Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan da

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum diutusnya Rasulullah saw. ke dunia, manusia berada di masa
kebodohan, di mana kemaksiatan merajalela, banyak terjadi pembunuhan, para
pemimpin semena-mena kepada rakyatnya, penyembahan terhadap berhala dan
kesesatan lainnya. Maka ketika Rasulullah datang perilaku-perilaku ini di perbaiki
dengan akhlak-akhlak mulia.
Ada dua sumber utama rujukan manusia dalam menjalankan kehidupan di
dunia sesuai dengan koridor yang telah di tetapkan Allah swt. yakni al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Ayat al-Qur’an yang pertama kali turun yakni perintah untuk “membaca”,
yang memiliki arti sesungguhnya untuk mencari ilmu. Selain itu, Rasulullah saw.
juga memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu bahkan hingga ke negeri China.
Terbangunnya suatu peradaban terjadi karena kebudayaan suatu
masyarakat yang maju. Pada masa awal Islam perhatian Rasulullah saw. dan para
sahabat sepenuhnya kepada al-Qur’an dan Sunnah. Barulah kemudian di masamasa setelahnya ilmu pengetahuan berkembang dengan luas.
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam telah mencapai
puncak kejayaannya beberapa abad silam. Maka dalam makalah ini akan
menjelaskan bagaimana ilmu pengetahuan berkembang dalam dunia Islam.


1

2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk penyampaian ilmu pengetahuan ke dunia Islam?
2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Islam klasik?
3. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kejayaan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami bentuk penyampaian ilmu pengetahuan ke
dunia Islam.
2. Mengetahui dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan masa Islam
klasik.
3. Mengetahui dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
kejayaan Islam

BAB II
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sains dalam Islam


Pada masa 3000 tahun sebelum masehi telah muncul peradaban di lembah
Mesopotamia (dataran di antara sungai Tigris dan Efrat) di Timur Tengah, di tepi
sungai Nil, Mesir, dan di lembah sungai Indus. Selain itu, peradaban juga muncul
di lembah Sungai Kuning (peradaban bangsa Cina). Di tempat-tempat
perkembangan peradaban kuno, pertumbuhan masyarakat semakin kompleks
menyebabkan penciptaan aksara untuk mempermudah usaha administrasi dan
niaga.1 Dengan mulai majunya peradaban kuno dengan mengenal aksara ini
merupakan awal perkembangan ilmu pengetahuan manusia.
Kemudian pada sejarah dunia lama yaitu masa awal abad masehi, yaitu pada
masa Yunani Kuno (perkembangan awal filsafat ilmu pengetahuan lebih lanjut).
Menurut Amsal Bakhtiar dalam bukunya, filsafat di jadikan sebagai landasan
berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga
berkembang pada generasi-generasi setelahnya.2 Zaman ini berlangsung dari abad
6 SM sampai dengan akhir abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring
attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) dan tidak
menerima pengalaman yang di dasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur.3
“Sejarah
Dunia”,
Wikipedia

the
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_dunia (23 Januari 2018).
1

2

Free

Encyclopedia.

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 22.

3

Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), h. 82-83.

3

4


A. Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia islam, pada dasarnya
terdapat upaya rekonsiliasi - dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua
pandangan yang berbeda, bahkan seringkali ekstrim - antara pandangan filsafat
yunani, seperti filsafat Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam
Islam yang seringkali menimbulkan benturan - benturan. Al-farabi, dalam hal ini,
memiliki sikap yang jelas karena dia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa
tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang yang menjadi
tujuan mereka adalah kebenaran. Bahkan bisa dikatakan para filosof Muslim mulai
dari al-Kindi sampai Ibn Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan
cara mengemukakan pandangan pandangan yang relatif baru dan menarik. Usahausaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan
penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak diragukan lagi upaya
rekonsiliasi oleh para filsof Muslim ini menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat
antara filsafat Arab dan filsafat Yunani.4
Dalam mendekatkan atau mempertemukan pandangan kailmuan para
filsuf Yunani ke dunia Islam para ilmuan Islam melakukan penerjemahan dan
penafsiran karya tulis berbahasa Yunani. Pengetahuan dan filsafat Yunani dipelajari
dengan cara menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab agar
dapat dibaca oleh masyarakat, baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata

maupun untuk pengkajian lebih lanjut.5

4
Ibrahim Madkoer, Filsafat Islam dan Renesans Eropa (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1986),
h. 118-119.
5

Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Kencana, 2011), h. 65.

5

Upaya penerjemahan ini telah melahirkan filsuf Islam seperti al-Kindi,
Ibnu Rusyd, al-Farabi dan Ibnu Sina. Pemikiran mengenai logika, matematika dan
metafisika misalnya, yang berawal dari pemikiran Aristoteles telah membuat
kagum dan memengaruhi pemikir Islam. Namun pemikir Islam tidak memungut
begitu saja pemikiran para filsuf tersebut, melainkan mengolahnya kembali sesuai
dengan ajaran Islam.6
Menurut C. A. Qadir, proses penerjemahan dan penafsiran buku-buku
Yunani di negeri-negeri Arab dimulai jauh sebelum lahirnya agama Islam atau
penaklukan Timur Dekat oleh bangsa Arab pada tahun 641 M.7

Jauh sebelum umat Islam dapat menaklukan daerah-daerah di Timur
Dekat, pada saat itu Suriah merupakan tempat bertemunya dua kekuasaan dunia,
Romawi dan Persia. Atas dasar itu, bangsa Suriah di sebut-sebut memainkan peran
penting penyebaran kebudayaan Yunani ke timur dan barat. Dikalangan umat
Kristen Suriah, terutama kaum Nestorian, ilmu pengetahuan Yunani dipelajari dan
disebarluaskan melalui sekolah-sekolah mereka. Walaupun tujuan utama sekolahsekolah tersebut menyebarluaskan pengetahuan injil, namun pengetahuan ilmiah,
seperti kedokteran, banyak diminati oleh para pelajar. Sayangnya, pihak gereja
memandang ilmu kedokteran itu sebagai ilmu sekular dan dengan demikian
posisinya lebih rendah daripada ilmu pengobatan spiritual yang merupakan hak
istimewa para pendeta.8

6

Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 67.

7
C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Edisi II, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2002), h. 34.
8


C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Edisi II, h. 35.

6

Pada masa ini juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Ariokh,
Ephesus dan Iskandariah, dimana buku-buku Yunani Purba masih di baca dan
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, terutama Siriani, bahkan setelah pusatpusat itu ditaklukan oleh umat Islam, pengaruh pemikiran Yunani tetap mendalam
dan meluas. Pada masa ini juga didapati seorang tokoh Kristen bernama Nestorius,
yang melakukan deskonstruksi atas pemahaman teologi kalangan Kristen
konservatif ortodoks, setelah ia terpengaruh oleh alam pikiran Yunani tersebut. Dia
bersama pengikutnya hijrah ke Suriah dan melanjutkan kegiatan ilmu pengetahuan
dan filsafat Yunani. Kegiatan ini pada gilirannya menghasilkan terjemahan karya
filsof Yunani seperti Phorphyrius, di antaranya adalah Isagoge, Categories,
Hermeneutica, dan Analytica Priori. Pusat-pusat ilmu pengetahuan yang dipimpin
oleh umat Kristen ini, terus berkembang dengan bebasnya sampai mereka berada
dibawah kekuasaan Islam.9
Sejak masa Nabi Muhammad saw. sampai dengan masa kekhalifaan
(khulafaurrasyidin) ilmu pengetahuan berkembangan sesuai dengan tuntunan
zaman. Salah satu hal mengenai perkembangan ilmu dalam Islam adalah peristiwa
Fitnah al-Kubra, yang tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis

an-sich seperti yang di pahamkan selama ini, tetapi ternyata juga membawa
perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia Islam. Pasca
terjadinya Fitnah al-Kubra muncul berbagai golongan yang memiliki aliran
teologis tersendiri yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis.10

9

C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Edisi II, h. 35-36.

10

Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 66.

7

Adanya pertentangan dan perbedaan aliran dalam hal teologis tersebut,
menumbuhkan kegiatan kajian tentang teologi Islam lebih sistematis, misalnya
tentang masalah hukum, masalah kebebasan manusia dan peranan akal. Hal ini,
mengakibatkan terjadinya perkembangan pemikiran mengenai berbagai hal tentang
teologi Islam dan ilmu pengetahuan. Pemikiran tentang keilmuan pihak luar yang

berpengaruh ke dalam dunia Islam ialah unsur pemikiran dari Yahudi dan Kristen
serta budaya Hellenisme.11
B. Perkembangan Ilmu Pada Masa Islam Klasik
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Islam klasik di awali dengan
permasalahan politik yakni peristiwa Fitnah Al-Kubra yang membagi umat menjadi
tiga golongan yaitu syiah (pengikut ali), khawarij dan pengikut muawiyah.
Diluar konflik yang muncul saat itu, sejarah mencatat dua orang tokoh
besar yang tidak ikut terlibat dalam perdebatan teologis yang cenderung
mengkafirkan satu sama lain, tetapi justru mencurahkan perhatiannya pada bidang
ilmu agama. Kedua tokoh itu adalah Abdullah Ibnu Umar dan Abdullah Ibnu
Abbas. Yang disebut pertama mencurahkan perhatiannya dalam bidang ilmu hadits,
sementara yang disebut belakangan lebih berorientasi dalam bidang ilmu tafsir.
Kedua tokoh ini sering disebut sebagai pelopor tumbuhnya institusi keulamaan
dalam islam, sekaligus berarti pelopor kajian mendalam dan sistematis tentang
agama islam. Mereka juga sering di sebut sebagai “moyang” golongan sunni atau
Ahl-al-Sunnah wa al-Jama’ah.12

11
12


Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 66-67.
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 38.

8

Kelompok netral ini yang bersikap moderat dan toleran mempunyai tujuan
untuk tetap menggalang solidaritas dan kesatuan umat. Untuk keperluan tersebut
mereka meninggalkan politik dan menyibukkan diri dalam pendalaman ilmu
terutama untuk mengkaji Sunnah Nabi dan menggunakannya untuk memahami dan
mendalami agama secara lebih luas.13
Disamping

itu

ketekunan

mereka

terhadap


kajian

as-Sunnah

menyebabkan as-Sunnah mendapat perhatian umat dan pada akhirnya
menyebabkan as-Sunnah menjadi terpelihara. Usaha mereka sungguh usaha yang
membekas bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam pada khususnya dan agama
Islam pada umumnya karena as-Sunnah merupakan sumber agama Islam yang
kedua sesudah al-Qur’an.14
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi
keilmuan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar kedalam Islam, khususnya
unsur-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroastrianisme – khususnya Mazdaisme, serta
Yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai
pengaruh besar terhadap pemikiran Islam ibarat pisau bermata dua. Satu sisi ia
mendukung Jabariyah (antara lain oleh Jahm Ibnu Safwan), sedang di sisi lain ia
mendukung Qadariyah (antara lain Washil Ibnu Atha’, tokoh dan pendiri
Mu’tazilah). Dari adanya pandangan dikotomis antara keduanya kemudian muncul
usaha menengahi dengan menggunakan argument-argumen Hellenisme, terutama

13
Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Jakarta: Kencana, 2003), h. 34.
14

34.

Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.

9

filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh Abu Hasan AlAsy’ari, dan Al-Maturidi yang juga menggunakan unsur Hellenisme.15
Perkembangan kemajuan sains dan teknologi pada zaman khalifah
Islamiyah yang dicapai kaum muslimin di mulai dengan pengalihan pengetahuan
yang ada pada filsafat Yunani ke lingkungan dunia Islam. Pengalihan tersebut
dilakukan dengan cara mempelajari pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh
Plato dan Aristoteles yang sudah berkembang terlebih dahulu.16
Seperti yang di bahas sebelumnya, dalam mempelajari pemikiranpemikiran yang dihasilkan oleh para Filsuf Yunani, salah satu yang dilakukan oleh
para ilmuan Islam yaitu dengan menerjemahkan karya-karya mereka ke dalam
bahasa arab.
Proses penerjemahan itu sendiri paling awal dimulai pada masa
kekhalifaan Bani Umayyah (661 - 750 M), khususnya masa kekhalifaan Abd Malik
(685 - 705 M). Pada masa ini, buku-buku yang diterjemahkan lebih berkaitan
dengan persoalan administrasi, laporan-laporan dan dokumentasi-dokumentasi
pemerintahan, demi untuk mengimbangi dan melepaskan diri dari pengaruh model
administrasi Bizantium-Persia. Setelah itu, buku-buku yang berkaitan denga ilmuilmu pragmatis, seperti kedokteran, kimia dan antropologi. Hanya saja, karena
pemerintahan lebih disibukkan oleh persoalan politik dan ekonomi, usaha-usaha
keilmuan ini tidak berlangsung baik.17

15

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 39.

16
17

Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 65.

H. A. Khudori Soleh, Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2013), h. 35.

10

Dengan begitu, masuknya cara pandang keilmuan dunia luar melalui
karya-karya pemikiran para sarjana luar islam dan mempengaruhi cara pandang
para pemikir islam akan ilmu pengetahuan hingga selanjutnya pengaruh-pengaruh
tersebut terus mengakar dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada masa-masa
berikutnya.
C. Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam
Mengenai Sejarah Kebudayaan Islam, para ahli membagi menjadi
beberapa periode:18
1. Zaman ideal, yang meletakkan dasar-dasar pertama kebudayaan
Islam, berjalan selama 40 tahun terdiri dari: a) Masa Nabi Muhammad
saw. semenjak hijrah kemadinah sampai wafatnya selama 10 tahun; b)
Masa Khulafau ar-Rasyidin selama 30 tahun.
2. Zaman perkembangan, yaitu masa berkembangnya kebudayaan Islam,
meliputi tiga benua Asia, Afrika dan Eropa. Ini terjadi pada masa
Umayyah yang berpusat di Damaskus selama 90 tahun.
3. Zaman keemasan Islam, yaitu zaman kebudayaan Islam mencapai
puncaknya, baik lapangan ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan
maupun kesenian. Meliputi: a) Masa Abbasiyah I yang berpusat di
Baghdad, berjalan selama 100 tahun dengan para khalifanya yang
mempunyai kekuasaan penuh, berpikir maju dan pecinta ilmu; b)
Masa Abbasiyah II, politik pusat Abbasiyah berangsur-angsur
melemah, tetapi lapangan kebudayaan, terutama dalam lapangan ilmu

18

Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h. 6.

11

pengetahuan, ibukota-ibukota propinsi berlomba menyaingi Baghdad
dalam hal kemajuan.
4. Zaman penyerbuan, dimana umat Islam mengalami penyerbuan dari
segala penjuru.
5. Zaman kemunduran, yang dimulai oleh zaman gemilang dalam
lapangan politik di zaman Otsmaniyah, Shafawi dan Mughal, diakhiri
dengan penjajahan hampir seluruh dunia Islam oleh Eropa Barat.
Berdasarkan uraian di atas, masa keemasan dari perkembangan ilmu
pengetahuan terjadi sekitar masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam dua
periode yakni masa Abbasiyah I dimana khalifah-khalifah yang memerintah
merupakan khalifah yang berpikiran luas dan senang akan ilmu pengetahuan dan
masa Abbasiyah II di mana daerah-daerah disekitaran kekuasaan bani Abbasiyah
yang berlomba-lomba menyaingi kemajuan Baghdad dimana kekuasaan bani
Abbasiyah sendiri berangsur-angsur melemah.
Gerakan ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far al-Mansur.
Setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/762 M) dan menjadikannya sebagai
ibu kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk
datang dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,
seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits atau ilmu lain seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah.
Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penerjemahan buku ilmu yang
berasal dari luar.19

19

57.

Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.

12

Pada masa Harun ar-Rasyid (786-809) proses penerjemahan masih terus
berlangsung. Harun memerintahkan, Yuhanna Ibnu Masawyh (w. 857), seorang
dokter istana, untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Di
masa itu juga diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi, seperti
Siddhanta; sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu Ibrahim
al-Fazari (w. 806).20
Perkembangan ilmu selanjutnya berada pada masa pemerintahan AlMa’mun (813-833). Ia telah berjasa besar dalam mengembangkan ilmu di dunia
Islam dengan membangun Bait al-Hikmah, yang terdiri dari sebuah perpustakaan,
sebuah observatorium, dan sebuah departemen penerjemah.21
Adapun pencapaian ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah telah
memberikan manfaat yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan pada saat
itu dan terutama imbasnya pada masa sekarang. Kemajuan yang telah di capai bani
Abbasiyah antara lain:22
1. Administrasi pemerintahan dengan biro-bironya;
2. Sistem organisasi militer;
3. Administrasi wilayah pemerintahan;
4. Pertanian, perdagangan dan industry;
5. Islamisasi pemerintahan;

20

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 40-41.

21

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 41.

22

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h. 130.

13

6. Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi,
historiografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika Islam,
sastra, seni dan penerjemahan;
7. Pendidikan, kesenian, arsitektur meliputi pendidikan dasar (kuttab),
menengah dan perguruan tinggi; perpustakaan dan toko buku, media
tulis, seni rupa, seni musik dan arsitek.
Dua imperium besar dimana tingkat minat dan gairah mempelajari filsafat
dan ilmu pengetahuan waktu itu begitu tinggi yang mana pemerintahlah yang
menjadi pelopor serta pioner utamanya yakni Abbasiyah dengan ibu kotanya
Baghdad (di timur), dan Umayyah dengan ibu kotanya Kordova (di barat). Dua kota
ini menjadi pusat peradaban dunia yang menghasilkan banyak orang bergelut dalam
dunia kefilsafatan.23
Adapun kemajuan yang di raih umat Islam di Spanyol dalam lapangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang banyak sejarawan berpendapat supremasi
Islam tersebut sangat berpengaruh terhadap kemajuan Eropa, adapun lapangan ilmu
pengetahuan yaitu filsafat, sains, bahasa sastra dan musik, sejarah dan geografi, fiqh
dan kemajuan pembangunan fisik (perpustakaan, jembatan, irigasi, istana-istana,
masjid, dll).24
1. Perkembangan Ilmu Naqli25

23

Abdul Malik Wello, Filsafat Ilmu dan Sains Perfektif Islam (Makassar: Alauddin
University Press, 2013), h. 35.
24
25

57.

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 120.

Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.

14

Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (al-Qur’an dan Hadits),
yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun dasar
perumusannya pada sekitar 200 tahun setelah hijrah Nabi saw. sehingga menjadi
ilmu yang kita kenal sekarang. Ilmu-ilmu itu antara lain:
a. Ilmu Tafsir. Yang pertama menafsirkan ayat al-Qur’an ialah sahabat Ibnu
Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab. Ada dua cara
menafsirkan yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan hadits nabi dan menafsirkan
al-Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang
terkandung didalamnya.
b. Ilmu Hadits. Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Karena kedudukannya itu, maka setiap abad umat Islam selalu berusaha untuk
menjaga dan melestarikannya. Usaha pelestarian dan pengembangannya terjadi
pada dua periode besar yaitu masa Mutaqaddimin dan masa Mutaakhirin.
c. Ilmu Kalam. Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor yaitu 1) Untuk membela
Islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh yang memakai senjata
itu.; 2) Karena semua masalah termasuk masalah agama telah bergeser dari pola
rasa kepada pola akal dan ilmu. Kaum Mu’tazilah berjasa dalam menciptakan
ilmu kalam, karena mereka adalah pembela gigih terhadap Islam dari serangan
Yahudi, Nasrani dan Wasani.
d. Ilmu Tasawuf. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta
bersunyi diri beribadah. Tokoh-tokohnya ialah Hasan al-Basri (w. 110 H),

15

Rabi’ah al-Adawiyah (w. 185 H), Ibrahim bin Adham (w. 162 H), Ja’far alSidiq (w. 148 H).
e. Ilmu Bahasa. Yang dimaksud ilmu bahasa adalah nahwu, sharaf ma’ani,
bayan, bad’i, arudh, qamus dan insya. Ulama-ulama yang termasyhur ialah
Sibawaihi (w. 153 H), Muaz al-Harro (w. 187 H), al-Kasai (w. 190 H), Abu
Usman al-Maziny (w. 249 H).
f. Ilmu Fiqh. Para ulama fiqh terbagi dalam dua aliran yaitu 1) Ahli hadits. Yang
mengarang fiqh berdasarkan hadits. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik
dengan pengikut-pengikutnya, pengikut Imam Syafi’i, pengikut Sufyan da
pengikut Imam Hambali; 2) Ahli ra’yi adalah aliran yang mempergunakan akal
dan pikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini ialah Imam Abu Hanifah
dan teman-temannya fuqaha dari Irak.
2. Perkembangan Ilmu Aqli.26
a. Ilmu Kedokteran. Ilmu kedokteran masa ini masih merupakan bagian dari
ilmu filsafat dan berkembang bersama-sama ilmu filsafat. Orang yang
kemudian terkenal sebagai dokter Islam antara lain, ar-Razi dan Ibnu Sina.
b. Ilmu Filsafat. Tokoh-tokoh filsafat antara lain yakni al-Kindi, al-Farabi, Ibnu
Sina, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
c. Ilmu Optik. Ahli yang terkenal ialah Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965 M)
beliau seorang ahli dalam ilmu mata (optik), cahaya dan warna.

26

78.

Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.

16

d. Ilmu Astronomi. Tokoh yang terkenal ialah al-Fazari, al-Farghani, al-Battani
(Albategnius), al-Biruni.
e. Ilmu Hitung. Tokoh yang terkenal ialah al-Khawarizmi, Umar al-Khayyam,
Sijmi, Ibnu Laith, Ibnu al-Haitham, al-Kuhi.
f. Ilmu Kimia. Tokoh yang terkenal ialah Jabir bin Hayyan, ar-Razi.
g. Ilmu Tarikh dan Geografi. Tokoh yang terkenal ialah al-Idrisy.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Bantuk penyampaian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani ke dunia Islam
yaitu dengan menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa
arab yang kemudian banyak dari para filsuf Islam atau para ilmuan Islam
menafsirkannya untuk membuat pandangan atau pemikiran baru.
2. Fokus para ulama pada masa awal-awal kembangkitan Islam yaitu
menafsirkan al-Quran dan mengkaji as-Sunnah serta mendalami ilmu
agama. Adapun penerjemahan awal karya-karya filsuf Yunani belum
berkembang secara signifikan.
3. Pada masa kejayaan Islam, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.
Ada dua bidang ilmu yang berkembang pesat saat itu yang memunculkan
banyak tokoh-tokoh ilmuan Islam yang sangat masyhur hingga sekarang.
Dalam bidang ilmu naqli ada Hasan al-Basri, Rabi’ah al-Adawiyah, Imam
Syafi’i, Imam Malik, Imam Hambali, Imam Abu Hanifa dan lainnya. Begitu
juga dalam bidan ilmu aqli ada al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Ghazali,
al-Khawarizmi dan lainnya.
B. Implikasi
Dengan mengetahui sejarah awal masuknya pemikiran keilmuan Yunani
dalam Islam, diharapkan memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa bahwa
dalam menuntun ilmu perlu mempertimbangkan pemikiran dari berbagai sisi.

17

Daftar Pustaka
“Sejarah
Dunia”.
Wikipedia
the
Free
Encyclopedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_dunia (23 Januari 2018).
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Madkoer, Ibrahim. Filsafat Islam dan Renesans Eropa. Cet. I; Bandung: Pustaka,
1986.
Qadir, C. A.. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Edisi II. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2002.
Rahmat, Aceng, dkk. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana, 2011.
Soleh, H. A. Khudori. Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013.
Sunanto, Musyarifah. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Islam. Jakarta: Kencana, 2003.
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar.
Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Wello, Abdul Malik. Filsafat Ilmu dan Sains Perfektif Islam. Makassar: Alauddin
University Press, 2013.