STUDI PENGGUNAAN PVP K 2 5 DAN PVP K30 TERHADAP KECEPATAN MELARUT TOLBUTAMIDA DALAM S IS T IM DISPERSI SOLIDA

  ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SK RI PSI :

  EM I YU N IASTU TI

S T U D I PE N GGU N AAN PV P K 2 5 DAN

P V P K 3 0 T E R H A D A P K E C E P A T A N M E L A RU T

T O L B U T A M I D A DALAM S I S T I M D I S P E R S I SOLI DA

  M I L K

  1

  _ •WWIJTAlAA*

  ^ ■V B lS IT A a A i l U N t i A S l f c A l A V a

  f r 4 j L j / $ #

  y u n

F A K U L T A S F A R M A S I

U N I V E R S I T A S A I R L A N G G A

  

1 9 8 6

  3TUBY- PENGGUNAAN PVP K25 DAN PVP K30 TERHADAP KECEPATAN MELARUT TOLBUTAMIDA DALAM SISTIM DISPERSI SOLIDA DIBUAT UNTUK MEMENUHI TTTG4.S AKHIR MENCAPAI GELAR SARJANA PARMASI PADA PAKULTAS F/VRMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA -1988 Oleh EMI YUNIASTUTI 058210467

  .ng

  SKRIPSI

  

s > S AD ON O

  /

  D r s • I . B . P A S H A V t

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  m z m . Dengan puji syukur kepada Tuhan Tang Maha Esa, Bay a telah dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Faruasi Uni- versltas Airlangga. Mesklpun tidak sedlklt hambatan dan kesukaran yang

  8 aya alami selama menyelesaikan tugas akhir ini, tetapi

  berkat rahaad ALLAH S.W.I. akhirnya saya dapat menyelesal- kannya. Pada kesepatan ini kanl menyampaikau rasa penghar - gaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutaaa ke­ pada pembimbing saya Bapak Drs. Sadono, Bapak Drs. Koegi- hardjo serta Bapak Drs. I.B# Pasha dari staf pengakar Fa- kultas Farmasi TJniversitas Airlangga yang telah. memberikan bantuan dan blmbingan kepada saya, sehingga skripel ini dapat terselesalkan. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya sampai- kan kepada Bapak Dr. A. Azls Hubeis selaku kepala Labora- torium Freskripsl dan Formulas! yang telah memberikan fa - silitas lsboratorium untuk saya gunakan dalan penelltlan ini. Ucapan terikasih Juga saya sampaikan kepada bapak, lbu# Saudara-saudara saya tercinta, serta teman-teman yang selalu memberikan dorongan semangat agar skripsi ini cepat selesal*

  Akhirnya kepada panitia skripsi yang telah. berkenan memeriksa skripsi ini saya aampaikan banyak terimakasih, Semoga bantuan dari berbagai fihak di atas mendapat bala- san dari Allah S.W.T* dan mudah-raudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian men - datang.

  Surabaya, Juni 1988. Penyusup ?

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI hal.

  PRAKATA ............................................. ii DAFTAR ISI ........................................... iv DAFTAR T A B E L ......... ............................... Vii DAFTAR GAMBAR .......................... ............. viii

  BAB 1 PENDAHULUAN ................................. 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................... 7 1*. Kecepatan melarut ........................... 7

  1.1 Ukuran partikel ..................... ...••• 9

  1.2. K e l a r u t a n ................................. .'13 1*2.1. Sistem dispersi solida .................. 1A

  1.2.1.1. Metoda peleburan ................... . • 16

  

1 .2 .1*2. Metoda pelarutan ..................... 17

  1*2.1.3. Metoda peleburan pelarutan ........... 17

  

1 .2 .1 .4 . Penggolongair. sistem dispersi solida ... 18

  2. Sistem dua. komponen ........... ............ . 19 3’ #l # Campuran. eutektik sederhana ........ • •••• 19

  

2 .2 . Larutan. padat .............................2 0

  2.3. Senyawa dengan titik lebur kongruen •••••• 21 2 #i+. Senyawa dengan titik lebur i n k o n g r u e n .... 21

  3. Tolbutamida ...... ............... *....... . 23 3.1* Sifat fisika kimia .......... »........... 23

  3.2. Khasiat dan kegunaan ..................... 2/f if. Polivinilpirolidon ........................ 2k 4-.1. Khasiat dan kegunaan ......... ........... 25

  iv

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

  (lanjutan)

  BAB 3

  0 BAHAN, ALAT DAN METODA KERJA ................ 26

1 0 Bahan percobaan ............................ . 26

  2 Alat - alat ................................ 26 3o Metoda kerja *.............................. 27 3 #1 # Pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif bahan percobaan tolbutamida ............... 2 7

  3.2* Pembuatan dispersi solida tolbutamida dengan polivinllpirolidon ............... 2 7

  Pemeriksaan titik leleh dengan DSC ••••••••• 28 3 #/f 28

0 Pemeriksaan dengan KLT «..... .......... .

3*5« Penentuan profil kecepatan melarut ....... 29 BAB /f. HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA ........ 31

  1 # Hasil identifikasi kualitatif dan kuantitatif

  dari substansi tolbutamida dan PVP •••••••••• 31 2. Hasil pemeriksaan KLT ........ 3* Hasil pemeriksaan dengan DSC Zf

  4 Hasil penentuan profil kecepatan BAB 5. P EM BAH AS AN ....................

  BAB 6 . KESIMPULAN .................... BAB 7. SARAN ......................... BAB 8 . RINGKASAN ..................... DAFTAR LAMPIRAN ...................... DAFTAR PUSTAKA ....................... V

  halaman Tabe X :

  stansi dengan dispersi solida T : P K25 = 70 : 30 ; T : P = 60 : 4 0 ................. . 73

  DAFTAR TABEL vi

   : 60 .................. 77

  kO

   ; T : P =:

  i 50

  50

  10. Jumlah kadar terlarut dari tolbutamida sub­ stansi dengan dispersi solida T : P K25 =

  9. Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dan dispersi solida T : P K25 = 70 : 3 0 ;

  8 . Jumlah kadar terlarut dari tolbutamida sub -

  1. Perbandingan campuran tolbutamida dan PVP 2?

  butamida substansi dengan dispersi solida T : P K25 = 90 : 10 ; T : P = 80 : 20 ..... 69 7* Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dan dispersi solida T : P K 2 5 = 9 0 : 10 T : P = 80 : 20 ............................ 70

  6 * Jumlah kadar terlarut (mg/100 ml) dari tol -

  berbacai konsentrasi .............. . ifO

  8 5 . Nilai absorbs! larutan tolbutamida- pada

   Nilai absorbsi larutan tolbutamida pada berbagai panjang gelombang ...............3

  

  3. Penetapan kadar tolbutamida ................ 32

  2. Titik lebur tolbutamida dengan DSC ........ * 31

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  DAFTAR TABEL (lanjutan) Tabel : halaman 11# Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dan dispersi solida T : P K25 = 50 : 50 T : P = ZfO : 60 ....... .................... 78 22* Jumlah kadar terlarut dari substansi tol­ butamida dan sistem dispersi solida T : P K25 B 30 : 70 ; T

  2 P = 20 *: 80 ..... 81

  13* Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dispersi solida T : P K25 = 3 0 : 70 ; T : P = 20 : 80 ................ 82 !Uf* Jumlah kadar terlarut dari tolbutamida-, campuran. fisis substansi dan dispersi solida T : P K25 = 10 : 90 ..... .

  85 15 * Jumlah kadar terlarut- dari substansi tolbutamida dan dispersi solida T : P K30 s 90 : 10 ; T- : P * 80 s 20 ...* 87

  16. Jumlah kadar terlarut dari tolbutamida substansi dan. dispersi solida T : P KJO = 90 : 10 j T : P = 80 t 2 0 .................

  8 8

  17* Jumlah kadar terlarut dari tolbutamida substansi dan dispersi solida T s P KJO = 70 : 30 ; T : P c 60 : ifO ................ 91

  18. Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dan dispersi solida T : P K30 s=

  vii

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

  Clanjutan) Tabel : halaman 70 ; 3 0 ; T : P = 60 : /| .0 ................ ge 19# Jumlah kadar terlarut dari tolbutamida substansi dan. dispersii solida T : P K30=

  50 : 50 ; T : p j 4 0 : 6 0 ................... 95

  20. Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dan sistem dispersi solida T : P K 3 0 = 50 : 50 ; T : P * ifO : 6.0 ................

  96

  21. Jumlah kadar terlarut dari, tolbutamida dan sistem dispersi aolida T : P K 3 0 s 3 0 : 70 ; T : P s 2 0 : 80 ................. 99

  22. Jumlah kadar terlarut dari campuran fisis dan sistem dispersi solida T : P K30 = 3 0 : 70 ; T : B = 20 : 80 .... 100

  23. Jumlah kadar terlarut dari substansi tolbutamida, dispersi solida, campuran fisis 10 : 90 ........................... . Peningkatan kecepatan melarut dispersi solida T : P K25 dibandingkan terhadap tolbutamida ..... ........................ .

  1

  25# Peningkatan kecepatan melarut disper­ si solida .T s P 1^0 dibandingkan ter­ hadap tolbutamida ............ *.......... . 106

  viii

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAPTAR GAMBAR

   1 o Efek ukuran partikel terhadap peningkatan kecepatan melarut fenasetin dalam cairan lambung ....................................

  10 2* Profil kelarutan phenobarbital dalam air .

  12 3* Profil kecepatan melarut dispersi solida reserpin - PYP .............................

  15 4« Diagram fasa campuran eutektik dua senyawa A & B ...................................... 20

  5. Diagram fasa senyawa dengan titik lebur kongruen dari senyawa A dan B ............. 21

  6. Diagram fasa senyawa dengan titik lebur inkongruen dari senyawa A dan B ........... 22

  7. KLT pada analisa kualitatif dispersi solida T : P K25 » 90 : 10 ; T s P - 80 : 20 ; T : P ■ 70 : 30 ; £ s P » 60 : 40 ; T : P ■ 50 : 50 -.................. 33

  8. KI/T pada analisa. kualitatif dispersi: solida T : P K25 - 40 ; 60 ; T P - 30 : 70 ; T : P ■ 20 t 80 ; IE s P ■ 10 : 90 ......................... -.......... 34 9. KLT pada analisa kualitatif dispersi. solida T : P K30 * 90 : tO ; T s P - 80 : 20 ; T : P » 70 s 30 ; T s P ■= 60 s 40 ; T : P - 50 s 50 .................. 35

  ix

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

  Gambar hal

  10. KLT pada analisa kualitatif dispersi solida T : P K30 * 4.0 : 60 ; T : P « 30 : 70 ; T : P « 20 : 80 ; T : P -

  10 ; 90 . ..................... *............. 36 1 1 . Kurva absorbsi terhadap panjang ge -

  lombang dari larutan tolbutamida ..........

  39

  12. Kurva absorbsi terhadap konsentrasi larutan tolbutamida ................... .

  41

  13. Termogram DSC dispersi solida tolbu - tamida - PYP K25 pada. komposisi 0 s 100 .... 42

  14. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PYP K25 pada komposisi

  90 s 10 ;................................... 43

  15. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PYP K25 pada komposisi 80 :

  20 .................................... 44

  16. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PYP K25 pada komposisi 70 : 30 .................................... 45 17* Termogram DSC dispersi solida. tol - butamida - PYP K25 pada komposisi 60 : 40 .................................... 46

  X

  DAFTAR GAMBAR (lanj'utan)

  Gambar hal

  18. Termogram D dv > dispersi solida tol - butamida - PVP K25 pada komposisi

  5 0 : 50 .................................... 47

  19. Termogram DSu uispersi solida tol - butamida - PVP *.25 pada komposisi 40 : 60 .................................... 48

  20. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K25 pada komposisi

  30 : 70 .......... ......................... 49

  21 * Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K25 pada komposisi

  2 0 : 80 .................................... 50

  22* Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K25 pada komposisi

  1.0 90 .......................... ........... 5t

  23. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K30 pada komposisi

  90 : 10 .................................... 52

  24. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K30 pada komposisi 80 :

  20 .................................... 53 x i

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR (lanjutan.)

  Gambar hal

  25. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PYP K30 pada komposisi 70 : 30 .................................... 54

  26. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K30 pada komposisi 60 :

  4 0 .................................... 55

  27* Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K30 pada komposisi s 50 .................................... 56

  50

  28. Termogram DSC dispersi solida. tol - butamida - PYP K30 pada komposisi

  4 0 ; 60 .................................... 57

  29* Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PYP K30 pada komposisi 30 : 70 .................................... 58

  30. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PVP K30 pada komposisi

  20 : 80 .................................... 59

  31. Termogram DSC dispersi solida tol - butamida - PYP K30 pada komposisi

  10 : 90 .................................... 60

  32. Foto mikroskop tolbutamida substan-

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFIAR GAMBAR (lanjutan)

  Gambar hal 33. Foto mikroskop PVP £25 ....................

  62

  34. Foto mikroskop dispersi solida tol - butamida - PYP £25 ......................... 63

  35. Foto mikroskop campuran fisis tol - butamida - PVP £25 ......................... 64

  36. Foto mikroskop PYP £30 .................... 65

  37. Foto mikroskop dispersi solida tol - butamida - PYP K30 .........................

  66

  38. Foto mikroskop campuran fisis tol - butamida - PVP £30 ......................... 67

  3 9 . Profil kecepatan melarut tolbutamida

  substansi campuran fisis, dispersi solida 1 : P £25 - 90 s. 10 ............... 71

  40. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fieis, dispersi solida T : P £25 « 80 : 20 ............... 72

  41. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T : P K25 - 70 : 30 ............... 75

  42. Profil kecepatan melarut tolbutamida substanui campuran fisis, dispersi solida T : P K25 « 60 : 4.0 ............... 76

  xiii

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAFTAR GAMBAR (lanjutan)

  Gambar hal

  43. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T : P K25 = 50 : 50 ................ 79

  44. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T : P K25 * 40 : €0 ................ 80 45- Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T : P K25 «= 30 s 70 ................ 83

  46. Profil kecepatan melarut. tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T ; P K25 « 20 t 80 ................ 84 47* Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuraa fisist dispersi solida 5! : P K25 - 1.0 ; 90 .............. >

  B€

  48. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis* dispersi solida T : P IL30 - 90 i 10 ............... 89 4.9- Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T : P K30 « 80 : 20 ................ 90

  xiv

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

daeojar g a m b a r

  ( la n ju t a n )

  Gambar

  50. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida I P £30 -.70 s 30 ................ 9 3

  51* Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T s P K30 « 60 s 40 ................ 94

  52. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida I s P £30 - 50 ; 50 ................ 9T 53© Profil kecepatan nelarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T : P K30 - 40 ; 60 ................ 98

  54. Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi j solida I P K30 - 50 s 70 .............. 101 55* Profil kecepatan melarut tolbutamida substansi campuran fisis, dispersi solida T s P £30 « 20 : 80 ..............

  1.02

  56. Frofll kecepatan melarut tolbutamida substansi, campuran fisis, dispersi - solida T s P £30 * 10 t 90 .............. 104

  

X Y

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  B a b x i P E N D A ' H U L U A N Di Indonesia penderita diabetes mellitus diketahui semakin banyak jumlahnya pada tahun - tahun terakhir ini bahkan diabetes mellitus dinyatakan sebagai salah satu ma- salah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kasus penderita penyakit ini diketahui mulai menanjak sejak tahun 19 6 7 . Di Poli Diabetes Kunah Sakit Dr* Sutomo Surabaya pada ta­ hun 1979 jumlalt penderita meningkat menjadi 37*5 kali dari pada tahun 1967. Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat penyebab kem^tian ke tiga seoudah penyakit kardiovaskular dan kanker adalah diabetes mellitus dan komplikasinya. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 150 juta penderita diabetes mellitus. ( 1 ). Diabetes mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang ditandal dengan kadar gula darah penderi­ ta yang tinggi. Pada kenyataaxmya, penyakit diabetes melli tus sangat sulit untuk disembuhk&n* terutasa bila sel beta pankreas penderita sudah mengalami kerusakan karena tidak mampu memproduksi insulin sesuai dengan keperluan tubuh* Salah setu obat yang dapat mengatur kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus adalah insulin. Karena sifatnya yang tidak stabil dan tidak dapat diberikan per­ oral, maka untuk pengobatan harus dengan Cara disuntikan* Tetapi cara ini kurang praktis untuk penderita, atas dasar

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2

  hal-hal tadl maka para peneliti berusaha menemukan obat diabetes mellitus yang cara penggunannya lebih mudah dan berkhasiat nyata (

  1 .2 .3 .)

  Dengan diketemukannya senyawa anti bakteri turunan sulfa yang mempunyai efek samping sebagai hipoglikemik, maka para ahli terdorong untuk mensintesis obat hipoglike- mik oral yaitu golongan sulfonil urea. Dari golongan ini dikenal beberapa turunan yang mempunyai potensi berbeda - beda.(2,3,4.) Obat yang termasuk golongan sulfonil urea adalah : klorpropamida, tolasomida, asetohekeamida dan tolbutamida. Menurut A.M.A.(3), dari golongan sulfonil urea yang aman karena toksisitasnya yang paling rendah adalah tolbutamid kerugian dari penggunaan tolbutamida adalah sifatnya yang sukar larut dalam air. Pada umumnya bahan obat baru dapat diabsorbsi apabila telah larnt dalam medianya, dengan de- mikian semakin cepat proses terlarutnya bahan obat terse- but maka makin cepat pula absorbsinya* Menurut Heleon dan kawan-kawan (5) absorbsl tolbutamida sangat tergantung pa da kecepatan melarutnya, sehingga kecepatan melp** s dari tolbutamida merupakan tahap penentu dari absorbsinya* Peningkatan kecepatan melarut invitro dari tolbutamida mempengaxuhi peningkatan kecepatan absorbs! atau jumlah tolbutamida dalam tubuh dan meningkatan pula kecepatan p£ nurunari kadar gula dalam darah* Dalam penelitiannya yang lain, beberapa tablet tolbutamida yang menunjukkan perbe-

  • 3 -

  daan kecepatan melarut menunjukkan adanya perbedaan efek M o l o g i yang dihasilkan (5.6.7.). Maka perlu dilakukan cara-cara untuk meningkatkan kelarutan dari tolbutamida. Noyes dan Whitney, menyatakan bahwa kecepatan mela­ rut bahan obat dipengaruhi oleh sifat fisika - kimianya antara lain : p H f kelarutan, polimorf, dan bentuk amorf, solfat, bentuk garam, bentuk asan dan bentuk basa bebas, ukuran partikel, dan surfaktan, (9). Berdasarkan persamaan Noyes dan Whitney diketahul bahwa kecepatan melarnt bahan obat berbanding- lurus dengaat luas permukaan partikel dan kelarutan dari bahan obat tersebut. Selain itu pengecilan ukuran partikel juga akan meningkatkan kelarutan dari ba­ han obat tersebut (9). Hal ini terutama pada bahan obat yang sukar larut, makin kecil ukuran partikel obat berar - ti makin besar luas permukaan yang kontak dengan cairan biologis, sehingga makin cepat larut dan makin: cepat di - absorbs!• Sebagai contoh fenasetin dengan ukuran partikel

  0 , 1 1 - 0,15 mm ternyata mempunyai kecepatan melarut

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • * 1 - 2 kali lebih besar daripada partikel ukuran 0,50 - 0,71 mm. Contoh lain adalah spironolakton dengam reduksi ukuran partikel dosisnya dapat dikurangi menjadi separuh - nya. Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil bahan obat antara lain ( 10 ) : penggerusan b« - cara konvensionil, pengendapan terkontrol dengan mengubah pelarut atau suhu, mikronisasi, dengan. "Ball-milling".

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • 4 -

  Csuca di atas mempunyai kerugian, karena makln kecil ukuran Partikel bahan obat, energi permukaan partikel makin me­ ningkat disebabkan adanya gaya tarik-menarik ' " Van der Waals* diantara partikel sehingga mengakibatkan terjadi - nya agregasi. Di samping ukuran partikel, kelarutan bahan obat dapat ditingkatkan dengan menggunakan bentuk garam - nya dari senyawa induk yang berupa asam atau basa bebasnya. Menurut Cbiou dan Reigelman (11,13) bentuk garam dari obat yang berupa asam atau basa yang sukar larut dapat bereaksi dengan C

  0 2 dan air menghasilkan senyawa induk yang sukar

  larut, terutama terjadi pada lapisan luar dari sediaannya, sehingga dapat menyebabkan kecepatan melarut dan absorbsi- nya dihambat kerugian lain dari metoda ini adalait kebaea - annya yang dapat menyebabkan rasa mual. Sejak tahun 1961, Sekiguchi dan Obi menggunakan sis tern dispersi solida untuk memperkecil ukuran partikel ( 14 ) Dibanding dengan cara-cara pengecilan ukuran partikel di atas ternyata ukuran dispersi solida lebih menguntungkan. Sebagai contoh dispersi solida dari kloramfenikol - urea dengan komposisi

  20 % kloramfenikol - 80£ urea menghasilkan

  absorbs! yang lebih cepat dan lebih. tinggi daripada klo- ramfenikolnya sendiri (14,15)• Contoh lain pada dispersi solida sulfatiasol-urea yang dibuat pada campuran eutek - tik, menghasilkan kecepatan melarut dan absorbs! yang le­ bih tinggi daripada sulfatiasolnya sendiri (15). Pada sis­ tim dispersi solida selain pengecilan ukuran partikel, a-

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • - 5 -

  danya pembawa yang mudah larut dalam air memudahkan kon­ tak antara partikel bahan obat dengan media sehingga kela­ rutan bahan obat akan meningkat (16). Ford (17), menyatakan bahwa dalam kurun waktu dari tahun 19 6 1 sampai dengan tahun 19 6 6 , telah dipublikasikan

  2 70 sistim dispersi solida dari 12 0 macam bahan obat de­

  ngan 30 macam pembawa, Salah satu pembawa adalah Polivinil Pirolidon (PVP) suatu polimer yang mempunyai sifat mudah larut dalam air dan inert, Ada beberapa macam PVP yang berdasarkan kelaru- tannya, yaitu PVP yang tidak larut air misal : PVP GI dan PVP CL digunakan untuk disintegrator pada tablet, sedang PVP yang larut dal'-im air digunakan sebagai pengisi, "Solubilizer", zat pendispersi dan sebagai pembawa bahan bahan obat yang sukar larut dalam air dengan membentuk sistim dispersi solida ( 1 8 ,19 )* Sebagai contoh dalam dispersi solida testosteron - PVP kecep tan melarutnya meningkat dari pada campuran fi- sik atau dengan testosteronnya sendiri. ([15,16)* Makin meningkat berat molekul PVP, maka kelarutan bahan obat makin menurun, karena makin besar berat molekul PVP, maka viskositas larutan PVP makin meningkat. Sebagai contoh pa­ da dispersi solida hidroklorotiasida - PVP d’ engan berat molekul 4 4 '.0 0 0 kelarutannya akan tufiun 6% dari pada meng- gunakan PVP berat 10.000. Tetapi kerugian menggunakan PVP berat molekul rendah adalah sifat higroskopisnya.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • 6 -

  Tertarik dari permasalahan diperlukannya tolbutami­ da dalam pengobatan diabetes mellitus, dan sukar larutnya tolbutamida dalam air dan peningkatan kelarutan tolbuta­ mida dalam pembawa PVP pada dispersi solida, maka dalam tugas akhlr ini ingin diteliti sistim dispersi solida PVP K25 dan PYP £30, karena yang beredar dipasaran.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • - 7 -

  BAB II T I K J A U A N P U S T A K A 1 • ASPEK KECEPATAN MELARUT Kecepatan melarut memegang peranan penting dalam suatu sediaan farmasi bentuk padat, sebab kecepatan melarut suatu obat mempengaruhi absorbsinya sehingga mempenga - ruhi efek terapetik, Kecepatan melarut dari suatu bahan obat dalam bentuk padat merupakan eyarat yang lebih pen ting dari pada syarat day a hancurnya, terutama untuk ba han obat yang sukar larut (17)* Adapun tahapan peristi- va yang dialami sediaan farmasi bentuk padat misalnya tablet, kapsul setelah bahan obat tersebut kontak de­ ngan medianya sampai dengan terjadinya proses absorbsi dapat digambarkan sebagai berikut. ( 2 0 ,2 1 ) : Sediaan bentuk padat disintegrasi Granul/Agregat disin- tegrasi Serbuk (Tablet, Capsul) Qbat dalam larutan Y Absorbs! v Obat dalam darah, faringan, Cairan tubuh lain

  • 6 -

  Seperti terlihat pada skema dl atas, obat dalam bentuk padat harus melalui tahapan proses melarut terlebih da- hulu dalam media yang ada aebelum dapat diabsorbsi ke- dalam darah atau cairan. tubuh lain* dengaa demikian un- tuk obat-obat yang sukar larut, dengan mempertinggi ke­ cepatan melarutnya maka diharapkan dapat meningkatkan kecepatan absorbs! obat dan jumlah obat yang diabsorbsi Dengan kata lain dengan meningkatkan keeepatan melarut bahan obat akan dapat memperbesar effektifitas obat ter sebut. (6,16,27) . Noyes dan Whitney menggambarkan kecepatan mela­ rut suatu bahan obat yang dirumuskan sebagai berikut

  ( 2 1

  , 2 2

  ) :

  S K *S * ^ c s “ ct^ dimana s dC m kecepatan melarut persatuan waktu

  K. *

   konstanta yang menyangkut semua fak- tor yang mempengaruhl sistim, meli - puti ; Volume pelarut (Y), koeflsien difusi (h). S. » luaspermukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Gs - konsentrasi larutan 3enutu - konsentrasi obat pada waktu t. Umumnya kondisi percobaan dibuat C g > , maka dapat diabaikan terhadap C a . Kondisi percobaan dibuat kon - stan,' maka didapatkan persamaan yang lebih sederhana yaitu ; dc _ k < s #C b

  ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • - 9 -

  Dari rumus di atas dapat dilihat bahwa kecepatan mela - rut obat berbanding lurus dengan luas permukaan parti - kel yang kontak dengan pelarut (S) dan kelarutan bahan obat tersebut (Gs )♦ 1*1. Ukuran partikel Makin kecil ukuran partikel suatu zat berarti ma- kin luas permukaan zat tersebut, berdasarkan per - samaan Soyes - Whitney kecepatan melarut berban - ding langsung dengan luas,permukaan bahan obat y*ng kontak dengan pelarut, maka ukuran partikel ini akan mempengaruhi kecepatan melarut dan jum - lah obat yang terabsorbsi. Hal ini terutama untuk bahan obat yang sukar larut., dengan memperkecil ukuran partikel bahan obat akan meningkatkan laas permukaan bahan obat yang kontak dengan media dis£ lusi, akibatnya kecepatan melarutnya akan mening - kat (9 ,10 ).

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • - 10 -

  Gambar 1 : Efek ukuran partikel terhadap peningka­ tan kecepatan melarut fenasetin dalam cairan lambung. Pada gambar 1 terlihat bahwa partikel dengan uku­ ran 0 , 11 - 0,15 mm ternyata mempunyai kecepatan melarut + 1 - 2 kali lebih besar daripada parti - kel dengan ukuran 0,50 - 0,71 mm. (17) Selanjut - nya Prescot dkk. pada tahun 1970 melaporkan ten- tang pengaruh ukuran partikel terhadap bioavaila- bilitas obat.

  G a m b a r sorbsi fenasetin dalam plasma.

  • 1.1

  Menurut Chiou dan Rigelman, pengecilan ukuran parti­ kel ada beberapa cara. (10 ) : 1 . Konveneional dengan penggeruean.

  2. Menggunakan "Ball - mill"*

  3 . Mikronisasi.

  4. Pengendapan terkontrol dengan mengubah pelarut atau temperatur yang pengkristalisasiannya dila­ kukan pada panjang gelombang ultrasonik.

  5

  . Menambah cairan yang dapat melarutkan bahan obat, tetapi obat akan diendapkan kembali dalam bentuk partikel yang sangat halus dalam saluran pencer- naan.

  6 . Menggunakan bentuk garam yang mudah larut dalam

  air dari senyawa yang sukar larut dimana senyawa induk akan mengendap berupa partikel-partikel yang halus dalam ealuran pencernaan. Cara konvensional, "Ball-mill"

  9 mikronisasi maupun

  pengendapan terkontrol dengan menfubaK pelarut atau temperatur pada panjang gelombang ultrasonik terse- but di atas relatif mudah dilaksanakan. Cara diatas mempuuyai kerugian yang harus dipertimbangkan yaitu dengan semakin kecllnya ukuran <artikel bahan obat, ak^n makin meningkatkan energi emnukaan partikel dan dengan adanya gaya tarik menarik "Van der wals"

  maka. partikel tersebut cenderung beragregasi, Pin -

  ho31 dkk (2 3 ) menunjukkan bahwa kecepatan disoluei

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • 12 -

  invitro dari fenobarbital, asetosal, dan fenasetin hasil mikronieasi lebih. rendah dari pada partikel- partikel asal, seperti yang terlihat pada gambar berikut : Gambar 2 s Profil kelarutan phenobarbital dalam air. Dari gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa kecepatan melarut penobarbital 0,07-0,15 mm lebih rendah dari pada kecepatan melarut dengan ukuran partikel 0,42-0,71mm. Sedangkan pemakaian bentuk garamnya yang mud ah la­ rut dari bahan obat yang bersifat asam atau basa sukar larut, dapat bereaksi dengan CO2 dan air menghasilkan senyawa induk yang sukar la*«t. Ini terjadi terutama pada lapisan luar dari sediaanya dan ini menghambat absorbsinya* Dieamping itu ke- kebasaan dari garamnya dapat menyebabkan rasa mual.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  15 1 . 2 . K35M H U M

  Noyes dan Whitney telah menjelaskan bahwa kecepatan melarut tidak hanya berbanding lurus de­ ngan luas permukaan tetapi juga berbanding lurus dengan kelarutan bahan obat. Kelarutan suatu bahan obat Juga dipengaruhi oleh ukuran partikel, hal ini didasarkan pada per- samaan Kelvin (2) : log 5 2 • . v " 2,303.R.I.r dimana & s kelarutan mlkro partikel So : kelarutan makro partikel V : volume molar R : konstanta gas S : temperatur abeolut r : jarl - jari partikel Ada beberapa cara untuk meningkatkan kelarutan ba­ han obat yaitu : 1• Modlfikasl kimia antara lain pemillhan bentuk garam, bentuk ester 2* Modlfikasl flsika, antara lain pemillhan bentuk kristal, pemilihan bentuk solvat/ hidrat.

  3. Modlfikasl formulas! dan tehnologl yaitu pembentukan dispersi solida, penambahan solubilizing agent.

  • - u -

  1*2*1. Sistim dispersi solida Sistim dispersi solida dibuat dengan jalan mendispersikan bahan padat kedalam pembawa yang juga dalam keadaan padat, dimana pembawa tersebut mempunyai sifat inert secara farmakologis. Adapun mekanisme peningkatan kecepatan me­ larut dan kelarutan dari obat yang sukar larut da lam campuran dispersi solida antara lain, (10,17,24) s

  1. Pengecilan ukuran partikel

  2. Efek solubilisasi dari pembawa

  3. Kemampuan terbasahi karena adanya pem - bawa yang mudah larut 4* Bentuk polimorfisa dari bahan obat 5. Penurunan energi aktivasi disolusi. Sebagai contoh dalam dispersi solida reserpin - FTP kelarutannya meningkat dibandisg dengan cam­ puran fisik reserpin - PYP atau dengan reserpin - nya sendiri.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • 15 -

  Waktu (menit) Gambar 4 : Profil kecepatan melarut reserpen - PVP Keterangan :

  1 « reeerpen 2 . campuran fieia

  3. dispersi solida. reserpin-PVP * 1:3 4* dispersi solida reserpin-PVP ^ 1 : 6 Seperti pada contoh yang lain pada dispersi solida griseofulvin - PEG, kelarutannya lebih meningkat di banding dengan campuran fisis atau dengan griseo - vulvin sendiri. Ada berbagai metoda yang dapat dilakukan un­ tuk membentuk sistim dispersi solida, yaitu (10,17)

  1. Metoda peleburan

  2. Metoda pelarutan

  3. Metoda peleburan - pelarutan

  16 - 1 .2 .1 ,1 . Metoda peleburan (10,17)

  Metoda ini pertama kali digunakan oleh Sekiguchi dan Obi dalam membuat bentuk dispersi solida untuk memperoleh pelepasan obat yang le­ bih cepat. Bahan obat dan pembe.wa dicampur dan dipanaskan sampai meleleh kemudian campuran di- dinginkan secara mendadak dengan tetap diaduk, selanjutnya dihaluskan dan diayak untuk mempe - roleh ukuran partikel yang seragam. Syarat metoda peleburan ini adalah bahan obat dan pembawa haras saling campur pada kea - daan meleleh dan etabil pada suhu tinggi* Con - toh campuran yang menggunakan metoda ini adalah sistim dispersi solida sulfathiasol - urea, da­ lam campuran eutektik absorbsinya lebih besar 23# daripada dengan ukuran 50 - 10 0 mesh. Kerugian dari metoda ini adalah pengua - pan bahan obat atau pembawa, kemungkinan terja- di peruraian selama proses pencampuran pada su- hu tinggi. Seperti yang terjadi pada campuran griseovulvin dengan asam suksinat selama proses pencampuran dengan pemanasan asam suksinat mu- dah menguap dan terurai. Hal ini disebabkan pe­ manasan yang dilakukan pada suhu tinggi.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17 -

  1.2.1.2, Metoda pelarutan (10,17) Pada metoda pelarutan ini pelarut yang digunakan untuk mencampur bahan obat dan pemba- wa adalah pelarut organik. Metoda ini pertama kali digunakan oleh Tachibana dan Nakamura, Cara pemhuatannya adalah campuran zat dan pembawa dilarutkan dalam pelarut tertentu, kemudian pelarut diuapkan. Contoh campuran yang menggunakan metoda ini adalah sistim dispersi solida Sulfathiasol - PVP, griseovulTin - PVP. Keuntungan metoda ini yaitu kemungkinan terjadinya peruraian obat atau pembawa dapat di cegah karena proses penguapan dilakukan pada su hu rend ah. Kerugian dari metoda ini adalah bia- ya yang cukup mahal, kesulitan menguapkan pela­ rut secara sempurna dan kemungkinan terJadinya efek samping akibat pengaruh pelarut,

  1.2.1.3. Metoda peleburan dan pelarutan. (10,17) Metoda peleburan - pelarutan ini dibuat dengan cara mencampur larutan bahan obat 5 -10 # kedalam PEG 6000 yang sudah dilebur, pada tem­ peratur dibawah 70 C tanpa menghilangkan pela- nya. Metoda ini banyak digunakan untuk obat yang mempunyai dosis terapi rendah.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

18

  1.2.1.4. Penggolongan Sistim Dispersi Solida (10,17) Berdasarkan mekanisme pelepasan obat, sis tim dispersi solida dapat digolongkan dalam : - Campuran eutektik sederhana, dimana pening - katan kecepatan disolusi terjadi karena ter- bentuknya partikel yang sangat halus. - Larutan padat (solid solution), dimana ter - Jadi dispersi obat yang sangat halus dalam pembawa yang mudah larut dalam air sehingga dapat meningkatkan kecepatan disolusi. - Endapan amorf dalam pembawa (kristalin), di­ mana bentuk amorf mempunyai energi yang ting- gi, sehingga dapat mempercepat kecepatan di­ solusi • - "Glass solution* dan Glass suspension", dima­ na sistim menyerupai gelas dan solut terlarut dalam pelarut gelas, cara pembuatannya dengan pendinginan yang mendadak dari pelelehan ba­ han pembawa. - Pembentukan senyawa komplek antara bahan obat dan pembawa, dimana senyawa yang menghasilkan memiliki kecepatan disolusi yang lebih tinggi dari bahan obatnya sendiri. - Kombinasi antara kelima golongan di atas.

  

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  • - 19 -