ANALISIS INTERVENSI MULTI INPUT FUNGSI S (1)
ANALISIS INTERVENSI MULTI INPUT FUNGSI STEP DAN PULSE
UNTUK PERAMALAN KUNJUNGAN WISATAWAN KE INDONESIA
1
Eka Nuvitasari, 2Suhartono, dan 3Sasmito Hadi Wibowo
1
3
Mahasiswa S2 Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2
Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arif Rahman Hakim 1 Surabaya 60111
Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata, Badan Pusat Statistik
Jl. dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710
e-mail: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]
ABSTRAK
Model intervensi adalah suatu model time series yang dapat digunakan untuk memodelkan
dan meramalkan data yang mengandung goncangan atau intervensi baik dari faktor
eksternal maupun internal. Ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi,
yaitu fungsi step dan pulse. Sampai saat ini, penelitian tentang analisis intervensi terbatas
hanya memasukkan satu jenis goncangan (single input) yaitu fungsi step atau pulse saja.
Belum adanya prosedur baku dalam pemodelan intervensi pada data yang mengandung
lebih dari satu jenis goncangan (multi input), memberikan peluang untuk kajian lebih
lanjut berkaitan dengan intervensi multi input. Penelitian ini mengkaji secara teoritis dan
terapan tentang intervensi multi input. Kajian teoritis dilakukan untuk mendapatkan
prosedur yang tepat dalam pemodelan intervensi multi input. Selanjutnya, kajian terapan
dilakukan untuk memodelkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia
melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Ngurah Rai, Batam, dan Bandara
Polonia dengan variabel intervensi krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step),
bom Bali I pada Oktober 2002 (fungsi pulse I) dan bom Bali II pada Oktober 2005 (fungsi
pulse II). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan
oleh kejadian-kejadian intervensi tersebut berbeda pada tiap pintu masuk. Secara umum
krisis moneter memberikan efek negatif di setiap pintu masuk. Namun besar dan waktu
terjadinya penurunan tersebut berbeda karena dipengaruhi juga oleh kejadian lokal. Bom
Bali I dan II relatif hanya berpengaruh di Bali. Sedangkan di pintu masuk lainnya, efek
yang terjadi setelah Bom Bali I lebih cenderung merupakan efek dari isu lokal, misalnya
wabah SARS, khususnya di Batam. Begitu juga efek setelah Bom Bali II cenderung
merupakan efek dari isu wabah flu burung di Jakarta dan kebijakan penutupan perjudian di
Batam. Bahkan di Medan, efek dari dua kejadian tersebut secara statistik tidak signifikan.
Kata kunci: Analisis intervensi multi input, ARIMA, bom Bali, krisis moneter,
kunjungan wisatawan.
1. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, kejadian-kejadian tak terduga baik faktor internal maupun
eksternal telah membuat pariwisata Indonesia mengalami tekanan yang cukup berarti. Kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman) yang menanjak secara linier dari tahun 1980-an hingga 1997,
tiba-tiba dipatahkan oleh krisis moneter dan ekonomi. Kunjungan wisman sekitar 5,19 juta pada
tahun 1997 anjlok menjadi 4,6 juta pada tahun 1998. Pada tahun-tahun berikutnya sejalan dengan
pemulihan ekonomi dan keamanan, kunjungan wisman terus meningkat. Hingga pada tahun 2001
kunjungan wisman berhasil mencapai 5,15 juta. Namun, insiden Bom Bali I pada 12 Oktober 2002
dan Bom Bali II pada 1 Oktober 2005 kembali memberikan goncangan bagi pariwisata Indonesia.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana efek yang terjadi, khususnya berapa besar
dan lama efek dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Ramalan tentang jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke suatu negara merupakan
informasi yang dibutuhkan oleh pelaku bisnis di bidang pariwisata, antara lain hotel, restoran,
1
tempat wisata, travel, dan lain-lain. Model time series yang paling populer dan banyak digunakan
dalam peramalan adalah model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Adanya
goncangan dalam sebuah data time series membuat model ARIMA klasik kurang tepat lagi. Salah
satu model yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah model intervensi. Model
intervensi pertama kali dikemukakan oleh Box dan Tiao (1975) yang meneliti pengaruh
pemberlakuan undang-undang desain mesin terhadap tingkat polusi oxidant di daerah Los Angeles.
Secara umum, ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi, yaitu fungsi
step dan pulse. Dalam perkembangannya, banyak peneliti yang menggunakan model intervensi
baik fungsi step maupun pulse untuk menganalisis data time series, termasuk data pariwisata.
Diantaranya adalah Utami (2001) menggunakan model intervensi untuk menganalisis pengaruh
krisis ekonomi dan travel warning terhadap jumlah kedatangan wisman melalui bandara Juanda
dan Ngurah Rai, Goh dan Law (2002) menggunakan analisis intervensi dalam seasonal ARIMA
(SARIMA) untuk memodelkan dan meramalkan kedatangan wisatawan dari 10 negara ke Hong
Kong, Suhartono (2007) meneliti dampak bom Bali I terhadap tingkat hunian hotel berbintang lima
di Bali, sedangkan Sudarsana (2007) memodelkan dan meramalkan banyaknya wisatawan
mancanegara yang datang ke Bali dengan dua intervensi yaitu bom Bali I dan bom Bali II.
Sebagian besar dari penelitian-penelitian tentang model intervensi di atas terbatas pada
analisis intervensi input tunggal (single input), yaitu fungsi step atau pulse saja. Padahal series data
yang ada bisa saja mengandung lebih dari satu jenis intervensi (multi input) yaitu fungsi step dan
pulse. Sampai saat ini belum ada prosedur baku dalam pemodelan intervensi multi input. Hal ini
memberikan peluang untuk melakukan kajian/penelitian lanjut yang berkaitan dengan intervensi
multi input. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk memodelkan dan meramalkan data kunjungan
wisman ke Indonesia melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Variabel
intervensi yang digunakan adalah krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step), bom
Bali I pada Oktober 2002 (fungsi pulse I) dan bom Bali II pada Oktober 2005 (fungsi pulse II)
yang dianggap sebagai intervensi paling berpengaruh terhadap gejolak pariwisata di Indonesia.
2. Analisis Intervensi
Dalam praktek seringkali ditemukan data time series yang dipengaruhi kejadian-kejadian
khusus. Kejadian khusus yang dimaksud di sini adalah adanya suatu intervensi baik yang bersifat
eksternal maupun internal yang mempengaruhi pola data. Pada analisis intervensi, diasumsikan
bahwa kejadian intervensi terjadi pada waktu T yang diketahui dari suatu time series (Box et al.,
1994). Tujuan utama dari analisis ini adalah mengukur besar dan lamanya efek intervensi pada
suatu time series (Wei, 1990).
2.1 Model intervensi multi input
Bentuk umum dari model intervensi multi input adalah (Wei, 1990):
Yt = ∑
k
j =1
ωsj ( B ) B
δ rj ( B )
bj
I jt + N t
(1)
dimana Yt adalah variabel respon pada waktu t, Ijt adalah variabel intervensi ke-j pada waktu t,
bernilai 1 atau 0 yang menunjukkan ada tidaknya pengaruh intervensi pada waktu t, Nt adalah
error/noise yaitu model ARIMA tanpa pengaruh intervensi, dan b adalah delay waktu mulai
terjadinya efek intervensi. Sedangkan ωs B dan δr B didefinisikan sebagai:
ωsj B = ω0j
ω1j B1
ω2j B2
ωsj Bs dan δrj B = 1
δ1j B1
δ2j B2
δrj Br .
Secara umum ada dua jenis variabel intervensi (Box et al., 1994), yaitu Fungsi Step dan
Pulse. Kejadian intervensi yang terjadi sejak waktu T dan seterusnya dalam waktu yang panjang
disebut fungsi step. Misalnya pemberlakuan kebijakan baru mengenai ketetapan tarif baru pada
perusahaan Cincinnati Bell Telephon terhadap jumlah panggilan bantuan telepon lokal
(McSweeny, 1978). Secara matematis, bentuk intervensi fungsi step ini dinotasikan sebagai
2
⎧0 t < T
⎩1 t ≥ T .
I t = St = ⎨
(2)
Sedangkan pada fungsi pulse, kejadian intervensi terjadi hanya pada waktu T saja dan tidak
berlanjut pada waktu selanjutnya, misalnya promosi gelegar 2 milyar yang dilakukan PT. Telkom
Divre V (Suhartono dan Wahyuni, 2002). Secara matematis, bentuk intervensi fungsi pulse ini
dinotasikan sebagai berikut:
⎧0 t ≠ T
⎩1 t = T .
I t = Pt = ⎨
(3)
Dalam mengidentifikasi orde pada model intervensi (b, r, dan s), dapat dilakukan dengan
melihat plot residual. Residual diperoleh dari selisih antara data hasil pengamatan dengan nilai
peramalan menggunakan noise model. Misalkan residual dinotasikan sebagai Y*t , maka:
Yt * = Yt − N t = f ( I t )
Nilai b ditentukan dengan melihat kapan efek intervensi mulai terjadi, nilai s menunjukkan kapan
gerak bobot respon mulai mengalami penurunan, dan r menunjukkan pola dari residual.
2.2 Model intervensi fungsi step (b=1, r=1, s=1) diikuti fungsi pulse (b=1, r=0, s=1)
Model intervensi multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) dan fungsi pulse (b=1, r=0,
s=1) adalah sebagai berikut:
(ω01 − ω11 B ) B1
(4)
Yt =
St + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B1 ⎤⎦ Pt + N t
1−δ B
dengan δ bernilai 0
Yt =
*
(ω
01
− ω11 B ) B
1−δ B
1
δ
1, sehingga efek intervensi yang terjadi adalah:
S t + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B ⎤⎦ Pt
1
(5)
= ω01 S t −1 + ( ω01δ − ω11 ) S t − 2 + δ ( ω01δ − ω11 ) S t − 3 + " + δ
k −2
(ω
δ − ω11 ) S t − k + ω02 Pt −1 − ω12 Pt − 2
01
Pada model (5), efek intervensi pertama yang merupakan fungsi step terjadi satu periode
sejak terjadinya kejadian intervensi dengan pengaruh sebesar ω01 . Pada dua periode setelah
ω01 δ ω11 , seterusnya sampai
kejadian intervensi (T1+2) pengaruh intervensi sebesar ω01
k-2
dengan T1+k akan memiliki pengaruh intervensi sebesar ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ ω11 dimana k 2,
3, …, n dan n T2 T1. Sedangkan pada satu periode setelah terjadinya kejadian intervensi kedua
k-2
ω02 . Pada
yang merupakan fungsi pulse (T2+1) pengaruhnya adalah ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ ω11
k-2
dua periode setelah terjadinya intervensi kedua (T2+2) pengaruhnya menjadi ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ
ω11
ω02 ω12 . Kemudian sejak tiga periode setelah intervensi kedua (T2+3) pengaruhnya
k‐2
kembali menjadi ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ ω11 . Perhitungan efek intervensi untuk model ini adalah:
0
⎧
⎪
ω01
⎪
k −2
⎪
j
⎪ω01 + ∑ δ (ω01δ − ω11 )
⎪
j =0
Yt * = ⎨
k −2
⎪ ω + δ j (ω δ − ω ) + ω
∑
01
01
11
02
⎪
j =0
⎪
k −2
⎪ ω + δ j (ω δ − ω ) − ω
∑
01
01
11
12
⎪⎩
j =0
t ≤T
t = T1 + 1
t = T1 + k , T1 + k ≤ T2 dan t ≥ T2 + 3
t = T2 + 1
t = T2 + 2
dengan k = 2,3,…
3
(6)
30, ω11 =10, δ=0,5, ω02 = 10dan ω12 =5, maka simulasi model intervensi
Misalnya ω01
multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) sejak T1=49 diikuti fungsi pulse (b=0, r=0, s=0)
pada T2=95 ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.
Time Series Plot of Y2t
49
Time Series Plot of X2t
95
T1
T2
0
100
-10
-20
80
X2t
Y2t
-30
60
40
-40
-50
-60
-70
20
-80
-90
0
1
14
28
42
56
70
Index
84
98
112
126
140
T1
t
(a)
(b)
Gambar 1. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Step
(b=1, r=1, s=1) yang terjadi sejak T1=49 diikuti Fungsi Pulse (b=1, r=0, s=1) yang terjadi pada T2=95
Gambar 1 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode
setelah kejadian intervensi yaitu mengalami penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah
kejadian intervensi penurunannya sebesar 55, tiga periode setelah intervensi sebesar 67,5 dan
seterusnya dan menuju nilai konstan yaitu 80 sampai dengan terjadinya intervensi kedua. Pada satu
periode setelah terjadinya intervensi kedua, efek penurunan menjadi sebesar 90. Pada dua periode
setelah intervensi kedua, penurunan berkurang menjadi 85. Kemudian sejak tiga periode setelah
terjadinya intervensi kedua, efek kembali seperti pada kondisi konstan sebelum intervensi kedua
yaitu sebesar 80.
2.3 Model intervensi fungsi pulse (b=1, r=1, s=1) diikuti fungsi step (b=1, r=0, s=1)
Model intervensi multi input dengan fungsi pulse (b=1, r=1, s=1) dan fungsi step (b=1, r=0,
(ω01 − ω11 B ) B1
s=1) adalah sebagai berikut:
Yt =
1−δ B
dengan δ bernilai 0
Yt * =
δ
(ω01 − ω11 B ) B1
1− δ B
Pt + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B1 ⎤⎦ St + N t
(7)
1, sehingga efek intervensi yang terjadi adalah:
Pt + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B1 ⎤⎦ St
= ω01 Pt −1 + ( ω01δ − ω11 ) Pt − 2 + δ ( ω01δ − ω11 ) Pt − 3 + " + δ
k −2
(ω
δ − ω11 ) Pt − k + ω02 S t −1 − ω12 S t − 2 .
01
(8)
Pada model (8), efek intervensi pertama yang merupakan fungsi pulse terjadi satu periode sejak
terjadinya kejadian intervensi dengan pengaruh sebesar ω01 . Pada dua periode setelah kejadian
intervensi (T1+2) pengaruh intervensi sebesar ω01 δ ω11 , seterusnya sampai dengan T1+k akan
memiliki pengaruh intervensi sebesar δk-2 (ω01 δ ω11 dan menuju ke nilai nol, dimana k=2, 3, …,
n dan n=T2 T1. Sedangkan pada satu periode setelah terjadinya kejadian intervensi kedua yang
merupakan fungsi step (T2+1) pengaruhnya adalah ω02 . Sejak dua periode setelah terjadinya
intervensi kedua (T2+2) pengaruhnya menjadi (ω02 ω12 ) dan konstan di nilai tersebut.
Misalnya ω01
30, ω11 =10, δ=0,5, ω02
30, dan ω12 =10, maka simulasi model
intervensi multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) sejak T1=49 diikuti fungsi pulse (b=0,
r=0, s=0) pada T2=95 ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
4
Time Series Plot of Y5t
49
Time Series Plot of X5t
95
T1
-10
X5t
90
Y5t
T2
0
100
80
70
-20
-30
60
-40
1
14
28
42
56
70
Index
84
98
112
126
140
T1
t5
(b)
(a)
Gambar 2. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Pulse
(b=1, r=1, s=1) yang terjadi pada T1=49 diikuti Fungsi Step (b=1, r=0, s=1) yang terjadi sejak T2=95
Gambar 2 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode
setelah kejadian intervensi yaitu mengalami penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah
kejadian intervensi penurunannya berkurang menjadi 25, tiga periode setelah intervensi sebesar
12,5 dan seterusnya menuju nilai nol sampai dengan terjadinya intervensi kedua. Pada satu periode
setelah terjadinya intervensi kedua, efek penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah intervensi
kedua, penurunan bertambah menjadi 40. Kemudian sejak tiga periode setelah terjadinya
intervensi kedua, efek menjadi konstan pada nilai 40. Perhitungan efek intervensi untuk model ini
adalah:
t ≤T
⎧ 0
⎪ω
⎪⎪ 01
*
Yt = ⎨ δ k − 2 (ω01δ − ω11 )
⎪ω
⎪ 02
⎪⎩ ω02 − ω12
t = T1 + 1
t = T1 + k , T1 + k ≤ T2
t = T2 + 1
t ≥ T2 + 2
(9)
2.4 Estimasi parameter model intervensi multi input
Estimasi parameter untuk model intervensi dihitung berdasarkan bentuk umum dari model
fungsi transfer sebagai berikut:
ω ( B)
θ ( B)
(10)
Yt = s
I t −b +
at .
δ r ( B)
φ ( B)
Persamaan (2.34) juga dapat dituliskan sebagai:
δ r ( B )φ ( B )Yt = φ ( B )ωs ( B ) I t −b + δ r ( B )θ ( B )at
atau sama dengan
c( B )Yt = d ( B ) I t −b + e( B ) at
dengan c ( B ) = δ r ( B )φ ( B ) = 1 − c1 B − c2 B 2 − " − c p + r B p + r
(11)
(12)
d ( B ) = φ ( B )ωs ( B ) = d 0 − d1 B − d 2 B 2 − " − d p + s B p + s
e( B ) = δ r ( B )θ ( B ) = 1 − e1 B − e2 B 2 − " − er + q B r + q ,
sehingga
at =
c( B )Yt − d ( B ) I t −b
(13)
e( B )
5
dengan asumsi at adalah N (0, σ a2 ) white noise, maka diperoleh fungsi conditional likelihood:
⎡
L(δ , ω , φ , θ , σ a2 | b, I , Y , I 0 , Y0 , a0 ) = (2πσ a2 ) − n / 2 exp ⎢ −
1
⎣ 2σ
S (δ , ω , φ , θ | b) = ∑ at2
∑a
n
2
a t =1
2
t
⎤
⎥,
⎦
(14)
Untuk mendapat dugaan parameter dapat dilakukan dengan cara meminimumkan
n
dengan t0 = max { p + r + 1, b + p + s + 1} dan at adalah persamaan residual seperti pada (13).
t = t0
(15)
3. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kunjungan wisman di Indonesia
tahun 1989-2007. Data hanya dibatasi pada pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai,
Batam, dan Polonia. Variabel intervensi yang digunakan ada tiga, yaitu krisis moneter yang
merupakan fungsi step, insiden bom Bali I dan II yang merupakan fungsi pulse. Khusus pada pintu
masuk Batam, bom Bali II tidak akan diamati, melainkan kebijakan penutupan perjudian pasca
dilantiknya Kapolri Sutanto pada Juni 2005. Plot data tersebut diberikan oleh Gambar 3 berikut.
Jul/1997
Okt/2002
Okt/2005
Jul/1997
Okt/2002
Okt/2005
180000
150000
160000
140000
125000
NGU
CGK
120000
100000
100000
80000
75000
60000
40000
50000
Month Jan
Year 1989
Jan
1992
Jan
1995
Jan
1998
Jan
2001
Jan
2004
20000
Month Jan
Year 1989
Jan
2007
Jan
1992
Jan
1995
(a)
Jan
2001
Jan
2004
Jan
2007
(b)
Jul/1997
160000
Jan
1998
Okt/2002 Jun/2005
Jul/1997
Okt/2002
Okt/2005
30000
140000
25000
120000
20000
POL
BTH
100000
80000
15000
60000
10000
40000
5000
20000
0
Month Jan
Year 1989
Jan
1992
Jan
1995
Jan
1998
Jan
2001
Jan
2004
0
Month Jan
Year 1989
Jan
2007
(c)
Jan
1992
Jan
1995
Jan
1998
Jan
2001
Jan
2004
Jan
2007
(d)
Gambar 3. Plot data time series kunjungan wisman ke Indonesia 1989-2007 melalui (a) Bandara SoekarnoHatta, (b) Bandara Ngurah Rai, (c) Batam, dan (d) Bandara Polonia
4. Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai prosedur pemodelan intervensi multi input secara
umum. Dengan prosedur tersebut diperoleh hasil analisis menggunakan model intervensi multi
input untuk pemodelan data kunjungan wisman melalui empat pintu masuk utama, yaitu Bandara
Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Batam, dan Polonia. Pembahasan secara detail hanya diberikan untuk
Bandara Soekarno-Hatta, sedangkan ketiga pintu masuk lainnya hanya dibahas secara singkat.
6
4.1 Prosedur pembentukan model intervensi multi input
Pemodelan intervensi multi input dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan jumlah
variabel intervensi yang digunakan, sebagaimana dijelaskan oleh bagan alir pada Gambar 4.
Membagi data menjadi beberapa bagian berdasarkan waktu‐waktu terjadinya
intervensi, yaitu:
• Data sebelum intervensi pertama yaitu t = , ,…,T
sebanyak n
• Data sesudah intervensi pertama sampai dengan sebelum intervensi kedua
yaitu t = T , T + , …, T
sebanyak n
• Data sesudah intervensi ke‐k sampai dengan data terakhir yaitu t = Tk, Tk+ , …,
n sebanyak nk
Menentukan Model AR)MA sebelum )ntervensi ke‐ Menggunakan Prosedur Box‐
Jenkins
Peramalan Data pada T s.d. T – dengan model AR)MA
, YT
, … , YT
n
YT
Perhitungan Residual pada T sampai dengan T –
Yt
Plot
pada T sampai dengan T –
)dentifikasi orde b , r , s untuk model )ntervensi ke‐ berdasarkan bentuk plot
residual
dengan batas
dan
Estimasi parameter dan uji signifikansi parameter
pada model )ntervensi ke‐
Tidak
Cek diagnosa model )ntervensi ke‐
yaitu apakah residual memenuhi syarat
white noise dan berdistribusi normal?
Ya
Model )ntervensi Pertama dengan t = , , …, T
A
Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi
7
A
Peramalan Data pada Tj s.d. Tj+ – dengan menggunakan model intervensi ke‐
j
, dimana j = , , … , k
YTj
, YTj
, … , YTj nj
Perhitungan Residual pada Tj sampai dengan Tj+ –
Yt
Plot
pada Tj sampai dengan Tj+ –
)dentifikasi orde bj, rj, sj untuk model )ntervensi ke‐j berdasarkan plot residual
dengan batas
dan
model sebelumnya
Estimasi parameter dan uji signifikansi parameter
pada model )ntervensi multi input j variabel
Tidak
Cek diagnosa model )ntervensi multi input
j variabel yaitu apakah residual memenuhi
syarat white noise dan berdistribusi
normal?
Ya
Model )ntervensi multi input dengan j variabel, dimana j = , , …, k
t = , , …, Tj+
Tidak
Apakah j = k ?
Ya
Apakah ada outlier?
Ya
Pemodelan Outlier
Tidak
Model )ntervensi Multi )nput + Deteksi Outlier
t = , , …, n
Tidak
Apakah ada GARC(?
Ya
Peramalan varians dengan model GARC(
Peramalan data mean sebanyak m dengan model
intervensi multi inputt = n+ , n+ , … , n+m
Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi (Lanjutan)
8
4.2 Pemodelan data kunjungan wisman di Bandara Soekarno-Hatta
Dengan menggunakan prosedur pemodelan pada Subbab 4.1, maka dilakukan pemodelan
data kunjungan wisman di Bandara Soekarno-Hatta dengan langkah-langkah sebagai berikut.
4.2.1 Pemodelan ARIMA data sebelum intervensi pertama
Pada tahap ini, prosedur Box-Jenkins yang terdiri dari identifikasi, estimasi parameter, cek
diagnosa, dan peramalan dilakukan untuk mendapatkan model ARIMA terbaik data sebelum
terjadi intervensi step pertama, yaitu krisis moneter sejak bulan Juli 1997. Hasil identifikasi
menunjukkan bahwa data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta belum stasioner
baik dalam mean maupun dalam varians. Hal ini disebabkan adanya pola tren dan musiman. Untuk
itu, data harus ditransformasi terlebih dahulu dengan transformasi logaritma natural (ln) kemudian
di-differencing reguler orde 1 dan differencing musiman orde 1 dengan periode musiman 12.
Berdasarkan bentuk ACF yang menunjukkan pola cuts off setelah lag 1, 12, dan 24,
sedangkan PACF berpola dies down, maka diduga bahwa model ARIMA yang sesuai adalah
ARIMA(0,1,1)(0,1,1)12. Hasil estimasi, uji signifikansi parameter, dan cek diagnosa dapat dilihat
pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa model telah sesuai untuk peramalan
data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta sebelum intervensi krisis moneter.
Tabel 1. Estimasi parameter, uji signifikansi, uji white noise, dan uji asumsi residual
model ARIMA sebelum intervensi I
Parameter
Estimasi
Uji White Noise
p-value
= 0,459
0,000
Θ = 0,856
0,000
MSE
Lag
0,0093
12
24
36
48
Uji Kenormalan
Kolmogorovp-value
Smirnov
p-value
9,6
16,1
28,1
37,9
0,475
0,811
0,754
0,797
0,080
>0,150
Sehingga dari estimasi parameter tesebut, dapat dituliskan model ARIMA sebelum intervensi
pertama untuk data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut:
Yt
1
0,856B12 )at
0,459B (1
1
Yt 1 + Y t
B (1
12
B12 )
Yt 13 + at
0,459at
0,856at
1
12
0,393at
13
(16)
4.2.2 Model intervensi akibat krisis moneter
Intervensi pertama yaitu krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 atau sejak T = 103
merupakan bentuk fungsi step. Langkah pertama pemodelan adalah menentukan orde dugaan b, s,
dan r dari model intervensi pertama. Untuk menentukan orde intervensi pertama dapat dilihat
melalui diagram dari residual pada Gambar 5 berikut.
T
residual
0,50
0,25
0,385
0,288
0,00
0
-0,25
-0,288
-0,385
-0,50
-0,75
-1,00
-1,25
T
T+5
T+10 T+15 T+20 T+25 T+30 T+35 T+40 T+45 T+50 T+55 T+60
waktu
Gambar 5. Diagram residual dari data kunjungan wisman setelah
intervensi pertama dan sebelum intervensi kedua
9
Dari Gambar 5 dapat diduga bahwa orde model intervensi step adalah b=7, s=3, dan r=0.
Hasil estimasi dan pengujian signifikansi parameter dari model intervensi pertama menunjukkan
bahwa semua parameter model signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Tahap cek diagnosa untuk
evaluasi kesesuaian model menunjukkan bahwa model intervensi fungsi step telah memenuhi
asumsi residual white noise, berdistribusi Normal, dan varians homogen. Hasil estimasi parameter,
uji signifikansi parameter, dan cek diagnosa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Estimasi parameter dan uji signifikansi model intervensi pertama
Parameter
θ1
Θ1
ω01
ω31
ω91
Estimasi
thitung
p-value
Keputusan
0,393
0,730
-0,221
0,343
0,244
4,87
7,77
-2,37
3,74
2,59
UNTUK PERAMALAN KUNJUNGAN WISATAWAN KE INDONESIA
1
Eka Nuvitasari, 2Suhartono, dan 3Sasmito Hadi Wibowo
1
3
Mahasiswa S2 Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2
Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arif Rahman Hakim 1 Surabaya 60111
Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata, Badan Pusat Statistik
Jl. dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710
e-mail: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]
ABSTRAK
Model intervensi adalah suatu model time series yang dapat digunakan untuk memodelkan
dan meramalkan data yang mengandung goncangan atau intervensi baik dari faktor
eksternal maupun internal. Ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi,
yaitu fungsi step dan pulse. Sampai saat ini, penelitian tentang analisis intervensi terbatas
hanya memasukkan satu jenis goncangan (single input) yaitu fungsi step atau pulse saja.
Belum adanya prosedur baku dalam pemodelan intervensi pada data yang mengandung
lebih dari satu jenis goncangan (multi input), memberikan peluang untuk kajian lebih
lanjut berkaitan dengan intervensi multi input. Penelitian ini mengkaji secara teoritis dan
terapan tentang intervensi multi input. Kajian teoritis dilakukan untuk mendapatkan
prosedur yang tepat dalam pemodelan intervensi multi input. Selanjutnya, kajian terapan
dilakukan untuk memodelkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia
melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Ngurah Rai, Batam, dan Bandara
Polonia dengan variabel intervensi krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step),
bom Bali I pada Oktober 2002 (fungsi pulse I) dan bom Bali II pada Oktober 2005 (fungsi
pulse II). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan
oleh kejadian-kejadian intervensi tersebut berbeda pada tiap pintu masuk. Secara umum
krisis moneter memberikan efek negatif di setiap pintu masuk. Namun besar dan waktu
terjadinya penurunan tersebut berbeda karena dipengaruhi juga oleh kejadian lokal. Bom
Bali I dan II relatif hanya berpengaruh di Bali. Sedangkan di pintu masuk lainnya, efek
yang terjadi setelah Bom Bali I lebih cenderung merupakan efek dari isu lokal, misalnya
wabah SARS, khususnya di Batam. Begitu juga efek setelah Bom Bali II cenderung
merupakan efek dari isu wabah flu burung di Jakarta dan kebijakan penutupan perjudian di
Batam. Bahkan di Medan, efek dari dua kejadian tersebut secara statistik tidak signifikan.
Kata kunci: Analisis intervensi multi input, ARIMA, bom Bali, krisis moneter,
kunjungan wisatawan.
1. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, kejadian-kejadian tak terduga baik faktor internal maupun
eksternal telah membuat pariwisata Indonesia mengalami tekanan yang cukup berarti. Kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman) yang menanjak secara linier dari tahun 1980-an hingga 1997,
tiba-tiba dipatahkan oleh krisis moneter dan ekonomi. Kunjungan wisman sekitar 5,19 juta pada
tahun 1997 anjlok menjadi 4,6 juta pada tahun 1998. Pada tahun-tahun berikutnya sejalan dengan
pemulihan ekonomi dan keamanan, kunjungan wisman terus meningkat. Hingga pada tahun 2001
kunjungan wisman berhasil mencapai 5,15 juta. Namun, insiden Bom Bali I pada 12 Oktober 2002
dan Bom Bali II pada 1 Oktober 2005 kembali memberikan goncangan bagi pariwisata Indonesia.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana efek yang terjadi, khususnya berapa besar
dan lama efek dari peristiwa-peristiwa tersebut.
Ramalan tentang jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke suatu negara merupakan
informasi yang dibutuhkan oleh pelaku bisnis di bidang pariwisata, antara lain hotel, restoran,
1
tempat wisata, travel, dan lain-lain. Model time series yang paling populer dan banyak digunakan
dalam peramalan adalah model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Adanya
goncangan dalam sebuah data time series membuat model ARIMA klasik kurang tepat lagi. Salah
satu model yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah model intervensi. Model
intervensi pertama kali dikemukakan oleh Box dan Tiao (1975) yang meneliti pengaruh
pemberlakuan undang-undang desain mesin terhadap tingkat polusi oxidant di daerah Los Angeles.
Secara umum, ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi, yaitu fungsi
step dan pulse. Dalam perkembangannya, banyak peneliti yang menggunakan model intervensi
baik fungsi step maupun pulse untuk menganalisis data time series, termasuk data pariwisata.
Diantaranya adalah Utami (2001) menggunakan model intervensi untuk menganalisis pengaruh
krisis ekonomi dan travel warning terhadap jumlah kedatangan wisman melalui bandara Juanda
dan Ngurah Rai, Goh dan Law (2002) menggunakan analisis intervensi dalam seasonal ARIMA
(SARIMA) untuk memodelkan dan meramalkan kedatangan wisatawan dari 10 negara ke Hong
Kong, Suhartono (2007) meneliti dampak bom Bali I terhadap tingkat hunian hotel berbintang lima
di Bali, sedangkan Sudarsana (2007) memodelkan dan meramalkan banyaknya wisatawan
mancanegara yang datang ke Bali dengan dua intervensi yaitu bom Bali I dan bom Bali II.
Sebagian besar dari penelitian-penelitian tentang model intervensi di atas terbatas pada
analisis intervensi input tunggal (single input), yaitu fungsi step atau pulse saja. Padahal series data
yang ada bisa saja mengandung lebih dari satu jenis intervensi (multi input) yaitu fungsi step dan
pulse. Sampai saat ini belum ada prosedur baku dalam pemodelan intervensi multi input. Hal ini
memberikan peluang untuk melakukan kajian/penelitian lanjut yang berkaitan dengan intervensi
multi input. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk memodelkan dan meramalkan data kunjungan
wisman ke Indonesia melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Variabel
intervensi yang digunakan adalah krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step), bom
Bali I pada Oktober 2002 (fungsi pulse I) dan bom Bali II pada Oktober 2005 (fungsi pulse II)
yang dianggap sebagai intervensi paling berpengaruh terhadap gejolak pariwisata di Indonesia.
2. Analisis Intervensi
Dalam praktek seringkali ditemukan data time series yang dipengaruhi kejadian-kejadian
khusus. Kejadian khusus yang dimaksud di sini adalah adanya suatu intervensi baik yang bersifat
eksternal maupun internal yang mempengaruhi pola data. Pada analisis intervensi, diasumsikan
bahwa kejadian intervensi terjadi pada waktu T yang diketahui dari suatu time series (Box et al.,
1994). Tujuan utama dari analisis ini adalah mengukur besar dan lamanya efek intervensi pada
suatu time series (Wei, 1990).
2.1 Model intervensi multi input
Bentuk umum dari model intervensi multi input adalah (Wei, 1990):
Yt = ∑
k
j =1
ωsj ( B ) B
δ rj ( B )
bj
I jt + N t
(1)
dimana Yt adalah variabel respon pada waktu t, Ijt adalah variabel intervensi ke-j pada waktu t,
bernilai 1 atau 0 yang menunjukkan ada tidaknya pengaruh intervensi pada waktu t, Nt adalah
error/noise yaitu model ARIMA tanpa pengaruh intervensi, dan b adalah delay waktu mulai
terjadinya efek intervensi. Sedangkan ωs B dan δr B didefinisikan sebagai:
ωsj B = ω0j
ω1j B1
ω2j B2
ωsj Bs dan δrj B = 1
δ1j B1
δ2j B2
δrj Br .
Secara umum ada dua jenis variabel intervensi (Box et al., 1994), yaitu Fungsi Step dan
Pulse. Kejadian intervensi yang terjadi sejak waktu T dan seterusnya dalam waktu yang panjang
disebut fungsi step. Misalnya pemberlakuan kebijakan baru mengenai ketetapan tarif baru pada
perusahaan Cincinnati Bell Telephon terhadap jumlah panggilan bantuan telepon lokal
(McSweeny, 1978). Secara matematis, bentuk intervensi fungsi step ini dinotasikan sebagai
2
⎧0 t < T
⎩1 t ≥ T .
I t = St = ⎨
(2)
Sedangkan pada fungsi pulse, kejadian intervensi terjadi hanya pada waktu T saja dan tidak
berlanjut pada waktu selanjutnya, misalnya promosi gelegar 2 milyar yang dilakukan PT. Telkom
Divre V (Suhartono dan Wahyuni, 2002). Secara matematis, bentuk intervensi fungsi pulse ini
dinotasikan sebagai berikut:
⎧0 t ≠ T
⎩1 t = T .
I t = Pt = ⎨
(3)
Dalam mengidentifikasi orde pada model intervensi (b, r, dan s), dapat dilakukan dengan
melihat plot residual. Residual diperoleh dari selisih antara data hasil pengamatan dengan nilai
peramalan menggunakan noise model. Misalkan residual dinotasikan sebagai Y*t , maka:
Yt * = Yt − N t = f ( I t )
Nilai b ditentukan dengan melihat kapan efek intervensi mulai terjadi, nilai s menunjukkan kapan
gerak bobot respon mulai mengalami penurunan, dan r menunjukkan pola dari residual.
2.2 Model intervensi fungsi step (b=1, r=1, s=1) diikuti fungsi pulse (b=1, r=0, s=1)
Model intervensi multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) dan fungsi pulse (b=1, r=0,
s=1) adalah sebagai berikut:
(ω01 − ω11 B ) B1
(4)
Yt =
St + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B1 ⎤⎦ Pt + N t
1−δ B
dengan δ bernilai 0
Yt =
*
(ω
01
− ω11 B ) B
1−δ B
1
δ
1, sehingga efek intervensi yang terjadi adalah:
S t + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B ⎤⎦ Pt
1
(5)
= ω01 S t −1 + ( ω01δ − ω11 ) S t − 2 + δ ( ω01δ − ω11 ) S t − 3 + " + δ
k −2
(ω
δ − ω11 ) S t − k + ω02 Pt −1 − ω12 Pt − 2
01
Pada model (5), efek intervensi pertama yang merupakan fungsi step terjadi satu periode
sejak terjadinya kejadian intervensi dengan pengaruh sebesar ω01 . Pada dua periode setelah
ω01 δ ω11 , seterusnya sampai
kejadian intervensi (T1+2) pengaruh intervensi sebesar ω01
k-2
dengan T1+k akan memiliki pengaruh intervensi sebesar ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ ω11 dimana k 2,
3, …, n dan n T2 T1. Sedangkan pada satu periode setelah terjadinya kejadian intervensi kedua
k-2
ω02 . Pada
yang merupakan fungsi pulse (T2+1) pengaruhnya adalah ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ ω11
k-2
dua periode setelah terjadinya intervensi kedua (T2+2) pengaruhnya menjadi ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ
ω11
ω02 ω12 . Kemudian sejak tiga periode setelah intervensi kedua (T2+3) pengaruhnya
k‐2
kembali menjadi ω01 ∑j=0 δj (ω01 δ ω11 . Perhitungan efek intervensi untuk model ini adalah:
0
⎧
⎪
ω01
⎪
k −2
⎪
j
⎪ω01 + ∑ δ (ω01δ − ω11 )
⎪
j =0
Yt * = ⎨
k −2
⎪ ω + δ j (ω δ − ω ) + ω
∑
01
01
11
02
⎪
j =0
⎪
k −2
⎪ ω + δ j (ω δ − ω ) − ω
∑
01
01
11
12
⎪⎩
j =0
t ≤T
t = T1 + 1
t = T1 + k , T1 + k ≤ T2 dan t ≥ T2 + 3
t = T2 + 1
t = T2 + 2
dengan k = 2,3,…
3
(6)
30, ω11 =10, δ=0,5, ω02 = 10dan ω12 =5, maka simulasi model intervensi
Misalnya ω01
multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) sejak T1=49 diikuti fungsi pulse (b=0, r=0, s=0)
pada T2=95 ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.
Time Series Plot of Y2t
49
Time Series Plot of X2t
95
T1
T2
0
100
-10
-20
80
X2t
Y2t
-30
60
40
-40
-50
-60
-70
20
-80
-90
0
1
14
28
42
56
70
Index
84
98
112
126
140
T1
t
(a)
(b)
Gambar 1. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Step
(b=1, r=1, s=1) yang terjadi sejak T1=49 diikuti Fungsi Pulse (b=1, r=0, s=1) yang terjadi pada T2=95
Gambar 1 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode
setelah kejadian intervensi yaitu mengalami penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah
kejadian intervensi penurunannya sebesar 55, tiga periode setelah intervensi sebesar 67,5 dan
seterusnya dan menuju nilai konstan yaitu 80 sampai dengan terjadinya intervensi kedua. Pada satu
periode setelah terjadinya intervensi kedua, efek penurunan menjadi sebesar 90. Pada dua periode
setelah intervensi kedua, penurunan berkurang menjadi 85. Kemudian sejak tiga periode setelah
terjadinya intervensi kedua, efek kembali seperti pada kondisi konstan sebelum intervensi kedua
yaitu sebesar 80.
2.3 Model intervensi fungsi pulse (b=1, r=1, s=1) diikuti fungsi step (b=1, r=0, s=1)
Model intervensi multi input dengan fungsi pulse (b=1, r=1, s=1) dan fungsi step (b=1, r=0,
(ω01 − ω11 B ) B1
s=1) adalah sebagai berikut:
Yt =
1−δ B
dengan δ bernilai 0
Yt * =
δ
(ω01 − ω11 B ) B1
1− δ B
Pt + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B1 ⎤⎦ St + N t
(7)
1, sehingga efek intervensi yang terjadi adalah:
Pt + ⎡⎣( ω02 − ω12 B ) B1 ⎤⎦ St
= ω01 Pt −1 + ( ω01δ − ω11 ) Pt − 2 + δ ( ω01δ − ω11 ) Pt − 3 + " + δ
k −2
(ω
δ − ω11 ) Pt − k + ω02 S t −1 − ω12 S t − 2 .
01
(8)
Pada model (8), efek intervensi pertama yang merupakan fungsi pulse terjadi satu periode sejak
terjadinya kejadian intervensi dengan pengaruh sebesar ω01 . Pada dua periode setelah kejadian
intervensi (T1+2) pengaruh intervensi sebesar ω01 δ ω11 , seterusnya sampai dengan T1+k akan
memiliki pengaruh intervensi sebesar δk-2 (ω01 δ ω11 dan menuju ke nilai nol, dimana k=2, 3, …,
n dan n=T2 T1. Sedangkan pada satu periode setelah terjadinya kejadian intervensi kedua yang
merupakan fungsi step (T2+1) pengaruhnya adalah ω02 . Sejak dua periode setelah terjadinya
intervensi kedua (T2+2) pengaruhnya menjadi (ω02 ω12 ) dan konstan di nilai tersebut.
Misalnya ω01
30, ω11 =10, δ=0,5, ω02
30, dan ω12 =10, maka simulasi model
intervensi multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) sejak T1=49 diikuti fungsi pulse (b=0,
r=0, s=0) pada T2=95 ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
4
Time Series Plot of Y5t
49
Time Series Plot of X5t
95
T1
-10
X5t
90
Y5t
T2
0
100
80
70
-20
-30
60
-40
1
14
28
42
56
70
Index
84
98
112
126
140
T1
t5
(b)
(a)
Gambar 2. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Pulse
(b=1, r=1, s=1) yang terjadi pada T1=49 diikuti Fungsi Step (b=1, r=0, s=1) yang terjadi sejak T2=95
Gambar 2 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode
setelah kejadian intervensi yaitu mengalami penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah
kejadian intervensi penurunannya berkurang menjadi 25, tiga periode setelah intervensi sebesar
12,5 dan seterusnya menuju nilai nol sampai dengan terjadinya intervensi kedua. Pada satu periode
setelah terjadinya intervensi kedua, efek penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah intervensi
kedua, penurunan bertambah menjadi 40. Kemudian sejak tiga periode setelah terjadinya
intervensi kedua, efek menjadi konstan pada nilai 40. Perhitungan efek intervensi untuk model ini
adalah:
t ≤T
⎧ 0
⎪ω
⎪⎪ 01
*
Yt = ⎨ δ k − 2 (ω01δ − ω11 )
⎪ω
⎪ 02
⎪⎩ ω02 − ω12
t = T1 + 1
t = T1 + k , T1 + k ≤ T2
t = T2 + 1
t ≥ T2 + 2
(9)
2.4 Estimasi parameter model intervensi multi input
Estimasi parameter untuk model intervensi dihitung berdasarkan bentuk umum dari model
fungsi transfer sebagai berikut:
ω ( B)
θ ( B)
(10)
Yt = s
I t −b +
at .
δ r ( B)
φ ( B)
Persamaan (2.34) juga dapat dituliskan sebagai:
δ r ( B )φ ( B )Yt = φ ( B )ωs ( B ) I t −b + δ r ( B )θ ( B )at
atau sama dengan
c( B )Yt = d ( B ) I t −b + e( B ) at
dengan c ( B ) = δ r ( B )φ ( B ) = 1 − c1 B − c2 B 2 − " − c p + r B p + r
(11)
(12)
d ( B ) = φ ( B )ωs ( B ) = d 0 − d1 B − d 2 B 2 − " − d p + s B p + s
e( B ) = δ r ( B )θ ( B ) = 1 − e1 B − e2 B 2 − " − er + q B r + q ,
sehingga
at =
c( B )Yt − d ( B ) I t −b
(13)
e( B )
5
dengan asumsi at adalah N (0, σ a2 ) white noise, maka diperoleh fungsi conditional likelihood:
⎡
L(δ , ω , φ , θ , σ a2 | b, I , Y , I 0 , Y0 , a0 ) = (2πσ a2 ) − n / 2 exp ⎢ −
1
⎣ 2σ
S (δ , ω , φ , θ | b) = ∑ at2
∑a
n
2
a t =1
2
t
⎤
⎥,
⎦
(14)
Untuk mendapat dugaan parameter dapat dilakukan dengan cara meminimumkan
n
dengan t0 = max { p + r + 1, b + p + s + 1} dan at adalah persamaan residual seperti pada (13).
t = t0
(15)
3. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kunjungan wisman di Indonesia
tahun 1989-2007. Data hanya dibatasi pada pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai,
Batam, dan Polonia. Variabel intervensi yang digunakan ada tiga, yaitu krisis moneter yang
merupakan fungsi step, insiden bom Bali I dan II yang merupakan fungsi pulse. Khusus pada pintu
masuk Batam, bom Bali II tidak akan diamati, melainkan kebijakan penutupan perjudian pasca
dilantiknya Kapolri Sutanto pada Juni 2005. Plot data tersebut diberikan oleh Gambar 3 berikut.
Jul/1997
Okt/2002
Okt/2005
Jul/1997
Okt/2002
Okt/2005
180000
150000
160000
140000
125000
NGU
CGK
120000
100000
100000
80000
75000
60000
40000
50000
Month Jan
Year 1989
Jan
1992
Jan
1995
Jan
1998
Jan
2001
Jan
2004
20000
Month Jan
Year 1989
Jan
2007
Jan
1992
Jan
1995
(a)
Jan
2001
Jan
2004
Jan
2007
(b)
Jul/1997
160000
Jan
1998
Okt/2002 Jun/2005
Jul/1997
Okt/2002
Okt/2005
30000
140000
25000
120000
20000
POL
BTH
100000
80000
15000
60000
10000
40000
5000
20000
0
Month Jan
Year 1989
Jan
1992
Jan
1995
Jan
1998
Jan
2001
Jan
2004
0
Month Jan
Year 1989
Jan
2007
(c)
Jan
1992
Jan
1995
Jan
1998
Jan
2001
Jan
2004
Jan
2007
(d)
Gambar 3. Plot data time series kunjungan wisman ke Indonesia 1989-2007 melalui (a) Bandara SoekarnoHatta, (b) Bandara Ngurah Rai, (c) Batam, dan (d) Bandara Polonia
4. Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai prosedur pemodelan intervensi multi input secara
umum. Dengan prosedur tersebut diperoleh hasil analisis menggunakan model intervensi multi
input untuk pemodelan data kunjungan wisman melalui empat pintu masuk utama, yaitu Bandara
Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Batam, dan Polonia. Pembahasan secara detail hanya diberikan untuk
Bandara Soekarno-Hatta, sedangkan ketiga pintu masuk lainnya hanya dibahas secara singkat.
6
4.1 Prosedur pembentukan model intervensi multi input
Pemodelan intervensi multi input dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan jumlah
variabel intervensi yang digunakan, sebagaimana dijelaskan oleh bagan alir pada Gambar 4.
Membagi data menjadi beberapa bagian berdasarkan waktu‐waktu terjadinya
intervensi, yaitu:
• Data sebelum intervensi pertama yaitu t = , ,…,T
sebanyak n
• Data sesudah intervensi pertama sampai dengan sebelum intervensi kedua
yaitu t = T , T + , …, T
sebanyak n
• Data sesudah intervensi ke‐k sampai dengan data terakhir yaitu t = Tk, Tk+ , …,
n sebanyak nk
Menentukan Model AR)MA sebelum )ntervensi ke‐ Menggunakan Prosedur Box‐
Jenkins
Peramalan Data pada T s.d. T – dengan model AR)MA
, YT
, … , YT
n
YT
Perhitungan Residual pada T sampai dengan T –
Yt
Plot
pada T sampai dengan T –
)dentifikasi orde b , r , s untuk model )ntervensi ke‐ berdasarkan bentuk plot
residual
dengan batas
dan
Estimasi parameter dan uji signifikansi parameter
pada model )ntervensi ke‐
Tidak
Cek diagnosa model )ntervensi ke‐
yaitu apakah residual memenuhi syarat
white noise dan berdistribusi normal?
Ya
Model )ntervensi Pertama dengan t = , , …, T
A
Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi
7
A
Peramalan Data pada Tj s.d. Tj+ – dengan menggunakan model intervensi ke‐
j
, dimana j = , , … , k
YTj
, YTj
, … , YTj nj
Perhitungan Residual pada Tj sampai dengan Tj+ –
Yt
Plot
pada Tj sampai dengan Tj+ –
)dentifikasi orde bj, rj, sj untuk model )ntervensi ke‐j berdasarkan plot residual
dengan batas
dan
model sebelumnya
Estimasi parameter dan uji signifikansi parameter
pada model )ntervensi multi input j variabel
Tidak
Cek diagnosa model )ntervensi multi input
j variabel yaitu apakah residual memenuhi
syarat white noise dan berdistribusi
normal?
Ya
Model )ntervensi multi input dengan j variabel, dimana j = , , …, k
t = , , …, Tj+
Tidak
Apakah j = k ?
Ya
Apakah ada outlier?
Ya
Pemodelan Outlier
Tidak
Model )ntervensi Multi )nput + Deteksi Outlier
t = , , …, n
Tidak
Apakah ada GARC(?
Ya
Peramalan varians dengan model GARC(
Peramalan data mean sebanyak m dengan model
intervensi multi inputt = n+ , n+ , … , n+m
Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi (Lanjutan)
8
4.2 Pemodelan data kunjungan wisman di Bandara Soekarno-Hatta
Dengan menggunakan prosedur pemodelan pada Subbab 4.1, maka dilakukan pemodelan
data kunjungan wisman di Bandara Soekarno-Hatta dengan langkah-langkah sebagai berikut.
4.2.1 Pemodelan ARIMA data sebelum intervensi pertama
Pada tahap ini, prosedur Box-Jenkins yang terdiri dari identifikasi, estimasi parameter, cek
diagnosa, dan peramalan dilakukan untuk mendapatkan model ARIMA terbaik data sebelum
terjadi intervensi step pertama, yaitu krisis moneter sejak bulan Juli 1997. Hasil identifikasi
menunjukkan bahwa data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta belum stasioner
baik dalam mean maupun dalam varians. Hal ini disebabkan adanya pola tren dan musiman. Untuk
itu, data harus ditransformasi terlebih dahulu dengan transformasi logaritma natural (ln) kemudian
di-differencing reguler orde 1 dan differencing musiman orde 1 dengan periode musiman 12.
Berdasarkan bentuk ACF yang menunjukkan pola cuts off setelah lag 1, 12, dan 24,
sedangkan PACF berpola dies down, maka diduga bahwa model ARIMA yang sesuai adalah
ARIMA(0,1,1)(0,1,1)12. Hasil estimasi, uji signifikansi parameter, dan cek diagnosa dapat dilihat
pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa model telah sesuai untuk peramalan
data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta sebelum intervensi krisis moneter.
Tabel 1. Estimasi parameter, uji signifikansi, uji white noise, dan uji asumsi residual
model ARIMA sebelum intervensi I
Parameter
Estimasi
Uji White Noise
p-value
= 0,459
0,000
Θ = 0,856
0,000
MSE
Lag
0,0093
12
24
36
48
Uji Kenormalan
Kolmogorovp-value
Smirnov
p-value
9,6
16,1
28,1
37,9
0,475
0,811
0,754
0,797
0,080
>0,150
Sehingga dari estimasi parameter tesebut, dapat dituliskan model ARIMA sebelum intervensi
pertama untuk data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut:
Yt
1
0,856B12 )at
0,459B (1
1
Yt 1 + Y t
B (1
12
B12 )
Yt 13 + at
0,459at
0,856at
1
12
0,393at
13
(16)
4.2.2 Model intervensi akibat krisis moneter
Intervensi pertama yaitu krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 atau sejak T = 103
merupakan bentuk fungsi step. Langkah pertama pemodelan adalah menentukan orde dugaan b, s,
dan r dari model intervensi pertama. Untuk menentukan orde intervensi pertama dapat dilihat
melalui diagram dari residual pada Gambar 5 berikut.
T
residual
0,50
0,25
0,385
0,288
0,00
0
-0,25
-0,288
-0,385
-0,50
-0,75
-1,00
-1,25
T
T+5
T+10 T+15 T+20 T+25 T+30 T+35 T+40 T+45 T+50 T+55 T+60
waktu
Gambar 5. Diagram residual dari data kunjungan wisman setelah
intervensi pertama dan sebelum intervensi kedua
9
Dari Gambar 5 dapat diduga bahwa orde model intervensi step adalah b=7, s=3, dan r=0.
Hasil estimasi dan pengujian signifikansi parameter dari model intervensi pertama menunjukkan
bahwa semua parameter model signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Tahap cek diagnosa untuk
evaluasi kesesuaian model menunjukkan bahwa model intervensi fungsi step telah memenuhi
asumsi residual white noise, berdistribusi Normal, dan varians homogen. Hasil estimasi parameter,
uji signifikansi parameter, dan cek diagnosa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Estimasi parameter dan uji signifikansi model intervensi pertama
Parameter
θ1
Θ1
ω01
ω31
ω91
Estimasi
thitung
p-value
Keputusan
0,393
0,730
-0,221
0,343
0,244
4,87
7,77
-2,37
3,74
2,59