ANALISIS PENERAPAN ELEKTRONIK NOMOR FAKT

ANALISIS PENERAPAN ELEKTRONIK NOMOR FAKTUR
SEBAGAI UPAYA UNTUK MENCEGAH PENERBITAN FAKTUR PAJAK FIKTIF
(SUATU STUDI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR TIGA)
Maulana Prahaji
Achmad Husaini
Agung Darono
Ps Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
115030400111028@Mail.Ub.Ac.Id
Abstract
This research aims to know implementation of electronic invoice number on Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak
Besar Tiga and obstacle-alternative ways to overcome the implementation of electronic invoice number in order to
prevent the publication of fictive tax invoices. The results of the research have been conducted by researcher that found
Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga were running well to implement this program, it was proved by the
significant result in terms of preventing the publication of fictive tax invoices made by either publishers or the users
of fictive tax invoices. Obstacles that arose from the implemention of this program were: Users’ were depended to the
system and connection of internet, Taxpayers still had to come to the tax office, and the level of understanding and
negligence of the taxpayers even though alternative ways to overcome the obstacles that arose from the implementation
of this program were: improving the quality of information network. System accelerate the transition electronic invoice
number to the electronic tax invoice, and kept account instillation as habits and a good transfer knowledge between
employees. The research suggests that are to improve the system and human resource development must be carried
out.

Keywords: Tax Invoice Fictive, Electronic Invoice Number, Publisher
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penerapan elektronik nomor pada Kantor
Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga dan hambatan serta alternatif cara mengatasi hambatan penerapan
elektronik nomor faktur dalam rangka mencegah penerbitan faktur pajak fiktif. Peneliti menemukan
bahwa Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga sudah menerapkan program ini dengan baik, hal
ini terbukti melalui hasil yang signifikan dalam rangka mencegah peredaran faktur pajak fiktif baik dari
sisi pengguna maupun penerbit faktur pajak fiktif. Hambatan yang muncul dalam menerapkan program
ini diantaranya : ketergantungan sistem dan koneksi jaringan internet, Wajib Pajak yang masih harus
datang ke Kantor Pelayanan Pajak, dan tingkat pemahaman serta kelalaian Wajib Pajak sedangkan
alternatif cara untuk mengatasi hambatan yang muncul diantaranya : meningkatkan kualitas sistem
informasi, percepatan masa transisi elektronik nomor faktur menuju elektronik faktur, dan menanamkan
budaya mencatat serta proses pembelajaran yang baik antar pegawai. Peneliti memberi rekomendasi
kepada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Tiga dalam hal perbaikan sistem dan peningkatan
sumber daya manusia mutlak dilakukan.
Kata Kunci: Faktur Pajak Fiktif, Elektronik Nomor Faktur, Penerbit

PENDAHULUAN

dalam mencapai tujuan di bidang ekonomi, sosial


Negara membutuhkan ketersediaan dana

dan budaya. Sektor pajak memberikan kontribusi

untuk membiayai keperluan pemerintah dalam

yang besar untuk penerimaan negara. Hal ini

rangka pembangunan nasional. Kekayaan sumber

dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan

daya alam yang pada awalnya dijadikan sebagai

Belanja Negara (APBN) tahun 2014 (Lihat Gambar

komoditi utama untuk menghasilkan penerimaan

1), dimana sektor pajak memberikan lebih dari 78


negara sudah tidak dapat dipertahankan lagi

% dari total penerimaan dalam negeri Indonesia.

karena sifatnya yang terbatas dan pada suatu

Kondisi

waktu akan habis. Menyadari hal tersebut

kontribusi

pemerintah Indonesia menetapkan tekadnya

semakin meningkat, hal ini mengindikasikan

bahwa pajak dijadikan tulang punggung dalam

bahwa penerimaan negara untuk tahun-tahun


membiayai

berikutnya akan semakin besar dalam membiayai

pembangunan,

dimulai

sejak

reformasi perpajakan pada tahun 1984 dengan

lain

juga

memperlihatkan

penerimaan


pajak

setiap

bahwa
tahun

keperluan pemerintah.

prinsip kepastian hukum, keadilan dan netralitas
yang

mutlak

diperhatikan

dalam

upaya


memungut pajak.
Pajak sebagai bagian dari kebijakan fiskal
telah lama digunakan pemerintah Indonesia
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

1

memanfaatkan celah peraturan (loopholes) yang

80,00%

bertentangan secara hukum (Yamin dan Putranti,
75,00%

2009:4). Hal ini pada akhirnya menuntut Wajib

Penerimaan
Pajak


70,00%

Pajak untuk menjunjung tinggi nilai kejujuran dan
Integritas

2011 2012 2013 2014
Sumber: Data Diolah (2015)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi
andalan dalam pencapaian target penerimaan
pajak tahun 2015. Penerimaan pajak PPN pada
2015

diperkirakan

mencapai

44


%.

Peningkatan target penerimaan pajak tahun 2015
akan dicapai melalui optimalisasi penerimaan
perpajakan golongan pendapatan tinggi dan
menengah,

pemberian

insentif

fiskal,

serta

penyesuaian tarif cukai hasil tembakau untuk
pengendalian barang kena cukai.
Penerimaan pajak yang terus meningkat
nampaknya tidak diimbangi dengan peningkatan
kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia, hal ini

tercermin melalui realisasi penerimaan pajak
belum

optimal

dibandingkan

dengan

potensi yang ada. Self assessment system yang
diterapkan, senantiasa memberikan kepercayaan
dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk
menghitung,

memotong,

menyetor

dan


melaporkan besarnya pajak yang terhutang sesuai
dengan

ketentuan

melaksanakan

perpajakan,

kewajibannya

dalam

Wajib

Pajak

mempuyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban
pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa
diperlukan pemeriksaan, investigasi seksama,

peringatan, ataupun ancaman dan penerapan
sanksi baik hukum maupun administrasi (James
dan Nobes, 1996:138).
Pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan
alternatif

untuk

melakukan

restitusi

pajak

(Teriokhin, 2000:40). Mekanisme pengkreditan
pajak membuat Faktur Pajak mempunyai peran
yang sangat strategis dalam penggunaanya,
sehingga pada pelaksanaanya masih banyak
persoalan yang kerap muncul, terutama yang
bersumber dari Wajib Pajak yang memanfaatkan
Faktur Pajak sebagai cara untuk meminimalkan
beban pajak. Fenomena ini di Indonesia sejalan
dengan pemakaian Faktur Pajak Fiktif pada
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena
Pajak (JKP) yang samapai saat ini masih
dilakukan

kewajiban

DJP sebagai institusi yang bertanggung jawab

Gambar 1. Presentase Penerimaan Pajak Pada APBN

yang

memnuhi

perpajakannya.

65,00%

APBN

dalam

oleh

pengusaha

terutama

para

eksportir yang sering melakukan restitusi PPN.
Sistem pemungutan PPN yang diterapkan di

terhadap penerimaan pajak telah melakukan
reformasi

birokrasi

melalui

modernisasi

pembenahan sistem administrasi PPN, dimulai
dengan program registrasi ulang PKP, verifikasi,
elektronik nomor faktur (E-Nofa), dan elektronik
faktur (E-Faktur) sebagai salah satu bukti bahwa
DJP berupaya untuk terus mengoptimalkan
potensi pajak sehingga realisasi penerimaan pajak
dapat

tercapai

tentunya

dengan

tingkat

pengawasan pajak yang dilakukan secara kontinu
sebagaimana

modernisasi

perpajakan

yang

bertujuan untuk mengelola penerimaan pajak
dengan baik, efektif, efisien dan sehat sesuai
dengan prinsip good governance dan meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.
E-Nofa merupakan salah satu pembenahan
administrasi PPN yang dilakukan DJP dimana
aplikasi

ini

berfungsi

untuk

menghasilkan

kevaliditas nomor seri faktur pajak yang nantinya
berguna untuk menggambarkan apakah Wajib
Pajak tersebut telah sesuai menggunakan nomor
seri faktur pajak yang diperuntukan untuk Wajib
Pajak

tersebut.

Hal

ini

tentu

saja

dapat

meningkatkan kepatuhan dari Wajib Pajak dalam
melaksanakan E-Nofa sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan DJP sehingga dari hasil
pengawasan tersebut dapat dihasilkan keajegan
dalam rangka meminimalkan penerbitan Faktur
Pajak Fiktif.
Penerapan

E-Nofa

dapat

mendorong

terciptanya pelaksanaan self assessment dengan
lebih baik lagi dan Wajib Pajak mempunyai
kesadaran

untuk

kewajiban

melaksanakan

perpajakannya

sesuai

hak

dan

dengan

ketentuan perpajakan yang berlaku. Aktivitas ini
tentu saja bermuara terhadap penerimaan pajak
melalui pencegahan penerbitan Faktur Pajak
Fiktif dan kerugian yang diakibatkan melalui
penerbitan Faktur Pajak Fiktif dapat ditekan.
Berangkat dari uraian di atas, maka skripsi ini
mengambil

judul

“nalisis

Penerapan

Elektronik Nomor Faktur Sebagai Upaya Untuk
Mencegah Penerbitan Faktur Pajak Fiktif (Suatu
Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak
Besar Tiga) .

Indonesia saat ini memisahkan antara Faktur
Komersial

dengan

memudahkan

Faktur

adanya

Pajak

Wajib

sehingga

Pajak

yang

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

2

TINJAUAN PUSTAKA

melakukannya. Undang-undang (UU) PPN 1984

Administrasi Perpajakan

menyebutkan bahwa yang menjadi subjek PPN

Administrasi pajak merupakan salah satu

dan PPnBM adalah PKP. PKP adalah pengusaha

unsur yang sangat penting dalam suatu sistem

yang telah ditetapkan UU 1984 untuk dapat

perpajakan, karena dengan semakin baiknya

melakukan

administrasi pajak maka pelaksanaan kebijakan

(Purwono, 2010:277).

perpajakan

dapat

penyerahan

BKP/JKP

berhasil.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

Administrasi perpajakan merupakan sebuah cara

bahwa PPN dan PKP merupakan bagian yang

yang dilakukan oleh aparatur pajak dalam rangka

tidak terpisahkan dimana asas timbal balik

memungut

berlaku di dalam mekanisme PPN artinya PPN

pajak

dikatakan

transaksi

(Lumbantoruan,

1997:582).

Administrasi perpajakan yang diterapkan di

dapat

suatu negara tentunya mempengaruhi jumlah

menyerahkan

besaran penerimaan pajaknya sehingga sehingga

pengusaha harus dikukuhkan sebagai PKP agar

harus

dapat menikmati kemudahan dalam mekanisme

disusun

dengan

baik

agar

dalam

pelaksanaanya dapat berjalan efektif dan efisien.
Berdasarkan kedua uraian diatas,

dapat

disimpulkan bahwa Sistem perpajakan yang

dikenakan

apabila

BKP/JKP

pengusaha
adalah

PKP

yang
dan

pengkreditan Faktur Pajak PPN.
Faktur Pajak
Faktur

pajak

merupakan

refleksi

dari

dikeluarkan pemerintah, dapat dikatakan efisien

kewajiban memungut pajak terutang. Pasal 1

dan efektif apabila tidak menyebabkan distorsi

angka 23 UU PPN 1984 menyebutkan Faktur

ekonomi terhadap masyarakatnya. Administrasi

Pajak adalah bukti perjanjian transaksi antar PKP

perpajakan yang baik bukanlah semata-mata

dalam melakukan penyerahan BKP/JKP. Faktor

bertujuan untuk mengumpulkan penerimaan saja

utama yang harus diperhatikan PKP atau

namun bagaimana penerimaan tersebut dapat

pengusaha kecil yang sudah dikukuhkan menjadi

ditingkatkan.

administrator

PKP dalam membuat Faktur Pajak adalah bahwa

perpajakan yang bertanggung jawab langsung

transaksi sudah masuk dalam tahap akhir

terhadap penerimaan pajak, sebaiknya secara

sehingga omzet dan piutang sudah dapat diakui

konsisten memberikan penyuluhan perpajakan,

dan menjadi bukti bahwa pemungutan pajak

pelayanan

sudah dilakukan.

DJP

sebagai

perpajakan,

dan

pengawasan

perpajakan terhadap Wajib Pajak dalam rangka

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

pemenuhan kewajiban dan hak perpajakannya.

bahwa

Pajak Pertambahan Nilai

membutuhkan sinergi antar PKP dalam hal

PPN dikenakan terhadap rantai jaringan

Faktur

Pajak

pada

umumnya

penyerahan BKP/JKP tentunya hal ini bertujuan

distribusi barang mulai dari pengusaha dengan

untuk

mengenakan pajak melalui harga jualnya hingga

kewajiban PPN bagi para PKP. Keberadaan PKP

muara aktivitas berada di tangan konsumen

secara

sehingga dapat dikatakan sebagai pajak konsumsi

memastikan apakah PKP yang mengkreditkan

(Gunadi, et.al, 1999:99). Karakteristik PPN yang

pajak masukan dalam SPT Masa PPN tersebut

merupakan

melandasakan

dapat diakui validitas keberadaanya serta benar-

pembebanan pajak pada objeknya sehingga

benar terdapat usaha penyerahan BKP/JKP sesuai

apabila tidak ada objek pajak berarti tidak ada

dengan UU PPN.

pajak

Faktur Pajak Fiktif

pajak

yang

dapat

objektif

dibebankan

(Purwono,

2010:273).

nyata

pelaksanaan

sangat

hak

diperlukan

dan
untuk

Faktur Pajak merupakan komponen penting

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa

memudahkan

penyerahan

oleh

disebabkan fungsi Faktur Pajak bukan hanya

tingkat

sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat PKP

penyelewengan terhadap penerbitan faktur pajak

tetapi juga merupakan syarat mutlak yang harus

fiktif, dimana pola penggelapan pajak yang

ada

seringkali terjadi melibatkan unsur penyerahan

masukan dan pajak keluaran. Namun yang harus

BKP/JKP sehingga untuk dapat meminimalisir

diperhatikan adalah terpenuhinya syarat formil

tindakan

dan material secara kumulatif menurut ketentuan

pengusaha

dapat

serupa

yang

dilakukan

dalam pelaksanaan kewajiban PPN. Hal ini

menimbulkan

diperlukan

konfirmasi

dalam

mekanisme

pengkreditan

pajak

berjenjang dan pengawasan dari aparatur pajak.

pajak yang berlaku, jika salah satu syarat tidak

Pengusaha Kena Pajak

terpenuhi maka Faktur Pajak dapat dikatakan

PPN dan PPnBM bermuara pada penyerahan

cacat atau fiktif. Perilaku Wajib Pajak yang tidak

objek pajaknya, namun tidak akan mungkin

sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya

terjadi penyerahan jika tidak ada subjek yang

dalam hal ini menggunakan Faktur Pajak untuk

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

3

meminimalkan beban pajak yang terutang yang

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

dapat diartikan berkurangnya penerimaan pajak

bahwa adanya kesalahan dalam penerbitan faktur

kepada negara (Nurmantu, 2003:151). Faktur

pajak fiktif pada nomor seri faktur pajak hanya

Pajak Fiktif menurut surat edaran DJP No. SE-

akan mempengaruhi PKP penjual atau pemberi

132/PJ/2010 adalah Faktur Pajak yang tidak sesuai

jasa, bukan pada pembeli dan penerima jasa.

dengan transaksi penyerahan BKP/JKP dan/atau

Maka apabila tidak ingin terkena sanksi denda

penyerahan BKP/JKP dilakukan pengusaha yang

Faktur Pajak yang telah ditetapkan DJP tersebut

belum dikukuhkan sebagai PKP.

harus

ditindaklanjuti

dengan

melakukan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

penggantian Faktur Pajak, namun demikian

bahwa Faktur Pajak Fiktif merupakan salah satu

menjaga penerapan nomor seri faktur pajak secara

isu kepatuhan yang marak terjadi di negara

sempurna bisa diibaratkan menegakan benang

berkembang,

diperlukan

basah dimana sangatlah sulit, artinya bila PKP

pengawasan secara reguler terhadap transaksi

melakukan kesalahan dalam penerbitan Faktur

yang dilakukan oleh PKP. Keberhasilan sistem self

Pajak

assessment bergantung pada kejujuran PKP dalam

pihak=pihak yang mengikat perjanjian.

melaksanakan kewajiban perpajakannya. Tidak

Pengawasan Pajak

mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak

Pengawasan

melakukan

oleh

karena

itu

penyelundupan

masalah

adalah

akan

suatu

menghapiri

upaya

yang

tidak.

sistematik untuk menetapkan kinerja standar

Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak

pada perencanaan untuk merancang sistem

dan

umpan balik informasi, untuk membandingkan

seluruh

aktivitas

atau

maka

usahanya

sangat

diperlukan.

kinerja

Pengolahan Data Elektronik

ditentukan, kemudian menetapkan apakah telah

aktual

dengan

standar

yang

telah

Pengolahan data merupakan sebuah tindakan

terjadi penyimpangan serta mengambil tindakan

mengolah data menjadi sesuatu yang bisa

untuk perbaikan yang diperlukan guna mencapai

digunakan dan informatif untuk penggunanya

tujuan yang diharapkan (Hasibuan, 2008:241).

(Jogiyanto, 2006:2). Pengolahan data terdiri dari

Pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan

tiga unsur kegiatan utama, yaitu : input (tahap

yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji

memasukan data ke dalam aplikasi), processing

kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan

(tahap

(tahap

ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

dapat

(Hutagaol, 2007:3).

mengolah

menghasilkan

data)

data)

dan

output

selanjutnya

ditambahkan tiga kegiatan pendukung yaitu, :

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

origination (tahap mengumpulkan data dari

bahwa

dokumen dasar) storage (tahap perekaman data

menetapkan apakah kebijakan yang telah berjalan

dari hasil olahan data) dan distribution (tahap

sesuai dengan regulasi yang telah disusun pada

memberikan data kepada pengguna informasi).

awal kebijakan. Urgensi perbaikan dapat dilihat

pengawasan

diperlukan

untuk

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

dari pelaksanaan kebijakan agar hasil yang

E-Nofa merupakan salah satu aplikasi yang

direalisasikan dapat lebih optimal dan sesuai

memudahkan PKP dalam memenuhi syarat

dengan

formil dan material Faktur Pajak, oleh karena itu

direncanakan.

tujuan

yang

dari

awal

sudah

program elusif ini harus dilakukan pengawasan
secara

berkesinambungan

dalam

mengiringi

pelaksanaanya melalui tahap-tahap pengolahan

METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan dalam penelitian

data elektronik.

ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini

Nomor Seri Faktur Pajak

tidak terbatas pada pengumpulan data dan

Pembuatan nomor seri faktur pajak pada

penyusunan data, tetapi juga meliputi analisis

umumnya tidaklah sulit PKP hanya perlu melihat

dan interprestasi tentang arti data itu menjadi

substansinya kemudian mencocokannya dengan

suatu wacana dan konklusi berpikir logis, praktis,

peraturan perpajakan yang berlaku, dengan

dan

diterapkannya PER-24/PJ/2012 tentang bentuk

menggunakan

dan

mengindikasikan

pendekatan kualitatif karena ditujukan untuk

kemudahan dalam pengadministrasian pajak

menemukan suatu gambaran pemahaman terkait

serta adanya peningkatan pengendalian dari DJP

dengan implementasi penerapan E-Nofa sebagai

kepada Wajib Pajak yang tentunya akan membuat

upaya mencegah penerbitan Faktur Pajak Fiktif

Wajib Pajak lebih patuh dalam menjalankan

pada lingkungan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

kewajiban perpajakannya (Hadi, 2014).

Wajib Pajak Besar Tiga.

ukuran

Faktur

Pajak

teoritis

(Arikunto,

2010:3).

Peneliti

penelitian

deskriptif

dengan

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

4

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas

selalu

melayani

kebutuhan

yang digunakan peneliti agar pekerjaanya lebih

perpajakan Wajib Pajak.

mudah dan hasilnya baik dalam arti cermat,

2. Sosialisasi dengan Wajib Pajak

administrasi

lengkap, sistematis sehingga lebih mudah diolah

Sebagai bagian dari menerapkan E-Nofa

(Arikunto, 2010:201). Instrumen penelitian ini

langkah kedua dalam proses penerapan E-Nofa

menggunakan pedoman wawancara.

pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga adalah

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif

melakukan sosialisasi kepada Wajib Pajak yang

sehingga lebih banyak yang bersifat uraian, maka

terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga.

teknik analisis yang digunkan oleh peneliti

Sosialisasi kepada Wajib Pajak merupakan salah

menggunakan model Miles dan Huberman

satu

(1994:12), dimana dalam model ini terdapat tiga

diterapkan DJP melalui PER/24/PJ/2012 sebagai

tahap kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data,

aturan

dan kesimpulan serta verifikasi. Peneliti juga

merupakan kunci penting pelaksanaan E-nofa

menggunakan teknik keabsahan data, yaitu

dimana menggambarkan kondisi Wajib Pajak dan

triangulasi.

tindakan yang harus dilakukan KPP dalam

Triangulasi

adalah

teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

pengejawantahan
dari

dari

penerapan

regulasi

E-Nofa.

yang

Sosialisasi

penerapan E-Nofa.

sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan

Sosialisasi oleh KPP Wajib Pajak Besar Tiga

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

dijadikan sebagai suatu tahapan awal dalam

data

mencegah

tersebut

(Moleong,

2011:330).

Peneliti

kekeliruan/kesalahan

dalam

membandingkan sumber informasi sehingga

menerapkan E-Nofa yang dilaksanakan oleh

lebih mencerminkan keadaan penelitian yang

Wajib Pajak. KPP Wajib Pajak Besar Tiga

sebenarnya.

menjadikan

sosialisasi

keberhasilan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Langkah Penerapan E-Nofa pada KPP Wajib
Pajak Besar Tiga
1. Melakukan

Persiapan

Sistem

Teknologi

Informasi
Penerapan E-Nofa yang diterapkan oleh DJP
membutuhkan sebuah aplikasi teknologi sistem
informasi, karena pada hakikatnya pelaksanaan
E-Nofa membutuhkan sebuah perangkat untuk
menghasilkan suatu informasi yang dibutuhkan
oleh pengguna dalam hal ini Wajib Pajak dalam
rangka

mendukung

kemudahan

pengadministrasian pajak. Sentralisasi sistem
yang dibangun oleh DJP melalui aplikasi E-Nofa
disesuaikan dengan peraturan kebijakan yang
ditetapkan oleh DJP melalui PER 24/PJ/2012..
sudah berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan
melalui sistem yang diberikan oleh DJP sudah
terintegrasi dan mendukung semua kelancaran
pengadministrasian

Wajib

Pajak

dalam

memenuhi syarat formil Faktur Pajak, dimana
membutuhkan nomor seri faktur pajak sebagai
bukti sahnya sebuah faktur pajak sehingga dapat
digunakan

dalam

melakukan

mekanisme

pengkreditan Faktur Pajak, selain itu peneliti
memandang sistem yang dijalankan sudah Fit and
Apply

artinya

mekanisme

pengolahan

data

elektronik sudah sesuai dengan kebutuhan Wajib
Pajak sehingga Wajib Pajak dalam menggunakan
aplikasi E-Nofa tidak merasa kesulitan, hal ini
mengindikasikan KPP sebagai unit pelayanan DJP

tolak

E-Nofa,

ukur

sehinga

nantinya diperoleh evaluasi pelaksanaan E-Nofa
yang dilakukan pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga.
Peneliti berpendapat sesuai dengan regulasi
yang mendasari penerapan E-Nofa yaitu PER
24/PJ/2012,

sosialisasi

yang

dilakukan

KPP

sebagai bagian dari unit DJP mengindikasikan
bahwa

DJP selaku administrasi perpajakan

bertanggung

jawab

langsung

dalam

meningkatkan penerimaan Negara dengan secara
konsisten memberikan penyuluhan perpajakan,
pelayanan

perpajakan,

dan

pengawasan

perpajakan terhadap Wajib Pajak dalam rangka
pemenuhan kewajiban dan hak perpajakanya.
3. Pengawasan secara berkala terkait dengan
aplikasi E-Nofa yang telah berjalan
Penerapan
langkah

Peneliti melihat bahwa penerapan E-Nofa

sebagai

pelaksanaan

yang

E-Nofa

membutuhkan

bertujuan

untuk

suatu

mengetahui

apakah dalam proses pelaksanaan selama ini telah
sesuai dengan standar operasional yang telah
ditetapkan sebelum penerapan dijalankan maka
pengawasan perlu dilakukan guna mengiringi
langkah tersebut. Pengawasan secara berkala
dilakukan guna mengetahui kelancaran dari
sistem aplikasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak
sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas
pengadminitrasian pajak terhadap pelaksanaan
E-Nofa, harapannya dari hasil pengawasan akan
menghasilkan suatu evaluasi yang akan berguna
bagi

peningkatan

kualitas

pelayanan

dan

penggalian potensi pajak.
Sistem perpajakan self assesment yang berlaku
di Indonesia mengindikasikan bahwa Wajib Pajak

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

5

sudah mempunyai kemadirian dalam memenuhi

dengan teori Frey and Feld bahwa penegakan

kewajiban

hukum diperlukan untuk dapat meningkatkan

perpajakannya

melalui

proses

menghitung, menyetor, dan melapor pajaknya
sendiri, sehingga untuk mengendalikan tingkat

kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak.
Sanksi

perpajakan

sebagai

bagian

dari

adanya

penegakan hukum harus menjadi salah satu

pengawasan, dalam hal ini terhadap aplikasi E-

faktor yang membuat Wajib Pajak menjadi jera

Nofa yang digunakan oleh Wajib Pajak. Peneliti

apabila melakukan perbuatan yang melanggar

berpendapat

perundang-undangan perpajakan, hal ini juga

kepatuhan

Wajib

Pajak

diperlukan

pengawasan

yang

dilakukan

bermuara terhadap kepatuhan Wajib Pajak

selaras

terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan E-

aparatur pajak sendiri dimana mereka tidak perlu

Nofa.

lagi

4. Tindak lanjut penerapan E-Nofa

penyidikan karena dengan sendirinya Wajib

Muara

dari

aktivitas

sosialisasi

dengan

melakukan

kemudahan
langkah

pekerjaan

dari

pemeriksaan

dan

dan

Pajak pasti akan mentaati ketentuan yang berlaku,

evaluasi

diamping itu dari segi biaya yang dikeluarkan

pelaksanaan penerapan E-Nofa oleh KPP kepada

apabila melakukan pemeriksaan dan penyidikan

DJP,

tersebut

Wajib Pajak dapat ditekan seminimal mungkin

perbaikan

dimana efisiensi biaya merupakan salah satu

administrasi yang terdiri atas : Peningkatan

faktor yang diharapkan dalam suatu sistem

fasilitas pelayanan Wajib Pajak, pemutakhiran

administrasi perpajakan.

pengawasan

akan

menghasilkan

data

yang

sudah

digunakan

oleh

KPP

diperoleh
untuk

data, dan pertukaran data. Proses tindak lanjut

Peneliti berpendapat penegakan hukum yang

terhadap penerapan E-Nofa pada KPP Wajib

dilakukan dalam penerapan E-Nofa pada KPP

Pajak Besar Tiga dilakukan melalui mekanisme

Wajib Pajak Besar Tiga masih bersifat persuasive,

umpan balik yang disampaikan langsung kepada

dimana KPP Wajib Pajak Besar Tiga masih

DJP, sehingga nantinya dapat menjadi bahan

mengharapkan timbulnya itikad baik dari Wajib

evaluasi

Pajak

DJP

dalam

menerapkan

kebijakan

berpendapat

aparatur

pajak

menemukan

ketidakwajaran dalam penerapan E-Nofa, karena

administrasi yang baru.
Peneliti

apabila

yang

sesuai dengan Misi KPP Wajib Pajak Besar Tiga

diterapkan oleh KPP Wajib Pajak Besar Tiga

dimana selalu memberikan kemudahan untuk

bermuara kepada proses administrasi yang terus

Wajib Pajak dalam hal ini langkah pembetulan

berupaya untuk ditingkatkan sehingga sesuai

yang diambil, namun dalam hal Wajib Pajak tidak

dengan teori adminitrasi perpajakan dimana

menujukan indikasi akan melakukan pembetulan

bahwa kunci keberhasilan pelaksanaan kebijakan

maka

perpajakan terletak pada administrasi perpajakan

melakukan

mekanisme

yang baik. Peneliti juga berpendapat dengan

penyidikan

sesuai

peningkatan

ketentuan umum perpajakan (UU KUP).

pelayanan

tindak

lanjut

adminitrasi

dapat

KPP

Wajib

Pajak

Besar

Tiga

akan

pemeriksaan

dan

dengan

undang-undang

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak sehingga
nantinya Wajib Pajak dapat secara sukarela

Pencegahan Faktur Pajak Fiktif pada KPP Wajib

membayar pajak nya tanpa intervensi dari pihak

Pajak Besar Tiga setelah Penerapan E-Nofa

manapun, dikarenakan secara politis Wajib Pajak

Faktur Pajak memegang peran penting dalam

sudah mampu tergambarkan untuk apa mereka

mekanisme

membayar pajak, mengapa mereka membayar

merupakan salah satu bukti valid terhadap

pajak, dan dengan apa mereka membayar pajak

penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP.

dengan

dapat

Kemudahan dalam mekanisme pengkreditan

dibuktikan oleh KPP Wajib Pajak Besar Tiga

PPN memungkinkan adanya perilaku Wajib Pajak

melalui pelayanan yang diberikan.

yang

5. E-Nofa terhadap penegakan hukum

meminimalisir pajak yang akan dibayarkan

pertanggungjawaban

yang

PPN,

memanfaatkan

dimana

Faktur

Faktur

Pajak

Pajak

untuk

Penegakan hukum dibutuhkan agar setiap

sebagaimana yang telah dibahas dalam tinjauan

pelaksanaan kebijakan mempunyai arah dan

pustaka sebelumnya bahwa faktur pajak fiktif

tujuan

E-Nofa

dapat berupa faktur pajak yang tidak sesuai

membutuhkan dukungan melalui penegakan

dengan keadaan yang sebenarnya dan Faktur

hukum karena pada dasarnya pelaksanaan E-

Pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang

Nofa bermuara pada meningkatkan kepatuhan

belum dikukuhkan sebagai PKP.

yang

jelas.

Penerapan

Wajib Pajak namun kondisi ini tidak sejalan

Penerapan E-Nofa yang telah dilakukan oleh

dengan kepatuhan Wajib Pajak yang ada di

KPP Wajib Pajak Besar Tiga membawa perubahan

negara Indonesia yang masih rendah maka sesuai

yang signifikan dimana terjadi penurunan kasus

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

6

yang melibatkan penerbit Faktur Pajak Fiktif dan

didapatkan dapat melampaui terhadap rencana

pengguna Faktur Pajak Fiktif (Lihat Tabel 1). Pada

yang diharapkan, dimana setelah penerapan E-

tabel

sebelum

Nofa tidak ditemukan kasus Faktur Pajak Fiktif

penerapan E-Nofa peneliti menemukan surat

pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga sehingga

edaran yang dilarang untuk dipublikasikan yang

realisasi pajak yang diharapkan menghasilkan

berisikan PKP yang masuk ke dalam suspected list

penerimaan yang lebih optimal dengan tingkat

penerbit Faktur Pajak Fiktif namun sesudah

pencapaian sebesar 100,85%.

1

dapat

dilakukan

dijelaskan

penerapan

bahwa

E-Nofa

peneliti

menemukan dampak yang positif dimana tidak

Hambatan-hambatan untuk menerapkan E-Nofa

ada lagi PKP yang masuk ke dalam suspected list

pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga

penerbit Faktur Pajak Fiktif.

1. Ketergantungan sistem dan koneksi jaringan

Tabel 1. Perubahan Faktur Pajak Fiktif KPP Wajib

internet

Pajak Besar Tiga

Penerapan E-Nofa pada dasarnya dapat

Masa Perubahan

Penerbit
Faktur Pajak
Fiktif
Tidak
Diketahui
0 PKP

Sebelum
Penerapan E-Nofa
Sesudah
Penerapan E-Nofa

Pengguna
Faktur Pajak
Fiktif
4 PKP
0 PKP

dilakukan apabila terhubung dengan koneksi
jaringan internet untuk mengolah data menjadi
sebuah

informasi

penggunanya,

hal

yang
ini

berguna

untuk

dikarenakan

dalam

penerapan E-Nofa mempersyaratkan dalam
pembenahan

administrasinya

berupa

Kode

Aktivasi dan password. Distribusi yang terhambat

Sumber: Data Diolah (2015)

perubahan

dapat mengakibatkan masalah baru, karena bisa

peredaran kasus dari sisi pengguna Faktur Pajak

saja PKP merasa sudah melakukan permintaan

Fiktif, dimana peneliti menemukan terdapat 4

nomor seri faktur pajak namun kenyataanya data

PKP yang menggunakan Faktur Pajak Fiktif

yang sudah dimasukan tidak terkirim ke pusat

sebelum penerapan E-Nofa. Modus tindakan

data DJP.

Tabel

1

menggambarkan

penyelewengan

ini

berupa

melakukan

Sistem jaringan dan aplikasi khusus memang

dengan

sangat diperlukan untuk menerapkan E-Nofa ini,

transaksi/keadaan yang sebenarnya, hal ini juga

sesuai dengan prinsip good govennance bahwa

mengindikasikan lemahnya pengawasan KPP

pengaturan organisasi harus dilaksanakan sesuai

terhadap transaksi yang dilakukan oleh PKP,

prinsip efisiensi, efektifitas dan bermanfaat,

namun terjadi perubahan sesudah dilakukan

dengan adanya sistem dan aplikasi khusus

penerapan E-Nofa, dimana tidak ada lagi PKP

tersebut akan lebih meningkatkan efektifitas kerja

yang menggunakan Faktur Pajak Fiktif, hal ini

dari para petugas pajak, sebab tidak akan

merupakan keberhasilan PKP dalam menerapkan

membuang-buang waktu lagi karena data-data

tahapan pembenahan administrasi PPN dengan

sudah

baik, mulai dari registrasi ulang PKP, verifikasi,

penerapan E-Nofa terhadap Wajib Pajak juga

hingga E-Nofa melalui pengawasan yang ketat

akan berjalan lebih optimal. Peneliti berpendapat

sehingga

akan

ketergantungan sistem dan koneksi jaringan

sudah

internet yang dibutuhkan selama pelaksanaan E-

dicabut terlebih dahulu hak PKP yang telah

Nofa harus diselaraskan dengan sistem yang akan

diberikan KPP.

mengatur

penyerahan

melakukan

BKP/JKP

PKP

yang

tindakan

tidak

sesuai

diindikasikan
penyelewengan

Peneliti juga menemukan bahwa penerapan E-

terintegrasi

dalam

satu

pelaksanaanya

sistem

agar

dan

prinsip

ketermudahan Wajib Pajak pun tidak terganggu

Nofa juga membawa dampak yang baik terhadap

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

penerimaan pajak pada KPP Wajib Pajak Besar

2. Wajib Pajak masih harus datang ke KPP

Tiga,

dimana

pada

tahun

2012

rencana

PKP

mempunyai

kewajiban

untuk

penerimaan pajak yang diharapkan oleh KPP

menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak

Wajib Pajak Besar Tiga tidak terealisasikan

yang terutang, hal ini membawa akibat bahwa

dengan baik, apabila dikaitkan dengan kerugian

kelengkapan yang diperlukan untuk memenuhi

yang dialami akibat dari penggunaan Faktur

kewajiban tersebut harus dipenuhi, salah satunya

Pajak Fiktif maka dapat ditemukan kerugian

adalah nomor seri faktur pajak sebagai syarat

terhadap penerimaan negara sehingga hanya

formil dari sahnya faktur pajak. Oleh karena itu

mencapai tingkat pencapaian sebesar 89,70 %

melalui mekanisme permintaan nomor seri faktur

kemudian

pajak mutlak dilakukan oleh Wajib Pajak guna

terjadi

peningkatan

realisasi

penerimaan pajak setelah dilakukan penerapan E-

memenuhi kewajiban perpajakannya.

Nofa yaitu tahun 2013 dimana realisasi yang

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

7

Secara umum nomor seri faktur pajak menurut
PER

24/PJ/2012

mewajibkan

PKP

untuk

Alternatif cara mengatasi hambatan penerapan
E-Nofa pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga

menghadirkan dirinya ke KPP dengan membawa

1. Meningkatkan

kelengkapan persyaratan nomor seri faktur pajak.

informasi

kualitas

jaringan

sistem

Hal ini dikarenakan proses permintaan nomor

Penerapan E-Nofa membutuhkan koneksi

seri faktur pajak yang belum bisa dilakukan

internet yang baik agar proses administrasi yang

secara

dilakukan

online,

percepatan
diyakini

namun

masa

bahwa

bila

transisi
proses

merujuk

menuju

pada

E-Faktur

kemudahan

dalam

tidak

terhambat

sehingga

tidak

menjadi pekerjaan baru bagi aparatur pajak dan
Wajib

Pajak

itu

sendiri,

maka

kebutuhan

mekanisme permintaan nomor seri faktur pajak

operasional dalam pelaksanaan E-Nofa harus

dapat terpenuhi dimana permintaan nomor dapat

dapat dipenuhi KPP dengan meningkatkan

dilakukan secara online.

kualitas

Peneliti menemukan pada Wajib Pajak yang

jaringan

sistem

informasi

pengiriman data dari KPP menuju ke DJP dapat

terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga masih

lebih

mengalami kendala dalam meminta nomor seri

permintaan nomor seri faktur pajak.

faktur

pajak,

dimana

sehingga

memudahkan

dalam

Peneliti berpendapat alternatif yang dilakukan

menghadirkan dirinya ke KPP, hal ini tentunya

KPP sudah cukup baik dengan memilih internet

menguras waktu dan menguras tenaga karena

service provider yang mempunyai kualitas jaringan

mayoritas PKP yang terdaftar pada KPP Wajib

yang

Pajak Besar Tiga adalah Badan Usaha Milik

meningkatkan

Negara

dengan

pemberian nomor seri faktur pajak dan juga

organisasi yang melakukan core bussiness dengan

mempermudah Wajib Pajak dalam melengkapi

efektif dan efisien sehingga sesuai dengan teori

Faktur Pajak.

administrasi perpajakan dimana suatu sistem

2. Mempercepat masa transisi E-Nofa menuju E-

harus mudah dalam diadministrasikan itu dapat

Faktur

dimana

masih

cepat

harus

(BUMN)

PKP

agar

dikenal

diharapkan.

baik

sehingga
tingkat

harapannya

dapat

efektivitas

dalam

Percepatan menuju tahapan pembenahan

3. Tingkat pemahaman dan kelalaian Wajib Pajak

administrasi yang lebih baik merupakan salah

Sistem self assesment yang diterapkan di

satu tujuan DJP agar komprehensif dalam

indonesia mempunyai sifat kemandirian dimana

penerapan kebijakan dapat lebih dirasakan oleh

Wajib

tingkat

Wajib Pajak. Salah satunya adalah E-Faktur

Pajak

harus

pemahaman

mempunyai

dalam

dimana dengan diterapkannya E-Faktur maka

menginterpretasikan setiap kebijakan yang dibuat

yang

proses administrasi kelengkapan Faktur Pajak

oleh DJP. Rotasi pegawai dengan intensitas yang

dapat lebih memudahkan Wajib Pajak terutama

tinggi

ini

dari segi efisien dalam proses mendapatkan

mengindikasikan permasalahan baru terhadap

nomor seri faktur pajak karena dapat dilakukan

tingkat

secara online.

dilakukan
pemahaman

baik

oleh

BUMN

pegawai

hal

dikarenakan

pegawai akan dihadapkan pada posisi yang
sebelumnya belum pernah dijalankan.

Peneliti menemukan bahwa pada KPP Wajib
Pajak Besar Tiga sudah menerapkan permintaan

Peneliti menemukan ketidakselarasan dengan

nomor seri faktur pajak secara online, hal ini

tingkat intensifikasi dan ekstensifikasi yang

mengindikasikan

dilakukan KPP hal ini dibuktikan dengan

diterapkan pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga,

intensitas sosialisasi ulang masih cukup tinggi

namun

dikarenakan rotasi pegawai BUMN yang sering

merasakan kemudahan E-Faktur dikarenakan

terjadi, hal ini menyebabkan timbulnya biaya

PKP yang menggunakan E-Faktur merupakan

yang

untuk

PKP yang ditunjuk DJP sebagai pilot project

melakukan sosialisasi ulang, selain itu peneliti

pengguna E-Faktur. DJP sebagai adminitrator

juga melihat kendala dalam proses permintaan

perpajakan yang bertanggung jawab terhadap

nomor seri faktur pajak dimana Wajib Pajak lalai

penerimaan

terhadap kode aktivasi dan password tentunya hal

melakukan sosialisasi terkait dengan penerapan

ini akan menghambat proses adminitrasi Faktur

E-Faktur agar nantinya secara nasional dapat

Pajak yang membutuhkan kelengkapan nomor

digunakan oleh seluruh PKP di Indonesia.

seri faktur pajak untuk memenuhi syarat formil

3. Menanamkan budaya mencatat dan transfer

Faktur Pajak.

knowledge yang baik antar pegawai

harus

dikeluarkan

oleh

KPP

hanya

bahwa
beberapa

pajak

E-Faktur
PKP

secara

yang

kontinu

sudah
dapat

terus

Internalisasi budaya yang sulit membuat
sesorang terkesan pasif terhadap sesuatu yang

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

8

baru. Penanaman budaya mencatat merupakan

Fiktif sehingga dapat diindikasikan usaha yang

salah satu contoh hal sulit dilakukan, karena pada

berkesinambungan yang dilakukan oleh KPP

dasarnya

mudah

berhasil membawa manfaat yang besar terutama

sehingga memungkinkan seseorang mengabaikan

hasil yang didapatkan pun dapat meningkatkan

dalam pemenuhanya oleh karena itu seringkali

penerimaan pajak yang diperoleh oleh PKP.

merupakan

sesuatu

yang

terjadi kelalaian. PKP dalam proses permintaan

Pelaksanaan E-Nofa pada KPP mengalami

nomor seri faktur pajak diwajibkan mencatat kode

hambatan dalam penerapannya yaitu : Pertama,

aktivasi dan password yang diberikan KPP. PKP

Ketergantungan Sistem dan Koneksi Jaringan

dalam proses permintaan nomor seri faktur pajak

Internet

harus membawa kode aktivasi dan password maka

keterlambatan dalam hal distribusi nomor seri

diperlukan pengarsipan yang baik terkait dengan

faktur pajak namun hal ini dibenahi dengan

pemenuhan syarat administrasi ini.

memilih internet service provider yang baik

Transfer knowledge antar pegawai yang baik
dibutuhkan

untuk

mencegah

dimana

KPP

masih

mengalami

sehingga diharapkan keterlambatan dalam hal

terjadinya

distrbusi nomor seri faktur dapat diminimalisir.

kesalahan/kekeliruan dalam menerapkan E-Nofa,

Kedua, Wajib Pajak masih harus datang ke KPP hal

selain itu peneliti berpendapat bahwa dibutuhkan

ini terkait dengan permintaan nomor seri faktur

kesadaran yang tinggi dari Wajib Pajak terkait

namun KPP Wajib Pajak Besar Tiga berharap

dengan pemenuhan kewajiban perpajakannya

masa transisi menuju E-Faktur yang terus

dikarenakan

apabila

dipercepat

mengetahui

penerapan

Wajib

Pajak

meskipun

beberapa

PKP

yang

diharapkan

terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Tiga sudah

adanya proses konseling kepada AR untuk

ada yang diperbolehkan menggunakan E-Faktur.

menanyakan hal yang tidak diketahui oleh Wajib

Ketiga, tingkat pemahaman dan kelalaian Wajib

Pajak sehingga hal ini meminimalkan biaya yang

Pajak namun hal ini dapat segera diatasi dengan

harus dilakukan KPP untuk melakukan sosialisasi

tingkat

ulang. Karena pada dasarnya sesuai dengan teori

pelaksaaan E-Nofa.

PKP

bahwa

PKP

E-Nofa

tidak

berkewajiban

yang terutang sehingga hal yang berkaitan
adminitrasi

tersebut

sudah

Wajib

Pajak

terhadap

untuk

menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
dengan

awareness

harus

dipahami oleh Wajib Pajak.

Saran
Perbaikan sistem dan peningkatan sumber
daya manusia pada KPP mutlak harus segera
dilakukan terutama melihat dinamika Wajib Pajak
yang terus berkembang dan penggalian potensi

KESIMPULAN DAN SARAN

pajak yang terus dilaksanakan maka kontribusi

Kesimpulan

keduanya harus segera diperbaiki, hal itu

Pelaksanaan E-Nofa pada kantor pelayanan

membutuhkan biaya yang cukup besar, namun

pajak Wajib Pajak Besar Tiga sudah dilakukan

dengan melihat manfaat yang akan didapatkan

dengan efektif dan efisien dimana langkah

kedepannya maka biaya sebesar apapun akan

penerapan E-Nofa dapat membawa perubahan

tertutup

dalam hal pembenahan administrasi. Pertama,

perbaikan dan peningkatan sumber daya manusia

melalui persiapan aplikasi diindikasikan KPP

tersebut.

dengan

keberhasilan

menerapkan

telah siap untuk melaksanakan penerapan E-

Penerapan E-Nofa merupakan salah satu road

Nofa. Kedua, melalui sosialisasi dapat mencegah

map pembenahan administrasi PPN oleh karena

kekeliruan dalam pelaksanaan E-Nofa. Ketiga,

itu peneliti juga ingin memberikan saran terhadap

melalui pengawasan berkala dapat diukur tingkat

DJP

efektivitas penerapan E-Nofa sebagai muara dari

administrasi bukan hanya dari sistem termasuk

tujuan kemudahan dalam pengadministrasian

juga

Wajib Pajak. Keempat, melalui tindak lanjut

dibutuhkan saluran evaluasi dari KPP menuju

penerapan E-Nofa dapat dihasilkan perbaikan

Kanwil hingga bermuara ke DJP hal ini bertujuan

layanan administrasi, pemutakhiran data, dan

agar kebijakan yang telah diterapkan dapat

pertukaran data antar KPP. Kelima, melalui

berjalan lebih optimal dengan melihat hasil

penegakan hukum aparatur pajak mempunyai

evaluasi selama kebijakan tersebut dilaksanakan,

arah dan tujuan yang jelas dalam hal penerapan

disamping itu peneliti juga mengajak kepada

E-Nofa.

Wajib Pajak untuk mendukung kebijakan yang

Penerapan

E-Nofa

rupanya

untuk

terus

regulasi

melakukan

yang

mengatur,

pembenahan
kemudian

membawa

diterapkan oleh DJP karena pada dasarnya

manfaat yang signifikan terhadap penurunan

seluruh kebijakan yang diterapkan mempunyai

kasus penerbitan dan penggunaan Faktur Pajak

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

9

implikasi yang baik untuk Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.

James, Simon R dan Christopher Nobes. 1996 .The
Economics of Taxation: principles, policy, and
practice.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2015.

APBN

2015.

Dalam

http://www.kemenkeu.go.id/wide/apbn2015.
diakses tanggal 11 Mei 2015 pukul 13.48.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.

Teriokhin, Serhyi. 2000. Economic Reform in
Ukraine. Tax Policy, Eastern European
Economics, Vol. 38, No. 1. hal. 34-50.
Yamin, Luiyanto dan Titi Muswati Putranti. 2009.
Model Penyelewengan Pajak Menggunakan
Faktur Pajak Fiktif. Jurnal Ilmu Administrasi dan
Organisasi, Vol. 16 No. 1. hal. 1-7.

Gunadi, John L Hutagaol, Richard Burton, dkk.
1999. Perpajakan, Ed. Revisi. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Hadi, Wiyoso. 2014. Napak Tilas Reformasi Sistem
Administrasi
PPN.
Dalam
http://www.pajak.go.id/content/article/n
apak-tilas-reformasi-sistem-administrasippn diakses 9 November 2014. 16.25.
Hasibuan, Malayu S.P. 2008. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hutagaol, John. 2007. Perpajakan Isu-isu
Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jogiyanto. 2006. Pengenalan Komputer Ed. V.
Yogyakarta: Andi.
Lumbantoruan,
Sophar.
1997.
Ensiklopedi
Perpajakan. Jakarta : Erlangga.
Miles, Matthew B and A. Michael Huberman.
1994. An Expand Sourcebook Qualitative Data
Analysis Second Edition. California:

SAGE

Publications, Inc.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan.
Jakarta: Granit.
Purwono, Herry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan
Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.
Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang
Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian
Keterangan, Prosedur Pemberitahuan
Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara
Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata
Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE 132/PJ/2010
tentang Langkah-Langkah Penanganan
Atas Penerbitan Dan Penggunaan Faktur
Pajak Tidak Sah.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009 tentang
Pajak
Pertambahan Nilai.

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

10