ANALISIS PENGARUH SIKAP ATAS PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP NIAT BERPERILAKU PATUH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO UTARA Repository - UNAIR REPOSITORY

  Analisis Pengaruh Sikap Atas Peningkatan Kualitas Pelayanan Perpajakan Terhadap Niat Berperilaku Patuh Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DIAJUKAN OLEH YUDI TRI WIDODO NIM: 040610630 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA 2011

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

  Saya, (Yudi Tri Widodo, 040610630), menyatakan bahwa: 1.

  Skripsi saya ini adalah asli dan benar-benar hasil karta saya sendiri, dan bukan hasil orang lain dengan mengatasnamakan saya, serta buka merupakan hasil peniruan atau penjiplakan (plagiarism) dari karya orang lain. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik baik di Universitas Airlangga, maupun di perguruan tinggi lainnya 2. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dengan disebutkan nama pengarang dalam daftar kepustakaan.

  3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari disebutkan terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis skripsi ini, serta sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di Universitas Airlangga.

  Surabaya, 23 Juni 2011 Yudi Tri Widodo NIM: 040610630

KATA PENGANTAR

  Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul “PENGARUH SIKAP ATAS PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP NIAT BERPERILAKU PATUH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO UTARA”.

  Pada kesempatan ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis dengan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak berikut ini atas segala bentuk bantuan dan motivasinya.

  Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Muslich Anshori, SE. M.Sc., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

2. Drs. Agus Widodo Mardijuwono, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.

  3. Drs. Djoko Dewantoro, M.Si., Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, petunjuk serta saran yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

  4. Kepada seluruh bapak dan ibu dosen Universitas Airlangga Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang penulis dapatkan selama masa perkuliahan.

  5. Kedua orang tua yang selama ini telah sabar dan selalu memberikan memberikan balas kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

  6. Kedua kakak yang selama ini banyak memberikan sentilan tajam untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Akan penulis buktikan bahwa di masa depan akan bisa lebih sukses dan maju daripada kalian.

  7. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepala Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara yang telah memberikan ijin melakukan penelitian dan atas data-data yang telah diberikan untuk menunjang penelitian ini.

8. Bulek Mida yang mau mengorbankan waktunya demi membantu memperoleh data untuk penelitian ini.

  9. Teman-teman seangkatan 2006 dari lintas jurusan (tidak bisa disebutkan satu-satu) yang banyak memberikan motivasi, dorongan dan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita bisa berkumpul dan berdiskusi lagi seperti dulu

  10. Rekan-rekan di DLM UNAIR dan BLM FE UNAIR 2009, di mana hanya bersama kalian penulis bisa merasakan sebuah keluarga baru. Semoga kita sukses di kemudian hari dan bisa berkumpul kembali.

  11. Sahabat-sahabat penulis, Anggi “Dora” Yulia P, yang terus mendorong dan memberi semangat dalam menulis, arek Dalam XXI terutama (alm) Mas Sigit yang telah banyak berjasa dalam memotivasi dan meminjami printer untuk keperluan skripsi serta tentu saja kebersamaan yang tidak akan

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan demi terselesaikannya skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini yang disebabkan adanya keterbatasan pengetahuan, aksesm referensi dan pengalaman. Oleh karena itu, kepada semua pembaca kiranya berkenan memberikan kritik dan saran atau berdiskusi terkait penelitian ini, silahkan hubungi melalui email ke yudi3widodo@yahoo.com. Semoga penulisa skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.

  Surabaya, 22 Juni 2011 Penulis, Yudi Tri Widodo

  ABSTRAK Salah satu tujuan dari reformasi sistem admnistrasi perpajakan adalah meningkatkan citra Direktorat Jenderal Pajak di mata masyarakat melalui program peningkatan kualitas pelayanan perpajakan. Dari hasil survei atas kepuasan pelayanan perpajakan yang dilakukan secara nasional, diketahui indeks kepuasan masyarakat cukup tinggi yaitu 81 (Pandingan, 2008:57). Tetapi tingginya tingkat kepuasan tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh menurun. Jika dilihat dari sudut pandang perilaku konsumen, sebelum memutuskan untuk berperilaku, seseorang akan mempunyai niat terlebih dahulu. Sedangkan niat terbentuk karena ada sikap atas obyek psiklogis tertentu yang

dalam hal ini adalah sikap atas peningkatan kualitas pelayanan perpajakan.

  Penelitian ini mengenai pengaruh sikap atas peningkatan kualitas pelayanan perpajakan terhadap niat berperilaku patuh wajib pajak orang pribadi. Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah theory of reasoned action yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein di mana dalam teori tersebut selain sikap juga terdapat variabel norma subyektif sebagai variabel independen, dan niat sebagai variabel dependen. Penulis menambahkan varibel moralitas pajak sebagai variabel independen untuk meningkatkan daya prediksi model.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menguji beberapa hipotesis dengan menggunakan analisis SEM (structural equation modeling). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang merupakan indikator dari tiap variabel yang diteliti. Jumlah responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 161 wajib pajak.

  Hasil analisis SEM yang menggunakan program AMOS versi 16 menunjukkan : (1) sikap berpengaruh positif signifikan terhadap niat berperilaku patuh, (2) norma subyektif tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku patuh, (3) moralitas pajak berpengaruh positif signifikan terhadap niat berperilaku patuh.

  Kata kunci: reformasi sistem administrasi perpajakan, sikap, niat berperilaku patuh, theory of reasoned action

  ABSTRACT One of the purposes of taxation adminstration system reform is to improve the image Directorate General of Taxes in the eyes of society through taxation of service quality improvement programs. From the results of satisfaction surveys conducted taxation services nationally known public satisfaction index is high at 81 (Pandingan, 2008:57). But the high level of satisfaction is inversely suggests that adherence rates tend to decline. When viewed from the perspective of consumer behavior, before deciding to behave, someone will have the intention in advance. While the intention is formed because of the attitude of certain psychological object which in this case is the attitude of improving the quality of service tax.

  This study on the effect of attitude on improving the quality of service tax against the intention to behave obediently individual taxpayers. Location of research conducted at Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara. The model used in this study is the theory of reasoned action developed by Ajzen and Fishbein where in theory there is also an attitude other than subjective norm variables as independent variables, and intention as the dependent variable. The author added tax morality variables as independent variables to improve model predictions.

  This study uses a quantitative approach to test several hypotheses using analysis of SEM (structural equation modeling). The data was collected using a questionnaire containing a list of statements that are indicators of each variable studied. The number of respondents sampled in this study amounted to 161 taxpayers.

  The results of SEM analysis using AMOS program version 16 shows: (1) the attitude significantly positive influence on intention to behave obediently, (2) subjective norm did not significantly influence the intention to behave obediently, (3) tax morality significantly positive influence on intention to behave obediently.

  Key words: reform of tax administration systems, attitudes, intentions to behave obediently, Theory of Reasoned Action

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  menjaga terjaminnya sumber penerimaan tersebut, pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah melakukan banyak terobosan dalam rangka memenuhi target penerimaan yang telah ditetapkan pemerintah bersama DPR. Untuk tahun 2010 kemarin saja, tax ratio yang diamanatkan kepada Ditjen Pajak mencapai 11,9 % dan pada 2011 ini diperkirakan naik menjadi 12%. Untuk tahun-tahun mendatang, menurut informasi yang penulis dapatkan dari situs www.pajak.go.id, target tersebut akan terus digenjot hingga mencapai 15% sehingga setara dengan negara-negara ASEAN lainnya.

  Untuk mencapai tujuan di atas, dibutuhkan banyak perubahan yang dapat mendukung target yang telah ditetapkan. Suparmoko dalam Tjaraka (2000:10) memberi pernyataan sebagai berikut: “Kebijakan fiskal memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi, tetapi berhasil tidaknya tergantung pada perbaikan-perbaikan sistem perpajakan dan pelaksanaannya”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sebuah sistem perpajakan dapat berjalan tapi jika tanpa perbaikan dalam sistem pelaksanaan dan administrasinya maka dipastikan tidak tercapai efektivitas penerimaan pajak.

  Pada tahun 2002, sebagai awal mula reformasi administrasi perpajakan, Ditjen Pajak membentuk Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Pembentukan kantor ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari tiga pilar reformasi perpajakan, yaitu reformasi bidang administrasi perpajakan, reformasi bidang peraturan perpajakan dan reformasi pengawasan perpajakan. Hasil survei AC Nielsen pada 2004 menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelayanan pada sebesar 75%. Pada tahun yang sama, Ditjen Pajak juga meluncurkan program “knowing your tax payer” (kenalilah wajib pajak anda) yang merupakan cikal bakal dari lahirnya AR (Account Representative).

  Sejak digulirkan pada 2002, reformasi perpajakan setidaknya telah berhasil mengubah institusi Ditjen Pajak menjadi lebih baik. Indikator keberhasilan reformasi perpajakan dapat dilihat setidaknya dari dua hal mendasar perubahan persepsi (image) masyarakat terhadap institusi Ditjen Pajak dan keberhasilan pencapaian target penerimaan pajak. Mari kila lihat data yang dikeluarkan oleh Transparency International . Pada 2006 Ditjen Pajak masuk dalam kategori sebagai intitusi yang dinilai paling korup dengan tingkat inisiatif meminta suap mencapai 76%. Tahun 2008, Ditjen Pajak tidak masuk lagi dalam daftar institusi yang dinilai paling korup di Indonesia (Budi, 2010).

  Tingkat efektivitas peningkatan kualitas pelayanan perpajakan dalam mengubah persepsi masyarakat terhadap instansi perpajakan perlu diuji terutama dari segi sikap karena dari data di atas, tampaknya reformasi yang telah lama digulirkan telah mampu mengubah image sebagian banyak orang terhadap institusi perpajakan yang ada di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2008:135) menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) di Jawa Timur masih terus menurun. Pada tahun 2001 mencapai 39,85% sedangkan pada 2006 hanya mencapai 36,59%. Penelitian tersebut membuktikan bahwa masih ada keragu-raguan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Mengingat kasus penggelapan pajak yang (2010) menyampaikan bahwa perlu ada langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan. Menurutnya, nominal pajak tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan kepercayaan publik kepada (penyelenggara) negara. Hal senada juga dikemukakan Fuad (dalam Jawapos, 9 Maret 2011) yang menyatakan bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat yang khawatir uang yang dibayarkannya bocor ke tangan para aparat pajak sendiri.

  Suharto menyebutkan langkah-langkah konkret yang harus dilaksanakan terkait dengan citra institusi perpajakan dalam rangka menumbuhkan sikap positif masyarakat adalah transparansi dalam pertanggungjawaban pemungutan pajak dan penggunaannya, peningkatan kualitas pelayanan pajak agar dapat menghilangkan keragu-raguan publik, dan terakhir adalah perbaikan paradigma dari pegawai pajak agar lebih mengedepankan kebutuhan masyarakat daripada menumpuk kemakmuran setinggi-tingginya.

  Saat ini, pajak di Indonesia menyumbang 75% dari penerimaan negara yang berasal dari masyarakat. Akan tetapi, kenyataannya sejak tahun 2005 hingga pertengahan 2010 kemarin, masyarakat Indonesia yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baru sekitar 7 juta orang. Hal ini berarti baru 3% penduduk Indonesia yang memiliki kesadaran membayar pajak jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya yang mencapai 230 juta orang. Dari 7 juta orang yang membayar pajak yang benar-benar melaporkan pajaknya dengan jujur dan sesuai dengan kenyataannya hanya 50% saja atau hanya 1,5% penduduk Indonesia yang persentase penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi di Indonesia masih sangat rendah dan kalah jauh dibandingkan dengan negara lain (Jawapos,2011).

  Muhammad Tjiptardjo, sebagai Direktur Jenderal Pajak menyampaikan bahwa penerimaan pajak sampai dengan September ataupun triwulan ketiga di tahun 2009 lalu sebesar Rp 377,8 triliun, ini baru tercapai 92,82 persen dari target. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2008 lalu, hal tersebut menunjukkan penurunan. Sebab, pada tahun tersebut mencapai Rp 412,8 triliun.

  Hal tersebut memberi penguatan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum sadar akan pentingnya peranan pajak (Rendik,online). Apalagi dalam satu tahun belakangan ini banyak berita di media yang memberitakan kasus-kasus penyelewengan pajak yang dilakukan oleh orang dalam intansi perpajakan. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

dalam pengelolaan dan pemanfaatan pajak yang dibayarkan oleh masyarakat.

  Widodo (2010:12) menyampaikan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) mendasarkan keputusannya untuk berperilaku patuh atau tidak dipengaruhi oleh banyak faktor, ekternal dan internal. Faktor eksternal antara lain pelayanan perpajakan, sistem perpajakan yang berlaku, pengaruh teman atau rekan kerja, pemberitaan di media dan lain sebagainya. Sedangkan faktor internal antara lain sikap, persepsi, kepercayaan, motivasi dan kepribadian dari wajib pajak sendiri.

  Sikap merupakan merupakan salah satu faktor internal (psikologis) yang cukup kuat pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Sikap adalah perasaan suka dari sebuah sikap dalam diri seseorang adalah pertimbangan untuk terus melakukannya atau meninggalkannya. Sikap membuat seseorang untuk berperilaku secara konsisten (fairly consistent) atas suatu hal atau objek. Karena sikap sangat berhubungan dengan pikiran dan energi seseorang, maka sikap sangat sulit untuk berubah (Kottler dan Keller, 2006:210).

  Pembentukan sikap sangat dipengaruhi oleh pengalaman individu, pengaruh keluarga, teman dan juga pemasaran langsung serta media (Schiffman dan Kanuk, 2004:267). Menurut tricomponent attitude model, sikap terdiri dari tiga komponen utama yaitu kognitif, konatif, dan afektif. Melalui tiga komponen tersebut, sebuah pengalaman dan pembelajaran dari masa lalu akan dianalisa, dievaluasi, dan akan menghasilkan suatu sikap suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Dari proses tersebut, sikap akan mempermudah proses pengambilan keputusan bagi individu sehingga jika dihadapkan beberapa alternatif, antara berperilaku patuh atau tidak, mereka tidak perlu memproses dan menganalisa informasi baru. Mereka akan secara langsung memilih alternatif yang cocok sesuai dengan pengalaman sebelumnya. Sedangkan perubahan sikap adalah suatu hasil dari pembelajaran, dipengaruhi oleh pengalaman individu dan sumber informasi lain. Pengalaman antara lain berasal dari apa yang individu tersebut alami sebagai wajib pajak yang harus melakukan kewajibannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

  Di KPP, sebagai wajib pajak, dia akan bertemu dengan pegawai pajak dan merasakan semua fasilitas yang ada di dalamnya. Hal inilah yang akan menjadi dilayani sebagai wajib pajak yang harus memberikan sebagian penghasilannya untuk pembangunan negara. Dalam self-perception theory, sikap seseorang atas suatu objek tidak akan terbentuk jika individu tersebut tidak merasakan atau membeli objek tersebut (Solomon, 2009:292). Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:232), hal ini merupakan pengalaman (experience) yang dapat membentuk sikap seseorang atas obyek tersebut (institusi perpajakan). Sehingga jika wajib pajak pernah merasakan pelayanan yang diberikan di Kantor Pelayanan Pajak, maka akan timbul sikap tertentu dari pengalaman yang didapatnya walaupun hanya satu bulan sekali dan dengan waktu yang singkat.

  Dalam hubungannya dengan perilaku, sikap atas instansi perpajakan tidak bisa secara penuh menggambarkan perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi untuk patuh atau tidak patuh. Schiffman dan Kanuk menyatakan bahwa sikap hanya gambaran perasaan evaluatif suka atau tidak suka atas objek tertentu. Tetapi sebagai learned predispositions, sikap bisa mempunyai peran motivasional; yaitu

bisa menyebabkan seseorang untuk cenderung mendekati atau menjauhinya.

  Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sidoarjo Utara merupakan salah satu kantor pelayanan pajak di Sidoarjo yang sejak berdirinya merupakan hasil dari reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Dirjen Pajak Kanwil Jatim I yaitu sebagai hasil pemekaran KPP Sidoarjo pada tahun 2007. Sejak awal berdirinya, KPP Sidoarjo Utara telah menerapkan sistem administrasi perpajakan modern dan sistem pelayanan prima yang ditunjukkan dengan telah dibentuknya Account Representatif (AR) dan Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) untuk melayani perpajakan modern dan sistem pelayanan prima, Dirjen Pajak berharap mendapat pengakuan masyarakat berdasarkan kinerjanya yang berkualitas tinggi dan akurat, sehingga mampu memenuhi harapan rakyat untuk menjadi instansi yang baik dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (The Indonesian Tax in Brief dalam Yanti, 2008:II-7). Dari wawancara yang penulis lakukan dengan kepala sub bagian umum KPP Sidoarjo Utara, diketahui bahwa selama ini KPP telah melakukan banyak terobosan dalam menghimpun penerimaan pajak dan sekaligus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat agar lebih mengerti dan sadar akan pentingnya pajak. Lebih lanjut dicontohkan, untuk melayani penyetoran SPT Tahunan WP Orang Pribadi pada Maret lalu agar lebih cepat dan efisien, KPP membuka loket baru di parkiran dan menambah jumlah personel pelayanan dan konsultasi agar seimbang dengan jumlah WP yang datang. Selain itu, KPP juga memperpanjang jam kerja hingga pukul 8 malam termasuk buka pada hari Sabtu.

  Dalam penelitian ini, teori yang digunakan dalam keperilakuan patuh pajak digunakan model Theory of Reasoned Action (TRA). TRA adalah model pengukuran keperilakuan yang pertama kali diperkenalkan oleh Ajzen dan Fishbein pada 1985. Dalam teori ini, niat berperilaku seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh sikap atas obyek (attitude toward object) tetapi juga dipengaruhi oleh pengaruh sosial/norma subyektif (subjective norm) (Azwar,2007:11). Dengan demikian, niat berperilaku patuh merupakan penjumlahan dari sikap yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi serta sejumlah fungsi lainnya. dimodifikasi, maka penulis juga harus melihat penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan TRA dalam memahami perilaku kepatuhan pajak sehingga model penelitian ini bisa lebih akurat dalam mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Kewajiban moral atau juga disebut ethical belief, ethical standard atau internal morale adalah keyakinan moral seseorang apakah perilaku yang akan dan telah dilakukannya benar atau salah. Moral atau etika dan kaitannya dengan pengambilan keputusan, berhubungan dengan pertimbangan personal seseorang mengenai baik buruknya untuk berperilaku tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan istilah tax morale atau moralitas pajak seperti yang diberikan oleh Widodo (2010) dan Bareno dan Mocetti (2009) agar lebih spesifik dalam menggambarkan etika atau moral dari Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap sistem perpajakan yang ada di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan judul maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Apakah sikap berpengaruh terhadap niat Wajib Pajak Orang Pribadi untuk berperilaku patuh?

  2. Apakah norma subyektif berpengaruh terhadap niat Wajib Pajak Orang Pribadi untuk berperilaku patuh? Apakah moralitas pajak berpengaruh terhadap niat Wajib Pajak Orang Pribadi untuk berperilaku patuh?

  1.3 Tujuan Penelitian 1.

  Mengidentifikasi pengaruh sikap terhadap niat Wajib Pajak Orang Pribadi untuk berperilaku lebih patuh

  2. Mengidentifikasi pengaruh norma subyektif terhadap niat Wajib Pajak Orang Pribadi untuk berperilaku lebih patuh

  3. Mengidentifikasi pengaruh moralitas pajak terhadap niat wajib Orang Pribadi untuk berperilaku lebih patuh

  1.4 Manfaat Penelitian 1. bagi akademisi, dapat menjadi bahan telaahan mengenai pengaruh sikap terhadap niat wajib pajak

  2. bagi pengamat perpajakan, dapat menjadi referensi dalam memberikan opini/pendapat perpajakan.

  3. Sebagai referensi untuk merancang reformasi perpajakan di masa depan yang lebih memperhatikan faktor internal dari Wajib Pajak

  4. Memberikan informasi yang berguna bagi pemerintah melalui pendekatan penelitian mengenai perilaku kepatuhan pajak

1.5 Sistematika Penulisan

  Bab ini berisi tentang uraian latar belakang masalah bahwa reformasi admnistrasi perpajakan telah meningktkan kepuasan masyarakat atas pelayanan perpapajakan secara signifikan tetapi tidak serta merta meningkatkan kepatuhan pajak. Selain itu juga dikemukakan teori penelitian yang digunakan beserta rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

  BAB 2 : TUNJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas reformasi administrasi perpajakan yang selama ini telah dilaksanakan, landasan teori penelitian yang dipakai yaitu theory of reasoned action , penelitian terdahulu yang menjadi acuan beserta hipotesis dan kerangka berpikir.

  BAB 3 : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan metode analisis yang dipakai adalah structural equation modelling (SEM). Selain itu dalam bab ini juga terdapat identifikasi dan definisi operasional variabel sikap, norma subyektif, moralitas pajak dan niat serta jenis dan sumber data dan yang terakhir adalah teknik analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

  BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang gambaran umum subyek dan obyek penelitian, analisis deskriptif dari jawaban responden, hasil analisis model pengukuran dan struktural beserta pembahasannya.

  Penelitian ini ditutup dengan memberikan simpulan dan saran dari hasil pembahasan permasalahan yang terkait, yang diharapkan dapat menjadi bahan serta informasi bagi pembaca terkait dengan tema yang dibahas.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori Pengertian administrasi menurut pendapat Dunsire dalam Yeremias T.

  Keban, yaitu: Administrasi diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan, implementasi, mengarahkan, penciptaan prinsip-prinsip implementasi kebijakan, kegiatan melakukan analisis, menyeimbangkan dan mempresentasikan keputusan, pertimbangan-pertimbangan kebijakan, sebagai pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik, dan sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritis. Keban (2004:2) yang mengutip pendapat Trecker mengemukakan bahwa administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui kordinasi dan kerja sama. Chandler dan Plano (dalam Rosandy, 2007:12), memberikan definisi administrasi adalah proses di mana keputusan dan kebijakan diimplementasikan. Definisi-definisi di atas menunjukkan beberapa batasan istilah admnistrasi yang secara langsung menepis anggapan bahwa administrasi selalu diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengatur berkas, membuat laporan administratif, dan sebagainya.

2.1.2 Pengertian Administrasi Publik

  Chandler dan Plano (1988) yang dikutip oleh Rosandy (2007:13) mengemukakan bahwa administrasi publik adalah proses di mana sumber daya dan personel publik diorganisir dan diorganisasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengelola keputusan-keputusan dalam kebijakan publik. Kemudian dijelaskan bahwa administrasi publik merupakan seni dan ilmu yang ditunjukkan untuk mengatur public affairs dan melaksanakan berbagai tugas memecahkan masalah-masalah publik melalui perbaikan-perbaikan terutama di bidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan.

2.1.3 Administrasi Perpajakan

2.1.3.1 Pengertian Administrasi Perpajakan

  Menurut ensiklopedi perpajakan yang ditulis oleh Lombantoruan (1997:582), administrasi perpajakan (tax administration) ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. mengenai peran administrasi perpajakan. Pandiangan (2004) mengemukakan bahwa administrasi perpajakan diupayakan untuk merealisasikan peraturan perpajakan, dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN.

  Gunadi (www.infopajak.com) menekankan peran penting administrasi perpajakan dengan menuju pada kondisi terkini, dan pengalaman di berbagai negara berkembang, kebijakan perpajakan dan pengalaman di berbagai negara berkembang, kebijakan perpajakan (tax policy) yang dianggap baik (adil dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan penerimaan atau mencapai sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak mampu melaksanakannya.

  Dasar bagi terwujudnya suatu administrasi pajak yang baik adalah diterapkannya prinsip-prinsip manajemen modern yaitu planning, organizing,

  actuating, dan controling, terdapatnya kebijakan perpajakan yang jelas dan sederhana sehingga memudahkan wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya, tersedianya pegawai pajak yang berkualitas dan jujur serta pelaksanaan penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Menurut Gunadi, dalam menilai seberapa baik diingat sasaran administrasi perpajakan yaitu meningkatkan kepatuhan pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya optimal. Mengutip de Janrsher dalam Rosandi, bahwa keadilan merupakan salah satu elemen yang dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat atas sistem perpajakan dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan sukarela masyarakat membayar pajak.

  Setelah memperoleh kepercayaan masyarakat serta pengertian dan dukungan rakyat banyak administrasi pajak baru dapat dianggap sehat. Toshiyki dalam Gunadi (2003) menyatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut, disyaratkan beberapa kondisi adminstrasi perpajakan sebagai berikut:

  1. Pertama, administrasi pajak harus dapat mengamankan penerimaan negara.

  2. Kedua, harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan transparan.

  3. Ketiga, dapat merealisasikan perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan menghilangkan kesewenang-wenangan, arogansi, dan perilaku yang dipengaruhi kepentingan pribadi.

  4. Keempat, dapat mencegah dan memberikan sanksi serta hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan.

  5. Kelima, mampu menyelenggarakan sistem perpajakan yang efisien dan efektif.

  6. Keenam, meningkatkan kepatuhan pembayar pajak.

  7. Ketujuh, memberikan dukungan terhada pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak.

  8. Kedelapan, dapat memberikan kontribusi atas pertumbuhan demokrasi masyarakat.

2.1.3.2 Reformasi Administrasi Perpajakan

  Menurut Gunadi (www.infopajak.com), reformasi perpajakan meliputi dua area, yaitu reformasi kebijakan pajak (tax policy) yaitu peraturan perpajakan yang berupa undang-undang perpajakan dan reformasi administrasi perpajakan. kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kedua, untuk mengadministrasikan penerimaan pajak sehingga transparasi dan akuntabilitas penerimaan sekaligus pengeluaran pembayaran dana dari pajak setiap saat bisa diketahui. Yang ketiga, untuk memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak, terutama adalah kepada aparat pengumpulan pajak, kepada wajib pajak, ataupun masyarakat pembayar pajak.

  Mengenai reformasi administrasi, Caiden dalam Zauhar (2002:6), reformasi administrasi didefinisikan sebagai: “the artificial inducement of administration transformation against resistance” . Definisi dari Caiden ini mengandung beberapa implikasi, (1) reformasi administrasi merupakan kegiatan yang dibuat oleh manusia, tidak bersifat insidental, otomatis maupun ilmiah, (2) reformasi administrasi merupakan suatu proses, (3) resistensi beriringan dengan administrasi.

  Menurut Nasucha (2004:37), reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat. Selanjutnya Perry dan Walley dalam Rosandy menjelaskan realita di negara- negara berkembang di mana sistem pajaknya kuat dan struktur pajak telah ditetapkan, reformasi perpajakan mengacu pada usaha peningkatan administrasi perpajakan. Eke dalam Nasucha (2004:64) mengemukakan bahwa isu keberhasilan reformasi administrasi perpajakan ke depan adalah kapasitas administrasi perpajakan dalam mengimplementasikan struktur perpajakan secara teknologi informasi, struktur organisasi, proses dan prosedur, serta sumber daya finansial dan insentif yang cukup. Efektivitas administrasi perpajakan bukanlah satu-satunya indikator kepatuhan pajak. Di negara-negara yang memiliki derajat ketidakpatuhan wajib pajaknya yang tinggi, kemampuan administrasi pajak untuk memungut pajak efektif merupakan kunci pembentukan perilaku pembayar pajak.

2.1.3.3 Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern

  Sejak tahun 2001, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah memulai beberapa langkah reformasi administrasi perpajakan yang menjadi landasan bagi terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien dan dipercaya masyarakat dengan tujuan utama tercapainya: (1) tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, (2) tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan (3) produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi. Diungkapkan oleh Purnomo (2004:218) bahwa sejak tahun 2001, Ditjen Pajak telah memulai beberapa langkah reformasi administrasi perpajakan yang menjadi landasan bagi terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien dan dipercaya masyarakat.

  Program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah Ditjen Pajak dalam Purnomo (2004:218) antara lain:

  1) Meningkatkan kepatuhan perpajakan 1.

  Meningkatkan citra Direktorat Jenderal Pajak a.

  Program reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan

fungsi dan kelompok wajib pajak

b.

  Program penerapan sistem adminstrasi LTO pada kanwil lainnya 3) Meningkatkan produktivitas aparat perpajakan a.

  Program penerapan sistem administrasi LTO pada Kanwil Direktoral Jenderal Pajak Jakarta Khusus d.

  Program peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar pada LTO selain BUMN/BUMD c.

  Program peningkatan pelayanan, pemeriksaan dan penagihan pada LTO b.

  Program penyempurnaan prosedur pemeriksaan e. Program peningkatan kualitas prosedur pelayanan 2. Melanjutkan pengembangan adminstrasi large taxpayer office (LTO) atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar a.

  Program penerapan Good Corporate Governance c. Program perbaikan mekanisme keberatan dan banding d.

  Program merevisi UU KUP b.

  Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan 1.

  Meningkatkan kepatuhan sukarela a.

  IT masterplan g. Program pengembangan dan pemanfaatan bank data 2)

  Program penyempurnaan ekstensifikasi f. Program pemanfaatan teknologi terkini dan pengembangan

  Program modernisasi aturan dan metode pemeriksaan dan penagihan e.

  Program meningkatkan efektivitas pemeriksaan d.

  Program menyikapi berbagai kelompok wajib pajak tidak patuh c.

  Program penyederhaan pemenuhan kewajiban perpajakan 3. Menangkal ketidakpatuhan perpajakan Program merevisi pengenaan sanksi b.

  Program pengembangan layanan prima b.

  Program pengembangan pelayanan perpajakan 2. Memelihara (maintaining) tingkat kepatuhan wajib pajak patuh a.

  

Program kampanye sadar pajak

b.

  Program peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan oleh Kantor Pusat/Kanwil Direktorat Jenderal Pajak c. Program penyusunan kebijakan baru untuk manajemen sumber daya manusia d.

  Program peningkatan mutu sarana dan prasarana kerja e. Program penyusunan rencana kerja operasional Pada acara peresmian penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern di KPP Badan Usaha Milik Negara pada tanggal 30 Agustus 2004, Direktur khusus sistem administrasi perpajakan modern yakni perbaikan pelayanan melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan wajib pajak. selain itu juga merangkul kemajuan teknologi terbaru di antaranya e-filling, e-payment, e-registration dan e-counceling yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif. Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem bagi wajib pajak adalah simplicity di mana alur pekerjaan lebih sederhana dengan bantuan account representative; certainty yaitu terdapat kepastian dalam melaksanakan peraturan perpajakan didukung bidang pelayanan dan penyuluhan di Kanwil serta seksi pelayanan di KPP. Liberty Pandiangan (2004) mengemukakan bahwa salah satu tujuan dari penerapan sistem administrasi yang terbaru ini adalah untuk memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tingkat integritas dan keadilan yang tinggi sehingga dapat dipercaya oleh masyarakat.

2.1.3.4 Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Perpajakan

  Fasilitas yang canggih dengan didukung dengan dana yang berlebih tidak akan memberikan sebuah hasil apa-apa jika tidak bisa mencapai tujuan utamanya yaitu memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai jalan untuk mengubah image institusi perpajakan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Pandiangan (2008:57) bahwa sebaik apapun kualitas sumber daya manusianya, yang dilihat, diakui dan dinilai pada akhirnya adalah ouput yang dihasilkan dan dirasakan oleh masyarakat atau wajib pajak. Apalagi dalam perpajakan, hal ini sangat krusial pajak ketika berhubungan dengan KPP atau unit lainnya. Sehingga perlu dilakukan sebuah survei untuk mengukur kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan di KPP. Untuk itu, kepuasan masyarakat (customer satisfaction) merupakan kata kunci dari setiap kegiatan yang berhubungan dengan layanan masyarakat.

  Di perusahaan-perusahaan besar, kegiatan survei merupakan hal yang umum dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan barang yang dihasilkan.

  Sehingga pimpinan dapat mengambil kebijakan mengenai pengembangan produk, maupun mengenai pemasarannya. Untuk itu, telah beberapa kali dilakukan survei baik oleh KPP sendiri, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, maupun Komite Kode Etik Pegawai dan terakhir bahkan oleh AC Nielsen, sebuah lembaga riset internasional yang ditunjuk dan disponsori oleh AUSAid.

  Dari hasil survei (dalam Pandiangan, 2008:59), dinyatakan bahwa tingkat kepuasan wajib pajak (customer satisfaction index, eQindez) atas pelayanan KPP mencapai nilai 81. Indeks ini melebihi rata-rata survei atas pelayanan umum (publik) di Indonesia yang besarnya 75. Bahkan nilai ini melebihi indeks yang sama terhadap pelayanan pemerintah dan pelayanan umum (di antaranya perpajakan) di beberapa negara seperti Australia (66 dan 74), Hongkong (75 dan 71), India (78 dan 78) dan Singapura (76 dan 76).

2.1.4 Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action).

  memerlukan pemahaman tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku. Dalam literatur psikologi, dikatakan bahwa perilaku manusia dapat dipandang sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun kompleks. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus berbeda dapat menimbulkan satu respon yang sama.

  Untuk bisa memahami dan memprediksi perilaku volisional atau perilaku perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri, Icek Ajzen dan Martin Fishbein (dalam Azwar, 2007:11) mengemukakan Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action, yang selanjutnya disebut TRA). Dengan mencoba melihat anteseden penyebab perilaku volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri), teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi: a) bahwa manusia pada umumnya melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, b) bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan c) bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka. Proses pengambilan keputusan ini mengikuti kaidah bahwa perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap suatu perilaku (attitude toward behaviour), perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tetapi juga oleh norma subyektif (subjective norm), yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut, dan sikap terhadap suatu perilaku bersama norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat berperilaku.

  Sikap Niat Perilaku Norma Subyektif

Gambar 2.1 Theory of Reasoned Action (TRA) Sumber: Ajzen. 1991. The Theory of Reasoned Action. Organizational Behavior

  and Human Decision Processes Dalam TRA, perilaku ditentukan oleh 2 faktor yaitu: behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply. Secara berurutan, bahavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif, dan normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived social pressure ) atau norma subyektif (subjective norm) (Ajzen, 2002:2).

  Semakin positif sikap terhadap perilaku dan norma subyektif, maka semakin kuat keinginan seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu.

  Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang nyata di lapangan (actual

  behavioral ) niat atau intensi tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul. Pada TRA, asumsi yang mendasarinya adalah bahwa setiap perilaku di bawah kendali atau kontrol individu yang bersangkutan. Berdasarkan TRA maka setiap perilaku merupakan sesuatu yang secara sadar dapat dikendalikan oleh

2.1.4.1 Sikap Terhadap Objek

  Selama lebih dari 30 tahun, kata sikap telah dinyatakan dalam berbagai definisi. Secara historis, istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert dan Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai: ‘status mental seseorang’ (Allen, Guy, dan Edgley dalam Azwar, 2007). Sikap merupakan faktor penentu perilaku, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Definisi paling mengena dari ide-ide yang terdapat pada Mowen dan Minor dikembangkan oleh L. L. Thurstone, yaitu salah satu pencetus teori pengukuran sikap modern. Thurstone mendefinisikan sikap (attitude) sebagai “afeksi atau perasaan untuk atau terhadap rangsangan” (Mowen dan Minor,2002:319).

  Azwar (2007:4) mendefnisikan sikap dengan mengacu pada definisi beberapa penulis tapi pada dasarnya terdapat 3 kerangka pemikiran sikap.

  Pertama, sikap adalah “bentuk evaluasi atau rekreasi perasaan”. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavourable) obyek tersebut. Secara spesifik, Thurstone memformulasikan sikap sebagai “derajat afek (penilaian) positif atau negatif terhadap suatu obyek psikologis”. Kedua, sikap merupakan “kesiapan bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu”. Kesiapan dalam pengertian ini sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi bila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kerangka pemikiran yang berorientasi pada skema triadik (triadic scheme) yang kemudian komponen kognitif, afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku obyek sikap”.

  Komponen kognitif adalah keyakinan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap (Azwar,2007:24-28). Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri akan membawa keyakinan ini terus berkembang. Sejalan dengan uraian Azwar (2007: 239-241) mendefinisikan bahwa komponen kognitif adalah pengetahuan dan persepsi yang diperoleh melalui pengalaman dengan obyek sikap dan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi ini akan tampil dalam bentuk keyakinan-keyakinan (beliefs) yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu bahwa obyek sikap memiliki sejumlah atribut dan bahwa perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasil tertentu.

  Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap, yang umumnya banyak dipengaruhi oleh keyakinan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi obyek termaksud. Bila seseorang yakin bahwa narkoba akan merusak kesehatan, maka akan terbentuk perasaan tidak suka atau afeksi yang tidak favorabel atau sebaliknya. Schiftman dan Kanuk (2004:240) mengatakan, bahwa komponen kognitif merupakan jumlah total dari keyakinan yang kita miliki tentang obyek tertentu, maka komponen afektif merupakan jumlah total seluruh perasaan (feeling) kita terhadap obyek tersebut. Nilai yang dianut, emosi dan pengalaman yang dimiliki akan mengarahkan seseorang untuk melakukan evaluasi, positif atau negatif, terhadap

  Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Menurut Schiftman dan Kanuk (2004:240), komponen konatif berkaitan dengan kecenderungan berperilaku berkaitan dengan obyek tertentu atau niat untuk bertindak.

  Pada kebanyakan penelitian pemasaran dan keperilakuan konsumen, penggunaan kata sikap yang mengacu pada afeksi atau reaksi evaluatif umum merupakan hal yang biasa di antara para peneliti. Berikut adalah beberapa definisi dari sikap yang berhasil dikumpulkan dari Mowen dan Minor

Dokumen yang terkait

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KABUPATEN JEMBER

1 7 19

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA BANDUNG CICADAS

0 3 18

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDA ACEH Mahdi 1) dan Windi Ardiati 2)

0 0 10

PENGARUH PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PENERAPAN E-SYSTEM PERPAJAKAN DAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMBAYAR PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA KUDUS

0 1 18

PERANAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIAMIS

1 2 10

PENGARUH ATRIBUT INOVASI DAN PENGALAMAN WAJIB PAJAK TERHADAP MINAT PENGGUNAAN ONLINE TAX FILING SYSTEM PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI KOTA SURABAYA KARANGPILANG - Perbanas Institutional Repository

0 0 18

PENGARUH VARIABEL-VARIABEL PELAYANAN PERPAJAKAN TERHADAP KESADARAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI : Studi Empiris pada Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Timur Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 170

PENGARUH SIKAP PEMERIKSA PAJAK, KOMPLEKSITAS PERATURAN PAJAK, DAN KUALITAS PEMERIKSA PAJAK TERHADAP MOTIVASI KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADANDALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK SURABAYA RUNGKUT Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 198

PENGARUH KEBIJAKAN PERPAJAKAN, PERATURAN PERPAJAKAN, SANKSI ADMINISTRASI DAN PEMERIKSAAN PAJAK, PERSEPSI WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP PERENCANAAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI STUDY EMPIRIS : KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PATI

0 0 14

PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK, KUALITAS PELAYANAN PETUGAS PAJAK, SIKAP WAJIB PAJAK, SANKSI WAJIB PAJAK, DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PATI

0 2 17