Contoh Proposal Yang Benar Dan Benar

A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an bukan merupakan buku teks tentang sains, melainkan kitab petunjuk bagi
manusia, hudan lin naas (QS. Al-Baqarah (2):185). Sebagai petunjuk bagi umat manusia,
tentunya Al-Qur’an berisi tentang segala macam persoalan dan solusi bagi umat manusia
secara universal. Universalitas Al-Qur’an bisa dijadikan landasan bagi pengembangan dunia
sains yang Islami, karena di era modern ini ilmu pengetahuan sangat terkait erat dengan
majunya peradaban. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an mementingkan tiga macam
pengetahuan untuk manusia. Pertama, pengetahuan mengenai alam yang telah dibuat Allah
tunduk kepada manusia, atau sains-sains alamiah. Kedua, adalah pengetahuan sejarah dan
geografi, Al-Qur’an senantiasa mendesak manusia untuk “berjalan di muka bumi” sehingga
dapat menyaksikan apa yang telah terjadi kepada kebudayaan-kebudayaan di masa lampau
dan mengapa kebudayaan-kebudayaan tersebut dapat bangkit dan runtuh. Ketiga,
pengetahuan mengenai dirinya sendiri.1 Seperti dalam firman Allah SWT:
           
       
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa
Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu
menjadi saksi atas segala sesuatu?”2
Berangkat dari hal tersebut, Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa Al-Qur’an mengajak
manusia untuk berpikir dengan beragam bentuk redaksi tentang segala hal, kecuali tentang

zat Allah SWT. karena mencurahkan akal untuk memikirkan zat-Nya adalah pemborosan
energi akal, mengingat pengetahuan tentang zat Allah tidak mungkin dicapai oleh akal
manusia. Maka, manusia cukup memikirkan tentang ciptaan-ciptaan Allah di langit, di bumi,
dan dalam diri manusia sendiri. Maka, hendaknya kaum ulul-albab mencurahkan segenap
potensi mereka untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi beserta isinya dengan seluruh
keteraturan dan ketelitian penciptaannya, sehingga Allah SWT. menunjukkan kepada mereka
suatu kesimpulan bahwa penciptaan keduanya adalah untuk suatu hikmah, bukan untuk kesiasiaan.3
1

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1996), cet. II, hlm.

51
2

QS. Fushshilat (41): 53
Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj. Abdul Hayyie alKattani dkk., Cet. I, (Jakarta: Gema Insani, 1998), hlm. 42-43
3

1


2

Berdasarkan penelitian Maurice Bucaille dalam bukunya “La Bible, Le Coran Et La
Science” yang dikutip oleh Mahfudz, lebih dari 750 ayat Al-Qur’an membahas tentang
fenomena alam, yang notabene merupakan objek kajian sains. Fenomena alam yang
terakandung di dalam Al-Qur’an memiliki cakupan yang amat luas, yang dapat dijadikan
sebagai sumber dan inspirasi bagi kajian sains dan teknologi maupun sosial sains, salah
satunya adalah ilmu Astronomi. Disamping ayat-ayat khusus yang menggambarkan
penciptaan, ada lebih dari 40 ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang astronomi. 4 Bahkan
ada beberapa nama surat Al-Qur’an yang menggunakan substansi dunia Astronomi antara
lain: An Najm (bintang) As-Syams (Matahari), Al Qamar (bulan) dan Ad-Dhuha (Waktu
matahari sepenggal naik). Berulang-ulang Al-Qur’an menyerukan untuk memperhatikan dan
memikirkan mengapa tidak kamu gunakan akalmu untuk berfikir/ afala tatafakkarun (QS. AlAn’am(6):50).5
Mengenai

Astronomi,

Machfudz

mengutip


dari

Afzalur

Rahman

dan

mendefinisikannya sebagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan gerakan, penyebaran,
dan karakteristik benda-benda langit.6 Jika kita mengamati langit, semua benda selalu
kelihatan tetap penampakannya. Benda-benda langit ini (matahari, planet-planet, atau
bintang-bintang) selalu tetap penampilanya, paling tidak dalam batas-batas ketajaman mata
manusia. Tetapi ada satu benda langit yang selalu berubah penampilannya. Sejak zaman
dahulu, kecerlangan benda ini selalu berubah secara periodik. Kita bisa melihatnya saat benda
ini terang sekali di langit, menerangi langit malam. Tetapi kadang kala kita alami juga saat
benda ini tidak bisa menerangi langit malam. Benda yang dimaksud di atas adalah bulan.7
Fenomena di atas akhirnya membuat para ilmuwan untuk mengamati lebih lanjut
mengenai salah satu benda langit tersebut. Bulan merupakan benda langit seperti bumi yang
tidak memancarkan cahaya, tetapi sekedar memantulkan cahaya yang di terimanya. Bentuk

penampakan terangnya yang selalu berubah menandakan adanya perubahan bagian yang
memantulkan cahaya yang dapat di lihat dari bumi. 8 Selanjutnya, ilmu Astronomi
menemukan fakta bahwa bulan dahulu menyala dan berpijar kemudian cahayanya padam.
4
Machfudz, Penelitian Astronomi dan Kemukjizatan Al-Qur’an, (Wonosobo: Center Of Excellence
Program UNSIQ, 2010), hlm. 1
5
Ibid, hlm. 2-3
6
Ibid, hlm. 5
7
A. Gunawan Admiranto, Menjelajahi Tata Surya, edisi kedua, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm.
198-199
8
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, cet. I, (Bandung: Mizan,
2008), hlm. 258

3

Teleskop modern dan satelit-satelit generasi pertama berhasil menunjukkan foto-foto bulan

secara detail. Dari foto-foto tersebut ada sebuah petunjuk dan tampak jelas adanya kawahkawah gunung berapi, dataran-dataran tinggi, dan cekungan-cekungan. Meskipun demikian,
para ilmuwan kala itu belum dapat mengetahui karakter bulan hingga akhirnya astronot
Amerika Serikat, Neil Amstrong, menginjakkan kakinya di bulan pada tahun 1969.9
Bulan dengan salah satu penampakanya, yakni berupa penampakanya berupa sabit,
merupakan tanda bagi waktu. Salah satu tanda waktu adalah selang atau rentang waktu
tertentu yang berulang dan di kenai sebagai periode. Bulan mempunyai banyak tempat, dan
bulan beerpindah dari satu tempat ke lain tempat, tetapi akhirnya kembali dalam posisi
melengkung dsn condong. Kembali secara berulang sejak masa silam sampai masa sekarang,
penggalan waktu pengulangan ini adalah periode. Artinya, bulan bergerak dari satu tempat ke
lain tempat secara periodik, dan pada awal serta akhire periode ditandai oleh penampakan
bulan yang melengkung dan condong.10 dan hal tersebut sudah tertulis dalam Al-Qur’an lebih
dari 15 abad yang silam sebelum penemuan sains modern mulai berbicara.
Masyarakat umum tentu ingin memahami istilah-istilah tersebut dari fakta empiris,
Matahari selalu tampak bundar dan kehadiranya menyebabkan siang yang terang benderang.
Bulan tidak selalu tampak bundar, tetapi berevolusi dari melengkung dan condong yang
makin tebal, separuh lingkaran lebih sampai suatu ketika bundar penuh yang di kenal sebagai
bulan purnama. Setelah purnama bulatan bulan kembali mengecil sampai berbentuk setengah
lingkaran kembali. Apakah ini yang di maksud dengan bulan telah terbelah? Menurut riwayat
fenomena tersebut terkait dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW, membelah bulan, tentu
hal ini dapat di jadikan bahan kajian lebih lanjut. Bulan terbelah, apa implikasinya yang dapat

di deteksi sampai saat ini? Satu hal yang jelas bagi kita adalah dua kali dalam sebulan, bulan
tampak seperti setengah lingkaran. Setelah setengah lingkaran kedua, tampakan bulan terus
mengecil dan menjadi seperti sabit kembali sampai akhirnya tidak tampak. 11
Uniknya, semakin jauh mempelajari dan menjelajahi alam semesta, semakin bertambah
pula keimanan dan keyakinan manusia bahwa zat yang menciptakan alam semesta ini adalah
zat yang sama yang telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an. Jika di teliti lebih lanjut, terdapat
banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah tersebut dengan berbagai macam
9

Machfudz, Penelitian Astronomi dan Kemukjizatan Al-Qur’an, hlm. 219
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, hlm. 254
11
Ibid, hlm. 256-257
10

4

pendekatan. Secara lebih terperinci, terdapat banyak ayat Al-Qur’an yang memberikan
gambaran tentang bulan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Agus Purwanto, seorang
Doctor of Science, memberikan hasil bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai redaksi

tentang bulan ada 9 ayat dengan berbagai macam bentuk pembahasan, tidak menutup
kemungkinan pula ada banyak ayat-ayat lain yang secara tekstual tidak berbicara tentang
bulan namun mempunyai relasi arti dengan ayat-ayat bulan tersebut.12
Berangkat dari sejumlah permasalahan di atas, menurut hemat penulis perlu diadakanya
suatu penelitian yang berusaha mengintegrasikan antara ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara
seputar bulan dengan perkembangan sains dewasa ini. Maka dari itu, penulis

merasa

terpanggil untuk melakukan penelitian kepustakaan dengan judul ”Bulan dalam Al-Qur’an
(Studi Pendekatan Integrasi Al-Qur’an dan Sains)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah diwujudkan
dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan tentang bulan?
2. Bagaimana konfirmasi dan relasi kemukjizatan Al-Qur’an tentang bulan dengan
perkembangan sains modern?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian diwujudkan dalam
bentuk pernyataan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui klasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan tentang bulan.
2. Untuk mengetahui konfirmasi dan relasi kemukjizatan Al-Qur’an tentang bulan dengan
perkembangan sains modern.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian diwujudkan dalam
bentuk pernyataan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi khazanah ilmu pengetahuan
mengenai bidang Astronomi khususnya tentang bulan dalam tradisi intelektual Islam,
sehingga dapat menjadi referensi maupun masukan bagi perkembangan ilmu
12

Ibid, hlm. 38

5

pengetahuan dalam studi Al-Qur’an secara khusus, dan perkembangan ilmu pengetahuan
secara umum.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keimanan terhadap Allah SWT
dengan ciptaanya, serta dapat menambah wawasan penulis mengenai bidang
keilmuan Astronomi khususnya tentang bulan yang bersumber dari Al-Qur’an
tersebut dalam proses tholabul ‘ilmi penulis.
b. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan untuk pembaca secara umum dapat mengetahui serta
memahami mengenai bidang keilmuan Astronomi khususnya tentang bulan yang
bersumber dari Al-Qur’an. Selain itu, diharapkan pembaca dapat mengetahui,
memahami dan membenarkan kemukjizatan Al-Qur’an dengan kesungguhan hati.
E. Kajian Pustaka
Sejauh pengetahuan dan pengamatan penulis yang terbatas, hingga saat ini sudah
banyak ditemukan penelitian atau tulisan yang membahas tentang kajian ayat-ayat Al-Qur’an
yang bersinggungan dengan bidang Astronomi dan bulan. dan untuk mengetahui posisi
penulis dalam melakukan penelitian ini, penulis berusaha untuk melakukan review terhadap
beberapa literatur yang ada kaitannya atau relevan terhadap masalah yang menjadi obyek
penelitian ini. Berikut adalah beberapa karya ilmiah yang penulis anggap mempunyai korelasi
dengan tema yang akan penulis teliti:
Pertama, dalam sebuah jurnal yang berjudul Analisis Materi Astronomi Pada
Pembelajaran Sains (Penyajian Sains Modern dan Al-Qur’an) karya Esti Yuli Widayanti
menjelaskan. Menyandingkan Al-Qur’an dan sains dalam metode pembelajaran memang

sudah banyak diperbincangkan, namun masih belum banyak diaplikasikan dalam
pembelajaran sains sendiri, penulisan karya ilmiah ini bertujuan memberikan sebuah acuan
bagi para guru kelas SD/MI dalam membelajarkan materi sains/IPA, dan ini sangat berbeda
dengan konsep yang penulis angkat, karena penulis sendiri lebih cenderung kepada
pemahaman masyarakat secara umum tentang substansi bulan menurut pandangan Al-Qur’an
yang diintegrasikan dengan sains modern.13
13

Esti Yuli Widayanti, “Analisis Materi Astronomi Pada Pembelajaran Sains (Penyajian Sains
Modern dan Al-Qur’an)”, diakses dari http://jurnalpai.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpai/article/view/8/8 , pada
tanggal 27 Desember 2017 pukul 21:59 WIB

6

Kedua, dalam sebuah jurnal yang berjudul Astronomi Islam dan Teori Heliocentris
Nicolaus Copernicus karya Slamet Hambali menjelaskan. Konsep teori Heliocentris memang
dikenal luas dalam dunia Astronomi. Namun, Al-Qur’an yang diwahyukan jauh sebelum teori
ini dikemukakan, telah menjelaskan konsep Astronomi dalam ruang lingkup yang lebih luas,
banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah Astronomi. Jurnal ini juga sangat
berbeda dengan penelitian penulis, karena karya ilmiah Slamet Hambali ini lebih condong

dalam menjelaskan teori Astronomi Heliocentris dan hubunganya dengan kemu’jizatan AlQur’an, sedanglkan penulis akan membahas tentang relasi dan konfirmasi ayat-ayat AlQur’an khusus tentang bulan yang di integrasikan dengan sains modern.14
Ketiga, dalam sebuah jurnal yang berjudul Benda Astronomi dalam Al-Qur’an Dari
Perspektif Sains karya Muhammad Hasan. Dalam penulisan karya ilmiahnya ini Muhammad
Hasan lebih condong kepada pengkajian ayat-ayat Al-Qur’an tentang peredaran benda-benda
langit, karya ilmiah ini juga berbeda dengan penelitian penulis yang teliti, karena penulis
tiidak hanya mebahas tentang peredaran benda-benda langit, tetapi juga membahas tentang
substansi dan pengertian khusus tentang bulan yang dikaji dari ayat-ayat Al-Qur’an yang
bersinggungan dan diintegrasikan dengn sains modern.15
Keempat, dalam sebuah jurnal yang berjudul Desain Sistem Pengamatan Sabit Bulan
Di Siang Hari karya Adi Damanhuri menjelaskan. Astronomi sebagai ilmu yang tertua di
muka Bumi, telah berperan sangat besar bagi kehidupan manusia, khususnya di Indonesia
yang mayoritas muslim. Di Indonesia ilmu Astronomi berperan penting sebagai penentu awal
datangnya bulan Ramadhan dan 1 Syawal yang di tandai dengan terlihatnya bulan sabit
sebagai awal dan akhir umat muslim menjalankan ibadah puasa. Jurnal ini juga sangat
berbeda dengan penelitian penulis, karena jurnal ini hanya membahas khusus tentang
pengamatan bulan sabit. Sedangkan penulis sendiri akan lebih luas membahas tentang bulan
dengan substansi dan peranannya.16
14

Slamet Hambali, “Astronomi Islam dan Teoriui Heliocentris Nicolaus Copernicus”, diakses dari
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/viewFile/24/93 , pada tanggal 27 Desember 2017 pukul
21:35 WIB
15
Muhammad Hasan, “Benda Astronomi dalam Al-Qur’an Dari Perspektif Sains”, diakses dari http://
www.journal.walisongo.ac.id/index.php/teologia/article/view/409/374 , pada tanggal 27 Desember 2017 pukul
22:02 WIB
16

Adi Damanhuri, “Desain Sistem Pengamatan Sabit Bulan Di Siang Hari”, diakses dari
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/544, pada tanggal 27 Desember 2017 pukul 21:40
WIB

7

Kelima, dalam sebuah jurnal yang bejudul Bumi Berotasi, Pendekatan Teks Wahyu
Matahari Tidak Mungkin Mendahului Bulan karya Agus Purwanto menjelaskan. Pemahaman
umum yang diterima masyarakat tentang fenomena siang dan malam adalah disebabkan
rotasi bumi. Tetapi sebagian masyarakat, guru dan sekolah khususnya yang berbasis agama
Islam, berdasar dalil dan pemahaman keagmaan menolak pandangan ini, mereka mengatakan
bahwa Bumi diam dan Matahari serta Bulan yang bergerak mengelilingi Bumi. Jurnal ini
juga mempunyai perbedaan dengan pembahasan penulis karena, jurnal ini meneliti tentang
rapakah Bumi berotasi atau tidak yang ditinjau dari ayat Al-Qur’an surat Yaasin ayat 40,
sedangkan penulis lebih mengkhususkan tentang bulan dan substansinya menurut Al-Qur’an
yang di Integrasikan dengan sains modern.17
Keenam, dalam sebuah jurnal yang berjudul Literasi Pembelajaran Astronomi
Berbasis Integrasi Sains, Tekhnologi dan Religi karya Asih Melati menjelaskan.
Pembelajaran sains Astronomi yang selama ini diajarkan dalam ruang kelas dan laboratorium
seolah terpisah dari kehidupan sehari-hari dan jauh dari nilai tekhnologi dan religi, Jurnal ini
juga berbeda dengan penelitian yang penulis teliti, dalam jurnal ini cenderung mencari solusi
atas permasalahan dalam pendidikan karakter dalam pembelajaran dan implementasi dalam
kehidupan sehari-hari, sedangkan penulis mengkaji lebih dalam tentang bulan dan
substansinya untuk masyarakat umum.18
Ketujuh, dalam sebuah tesis yang berjudul Gerhana Pada Masa Nabi Muhammad
SAW (Studi Analisis Gerhana Bulan Periode Madinah Perspektif Astronomi karya Ayu Nurul
Faizah menjelaskan. gerhana matahari dan bulan membawa pengaruh yang sangat besar pada
Bumi, salah satunya yakni berpengaruh pada penentuan praktek ibadah umat muslim. Dengan
mempelajari ilmu Astronomi juga dapat menjadi rujukan dalam menganalisa data hadits dan
sejarah. Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa karya ilmiah ini juga berbeda
dengan karya ilmiah yang sedang penulis kerjakan, karena skripsi tersebut lebih detail
membahas tentang gerhana bulan pada periode klasik, sedangkan penulis akan membahas
secara luas tentang bulan yang dikaji dari sumber ayat-ayat Al-Qur’an.19
17

Agus Purwanto, “Bumi Berotasi, Pendekatan Teks Wahyu Matahari Tidak Mungkin Mendahului
Bulan”, diakses dari http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosfis1/article/view/3372/2369 , pada tanggal
27 Desember 2017 pukul 21:57 WIB
18
Asih Melati, “Literasi Pembelajaran Astronomi Berbasis Integrasi Sains, Tekhnologi dan Religi”
diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosfis1/article/view/3758/2641 , pada tanggal 27 Desember
2017 pukul 22:06 WIB
19
Ayu Nurul Faizah, ”Gerhana Pada Masa Nabi Muhammad SAW (Studi Analisis Geehana Bulan
Periode
Madinah
Perspektif
Astronomi”,
diakses
dari

8

Kedelapan:
Kesembilan:
Kesepuluh:
Namun, sejauh pengamatan penulis hingga saat ini belum ada yang membahas
khusus tentang bulan menurut Al-Qur’an dalam pandangan integrasi Al-Qur’an dan sains,
kebanyakan penulis hanya meneliti tentang fungsi bulan sebagai penentu awal bulan,
sedangkan di sini penulis akan membahas tentang pengertian bulan beserta substansinya
dalam perspektif Al-Qur’an yang diintegrasikan dengan sains modern.
F. Kerangka Teori
Bulan adalah satu-satunya satelit alami bumi, sekaligus satelit alami terbesar ke-5 di
tata surya. Bulan berbentuk bola bundar yang keras dan berbatu. Ukuran bulan lebih kecil
dari ukuran bumi, satu wilayah bumi dapat diisi oleh empat buah bulan. Diameter bulan
adalah 3.474 km. Ini berarti, volume bulan hanya sekitar 2% volume bumi dan gaya gravitasi
bumi. Bulan beredar mengelilingi bumi sekali setiap 27,3 hari (periode orbit).20 Bulan
merupakan benda langit seperti bumi yang tidak memancarkan cahaya, tetapi sekedar
memantulkan cahaya yang diterimanya. Bentuk penampakan terangnya yang selalu berubah
menandakan adanya perubahan bagian yang memantulkan cahaya yang dapat dilihat dari
bumi.21
Selanjutnya, ilmu Astronomi menemukan fakta bahwa bulan dahulu menyala dan
berpijar kemudian cahayanya padam. Teleskop modern dan satelit-satelit generasi pertama
berhasil menunjukkan foto-foto bulan secara detail. Dari foto-foto tersebut ada sebuah
petunjuk dan tampak jelas adanya kawah-kawah gunung berapi, dataran-dataran tinggi, dan
cekungan-cekungan. Meskipun demikian, para ilmuwan kala itu belum dapat mengetahui
karakter bulan hingga akhirnya Astronot Amerika Serikat, Neil Amstrong, menginjakkan
kakinya di bulan pada tahun 1969.22

http://eprints.walisongo.ac.id/7525/2/135212008_bab1.pdf, pada tanggal 27 Desember 2017 pukul 21:48 WIB
20

Ibid, hlm. 217
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan, hlm. 258
22
Machfudz, Penelitian Astronomi dan Kemukjizatan Al-Qur’an, hlm. 219
21

9

Para ilmuan menuturkan, secara umum bulan terbagi menjadi dua daerah, yaitu
daerah terang dan daerah gelap. Daerah terang adalah daerah-daerah tinggi yang diberi nama
terrae (bentuk tunggal kata terra, yang artinya bumi), sedangkan daerah gelap disebut dengan
nama maria (bentuk tunggal dari kata mare, yang artinya laut). Bahan-bahan penyusun
daerah terang ini adalah mineral anortosit dan daerah gelap tersusun dari basalt. Daerahdaerah dataran tinggi lebih tua daripada mare sehingga kawah-kawah yang terdapat di daerah
itu lebih banyak. Kawah-kawah yang terdapat di permukaan bulan muncul karena
bombardemen meteroit yang setiap saat jatuh ke permukaanya. Bumi juga mendapat
bombardemen meteroit tetapi karena bumi memiliki atmosfer, meteroit-meteroit ini sudah
terbakar akibat gesekannya dengan atmosfer dan tidak sempat sampai ke permukaan bumi.
Selain terdapat kawah-kawah, di bulan terdapat juga daerah-daerah yang bersih, tidak terlalu
banyak mengalami bombardemen meteroit. Daerah-daerah ini kemudian diberi nama maria
atau mare dalam bentuk tunggal yang berarti laut. Nama-nama daerah ini, misalnya Mare
Tranquilitatis, Mare Serenitatis, Mare Imbrium, Mare Nubuim, Mare Humorum, dan
sebagainya. 23
Sebelum adanya peluncuran pesawat-pesawat luar angkasa, manusia hanya bisa
mengamati bagian bulan yang menghadap bumi saja. Tentunya anda berpikir bagian bulan
yang bisa diamati dari bumi hanya 50% dari seluruh permukaan bulan. Namun kenyataannya
tidak demikian, permukaan bulan yang bisa diamati dari bumi adalah 59% dari seluruh
permukaannya. Hal ini di sebabkan adanya peristiwa yang dinamakan librasi. Dalam usaha
memperoleh informasi lebih banyak tentang bulan, Amerika Serikat dan Uni Soviet
berlomba-lomba untuk melakukan eksplorasi permukaan bulan, baik menggunakan pesawatpesawat berawak maupun tidak. Amerika bergerak menggunakan pesawat Apollo sedakan
Uni Soviet dengan pesawat-pesawat Luna. Seiring dengan majunya peradaban, sekarang
manusia sudah mulai berpikir bagaimana memanfaatkan bulan untuk kepentingan manusia.
Salah satu usaha pemanfaatan bulan adalah usaha untuk membuat fasilitas-fasilitas
pengamatan bintang (observatorium). Dalam sebuah pidato yang diucapkan oleh presiden
Amerika Serikat, George Bush,

pada 20 Juli 1998, menyatakan dukungannya pada

pembangunan suatu stasiun permanen di permukaan bulan, alasan untuk ini adalah tidak
adanya atmosfer, kestabilan sismiknya relatif dibandingkan dengan bumi, sedikitnya

23

A. Gunawan Admiranto, Menjelajahi Tata Surya, hlm. 202

10

gangguan oleh cahaya dan gelombang radio, serta melimpahnya bahan-bahan mentah yang
bisa digunakan untuk membangun observatorium.24
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah library research atau studi
kepustakaan. Studi kepustakaan adalah melakukan studi literatur setelah penentuan topik
dan penetapan rumusan masalah untuk pendalaman yang lebih luas dan mendalam
terhadap masalah yang hendak diteiliti. Dan sebagian besar tugas peneliti adalah berada
di perpustakaan.25
2. Pendekatan Penelitian
Yang digunakan di sini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Kualitatif yaitu
tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan
benda-benda yang diamati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat
dalam dokumen atau bendanya.26 Adapun data-data yang di peroleh seperti hasil
pengamatan, hasil wawancara, analisis dokumen, tidak dituangkan dalam bentuk angkaangka. Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan
dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab
pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena bisa terjadi. Untuk itu,
peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat
memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.27
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu: sumber data
utama (primer), sumber data penunjang (sekunder), dan sumber data pelengkap (tersier).
Adapun yang dijadikan sumber data primer dari penelitian ini adalah ayat Al-Qur’an
yang berkaitan dengan bulan. Kemudian sumber kedua yang menjadi sumber data
penunjang adalah tafsir-tafsir serta buku-buku yang berkaitan dengan bulan dan teks-teks
24

Ibid, hlm. 204-212
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet. IX, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 34
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cet. XIV, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 22
27
Ibid, hlm. 22
25

11

lain yang secara langsung maupun tidak langsung mengacu pada tema bulan. Sedangkan
sumber ketiga yang menjadi data pelengkap adalah artikel-artikel dari jurnal dan internet.
4.

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan penulis gunakan dalam pengolahan data ini adalah
deskriptif-analitis, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga
dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.28 Dalam artian, penulis
mendeskripsikan pengertian bulan secara umum dan mencari serta menganalisis ayatayat tentang bulan dalam Al-Qur’an. Kemudian, penulis menjelaskan, menghubungkan
dan mengintegrasikan mengenai ayat tentang bulan dalam Al-Qur’an dengan Sains
dalam bidang Astronomi (khususnya tentang bulan). Setelah itu mengambil kesimpulan
dari keterangan tersebut sbagai studi pendekatan integrasi Al-Qur’an dan Sains dengan
cara mengumpulkan data dari berbagai rujukan.

H. Sistematika Pembahasan
Sebagai upaya memberi gambaran dalam penyusunan penelitian ini, penulis dalam
menyusun karya ilmiah ini menyusun lima bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab I, berisi pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, penegasan
istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka
teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II, berisi tentang tinjauan umum bulan dalam perspektif sains modern. Dalam bab
ini akan di jelaskan mulai dari penjabaran tentang bulan, fase dan orbit bulan, dan segala
macam teori yang berkaitan tentang bulan, meliputi Librasi, Eksplorasi dan Kolonisasi bulan.
Bab III, berisi tentang pengertian tafsir Tematik (Maudhu’i), perkembangan metode
Tematik, serta langkah penerapan metode Maudhu’i dan klasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an
tentang bulan.
Bab IV, berisi analisis tentang Integrasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang bulan dengan
sains modern diantaranya yang akan penulis bahas di dalamnya adalah tentang substansi
bulan, garis edar bulan, sumpah atas nama bulan, fase bulan dan teori bulan menghilang.
Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, saran, rekomendasi dan kata penutup.

28

hlm. 26

Mardalis, Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal), cet. 10 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),

12

Outline
Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Kajian Pustaka
F. Kerangka Teori
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Pembahasan

Bab II

Tinjauan Umum Bulan: Perspektif Sains Modern
A. Deskripsi Bulan
1. Definisi
2. Komposisi
3. Pembentukan Bulan
B. Fase dan Orbit Bulan
C. Librasi
D. Eksplorasi Bulan
E. Kolonisasi Bulan

Bab III

Kajian Tematik Ayat-ayat Bulan
A. Metode Tafsir Tematik
1. Pengertian Tafsir Tematik (Maudhu’i)
2. Perkembangan Metode Tematik
3. Langkah Penerapan Metode Maudhu’i
B. Klasifikasi Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Bulan
1. QS. Al-Baqarah (2): 189
2. QS. Al-An’am (6): 77
3. QS. Yasin (36): 39
4. QS. Al-Qamar (54): 1
5. QS. Al-Mudatsir (74): 32

13

6. QS. Al-Qiyamah (75): 8
7. QS. Al-Insyiqaq (84): 18
8. QS. Al-Syams (91): 2
9. QS. Nuh (71): 16
Bab IV

Analisis: Integrasi Ayat-ayat Al-Qur’an Tentang Bulan Dengan Sains
Modern
A. Substansi Bulan
B. Garis Edar Bulan
C. Sumpah Atas Nama Bulan
D. Fase Bulan
E. Teori Bulan Menghilang

Bab V

Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
C. Rekomendasi
D. Penutup

14

DAFTAR PUSTAKA

Admiranto, A. Gunawan. 2009. Menjelajahi Tata Surya, edisi kedua. Yogyakarta:
Kanisius.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cet.XIV.
Jakarta: Rineka Cipta.
Damanhuri, Adi. “Desain Sistem Pengamatan Sabit Bulan Di Siang Hari”. Diakses
pada 27 Desember 2017 dari https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/544.
Faizah, Ayu. Nurul. ”Gerhana Pada Masa Nabi Muhammad SAW (Studi Analisis
Geehana Bulan Periode Madinah Perspektif Astronomi”. Diakses pada 27 Desember 2017
dari http://eprints.walisongo.ac.id/7525/2/135212008_bab1.pdf.
Hambali, Slamet. “Astronomi Islam dan Teoriui Heliocentris Nicolaus Copernicus”
diakses pada 27 Desember 2017 dari http://journal.walisongo.ac.id/index.php/ahkam/article/
viewFile/24/93.
Hasan, Muhammad. “Benda Astronomi dalam Al-Qur’an Dari Perspektif Sains”,
diakses pada 27 Desember 2017 dari
http://www.journal.walisongo.ac.id/index.php/teologia/article/view/409/374.
Machfudz. 2010. Penelitian Astronomi dan Kemukjizatan Al-Qur’an. Wonosobo:
Center Of Excellence Program UNSIQ.
Mardalis. 2008. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, cet.x. Jakarta: Bumi
Aksara.
Melati, Asih. “Literasi Pembelajaran Astronomi Berbasis Integrasi Sains, Tekhnologi
dan Religi”. Diakses pada 27 Desember 2017 dari
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosfis1/article/view/3758/2641.
Purwanto, Agus. 2008. Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang Terlupakan,
cet.I. Bandung: Mizan.

15

____________. “Bumi Berotasi: Pendekatan Teks Wahyu Matahari Tidak Mungkin
Mendahului Bulan”. Diakses pada 27 Desember 2017 dari
http://www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosfis1/article/view/3372/2369.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
terj. Abdul Hayyie a-Kattani dkk. cet.I. Jakarta: Gema Insani.
Rahman, Fazlur. 1996. Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin. cet.II. Bandung:
Pustaka.
Sukardi. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet.IX. Jakarta: Bumi Aksara.
Widayanti, Esti. Yuli. “Analisis Materi Astronomi Pada Pembelajaran Sains
(Penyajian Sains Modern dan Al-Qur’an)”. Jurnal diakses pada 27 Desember 2017 dari
http://jurnalpai.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpai/article/view/8/8.