46552765 Budaya Politik Di Indonesia

1

BAB I
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
Standar Kompetensi
Menganalisis budaya politik di Indonesia
Kompetensi Dasar
1. Mendeskripsikan pengertian budaya politik
2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat
Indonesia.
3. Mendeskripsikan pengertian pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik.
4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan.

A.

Pengertian Budaya Politik
Definisi Budaya Politik
a. Budaya Politik

adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas


pengetahuan, adat-istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui
oleh sebagaian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan alasan
rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
b. Menurut Rusadi Samintapura
Budaya politik diartikan sebagai pola tingkah-laku individu dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh anggota dalam satu sistem politik.
c. Menurut Almond and Verba
Budaya politik adalah sikap individu terhadap sistem politik dan komponenkomponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan
dalam sebuah sistem politik.
Ciri-ciri Budaya Politik
Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang
lebih khas, yaitu sebagai berikut,
a. budaya politik menyangkut masalah legitimasi;
b. pengaturan kekuasaan;
c. proses pembuatan kebijakan pemerintah;
d. kegiatan partai-partai politik;
e. perilaku aparat negara;
f. gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah;

2


g. kegiatan politik, juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,
serta kehidupan pribadi dan sosial secara luar; dan
h. budaya politik menyangkut pola pengalokasikan sumber-sumber masyarakat.
B.

Tipe Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia
1. Tipe Budaya Politik
Budaya politik sangat luas lingkupnya, terutama bila sub-kultur juga dibahas.
Namun demikian, budaya politik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial berarti terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil
dan sempit, misalnya yang bersifat provinsial.
Ciri-ciri:
1) Budaya politik ini berkembang dalam masyarakat tradisional dan
sederhana, di mana spesialisasi sangat kecil.
2) Para pelaku politik sering melakukan peranannya dengan serempak
meliputi bidang ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.
3) Dalam masyarakat yang bersifat parochial ini, karena terbatasnya
diferensiasi, tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri

sendiri.
4) Pada kebudayaan seperti ini, anggota masyarakat cenderung tidak
menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali dalam
batas tertentu, yaitu terhadap tempat di mana ia terikat secara sempit.
5) Yang tampak menonjol dalam budayua politik parochial ialah adanya
kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau
kekuasaan politik dalam masyarakatnya.
b. Budaya Politik Kaula
Yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian, mungkin
pula kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap segi
output-nya. Budaya ini ditandai:
1) Perhatian (yang frekuensinya sangat rendah) atau aspek input serta
kesadarannya sebagai aktor politik, boleh dikatakan nol.
2) Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari
pernyataannya, baik berupa kebanggaan, ungkapan sikap mendukung,
maupun sikap permusuhan terhadap sistem, terutama terhadap aspek
ouput-nya.
3) Posisinya sebagai kaula, pada pokoknya dapat dikatakan posisi yang
pasif.


3

4) Mereka menganggap dirinya tidak berdaya untuk memengaruhi atau
mengubah sistem dan oleh karena itu, menyerah pada segala kebijakan
dan keputusan para pemegang jabatan dalam masyarakatnya.
5) Segala keputusan (dalam arti puput) yang diambil oleh pemeran politik
(dalam arti pamangku jabatan politik) dianggap sebagai sesuatu yang
dapat diubah, dikoreksi, apalagi ditentang.
2. Budaya Politik Partisipan yang Ditandai oleh Adanya Perilaku yang
Berbeda dengan Perilaku sebagai “Kaula”
a. Seseorang menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif
dalam kehidupan politik,
b. Seseorang dengan sendirinya menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya
(kewajibannya), dapat pula merealisasi dan mempergunakan hak, serta
menanggung kewajibannya.
c. Tidak diharapkan seseorang menerima begitu saja keadaan, berdisiplin-mati,
tunduk (taklid) terhadap keadaan , tidak lain karena ia merupakan salah satu
mata rantai aktif proses politik.
d. Dengan demikian, seseorang dalam budaya politik partisipan dapat menilai
dengan penuh kesadaran, baik sistem sebagai totalitas, input, dan output,

maupun posisi dirinya sendiri.
e. Oleh karena tercakupnya aliran input dan aliran ouput, ia sendiri terlibat dalam
proses politik sistem politik tertentu, betapa pun kecilnya.
f. Karena itu, jika ada penerimaan terhadap sisterm politik, penerimaan itu harus
dinilai seperti yang sebenarnya, dan demikian pula sebaliknya.
3. Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia
a. Beberapa variabel untuk menentukan Budaya Politik yang berkembang
di Indonesia
Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus
ditelaah dan dibuktikan lebih lanjut adalah pengamatan tentang variabel
sebagai berikut,
1) Konfigurasi sub-kultur di Indonesia masih beraneka ragam, walaupun
tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi
masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, dan kasta yang semuanya relatif
masih rawan atau rentan.
2) Budaya politik Indonesia yang bersifat parochial-kaula di satu pihak dan
budaya politik partisipan di lain pihak; di satu segi massa masih tertinggal
dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab
politiknya yang mungkin disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar,


4

pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial,
sedang di lain pihak kaum elitnya sungguh-sungguh merupakan partisipan
yang aktif yang kira-kira disebabkan oleh pengaruh pendidikan modern
(Barat) yang kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif

dapat

membedakan factor-faktor penyebab disintegrasi seperti agama, kesukuan,
dan lain-lain.
3) Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang dikenal melalui
indikatornya berupa sentiment
4) Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap
paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikatornya, dapat disebutkan
antara lain bapakisme atau sikap asal bapak senang.
5) Dilema

interaksi


tentang

introduksi

modernisasi

(dengan

segala

konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi
dalam masyarakat.
b.

Budaya Politik Indonesia
1) Masyarakat Bersifat Hierarki
Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik
Indonesia karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang
barangkali dapat dijadikan titik tolakuntuk membicarakan masalah ini
adalah adanya sebuah pola budaya yang dominant, yang berasal dari

kelompok etnis yang dominant pula, yaitu kelompok etnis Jawa. Etnis ini
sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi politik di kalangan elite
politik di Indonesia.
Masyarakat Jawa dan sebagaian besar masyarakat lain di Indonesia,
pada dasarnya bersifat hierarkis. Ada pemilahan yang tegas antara mereka
yang memegang kekuasaan, yang juga disebut sebagai kalangan priyayi ,
dan rakyat kebanyakan. Hal itu diperlihatkan dengan cara berekspresi
yang diwujudkan lewat bahasa. Bahasa Jawa sendiri terdiri dari beberapa
tingkatan, mulai kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko. Atau, yang
halus, setengah halus dan kasar.

Kalangan rakyat kebanyakan harus

membahasakan atau mengekspesikan dirinya dalam bahasa yang halus
kepada kalangan pemegang kekuasaan.
Sebaliknya, kalangan pemegang kekuasaan dapat menggunakan
bahasa yang kasar kepada rakyat kebanyakan. Pemilahan antara penguasa
dan rakyat menjadi tegas, yang kemudian diungkapkan dengan istilah
wong gedhe dan wong cilik.


5

Implikasi dari pola pemilihan seperti ini antara lain,
a) Kalangan birokrat seringkali menampakan diri dengan ungkapan
sebagai pamong praja yang melindungi rakyat, sebagai pamong atau
guru / pendidikan bagi rakyatnya.
b) Kalangan penguasa harus menampakkan diri sebagai kelompok yang
pemurah, baik hati, dan pelindungan bagi seluruh rakyatnya.
c) Akan tetapi sebaliknya, kalangan penguasa memiliki persepsi yang
merendahkan rakyatnya. Karena para pamong sudah sangat baik,
pemurah dan pelindungan, maka sudah seharusnya rakyat patuh,
tunduk, setia, dan taat kepada penguasa Negara.
d) Pembangunan yang dijalankan selama ini bukan dilakukan oleh rakyat,
tetapi oleh pemerintah sebagai perwujudan dari kebaikan hati kalangan
pengusaan.
e) Oleh karena itu, tidak pada tempatnya rakyat tidak patuh, tidak tunduk,
dan tidak setia, apalagi memprotes kegiatan pemerintah.
f) Pemerintah adalah yang paling tahu. Sementara, rakyat tidak tahu apaapa. Oleh karena itu, mereka harus ditatar melalui berbagai penataran.
2) Kecenderungan Patronage
Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah

kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan
penguasa maupun masyarakat yang didasarkan atau patronage. Atau oleh
James Scott, disebut sebagai pola hubungan patro-client (pelindung-klien).
3) Kecenderungan Neon-Patrimonialistik
Salah satu kecenderungan yang dapat kita amati dalam perpolitikan
Indonesia adalah kecenderungan akan munculnya budaya politik yang
bersifat non-patrimonialistik.
Harold Crouch (1979) telah mengungkapkannya beberapa waktu
yang lalu. Hal yang dikemukakan Crouch masih relevan untuk konteks
kehidupan politik Indonesia sekarang ini.
Dinyatakan pula oleh Weber, bahwa negara patrimonialistik juga
memiliki sejumlah karakteristik yang mencolok:
a) kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki
seorang penguasa kepada teman-temannya,
b) kebijaksanaan seringkali lebih bersifat partikularistik daripada bersifat
unversalistik,

6

c) rule of law merupakan sesuatu yang sifatnya sekunder bila

dibandingkan dengan kekuasaan dari seorang penguasa ( rule of man),
d) kalangan penguasa politik seringkali mengaburkan antara mana yang
menyangkut kepentingan umum dan mana yang menyangkut
kepentingan publik.
4) Sosialisasi Politik yang Tidak Memunculkan Civil Society
Ada dua alasan utama mengapa pendidikan politik di Indonesia tidak
memberi peluang yang cukup untuk memunculkan civil society.
a) Dalam masyarakat kita, anak-anak tidak dididik untuk menjadi insane
yang mandiri. Hal ini disebabkan :
(1)

Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk
keputusan tentang nasib si anak, merupakan dominant orang
dewasa;

(2) Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali dalam proses
pengambilan keputusan dalam keluarga. Misalnya, keputusan
anak untuk memasuki sekolah atau universitas banyak
ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa dalam keluarga.
Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi pilihan
jodoh si anak. Akibatnya, anak akan tetap bergantung kepada
orang tua.
b) Tingkat partisipasi politik sebagaian besar masyarakat kita sangat
rendah. Kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya,
tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi karena mereka lebih
terpaku pada kehidupan ekonomi daripada memikirkan segala sesuatu
yang bermakna politik. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan
pemerintah menyangkut masalah-masalah penting bagfi masyarakat
menjadi tidak penting bagi mereka ada hal lain yang lebih penting,
yaitu pemenuhan kebutuhan dasar tadi.
c) Setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan Negara
tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengiukuti kehendak Negara,
termasuk dalam hal pendidikan politik.
Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan
sebuah proses penanaman nilai-nilai dan kenyakinan yang diyakini
oleh penguasa Negara. Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap
individu wajib mengikuti politik melalui program P-4.

C. Pentingnya Sosialisasi Politik dalam Pengembangan Budaya Politik

7

1. Pengertian Sosialisasi Politik
a. Sosialisasi politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus
membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya
masing-masing anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya.
Kebanyakan anak-anak, sejak masa kanak-kanak, belajar memahami sikapsikap dan harapan-harapan yang hidup dalam masyarakat .
b. Sosialisasi politik yaitu proses penerusan atau pewarisan nilai dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
c. Profesor Almond menjelaskan , proses sosialisasi yaitu proses “pengajaran”
nilai-nilai masyarakat. Dalam hal ini, nilai-nilai dan kebudayaan politik
kepada warga Negara.
2. Metode Sosialisasi Politik
Metode sosialisasi dapat berupa pendidikan politik dan indoktrinasi politik.
a.

Pendidikan politik dilakukan melalui suatu proses dialog sehingga
masyarakat memperoleh nilai, norma, dan simbol politik. Pada umumnya,
metode ini digunakan oleh negara-negara demokrasi.

b. Proses Indoktrinasi Politik ialah proses sepihak ketika pengusa memobilisasi
dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nila-nilai, norma, dan
symbol yang dianggap oleh pihak yang berkuasa ideal dan baik. Negara fasis
dan Negara komunis pada umumnya menggunakan cara-cara seperti ini.
3. Sarana Sosial Politik
a. Keluarga
Peranan keluarga dalam proses sosialisasi politik antara lain,
1) Pembuatan keputusan dalam keluarga yang dapat meningkatkan perasaan
kompetensi politik si anak.
2) Keluarga memberi si anak kecakapan-kecakapan untuk melakukan
interaksi politik, serta membuatnya lebih mungkin berpartisipasi dengan
aktif dalam system politik sesudah menjadi dewasa.
3)

Keluarga dapat memperkuat niali-nilai dan prestasi kultural
dalam pendidikan si anak.

4) Kemampuan keluarga mengarahkan aspirasi-aspirasi pekerjaan dan
ekonomi si anak.
5) Dalam keluarga diajarkan bagaimana menghargai otoritas ayah dan ibu
serta orang yang lebih tua.

8

b. Kelompok Pergaulan
Meskipun sekolah dan keluarga merupakan sarana yang peling
jelas terlibat dalam proses sosialisasi, ada juga beberapa unit sosial lain yang
bias membentuk sikap-sikap politik seseorang. Salah satunya adalah
kelompok pergaulan , termasuk kelompok bermain di masa kanak-kanan,
kelompok persahabatan, kelompok kerja yang kecil, di mana setiap anggota
mempunyai kedudukan yang relatif sama dan saling memiliki ikatan-ikatan
yang erat.
1) Setiap individu dalam kelompok itu menyesuaikan pendapatnya dengan
teman-temannya mungkin karena ia menyukai atau menghormati
mereka, atau mungkin karena ia ingin sama dengan mereka.
2) Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasi anggota-anggota dengan
cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri
terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu.
3) Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik atau muali mengikuti
peristiwa-peristiwa politik teman-temannya berbuat serupa.
4) Seorang anak lulusan sekolah menengah mungkin memilih masuk ke
suatu perguruan tinggi karena pelajar-pelajar lain berbuat serupa
5) Dalam hal-hal ini, individu tersebut mengubah kepentingan dan tingkahlakunya agar sesuai dengan kelompoknya sebagai usaha agar ia tetap
diterima oleh anggota-anggota kelompok itu.
c. Sekolah
Peranan sekolah dalam sosialisasi politik antara lain,
1) Sekolah dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap-sikap
terhadap “aturan permainan politik” (rule of the political game) yang tak
tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di Inggris yang secara tradisional
menanamkan nilai-nilai kewajiban warga negara, hubungan politik
informal, dan integritas politik.
2) Sekolah dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan
memberikan simbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang
ekspesif terhadap sistem ini, seperti bendera nasional, dan ikrar kesetiaan
“padamu negeri”.
3)

Pengajaran sejarah nasional juga berfungsi memperkuat kesetiaan
pada sistem politik.

4) Sekolah memberi pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik
dan peranan mereka di dalamnya.
5)

Sekolah memberikan pandangan yang lebih konkrit tentang
lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik.

9

6) Sekolah juga merupakan “saluran pewarisan” nilai-nilai dan sikap-sikap
masyarakatnya.
d. Pekerjaan
Pekerjaan dan organisasi-organisasi formal maupun informal yang dibentuk
berdasar lingkungan pekerjaan itu, seperti serikat buruh, klub sosial, dan lain
sebagainya merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang
jelas. Peranan pekerjaan dalam sosialisasi politik antara lain,
1) buruh yang berdemontrasi dapat mengetahui bahwa ia dapat memengaruhi
bentuk keputusan yang akan memengaruhi masa depannya yang sedang
dibuat,
2)

berpartisipasi dalam suatu tawar-menawar kolektif atau dalam
suatu demonstasi dapat menjadi pengalaman sosialisasi yang berkenaan
mendalam, baik bagi pihak buruh maupun pihak majikan.

3) Buruh dapat memperoleh pengetahuan tentang kecakapan-kecakapan
bertindak tertentu, seperti berdemonstrasi dan mogok, yang bias berguna
kalau ia berpartisipasi lagi dalam bentuk-bentuk kegiatan politik lain.
e. Media Massa
Disamping memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa politik, media
massa juga dapat menyampaikan , langsung maupun tidak , nilai-nilai utama
yang dianut oleh masyarakatnya.

Beberapa simbol

tertentu disampaikan

dalam suatu konteks emosional dan peristiwa-peristiwa yang digambarkan di
sekitar symbol itu mengambil warna yang emosional.

Karena itu, sstem

media massa yang terkendali merupakan sarana yang kuat dalam membentuk
kenyakinan-kenyakinan politik.
4. Peranan Partai Politik dalam Sosialisasi Budaya Politik
a. Pengertian Partai Politik
1) Menurut Carl Frederich, partai politik adalah kelompok manusia yang
terorganisasi

secara

stabil

dengan

tujuan

untuk

merebut

atau

mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya
dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan
idiil kepada anggotanya.
2) Menurut UU No. 31 Tahun 2002, partai politik adalah organisasi politik
yang dibentuk leh sekelompok warga Negara Republik Indonesia dan
cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa,
dan Negara melalui pemilihan umum.

10

3) Masih banyak yang memberikan definisi mengenai partai politik, tetapi
kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok yang
terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan motivasi oleh
ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan
dalam pemerintahan melalui pemilu.
b. Macam-macam Partai Politik
Dilihat dari sudut organisasi, partai dapat dibedakan atas,
1) Partai Kader, disebut juga partai elite atau tradisional yang dapat
dibedakan menjadi tipe Eropa dan Amerika.

Tipe bertujuan

untuk

mendapatkan anggota yang sebanyak mungkin, tetapi mereka lebih
menekankan pada dukungan dari orang-orang terkemuka, lebih
memperhatikan kualitas daripada kuantitas.
2) Partai Massa, teknik mengorganisasi partai dilakukan oleh gerakan
sosialis, yang kemudian diambil alih oleh partai komunis dan banyak
digunakan di Negara-negara berkembang. Partai ini dapat dibedakan
dengan tipe sosialis, yang berorientasi kepada kaum buruh. Tipe partai
komunis, diorganisasi secara otoriter dan terpusat, lebih menggambarkan
sentralisasi daripada demokrasi. Tipe partai fasis, menggunakan teknik
militer untuk mengorganisasi politik massa.
3) Tipe Partai Tengah, yaitu partai yang menggunakan organisasi massa
sebagai alat dukungan partai.
c. Sistem Kepartaian
Sistem partai di negara manapun dalam suatu jangka waktu tertentu
memiliki persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sistem, yaitu
sebagai berikut,
1) Sistem Partai Pluralistis
Dalam sistem partai pluralistis, setidaknya dua partai dalam negara.
Apabila ada suatu partai sebelumnya sudah berkuasa maka ia langsung
menjadi “sistem partai dominan”.
Dalam sistem pluralis, perbedaan dasar terlihat antara sistem dua partai
dan multipartai.
2) Sistem Partai Dominan
Sistem satu pantai diciptakan oleh Teori Fasisme pada tahun

1930-an

dengan istilah “sistem partai dominan”. Sistem partai ini merupakan tipe
tengah dari sistem dua partai dan pluralis.

Pada sistem dominan

terdapat dua karakteristik , yaitu suatu partai harus mengungguli rivalrivalnya dalam jangka waktu yang cukup panjang dan partai itu harus

11

dapat mengidentifikasikan dirinya dengan bangsa secara keseluruhan
melalui doktrin-doktrinnya, ide, dan gaya partai sejalan dengan gayagaya pada massanya. Hampir tidak ada oposisi dalam sistem partai
dominan, seperti afrika, tetapi di India peranan oposisi sangat kecil.
d. Syarat-syarat Pendirian Partai Politik
Partai politik harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan
syarat :
1) Memiliki akta

notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
2) Mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen)
dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/
kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25 % (dua puluh lima
persen)

dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/ kota yang

bersangkutan.
3) Memiliki nama, lambing, dan tanda gambar yang tidak mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambing,
dan tanda gambar partai politik lain.
4) Memiliki kantor tetap.
e. Tujuan Partai Politik
1) Tujuan umum partai politik antara lain:
a) Mewujudkan cita-cita nasional nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Tujuan khusus partai politik adalah partai politik adalah memperjuangkan
cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara.

f. Asas dan Ciri Partai Politik
1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang dasar Negara Republik Indnesia Tahun 1945

12

2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan
kehendak dan cita-citanya

yang tidak bertentangan dengan Pancasila,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
Undang-undang.
g. Fungsi Partai Politik
Partai Politik berfungsi sebagai sarana :
1) pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi
warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
2) penciptaan iklan yang konsif dan program konkrit serta sebagai pelekat
persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat;
3) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara
konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
4) partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik dalam proses
pengisian

jabatan

politik

melalui

mekanisme

demokrasi

dengan

memerhatikan kesetaraan gender.
h. Hak Partai Politik
Partai politik berhak:
1) memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara:
2) mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
3)

memperoleh hak cipta atas nama lambing dan tanda gambar
partainya dari Departemen Kehakiman sesuai dengan peraturan perudangundangan;

4) ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undangundang Pemilihan Umum;
5) mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan
rakyat;
6) mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan
rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
7) mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mengusulkan pasangan
calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan peraturan perudangundangan.
i. Kewajiban Partai Politik

13

1) mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perudang-undangan
lainnya;
2) memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
3) berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
4) menjujung tinggi supremasi hokum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
5) mealkukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik;
6) menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
7) melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;
8) membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang, dan jumlah
sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh
masyarakat dan pemerintah;
9) membuat laporan negara keuangan secara berkala satu tahun sekali
kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik;
dan
10) memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan
menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan public
kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah
hari pemungutan suara.
D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara atif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau
upaya-upaya memengaruhi kebijakan pemerintah.
1. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Gerakan ke Arah Partisipasi Politik
Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah
partisipasi lebih luas dalam proses politik yaitu sebagai berikut,
a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat
makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial.

Masalah siapa yang berhak

berpartisipasi dan pembutan keputusan politik menjadi penting dan
mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.
c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern. Ide demokratisasi
partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka
mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.
d. Konflik antarkelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik antarelite,
maka yang dicari adalah dukungan rakyat.

Terjadi perjuangan kelas

14

menentang kaum arstokrat yang menarik kaum buruh dan membantu
memperluas hak pilih rakyat.
e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
merangsang

Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah
timbulnya

tuntutan-tuntutan

yang

sering

terorganisasi

akan

kesempatan untuk ikut serta dalam pembutan keputusan politik.
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai Negara dan
berbagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik
yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk nonkonvensional antara lain
petisi, kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi
politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik,
integritas kehidupan politik, dan kepuasan atau ketidakpuasan warga Negara.
Perhatikan tabel berikut tentang bentuk-bentuk partisipasi politik!
Konvensional
Pembirian suara (voting)
Diskusi politik
Kegiatan kampanye
Membentuk dan bergabungdalam

Nonkonvensional
Pengajuan petisi
Berdemokrasi
Konfrontasi, mogok
Tindak kekerasan politik
(perusakan,

harta

kelompok kepentingan

benda

pemboman,

Komunikasi individual dengan

pembakaran)
Tindakan kekerasan politik terhadap

pejabat politik dan administratif

manusia (penculikan, pembunuhan),
perang gerilya, dan revolusi

3. Budaya Politik Partisipan
Budaya politik yang partisipatif adalah budaya politik yang demokratik,
dalam hal ini, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik

yang

demokratif dan stabil. Budaya politik yang demokratik ini menyangkut “ suatu
kumpulan system kenyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang
menopang terwujudnya partisipasi,” kata Almond dan Verba.
Menurut Bronson dkk dalam bukunya Belajar Civic Education dari
Amerika, beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya
partisipasi sebagai berikut,
a.

Menjadi anggota masyarakat yang independent. Karakter
ini meliputi,
1) kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan
karena keterpasaan atau pengawasan dari luar;
2) bertanggung jawab atas tindakan yang diperbuat;

15

3) memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat
demokratis.
b. Menemuhi tanggung jawab personal kewargaan di bidang ekonomi dan
politik. Tanggung jawab ini antara lain meliputi:
1) memelihara atau menjaga diri;
2)

memberi nafkah dan merawat keluarga;

3) mengasuh dan mendidik anak
Di dalamnya terlasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik,
seperti:
1) menentukan pilihan (voting);
2)

membayar pajak;

3) menjadi juri di pengadilan;
4) melayani masyarakat;
5) melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.
c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan setiap individu.
1)

Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka.

2)

Bersifat sopan.

3)

Menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesama warga
Negara.

4)

Mengikuti aturan “ prinsip mayoritas” namun tetap menghargai
hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat.

d.

Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan
secara efektif dan bijaksana.

Karakter ini merupakan sadar informasi

sebelum:
1)

menentukan pilihan (voting) atau partisipasi dalam debat publik;

2)

terlibat dalam diskusi yang santun dan serius;

3)

memegang kendali dalam kepemimpinan bila diperlukan;

4)

membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi
seseorang sebagai warga Negara harus dikesampingkan demi memenuhi
kepentingan publik;

5)

mengevaluasi kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsipprinsip

konstitusional

diharuakan

menolak

tuntutan-tuntutan

kewarganegaraan tertentu.
e.

Mengembangkan fungsi drmokrasi konstitusional secara
sehat. Karakter ini meliputi:
1)

sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik;

16

2)

melakukan penelahaan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip
konstitusional;

3)

memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga
publik agar sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi;

4)

mengambil

langkah-langkah

yang

diperlukan

bila

ada

kekurangannya.
Karakter ini mengarahkan warga Negara agar bekerja dengan cara-cara
yang damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang
dianggap tidak adil dan tidak bijaksana.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5