Ahli dan Sarjana
perilaku aparat negara.
Indonesia (IASI), Hamburg, 2008.
( www.reformasibirokrasi.habibicenter.or.id )
Detiknews.com, ‟Demokrasi
Semakin
Parah‟ , 5 Februari 2007.
KESIMPULAN
Komaruddin, Prof. „Etika dupan Kehi
http://reformasi serius pasca runtuhnya Orde Baru. Mereka
Berbangsa
Pegawai Negeri mendapat tantangan
birokrasi.habibiecenter.or.id/index.cf
dituntut oleh masyarakat untuk beradaptasi
m?fuseaction=artikel.detail&id=
dalam situasi reformasi dan semangat
126&catid=4, diakses 5 Agustus
demokrasi. Etika birokrasi yang selama ini
terlihat rigid dan kaku, perlu dirombak Lanin, Dasman, „Kebijakan Desentralisasi dengan melihat dan mendengarkan
dan Pemuliaan Nilai Kultural-Etnis
aspirasi masyarakat bagaimana arah dan
Dalam Birokrasi (Kasus Model
bentuk birokrasi publik. Pegawai Negeri
Otonomisasi Nagari di Sumatra
dituntut untuk melayani masyarakat secara Barat)‟, Bisnis & Birokrasi, Jurnal paripurna dan menopang keberlangsungan
Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol.
pemerintah dalam menjalankan program
XIV/ No. 1/ Januari, Jakarta:
dan secara maksimal menciptakan
Departemen Ilmu Administrasi FISIP
kesejahteraan masyarakat.
Arus
Universitas Indonesia, 2006.
globalisasi dan (sebaliknya) semangat
Mahfud MD, Moh. ‟Responsivitas Vonis
desentralisasi mewarnai arah birokrasi
MA atas Pilkada Sulsel‟ , Jawa Pos,
publik yang dituntut mampu menopang
24 Desember 2007.
pemerintah pusat dan daerah dalam persaingan global. Terbukanya Negara-
Modul: Pengembangan Kebijakan Etika
Negara di Asia Tenggara pada kurun tahun 2015 dalam menerima berbagai arus
Kepemerintahan yang Baik dan Etika
perorangan dan kelompok jasa memaksa
Pemerintah, Jakarta: Departemen
lembaga publik Indonesia untuk berbenah
Dalam Negeri dan Lembaga Administrasi Negara, Juni 2007.
segera menyiapkan kemampuan (skill) dan sikap professional kalau tidak ingin
Muller, Jerry Z. „Us and Them The
ditinggalkan oleh masyarakat yang
Enduring
Power
of
Ethnic
Nationalism‟, Foreign Affairs, Vol. 87, Sholeh, Badrus et.al, Balai Mediasi Desa No. 2, Maret/ April 2008.
Perluasan Akses Hukum dan
Mustopadidjaja, AR, ‟Format Birokrasi Keadilan untuk Rakyat, Suhardi NKRI bagi Percepatan Pemulihan
Suryadi (editor), Jakarta: LP3ES,
dan Pembangunan
2007.
Indonesian Bureaucracy & Service
Sitepu, Musliana Bangun, „Mengatasi
Watch (IBSW), Jakarta, 17 April 2002.
Berbagai Tantangan Dalam Era
Pal, Leslie A., „Competing Paradigms in Globalisasi Melalui Peningkatan Policy Discourse The Case of
Perilaku Kewiraswastaan‟, Bisnis & International Human Rights‟, Policy Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi
Sciences, An International Journal
dan Organisasi, No. 01/ Vol. XIII/
Devoted to the Improvement of Policy
Januari, Jakarta: Departemen Ilmu
Making, Vol. 28 No. 2, May, Kluwer
Academic Publishers, 1995.
Indonesia, 2005.
Rauf, Maswadi. „Pem erintah Daerah dan
Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan
Konflik Horizontal‟ Perundang-Undangan No. 18, Agustus 2002.
, Jurnal Ilmu Politik,
Peraturan
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Bandung: Fokusmedia, 2007.
Rowa, Hyronimus, µDimensi Pelanggaran
Undang-Undang Republik Indonesia No.
Hak Asasi Manusia di Lingkungan
17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pegawai Negeri Sipil Tinjauan Dari Aspek Pembangunan Jangka Panjang Nasional Peraturan
Tahun 2005-2025, Yogyakarta: Penerbit Kepegawaian‟
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widyapraja,
Pustaka Yustisia, 2007.
No. 3, Vol. 32, Jakarta: Institut Pemerintahan Dalam Negeri, 2006.
PENERAPAN ETIKA MORALITAS DAN BUDAYA MALU DALAM MEWUJUDKAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG PROFESIONAL
mengatakan bahwa PNS di Indonesia saat itu. PNS menjadi motor politik dari
partai yaitu GOLKAR yang berkuasa dalam karena begitu menariknya dan sulitnya
GXQLD´
menjalankan roda pemerintahan. Hal ini memasuki jenjang karier PNS ini. Berawal
menjadikan kedudukan PNS sebagai abdi dari inilah masalah-masalah ini kemudian
negara sekaligus abdi kekuatan politik bermunculan. Terutama masalah yang
yang melayani partai berkuasa. PNS berkaitan dengan tumbuh suburnya
dengan lembaga KORPRI-nya bersinergi praktek KKN dikalangan aparatur birokrasi
kesatuan yang (PNS).
menjadi
satu
melanggengkan kekuasaan Orde Baru. Dilihat dari sejarahnya keberadaan
Fakta ini menjadikan PNS sebagai abdi negara atau PNS inipun menjadi
organisasi atau kelembagaan yang warga negara kelas menengah yang diberi
dimanfaat-kan untuk keistimewaan pada jamannya di masa
seringkali
kepentingan politik. Akibatnya fungsi jaman
aparatur birokrasi sebagai pelayan publik Keistimewaan itu diberikan tidak hanya
kependudukan
penjajahan.
terabaikan dan terdistorsi menjadi abdi kepada abdi negara tersebut melainkan
partai yang berkuasa pada saat itu. keluarganya. Terutama keistimewaan
Kondisi yang tidak berbeda adalah untuk sekolah, hak dan kedudukannya
PNS dijaman reformasi seperti sekarang ini, dengan warga lain. Pihak kolonial
kondisi PNS sekarang ada sedikit berkepentingan terhadap pendudukannya
terutama dari aspek dengan memelihara birokrasi yang telah
perubahan
peningkatan ke-sejahteraan. Cara pandang dibentuknya dari kalangan kerajaan dan
masyarakatpun masih tetap sama kaum priyayi. Demikian juga memasuki
menganggap PNS sebagai profesi yang jaman kemerdekaan Orde Lama, Orde
membanggakan, walapun sebenarnya cara Baru dan di era reformasi ini. PNS seolah
pandang demikian di masyarakat lambat memiliki kedudukan yang lebih dengan
laun memudar tidak seperti di jaman Orde warga negara lain. Seolah PNS di
Baru yang menjadikan PNS sebagai warga Indonesia menjadi sumber inspirasi dan
kelas pertama. Di jaman reformasi impian yang dihargai dan di junjung tinggi
kehidupan PNS banyak berubah, tuntutan oleh masyarakat.
untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan Kondisi PNS pada masa kemasa
kemampuannya. PNS sekarang juga seolah menjadi sorotan publik, PNS di
mendapat tanggungjawab yang berat jaman Orde Lama merupakan bagian
terutama dalam menjalankan tugas dan terpenting dalam proses membentuk
tanggung-jawabnya sebagai abdi negara. karakter bangsa terutama dalam proses
Pengawasan masyarakat yang semakin penegakkan kemerdekaan, sistim yang
menunjukkan kemajuannya menjadikan belum tertata dengan baik, dalam
PNS harus bekerja dengan berbasis peyelenggaraan pemerintahan maupun
kinerja. Selain itu juga harus bekerja kehidupan negara menjadikan abdi negara
secara transparan, akuntabel dan harus bekerja keras bersama rakyat untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. memperbaiki kehidupan negara. Dilihat
Aspek kesejahteraan di masa dari segi kesejahteraan PNS dijaman Orde
reformasi ini PNS menjadi cukup lebih baik Lama masih juga ada keterbatasan, tetapi
seiring dengan peningkatan tunjangan kedudukannya yang lebih di mata
yang harus dibayarkan kepada PNS. masyarakat menjadikan PNS masih
Setiap tahun PNS mendapatkan kenaikan menjadi sorotan penting.
gaji sekitar 15-20 %. Selain itu adanya Dijaman Orde Baru PNS menjadi
berbagai program yang menuntut PNS bagian penting dalam sistem pemerintahan
bekerja lebih baik, implikasinya adalah maupun sistem politik yang terbentuk pada
tunjangan yang lebih besar pula. Seperti kebijakan remunerasi dibeberapa lembaga tunjangan yang lebih besar pula. Seperti kebijakan remunerasi dibeberapa lembaga
memiliki tupoksi yang jelas mencapai tujuh tunjangan kepada pegawai yang dianggap
peningkatan
sedangkan kekurangannya memilki fungsi strategis dalam upaya
ribuan
mencapai hampir enam ribuan pegawai. reformasi birokrasi. Selain itu khusus PNS
Contoh kasus tersebut juga terjadi di guru dan dosen adanya kebijakan
daerah, PNS yang ada di daerah belum sertifikasi dengan memberikan tunjangan
ada data yang jelas, kebutuhannya berapa, sebesar gaji pokok menjadikan PNS ini
jumlahnya berapa dan rasionalisasi semakin ada harapan untuk lebih baik dari
kebutuhannya sebenarnya berapa. Hal ini aspek kesejahteraan.
berkaitan dengan sistem informasi yang Terlepas dari berbagai hal tadi,
belum terbangun di daerah sehingga sulit kondisi PNS masih menjadi sorotan
diketahui rasionalisasi PNS di daerah. Sisi terutama dari aspek perilaku dan etika
lain daerah juga masih dihadapkan pada moralitas. PNS dianggap sebagai pekerja
berbagai persoalan berkaitan dengan yang bekerja hanya berangkat duduk
kepegawaiannya, kedisiplinan, etika dan kemudian pulang dan tinggal menunggu
moralitas, kinerjanya, belum lagi gaji, sebagian masyarakat masih
permasalahan krusial lainnya seperti tugas menganggapnya demikian. Hal ini wajar
dan tanggungjawab yang seringkali karena sebenarnya PNS terlihat masih
diabaikan. Di berbagai daerah melalui belum adanya penataan yang jelas
Bupati atau Walikotanya melakukan terhadap tupoksi dan kelembagaannya.
reformasi PNS melalui berbagai rangkaian Apalagi memasuki era otonomi daerah
kegiatan dan upaya dari regulasi sampai keberadaan PNS semakin tidak jelas
tingkat kesejahteraannya. Pada akhirnya terutama dengan buruknya manajemen
ditiap daerah terkadang PNSnya memiliki sistim kepegawaian di daerah. Kondisi ini
budaya kinerja yang berbeda. yang seringkali tidak dibarengi dengan
Ada beberapa hal yang menjadi peningkatan standar kompetensi PNS.
pokok permasalahan PNS yaitu : Kenyataan ini mengakibatkan PNS tidak
rasionalisasi PNS, faktor ketidakefektifan memiliki standar kerja yang jelas. Jadi tidak
kinerja PNS dalam fungsi pelayanan publik, heran apabila masih adanya PNS terlihat
kondisi berlebihan jumlah PNS di sering bermain game ataupun hanya
Indonesia pada berbagai pemerintahan. VDP
Setiap tahun pengangkatan pegawai Kenyataan ini masih banyak terlihat di
³ QJHUXP SL´
ditekan dalam jumlah yang seminimal beberapa lembaga pemerintahan.
mungkin dan hanya 15 persen dari total Kondisi demikian sebenarnya tidak
jumlah pegawai yang pensiun setiap tahun. terjadi kalau pemerintah mampu me-
Jika jumlah pegawai per tahun, mulai tahun rencanakan kebutuhan PNS secara tepat
2007, yang pensiun berjumlah 120.000 dan profesional. Terkadang PNS hanya
pemerintah hanya sebatas direkrut dari orang terdekatnya
orang,
maka
mengangkat pegawai baru berjumlah tanpa
25.000 orang. Banyaknya jumlah pegawai sebenarnya kebutuhan PNS itu berapa
proses rasionalisasi
yang
dan pensiunan pegawai di Indonesia saat atau ditempatkan dimana saja. Terkadang
ini memang sudah overload, di mana untuk hal ini belum dipikirkan, akibatnya
menggaji 3,6 juta pegawai plus 2,9 juta kemudian seperti yang terjadi di
pensiunan pegawai alokasi belanja APBN Departemen Keuangan yang telah
per tahunnya mencapai angka Rp 125 diungkapkan oleh Menterinya DR. Sri
triliun . Bisa dibayangkan, jumlah untuk gaji Mulyani bahwa sebenarnya Departemen
pegawai dan pensiunan tersebut tidak Keuangan kelebihan pegawai tapi
sebanding dengan rasio subsidi pupuk sebenarnya juga kekurangan pegawai.
pertanian yang hanya Rp 3,5 triliun per Artinya adalah kelebihan pegawai yang
tahun atau dana kompensasi BBM yang dimaksud adalah pegawai yang tidak
hanya Rp 15 triliun untuk 20 juta orang hanya Rp 15 triliun untuk 20 juta orang
PENUTUP
di Indonesia yang tidak sebanding dengan
1. Kesimpulan
output kerja yang dihasilkan dalam bidang pelayanan publik merupakan dampak
Berbagai persoalan yang berkaitan kebijakan politik birokrasi Orde Baru
dengan keberadaan PNS sangat kompleks. (Zaenal Muttaqien, 2008).
Permasalahan tersebut dimulai dari proses Selain itu menurut Edy Satria, (2005),
rekruitmen yang tidak mengedepankan seakan telah menjadi sebuah menu rutin,
kebutuhan, sistem hujatan kepada sekitar 4 juta Pegawai
analisis
dan
penempatan yang tidak memperhatikan Negeri Sipil (PNS) kembali menjadi berita
penggajian dan utama pasca lebaran yang lalu. Meski
kinerja,
sistem
penghargaan yang kurang memperhatikan terkesan repetitif menguraikan inefisiensi
prestasi dan kinerjanya. Belum lagi birokrasi dan kebobrokan mental aparatnya,
permasalahan karier PNS, sistem pendidikan dan pelatihan serta berkaitan
pemberitaan itu juga semakin dalam mencungkil berbagai segi yang terkait
dengan sistim pemberhentian PNS. dengan
permasalahan tersebut P HQJJDP
diperlukan langkah-langkah yang nyata NXFLQJDQ´
³ NXFLQJ -
dalam mewujudkan aparatur birokrasi yang inspeksi mendadak dengan para pegawai,
bersih, profesional dan berperan sebagai perilaku PNS yang hanya bersalam-
pelayan masyarakat. Untuk itu diperlukan salaman lalu pulang, atau tentang sanksi
proses atau sistem reformasi birokrasi yang mungkin diterima pegawai, tetapi
kepegawaian yang konferhensif dimulai beberapa pemberitaan dan editorial juga
dari pengadaan sampai pem-berhentian melebar. Ujung-ujungnya, pemberitaan
dari PNS tersebut.
menjalar kepada masih maraknya praktik Pengadaan PNS diperlukan sistem Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di
yang lebih terbuka dan transparan serta lingkungan PNS
mem-perhatikan profesionalisme artinya, Hal lain seringkali menjadi sorotan
jika selama ini pengadaan PNS hanya terhadap PNS adalah dari masa orde satu
diprioritaskan kepada para tenaga honorer ke orde yang lainnya setiap kali PNS
yang notabene dari aspek kualifikasi belum dianggap syarat KKN, kinerja yang tidak
tentu menjadi kebutuhan dan keahliannya. baik dibandingkan dengan pegawai swasta,
Maka diperlukan sebuah analisis dan ataupun sebutan sebagai pegawai yang
kebutuhan dari PNS yang terencana dan tidak profesional. Kondisi yang lebih mem-
tersistimatis. Demikian halnya penilaian prihatinkan adalah kondisi PNS yang tidak
kinerja PNS tidak lagi pada cara-cara klasik lagi memiliki etika dan moralitas. Salah
yang menilai PNS tidak berbasis pada satu contohnya adalah PNS diberbagai
kinerjanya melainkan sekedar kepatuhan
semata. Dan implikasi dari sistem reward bulan puasa di hotel di wilayah Surakarta,
³ QJDP DU´
and punisment harus benar-benar dan baru-baru ini yang sering terjadi
diterapkan kepada aparat birokrasi baik adalah perselingkuhan, hamil diluar nikah,
yang berprestasi maupun yang melanggar sampai terjadinya kegilaan pada PNS yang
aturan harus ada ketegasan. menjadikan mereka mendapat sanksi yang
Disamping itu penerapan budaya tegas dari pimpinannya, (Suara Merdeka, malu menjadi salah satu alternatif untuk 13-10-2008) meningkatkan karakter PNS yang lebih
berorientasi pada civil servant dan
bukannya berorientasi pada penguasa
yang harus dilayani. Untuk itu etika
birokrasi yang diterapkan tidak sekedar birokrasi yang diterapkan tidak sekedar
Pemerintah
Tentang
kepegawaian, tetapi lebih dari itu bagaimana ketentuan-ketentuan tersebut dapat dihayati dan diamalkan dalam berprilaku sebagai Aparat Birokrasi dan yang tidak kalah penting yaitu bagaimana penegakkan hukum atau sanksi yang tegas bagi para pelanggar aturan yang telah disepakati dan ditentukan.
Mahsun, Mohammad, 2006, Pengukuran
Swanson, R.A dan E.F. Holton III, 1999,
Kinerja Sektor Publik, BPE, Results : How to asseses Yogyakarta.
performance,
learning, and
Manulang dan Manulang, mahirot, AMH
perceptions in organizations, San (2001), Manajemen Personalia Edisi-
Fransisco : BerretKoeler Publisher.
3, Gajah Mada University Press,
Inc
Yogyakarta Thoha, Miftah, 2007, Birokrasi & Politik di Robbins, Stephen, 2006, Perilaku
Indonesia, Rajawali Press, Jakarta Organisasi, PT. Indeks Kelompok
Tjokrowinoto,
Moeljarto, 2001,
Dilema Dan Ruky, Achmad S, 2001, Sistim
Gramedia, Jakarta.
Pembangunan
Pustaka Pelajar, Manajemen Kinerja, PT Gramedia
Tantangan,
Yogyakarta
Pustaka Utama, Jakarta. Wibawa, Samudra, 2005, Reformasi
Supriyadi, Gering & Tri Guno, 2003,
Bunga Rampai Budaya Kerja Organisasi Pemerintah,
Administrasi
Administrasi Lembaga
Pemikiran
Gava Media, Republik Indonesia, Jakarta
Administrasi
Negara
Negara/Publik,
Yogyakarta
Suradji, 2003, Manajemen Kepegawaian
Pedoman Negara, Lembaga Administrasi
Kementerian
PAN-RI,
Pengembangan Budaya Kerja Negara Republik Indonesia, Jakarta
Aparatur Negara, Jakarta, 2002
Suara Merdeka 13 Oktober 2008
PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN DISIPLIN YANG EFEKTIF TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
Oleh: Herman
Abstract
The discipline of civil servant has long been an intersting topics to continously discuss, in particular in discussions of the civil servant development. Normatively, the discipline of civil servants have been regulated, yet the rules and regulation number 30 year 1980 on Discipline of Civil Servant, still limited on obligations, restrictions and sanctions. However, the methods how to develop them is not regulated yet. This is important became discipline can not be instilled in short time, but it requires well planned, continous, and systematic development to achieve ideal civil servants. The model presented in this article is expected to be utilized as refference for helping the leaders in every levels to develop discipline of the service servants in organization.